IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. Analisis Yuridis Analisis yuridis dilakukan secara kualitatif dengan menganalisis faktorfaktor kemudahan/kesulitan dari undang-undang/peraturan yang berlaku. 5. Analisis Sosial dan Ekonomi Analisis sosial dan ekonomi dilakukan secara kualitatif dengan mengidentifikasi keuntungan sosial dan ekonomi yang didapat dari pendirian industri keripik nangka di kabupaten Semarang. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK PASAR 1. Kondisi Pasar Penjualan keripik nangka sebenarnya telah ada di kota Semarang meskipun belum tersebar luas. Dari pengamatan ke beberapa lokasi dapat dilihat keberadaan produk keripik nangka di kota Semarang seperti terlihat pada tabel 4. Tabel 4. Keberadaan produk keripik nangka di beberapa tempat penjualan di kota Semarang Tempat Penjualan Keberadaan keripik nangka Jumlah keripik nangka yang dijual (Kw) Supermarket DP Mall Pernah menjual, sekarang tidak - Gelael supermarket Belum pernah menjual - Pasar swalayan ADA Belum pernah menjual - Supermarket Matahari Belum pernah menjual -

2 Stasiun Tawang Belum pernah menjual - Bandara udara Ahmad Yani Pernah menjual, sekarang tidak - Pusat oleh-oleh di jalan Pandanaran 1. Toko Lumba-Lumba 2. Toko Bandeng Arwana 3. Toko Bandeng Bonafide 4. Toko Bandeng Presto 5.Toko Istana Buah Bandeng Djoe 6. Toko Bandeng Juwana Pernah menjual, sekarang tidak Pernah menjual, sekarang tidak Menjual Belum pernah menjual Menjual Pernah menjual, sekarang tidak Hasil pengamatan di berbagai outlet pemasaran menunjukkan bahwa keripik nangka merupakan produk yang masih jarang ditemui di kota Semarang. Dari tabel 4 terlihat bahwa di supermarket DP Mall dan bandara udara Ahmad Yani, keripik nangka pernah dijual tetapi saat ini tidak dijual lagi. Dari hasil wawancara diketahui sebabnya adalah karena tidak adanya pasokan selanjutnya dari produsen. Berbagai supermarket maupun minimarket dan stasiun Tawang bahkan belum pernah menjual keripik nangka. Hal ini diduga karena tidak adanya pasokan dari produsen. Dari tabel 4 terlihat juga bahwa keberadaan keripik nangka ada di beberapa toko di pusat oleh-oleh jalan Pandanaran. Dari enam toko yang disurvei pada tahun 2010, hanya ada dua toko yang menjual keripik nangka sebagai oleh-oleh yaitu toko Istana Buah Bandeng Djoe dan Bandeng Bonafide. Menurut pedagang di toko Bandeng Bonafide, keripik nangka sudah cukup lama dijual di tempat tersebut dan selama ini cukup diminati konsumen yang pada umumnya adalah wisatawan yang datang ke Semarang dan warga Semarang sendiri yang akan berpergian ke luar kota. Hasil wawancara dengan Dinas Perindustrian kota Semarang menunjukkan bahwa selama ini pemasaran terbesar keripik nangka baru di pusat penjualan oleh-oleh jalan Pandanaran. Keripik nangka masih sangat jarang dijumpai di tempat-tempat lainnya. 2. Potensi Pasar Pasokan keripik nangka di pusat oleh-oleh di jalan Pandanaran berasal dari kota Semarang, kabupaten Kendal, dan kota Malang. Menurut penjual di toko pusat oleh-oleh Istana Buah dan Bandeng Djoe, keripik nangka yang paling laku dijual adalah keripik nangka dengan merk dagang Tafied Rona Chips dari kabupaten Kendal. Hasil survei menunjukkan bahwa pada tahun 2010 telah terdapat produsen dan distributor keripik nangka di wilayah kota Semarang dan sekitarnya. Industri tersebut berskala menengah dan rumah tangga seperti yang terlihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil survei produsen dan distributor keripik nangka di sekitar kota Semarang Jumlah Produk /tahun Nama Perusahaan/distributor Tafied Rona Chips C.V. Berkah Jaya Abadi Fruit Eternity Lokasi Kabupaten Kendal Kota Semarang Kota Semarang Tahun Berdiri ,5 - Fokus Pemasaran ,8 ton Lokal ton Ekspor dan daerah lain ton Ekspor dan daerah lain Dari tabel 5 terlihat bahwa hanya ada satu industri keripik nangka yang memiliki fokus utama melayani pasar lokal yaitu perusahaan Tafied Rona Chips. Perusahaan C.V. Berkah Jaya Abadi dan distributor Fruit Eternity memasarkan produk keripik nangka dengan fokus utama pasar ekspor dan daerah lain. Jumlah permintaan pasar keripik nangka untuk kota Semarang, daerah lain, serta ekspor dari C.V Berkah Jaya Abadi dan distributor Fruit Eternity mencapai 142 ton/tahun. Jumlah permintaan pasar ekspor cukup stabil selama lima tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar keripik nangka untuk ekspor cukup baik.

3 Hasil wawancara dengan pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips menunjukkan bahwa selama sembilan tahun beroperasi, permintaan keripik nangka dari kota Semarang selalu stabil. Permintaan terbesar datang dari distributor dengan jumlah sebesar 1,62 ton/tahun. Distributor kemudian menyalurkan keripik nangka ke luar kota Semarang. Hasil wawancara dengan pedagang di pusat oleh-oleh jalan Pandanaran didapat informasi bahwa jumlah rata-rata permintaan pasar keripik nangka adalah sebesar 0,35 ton/tahun. Dari jumlah tersebut, pasokan kerpik nangka yang berasal dari Tafied Rona Chips sebanyak 0,18 ton/tahun sedangkan pasokan keripik nangka sebanyak 0,17 ton/tahun berasal dari C.V. Berkah Jaya Abadi, distributor Fruit Eternity, serta produsen keripik nangka di kota Malang. Dari uraian tersebut, maka dapat dihitung total permintaan keripik nangka dari distributor dan penjual di pusat oleh-oleh jalan Pandanaran rata-rata sebanyak 1,95 ton/tahun. Menurut informasi dari pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips, keripik nangka masih memiliki potensi pasar yang baik untuk dikembangkan di kota Semarang mengingat masih adanya sejumlah permintaan dari distributor dan penjual di pusat oleholeh jalan Pandanaran yang saat ini belum mampu dipenuhi. Volume pasar keripik nangka yang belum dimanfaatkan untuk wilayah pemasaran kota Semarang pada tahun 2009 menurut pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips sebanyak 22 ton/tahun. Peluang pasar keripik nangka dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Volume pasar keripik nangka di kota Semarang pada tahun 2009 Jumlah permintaan Pembeli Sistem pembelian pasar (ton/tahun) Distributor kota Semarang Grosir 20 Pusat oleh-oleh jalan Pandanaran Eceran 2 Total 22 Potensi pasar keripik nangka di kota Semarang sangat besar, mengingat masih banyaknya pembeli potensial di kota Semarang yang belum mendapatkan akses untuk membeli keripik nangka. Tempat-tempat yang memiliki potensi pasar yang baik adalah tempat yang masih jarang atau belum dijumpai produk sejenis. Beberapa tempat di kota Semarang yang memiliki potensi pasar tebesar diantaranya adalah sebagai berikut : a. Pusat oleh-oleh kota Semarang Pusat oleh-oleh utama di kota semarang yang berlokasi di sepanjang jalan Pandanaran cukup potensial untuk dijadikan sebagai pusat pemasaran oleh-oleh karena tempat ini telah memiliki reputasi sebagai tempat penjualan oleh-oleh khas Semarang seperti bandeng presto, wingko babat, lumpia, dan sebagainya. Pusat oleh-oleh jalan Pandanaran diperkirakan semakin berkembang karena jumlah wisatawan yang berkunjung ke kota Semarang dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Menurut data pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang dan Jawa Tengah, jumlah rata-rata wisatawan yang mengunjungi kota ini pada tahun 2006 hingga 2008 mencapai orang. Pertumbuhan jumlah wisatawan di Kota Semarang pada tahun 2007 dan 2008 masing-masing sebesar 56,21 % dan 20,21 %. Pada umumnya setiap wisatawan yang ingin mencari oleh-oleh khas Semarang akan datang ke pusat oleh-oleh tersebut. Keripik nangka sebenarnya bukan oleh-oleh khas Semarang karena pertama kali diperkenalkan sudah populer terlebih dahulu di kota Malang. Keripik nangka memiliki pangsa pasar yang cukup baik di pusat oleh-oleh jalan Pandanaran. Keripik nangka yang memiliki harga relatif mahal tidak menghadapi hambatan pasar di

4 tempat ini, karena secara umum pusat oleh-oleh di jalan Pandanaran ini telah tersegmentasi untuk kalangan menengah atas. Menurut penjual di toko Bandeng Arwana dan toko Lumba-Lumba di pusat oleh-oleh jalan Pandanaran (toko yang dahulu pernah menjual keripik nangka), keripik nangka cukup prospektif untuk dijual di tempat ini. Masalah yang dihadapi mereka adalah pasokan keripik nangka yang tidak kontinu. Jumah pasokan sering mengalami fluktuasi, yang pada periode bulan April-Juni jumlahnya kecil. Masalah lain menurut pedagang di pusat oleh-oleh jalan Pandanaran adalah perputaran produk (turn over) yang masih lambat karena belum terlalu populer di bandingkan produk khas Semarang seperti bandeng presto, lumpia, dan wingko babat, akan tetapi dengan upaya promosi dan mencari titik keunggulan buah nangka di Kabupaten Semarang masalah ini dapat diatasi. Dari bahan baku yang unggul akan dihasilkan pula produk keripik nangka yang unggul dalam mutu rasa, ukuran, serta warna. b. Obyek wisata Kota Semarang memiliki beberapa obyek wisata terkenal seperti Masjid Agung Jawa Tengah, pantai Marina, gedung batu, wonderia, dan lain-lain. Jumlah obyek wisata di kota Semarang pada tahun 2008 mencapai 22 buah. Banyaknya jumlah wisatawan yang datang ke tempat-tempat tersebut menunjukkan peluang pasar keripik nangka cukup terbuka. c. Hotel Hotel berfungsi bukan saja sebagai tempat menginap untuk tujuan wisata namun juga untuk tujuan lain seperti manjalankan kegiatan bisnis, mengadakan seminar, atau sekedar untuk mendapatkan ketenangan. Menurur data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, jumlah rata-rata kamar hotel kelas berbintang dan melati yang dipesan dari tahun 2004 hingga 2008 sebanyak buah (lampiran 2). Penghuni hotel merupakan pembeli potensial produk keripik nangka, maka dari itu jika produk keripik nangka mampu dipasarkan di tempat ini, peluang penjualannya sangat besar. d. Rumah Makan Menurut data dari BPS, kota Semarang pada tahun 2006 memiliki jumlah penduduk sebesar jiwa. Jumlah penduduk golongan ekonomi menengah hingga atas sebesar jiwa (78,84 % dari total populasi). Jumlah penduduk yang besar ini menunjukkan potensi kota Semarang sangat besar sebagai tempat pemasaran keripik nangka. Selama ini warga Semarang yang menjadi konsumen keripik nangka diperkirakan hanya orang-orang yang akan membeli oleh-oleh untuk dibawa pergi ke luar kota sehingga masih ada peluang besar untuk memasarkan keripik nangka kepada masyarakat Semarang yang lain. Warga lain yang sedang tidak berpergian ke luar kota, terutama golongan menengah ke atas, merupakan konsumen potensial yang jumlahnya diperkirakan lebih besar dan sampai saat ini segmen tersebut belum tergarap pasarnya. Keripik nangka berpotensi dijual di rumah makan sebagai makanan cemilan. Kota Semarang memiliki banyak rumah makan favorit untuk wisata kuliner. Jumlah rumah makan tersebut mencapai 130 buah. Banyaknya jumlah rumah makan menunjukkan potensi yang baik bagi perkembangan pasar keripik nangka. e. Supermarket Tempat lain yang memiliki potensi pasar terbesar adalah supermarket. Namun demikian, hasil wawancara dengan dinas Perindustrian kota Semarang menunjukkan bahwa produk baru yang belum memiliki nama besar biasanya agak sulit untuk dapat memasuki tempat-tempat seperti supermarket. Agar produk mampu memasuki pasar supermarket, maka diperlukan upaya-upaya yang intensif seperti

5 bantuan pembinaan dari instansi pemerintah agar tingkat dan konsistensi mutu produk dapat dicapai. f. Bandara udara Ahmad Yani Keripik nangka juga memiliki potensi besar untuk dijual di bandara udara Ahmad Yani. Pembeli potensial di tempat ini adalah para penumpang pesawat baik yang akan pergi ke luar kota Semarang ataupun yang datang ke kota Semarang. Jumlah penumpang pesawat di bandara udara Ahmad Yani mencapai hingga orang per hari. (koran.tempointeraktif, 2009). Hambatan pasar di tempat ini diperkirakan kecil karena masih jarang dijumpai produk makanan khas di tempat ini sehingga peluang pasar produk keripik nangka cukup terbuka. g. Stasiun Tawang Stasiun Tawang juga merupakan tempat pemasaran yang potensial karena wisatawan dari luar daerah yang berkunjung ke kota Semarang akan melewati tempat tersebut. Jumlah penumpang kereta api di tempat tersebut pada tahun 2003 mencapai orang. Jumlah penumpang kereta api per harinya mencapai orang. Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar keripik nangka termasuk stabil. Pada masa mendatang, diperkirakan permintaan terhadap keripik nangka akan meningkat jika perusahaan mampu memanfaatkan berbagai peluang pasar yang ada. 3. Pangsa Pasar Setelah mengetahui adanaya potensi pasar untuk produk keripik nangka, maka langkah selanjutnya menganalisis besarnya pangsa pasar yang masih tersedia. Pangsa pasar yang tersedia dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran pesaing yang ada di pasar, serta jenis produk yang dipasarkan. Perkiraan pangsa pasar yang dapat dicapai untuk bisnis baru dengan beberapa tingkat persaingan dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Perkiraan pangsa pasar yang dapat dicapai untuk bisnis baru dengan tingkat persaingan berbeda-beda Jumlah pesaing Banyak Sedikit Satu Tidak ada Ukuran pesaing L Sm L Sm L Sm Jenis produk S D S D S D S D S D S D Pangsa pasar (%) 2,5 10 2,5 50 Keterangan : L : Besar, Sm : Kecil, S : Sama, D: Berbeda Perusahaan dan distributor yang memasok keripik nangka ke kota Semarang hanya berjumlah 3 yaitu P.T. Fruit Eternity, C.V. Berkah Jaya Abadi, dan Tafied Rona Chips. Ukuran pesaing untuk pasar di kota Semarang digolongkan ke dalam ukuran pesaing yang kecil karena dari ketiga pemasok keripik nangka hanya mampu menyalurkan keripik nangka sebanyak 1,95 ton/tahun. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan perkiraan volume pasar yang ada yaitu sebesar 22 ton/tahun (tabel 6). Jenis produk yang akan dipasarkan sama dengan yang sudah ada sehingga pangsa pasar yang mungkin diraih adalah sebesar 10-15% dari peluang pasar yang ada. Jumlah ini diperkirakan masih mampu berkembang menjadi dua kali lipat. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi peningkatan peluang pasar diantaranya adalah : 1. Meningkatnya permintaan keripik nangka dari luar kota Semarang Menurut Vita (2010), pemilik usaha keripik nangka U.D. Barokah dari kota Malang, permintaan keripik nangka dari luar kota Semarang seperti daerah Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan pulau Kalimantan cenderung meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 permintaan keripik nangka dari daerah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang mencapai 5 ton/tahun. Sedangkan permintaan keripik nangka dari daerah

6 Kalimantan mencapai 15 ton/tahun. Dengan semakin meningkatnya permintaan keripik nangka dari luar kota Semarang maka diperkirakan permintaan keripik nangka dari distributor yang selama ini memiliki fokus pemasaran ke luar kota Semarang juga meningkat. 2. Pengembangan areal pertokoan pusat penjualan oleh-oleh di sepanjang jalan Pandanaran. Areal pertokoan di sepanjang jalan Pandanaran pada tahun 2010 telah meningkat menjadi 12 buah. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jika diasumsikan volume pasar keripik nangka di kota Semarang meningkat dua kali lipat pada masa mendatang menjadi 44 ton/tahun dan persentase pangsa pasarnya sebesar 15%, maka jumlah pangsa pasar yang mungkin dapat diraih sebanyak 6,6 ton/tahun. B. ASPEK TEKNIK DAN TEKNOLOGI 1. Analisis Bahan Baku a. Mutu bahan baku Mutu bahan baku merupakan aspek penting yang harus diperhatikan karena mutu suatu produk pangan bergantung pada mutu input bahan bakunya. Mutu bahan baku yang baik akan menghasilkan produk pangan yang baik pula jika proses pengolahan dilakukan dengan baik dan benar. Mutu produk keripik nangka dipengaruhi oleh tingkat kematangan bahan baku. Pada studi kelayakan ini bahan baku yang akan digunakan adalah buah nangka (Artocarpus heterophylus Lamk) segar yang telah/menjelang matang (tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda). Pada umumnya buah nangka yang telah matang memiliki aroma yang cukup kuat dan rasa yang manis. Menurut Rukmanan (2008), buah nangka yang telah matang ditandai dengan durinya yang jarang dan bila dipukul-pukul dengan benda keras akan menimbulkan suara yang menggema serta timbul aroma khas. Menurut Taqi (1994), tingkat kematangan buah nangka dapat mempengaruhi mutu warna dan rasa keripik nangka yang dihasilkan. Nangka yang terlalu tua memiliki kadar gula yang tinggi sehingga jika digoreng akan menyebabkan warna produk akhir menjadi lebih gelap dibandingkan nangka yang masih muda. Sedangkan nangka yang terlalu muda memiliki tekstur keras dan rasanya tidak manis sehingga jika digoreng menjadi keripik nangka akan menghasilkan produk yang bermutu rendah baik dari segi cita rasa maupun tekstur. Selain itu tingkat penyerapan minyak pada proses penggorengan nangka muda lebih tinggi daripada nangka yang telah matang sehingga produk keripik nangka lebih mudah mengalami ketengikan. Hasil wawancara dengan pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips, produsen keripik nangka di Kabupaten Kendal, bahwa mutu buah nangka diklasifikasikan menjadi empat golongan seperti yang tersaji pada tabel 8. Tabel 8. Klasifikasi mutu buah nangka Golongan Kriteria KW I KW II KW III KW IV Rasa Manis Manis Manis/tawar Manis/tawar Warna Kuning/kuning keputihan Kuning/kuning keputihan Kuning/kuning keputihan Kuning/kuning keputihan Ukuran Besar Sedang Kecil/sedang Kecil Ketebalan daging buah 1-1,5 cm 1-1,5 cm < 1 cm < 1 cm

7 Dari tabel di atas, golongan buah yang memenuhi syarat yang baik untuk dijadikan keripik nangka adalah golongan KW I dan KW II. Perbedaan buah nangka KW I dan KW II adalah dalam hal ukuran. Ukuran buah merupakan aspek mutu yang perlu diperhatikan karena proses penggorengan dapat mempengaruhi mutu ukuran keripik nangka yang dihasilkan. Proses pengolahan keripik nangka (penggorengan vakum) dapat mengakibatkan penyusutan ukuran buah karena adanya proses perpindahan air dari dalam daging buah ke luar daging buah. Penggorengan bahan baku yang berukuran besar akan menghasilkan produk keripik nangka dengan besar ukuran yang ideal (tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil) serta penampakannya lebih menarik daripada keripik nangka yang dihasilkan dari bahan baku denagn ukuran lebih kecil. Berdasar hasil pengamatan dan wawancara dengan Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, pedagang nangka di pasar Bandungan, pasar Ambarawa, serta pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips, varietas nangka lokal yang banyak dijumpai di daerah kabupaten Semarang sebagian besar tergolong KW I dan KW II. Buah nangka yang banyak dijumpai di kabupaten Semarang mempunyai ciri-ciri berwarna kuning dengan panjang 7,5-15 cm, ketebalan daging buah 1-1,5 cm, dan kering (kandungan air relatif sedikit), serta memiliki rasa manis. Namun demikian, ada sebagian kecil buah nangka yang tergolong KW III dan KW IV. Buah nangka KW I dan KW II secara umum dapat dijumpai di setiap wilayah kecamatan di kabupaten Semarang. Mutu buah nangka di Kabupaten Semarang lebih baik dibandingkan dengan mutu buah nangka di beberapa daerah sentra nangka lainnya seperti Kota Malang dan Kabupaten Batang. Menurut informasi yang diperoleh dari pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips, bahan baku keripik nangka di kota Malang sebagian besar termasuk golongan KW III dan IV. Total bahan baku dengan mutu KW III dan KW IV jumlahnya mencapai 60 % dari total bahan baku yang digunakan oleh seluruh industri keripik nangka di kota Malang. Sedangkan mutu buah nangka di kabupaten Batang sebagian besar tergolong KW III. Kelemahan mutu buah nangka di kabupaten Batang adalah kulit daging buahnya tipis. Keunggulan mutu bahan baku buah nangka yang berada di kabupaten Semarang mengindikasikan bahwa daerah ini berpotensi untuk menjadi sentra penghasil keripik nangka yang bermutu dan unggul di masa mendatang. b. Ketersediaan bahan baku Kabupaten Semarang merupakan sentra penghasil nangka yang cukup besar. Data yang diperoleh dari Dinas Pertanian kabupaten Semarang pada tahun (lampiran 5 dan 6) menunjukkan bahwa setiap kecamatan di daerah ini memiliki banyak pohon nangka dengan tingkat produktivitas yang berbeda antara kecamatan yang satu dengan kecamatan lainnya. Jumlah pohon nangka produktif pada tahun 2006 mencapai pohon. Total panen buah nangka di kabupaten Semarang pada tahun 2007 mencapai kwintal. Total panen buah nangka pada tahun berikutnya meningkat menjadi kwintal (Lampiran 4 dan 5). Informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan beberapa pedagang di pasar Ambarawa dan pasar Bandungan menunjukkan bahwa konsumen utama buah nangka di wilayah kabupaten Semarang selama ini adalah masyarakat umum. Berdasar hasil wawancara dengan dinas Perindustrian kabupaten Semarang pada tahun 2010, diketahui bahwa di kabupaten Semarang belum ada industri besar pengolahan keripik nangka. Menurut pengumpul buah di pasar Ambarawa, buah nangka yang paling banyak permintaannya adalah yang bermutu KW III dan KW IV. Industri yang menyerap buah tersebut adalah industri kecil keripik nangka di kota Salatiga dan industri wingko babat di kota Semarang. Gambar 5 menunjukkan grafik ketersediaan buah nangka pada tahun 2007 dan 2008 yang disajikan setiap triwulan. Buah nangka pada umumnya mengalami penurunan jumlah produksi secara drastis pada triwulan ke 2 (bulan April-Juni) setiap tahunnya. Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa bahan baku mengalami puncak produksi pada triwulan ke 4 (bulan September- Desember), sedangkan ketika memasuki periode triwulan ke 2, bahan baku mulai mengalami kelangkaan di pasar karena jumlah produksi pada saat tersebut mengalami banyak penurunan.kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa pada triwulan ke 2 buah nangka sangat sulit didapatkan. Pedagang dan pengumpul buah tidak bisa

8 memenuhi permintaan konsumen pada saat itu. Grafik ketersediaan bahan baku buah nangka di kabupaten Semarang pada tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada gambar 5. Jumlah Bahan baku ( Kwintal ) Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan 3 Triwulan Gambar 5. Ketersediaan Buah Nangka di kabupaten Semarang pada tahun Menurut petani nangka di kabupaten Semarang, pohon nangka di kabupaten Semarang rata-rata memiliki umur tahun. Pohon nangka masih mampu mengalami peningkatan produksi hingga mencapai puncaknya berumur 35 tahun. Ketika umur pohon menuju masa puncak produksi diperkirakan jumlah produksi buah mampu meningkat menjadi beberapa kali lipat. Dari gambar 5 terlihat bahwa Pada triwulan ke 4 tahun 2008, produksi nangka mengalami peningkatan produksi secara drastis dibandingkan pada triwulan 4 di tahun Hal ini menunjukkan bahwa pohon nangka sedang mengalami proses peningkatan menuju puncak produksi. Berdasarkan informasi yang didapat dari dinas Pertanian Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa jumlah populasi pohon nangka mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007 dan 2008, penambahan penanaman pohon tercatat masingmasing sebanyak 882 pohon dan 767 pohon (lampiran 5 dan 6). Penambahan populasi pohon tersebut terjadi secara alami dan buatan. Penambahan secara alami terjadi ketika biji nangka terjatuh di tanah kemudian tumbuh menjadi pohon yang besar. Penambahan pohon secara buatan dilakukan oleh penduduk setempat yang sengaja menanam pohon nnagka di halaman rumah atau pekarangan kosong. Data yang diperoleh dari dinas Pertanian Kabupaten Semarang pada tahun 2006 menunjukkan bahwa pohon nangka yang belum menghasilkan buah tercatat sebanyak pohon. Umur pohon-pohon tersebut belum memasuki usia produktif. Diperkirakan pada beberapa tahun mendatang pohon tersebut sudah dapat diandalkan untuk menyuplai bahan baku industri. Menurut hasil wawancara dengan Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, sebanyak 70% produksi buah nangka pada tahun 2008 (12.315,1 kw) merupakan hasil produksi pohon nangka yang berasal dari biji (rata-rata usia tahun). Dengan masa usia produktif pohon nangka yang dimulai pada tahun ke 10 serta diperkirakan jumlah produksi buah nangka mulai menurun ketika usia pohon mencapai 50 tahun, maka diperkirakan produksi buah nangka di kabupaten Semarang masih mencukupi untuk kebutuhan industri antara tahun mendatang. c. Tata Niaga Bahan Baku Buah nangka di kabupaten Semarang banyak dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Selama ini sebagian besar produksi buah nangka di kabupaten ini berasal dari masyarakat setempat. Para pengumpul buah mengumpulkan buah nangka dari tiap pohon yang dimiliki warga di sana kemudian disalurkan lagi ke pedagang atau konsumen

9 langsung. Hasil wawancara dengan salah seorang warga di kecamatan Bergas menunjukkan bahwa ada sebagian buah nangka milik penduduk yang tidak terdistribusi hingga ke pasar baik pada masa panen raya maupun pada bulan-bulan biasa. Hal itu diduga karena jumlah permintaan buah nangka lebih kecil dari jumlah ketersediaan buah nangka. Selain itu para pengumpul buah juga memiliki keterbatasan dalam mengumpulkan buah dikarenakan hingga saat ini belum ada masyarakat atau pihak lain yang mengelola kebun nangka dalam skala besar sehingga selama ini sebagian besar buah nangka merupakan hasil pengumpulan dari rumah ke rumah. Pengeluaran biaya yang tidak efektif untuk mengumpulkan buah berpotensi menghambat aliran tata niaga buah nangka dari petani/pemilik pohon nangka hingga ke konsumen. Peran pengumpul buah nangka sangat penting untuk menunjang efektivitas pengumpulan bahan baku bagi industri. Dengan bekerja sama dengan para pengumpul bahan baku, maka industri dapat menghemat waktu dan biaya sehingga proses produksi nantinya dapat berjalan dengan lebih efektif. Untuk memaksimalkan pengumpulan bahan baku, hubungan kerja sama sebaiknya dilakukan dengan pengumpul buah di setiap kecamatan. Efektivitas pengumpulan bahan baku juga akan lebih baik jika industri bekerja sama dengan kelompok tani untuk mengantisipasi keterbatasan kinerja pengumpul dalam memasok bahan baku. Tata niaga buah nangka dapat dilihat pada gambar 6. Petani / Pemilik pohon nangka Pengumpul Buah Nangka Pedagang buah nangka Konsumen Gambar 6. Tata niaga buah nangka di kabupaten Semarang Harga buah nangka dalam setahun cenderung mengalami fluktuasi tergantung oleh besarnya jumlah produksi buah. Pada masa panen raya yang terjadi pada periode bulan November hingga Januari, jumlah produksi buah nangka mengalami peningkatan lebih banyak dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Pada masa ini harga buah nangka mengalami penurunan harga secara drastis. Sebagai gambaran, pada tahun 2009, harga di tingkat pengumpul/petani (sudah termasuk biaya transportasi bahan baku) hanya berkisar rata-rata Rp 4.000,00/kg. Buah nangka mengalami penurunan jumlah produksi setelah masa panen raya yaitu pada bulan Maret hingga Mei. Pada saat itu buah nangka harganya mulai merangkak naik hingga menjadi rata-rata Rp ,00/kg pada bulan Mei. Peningkatan harga tersebut sangat drastis karena buah nangka pada masa-masa itu mulai

10 jarang ditemui sehingga hukum penawaran ekonomi berlaku. Pada bulan Juni hingga Agustus harga buah ini mengalami penurunan secara bertahap hingga menjadi rata-rata Rp 6.000,00/kg. Harga tersebut masih menurun kembali secara bertahap hingga menjadi rata-rata Rp 4.500,00/kg pada bulan Oktober. Kisaran perubahan harga buah buah nangka dalam setahun di tingkat pengumpul buah dapat dilihat pada gambar Rupiah/kg Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Gambar 7. Grafik pergerakan harga buah nangka di kabupaten Semarang pada tahun Lokasi Industri Lokasi industri pengolahan keripik nangka ditetapkan di kabupaten Semarang. Beberapa kecamatan di kabupaten Semarang yang dijadikan alternatif lokasi industri adalah kecamatan yang memiliki jumlah produksi nangka yang tinggi seperti terlihat pada tabel 9. Pemilihan lokasi industri yang dekat dengan bahan baku dimaksudkan untuk meminimumkan biaya transportasi bahan baku. Kedekatan lokasi industri dengan bahan baku juga dapat meminimalkan penurunan mutu bahan baku akibat benturan dan gesekan yang terjadi selama pengangkutan. Selain itu seluruh alternatif lokasi industri juga memiliki jarak yang dekat dengan pasar. Tabel 9. Alternatif lokasi industri pengolahan keripik nangka Kecamatan Letak Jarak dengan bahan baku dan pasar Kemiringan lahan (%) Rata-rata jumlah produksi nangka/tahun (Kw)* Bergas Pinggir kota Dekat ,5 Tengaran Pinggir kota Dekat Sumowono Pinggir kota Dekat ,5 Ungaran Barat Pusat kota Dekat Ungaran Timur Pusat kota Dekat *) Sumber : Dinas Pertanian kabupaten Semarang Menurut Gastya (2009), pada tahun 2015, diprediksi perbandingan jumlah penduduk kabupaten Semarang yang tinggal di kota dengan di desa sebanyak 60% berbanding 40%, sehingga pendirian pabrik-pabrik, gudang-gudang, dan piranti pendukungnya harus dipindah ke pinggiran kota. Pemilihan lokasi industri di area pinggiran kota (sub urban) juga disebabkan beberapa pertimbangan diantaranya adalah sudah tercukupinya daya listrik PLN, sarana jalan dan transportasi cukup baik, serta harga tanah relatif murah. Diantara enam kecamatan yang dijadikan sebagai alternatif lokasi industri terdapat empat kecamatan yang memenuhi persyaratan tata kota yaitu kecamatan Bergas, Tengaran, dan Sumowono. Diantara kecamatan tersebut ditentukan kecamatan Bergas sebagai lokasi industri karena daerah tersebut memiliki kemiringan lahan yang sesuai untuk bangunan industri serta memiliki jumlah produksi nangka yang tinggi.

11 3. Sistem Produksi Dewasa ini teknologi pembuatan keripik nangka di Indonesia telah ada dan tersebar ke masyarakat industri terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Teknologi ini pertama kali dikembangkan oleh peneliti dari Universitas Brawijaya Malang sejak tahun Vacuum fryer terbaru hasil penelitian staf pengajar Universitas Brawijaya Malang adalah vacuum fryer tipe horizontal. Sistem pemvakuman mesin vacuum fryer tipe horizontal menggunakan water jet. Untuk memvakumkan ruang penggorengan, ejector menghisap uap air dalam tabung penggoreng sehingga menghasilkan efek sedotan (vakum) dalam tabung penggoreng. Uap air yang terhisap kemudian didinginkan di dalam kondensor. Pada prinsipnya pembuatan keripik nangka dilakukan dengan menggoreng buah nangka segar dengan vacuum fryer selama kurang lebih menit untuk kapasitas produksi 8-12 kg. Proses pemvakuman akan mengakibatkan penurunan tekanan pada ruang penggoreng sehingga titik didih air menurun. Hal ini menyebabkan kandungan air di dalam bahan baku dapat dikurangi pada suhu di bawah C. Proses pengeringan bahan pada suhu yang relatif rendah ini dapat mempertahankan mutu rasa, warna, dan aroma buah yang digoreng. Saat ini, vacuum fryer juga telah diaplikasikan untuk membuat keripik buah yang lain seperti keripik salak, apel, nanas, dan sebagainya. Keripik salak kini telah menjadi produk unggulan di kabupaten Sleman. Sedangkan keripik apel sudah populer terlebih dahulu di kota Malang. Teknologi vacuum fryer tipe horizontal banyak diaplikasikan oleh produsen mesin pembuat keripik buah sehingga mesin jenis ini telah banyak dijumpai di pasaran. Produsen yang menjual vacuum fryer tipe horizontal diantaranya adalah P.T. Agrowindo Sukses Abadi dan C.V. Agrindo Cipta Mandiri. Kedua produsen tersebut berasal dari kota Malang. P.T. Agrowindo Sukses Abadi memproduksi vacuum fryer tipe PV-2, sedangkan C. V. Agrindo Cipta Mandiri memproduksi tipe VFC-10, dengan spesifikasi teknis dan harga seperti tercantum pada tabel 10. Tabel 10. Spesifikasi mesin vacuum fryer No 1. Kriteria Jenis Mesin VF-8 VFC-10 PV-2 Kapasitas (kg masukan / proses) Lama proses (menit) Bahan bakar LPG LPG LPG 4 Volume minyak goreng (liter) 80 ` Kebutuhan LPG (Kg/jam) 0,3-0,75 0,6-0,7 0,3-0,35 6 Kebutuhan daya (watt) Dimensi total ( cm³ ) 182 x 122 x x 125 x x 122 x Harga ( Rp ) Berdasarkan pertimbangan keunggulan waktu proses yang lebih singkat, kebutuhan LPG/jam, serta harga, pada studi akan digunakan mesin tipe PV-2 produksi P.T. Agrowindo Sukses Abadi. Penggantian minyak goreng pada mesin ini dapat dilakukan setiap 130 kali proses karena proses pemvakuman ruang penggoreng dapat mencegah kerusakan minyak goreng yang disebabkan oleh proses oksidasi udara. Mesin vacuum fryer tipe PV-2 dapat dilihat pada gambar 8.

12 Gambar 8. Mesin vacuum fryer tipe PV-2 Pada proses penggorengan vakum keripik nangka, dari 10 kg daging buah nangka segar diperoleh keripik nangka sebanyak 2 kg. Neraca bahan keripik nangka dapat dilihat pada gambar 9. Biji Air Kulit Buah Nangka 31,25 kg Daging buah nangka 10 kg Keripik nangka 2 kg Penggorengan vakum Dami Minyak goreng Gambar 9. Neraca bahan keripik nangka Tahapan proses pembuatan keripik nangka adalah sebagai berikut : 1. Proses Penanganan Bahan Baku a. Sortasi Proses sortasi merupakan salah satu proses penting yang menentukan mutu akhir produk. Syarat daging buah nangka yang baik untuk bahan baku adalah buah nangka harus berukuran besar, berwarna kuning cerah, serta tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Menurut Rukmana (2008), ciri-ciri fisik luar buah nangka yang layak dijadikan keripik nangka adalah bila kulitnya ditepuk-tepuk maka buah tersebut berbunyi nyaring berat. Buah nangka yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda biasanya berumur 7 bulan setelah pembungaan atau 1 bulan sebelum matang. Proses sortasi memerlukan koordinasi dan kerjasama dengan para pengumpul buah nangka agar perusahaan bisa mendapatkan buah nangka yang sesuai dengan mutu yang telah dipersyaratkan. b. Pencucian kulit dan pemisahan daging buah dari kulit Pada proses ini, buah nangka dicuci terlebih dahulu dengan air sebelum kulit buah dibelah. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit buah. Proses pencucian dapat mengurangi jumlah mikroba sehingga dapat meminimalisasi kotoran yang menempel pada pisau yang digunakan untuk membelah kulit. pada

13 umumnya pisau tersebut mengalami kontak dengan sebagian daging buah nangka. Proses selanjutnya adalah pemisahan daging buah dengan kulit buah untuk mengeluarkan nyamplungnya ( buah nangka yang berisi satu biji ) dan membuang kulit serta daminya (rongga yang berisi nyamplung) ke tempat penampungan limbah. Seluruh pisau yang digunakan dalam proses ini disterelisasi menggunakan alkohol. c. Pemisahan biji dan pembelahan Bagian buah nangka yang diperlukan dalam pembuatan keripik nangka hanya daging buahnya, sehingga biji nangka dan selaput yang menyelimutinya harus dipisahkan. biji nangka dikeluarkan dari daging buah dengan cara membelah daging buah tersebut menjadi dua bagian. Pisau yang digunakan sebelumnya disterilisasi terlebih dahulu menggunakan alkohol. d. Penimbangan daging buah Pada proses ini, daging buah nangka yang telah diiris dimasukkan ke dalam baskom stainless steel yang telah dicuci bersih lalu ditimbang seberat 10 kg. Jarak waktu tiap batch antara proses penanganan bahan baku mulai pemisahan kulit nangka dari daging buah, pemisahan biji, pembelahan, dan penimbangan dengan waktu penggorengan tidak boleh terlalu lama karena jika bahan baku yang telah siap digoreng memiliki jarak waktu yang lama untuk digoreng maka bahan baku dimungkinkan dapat mengalami penurunan mutu. Penurunan mutu tersebut diantaranya adalah jumlah load mikroba semakin meningkat serta terjadi pelunakan pada bahan baku. 2. Penggorengan dan penirisan a. Penggorengan Penggorengan dilakukan menggunakan vacuum fryer. Bahan yang digoreng seluruhnya terendam dalam minyak goreng (deep fat frying). Dengan deep fat frying dapat diperoleh hasil yang lezat dengan flavor yang enak dan mengurangi kadar air makanan sehingg memperpanjang umur simpan. Selain itu dengan cara penggorengan tersebut, dapat menghasilkan bahan makanan dengan sifat renyah (crispying). Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng kemasan karena mutu minyak goreng dapat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Mutu minyak goreng dapat mempengaruhi mutu produk dalam hal unur simpan. b. Penirisan Keripik nangka yang telah digoreng kemudian ditiriskan menggunakan spinner. Fungsi penirisan adalah menghilangkan sebagian minyak yang masih tersisa pada keripik nangka setelah proses penggorengan. 3. Proses penimbangan dan pengemasan produk a. Penimbangan dan pengemasan produk Keripik nangka yang telah ditiriskan kemudian ditimbang seberat 100 gr dan selanjutnya dikemas dalam kemasan plastik PP ukuran 08 mikron. Pengisian keripik ke dalam kemasan dilakukan secara manual. Kemasan yang digunakan untuk keripik nangka ini adalah plastik transparan PP dengan ukuran ketebalan 08. b. Penggudangan Dalam perencanaan industri keripik nangka, aktivitas penggudangan dilakukan seminimal mugkin agar produk tidak mengalami penurunan mutu karena tersimpan lama di gudang.

14 Dalam kegiatan proses produksi keripik nangka, selain menggunakan vacuum fryer sebagai alat penggorengan juga dibutuhkan peralatan penunjang lainnya. Daftar peralatan lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan proses produksi keripik nangka dapat dilihat pada lampiran Kebutuhan Bangunan dan Lahan Berdasarkan pengamatan pada perusahaan keripik nangka Tafied Rona Chips di kabupaten Kendal, bangunan untuk industri keripik nangka yang dibutuhkan adalah bangunan permanen seluas 35 m². Dengan mempertimbangkan perkembangan usaha di masa mendatang maka dibutuhkan lahan seluas 105 m². 5. Kebutuhan Tenaga Kerja Untuk menjalankan usaha industri keripik nangka dengan kapasitas produksi 5 kg/batch, menurut pengamatan pada perusahaan keripik nangka Tafied Rona Chips. diperlukan sebanyak 4 orang termasuk manajemen perusahaan. Jika dilakukan produksi sebanyak 20 kg/batch per hari, maka dibutuhkan tambahan tenaga menjadi 11 orang. Tabel 11. Kebutuhan tenaga kerja industri pengolahan keripik nangka Jabatan/fungsi Jumlah ( orang ) Gaji/orang/bulan (Rp) Manajer Penanganan bahan baku Operator Vacuum fryer Pengemasan Jumlah 11 - C. Aspek Finansial Analisis finansial pendirian industri keripik nangka dilakukan dengan menggunakan asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan biaya. Asumsi-asumsi disesuaikan dengan kondisi pada saat penelitian berlangsung. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah : a. Umur ekonomi proyek 6 tahun, dimulai pada tahun ke-0. b. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini berdasar survei pada bulan Juni 2009 hingga Mei c. Nilai sisa mesin dan peralatan 10 % dari nilai awal dan nilai asuransi adalah 1 % dari biaya investasi. d. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek 80 % dari nilai awal. e. Proyek dimulai pada saat panen raya buah nangka di kabupaten Semarang (antara bulan Desember hingga Januari). f. Produksi dilakukan dengan menggunakan dua buah mesin vacuum fryer g. Kapasitas produksi perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan bahan baku: Buah nangka : kg/tahun atau kg/bulan. 2. Produk akhir : bungkus/tahun atau bungkus/bulan. 3. Lama beroperasi : 9 bulan/tahun (bulan Januari-Maret dan Juli-Desember). 4. Hari beroperasi : 25 hari/bulan. 5. Semua produk terjual habis j. Seluruh modal investasi berasal dari pinjaman bank. k. Tingkat suku bunga didasarkan pada tingkat suku bunga BPR yaitu sebesar 21,6 % per tahun. l. Biaya pemeliharaan bangunan dan peralatan 5 % dari harga awal. m. Biaya investasi seluruhnya dikeluarkan pada tahun ke-0. n. Besarnya pajak ditentukan berdasar undang-undang no. 17 tahun 2000 yaitu sebagai berikut :

15 Jika pendapatan < maka 10 % x pendapatan < pendapatan < maka (10% x ) + (15 % x (pendapatan )) Jika pendapatan > maka (10% x ) + (15% x ) + (30% x (pendapatan )) Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial adalah perusahaan berproduksi selama 9 bulan/tahun karena hasil analisis finansial dengan produksi yang dilakukan selama 12 bulan/tahun menunjukkan bahwa industri tidak layak didirikan (lampiran 21). Penyebab utama ketidaklayakan adalah tingginya harga bahan baku pada bulan April hingga Juni. 1. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan besarnya biaya yang diperlukan untuk membangun industri keripik nangka. Biaya investasi dalam pendirian industri keripik nangka terdiri atas modal tetap dan modal kerja. Modal tetap yang diperlukan untuk pendirian industri ini adalah Rp dengan komposisi biaya seperti terdapat pada tabel 12. komposisi modal tetap secara lengkap disajikan pada lampiran 11. Tabel 12. Komposisi modal tetap untuk industri keripik nangka Komponen Jumlah Harga /Unit (Rp Lahan ( M2 ) Bangunan ( M2 ) Perizinan 9,000,000 Fasilitas Penunjang Mesin dan peralatan 62,640,000 Total Modal Tetap Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi keripik nangka pada waktu beroperasi pertama kali. Besarnya modal kerja sangat tergantung pada biaya operasional pabrik karena modal kerja yang digunakan untuk pembiayaan awal sampai pabrik bisa berproduksi. Besarnya modal kerja perusahaan sebesar biaya yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan aktivitas bisnis selama satu bulan. Hal itu berarti bahwa pada bulan berikutnya biaya produksi sudah mampu ditutupi dari biaya penerimaan (penjualan). Komposisi modal kerja untuk industri keripik nangka dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Komposisi modal kerja untuk industri keripik nangka Komponen Nilai ( Rp ) A. Biaya tetap Tenaga kerja tak langsung Pemeliharaan Komunikasi Asuransi Promosi/pemasaran Depresiasi Sub Total B. Biaya Variabel Bahan baku Bahan kemasan Tenaga kerja langsung Bahan bakar dan listrik Transportasi/distribusi produk Bahan dan Peralatan Penunjang Sub total

16 C. Persediaan kas Total Modal kerja Dari tabel 12 dan 13 dapat ditentukan jumlah biaya investasi yaitu total jumlah modal tetap dan modal kerja sebesar Rp , Penentuan Harga Jual dan Margin Keuntungan Penetapan harga jual keripik nangka dilakukan dengan mempertimbangkan harga produk pesaing yang dijual di kota Semarang. Hasil survei pasar terhadap harga produk keripik nangka yang dijual di kota Semarang dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Harga pasar produk keripik nangka di kota Semarang pada tahun 2009 Pemasok keripik nangka Ukuran (g) Harga di tingkat konsumen akhir Distributor Fruit Eternity C.V. Berkah Jaya Abadi Tafied Rona Chips Kota Malang Harga jual pabrik/distributor (Rp) Harga jual produk keripik nangka di tingkat konsumen akhir ditetapkan sebesar Rp 8.500,00. Harga tersebut ditetapkan sesuai dengan harga minimal dari produk pesaing yang ada di pasaran. Harga pokok produk adalah sebesar jual Rp 5.688,819/ bungkus yang dihitung dengan menggunakan metode full costing (Kotler,1993). Harga pokok/unit : biaya tetap total + biaya variabel total Jumlah (kapasitas) produksi Besarnya margin keuntungan ditetapkan dengan mengurangi harga jual dengan harga pokok produksi. Margin yang didapat adalah sebesar Rp 2.811,180 atau sebesar 49,41% dari harga pokok produksi. Penghitungan besar margin keuntungan dapat dilihat pada lampiran Prakiraan Penerimaan Penerimaan tahunan industri keripik nangka didapatkan dari hasil penjualan tahun tersebut dengan asumsi penerimaan setiap tahunnya konstan (tidak ada perubahan harga). Perusahaan berproduksi dengan kapasitas bungkus/tahun, sehingga penerimaan yang diperoleh perusahaan per tahunnya sebesar Rp ,00. Penerimaan industri dapat ditingkatkan dengan mengolah buah-buahan lain pada bulan April hingga Juni. 4. Proyeksi Laba Rugi Proyeksi laba rugi untuk industri keripik nangka disajikan pada lampiran 18a. Dari lampiran 19 terlihat bahwa pada tahun ke 1, 2, dan 3 diperoleh laba bersih/tahun sebesar Rp ,00. Setelah tahun ke 3, perusahaan tidak lagi berkewajiban untuk membayar bunga angsuran pinjaman sehingga laba bersih pada tahun ke 4, 5, dan 6 meningkat menjadi Rp ,00/tahun. 5. Proyeksi Arus Kas Aliran kas industri keripik nangka terdiri dari bagian pemasukan dan pengeluaran yang selisihnya dinamakan aliran kas bersih. Tabel aliran kas menunjukkan jumlah kas di awal dan di akhir tahun. Pemasukan dana pada tabel aliran kas terdiri dari laba bersih, nilai sisa, modal sendiri, kredit investasi dan kredit modal kerja. Pengeluaran terdiri dari pengeluaran modal kerja, investasi, dan angsuran pinjaman. Tabel aliran kas industri keripik nangka menunjukkan selisih nilai kas telah bernilai positif pada tahun pertama. Aliran kas bersih pada tahun ke 1, 2, dan 3 sebesar Rp ,00. Pada tahun ke 4 dan 5 perusahaan tidak lagi berkewajiban membayar angsuran pinjaman sehingga aliran kas bersih maningkat menjadi Rp ,00/tahun. Pada tahun ke 6, aliran kas bersih mengalami peningkatan lagi menjadi Rp ,00. Hal tersebut dikarenakan

17 adanya tambahan nilai sisa di akhir proyek sebesar Rp ,00. Proyeksi arus kas secara lengkap dapat dilihat pada lampiran Titik Impas (Break Event Point) Titik impas merupakan titik dimana total biaya produksi sama besarnya dengan pendapatan. Titik impas (break event point) menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain dapat menghubungkan antara volume penjualan, harga satuan dan laba, analisis titik impas juga dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Titik impas (BEP) industri keripik nangka pada kapasitas produksi adalah sebesar Rp ,01. Analisis titik impas dapat dilihat pada lampiran Payback Period Payback period merupakan suatu periode waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan atau menutup ongkos investasi awal dengan tingkat pengembalian tertentu. Hasil perhitungan periode pengembalian menunjukkan bahwa proyek bisa mengembalikan modal dalam jangka waktu 3,65 tahun. Hal ini berarti industri keripik nangka layak untuk didirikan karena waktu pengembalian modal lebih cepat dibandingkan umur proyek. 8. Kriteria Kelayakan Investasi Penentuan Kelayakan suatu proyek perencanaan pendirian industri diukur dengan kriteria yang disebut kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan pendirian industry keripik nangka adalah net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio). a. Net Present Value (NPV) Net Present Value merupakan selisih antara present value benefit dengan present value biaya. Net Present Value (NPV) industri keripik nangka dengan tingkat suku bunga 21,6% adalah sebesar Rp ,00. NPV menunjukkan nilai positif sehingga industri ini layak didirikan. b. Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan suatu nilai suku bunga yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Nilai IRR untuk industri keripik nangka adalah 29,24%. Nilai ini lebih tinggi dari tingkat suku bunga yaitu 21,6% sehingga industri ini dinyatakan layak untuk didirikan. c. Net Benefit Cost Ratio Net Benefit Cost Ratio (Net B /C) merupakan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan. Proyek dinyatakan layak untuk dilaksanakan jika Net B/C >1. Nilai Net B/C untuk industri keripik nangka adalah sebesar 1,27 sehingga proyek dinyatakan layak. 9. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dalam analisis kelayakan industri digunakan untuk mengetahui seberapa jauh proyek tetap layak jika terjadi perubahan pada parameter-parameter tertentu. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap tiga parameter yaitu kenaikan harga bahan baku, kenaikan harga bahan bakar dan listrik, serta penurunan harga jual.analisis sensitivitas dilakukan terhadap bahan baku dan input karena harga bahan baku produk ini yaitu buah nangka selama ini cenderung berubah sesuai dengan musim. Harga bahan bakar minyak juga dapat berubah sehingga kemungkinan akan dapat mempengaruhi biaya operasional industri ini. Berdasarkan hasil analisis, kenaikan harga untuk total bahan baku selama satu tahun (9 bulan produksi) sampai 13% proyek masih layak untuk dilaksanakan sedangkan untuk kenaikan harga bahan baku hingga 14% proyek sudah tidak layak untuk dilaksanakan. Analisis sensitivitas untuk kenaikan harga bahan baku dapat dilihat pada tabel 15. Analisis terhadap kenaikan harga bahan bakar dan listrik hingga 68% masih layak untuk dilaksanakan, tetapi jika untuk kenaikan harga

18 bahan bakar dan listrik sebesar 69% proyek sudah tidak layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV < 0, IRR di bawah tingkat suku bunga dan Net B/C tidak lebih besar dari 1. Analisis sensitivitas untuk kenaikan harga bahan bakar dan listrik dapat dilihat pada tabel 16. Analisis terhadap penurunan harga jual hingga 4% masih layak untuk dilaksanakan, tetapi jika untuk penurunan harga jual 5% proyek sudah tidak layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV < 0, IRR di bawah tingkat suku bunga dan Net B/C tidak lebih besar dari 1. Tabel 17 menunjukkan analisis sensitivitas untuk penurunan harga jual. Tabel 15. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku sebesar 13% dan 14% Nilai Kriteria investasi 13% 14% NPV Rp Rp IRR 22,22 % 21,59 % Net B/C 1,018 0,999 Tabel 16. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan bakar dan listrik sebesar 68 % dan 69 % Nilai Kriteria investasi 68% 69% NPV Rp Rp IRR 21,64 % 21,51 % Net B/C 1,001 0,997 Tabel 17 Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual sebesar 4 % dan 5 % Nilai Kriteria investasi 4 % 5 % NPV Rp Rp IRR 22,81 % 20,89 % Net B/C 1,036 0,978 D. Aspek Yuridis 1. Badan usaha/perizinan Bentuk badan usaha yang sesuai untuk industri kecil keripik nangka ini adalah Perseroan Terbatas (P.T.). Untuk mendirikan badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas, merujuk pada UU. No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah no. 26 Tahun 1998, UU. No. 1 Tahun 1995 maka diperlukan persyaratan sebagai berikut : 1. Foto kopi KTP para pendiri, minimal 2 orang 2. Foto kopi KK dan NPWP pribadi penanggung jawab / direktur 3. Foto kopi PBB terakhir tempat usaha/kantor, apabila milik sendiri, foto copy surat kontrak, apabila status kantor kontrak 4. Pas foto berwarna penanggung jawab/ direktur ukuran 3x4 sebanyak 2 lembar 5. Nama P.T. 6. Kedudukan dan bidang usaha 7. Jumlah modal dasar dan modal setor 8. Komposisi saham

Lampiran 2. Jumlah kamar hotel berbintang dan melati yang terjual di kota Semarang Kamar terjual

Lampiran 2. Jumlah kamar hotel berbintang dan melati yang terjual di kota Semarang Kamar terjual L A M P I R A N Lampiran 1. Jumlah kunjngan wisatawan di kota Semarang Tahun Jumlah wisatawan Pertumbuhan (%) 2003 807.702-2004 690.964-14,45 2005 640.316-7,33 2006 650.316 1,56 2007 1.016.177 56,26 2008

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK IKAN LEMURU Penelitian tahap satu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penggorengan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN KERIPIK NANGKA DI KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI R. ADITYO ARANNUGROHO F

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN KERIPIK NANGKA DI KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI R. ADITYO ARANNUGROHO F STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN KERIPIK NANGKA DI KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI R. ADITYO ARANNUGROHO F24050077 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 FEASIBILITY STUDY

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR 4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Makanan ringan pada saat ini sangat digemari oleh seluruh kalangan mulai dari usia muda hingga tua, karena makanan ringan menjadi teman yang sangat pas untuk menemani

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable). 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bersama, kita kaya sekali akan berbagai macam buah dan sayur. Hampir di setiap daerah menghasilkan komoditas ini, bahkan di beberapa daerah mempunyai

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari 47 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari sampai dengan Februari 2011. 3.2 Bahan dan alat Bahan yang di

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011 STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN UNIT PENGOLAHAN GULA SEMUT DENGAN PENGOLAHAN SISTEM REPROSESING PADA SKALA INDUSTRI MENENGAH DI KABUPATEN BLITAR Arie Febrianto M Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL Skenario I

ASPEK FINANSIAL Skenario I VII ASPEK FINANSIAL Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial, analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial yaitu dari aspek keuangan usaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES )

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES ) ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES ) Nama : Sonny Suryadi NPM : 36410653 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau Lampiran 3. Luas areal perkebunan kelapa sawit tahun 2009. Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara Kabupaten Luas Areal (Ha) Labuhan Batu 85527 Tapanuli Selatan 57144 Simalungun

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menghasilkan manfaat atau keuntungan apabila dijalankan.

BAB I PENDAHULUAN. akan menghasilkan manfaat atau keuntungan apabila dijalankan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah usaha yang dijalankan tentunya memerlukan suatu perencanaan dan perhitungan yang tepat. Perencanaan dan perhitungan yang tepat diperlukan agar risiko kegagalan

Lebih terperinci

Rencana Bisnis [BIDANG USAHA] [tempat dan tanggal penyusunan] disusun oleh: [Nama Penyusun] [Jabatan Penyusun]

Rencana Bisnis [BIDANG USAHA] [tempat dan tanggal penyusunan] disusun oleh: [Nama Penyusun] [Jabatan Penyusun] Rencana Bisnis [Nama Perusahaan] [BIDANG USAHA] [tempat dan tanggal penyusunan] disusun oleh: [Nama Penyusun] [Jabatan Penyusun] [Alamat Lengkap Perusahaan] No. Telepon [Nomor Telepon] No. Fax [Nomor Fax]

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL Analisis kelayakan finansial adalah alat yang digunakan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman modal. Tujuan dilakukan analisis kelayakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Usaha 4.1.1 Sejarah Perusahaan UKM Flamboyan adalah salah satu usaha kecil menengah yang mengolah bahan pertanian menjadi berbagai macam produk makanan olahan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman

Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman db JK KT F hit F 0.05 F0.01 Perlakuan 3 13,23749 4,412497 48,60917 4,06618 7,590984 Linier 1 12,742 12,74204 140,3695 5,317645*

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Keripik Pisang Mocca Tahapan-tahapan proses pengolahan keripik pisang mocca di UKM FLAMBOYAN terdiri atas : 1. Penyiapan bahan baku Adapun jenis pisang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan September- Oktober

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Asumsi No Variabel Asumsi Satuan Nilai 1 Umur proyek Tahun 10 2 Hari kerja per bulan Hari 30 3 Bulan kerja per tahun Bulan 12 4 Jumlah

Lampiran 1. Asumsi No Variabel Asumsi Satuan Nilai 1 Umur proyek Tahun 10 2 Hari kerja per bulan Hari 30 3 Bulan kerja per tahun Bulan 12 4 Jumlah LAMPIRAN 76 Lampiran 1. Asumsi No Variabel Asumsi Satuan Nilai 1 Umur proyek Tahun 10 2 Hari kerja per bulan Hari 30 3 Bulan kerja per tahun Bulan 12 4 Jumlah hari kerja per tahun Hari 338 5 Nilai sisa

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tepung dan biskuit dari tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL LITBANG

LAPORAN HASIL LITBANG SIDa.X.6 LAPORAN HASIL LITBANG Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan Ringan (Vacuum Frying, Deep Frying dan Spinner) untuk Meningkatkan Kualitas Makanan Olahan di Banjarnegara PROGRAM INSENTIF RISET

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM :

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM : PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM : 0533310039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian dilakukan di perkebunan jambu biji UD. Bumiaji Sejahtera milik Bapak Imam Ghozali. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan Lampiran 1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong, dibubut dan dikikir bahan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data VI METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Wisata Agro Tambi, Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram alir metode penelitian merupakan kerangka berpikir yang terdiri langkah-langkah penelitian yang disusun sebagai acuan penelitian. Diagram alir diperlukan agar penyusunan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Gittinger (1986) menyebutkan bahwa proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumber-sumber

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Industri Rumah Tangga Olahan Salak. kegiatan pengolahan salak ini merupakan salah satu program dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Industri Rumah Tangga Olahan Salak. kegiatan pengolahan salak ini merupakan salah satu program dari V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Industri Rumah Tangga Olahan Salak Pengolahan salak menjadi keripik salak dan manisan salak sudah lama dilakukan oleh beberapa masyarakat terutama di Kecamatan Turi dan

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Analisis Kelayakan Proyek Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Kebijakan Publik Perlukah membangun rumah sakit baru? Membangun bandara atau menambah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN III. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Terbatasnya sumber daya minyak dan kemampuan kapasitas produksi minyak mentah di dalam negeri telah menjadikan sekitar 50% pemenuhan bahan bakar nasional

Lebih terperinci

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah No. 10/11/62/Th. XI, 1 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama September 2017, TPK Hotel Berbintang Sebesar 58,44 persen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016

BAHAN DAN METODE. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kelayakan Usahatani Buah Naga Buah naga merupakan tanaman tahunan yang sudah dapat berbuah 1 tahun sampai dengan 1,5 tahun setelah tanam. Buah naga memiliki usia produktif

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS. "Seperti halnya bisnis makanan pada umumnya, peluang bisnis pengolahan dan pemasaran keripik buah dan sayuran sangat menjanjikan"

PELUANG BISNIS. Seperti halnya bisnis makanan pada umumnya, peluang bisnis pengolahan dan pemasaran keripik buah dan sayuran sangat menjanjikan ANALISIS BISNIS KERIPIK BUAH PELUANG BISNIS MENJANJIKAN Pengolahan dan Pemasaran Keripik Buah dan Sayuran PELUANG BISNIS Indonesia adalah negara yang kaya sumberdaya alam. Beragam jenis buah buahan tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan 46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usaha Pengolahan Pisang Di Kota Palu Usaha pengolahan pisang merupakan usaha pengolahan kedua terbanyak di Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu.

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU (The Time Effect Of Vacuum Frying Towards The Amount Of Water And Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci