PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA FACHRIZAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA FACHRIZAL"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA FACHRIZAL DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 200

2 PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA FACHRIZAL Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 200

3 ABSTRACT FACHRIZAL. Performance Comparison of Feature Weighting on Content Based Image Retrieval Using Bayesian Network and Genetic Algorithm. Under supervision of YENI HERDIYENI. This research proposes performance comparison on image retrieval using bayesian network and genetic algorithm, which combines color, shape and texture information. Histogram-62 is used for color feature, edge direction histogram for shape feature and co-occurrence matrix for texture feature. Combining multiple features in image retrieval process can be implemented using feature weight assignment. Bayesian network and genetic algorithm is used to find the optimal weight. This research used 050 images with various classes i.e car, lion, sunset, texture, bear, elephant, arrow, landscape, reptile and aircraft. Experiment results shows that genetic algorithm has better precision than bayesian network on recall between 0.0 and 0.3. Keywords : Content based image retrieval, bayesian network, genetic algorithm, feature weight assignment.

4 Judul Skripsi : Perbandingan Kinerja Pembobotan Ciri pada Temu Kembali Citra Menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Nama : Fachrizal NIM : G Menyetujui Pembimbing, Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si, M.Kom NIP Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Komputer, Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. NIP Tanggal Lulus :

5 PRAKATA Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala curahan rahmat dan karunia-nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini berjudul Perbandingan Kinerja Pembobotan Ciri pada Temu Kembali Citra Menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan memberi saran, masukan serta arahannya selama penyelesaian tugas akhir ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Julio Adisantoso M.Kom. dan Bapak Sony Hartono Wijaya S.Kom., M.Kom. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : Kedua orang tua tercinta, Ibu dan Bapak atas segala do a, kasih sayang dan dukungannya, 2 Kakak-kakak tersayang atas doa dan dukungannya, 3 Teman-teman ekstensi Ilkom IPB yang telah membantu penulis semasa perkuliahan : Pangudi, Agung, Lucky, Ahmad Rizki, Arie, Feri, Dimas, Harry, Andri, Seta, Haikal, Abdul, Syachrudin, Andi serta teman-teman seperjuangan Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Komputer angkatan pertama lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, 4 Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Komputer IPB, yang telah banyak membantu penulis pada masa perkuliahan dan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pengerjaan penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dari penelitian ini, oleh karena itu sangat diharapkan kritik serta saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat. Bogor, Mei 200 Fachrizal

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 Mei 985. Penulis merupakan putra terakhir dari pasangan Bapak H. Amirullah dan Ibu Hj. Munani. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Diploma 3 Teknik Informatika IPB. Pada tahun 2005 penulis lulus dari Diploma 3 Teknik Informatika IPB dan pada tahun yang sama penulis bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan dengan memilih Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GAMBAR...viii DAFTAR LAMPIRAN...viii PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan... Ruang Lingkup... TINJAUAN PUSTAKA... Content Based Image Retrieval (CBIR)... Sobel Edge Detector... Co-occurrence Matrix... 2 Bayesian Network... 2 Algoritme Genetika... 3 Fungsi Evaluasi (fitness function)... 3 Seleksi... 4 Pindah Silang... 4 Mutasi... 4 Elitisme... 4 Recall dan Precision... 4 METODOLOGI PENELITIAN... 5 Data Penelitian... 5 Ekstraksi Ciri... 5 Ekstraksi Ciri Warna... 5 Ekstraksi Ciri Bentuk... 5 Ekstraksi Ciri Tekstur... 6 Model Bayesian Network... 6 Pengukuran Tingkat Kemiripan... 6 Algoritme Genetika... 6 Evaluasi Hasil Temu Kembali... 8 Lingkup Pengembangan Sistem... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN... 8 Ekstraksi Ciri Citra... 8 Ekstraksi Ciri Warna... 8 Ekstraksi Ciri Bentuk... 8 Ekstraksi Ciri Tekstur... 8 Algoritme Genetika... 8 Representasi Kromosom dan Populasi Awal... 8 Fungsi Evaluasi... 9 Elitisme... 9 Seleksi Individu... 9 Pindah Silang... 9 Mutasi... 9 Kriteria Penghentian... 9 Hasil Temu Kembali... 0 KESIMPULAN DAN SARAN... 3 Kesimpulan... 3 Saran... 3 DAFTAR PUSTAKA... 3 LAMPIRAN... 5

8 DAFTAR TABEL Halaman Perbandingan nilai recall precision pada kelas mobil Perbandingan nilai recall precision pada kelas tekstur... 3 Perbandingan nilai recall precision pada kelas gajah... 4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tanda panah... 5 Perbandingan nilai recall precision semua citra di basis data... DAFTAR GAMBAR Halaman Diagram content based image retrieval... 2 Contoh pembangunan co-occurrence matrix Model umum bayesian network untuk CBIR Ilustrasi pindah silang satu titik potong (one point crossover) Ilustrasi pindah silang dua titik potong (two point crossover) Proses mutasi kromosom Metode penelitian menggunakan bayesian network Metode Penelitian menggunakan algoritme genetika Model umum bayesian network menggunakan informasi tekstur Proses algoritme genetika... 7 Diagram alur proses pindah silang Hasil temu kembali citra menggunakan bayesian network Hasil temu kembali citra menggunakan algoritme genetika Grafik rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan bayesian network Grafik rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan algoritme genetika Grafik recall precision menggunakan bayesian network dan algoritme genetika...3 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Contoh citra yang digunakan untuk masing-masing kelas Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa, matahari terbenam, beruang, pemandangan, reptil, dan pesawat Grafik Perbandingan nilai rata-rata precision tiap kelas menggunakan Bayesian network dan algoritme genetika...2

9 Latar Belakang PENDAHULUAN CBIR (Content Based Image Retrieval) merupakan suatu pendekatan temu kembali citra yang didasarkan pada informasi yang terkandung di dalam citra seperti warna, bentuk dan tekstur. Kombinasi informasi citra sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil temu kembali citra. Pembobotan fitur memegang peranan penting dalam mengombinasikan setiap fitur citra. Menurut Shao et al (2003), Metode pembobotan fitur dengan memberikan bobot secara manual terhadap setiap fitur citra bersifat subjektif. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu algoritme yang mampu melakukan pembobotan fitur secara automatis. Bayesian network dan Algoritme genetika dapat digunakan untuk mengombinasikan fitur citra dengan memberikan bobot-bobot fitur citra secara automatis sehingga dapat menghasilkan temu kembali citra yang lebih optimal. Rodrigues dan Araujo (2004), telah mengembangkan bayesian network dalam pengukuran tingkat kemiripan citra pada suatu sistem CBIR. Pebuardi (2008) menggunakan model bayesian network dalam pengukuran kemiripan citra berbasis warna, bentuk dan tekstur. Model bayesian network yang digunakan adalah model bayesian network yang telah dikembangkan oleh Rodrigues dan Araujo (2004) dengan melakukan perbaikan pada ekstraksi ciri citra. Shao et al (2003), menggunakan algoritme genetika untuk pembobotan fitur secara automatis pada temu kembali citra. Pratama (2009) menggunakan algoritme genetika dalam penelitiannya untuk optimasi pembobotan fitur pada temu kembali citra. Pada penelitian ini membandingkan kinerja pembobotan fitur menggunakan algoritme genetika dan model bayesian network. Kedua metode tersebut digunakan untuk memberikan nilai bobot pada setiap fitur. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kinerja pembobotan fitur menggunakan bayesian network dan algoritme genetika dalam temu kembali citra. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah menggunakan bayesian network dan algoritme genetika sebagai fungsi pembobotan fitur pada temu kembali citra. Fitur warna, bentuk dan tekstur adalah fitur citra yang digunakan pada penelitian ini. TINJAUAN PUSTAKA Content Based Image Retrieval (CBIR) Content Based Image Retrieval (CBIR) merupakan suatu pendekatan untuk masalah temu kembali citra yang didasarkan pada informasi yang terkandung di dalam citra itu sendiri seperti warna, bentuk, dan tekstur dari citra (Rodrigues & Araujo 2004). Gambar adalah tahapan yang ada pada CBIR. Gambar Diagram content based image retrieval. Sobel Edge Detector Edge detection adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi citra yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda. Sobel edge detector merupakan salah satu metode pendeteksi tepi yang umum digunakan (Rodrigues dan Araujo 2004). Sobel edge detector menggunakan matriks konvolusi 3x3 yang digunakan untuk menentukan nilai gradien pada sumbu X dan sumbu Y. Berikut ini adalah matriks yang digunakan pada sumbu X :

10 Berikut ini adalah matriks konvolusi yang digunakan pada sumbu Y : I A Sebuah piksel akan dianggap sebagai garis tepi (edge) jika nilai magnitudonya lebih besar dari nilai threshold yang ditetapkan (Gonzalez 2004). Co-occurrence Matrix Tekstur adalah pola piksel yang berulang pada wilayah spasial dimana penambahan noise pada pola dan perulangan frekuensinya, dapat terlihat secara acak dan tidak terstruktur (Osadebey 2006). Pada penelitian ini menggunakan co-occurrence matrix untuk mengekstraksi ciri tekstur. Co-occurrence matrix adalah salah satu metode berbasis statistika yang dapat digunakan untuk mengekstraksi ciri tekstur. Co-occurrence matrix menggunakan matriks derajat keabuan untuk mengambil contoh bagaimana suatu derajat keabuan tertentu terjadi, dalam hubungannnya dengan derajat keabuan yang lain. Matriks derajat keabuan adalah sebuah matriks yang elemen-elemennya merupakan frekuensi relatif kejadian (occurrence) dari kombinasi level keabuan antar pasang piksel, dengan hubungannya pada spasial tertentu (Osadebey 2006). Gambar 2 menjelaskan pembangunan cooccurrence matrix untuk citra I yang berukuran 4x5 piksel yang memiliki delapan level keabuan. Posisi operator p didefinisikan dengan jarak d = dan Θ = 0 o. matriks A merepresentasikan jumlah titik yang memiliki intensitas g(i) terjadi pada posisi yang didefinisikan oleh operator p, relatif terhadap titik dengan intensitas g(j) (Osadebey 2006). Gambar 2 Contoh pembangunan cooccurrence matrix. Bayesian Network Bayesian network adalah sebuah graf berarah tanpa cycle (directed acyclic graph) yang digunakan untuk representasi grafis dan pengambilan keputusan (reasoning) mengenai wilayah yang tidak pasti (Neapolitan 2004 dalam Pebuardi 2008). Model bayesian network terdiri atas :. satu set node, setiap node merepresentasikan setiap variabel yang ada di sistem. 2. link antara dua node merepresentasikan hubungan sebab dari satu node ke node yang lain. 3. distribusi bersyarat. Secara umum bayesian network terdiri atas tahapan-tahapan berikut :. Pembangunan hubungan (relationship) Rodrigues dan Araujo (2004) telah membangun sebuah model bayesian network yang digunakan untuk CBIR. Model bayesian network yang dibangun dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Model umum bayesian network untuk CBIR. 2

11 Pada Gambar 3, C merupakan karakteristik citra sedangkan I j adalah citra-citra yang ada di basis data. Garis berarah yang menghubungkan karakteristik citra dengan citra-citra di basis data menggambarkan peluang sebuah citra I j memiliki karakteristik C i. Formula bayes dapat digunakan untuk menghitung peluang kemiripan antara citra kueri dan citra basis data. Berikut ini adalah formula bayes : Nilai P(I j Q) adalah nilai peluang kemiripan antara dua buah citra. Jika sebuah citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor, maka nilai P(I j Q) akan sama dengan nilai kemiripan antara vektor citra kueri dengan vektor citracitra basis data menggunakan cosine similarity. Berikut adalah formula cosine similarity : r r sim( I, Q) = t I Q I Q = n i= n 2 I i= i I Q i i n i = I i adalah karakteristik ke-i citra basis data, sedangkan Q i adalah karakteristik ke-i dari citra kueri. Menggunakan formula cosine similarity hanya dapat mengukur kemiripan dua citra yang memiliki karakteristik homogen. Model bayesian network dapat digunakan untuk menggabungkan fitur warna, bentuk dan tekstur dari citra. Formula peluang citra I yang memiliki fitur warna yang dapat direpresentasikan dengan CC, bentuk dengan CS, tekstur dengan CT dan citra kueri dengan Q dapat ditentukan sebagai berikut : P(I j Q) = = CC, CS, CT P( I j P( I j Q) Q) = P( Q) CC, CS, CT P(I j,cc,cs,ct Q) Q 2 i P(I j CC,CS,CT) P(CC,CS,CT Q) 2. Inference menggunakan Bayesian Network Tujuan utama melakukan inference (inferensia) pada suatu bayesian network adalah menghitung nilai peluang posterior dari satu set variabel kueri. Berdasarkan inference yang dilakukan oleh Rodrigues dan Araujo (2004), nilai P (l j Q) dapat dihitung dengan : P( I Q) =η [ P( CC j CC)... j... P ( CS j CS ) P( CT j CT )] P( I j Q) =η [ ( P( CC j CC)) ( P( CS j CS)) ( P( CT j CT ))] yang merupakan persamaan umum dari model bayesian network dengan adalah sebuah konstanta. Algoritme Genetika Algoritme genetika atau genetic algorithm (GA) adalah algoritme pencarian berdasarkan seleksi alam dan genetika alam (Suyanto 2007). GA dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan optimasi kombinasi, yaitu dengan mendapatkan suatu nilai solusi optimal terhadap suatu permasalahan yang mempunyai banyak kemungkinan solusi. Fungsi evaluasi (fitness function), pindah silang, mutasi, dan seleksi adalah kumpulan metode atau teknik pada GA. Secara umum GA terdiri dari lima komponen dasar, yaitu :. Representasikan kromosom untuk memudahkan penemuan solusi dalam masalah pengoptimasian. 2. Inisialisasi populasi. 3. Fitness function yang mengevaluasi setiap solusi. 4. Proses genetik yang menghasilkan sebuah populasi baru dari populasi yang ada. 5. Parameter seperti ukuran populasi, probabilitas proses genetik, dan banyaknya generasi. Mutasi dan pindah silang (crossover) adalah dua jenis transformasi yang digunakan di dalam GA. Tujuan dari dua transformasi ini adalah mendapatkan individu baru yang terbaik setelah dilakukan evaluasi pada setiap individu. Individu terbaik inilah yang diharapkan menjadi solusi optimal suatu permasalahan. Fungsi Evaluasi (fitness function) Fungsi evaluasi adalah salah satu tahap yang menentukan hasil dari sistem algoritme genetika. Di dalam evolusi alam, individu yang nilai evaluasinya tinggi akan bertahan hidup, sedangkan individu yang bernilai evaluasi rendah akan mati (Suyanto 2007). Pada algoritme genetika, suatu individu akan dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran fitness-nya. 3

12 Seleksi Seleksi adalah proses memilih individu sebagai induk yang memiliki nilai evaluasi atau kualitas yang baik (Suyanto 2007). Sementara itu, kromosom yang memiliki nilai evaluasi yang rendah memiliki peluang yang kecil untuk dipilih atau bahkan tidak terpilih ke tahapan genetika selanjutnya (Klabankoh & Pinngern 999 dalam Pratama 2009). Pindah Silang Proses pindah silang adalah salah satu operator genetika pada GA yang menggabungkan dua buah kromosom induk sehingga membentuk dua buah kromosom baru. Proses pindah silang dilakukan dengan menggunakan probabilitas pindah silang. Pindah silang dilakukan pada GA bertujuan untuk mengeksplorasi sebuah solusi baru dari solusi yang sudah ada. Solusi yang terbentuk diharapkan memiliki solusi yang lebih baik (Aly 2007 dalam Pratama 2009). Teknik pindah silang dapat dilakukan dalam berbagai cara yaitu dari one point crossover atau disebut satu titik potong, dan n-point crossover (Suyanto 2007). Teknik pada satu titik potong ialah semua gen di belakang titik potong ditukar dengan induk. teknik n-titik potong atau n-point crossover ialah menukar semua gen diantara titik potong dengan induk. Ilustrasi teknik pindah silang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Gambar 5 Ilustrasi pindah silang dua titik potong (two point crossover). Mutasi Mutasi adalah operator genetik kedua yang digunakan dalam GA. Mutasi digunakan dengan tujuan mengembalikan kerusakan akibat proses genetik. Proses mutasi akan memodifikasi nilai gen dari solusi dengan probabilitas mutasi (Aly 2007 dalam Pratama 2009). Kromosom yang dihasilkan oleh mutasi memiliki kemungkinan bernilai lebih baik atau lebih buruk dari kromosom sebelumnya. Jika kromosom tersebut lebih buruk dari kromosom sebelumnya maka mereka memiliki peluang tereliminasi pada proses seleksi. Proses mutasi direpresentasikan pada Gambar 6. Gambar 6 Proses mutasi kromosom. Gambar 4 Ilustrasi pindah silang satu titik potong (one point crossover). Elitisme Elitisme adalah proses yang dilakukan untuk mempertahankan suatu individu yang memiliki nilai evaluasi (fitness) tertinggi. Hal ini bertujuan agar individu yang memiliki nilai evaluasi yang tinggi, tidak rusak akibat proses genetika seperti pindah silang dan mutasi (Suyanto 2007). Recall dan Precision Recall dan precision adalah dua parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas temu kembali. Recall menyatakan perbandingan materi relevan yang ditemukembalikan. Sedangkan precision menyatakan perbandingan materi yang ditemukembalikan yang relevan (Baeza-Yates & Ribeiro-Neto 999). 4

13 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : ekstraksi citra, pengukuran tingkat kemiripan dan evaluasi hasil temu kembali. Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian diilustrasikan pada Gambar 7 dan Gambar 8 berikut ini : Data Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 050 citra yang dikelompokkan secara manual menjadi 0 kelas yaitu mobil, singa, matahari terbenam, tekstur, beruang, gajah, tanda panah, pemandangan, reptil, dan pesawat. Citra memiliki format TIF dengan ukuran yang bervariasi yang berasal dari eneralist200.zip. Beberapa contoh citra yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran. Ekstraksi Ciri Ekstraksi ciri citra pada penelitian ini dilakukan berdasarkan fitur warna, bentuk dan tekstur citra. Berikut penjelasan masing-masing ekstraksi ciri yang dilakukan. Gambar 7 Metode penelitian menggunakan bayesian network. Gambar 8 Metode Penelitian menggunakan algoritme genetika. Ekstraksi Ciri Warna Pada awal langkah pemrosesan, citra RGB diubah menjadi HSV. Hal ini dilakukan karena HSV (Hue, Saturation, value) merupakan ruang warna yang komponen-komponennya berkontribusi langsung pada persepsi visual. Setelah citra RGB diubah menjadi HSV, langkah selanjutnya adalah mengkuantisasi warna. Kuantisasi warna bertujuan untuk menghilangkan piksel warna yang dianggap noise, sehingga berdampak pada waktu komputasi yang lebih sedikit dan menghemat tempat penyimpanan. Penelitian ini, mengkuantisasi warna ke dalam 62 bin. Model kuantisasi warna yang digunakan adalah histogram HSV-62. Dari hasil kuantisasi, setiap citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki elemen sebanyak 62 buah. Nilai elemen vektor menyatakan jumlah piksel citra yang masuk ke dalam bin. Setelah histogram citra selesai dihitung kemudian dilakukan normalisasi terhadap masing-masing vektor citra. Ekstraksi Ciri Bentuk Pada langkah awal ekstraksi ciri bentuk, citra RGB diubah menjadi citra grayscale. Setelah itu dilakukan operasi sobel edge detector terhadap citra. Arah (direction) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : Θ = tan - (Gy/Gx) dengan Gx adalah matriks hasil konvolusi terhadap citra I dengan sumbu X, sedangkan Gy 5

14 adalah matriks hasil konvolusi terhadap citra I dengan sumbu Y. Setelah edge direction diperoleh langkah berikutnya adalah menentukan piksel-piksel citra yang merupakan garis (edge). Sebuah piksel dianggap sebagai edge jika nilai magnitudonya lebih besar dari threshold yang ditentukan. Hasil ekstraksi ciri bentuk akan menghasilkan vektor dengan elemen sebanyak 72 buah. Setelah edge dan edge direction ditentukan, langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah piksel pada edge yang bersesuaian arahnya dengan 72 bin yang didefinisikan. Setelah itu dilakukan normalisasi vektor citra. Ekstraksi Ciri Tekstur Ektraksi ciri tekstur dilakukan dengan menggunakan co-occurrence matrix. Pada penelitian ini informasi tekstur direpresentasikan menggunakan energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation dan homogeneity. Langkah awal yang dilakukan adalah menghitung co-occurrence matrix dengan empat arah berbeda yaitu 0 o, 45 o, 90 o dan 35 o, jadi untuk setiap citra akan dihasilkan empat cooccurrence matrix. Selanjutnya tujuh informasi tekstur dihitung untuk setiap co-occurrence matrix. Sehingga setiap fitur akan diperoleh empat nilai, masing-masing untuk arah 0 o, 45 o, 90 o dan 35 o. Nilai dari setiap fitur diperoleh dengan menghitung rata-rata keempat nilai fitur yang bersangkutan. Informasi tekstur untuk setiap citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki tujuh elemen dan nilai akhir dari informasi tekstur diperoleh dengan melakukan normalisasi terhadap vektor masing-masing citra. Model Bayesian Network Model bayesian network yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil penelitian Rodrigues dan Araujo (2004) dan digunakan oleh Pebuardi (2008) pada penelitiannya. Model bayesian network dapat digunakan dalam mengombinasikan informasi citra seperti warna, bentuk dan tekstur dalam temu kembali citra. Informasi warna, bentuk dan tekstur masingmasing direpresentasikan dalam bentuk vektor yang panjangnya secara berurutan adalah 62 elemen, 72 elemen dan 7 elemen. Setiap bin dalam vektor ciri memiliki peluang kemunculan di setiap citra basis data. Misalkan informasi tekstur dimodelkan pada sebuah struktur network akan terlihat sebagai berikut : Gambar 9 Model umum bayesian network menggunakan informasi tekstur. Pada Gambar 9, node-node level pertama merupakan fitur-fitur dari informasi tekstur. Apabila informasi warna dan bentuk dimodelkan dalam bentuk network maka secara berurutan node-node level pertama akan terdiri dari 62 node untuk informasi warna dan 72 node untuk informasi bentuk. Sedangkan nodenode pada level kedua merupakan citra-citra yang ada di basis data. Pada model network yang dibangun, nilai peluang kejadian sebuah citra I i di basis data yang memiliki karakteristik C j (P(I i C j )) merupakan nilai elemen vektor citra I i yang kej. Pengukuran Tingkat Kemiripan Pada model bayesian network jika citra kueri diketahui, maka nilai peluang citra kueri untuk setiap karakteristik P(Q C j ) dapat diketahui. Dengan demikian, peluang terjadinya setiap citra di basis data jika diketahui sebuah citra kueri P(I j Q) dapat dihitung. Dengan kata lain, nilai kemiripan antara setiap citra di basis data terhadap citra kueri dapat dihitung. P( I j Q) =η [ ( P( CC j CC)) ( P( CS j CS)) ( P( CT j CT ))] P(CC j CC), P(CS j CS) dan P(CT j CT) dihitung menggunakan cosine similarity. P(CC j CC) merupakan nilai kemiripan antara vektor warna citra kueri dengan vektor warna citra di basis data, P(CS j CS) untuk vektor bentuk dan P(CT j CT) untuk vektor tekstur. Hasil pada tahap ini adalah nilai kemiripan antara setiap citra di basis data dengan citra kueri. Setelah nilai kemiripan diketahui, citracitra diurutkan berdasarkan nilai kemiripannya. Algoritme Genetika Algoritme genetika (GA) merupakan suatu metode pencarian yang didasarkan pada mekanisme dari seleksi dan genetika alamiah. 6

15 Proses algoritme genetika dapat dilihat pada Gambar 0. Formulasi untuk cosine sebagai berikut: Eval( V ) = k n i= n 2 I i= i I Q i i n i = dengan I i = vektor ke-i citra basis data, Q i = vektor ke-i citra kueri. Q 2 i Selanjutnya dilakukan proses penyimpanan kromosom yang terbaik dari hasil evaluasi yang disebut elitisme. Elitisme bertujuan untuk mempertahankan kualitas dari kromosom yang memiliki nilai evaluasi terbaik sehingga tidak hilang atau rusak selama proses genetik berikutnya. Setelah itu, proses seleksi dan pindah silang (crossover) dilakukan. Proses seleksi dilakukan terhadap seluruh kromosom dalam populasi. Teknik seleksi yang digunakan adalah teknik Roulette Wheele dengan menghitung probabilitas seleksi dengan rumus sebagai berikut : Gambar 0 Proses algoritme genetika. Proses GA diawali dengan menentukan nilai populasi awal yang terdiri dari bobot-bobot fitur. Kromosom yang terdapat di dalam populasi dibangun secara acak. Setelah populasi awal dibangun, selanjutnya adalah mengevaluasi populasi dengan fungsi evaluasi atau fungsi fitness. Total count atau TC(w) adalah fungsi evaluasi yang digunakan pada penelitian ini. Total count adalah banyaknya citra yang relevan dari basis data yang dibangkitkan oleh persamaan fungsi integrasi dengan sekumpulan bobot fitur (Chan & King 999 dalam Ferry 2009). Formulasi untuk pengukuran tingkat kemiripan antara citra kueri dan basis data yaitu fungsi integrasi (Chan & King 999 dalam Ferry 2009), sebagai berikut: D t (I,I 2 ) = dengan n i= n i w D = i w w = bobot vektor fitur, D f = nilai kesamaan cosine, n = banyaknya vektor fitur. i fi P = Eval V ), k =,2,... PopSize k F = PopSize i= ( k Eval( V k ) Probabilitas seleksi kumulatif (q k ) untuk setiap kromosom V k : q k j= k = P j F Algoritme seleksi sebagai berikut: Langkah : Bangkitkan bilangan acak r antara [0,] Langkah 2 : Jika r q, pilih kromosom V, kalau tidak pilih kromosom k dengan ketentuan : V k (2 k Pop.Size) dan q k- r q k Proses seleksi induk secara singkat adalah memilih kromosom berdasarkan rangking hasil evaluasi. Kromosom dengan rangking tertinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk terpilih dibandingkan kromosom lainnya. Populasi hasil proses seleksi dilanjutkan ke proses genetika berikutnya yaitu pindah silang. Pindah silang berguna untuk membuat populasi baru yang lebih baik dari populasi sebelumnya. 7

16 Proses pindah silang merupakan proses lanjutan dari proses seleksi. Proses pemilihan induk dilakukan dengan cara mengambil nilai acak yang bernilai lebih kecil dari peluang pindah silang P c. Untuk dapat melakukan proses pindah silang dibutuhkan dua kromosom induk. Pindah silang yang digunakan adalah penyilangan satu titik (one-point crossover). Diagram alur proses pindah silang dapat dilihat pada Gambar. Evaluasi Hasil Temu Kembali Tahap evaluasi temu kembali dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam proses temu kembali citra terhadap sejumlah koleksi pengujian. Pada tahap evaluasi dilakukan penilaian kinerja sistem dengan melakukan pengukuran recall dan precision dari proses temu kembali. Lingkup Pengembangan Sistem Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Windows XP profesional, Visual c Express Edition dan juga CImg Library. Perangkat keras yang digunakan adalah sebuah notebook dengan prosesor intel core 2 duo.5 GHz, memori 2.5 GB dan hard disk 200 GB. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Ciri Citra Ekstraksi Ciri Warna Hasil dari ekstraksi ciri warna untuk seluruh citra yang ada di basis data adalah sebuah matriks berukuran 050x62. Jumlah citra di basis data sebanyak 050 dan vektor ciri warna sebanyak 62 buah. Gambar Diagram alur proses pindah silang. Proses selanjutnya adalah mutasi. Mutasi bertujuan mengganti gen bobot yang rusak atau dinilai tidak baik dalam kromosom. Pergantian nilai gen tersebut berdasarkan nilai acak. Peluang mutasi P m menentukan jumlah gen di dalam satu populasi yang diharapkan mengalami mutasi. Populasi baru hasil mutasi, selanjutnya dievaluasi kembali dan diseleksi untuk mengetahui kromosom yang memiliki nilai fitness terbaik. Demikian seterusnya, kromosom-kromosom dalam populasi akan senantiasa berevolusi melalui iterasi berurutan hingga terpenuhinya kriteria penghentian GA. Kromosom yang dihasilkan suatu generasi diharapkan dapat lebih baik daripada generasi sebelumnya. Generasi terakhir setelah kriteria penghentian tercapai adalah kromosom yang terdiri dari bobot optimal untuk masing-masing fitur. Bobot fitur citra ini selanjutnya akan diintegrasikan ke dalam fungsi kemiripan dalam temu kembali citra sehingga diharapkan menghasilkan temu kembali citra yang lebih baik. Ekstraksi Ciri Bentuk Pada ekstraksi ciri bentuk, operasi sobel edge detector dilakukan pada setiap citra basis data. Hasil dari ekstraksi ciri bentuk adalah matriks berukuran 050x72. jumlah citra di basis data sebanyak 050 dan vektor ciri bentuk sebanyak 72. Ekstraksi Ciri Tekstur energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation dihitung dan direpresentasikan dengan co-occurrence matrix. Hasil akhir ekstraksi ciri tekstur adalah matriks berukuran 050x7. Algoritme Genetika Berikut ini adalah tahapan-tahapan algoritme genetika yang dilakukan pada penelitian ini. Representasi Kromosom dan Populasi Awal Representasi kromosom dan populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebuah vektor yang didefinisikan sebagai berikut: 8

17 C = (w, w 2, w 3 ), dengan C = kromosom, w = bobot fitur warna, w 2 = bobot fitur bentuk, w 3 = bobot fitur tekstur, P = (C, C 2,..., C 30 ), Dengan P = populasi, C = kromosom ke-. Populasi awal yang digunakan terdiri dari 30 kromosom dengan panjang gen kromosom sebanyak tiga buah. Banyaknya gen menunjukkan jumlah fitur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu warna, bentuk dan tekstur. Populasi awal dibangun secara acak. Kromosom inilah yang kemudian akan menjadi solusi pemecahan dalam masalah pembobotan fitur automatis pada temu kembali citra. Fungsi Evaluasi Pada penelitian ini yang ingin dicapai adalah mendapatkan bobot-bobot fitur optimal sehingga dapat meningkatkan relevansi hasil temu kembali citra. Pada tahap ini setiap kromosom akan dihitung nilai evaluasinya. Fungsi evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah total count atau TC(w). TC(w) didefinisikan sebagai banyaknya citra yang relevan dari basis data yang dibangkitkan oleh persamaan fungsi integrasi dari suatu kromosom (Chan & King 999). Semakin besar nilai total count dari suatu kromosom maka akan semakin baik kualitas kromosom tersebut. Formulasi untuk pengukuran tingkat kemiripan antara citra kueri dan basis data adalah fungsi integrasi yang disajikan sebagai berikut: D t (I,I 2 ) = n i= n i w D = i w i fi Dengan w adalah bobot vektor fitur, D f adalah nilai kesamaan cosine, dan n adalah banyaknya vektor fitur (Chan & King 999). Elitisme Nilai evaluasi Kromosom atau individu akan diurutkan untuk mengetahui kromosom yang memiliki nilai evaluasi terbaik. Kromosom yang memiliki nilai evaluasi terbaik akan disimpan agar tidak rusak oleh proses genetika. Jumlah kromosom yang disimpan dalam penelitian ini adalah sebanyak dua nilai terbaik. Seleksi Individu Teknik yang digunakan dalam menyeleksi kromosom adalah teknik Roullete Wheele. Seleksi dilakukan dengan cara mengambil nilai acak. Jika nilai tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas kumulatif yang telah ditentukan, maka kromosom tersebut akan terpilih untuk tetap bertahan ke generasi selanjutnya. Kromosom yang memiliki nilai evaluasi lebih besar akan memiliki peluang lebih besar pula untuk terpilih. Kromosom yang terpilih akan bertahan pada generasi selanjutnya. Pindah Silang Teknik one point crossover digunakan pada proses pindah silang. Proses pindah silang diawali dengan memilih induk yang akan dipindahsilangkan. Pemilihan induk dilakukan dengan cara mengambil nilai acak yang bernilai lebih kecil dari peluang pindah silang P c. Peluang pindah silang yang digunakan sebesar 0.8. Gen-gen yang dimiliki oleh kromosom induk akan dipindahsilangkan sesuai dengan titik potongnya. Hasil dari pindah silang adalah terbentuknya dua buah kromosom baru. Mutasi Proses mutasi merupakan proses mengganti nilai gen pada kromosom yang telah dipilih sebelumnya dengan nilai acak. Nilai acak yang diambil menyatakan posisi gen-gen yang akan dimutasi. Nilai peluang mutasi P m yang ditentukan dalam GA adalah sebesar 0.0. Populasi baru hasil mutasi akan dievaluasi kembali untuk mengetahui kualitas kromosom yang terbentuk. Kemudian populasi tersebut akan terus dilanjutkan ke generasi selanjutnya. Kriteria Penghentian Kriteria penghentian yang digunakan dalam penelitian ini adalah batasan maksimum sebanyak 30 iterasi. Jika iterasi telah mencapai maksimum, maka proses genetik akan selesai dan menghasilkan populasi yang lebih baik dari sebelumnya. Kromosom dari populasi yang memiliki nilai Total Count (w) tertinggi merupakan bobot-bobot fitur optimal yang selanjutnya digunakan dalam proses temu kembali citra. 9

18 Hasil Temu Kembali Hasil temu kembali adalah tahapan akhir setelah pembobotan ciri citra dengan menggunakan model bayesian network dan algoritme genetika dilakukan. Contoh hasil temu kembali pada kelas mobil menggunakan bayesian network dan algoritme genetika dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3 berikut ini. Gambar 2 Hasil temu kembali citra menggunakan bayesian network. Gambar 3 Hasil temu kembali citra menggunakan algoritme genetika. Evaluasi Hasil Temu Kembali Pada evaluasi hasil temu kembali, recall dan precision dihitung untuk menentukan tingkat keefektifan sistem temu kembali. Untuk mendapatkan nilai precision dari suatu kelas, maka setiap citra yang ada di masing-masing kelas dijadikan sebagai citra kueri. Nilai precision untuk kelas tersebut diperoleh dengan merata-ratakan nilai precision dari setiap citra kueri. Metode penghitungan nilai precision menggunakan interpolasi dengan aturan (Baeza- Yates & Ribeiro-Neto 999) sebagai berikut: dengan r j {0.0, 0.,,.0}, r 0 = 0.0, r = 0.,, r 0 =.0 Pada uraian di bawah ini akan dipaparkan nilai precision untuk beberapa kelas, yaitu mobil, tekstur, gajah dan tanda panah. Nilai precision yang disajikan merupakan perbandingan antara nilai precision temu kembali menggunakan algoritme genetika dengan nilai precision menggunakan bayesian network. Tabel menunjukkan perbandingan nilai precision pada kelas mobil. Pada kelas ini, terdapat 7 citra. Secara umum nilai precision menggunakan algoritme genetika lebih tinggi dibandingkan menggunakan bayesian network. Tabel Perbandingan nilai recall precision pada kelas mobil Recall BN GA 0 0,5423 0, ,377 0, ,3254 0, ,3099 0, ,3006 0, ,2893 0, ,2792 0, ,2665 0, ,2527 0, ,2377 0,2334 0,922 0,700 Pada Tabel 2 disajikan nilai precision pada kelas tekstur. Kelas tekstur terdiri dari 70 citra. Secara umum nilai precision menggunakan bayesian network lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan algoritme genetika. 0

19 Tabel 2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tekstur Recall BN GA 0 0,5887 0, ,5066 0, ,4928 0, ,4678 0, ,4370 0, ,404 0, ,3602 0, ,365 0, ,2746 0, ,2276 0,2077 0,666 0,674 Pada Tabel 3 disajikan nilai precision pada kelas gajah. Kelas gajah terdiri dari 93 citra. Secara umum nilai precision menggunakan algoritme genetika lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bayesian network. Tabel 3 Perbandingan nilai recall precision pada kelas gajah Recall BN GA 0 0,469 0, ,2693 0, ,2300 0, ,258 0, ,205 0, ,947 0, ,83 0, ,653 0, ,530 0, ,409 0,809 0,6 0,407 Pada Tabel 4 disajikan nilai precision pada kelas tanda panah. Kelas tanda panah terdiri dari 39 citra. Secara umum nilai precision menggunakan bayesian network lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan algoritme genetika. Tabel 4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tanda panah Recall BN GA 0 0,9095 0, ,9095 0, ,9095 0, ,9000 0, ,897 0, ,8850 0, ,8597 0, ,895 0, ,7250 0, ,6587 0,0695 0,346 0,0427 Berdasarkan Tabel, 2, 3 dan 4 dapat dilihat model bayesian network memiliki nilai precision yang lebih tinggi pada setiap recall untuk kelas tekstur dan tanda panah. Kelas tekstur dan kelas tanda panah secara visual, memiliki kemiripan warna bentuk dan juga tekstur. Sedangkan algoritme genetika memiliki nilai precision yang lebih tinggi hampir disetiap recall dibandingkan bayesian network pada kelas Mobil dan juga kelas gajah. Pada Kelas mobil dan juga kelas gajah secara visual, memiliki ciri warna dan tekstur yang cukup beragam, tetapi memiliki kemiripan bentuk. Pada Tabel 5 disajikan perbandingan nilai recall precision untuk semua citra di basis data. Tabel 5 Perbandingan nilai recall precision semua citra di basis data Recall BN GA 0 0,4904 0, ,3699 0, ,3396 0, ,393 0, ,309 0, ,2850 0, ,2679 0, ,2505 0, ,2269 0, ,205 0,66 0,463 0,3 Berdasarkan Tabel 5, algoritme genetika memiliki nilai precision yang lebih tinggi dibandingkan bayesian network hingga recall ke 0.3. Tabel perbandingan nilai precision untuk kelas yang lain dapat dilihat pada Lampiran 2.

20 Gambar 4 dan 5 adalah grafik perbandingan nilai rata-rata precision setiap kelas. Gambar 4 merupakan grafik nilai ratarata precision setiap kelas menggunakan bayesian network. Gambar 5 merupakan grafik nilai rata-rata precision setiap kelas menggunakan algoritme genetika. Rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan Bayesian Network Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall Mobil Singa Matahari Terbenam Tekstur Beruang Gajah Tanda Panah Pemandangan Reptil Pesawat Gambar 4 Grafik rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan bayesian network. Rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall Mobil Singa Matahari Terbenam Tekstur Beruang Gajah Tanda Panah Pemandangan Reptil Pesawat Gambar 5 Grafik rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan algoritme genetika. 2

21 Berdasarkan Gambar 4 dan 5, kelas tanda panah memiliki nilai precision yang paling tinggi dan kelas reptil memiliki nilai precision yang paling rendah. Kelas tanda panah memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang tidak terlalu beragam. Sedangkan pada kelas reptil memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang beragam. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran contoh citra yang digunakan. Berdasarkan Gambar 4, dibandingkan dengan algoritme genetika, bayesian network memiliki performa terbaik atau memiliki nilai precision yang tinggi pada kelas tanda panah, pesawat dan tekstur. Secara visual ketiga kelas tersebut memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang tidak terlalu beragam. Berdasarkan Gambar 5, algoritme genetika memiliki performa yang baik atau memiliki nilai precision yang tinggi dibandingkan bayesian network pada kelas mobil, singa, matahari terbenam, beruang, gajah, pemandangan dan reptil. Secara visual, kelas mobil, singa, matahari terbenam, beruang, gajah, pemandangan dan reptil memiliki keberagaman warna, tekstur dan bentuk. Berdasarkan pengamatan tersebut, bayesian network baik digunakan pada kelas yang memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang tidak terlalu beragam. Sedangkan algoritme genetika baik digunakan pada kelas yang memiliki keberagaman warna, bentuk dan tekstur. Grafik perbandingan nilai precision tiap kelas menggunakan bayesian network dan algoritme genetika disajikan pada Lampiran 3. Gambar 6 adalah grafik perbandingan nilai recall precision antara bayesian network dengan algoritme genetika. Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, 0 Grafik recall precision menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Recall BN Gambar 6 Grafik recall precision Menggunakan bayesian network dan algoritme genetika. GA Berdasarkan Gambar 6, algoritme genetika meningkatkan nilai precision pada awal recall hingga recall ke 0.3. Sedangkan bayesian network memiliki nilai precision lebih tinggi dibandingkan algoritme genetika setelah recall ke 0.3. Dengan kata lain hingga recall ke 0.3, algoritme genetika memiliki tingkat relevansi citra-citra yang ditemukembalikan lebih tinggi dibandingkan bayesian network. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini telah mengimplementasikan dan membandingkan kinerja pembobotan fitur citra pada temu kembali citra menggunakan bayesian network dan algoritme genetika. Fitur yang digunakan yaitu warna, bentuk dan tekstur. Algoritme genetika memiliki kinerja yang baik hingga recall ke 0.3, sedangkan bayesian network memiliki kinerja yang baik setelah recall ke 0.3. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata peningkatan nilai precision antara bayesian network dengan algoritme genetika hingga recall ke 0.3 sebesar 9,%. Berdasarkan hasil percobaan tersebut sistem temu kembali menggunakan algoritme genetika lebih baik dibandingkan bayesian network karena mampu menghasilkan gambar yang lebih baik hingga recall ke 0.3. Saran Saran dari penelitian ini adalah menggunakan metode lain untuk ekstraksi ciri warna, bentuk dan tesktur citra untuk mendapatkan ciri yang lebih baik. Sehingga mampu meningkatkan kinerja algoritme genetika dan bayesian network pada temu kembali citra. DAFTAR PUSTAKA Baeza-Yates R, Berthier Ribeiro-Neto Modern Information Retrieval. New York : Addison Wesley. Gonzalez RC, Woods RE, Eddins SL Digital Image Processing Using Matlab. New Jersey : Pearson Prentice Hall. Osadebey ME Integrated Content- Based Image Retrieval Using Texture, Shape and Spatial Information [thesis]. Umea : Department of Applied Physics and Electronics, Umea University. 3

22 Pebuardi, R Pengukuran Kemiripan Citra Berbasis Warna, Bentuk, dan Tekstur Menggunakan Bayesian Network [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Pratama, F Algoritme Genetika Untuk Optimasi Pembobotan Fitur Pada Temu Kembali Citra [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Rodrigues PS & Arnaldo de Albuquerque Araujo A Bayesian Network Model Combining Color, Shape and Texture Information to Improve Content Based Image Retrieval Systems. LNCC, Petropolis, Brazil. Shao et al Automatic Feature Weight Assignment Based on Genetic Algorithm for Image Retrieval. China. Suyanto Artificial Intelligence, searching, reasoning, planning and learning. Penerbit Informatika: Bandung. 4

23 LAMPIRAN

24 Lampiran Contoh citra yang digunakan untuk masing-masing kelas. Kelas mobil Citra Citra 6 Citra 89 Citra Kelas singa Citra 50 Citra 35 Citra 9 Citra 75 Citra 73 Citra 79 Citra 93 Citra 22 Citra 208 Citra 230 Citra 260 Citra Kelas matahari terbenam Citra 270 Citra 278 Citra 29 Citra 297 Citra 298 Citra 306 Citra 309 Citra Kelas tekstur Citra 396 Citra 395 Citra 402 Citra 4 6

25 Lampiran Lanjutan Citra 409 Citra 42 Citra 44 Citra Kelas beruang Citra 549 Citra 552 Citra 557 Citra 563 Citra 569 Citra 573 Citra 583 Citra Kelas gajah Citra 635 Citra 650 Citra 653 Citra 658 Citra 66 Citra 665 Citra 705 Citra Kelas tanda panah Citra 730 Citra 733 Citra 745 Citra 750 Citra 758 Citra 760 Citra 762 Citra 763 7

26 Lampiran Lanjutan 8. Kelas pemandangan Citra 769 Citra 772 Citra 776 Citra 82 Citra 838 Citra 845 Citra 855 Citra Kelas reptil Citra 90 Citra 908 Citra 902 Citra 95 Citra 927 Citra 946 Citra 936 Citra Kelas pesawat Citra 956 Citra 962 Citra 976 Citra 979 Citra 987 Citra 004 Citra 048 Citra 050 8

27 Lampiran 2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa, matahari terbenam, beruang, pemandangan, reptil, dan pesawat. Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa Recall BN GA 0 0,4358 0, ,3256 0, ,2869 0, ,259 0, ,2293 0, ,236 0, ,2020 0, ,96 0, ,885 0, ,752 0,979 0,364 0, Perbandingan nilai recall precision pada kelas matahari terbenam Recall BN GA 0 0,5468 0, ,3843 0, ,3282 0, ,3027 0, ,2862 0, ,2760 0, ,2654 0, ,2488 0, ,2298 0, ,967 0,468 0,87 0, Perbandingan nilai recall precision pada kelas beruang Recall BN GA 0 0,355 0, ,2029 0, ,768 0, ,603 0, ,494 0, ,47 0, ,360 0, ,295 0, ,232 0, ,43 0,0 0,0974 0,0990 9

28 Lampiran 2 lanjutan 4. Perbandingan nilai recall precision pada kelas pemandangan Recall Bayes GA 0 0,3840 0, ,249 0, ,227 0, ,2085 0, ,990 0, ,900 0, ,87 0, ,79 0, ,608 0, ,483 0,408 0,295 0, Perbandingan nilai recall precision pada kelas reptil Recall Bayes GA 0 0,2038 0, ,229 0, ,0937 0, ,0850 0, ,0775 0, ,072 0, ,0688 0, ,0687 0, ,0684 0, ,0663 0,0754 0,0595 0, Perbandingan nilai recall precision pada kelas pesawat Recall Bayes GA 0 0,5862 0, ,5302 0, ,52 0, ,4805 0, ,4425 0, ,3986 0, ,3722 0, ,356 0, ,2946 0, ,2392 0,30 0,405 0,56 20

29 Lampiran 3 Grafik Perbandingan nilai rata-rata precision tiap kelas menggunakan bayesian network dan algoritme genetika. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas mobil menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas mobil menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 2. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas singa menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas singa menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 3. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas matahari terbenam menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas matahari terbenam menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 2

30 Lampiran 3 Lanjutan 4. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas tekstur menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas tekstur menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 5. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas beruang menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas beruang menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 6. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas gajah menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas gajah menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 22

31 Lampiran 3 Lanjutan 7. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas tanda panah menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas tanda panah menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 8. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas pemandangan menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas pemandangan menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 9. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas reptil menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas reptil menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 23

32 Lampiran 3 Lanjutan 0. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas pesawat menggunakan bayesian network dan algoritme genetika Recall precision kelas pesawat menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika Precision 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Recall BN GA 24

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. 5 Mulai HASIL DAN PEMBAHASAN Kromosom P = rand [0,1] Ya P < Pm R = random Gen(r) dimutasi Selesai Tidak Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. Hasil populasi baru yang terbentuk akan dievaluasi kembali dan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI WARNA, BENTUK DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HEWAN IDALIANA KUSUMANINGSIH

EKSTRAKSI CIRI WARNA, BENTUK DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HEWAN IDALIANA KUSUMANINGSIH EKSTRAKSI CIRI WARNA, BENTUK DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HEWAN IDALIANA KUSUMANINGSIH DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

METODE HEURISTIK UNTUK PENCARIAN CITRA PADA SISTEM TEMU KEMBALI CITRA FITRIA YUNINGSIH

METODE HEURISTIK UNTUK PENCARIAN CITRA PADA SISTEM TEMU KEMBALI CITRA FITRIA YUNINGSIH METODE HEURISTIK UNTUK PENCARIAN CITRA PADA SISTEM TEMU KEMBALI CITRA FITRIA YUNINGSIH DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 METODE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data dengan menggunakan model Bayesian Network. Nilai kemiripan dapat dihitung dengan Persamaan 21. P(I j Q)=n[1-(1-P(CS j CS)) x(1-p(ct j CT))] (21) dengan n adalah jumlah citra pada basis data, P(CS j CS)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang ENDHULUN Saat ini kemampuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi daun menadi kebutuhan yang besar bagi taksonomis dalam mengetahui keanekaragaman tanaman (Hickey et al 999).

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Genetika pada Peringkasan Teks Dokumen Bahasa Indonesia

Penerapan Algoritma Genetika pada Peringkasan Teks Dokumen Bahasa Indonesia Penerapan Algoritma Genetika pada Peringkasan Teks Dokumen Bahasa Indonesia Aristoteles Jurusan Ilmu Komputer FMIPA Universitas Lampung aristoteles@unila.ac.id Abstrak.Tujuan penelitian ini adalah meringkas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peringkasan Teks Peringkasan teks adalah proses pemampatan teks sumber ke dalam versi lebih pendek namun tetap mempertahankan informasi yang terkandung didalamnya (Barzilay & Elhadad

Lebih terperinci

100% Akurasi = (11) Lingkungan Pengembangan

100% Akurasi = (11) Lingkungan Pengembangan Algoritme Dekomposisi Wavelet Dekomposisi wavelet Haar dapat dijelaskan sebagai berikut : 1 Transformasi linear digunakan untuk mengubah ruang warna secara linear menjadi warna dasar. Karena citra yang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

TEMU KEMBALI CITRA WAJAH BERDASARKAN PENGUKURAN KEMIRIPAN FITUR DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN BAYESIAN TESIS HENDRIK SIAGIAN

TEMU KEMBALI CITRA WAJAH BERDASARKAN PENGUKURAN KEMIRIPAN FITUR DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN BAYESIAN TESIS HENDRIK SIAGIAN TEMU KEMBALI CITRA WAJAH BERDASARKAN PENGUKURAN KEMIRIPAN FITUR DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN BAYESIAN TESIS HENDRIK SIAGIAN 107038003 PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : CBIR, GLCM, Histogram, Kuantisasi, Euclidean distance, Normalisasi. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : CBIR, GLCM, Histogram, Kuantisasi, Euclidean distance, Normalisasi. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Content-Based Image Retrieval (CBIR) adalah proses untuk mendapatkan suatu citra berdasarkan konten-konten tertentu, konten yang dimaksud dapat berupa tekstur, warna, bentuk. CBIR pada dasarnya

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv BERITA ACARA TUGAS AKHIR... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang ENDHULUN Dalam ilmu biologi dan kehutanan, diketahui terdapat banyak enis daun dengan karakteristik (ciri) yang berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan sulitnya untuk melakukan pengenalan

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN DOSEN PENGUJI SKRIPSI

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN DOSEN PENGUJI SKRIPSI Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN DOSEN PENGUJI

Lebih terperinci

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b 7 dengan nilai σ yang digunakan pada tahap pelatihan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat akurasi SVM terhadap citra yang telah diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model klasifikasi.

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK (SHORTEST PATH) SKRIPSI RION SIBORO

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK (SHORTEST PATH) SKRIPSI RION SIBORO PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK (SHORTEST PATH) SKRIPSI RION SIBORO 060803025 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan diuraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA

EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 i EKSTRAKSI CIRI

Lebih terperinci

ANALYSIS PERFORMANCE FITUR BENTUK, WARNA DAN TEKSTUR CITRA PADA PENELUSURAN INFORMASI ASET BERBASIS CBIR

ANALYSIS PERFORMANCE FITUR BENTUK, WARNA DAN TEKSTUR CITRA PADA PENELUSURAN INFORMASI ASET BERBASIS CBIR ANALYSIS PERFORMANCE FITUR BENTUK, WARNA DAN TEKSTUR CITRA PADA PENELUSURAN INFORMASI ASET BERBASIS CBIR Jumi¹ ), Achmad Zaenuddin 1) 1 Jurusan Administrasi Bisnis, Politeknik Negeri Semarang jumimail06@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang terkait dengan Content Based Image Retrieval, ekstraksi fitur, Operator Sobel, deteksi warna HSV, precision dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Metodologi penelitian.

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Metodologi penelitian. 4 penelitian i, kata diasosiasikan dengan anotasi citra (kata) dan dokumen diasosiasikan dengan citra. Matriks kata-citra tersebut didekomposisi meadi : A USV T dengan A adalah matriks kata-citra, matriks

Lebih terperinci

Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra

Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer, Vol 15 No. 2, Desember 2010 : 38-41 Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra Vera Yunita, Yeni Herdiyeni Departemen Ilmu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Korpus Data korpus berisi berita-berita nasional berbahasa Indonesia dari tanggal 11 Maret 2002 sampai 11 April 2002. Berita tersebut berasal dari berita online harian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Pada saat sekarang ini, setiap perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam persaingan dengan perusahaan lainnya, harus bisa membuat semua lini proses bisnis perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 27 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait Penelitian terkait yang menggunakan algoritma genetika untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian awal dalam bidang automatic text summarization dimulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian awal dalam bidang automatic text summarization dimulai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian awal dalam bidang automatic text summarization dimulai dengan pembuatan metode term frequency oleh Luhn pada tahun 1958. Metode ini berasumsi bahwa frekuensi kata di

Lebih terperinci

Crossover Probability = 0.5 Mutation Probability = 0.1 Stall Generation = 5

Crossover Probability = 0.5 Mutation Probability = 0.1 Stall Generation = 5 oleh pengguna sistem adalah node awal dan node tujuan pengguna. Lingkungan Pengembangan Sistem Implementasi Algoritme Genetika dalam bentuk web client menggunakan bahasa pemrograman PHP dan DBMS MySQL.

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA Muhammad Arief Nugroho 1, Galih Hermawan, S.Kom., M.T. 2 1, 2 Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur No. 112-116, Bandung 40132 E-mail

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN WARNA DAN BENTUK MENGGUNAKAN FGKA (FAST GENETIC KMEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR

PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN WARNA DAN BENTUK MENGGUNAKAN FGKA (FAST GENETIC KMEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN WARNA DAN BENTUK MENGGUNAKAN FGKA (FAST GENETIC KMEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR Farah Zakiyah Rahmanti 1, Entin Martiana K. 2, S.Kom, M.Kom, Nana Ramadijanti

Lebih terperinci

PENCARIAN ISI CITRA MENGGUNAKAN METODE MINKOWSKI DISTANCE

PENCARIAN ISI CITRA MENGGUNAKAN METODE MINKOWSKI DISTANCE PENCARIAN ISI CITRA MENGGUNAKAN METODE MINKOWSKI DISTANCE Budi Hartono 1, Veronica Lusiana 2 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank Semarang Jl Tri Lomba

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Leonard Tambunan AMIK Mitra Gama Jl. Kayangan No. 99, Duri-Riau e-mail : leo.itcom@gmail.com Abstrak Pada saat ini proses penjadwalan kuliah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM) PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM) Rima Tri Wahyuningrum *) Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Romindo Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran No. 190 Pasar VI Manunggal romindo4@gmail.com Nurul Khairina Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran

Lebih terperinci

' L~~taCit:~ I~-- -- Basi;---J. 1. Pendahuluan. 1. Metode penelitian. Algoritma Genetika pada Temu Kembali Citra. Abstract

' L~~taCit:~ I~-- -- Basi;---J. 1. Pendahuluan. 1. Metode penelitian. Algoritma Genetika pada Temu Kembali Citra. Abstract -------------------------------------------" Implementasi Algoritma Genetika pada Temu Kembali Citra Yeni Herdlven, A us Buono. Gibtha Fitri Laxmi Departemen I1mu Kornputer, Fakultas Matematika dan IPA,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN HASIL ALGORITMA HOMOGENEITY DAN ALGORITMA PREWITT UNTUK DETEKSI TEPI PADA CITRA BMP SKRIPSI ZULFADHLI HARAHAP

ANALISIS PERBANDINGAN HASIL ALGORITMA HOMOGENEITY DAN ALGORITMA PREWITT UNTUK DETEKSI TEPI PADA CITRA BMP SKRIPSI ZULFADHLI HARAHAP ANALISIS PERBANDINGAN HASIL ALGORITMA HOMOGENEITY DAN ALGORITMA PREWITT UNTUK DETEKSI TEPI PADA CITRA BMP SKRIPSI ZULFADHLI HARAHAP 111421055 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4 APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Informatika, STMIK Mikroskil, Medan 1,2,3,4

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 13 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Penelitian dilakukan dalam lima tahapan utama, yaitu ekstraksi frame video, ekstraksi fitur SIFT dari seluruh frame, pembentukan kantong kata visual

Lebih terperinci

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah contoh tampilan hasil dari kueri:

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah contoh tampilan hasil dari kueri: BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Retrival Berikut ini adalah contoh tampilan hasil dari kueri: 1. Kategori Gajah Gambar 4.1 Hasil kueri kategori gajah dengan histogram biasa 48 Gambar 4.2

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

Sistem perolehan citra berbasis isi Berdasarkan tekstur menggunakan metode Gray level co-occurrence matrix dan Euclidean distance

Sistem perolehan citra berbasis isi Berdasarkan tekstur menggunakan metode Gray level co-occurrence matrix dan Euclidean distance Vol 1, No 3 Desember 2010 ISSN 2088-2130 Sistem perolehan citra berbasis isi Berdasarkan tekstur menggunakan metode Gray level co-occurrence matrix dan Euclidean distance * Fitri Damayanti, ** Husni, ***

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMAKASIH. Denpasar, Agustus Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH. Denpasar, Agustus Penulis UCAPAN TERIMAKASIH Segenap puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan, karena atas asung kertha wara nugrahanya Tesis yang

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 265 274. ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Abdul Azis, Bayu Prihandono, Ilhamsyah INTISARI Optimasi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SISTEM CONTENT-BASED IMAGE RETRIEVAL MENGGUNAKAN KODE FRAKTAL DARI DOKUMEN CITRA TESIS ARIF RAHMAN NIM :

PEMBANGUNAN SISTEM CONTENT-BASED IMAGE RETRIEVAL MENGGUNAKAN KODE FRAKTAL DARI DOKUMEN CITRA TESIS ARIF RAHMAN NIM : PEMBANGUNAN SISTEM CONTENT-BASED IMAGE RETRIEVAL MENGGUNAKAN KODE FRAKTAL DARI DOKUMEN CITRA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA. Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan

BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA. Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan beberapa komponen yakni ruang kuliah, dosen serta mahasiswa. Seorang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki + 30.000 spesies tumbuh-tumbuhan ([Depkes] 2007). Tumbuh-tumbuhan tersebut banyak yang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Seiring

Lebih terperinci

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN Optimasi Penjadwalan Mata Kuliah Dengan Algoritma Genetika Andysah Putera Utama Siahaan Universitas Pembangunan Pancabudi Jl. Gatot Subroto Km. 4,5, Medan, Sumatra Utara, Indonesia andiesiahaan@gmail.com

Lebih terperinci

Ekstraksi Fitur Warna, Tekstur dan Bentuk untuk Clustered- Based Retrieval of Images (CLUE)

Ekstraksi Fitur Warna, Tekstur dan Bentuk untuk Clustered- Based Retrieval of Images (CLUE) Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Ekstraksi Fitur Warna, Tekstur dan Bentuk untuk Clustered- Based Retrieval of Images (CLUE) I Gusti Rai Agung Sugiartha

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN FITUR WARNA DAN TEKSTUR DENGAN FGKA CLUSTERING (FAST GENETICS K-MEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR

PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN FITUR WARNA DAN TEKSTUR DENGAN FGKA CLUSTERING (FAST GENETICS K-MEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN FITUR WARNA DAN TEKSTUR DENGAN FGKA CLUSTERING (FAST GENETICS K-MEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR Dewi Wulansari, S.ST 1, Entin Martiana K, M.Kom 2, Nana Ramadijanti,

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITME GENETIKA DALAM SISTEM PERMAINAN TEBAK ANGKA HERMAN GUSTI ANUGRAH

PENERAPAN ALGORITME GENETIKA DALAM SISTEM PERMAINAN TEBAK ANGKA HERMAN GUSTI ANUGRAH PENERAPAN ALGORITME GENETIKA DALAM SISTEM PERMAINAN TEBAK ANGKA HERMAN GUSTI ANUGRAH DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PENERAPAN

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Saat ini, kebutuhan manusia akan teknologi semakin meningkat karena tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi tersebut dapat meringankan pekerjaan manusia. Hal ini juga diimbangi

Lebih terperinci

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Nia Kurnia Mawaddah Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Brawijaya, Malang 65145 Abstrak Penjadwalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE CANNY DAN SOBEL UNTUK MENDETEKSI TEPI CITRA

IMPLEMENTASI METODE CANNY DAN SOBEL UNTUK MENDETEKSI TEPI CITRA Hal : -29 IMPLEMENTASI METODE CANNY DAN SOBEL UNTUK MENDETEKSI TEPI CITRA Asmardi Zalukhu Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan ABSTRAK Deteksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Retrival Citra Saat ini telah terjadi peningkatan pesat dalam penggunaan gambar digital. Setiap hari pihak militer maupun sipil menghasilkan gambar digital dalam ukuran giga-byte.

Lebih terperinci

EKSTRAKSI FITUR TEKSTUR CITRA TEMPE MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURENCE MATRIX

EKSTRAKSI FITUR TEKSTUR CITRA TEMPE MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURENCE MATRIX EKSTRAKSI FITUR TEKSTUR CITRA TEMPE MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURENCE MATRIX WINDAYANI ACHMAD ZAENULLAH 41511120110 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM TEMU BALIK CITRA MENGGUNAKAN JARAK HISTOGRAM DENGAN MODEL WARNA YIQ SKRIPSI AYU SATYARI UTAMI

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM TEMU BALIK CITRA MENGGUNAKAN JARAK HISTOGRAM DENGAN MODEL WARNA YIQ SKRIPSI AYU SATYARI UTAMI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM TEMU BALIK CITRA MENGGUNAKAN JARAK HISTOGRAM DENGAN MODEL WARNA YIQ SKRIPSI AYU SATYARI UTAMI 091421075 PROGRAM STUDI EKSTENSI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER

KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER ACHMAD FAHRUROZI 1 1 Universitas Gunadarma, achmad.fahrurozi12@gmail.com Abstrak Masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah bagaimana

Lebih terperinci

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan Gambar 8 Struktur PNN. 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan.

Lebih terperinci

IMAGE COLOR FEATURE. Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

IMAGE COLOR FEATURE. Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya IMAGE COLOR FEATURE Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Materi: 1. Image Color Feature 2. Application Using Image Color Feature 3. RGB-Cube 4. Histogram RGB Gabungan Layer Color Indeks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penjadwalan merupakan kegiatan administrasi utama di berbagai institusi. Masalah penjadwalan merupakan masalah penugasan sejumlah kegiatan dalam periode

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENJADWALAN MATA KULIAH

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENJADWALAN MATA KULIAH APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENJADWALAN MATA KULIAH (Studi Kasus: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA Oleh Dian Sari Reski, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT Scheduling problem is one type of allocating resources problem that exist to

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah contoh tampilan hasil dari kueri:

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah contoh tampilan hasil dari kueri: BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Retrival Berikut ini adalah contoh tampilan hasil dari kueri: 1. Kategori Buah Gambar 4.1 Hasil kueri kategori buah dengan metode histogram warna 55 56

Lebih terperinci

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel Sri Enggal Indraani, Ira Dhani Jumaddina, Sabrina Ridha Sari Sinaga (enggal24@gmail.com, Ira.dhani5393@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Umum Optimasi Optimasi merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu bentuk struktur yang aman dalam segi perencanaan dan menghasilkan struktur yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir ini, peranan algoritma genetika terutama untuk masalah optimisasi, berkembang dengan pesat. Masalah optimisasi ini beraneka ragam tergantung dari bidangnya. Dalam

Lebih terperinci

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi.

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi. dalam contoh ini variance bernilai 2000 I p I t 2 = (200-150) 2 + (150-180) 2 + (250-120) I p I t 2 = 28400. D p (t) = exp(-28400/2*2000) D p (t) = 8.251 x 10-4. Untuk bobot t-link {p, t} dengan p merupakan

Lebih terperinci

PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA

PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA Muhammad Syadid 1, Irman Hermadi 2, Sony Hartono Wijaya 2 1 Mahasiswa Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal diciptakan, komputer hanya difungsikan sebagai alat hitung saja. Namun seiring dengan perkembangan zaman, maka peran komputer semakin mendominasi kehidupan.

Lebih terperinci

PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL

PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 1 Hal. 98 106 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL YOSI PUTRI, NARWEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Pengolahan Citra Digital FAJAR ASTUTI H, S.KOM., M.KOM

Pengolahan Citra Digital FAJAR ASTUTI H, S.KOM., M.KOM Pengolahan Citra Digital FAJAR ASTUTI H, S.KOM., M.KOM PENILAIAN TUGAS : 30% UTS : 30% UAS : 40% REFERENSI Slides & Hand outs; Digital Image Processing; Rafael C. Gonzalez & Richard E Woods; Addison Wesley

Lebih terperinci

PENERAPAN KRIPTOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA KNAPSACK, ALGORITMA GENETIKA, DAN ALGORITMA ARNOLD S CATMAP PADA CITRA

PENERAPAN KRIPTOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA KNAPSACK, ALGORITMA GENETIKA, DAN ALGORITMA ARNOLD S CATMAP PADA CITRA PENERAPAN KRIPTOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA KNAPSACK, ALGORITMA GENETIKA, DAN ALGORITMA ARNOLD S CATMAP PADA CITRA [1] Martinus Dias, [2] Cucu Suhery, [3] Tedy Rismawan [1][2][3] Jurusan Sistem Komputer,

Lebih terperinci

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

Genetic Algorithme. Perbedaan GA Genetic Algorithme Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri atas individu-individu (kromosom). Individu dilambangkan dengan sebuah nilai kebugaran (fitness) yang akan digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA Dina Indarti Pusat Studi Komputasi Matematika, Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya no. 100, Depok 16424, Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah pemilihan lokasi usaha yang tepat merupakan salah satu faktor penunjang suksesnya suatu usaha. Dalam pemilihan lokasi usaha yang tepat diperlukan pertimbangan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output,

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output, 5 II INJAUAN PUSAKA.1 Fitur Scale Invariant Feature ransform (SIF) Fitur lokal ditentukan berdasarkan pada kemunculan sebuah objek pada lokasi tertentu di dalam frame. Fitur yang dimaksudkan haruslah bersifat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KNAPSACK PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PENYELESAIAN KNAPSACK PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA PENYELESAIAN KNAPSACK PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Kartina Diah KW1), Mardhiah Fadhli2), Charly Sutanto3) 1,2) Jurusan Teknik Komputer Politeknik Caltex Riau Pekanbaru Jl. Umban Sari No.1 Rumbai-Pekanbaru-Riau

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Desain Algoritma Genetika Untuk Optimasi Penjadwalan Produksi Meuble Kayu Studi Kasus Pada PT. Sinar Bakti Utama (oleh Fransiska Sidharta dibawah bimbingan Prof.Kudang

Lebih terperinci

ANALISIS GRAFOLOGI BERDASARKAN HURUF a DAN t MENGGUNAKAN ALGORITME K-NEAREST NEIGHBOR AMANDA KARATIKA HUBEIS

ANALISIS GRAFOLOGI BERDASARKAN HURUF a DAN t MENGGUNAKAN ALGORITME K-NEAREST NEIGHBOR AMANDA KARATIKA HUBEIS ANALISIS GRAFOLOGI BERDASARKAN HURUF a DAN t MENGGUNAKAN ALGORITME K-NEAREST NEIGHBOR AMANDA KARATIKA HUBEIS DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK DISTRIBUSI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebutuhan Sistem Sebelum melakukan penelitian dibutuhkan perangkat lunak yang dapat menunjang penelitian. Perangkat keras dan lunak yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci