HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung dari 50.4 cp, agar mendekati viskositas minyak tanah sebesar 5 cp (Couper et al. 2005), maka dibutuhkan pemanasan 990 o C di sepanjang pipa dengan menggunakan pipa berdiameter 0.25 inci sepanjang 25 cm. Selanjutnya, pipa ini dibentuk menjadi koil sebanyak 2 lilitan. Hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak ditampilkan pada Gambar 19 dan 20. Viskositas (cp) Suhu ( o C) Gambar 19 Grafik pendugaan penurunan nilai viskositas terhadap suhu Viskositas (cp) Panjang pipa (cm) Gambar 20 Grafik pendugaan penurunan nilai viskositas terhadap panjang pipa pemanas

2 42 Dari Gambar 19 dan 20 terlihat bahwa viskositas akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu dan bertambah panjangnya pipa pemanas. Bentuk grafik penurunan viskositas terhadap suhu ini juga serupa dengan hasil eksperimental yang dilakukan oleh Rabelo et al. (2000) pada percobaannya dengan menggunakan beberapa jenis asam lemak seperti yang ditampilkan pada Gambar 21. Gambar 21 Viskositas dinamik beberapa jenis asam lemak (Rabelo et al. 2000) Dari hasil perhitungan, viskositas menurun dengan cepat pada tahap awal pemanasan, yaitu pada rentang suhu o C. Selanjutnya penurunan viskositas terjadi dengan lambat. Hal ini disebabkan karena saat minyak dipanaskan, maka akan mengakibatkan pergeseran jarak molekul dalam minyak menjadi lebih besar sehingga volume minyak tersebut bertambah. Namun ketika minyak dipanaskan lebih lanjut, pergeseran molekul minyak sudah berada pada jarak yang maksimum sehingga sulit untuk meregangkan jarak menjadi lebih besar lagi. Akibatnya penurunan viskositas pun terjadi dengan lebih lambat. Dalam penelitian ini tidak dilakukan validasi nilai viskositas minyak nyamplung yang telah terpanaskan melalui burner pipa koil pemanas minyak. Validasi hasil perhitungan pendugaan yang dilakukan hanya pada suhu minyak yang keluar dari nosel, dan juga dibandingkan dengan hasil pengujian karakteristik penyemprotan minyak nyamplung dan minyak tanah. Data sekunder hasil penelitian penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu (Wahyudi 2010) pada Tabel 5 dibutuhkan untuk proses menghitung simulasi penurunan nilai

3 43 viskositas minyak nyamplung tiap 1 cm pertambahan panjang pipa koil pemanas minyak. Proses perhitungan simulasi penurunan nilai viskositas minyak nyamplung tiap 1 cm pertambahan panjang pipa koil pemanas minyak dijelaskan pada Lampiran 3. Nilai viskositas terhadap peningkatan suhu hasil penelitian Wahyudi (2010) ini adalah nilai viskositas minyak dalam satuan cetistokes. Sementara satuan viskositas yang dipakai dalam penelitian ini adalah centipoises. Sehingga untuk mengubah satuan centistokes menjadi centipoises, maka dibutuhkan data pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan. Data sekunder penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu (Wahyudi 2010) dan hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Data sekunder penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu (Wahyudi 2010) dan hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu pada penelitian pendahuluan No. Suhu ( o Viskositas (cst) Densitas (g/ml) C) (Wahyudi 2010) (Penelitian Pendahuluan) Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung Uji penyemprotan minyak nyamplung dilakukan untuk mengetahui profil sebaran semprotan dari minyak nyamplung tersebut, baik dalam kondisi suhu ruang maupun setelah pemanasan. Tekanan pada tangki bahan bakar yang digunakan adalah sebesar 2 bar. Pada pengujian ini, minyak tanah digunakan sebagai kontrol. Sebelum minyak nyamplung disemprotkan, minyak terlebih dahulu dipanaskan pada beberapa tingkat suhu. Hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menunjukkan bahwa viskositas minyak nyamplung akan setara dengan minyak tanah pada suhu minyak o C. Oleh karena itu, profil penyemprotan minyak nyamplung kemudian diambil dari keadaan suhu ruang hingga suhu pemanasan

4 44 mencapai o C. Profil penyemprotan diambil pada tiap interval suhu 20 o C. Perbandingan hasil profil penyemprotan minyak nyamplung dan minyak tanah ditampilkan pada Gambar 22. (a) Gambar 22 Perbandingan profil penyemprotan (a) minyak nyamplung pada suhu 150 o C, dan (b) minyak tanah pada suhu ruang (b) Pada pengujian ini, minyak tanah yang digunakan sebagai kontrol memiliki diameter penyemprotan rata-rata atau equivalent cellular diameter sebesar mm pada suhu ruang. Sedangkan minyak nyamplung memiliki diameter penyemprotan rata-rata sebesar mm pada suhu 150 o C. Diameter hasil penyemprotan ini meningkat dengan bertambahnya suhu pemanasan. Jika dibandingkan dengan hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, profil penyemprotan minyak nyamplung akan setara dengan minyak tanah pada suhu pemanasan o C, yaitu ketika viskositas minyak nyamplung mendekati nilai viskositas minyak tanah. Hal ini bisa saja terjadi mengingat penurunan viskositas dari suhu 150 o C menuju o C tidak terjadi penurunan yang terlalu signifikan, yaitu dari 5.50 cp menuju ke 5.34 cp. Grafik hubungan diameter dan sudut semprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu ditampilkan pada Gambar 23 dan 24. Besarnya peningkatan diameter semprotan terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan d = 0.435T , dengan koefisien determinan sebesar Sudut hasil penyemprotan juga berbanding lurus dengan hasil diameter penyemprotan. Sudut penyemprotan minyak tanah sebagai kontrol adalah o

5 45 pada suhu ruang, sedangkan sudut penyemprotan minyak nyamplung adalah o pada suhu 150 o C. Besarnya peningkatan sudut semprotan terhadap kenaikan suhu ini mengikuti persamaan θ = 0.082T , dengan koefisien determinan sebesar Diameter semprotan (mm) d = 0.435T R² = Minyak nyamplung Suhu ( o C) Minyak tanah Gambar 23 Grafik hubungan diameter semprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu 15 Sudut semprotan ( o ) θ = 0.082T R² = Minyak nyamplung Suhu ( o C) Minyak tanah Gambar 24 Grafik hubungan sudut semprotan minyak nyamplung terhadap peningkatan suhu Dari Gambar 23 dan 24 di atas terlihat bahwa besar diameter dan sudut penyemprotan bertambah dengan meningkatnya suhu pemanasan minyak. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya suhu maka akan semakin menurunkan nilai viskositas, yang juga menyebabkan turunnya nilai tegangan permukaan dan

6 46 densitas minyak (Sunandar 2010). Menurut Ing et al. (2010), tingkat kekentalan minyak (viskositas), tegangan permukaan, dan densitas adalah tiga sifat fluida yang berpengaruh dalam pembentukan butir semprotan (droplet). Graco (1995) menyatakan bahwa viskositas memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butir semprotan (droplet) seperti pada tegangan permukaan dan densitas. Viskositas menyebabkan fluida melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan, dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar (Graco 1995). Viskositas, tegangan permukaan, dan densitas sendiri dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu, maka nilai viskositas, tegangan permukaan, dan densitas akan semakin menurun. Sehingga dengan semakin menurunnya nilai viskositas, tegangan permukaan, dan densitas maka pembentukan droplet yang terjadi akan lebih kecil. Dengan demikian maka hasil penyemprotannya akan menghasilkan rentang besar butir yang lebih besar. Hal ini juga didukung oleh penelitian Ing et al. (2010) pada penelitian karakteristik penyemprotan campuran biofuel kelapa sawit, dimana besarnya diameter droplet akibat pengaruh viskositas mengikuti persamaan y = 9654x Besarnya diameter droplet akibat pengaruh densitas mengikuti persamaan y = 1.278x Sedangkan besarnya diameter droplet akibat pengaruh tegangan permukaan mengikuti persamaan y = 30281x Hubungan ketiga sifat minyak ini dengan pembentukan diameter droplet ditampilkan pada Gambar 25, 26, dan 27. Gambar 25 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan viskositas (Ing et al. 2010)

7 47 Gambar 26 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan densitas (Ing et al. 2010) Gambar 27 Grafik hubungan diameter droplet dengan perubahan tegangan permukaan (Ing et al. 2010) Peristiwa perubahan viskositas terhadap suhu dapat dijelaskan dengan teori termodinamika yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu suatu fluida, molekul fluida akan bergerak cepat sehingga secara makro akan meningkatkan tekanan. Jika tidak terdapat batas pada materi tersebut, maka materi akan mengembang dan memperlebar jarak antar molekulnya. Jarak antar molekul yang lebar akan mengakibatkan kerapatan (densitas) dan viskositas semakin menurun (Annamalai et al. 2002). Penurunan viskositas terhadap suhu ini dibuktikan oleh penelitian Sunandar (2010) pada pengujian sifat termofisik minyak kelapa (Gambar 28a), dan Murni (2010) pada pengujian pengaruh suhu terhadap viskositas biodiesel kelapa sawit dan solar (Gambar 29). Menurut hasil peneltian Sunandar (2010), besarnya

8 48 penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu mengikuti persamaan μ = T , seperti ditampilkan pada Gambar 28a. Secara empiris, penurunan nilai viskositas terhadap peningkatan suhu ini juga didukung oleh Steffe (1992) pada persamaan model Arhenius, ( ), dimana dari persamaan ini dapat dilihat bahwa dengan bertambah besarnya nilai suhu (T), maka nilai viskositasnya akan menjadi lebih kecil. Bird et al. (1960) pada persamaan juga memperlihatkan penurunan eksponensial viskositas terhadap suhu, yang sudah banyak terbukti untuk beberapa cairan yang umum ditemukan. (a) Gambar 28 Grafik penurunan nilai (a) viskositas, dan (b) densitas minyak kelapa terhadap peningkatan suhu (Sunandar 2010) (b) Gambar 29 Grafik penurunan nilai viskositas terhadap suhu pada biodiesel kelapa sawit dan solar (Murni 2010)

9 49 Menurut Graco (1995), densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Kenaikan suhu mengakibatkan bergesernya jarak molekul dalam minyak menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antar molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil sedangkan volumenya menjadi lebih besar. Dengan bertambah besarnya volume dan merujuk persamaan, maka angka densitas akan menjadi lebih kecil. Penurunan densitas terhadap suhu juga dibuktikan oleh penelitian Sunandar (2010) pada pengujian sifat termofisik minyak kelapa, dimana besarnya penurunan densitas terhadap peningkatan suhu mengikuti persamaan ρ = ln (T) , seperti ditampilkan pada Gambar 28b. Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan dan mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata tetesan yang lebih besar pada atomisasi. Umumnya ketika terjadi kenaikan suhu, nilai tegangan permukaan mengalami penurunan. Turunnya nilai tegangan permukaan juga akan memperkecil pembentukan ukuran droplet (Tolman 1949). Semakin kecil ukuran droplet maka sebaran semprotannya akan semakin melebar. Grafik penurunan nilai tegangan permukaan minyak kelapa dan beberapa minyak lainnya terhadap peningkatan suhu ditampilkan pada Gambar 30. Gambar 30 Grafik penurunan tegangan permukaan beberapa jenis minyak terhadap peningkatan suhu (Sunandar 2010) Penurunan nilai tegangan permukaan terhadap peningkatan suhu ini disebabkan karena ketika suhu meningkat, molekul cairan bergerak semakin cepat sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan berkurang. Akibatnya nilai

10 50 tegangan permukaan juga mengalami penurunan. Hal ini didukung secara empiris oleh Gennes et al. (2002), dimana tegangan permukaan cairan sebagai fungsi suhu mengikuti persamaan ( ). Sedangkan menurut penelitian Sunandar (2010), besarnya penurunan angka tegangan permukaan dari minyak kelapa mengikuti persamaan γ = -5E-05T (Gambar 30). Menurut Abdullah (2010), untuk mendapatkan kualitas butiran droplet yang lebih halus dapat juga dilakukan dengan menambah tekanan injeksi penyemprotan pada tangki bahan bakar. Tekanan injeksi yang lebih tinggi akan menghasilkan proses atomisasi yang lebih baik, seperti ditampilkan pada hasil penyemprotan minyak canola pada Gambar 31. Gambar 31 Hasil penyemprotan minyak nabati canola murni dan perbesaran gambar droplet pada tekanan injeksi yang berbeda (Ti = 700 K, t = 0.5 ms) (Abdullah 2010) Modifikasi Burner Pipa Koil Pemanas Minyak Pada tahap modifikasi ini telah dilakukan perancangan ulang burner kompor bertekanan yang semula digunakan untuk bahan bakar minyak tanah. Burner minyak tanah berfungsi sebagai saluran bahan bakar dan tempat terjadinya proses pembakaran minyak. Burner minyak tanah tidak memiliki fungsi sebagai elemen pemanas karena pengabutan minyak tanah sendiri sudah dapat terjadi dengan baik

11 51 pada suhu ruang. Minyak tanah dapat langsung terbakar setelah teratomisasi dari nosel. Sedangkan pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi memiliki dua fungsi yaitu sebagai burner dan elemen pemanas minyak untuk menurunkan viskositas. Minyak nyamplung tidak dapat digunakan langsung pada kompor bertekanan dengan burner minyak tanah. Hal ini disebabkan karena burner jenis ini tidak memiliki fungsi pemanasan awal minyak. Jika minyak nyamplung digunakan langsung pada kompor bertekanan dengan burner yang belum dimodifikasi, maka minyak tidak dapat teratomisasi dan terbakar dengan baik akibat tingginya nilai viskositas minyak. Viskositas menjadi hal yang penting dalam sistem kompor bertekanan. Jika viskositas tinggi, maka tahanan untuk minyak mengalir pun tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena kualitas atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, dimana nilai viskositas ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Ketika suhu minyak meningkat, maka nilai viskositasnya akan turun. Oleh karena itu burner kompor bertekanan termodifikasi ini juga memliki fungsi sebagai elemen pemanas minyak, sehingga dapat menurunkan nilai viskositas agar tercapai viskositas yang diinginkan untuk minyak dapat teratomisasi dan terbakar dengan baik. Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ini memiliki tinggi 10 cm. Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ditampilkan pada Gambar 32. Sedangkan gambar skematis modifikasi kompor bertekanan sebelum dan setelah modifikasi dapat dilihat pada Lampiran 11 dan cm Gambar 32 Burner kompor bertekanan sebelum modifikasi

12 52 Pipa koil pemanas minyak hasil rancangan memiliki dimensi keseluruhan 15 x 8 x 8 cm. Gambar hasil rancangan pipa koil pemanas minyak ditampilkan pada Gambar 33. Pipa yang digunakan adalah jenis pipa besi mild steel dengan panjang keseluruhan 50 cm, diameter 0.25 inci, dan ketebalan pipa 1 mm. Berdasarkan hasil pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, panjang pipa yang dibutuhkan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung agar mendekati nilai viskositas minyak tanah adalah sepanjang 25 cm. Pada proses perhitungan pendugaan panjang pipa, kondisi pipa yang digunakan adalah pipa lurus. Sedangkan pada tahap pembuatan, pipa lurus ini akan dirancang berbentuk koil. Pada rancangan pipa koil pemanas minyak ini, nosel tempat keluarnya minyak akan berada pada bagian pusat dari panjang pipa keseluruhan. Sehingga panjang pipa koil pemanas minyak dirancang dua kali dari panjang pipa hasil pendugaan, yaitu 50 cm. Dengan demikian, maka nosel tetap akan berada pada posisi titik 25 cm dari pangkal pipa koil pemanas. Dengan kata lain, minyak yang melewati pipa koil pemanas, baik dari saluran masuk minyak sebelah kiri maupun kanan pipa koil pemanas, tetap akan terpanaskan sepanjang 25 cm sebelum akhirnya keluar melalui nosel. Piringan penyebar nyala api Nosel Pipa koil pemanas minyak Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal Gambar 33 Hasil rancangan elemen pipa koil pemanas minyak Lubang nosel tempat keluarnya minyak yang akan dibakar memiliki diameter 0.5 mm. Diameter nosel ini diadaptasi dari diameter nosel pada burner kompor bertekanan sebelum modifikasi. Pada bagian dasar pipa koil pemanas

13 53 terdapat mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal. Mangkuk ini dapat menampung minyak yang digunakan sebagai starter sebanyak 54 ml. Diameter mangkuk ini adalah 8 cm. Pipa koil pemanas minyak ini juga dilengkapi dengan piringan penyebar nyala api yang diletakan pada bagian tengah atas lingkaran pipa koil pemanas minyak. Piringan penyebar nyala api ini berfungsi untuk memperluas sebaran nyala api hasil pembakaran agar api dan alat masak memiliki luas permukaan kontak pindah panas yang semakin besar. Dengan demikian, maka panas yang diterima oleh alat masak akan tersebar lebih merata. Elemen pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi ini digunakan sebagai pengganti burner pada kompor bertekanan yang biasanya menggunakan bahan bakar minyak tanah. Pada pipa koil pemanas minyak ini terdapat mur pada bagian pangkalnya. Mur ini berfungsi sebagai penghubung antara pipa koil pemanas dengan saluran minyak kompor yang sebelumnya merupakan tempat dimana burner kompor awal dipasang. Gambar hasil rancangan pipa pemanas minyak yang telah dipasang pada kompor bertekanan ditampilkan pada Gambar 34. (a) Gambar 34 Elemen pipa koil pemanas minyak (a) setelah dipasang pada kompor bertekanan, (b) kompor lengkap dengan dudukan alat masak (b) Mekanisme kerja kompor bertekanan termodifikasi ini adalah dengan menekan minyak di dalam tangki bahan bakar melalui pemompaan. Pemompaan ini biasanya dilakukan dengan pompa tangan atau pompa udara manual, sehingga tekanan di dalam tangki bahan bakar lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan

14 54 udara lingkungan. Setelah keran bahan bakar dibuka, maka minyak akan mengalir mengisi pipa koil pemanas minyak untuk selanjutnya dipanaskan dan terjadi penurunan viskositas. Sedangkan pada burner konvensional, minyak langsung mengalir menuju nosel tanpa ada pemanasan awal terlebih dahulu. Karena adanya penurunan tekanan dari tangki bahan bakar menuju lingkungan, maka cairan minyak mengalir keluar menuju lingkungan melalui nosel dan pecah secara pneumatik menjadi bentuk butiran-butiran halus (droplet) akibat viskositas minyak yang rendah setelah proses pemanasan awal sebelum minyak disemprotkan pada nosel. Droplet ini kemudian terpanaskan oleh nyala api pembakaran pada burner, dan terjadi penguapan minyak pada permukaan droplet akibat proses perpindahan panas dari nyala api. Cairan minyak yang telah menguap dan berada dalam fase gas ini kemudian bercampur dengan udara ambien untuk selanjutnya terbakar dan menjadi pemanas minyak selanjutnya. Mekanisme kerja kompor bertekanan sebelum dan setelah modifikasi adalah sama. Perbedaan hanya terletak pada proses pemanasan awal minyak. Pada kompor bertekanan sebelum modifikasi tidak ada proses pemanasan awal minyak. Seperti hal nya pada kompor bertekanan termodifikasi, aliran minyak yang terjadi pada kompor bertekanan sebelum modifikasi ini adalah akibat perbedaan tekanan pada tangki bahan bakar dan lingkungan. Tekanan di dalam tangki bahan bakar lebih tinggi daripada tekanan udara lingkungan. Sehingga setelah keran bahan bakar dibuka, maka minyak akan mengalir menuju tekanan udara lingkungan yang lebih rendah melalui nosel. Minyak yang mengalir dari tangki bahan bakar kemudian masuk ke saluran minyak pada burner, dan langsung mengalir menuju nosel. Karena adanya perubahan tekanan secara tiba-tiba, maka cairan minyak yang keluar dari nosel pecah secara pneumatik menjadi droplet. Sementara mangkuk bahan bakar pada burner kompor bertekanan sebelum modifikasi ini hanya ditujukan sebagai wadah minyak yang digunakan sebagai starter api pembakaran awal. Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi Uji fungsional pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi bertujuan untuk melakukan validasi suhu yang keluar dari nosel setelah dipanaskan melewati elemen pipa koil pemanas. Ada dua kondisi pengambilan data suhu pada nosel,

15 55 yaitu pada kondisi api kompor menyala dan sesaat setelah api kompor dipadamkan seperti ditampilkan pada Gambar 35 dan 36. Posisi pengukuran (a) Gambar 35 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel saat api menyala (a) kondisi pengukuran yang baik, (b) kondisi pengukuran yang terganggu (b) Gambar 36 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel sesaat setelah api padam Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa rata-rata suhu minyak pada nosel dengan kondisi pengukuran saat api kompor menyala adalah o C. Suhu rata-rata minyak pada nosel dengan kondisi pengukuran sesaat setelah api kompor dipadamkan adalah o C. Sedangkan suhu minyak hasil

16 56 pendugaan adalah o C. Hasil pengukuran suhu dibandingkan dengan hasil pendugaan suhu ditampilkan pada Gambar Suhu ( o C) Kondisi pengambilan data Pengukuran suhu saat api menyala Pendugaan suhu minyak Pengukuran suhu saat api padam Gambar 37 Validasi pengukuran suhu minyak pada nosel Sazhin et al. (2005) menyatakan bahwa pembakaran spontan dipengaruhi oleh temperatur bahan bakar. Menurut Murni (2010), pemanasan bahan bakar akan meningkatkan suhu bahan bakar dan mengakibatkan penurunan viskositas. Bahan bakar dengan viskositas rendah akan teratomisasi dengan lebih baik sehingga menghasilkan butiran yang lebih kecil. Dengan kondisi seperti ini maka proses pencampuran bahan bakar dengan udara akan lebih homogen sehingga pada proses pembakaran, bahan bakar yang terbakar akan menjadi lebih banyak. Diameter butiran droplet juga mempengaruhi waktu pembakaran. Pembakaran sendiri adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran spontan adalah pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahan-lahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan sampai mencapai suhu nyala. Proses pembakaran pada butiran droplet sendiri terjadi dalam tiga tahapan, yaitu pemanasan butiran, penguapan butiran, dan pembakaran butiran (Murni 2010). Pada temperatur yang sama, diameter bintik yang terkecil mempunyai waktu tunda penyalaan (ignition delay times) paling cepat, atau dapat dikatakan bahwa bila semprotan bahan bakar dari nosel dapat berbentuk butiran yang kecil maka

17 57 waktu pembakaran yang terjadi akan semakin cepat (Warnatz et al. 2006). Sementara butiran semprotan yang lebih besar akan lama terbakar, atau tidak terbakar sama sekali karena jatuh mengikuti gravitasi sebelum sempat terbakar. Waktu tunda penyalaan droplet dijelaskan oleh Warnatz et al. (2006) pada waktu tunda penyalaan untuk droplet metanol dalam udara panas pada Gambar 38. Gambar 38 Waktu tunda penyalaan untuk droplet metanol dalam udara panas (hubungan temperatur gas dan ukuran diameter droplet) (dari 10 µm sampai 100 µm) (Warnatz et al. 2006) Dengan viskositas yang lebih rendah, maka akan menghasilkan rentang besar butir semprotan yang lebih besar dan pembakarannya menjadi lebih baik. Pemanasan awal minyak nyamplung dengan tujuan untuk menaikkan suhu minyak dan menurunkan viskositasnya agar mendekati nilai viskositas minyak tanah ini diharapkan dapat menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih baik. Dengan demikian proses pemanasan awal minyak melalui pipa koil pemanas akan berjalan berkesinambungan. Secara keseluruhan, kompor bertekanan dengan elemen pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi ini telah dapat beroperasi dengan baik. Tetapi karena karakter minyak nyamplung yang mengandung banyak getah dan sulit untuk dihilangkan, maka terkadang masih terjadi penyumbatan gum pada nosel, seperti ditampilkan pada Gambar 39. Gum ini akan mengganggu stabilitas aliran minyak di tahap selanjutnya (Zin 2006). Gum merupakan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, residu, air dan resin. Senyawa organo-fosfor

18 58 kompleks atau biasa disebut fosfolipid (fosfatida) pada gum harus dihilangkan karena akan menjadi pengemulsi yang kuat pada minyak (Kim et al. 2002). Penyumbatan gum pada nosel ini menyebabkan kualitas pembakarannya menjadi kurang baik. Api yang dihasilkan terlihat seperti meledak-ledak, yang disebabkan oleh minyak yang tersendat-sendat aliran keluarnya oleh gum pada nosel, sehingga nosel harus dibersihkan secara rutin. Gum Gambar 39 Penyumbatan oleh gum pada nosel Gum yang terkandung pada minyak nyamplung tidak hanya mengganggu stabilitas aliran minyak pada proses pembakaran, tetapi juga menyebabkan pengerakan pada dinding dalam pipa dan penyumbatan pada nosel. Minyak nyamplung tidak hanya mengandung gum yang tersuspensi, tetapi juga mengandung gum yang terlarut. Setelah pemakaian berulang-ulang, gum yang terlarut pada minyak nyamplung menyisakan kerak yang menempel pada permukaan dalam pipa dan menyebabkan terjadinya penyempitan diameter pipa. Penggunaan jangka panjang tanpa pembersihan secara rutin dapat menyebabkan penyumbatan oleh kerak gum secara menyeluruh pada pipa koil pemanas minyak, sehingga minyak tidak dapat mengalir lagi. Gum juga menyebabkan penyumbatan nosel dari permukaan dalam pipa. Kondisi ini tentu saja merugikan karena sulitnya proses untuk membersihkan gum tersebut sehingga terkadang pipa koil pemanas minyak menjadi tidak dapat terpakai lagi.

19 59 Selain penyumbatan yang disebabkan oleh gum, pengerakan dan penyumbatan juga dapat disebabkan oleh polimerisasi minyak. Sama seperti hal nya dengan minyak goreng yang dipanaskan berulang-ulang dan menjadi minyak jelantah, maka minyak nyamplung yang dipanaskan berulang-ulang juga akan mengalami kerusakan. Kerusakan minyak akibat pemanasan ini akan mempengaruhi kualitas minyak, pembakaran, dan berkontribusi juga terhadap penyumbatan. Pada proses pemanasan minyak secara berulang-ulang akan menyebabkan terbentuknya polimerisasi adisi dari asam lemak tak jenuh, sehingga membentuk senyawa polimer yang menyerupai gum yang mengendap dan menempel pada dinding, serta mengakibatkan terjadinya peningkatan viskositas minyak (Ketaren 1986). Minyak yang telah mengalami pemanasan berulang-ulang akan bersifat lebih kental, mempunyai asam lemak bebas yang tinggi, serta berwarna cokelat kehitaman. Kenaikan viskositas minyak disebabkan oleh pembentukan polimer akibat pemanasan. Semakin sering minyak dipakai, maka viskositas, densitas, dan asam lemak bebas akan meningkat, warna semakin pekat, dan mutu minyak semakin rendah (Winarni et al. 2010). Atas dasar ini maka tidak disarankan untuk melakukan pemanasan awal minyak pada wadah tertentu sebelum digunakan. Pemanasan minyak sebaiknya dilakukan hanya untuk minyak yang ingin dibakar saja. Pemanasan minyak pada tangki bahan bakar akan beresiko menyebabkan kerusakan fisiko kimiawi minyak akibat terjadinya polimerisasi minyak. Selain itu, pemanasan awal minyak pada tangki menggunakan heater, seperti yang dilakukan pada uji profil penyemprotan, akan menambah biaya dan energi listrik. Pemanasan minyak yang dilakukan pada kompor bertekanan termodifikasi ini hanya terjadi pada minyak yang mengalir menuju burner pipa koil pemanas minyak saja, sedangkan minyak pada tangki bahan bakar tidak ikut dipanaskan. Namun minyak yang telah terpanaskan pada burner pipa koil pemanas minyak ini tidak semuanya mengalir dan terbakar pada nosel. Minyak yang telah terpanaskan sebagian ada juga yang mengalir kembali ke dalam tangki bahan bakar. Di satu sisi kondisi ini menguntungkan karena dapat meningkatkan suhu input minyak menuju burner pipa koil pemanas minyak, dengan demikian minyak yang nantinya mengalir akan memiliki suhu yang lebih tinggi dan viskositas yang lebih

20 60 rendah dari target teknis. Tetapi di sisi lain minyak yang telah terpanaskan dan kembali menuju tangki bahan bakar ini sebagian sudah rusak akibat terjadi polimerisasi minyak, sehingga berpotensi untuk terjadi pengerakan senyawa polimer yang menyerupai gum pada dinding ketika suhu minyak dan kompor sudah kembali normal. Untuk mengurangi pengerakan di dalam pipa koil pemanas minyak dan terjadinya penyumbatan pada nosel ini, maka sebaiknya pemadaman api pada kompor bertekanan termodifikasi dilakukan dengan cara membuang tekanan pada tangki bahan bakar terlebih dahulu hingga tekanannya setara dengan tekanan udara ambien. Dengan demikian maka minyak akan turun kembali menuju tangki bahan bakar dan dapat menghindari terperangkapnya minyak pada pipa koil pemanas minyak. Jika minyak dibiarkan terperangkap di dalam pipa koil pemanas minyak, setelah suhu minyak turun, maka gum dan polimer pada minyak yang tersuspensi kemudian menempel pada dinding dalam pipa, membentuk kerak dan menyebabkan penyempitan diameter pipa serta penyumbatan pada nosel. Kondisi yang salah dalam proses pemadaman nyala api pada kompor bertekanan juga akan menyebabkan resiko penebalan kerak pada dinding dalam pipa menjadi lebih cepat. Kondisi pemadaman nyala api yang tidak dianjurkan adalah dengan cara menutup keran bahan bakar terlebih dahulu untuk menghentikan tekanan dari tangki menuju nosel. Pada kondisi seperti ini maka minyak akan tertahan pada pipa koil pemanas minyak hingga waktu kompor digunakan kembali. Jika kondisi ini dibiarkan, maka setelah beberapa kali pemakaian kerak yang terbentuk akan semakin menebal. Disarankan juga untuk membersihkan pipa koil pemanas minyak sebelum menyalakan kompor. Hal ini bertujuan untuk membersihkan kerak di dalam pipa, dan mengantisipasi terjadinya penyumbatan nosel. Pembersihan pipa koil pemanas minyak dapat dilakukan dengan menggunakan kabel sling yang lentur dengan cara memasukan kabel sling tersebut kedalam pipa koil pemanas minyak. Kabel sling ini akan mendorong kotoran yang tertinggal didalam pipa koil pemanas minyak. Sedangkan untuk membersihkan lubang nosel dapat dilakukan dengan menggunakan penitik nosel. Hasil pengujian menunjukan api hasil pembakaran cenderung berwarna kuning kemerahan. Hal ini berkaitan dengan kualitas bahan bakar dan seberapa

21 61 banyak oksigen yang mampu tersedia dan tercampur dengan baik pada proses pembakaran semprot. Hal ini sesuai dengan Hukum Ficks yang menyatakan bahwa laju perpindahan massa oksigen ke dalam molekul bahan bakar dipengaruhi oleh luas bidang kontak dan gradien konsentrasinya (Haryanto 2005). Oksigen yang banyak menyebabkan nyala api berwarna biru, sedangkan oksigen yang terbatas menyebabkan nyala berwarna kuning. Api berwarna merah atau kuning menghasilkan suhu dibawah 1000 o C ( ). Untuk dapat bercampur dengan oksigen dengan baik, maka bahan bakar harus berada dalam fase gas, sehingga minyak yang disemprotkan akan mengalami fase penguapan dan tercampur dengan oksigen untuk kemudian dapat terbakar. Besarnya butir semprotan yang dihasilkan mempengaruhi fase pemanasan droplet untuk kemudian terjadi penguapan dan terbakar. Sementara itu di bawah pengaruh panas, sebagian minyak yang tidak terbakar terurai, antara lain menjadi partikel-partikel karbon yang sangat kecil. Panas dari pembakaran menyebabkan partikel-partikel karbon membara dan berpendar dengan cahaya berwarna kuning. Minyak nyamplung sendiri tersusun atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang berantai karbon panjang (Balitbang Kehutanan 2008). Minyak nyamplung bahkan memiliki asam lemak dengan rantai karbon yang lebih panjang daripada minyak sawit dan jarak pagar (Towaha 2010). Oleh karena itu warna nyala api yang dihasilkan adalah kuning. Di pihak lain, kompor yang mengunakan bahan bakar gas tidak memerlukan proses penguapan bahan bakar. Cara ini memudahkan bahan bakar bercampur dengan udara sebanyak-banyaknya, sehingga reaksi pembakaran dapat berlangsung dengan cepat. Karena bahan bakar disini terbakar hampir seluruhnya, maka nyala yang dihasilkan jauh lebih panas. Nyala api juga jernih dan transparan karena tidak dikotori oleh partikel-partikel karbon. Tetapi ketika bahan bakar gas diberi tambahan karbon, maka warna nyala apinya akan berubah menjadi kuning dan kecepatan pembakarannya juga menurun. Pengaruh penambahan karbon terhadap perubahan warna nyala api ini didukung oleh penelitian lminnafik (2010) pada percobaan penambahan CO 2 pada pembakaran campuran LPG dan udara. Hasil penelitian Iminnafik (2010) menjelaskan bahwa pembakaran stoikiometri LPG dan udara tanpa penambahan CO 2 akan menghasilkan api

22 62 berwarna biru, dan api berubah menjadi kekuningan setelah campuran ditambahkan CO 2 sebesar 20%. Penambahan CO 2 menyebabkan warna api cenderung kekuningan yang menunjukkan pembakaran tidak sempurna yaitu sebagian karbon tidak terbakar. Hasil penambahan CO 2 pada campuran LPG dan udara juga akan berpengaruh terhadap kecepatan pembakaran. Meski selisih tidak terlalu signifikan, tetapi secara umum terlihat penambahan CO 2 mempunyai pengaruh terhadap penurunan kecepatan pembakaran. Perubahan warna nyala api akibat penambahan CO 2 pada campuran LPG dan udara, serta penurunan kecepatan pembakaran akibat penambahan CO 2 ditampilkan pada Gambar 40 dan 41. Gambar 40 Pembakaran campuran LPG dan udara dengan penambahan 20% CO 2 (Iminnafik 2010) Gambar 41 Perbandingan kecepatan pembakaran antara campuran LPG dan udara tanpa CO 2 dan dengan CO 2 (Iminnafik 2010)

23 63 Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi Uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan pengujian kompor bertekanan mengunakan bahan bakar lainnya yang diperoleh dari data sekunder. Pada pengujian ini juga diukur peningkatan suhu pada beberapa titik pengukuran yang mewakili suhu air, uap air, permukaan luar panci, lingkungan, dan pemanas terhadap waktu, seperti ditampilkan pada Gambar 42. Suhu ( o C) Waktu (detik) Air Uap air Permukaan luar panci Minyak dalam tangki Lingkungan Gambar 42 Grafik peningkatan suhu tiap titik pengukuran uji coba pembakaran Gambar 42 diatas menjelaskan bahwa suhu air, uap air, permukaan luar panci, dan minyak dalam tangki meningkat seiring dengan pertambahan waktu, sedangkan suhu lingkungan cenderung stabil. Suhu air cenderung tidak lagi mengalami perubahan setelah menit pemanasan, yaitu pada suhu 99 o C. Pada saat suhu konstan ini, air sudah mencapai titik didih maksimumnya dan mulai mengalami penguapan akibat pemanasan terus-menerus. Pada tekanan dan temperatur udara standar, titik didih air adalah sebesar 100 C. Tetapi pada percobaan ini air mendidih pada suhu 99 o C. Hal ini disebabkan karena percobaan berlangsung tidak pada tekanan dan temperatur udara standar.

24 64 Suhu uap air terlihat hampir serupa dengan suhu air. Pada saat terjadi penguapan, suhu uap air mulai meningkat dan kemudian menjadi setara dengan suhu uap air. Suhu panci juga mengalami peningkatan terhadap waktu. Suhu pada dinding permukaan panci ini berfluktuasi karena dipengaruhi oleh kestabilan nyala api yang memanaskan bagian samping luar permukaan panci. Peningkatan suhu minyak di dalam tangki terjadi karena adanya minyak dari pipa koil pemanas yang telah dipanaskan terdorong kembali menuju tangki. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu minyak di dalam tangki, yang juga meningkatkan suhu awal minyak (T awal ) yang akan masuk menuju pipa koil pemanas. Dengan demikian, semakin lama kompor digunakan maka pemanasan minyak melalui pipa koil pemanas minyak dapat mencapai suhu lebih dari o C, yang disebabkan input T awal yang semakin meningkat dengan pemanasan yang sama. Hal ini dapat menyebabkan viskositas minyak menjadi lebih rendah lagi. Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa untuk memanaskan 1 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan termodifikasi berbahan bakar minyak nyamplung memerlukan waktu selama menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar sebesar liter/jam. Sedangkan menurut hasil penelitian Reksowardojo et al. (2005), untuk memanaskan 0.6 liter air hingga mendidih menggunakan kompor bertekanan berbahan bakar minyak tanah memerlukan waktu selama 6 menit, minyak jarak pagar selama 7 menit, dan minyak sawit selama 9 menit pemanasan, dengan konsumsi bahan bakar minyak tanah sebesar liter/jam, minyak jarak pagar sebesar liter/jam, dan minyak sawit sebesar liter/jam. Konsumsi bahan bakar pada kompor bertekanan ini berbeda karena konsumsi bahan bakar dipengaruhi oleh laju aliran pembakaran dan tinggi rendahnya viskositas suatu bahan bakar. Laju aliran pembakaran yang berbeda dipengaruhi oleh jumlah bahan bakar yang keluar dan terbakar selama proses pembakaran berlangsung (Alamsyah 2006).

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan)

Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) No. Suhu ( o C) Densitas (g/ml) 1 30 0.915 2 50 0.911 3 70 0.905 4 90 0.896 5 110 0.890 Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sumber Daya Air Wageningen, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan bakar minyak dari bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar dibandingkan sumber energi lain. Minyak tanah merupakan salah satu sumber energi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Minyak Bintaro Kasar (Crude) Buah bintaro memiliki bentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 17a) dan ketika tua akan berwarna merah (Gambar 17b). Buah bintaro

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN A. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototipe produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1.Analisa Diameter Rata-rata Dari hasil simulasi yang telah dilakukan menghasilkan proses atomisasi yang terjadi menunjukan perbandingan ukuran diameter droplet rata-rata

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Pirolisis Bahan yang di gunakan dalam pirolisis ini adalah kantong plastik es bening yang masuk dalam kategori LDPE (Low Density Polyethylene). Polietilena (PE)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan bulan Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran bisa didefinisikan sebagai reaksi secara kimiawi yang berlangsung dengan cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil pengujian dan analisa limbah plastik HDPE ( High Density Polyethylene ). Gambar 4.1 Reaktor Pengolahan Limbah Plastik 42 Alat ini melebur plastik dengan suhu 50 300

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi glukosa ester dari beras dan berbagai asam lemak jenuh dilakukan secara bertahap. Tahap pertama fermentasi tepung beras menjadi glukosa menggunakan enzim

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN 1 ) 2) 2) Murni, Berkah Fajar, Tony Suryo 1). Mahasiswa Magister Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diantaranya yaitu minyak Jarak dan minyak Kelapa. Kedua minyak tersebut memiliki beberapa karakteristik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Api Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan

Lebih terperinci

Laju Pendidihan. Grafik kecepatan Pendidihan. M.Sumbu 18. M.Sumbu 24. Temperatur ( C) E.Sebaris 3 inch. E.Susun 3 inch. E.Sususn 2 inch.

Laju Pendidihan. Grafik kecepatan Pendidihan. M.Sumbu 18. M.Sumbu 24. Temperatur ( C) E.Sebaris 3 inch. E.Susun 3 inch. E.Sususn 2 inch. Temperatur ( C) Laju Pendidihan Grafik kecepatan Pendidihan 120 100 80 60 40 M.Sumbu 18 M.Sumbu 24 E.Sebaris 3 inch E.Susun 3 inch 20 0 0 20 40 60 80 E.Sususn 2 inch Waktu (menit) Kesimpulan 1. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Wijanarko (2013) melakukan penelitian nilai kalor minyak nabati, penentuan panas jenis dan nilai kalor menggunakan kalorimeter larutan dan kalorimeter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Jelantah Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Burhan Fazzry 1,*,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : sudut 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancang bangun alat. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut njeksi Burhan Fazzry, ST, MT. (), Agung Nugroho, ST., MT. Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan nformatika, Universitas

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembuatan Gula Pabrik gula adalah suatu pabrik yang berperan mengubah bahan baku tebu menjadi kristal produk yang memenuhi syarat. Di dalam proses kristalisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol Standar Nasional Indonesia SNI 7729:2011 Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol ICS 93.080.20; 19.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik saat ini sangat luas digunakan. Salah satunya adalah melalui proses pembakaran. Proses pembakaran ini baik berupa

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

Uji Kinerja Kompor Spiral Tipe Vertikal Dengan Bahan Bakar Minyak Jelantah

Uji Kinerja Kompor Spiral Tipe Vertikal Dengan Bahan Bakar Minyak Jelantah Uji Kinerja Kompor Spiral Tipe Vertikal Dengan Bahan Bakar Minyak Jelantah Dian Yulianto*, Wahyunanto Agung Nugroho, Bambang Dwi Argo Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam rangka upaya untuk menekan penggunaan minyak tanah yang selanjutnya diganti dengan gas, maka pemakaian bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif merupakan suatu

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN DAN PERAKITAN ALAT Pembuatan alat dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dilakukan. Gambar rancangan alat secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 1 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini pemanfaatan minyak bumi dan bahan bakar fosil banyak digunakan sebagai sumber utama energi di dunia tak terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas Penentuan asam lemak bebas sangat penting untuk mengetahui kualitas dari minyak nabati. Harga asam lemak bebas kurang dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan untuk pembuatan gel bioetanol adalah handmixer, penangas air, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk uji antara lain adalah Bomb Calorimeter,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Kampus 3, Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai bulan Agustus 2010. Bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Bengkel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Dari hasil percobaan dan uji sampel pada bab IV, yang pertama dilakukan adalah karakterisasi reaktor. Untuk mewakili salah satu parameter reaktor yaitu laju sintesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KINERJA KOMPOR TEKAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF MINYAK KAPUK (Ceiba petandra)

PENGUJIAN KINERJA KOMPOR TEKAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF MINYAK KAPUK (Ceiba petandra) Pengujian Kinerja Kompor Tekanan Berbahan Bakar Alternatif (Bambang Susilo, dkk) PENGUJIAN KINERJA KOMPOR TEKAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF MINYAK KAPUK (Ceiba petandra) Performance Test Of Pressurized

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Modifikasi Pompa Pada instalasi biogas, gas yang dihasilkan pada biodigester akan ditampung di tangki penampung gas. Tekanan gas yang dihasilkan pada digester sangat rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1A WACANA Setiap hari kita menggunakan berbagai benda dan material untuk keperluan kita seharihari. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Ketaren, 1986). Minyak goreng diekstraksi

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter Nuraniza 1], Boni Pahlanop Lapanporo 1], Yudha Arman 1] 1]Program Studi Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompor Pembakar Jenazah Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Alat Pirolisis Limbah Plastik LDPE untuk Menghasilkan Bahan Bakar Cair dengan Kapasitas 3 Kg/Batch BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Alat Pirolisis Limbah Plastik LDPE untuk Menghasilkan Bahan Bakar Cair dengan Kapasitas 3 Kg/Batch BAB III METODOLOGI digilib.uns.ac.id 8 BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan : a. Las listrik f. Palu b. Bor besi g. Obeng c. Kunci pas/ring h. Rol pipa d. Tang i. Gergaji besi e. Kunci L j. Alat pemotong

Lebih terperinci

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konsep molaritas. 2. Memahami definisi dan faktor-faktor

Lebih terperinci

MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN

MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN Ekoyanto Pudjiono, Gunowo Djojowasito, Ismail Jurusan Keteknikan Pertanian FTP, Universitas Brawijaya Jl. Veteran

Lebih terperinci

Pengaruh Daya Penyinaran Gelombang Mikro Terhadap Karakteristik Pembakaran Droplet Minyak Jarak Pagar

Pengaruh Daya Penyinaran Gelombang Mikro Terhadap Karakteristik Pembakaran Droplet Minyak Jarak Pagar Pengaruh Daya Penyinaran Gelombang Mikro Terhadap Karakteristik Pembakaran Droplet Minyak Jarak Pagar Ray Dewi, ING. Wardana, Nurkholis Hamidi Jurusan Teknik Mesin Program Magister dan Doktor Fakultas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER Subroto Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

Reaksi kimia. Lambang-lambang yang digunakan dalam persamaan reaksi, antara lain:

Reaksi kimia. Lambang-lambang yang digunakan dalam persamaan reaksi, antara lain: Reaksi kimia Reaksi kimia A Persamaan Reaksi Persamaan reaksi menggambarkan reaksi kimia yang terdiri atas rumus kimia pereaksi dan hasil reaksi disertai koefisien masing-masing. Pada reaksi kimia, satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

Sandblasting Macam-Macam Abrasif Material untuk Sandblasting

Sandblasting Macam-Macam Abrasif Material untuk Sandblasting Sandblasting Sandblasting adalah suatu proses pembersihan dengan cara menembakan partikel (pasir) kesuatu permukaan material sehingga menimbulkan gesekan atau tumbukan. Permukaan material tersebut akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan,

Lebih terperinci