BAB I PENDAHULUAN. 1 J. Baylis & S. Smith & P. Owens, The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1 J. Baylis & S. Smith & P. Owens, The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan suatu negara menjadi salah satu isu penting dalam Hubungan Internasional. Sejalan dengan berkembangnya globalisasi, batas antar negara kini bukan merupakan hambatan dalam interaksi antar pelaku dalam hubungan internasional. Aktor-aktor yang terlibat dalam interaksi antar wilayah negara tersebut tidak lagi terbatas pada institusi negara saja. 1 Pola interaksi yang semakin sering, perputaran barang dan jasa yang semakin besar, diiringi dengan perkembangan teknologi komunikasi dan juga sarana transportasi memunculkan permasalahan kejahatan lintas negara sebagai salah satu isu yang cukup penting untuk diperhitungkan. Masalah perdagangan manusia, peredaran obat-obatan terlarang, perdagangan senjata ilegal, hingga kejahatan pencucian uang ke luar negeri kini menjadi masalah penting terkait keamanan suatu negara yang membutuhkan perhatian khusus dan kerjasama internasional untuk menghadapinya. Berkenaan dengan kejahatan lintas negara, salah satu aktor utama yang penting dan menarik untuk diteliti adalah Organisasi Kriminal Lintas Negara. Salah satu Organisasi Kriminal Lintas Negara yang cukup berpengaruh di dunia adalah Yakuza, atau dikenal juga sebagai Boryokudan (Organisasi Kriminal menurut istilah Organized Crime Countermeasures Law di Jepang tahun 1992). Kelompok-kelompok Boryokudan ini memiliki sejarah yang panjang dalam sistem sosial dan politik Jepang, jauh sejak Perang Dunia II dan terus berkembang hingga saat ini memiliki aktivitas bisnis mulai dari Asia Timur, Asia Tenggara, Rusia, Asia Tengah, hingga ke Amerika Serikat. FBI mencatat bahwa Yakuza, sebagai organisasi kriminal lintas negara bertanggung jawab atas aktivitas perdagangan manusia, pemerasan, pencucian uang, perdagangan narkoba, prostitusi, praktek perjudian ilegal, dan juga penipuan finansial di pelbagai negara. 2 Pada tanggal 24 Juli 2011, Presiden Obama menyatakan Yakuza sebagai salah satu dari empat organisasi kriminal lintas negara yang menjadi ancaman paling serius dan membahayakan Amerika Serikat serta 1 J. Baylis & S. Smith & P. Owens, The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations, Oxford University Press, New York, 2011, pp Asian Criminal Enterprises, Federal Bureau of Investigation, < diakses pada tanggal 17 November

2 negara-negara lain di dunia, sejajar dengan The Brothers Circle, Camorra, dan Los Zetas. 3 Hal ini membuktikan bahwa keberadaan Yakuza tidak bisa dipandang sebelah mata, dan tentunya mampu menimbulkan dampak signifikan dalam hubungan internasional terkait isu keamanan dan memberikan pengaruh terhadap kebijakan suatu negara. Saat ini terdapat dua puluh satu kelompok Yakuza yang didaftar oleh National Police Agency (NPA) 4, termasuk tiga kelompok utama: Yamaguchi-gumi, Inagawa-kai, dan Sumiyoshi-kai dengan total anggota mencapai kurang lebih dan tersebar di seluruh Jepang. Berdasarkan data-data NPA, kelompok-kelompok ini juga tercatat sering terlibat dalam konfrontasi bersenjata, baik dalam perebutan wilayah maupun pergolakan internal. 5 Sebagai organisasi kriminal, Yakuza memiliki bisnis yang cukup kuat di bidang properti, konstruksi, dan juga sektor finansial di Jepang. Kelompok-kelompok ini juga terbukti memiliki hubungan erat dengan para politisi Jepang dari masa ke masa, terutama dengan Liberal Democratic Party (LDP). Beberapa contoh politisi yang berhubungan erat dengan Yakuza diantaranya adalah Mantan Menteri Hukum Keishu Tanaka (Democratic Party of Japan / DPJ), Mantan Perdana Menteri Junichiro Koizumi (Liberal Democratic Party), Mantan Perdana Menteri Yoshihiko Noda, dan masih banyak lagi. 6 Sebagai respon atas eksistensi Yakuza tersebut, pada tahun 1992 Pemerintah Jepang mencetuskan sebuah kebijakan Organized Crime Countermeasures Law (Anti Boryokudan Act) atau juga dikenal sebagai Botaiho. Pada awalnya kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan definisi legal bagi para penegak hukum untuk menekan dan mengendalikan aktivitas ilegal dari kelompok-kelompok Boryokudan di Jepang. Menurut Peter B.E. Hill undang-undang ini merupakan landasan penting bagi para penegak hukum dan selanjutnya menjadi acuan utama untuk membatasi pergerakan Yakuza di berbagai sektor, seperti dalam hal kegiatan kriminal, aktivitas ekonomi, keterlibatan organisasi, kepemilikan, dan kepentingan legal formal lainnya. 7 Dengan demikian maka diharapkan agar kelompok- 3 Office of the Press Secretary, Executive Order 13581: Blocking Property of Transnational Criminal Organizations, White House, 24 Juli 2011, < diakses pada tanggal 13 November National Police Agency (NPA) adalah badan kepolisian nasional Jepang. 5 Japan National Police Agency, Police of Japan 2012, Police Policy Research Center, Tokyo, 2013, p J. Adelstein, Japan s Justice Minister to Resign Over Yakuza Ties, The Daily Beast, 18 Oktober 2012, < diakses pada tanggal 26 November PBE. Hill, The Japanese Mafia: Yakuza, Law, and the State, Oxford University Press, New York, 2003, pp

3 kelompok Yakuza tersebut dapat dilemahkan dan kemudian diberantas sepenuhnya dari struktur sosial dan politik Jepang. Memang, sejak diberlakukannya kebijakan ini, jumlah personil Yakuza di Jepang mampu ditekan, dari yang semula mencapai angka pada tahun 1989 hingga angka pada awal implementasi kebijakan ini, tepatnya di akhir tahun Namun, selama lebih dari 15 tahun sejak dijalankan, kebijakan ini masih belum mampu memberantas struktur organisasi secara signifikan, terbukti dengan jumlah personil Yakuza yang tetap stabil di kisaran angka sejak tahun 2001 hingga Organized Crime Countermeasures Law juga dianggap gagal dalam memberantas aktivitas ekonomi dan politik dari kelompok Yakuza. Kebijakan ini dianggap gagal dari segi kualitatif, karena kantor-kantor markas Yakuza hingga kini masih berdiri tegak di pusat kota dengan fasilitas mewah yang dimiliki oleh anggotanya, berikut dengan kendali bisnis hiburan yang kuat dan pengaruh politik yang signifikan. Ketika para Yakuza tidak sedang menarik uang keamanan, memeras para pengusaha, menjalankan bisnis prostitusi, memperdagangkan manusia, atau menjalankan money laundering, Yakuza justru menikmati permainan finansial seperti jual beli saham, perdagangan properti, dan bahkan mengakuisisi perusahaan tanpa ada hambatan berarti dari peraturan yang ada. 10 Gagalnya implementasi Organized Crime Countermeasures Law di Jepang pada periode ini membuat dinamika pola aktivitas Yakuza dan relevansi peraturan tersebut terhadap fenomena sosial ini menjadi menarik untuk diteliti. B. Rumusan Masalah Mengapa implementasi Organized Crime Countermeasure Law di Jepang pada tahun belum mampu membawa dampak yang signifikan terhadap pemberantasan aktivitas ilegal Yakuza di Jepang? 8 Police Policy Research Center, National Police Academy, Crimes in Japan in 2007, NPA, Tokyo, 2007, p Ibid 10 W. Pesek, Japan s Losing Battle Against Goldman Sachs With Guns, The Bloomberg, 22 November 2013, < diakses pada tanggal 26 November

4 C. Landasan Konseptual 1. Enterprise Theory Abadinsky mendefinisikan Organized Crime sebagai sebuah nonideological enterprise yang melibatkan sejumlah orang dalam interaksi sosial yang dekat, terorganisir dalam basis hirarkis sekurangnya tiga kepangkatan, bertujuan untuk mengamankan keuntungan dan kekuasaan yang bergerak dalam aktivitas legal maupun ilegal. Posisi-posisi dalam hirarki dan posisi yang melibatkan spesialisasi fungsional bisa diberikan atas dasar kekerabatan maupun pertemanan, atau secara rasional diberikan berdasarkan keterampilan. Posisi tersebut tidak bergantung pada individu yang menjabat pada saat tertentu. Sifatnya yang permanen diasumsikan oleh anggota pejuang untuk menjaga enterprise tersebut tetap integral dan aktif dalam mengejar tujuannya. 11 Organized crime menghindari kompetisi dan berjuang untuk memonopoli industri dalam basis teritorial. Mereka berani menggunakan kekerasan maupun penyuapan untuk mencapai tujuannya atau untuk mempertahankan disiplin. Keanggotaannya terbatas, meskipun non-anggota dapat terlibat dalam basis kontingensi. Terdapat peraturan yang eksplisit dalam struktur organized crime, baik secara lisan maupun tertulis, terutama tentang kerahasiaan, yang ditegakkan dengan sanksi yang mencakup pembunuhan. 12 Definisi diatas dikenal juga sebagai Enterprise Theory yang dikemukakan oleh Smith pada tahun Menurut Smith, organized crime merupakan sebuah perusahaan yang memiliki tujuan ekonomi sebagai inti utama keberadaannya. Organisasi ini bisa ada akibat prinsip supply and demand, dimana permintaan pasar yang tidak terpenuhi akibat regulasi hukum akan memunculkan aktivitas ilegal untuk menyediakan komoditas yang dibutuhkan. Misalnya, karena hukum melarang peredaran narkoba dan senjata ilegal, Organized Crime melakukan aktivitas bisnis yang menguntungkan dengan memenuhi kebutuhan pasar akan narkoba dan senjata ilegal. Fungsi mencari keuntungan ini, selain mampu menghasilkan kerjasama, juga mampu memunculkan persaingan antar kelompok yang ada. Karena sifat kerjanya yang seperti perusahaan, namun dengan kemampuan adaptasi yang sangat fleksibel, organisasi kriminal akan selalu bertahan dan ada, selama aktivitas ekonomi dan pemasukan keuntungannya tetap berlaku. Pada Transnational Organized Crime, organisasi kejahatan 11 H. Abadinsky, Organized Crime, 9th edition, Wadsworth Cengage Learning, California, 2010, pp FG. Shanty, Organized Crime: From Trafficking to Terrorism, ABC-CLIO, California, 2008, pp

5 tersebut tidak berbeda dengan MNC yang saling bersaing, atau bekerjasama dan berbisnis antar satu dengan yang lain. 13 Berdasarkan kedua definisi diatas, Yakuza dapat digolongkan sebagai Enterprisestructured Organized Crime, karena pada awalnya muncul akibat prinsip supply and demand untuk memenuhi permintaan pasar yang ilegal seperti perjudian, narkoba, senjata api, prostitusi, serta aktivitas koersif untuk mencapai suatu tujuan seperti blackmail dan penagihan hutang. Struktur organisasi Yakuza sangat fleksibel dan berkelanjutan, dimana beberapa kelompok seperti Yamaguchi-gumi memiliki suksesi kepemimpinan yang terstruktur hingga kini mencapai generasi ke enam. Organisasi ini berfungsi layaknya kelompok perusahaan yang terdiri dari banyak anak perusahaan dan asosiasi usaha, terbukti dengan adanya front company 14 dan Kigyoshatei Seluruh kelompok Yakuza berfungsi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, baik dengan cara legal maupun ilegal, sehingga aktivitas ekonomi menjadi inti utama keberadaannya, dan sangat menentukan keberlangsungan organisasi ini. 2. Diffusion of Power: State-Mafia Symbiosis Susan Strange, dalam bukunya berjudul The Retreat of the State: The Diffusion of Power in the World Economy menjelaskan bahwa saat ini kekuatan politik yang dimiliki oleh negara akan semakin berkurang akibat kekuatan pasar perdagangan internasional, dan memunculkan aktor-aktor non negara sebagai kekuatan politik yang semakin signifikan. Jika sebelumnya negara memegang kendali atas pasar dengan regulasinya, saat ini justru pasar yang akan lebih mampu menguasai negara dengan prinsip supply and demand. Penurunan otoritas negara tampak pada bertumbuhnya difusi otoritas dari negara menuju ke institusi, asosiasi, dan juga badan-badan lokal maupun regional. Hal ini muncul di berbagai belahan dunia, termasuk Jepang yang memiliki struktur pemerintahan yang kuat dan perekonomian yang berhasil. Sama seperti negara-negara lain yang mengalami diffusion of power, fenomena perebutan 13 MD. Lyman & GW. Potter, Organized Crime, 4th edition, Prentice Hall, New Jersey, 2007, pp Front Company adalah sebuah perusahaan swasta, baik yang legal maupun yang diadakan sesuai dengan kebutuhan agar Yakuza dapat melakukan transaksi secara legal dan aman, baik dengan Politisi, Birokrat, Perusahaan lain, maupun Orgasasi Kriminal lainnya. 15 Kigyoshatei adalah rekan kerja Yakuza (corporate brothers) yang memiliki pekerjaan serta posisi legal, namun berkerjasama erat dengan Yakuza. 16 J. Adelstein, Yakuza Group Structure, Japan Subculture Research Center, < diakses pada tanggal 27 November

6 kendali atas institusi dan agen pemerintahan, persaingan antar faksi politik, serta perebutan kekuasaan antar cabang birokrasi negara juga pasti terjadi dan bertumbuh di Jepang. 17 Dalam skripsi ini, Organized Crimes, termasuk Mafia dan Yakuza merupakan bukti empiris dari adanya diffusion of power. Organized Crimes merupakan sebuah contoh adanya entitas yang memegang peranan sebagai kekuatan counter-government di suatu negara, karena menjalankan aktivitas kriminal yang dianggap ilegal oleh negara. Baik negara maupun Yakuza sama-sama beroperasi sebagai economic enterprise dan merupakan economic parasite karena menggalang pemasukan dana dari masyarakat. Jika negara mendapatkan penghasilan dengan memberlakukan pajak di berbagai sektor kehidupan masyarakat, Yakuza juga mendapatkan penghasilan dengan melakukan ekstorsi dan meminta uang perlindungan dari masyarakat. Satu-satunya perbedaan antara keduanya adalah pemerintah memiliki peraturan perpajakan yang telah dinyatakan di depan dalam bentuk hukum, sementara Yakuza tidak. Pada masa kini, baik Yakuza maupun Negara berada dibawah tekanan globalisasi dan harus bersaing untuk mendapatkan posisi di pasar dunia dan lebih menekankan prinsipprinsip rasionalitas ekonomi dalam setiap kebijakannya. 18 Karena sifat keduanya yang serupa, baik negara maupun Yakuza akan saling berinteraksi sebagai entitas yang sepadan. Keduanya bisa bersimbiosis secara saling menguntungkan, atau justru saling serang satu sama lain. Namun perlu diingat bahwa faktor kunci yang menentukan pertumbuhan kelompok-kelompok Organized Crimes seperti Yakuza adalah adanya kebijakan yang bersifat represif dari Pemerintah. Semakin pemerintah melarang peredaran barang-barang terlarang maupun layanan-layanan ilegal lainnya, maka keuntungan yang diterima oleh Organized Crimes akan semakin besar. Hal ini akan membawa perkembangan pada Organized Crimes untuk menjadi semakin terorganisir dan semakin besar. Karena kemampuan Organized Crimes untuk menjadi semakin kuat dibawah tekanan tersebut, Commisione menjelaskan bahwa hubungan antara Organized Crimes dengan institusi negara muncul dalam bentuk hubungan antara dua kedaulatan. Tidak ada pihak yang akan menyerang pihak lainnya, jika masing-masing pihak tetap berada dan bertindak dalam batasnya. Sebuah penyerangan yang dilakukan oleh negara hanya akan dilakukan sebagai 17 S. Strange, The Retreat of the State: The Diffusion of Power in the World Economy, Cambridge University Press, New York, 1996, pp S. Strange, The Retreat of the State: The Diffusion of Power in the World Economy, Cambridge University Press, New York, 1996, pp

7 espon atas serangan yang dilakukan oleh Cosa Nostra, misalnya. Dan setelah itu, keduanya akan kembali bersikap sebagai tetangga yang baik kembali Japanese Iron Triangle Model Japanese Iron Triangle pertama kali dikemukakan oleh Chalmers Johnson untuk menjelaskan kesuksesan Jepang dalam membangkitkan perekonomiannya Pasca Perang Dunia II. Model ini menunjukkan check and balances antara Politisi, Bisnis Besar, dan juga Birokrat. Masing-masing pihak saling mempengaruhi dan model semacam ini juga dapat ditemukan hampir di semua negara maju yang menganut demokrasi parlementer. Namun, yang membedakan adalah peran Pengusaha dan praktek khas budaya Jepang, seperti misalnya Amakudari dan Keiretsu. 20 Kelompok Boryokudan mampu mengambil keuntungan dari difussion of power dengan berperan di sektor Bisnis yang mempengaruhi Pemerintah dan Birokrat. Bahkan setelah hukum anti Boryokudan diberlakukan sepenuhnya pada tahun 1992, mereka masih terlibat dengan berbagai cara. Sejak tahun 1950-an, Yakuza telah bekerja sama 19 S. Strange, The Retreat of the State: The Diffusion of Power in the World Economy, Cambridge University Press, New York, 1996, pp C. Johnson, MITI and the Japanese Miracle: The Growth of Industrial Policy , Stanford University Press, California, 1993, pp

8 dengan politisi Jepang dalam berbagai hal, mulai dari lobi bisnis melalui Kuromaku hingga bantuan kekuatan dalam mengendalikan gejolak pemberontakan Sangokujin, sehingga menimbulkan hutang budi yang kuat dan memberikannya pengaruh di sistem Masyarakat Jepang. Untuk mempermudah aktivitas transaksi keuangan antara bisnis mereka dan politisi, Yakuza juga menggunakan front company sebagai perantara yang lebih aman di mata hukum. D. Hipotesis Meskipun mampu menghasilkan penurunan jumlah kelompok dan personil Yakuza, implementasi Organized Crime Countermeasure Law pada tahun belum berhasil memberantas aktivitas ilegal Yakuza dan kekuatannya di sistem politik dan ekonomi Jepang karena beberapa hal. Pertama, sifat Yakuza yang berfungsi ekonomi layaknya suatu perusahaan memberikannya posisi dalam Japanese Iron Triangle, sehingga mampu berpengaruh terhadap politisi maupun birokrat sebagai pembuat kebijakan. Posisinya dalam Japanese Iron Triangle tersebut merupakan bukti dari terjadinya fenomena State-Mafia Symbiosis antara Pemerintah Jepang dan Yakuza yang membuat pemberantasan sepenuhnya menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Kedua, kebijakan Botaiho yang bersifat kontrol administratif tidak tepat untuk digunakan terhadap Yakuza sebagai Crime Enterprise, karena tidak mampu mengendalikan pasar Illicit Demand yang menjadi alasan utama keberadaannya. Yakuza tidak akan berhenti melaksanakan aktivitas ilegal untuk memperoleh keuntungan dari pasar Illicit Demand tersebut, meskipun larangan terhadapnya telah diberlakukan. E. Metode Penelitian Dalam penelitian mengenai Kegagalan Pemberantasan Yakuza dari Sistem Ekonomi dan Politik Jepang melalui Implementasi Organized Crime Countermeasure Law (Botaiho) pada tahun ini, metode penelitian yang akan digunakan adalaha metode kualitatif. Metode kualitatif disini merupakan metode penelitian yang menjelaskan suatu fenomena melalui analisa teoretis yang fleksibel sesuai dengan situasi sosial yang ada. Penelitian kualitatif ini nantinya akan menghasilkan deskripsi serta pemahaman yang bulat yang berdasarkan, ataupun menawarkan interpretasi dari perspektif para partisipan dalam suatu 8

9 situasi sosial. Hasil dari penelitian kualitatif ini nantinya akan diwarnai oleh pertimbanganpertimbangan yang dipengaruhi oleh perspektif sang peneliti. 21 Penelitian kualitatif ini akan dilakukan dengan studi pustaka, yang bersumber pada bukubuku karangan para ahli, artikel berita dari media massa Jepang maupun internasional (dalam bentuk cetak maupun online), jurnal-jurnal terbitan pemerintah dan organisasi internasional, serta publikasi-publikasi hasil penelitian lainnya. Data-data mengenai implementasi Botaiho ini nantinya akan digolongkan kedalam 3 jenis: Pertama, data mengenai Sejarah dan Struktur Organisasi Yakuza, termasuk di dalamnya fata-fakta mengenai aktivitas dan kondisi internal Yakuza sejak setelah berakhirnya Perang Dunia II hingga tahun Kedua, data mengenai perkembangan implementasi Botaiho selama tahun Ketiga, data mengenai dampak-dampak lainnya dari implementasi Botaiho terhadap aktivitas ilegal Yakuza dalam sistem sosial, politik, dan ekonomi Jepang. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian berjudul Kegagalan Kegagalan Implementasi Organized Crime Countermeasures Law (Botaiho) di Jepang: Studi Kasus Pemberantasan Organisasi Yakuza periode ini akan dibagi kedalam empat bab untuk menjawab rumusan masalah yang ada, yaitu: Bab Pertama, berisi gambaran secara umum dari keberadaan Yakuza pada masa kini dan kejanggalan dalam hasil implementasi Botaiho yang menjadi latar belakang dari penelitian ini. Dalam Bab Pertama ini juga terdapat landasan konseptual, rumusan masalah, dan juga hipotesa beserta metode penelitian yang akan digunakan. Bab Kedua, berisi bukti-bukti kegagalan implementasi Botaiho pada periode tahun 1992 hingga Untuk menunjukkan ketidaksignifikanan kebijakan ini, akan ditunjukkan fakta sejarah, beserta data dan penjelasan mengenai perbandingan kondisi, pola interaksi, dan aktivitas ilegal Yakuza pada periode tersebut. Bab Ketiga, berisi analisa mengenai kegagalan implementasi kebijakan Botaiho sejak tahun 1992 hingga 2011 di Jepang. Pada bab ini analisa akan dilakukan dengan membuktikan adanya Diffusion of Power dalam bentuk State-Mafia Symbiosis dalam sistem 21 J. Ritchie & J. Lewis, Qualitative Research Practice: A Guide for Social Science Students and Researchers, Sage Publisher, London, 2003, p. 4. 9

10 Japanese Iron Triangle untuk memahami pola-pola interaksi antar aktor dengan Yakuza yang menjadi penyebab utama kegagalan implementasi Botaiho. Kemudian, hubungan State- Mafia Symbiosis ini akan dikolaborasikan dengan konsep Enterprise Theory untuk menjelaskan letak kegagalan Botaiho dalam membasmi kelompok-kelompok Yakuza di Jepang, dan dampak berbalik yang ditimbulkannya. Bab Keempat, akan menjawab mengapa implementasi Organized Crime Countermeasure Law di Jepang pada tahun belum mampu membawa dampak signifikan terhadap tingkat pelaksanaan aktivitas ilegal serta kekuatan Yakuza dalam sistem ekonomi dan politik Jepang. 10

BAB I PENDAHULUAN. Jepang disebut Nihon dalam bahasa Jepang. Kata Nihon berarti. "negara/negeri matahari terbit". Nama ini disebut dalam korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. Jepang disebut Nihon dalam bahasa Jepang. Kata Nihon berarti. negara/negeri matahari terbit. Nama ini disebut dalam korespondensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang disebut Nihon dalam bahasa Jepang. Kata Nihon berarti "negara/negeri matahari terbit". Nama ini disebut dalam korespondensi Kekaisaran Jepang dengan Dinasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AS-MEKSIKO DALAM UPAYA MEMBERANTAS DRUGS DI TAHUN 2007

KEBIJAKAN AS-MEKSIKO DALAM UPAYA MEMBERANTAS DRUGS DI TAHUN 2007 KEBIJAKAN AS-MEKSIKO DALAM UPAYA MEMBERANTAS DRUGS DI TAHUN 2007 Ni Luh Damaitri Nusa Bangsa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Email: may.pooh8@gmail.com ABSTRAK Meksiko merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI REKOMENDASI FINANCIAL ACTION TASK FORCE (FATF) TERHADAP KEJAHATAN PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

IMPLEMENTASI REKOMENDASI FINANCIAL ACTION TASK FORCE (FATF) TERHADAP KEJAHATAN PENCUCIAN UANG DI INDONESIA Journal of International Relations, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2015, hal. 30-34 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi IMPLEMENTASI REKOMENDASI FINANCIAL ACTION TASK FORCE (FATF) TERHADAP

Lebih terperinci

SILABI KEJAHATAN LINTAS NEGARA

SILABI KEJAHATAN LINTAS NEGARA SILABI KEJAHATAN LINTAS NEGARA A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KEJAHATAN LINTAS NEGARA STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 SKS PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan transnasional. Amerika Serikat, menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB), Sambutan Y. M. Muhammad Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Umum Interpol Ke-85 Dengan Tema Setting The Goals Strengthening The Foundations: A Global Roadmap for International Policing

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

Anggota Yakuza Jualan Narkoba di Internet Gara-gara Kesulitan

Anggota Yakuza Jualan Narkoba di Internet Gara-gara Kesulitan 1 / 6 2013/04/22 21:51 Home About Privacy Policy Contact Sitemap Comments Posts Hukum & Politik Korupsi Narkoba Kriminal Perampokan Pembunuhan Pemerkosaan Teroris Anggota Yakuza Jualan Narkoba di Internet

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia selanjutnya disebut sebagai 'Para Pihak';

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia selanjutnya disebut sebagai 'Para Pihak'; NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH COMMONWEALTH OF AUSTRALIA TENTANG PENANGGULANGAN KEJAHATAN LINTAS NEGARA DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA KEPOLISIAN Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

WHISTLE BLOWING SYSTEM (WBS)

WHISTLE BLOWING SYSTEM (WBS) WHISTLE BLOWING SYSTEM (WBS) Disampaikan Oleh : Samono, Ak., CA, CFrA, QIA Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah Acara LARWASDA KABUPATEN SEMARANG Tanggal 31 Oktober 2017 1 PENDAHULUAN Merupakan

Lebih terperinci

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum.

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum. HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum. HUKUM PIDANA INTERNASIONAL Bassiouni (1986): suatu hasil pertemuan pemikiran dua disiplin hukum yang muncul dan berkembang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

Materi Bahasan. dalam Sistem Presidensial dan Parlementer. Pemerintahan. n Trias Politica. n Definisi Eksekutif. n Peran Utama Eksekutif.

Materi Bahasan. dalam Sistem Presidensial dan Parlementer. Pemerintahan. n Trias Politica. n Definisi Eksekutif. n Peran Utama Eksekutif. Lembaga Eksekutif Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Trias Politica. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan serius terhadap hak asasi manusia, selain kejahatan perang. Kejahatankejahatan tersebut secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian diubah melaui Undang-Undang

Lebih terperinci

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan: Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Pertama. Pengenalan Pencucian Uang Tujuan Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), bertujuan untuk menjamin ketersediaan pencegahan penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DALAM UPAYA PENANGGULANGAN SINDIKAT NARKOBA DI NIGERIA SKRIPSI

KERJASAMA PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DALAM UPAYA PENANGGULANGAN SINDIKAT NARKOBA DI NIGERIA SKRIPSI KERJASAMA PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DALAM UPAYA PENANGGULANGAN SINDIKAT NARKOBA DI NIGERIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tindak pidana kejahatan dari hari ke hari semakin beragam. Tindak pidana kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PEMBERANTASAN TERORISME Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PEMBERANTASAN TERORISME Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PEMBERANTASAN TERORISME Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. PENDAHULUAN Terjadinya peristiwa peledakan di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan raturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kestabilan suatu negara sangat bergantung pada kestabilan mata uang negara tersebut. Kehidupan politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta bidang-bidang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah pencucian uang. Sutan Remi Sjahdeini menggaris bawahi, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. istilah pencucian uang. Sutan Remi Sjahdeini menggaris bawahi, dewasa ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencucian uang atau yang lebih dikenal dengan istilah money laundering merupakan istilah yang sering didengar dari berbagai media massa, oleh sebab itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang yang terjadi dewasa ini telah terjadi secara meluas di segala segi kehidupan birokrasi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

Politik dan Pemerintahan Jepang

Politik dan Pemerintahan Jepang Politik dan Pemerintahan Jepang Dasar Sistem Pemerintahan Jepang Jepang adalah negara Monarkhi Konstitusional dengan parlemen bikameral Japan dipimpin oleh Kaisar namun tidak memiliki kewenangan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bebasnya telah menjadi dasar munculnya konsep good governance. Relasi

BAB 1 PENDAHULUAN. bebasnya telah menjadi dasar munculnya konsep good governance. Relasi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Eksistensi dan penyebaran ideologi neoliberal dengan ide pasar bebasnya telah menjadi dasar munculnya konsep good governance. Relasi yang terjalin antara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN GLOBAL ANTI KORUPSI PPG

KEBIJAKAN GLOBAL ANTI KORUPSI PPG Pengantar KEBIJAKAN GLOBAL ANTI KORUPSI PPG Sebagai perusahaan global yang beroperasi di lebih dari enam puluh negara, PPG diwajibkan untuk mematuhi sejumlah undang-undang dan peraturan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5932 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 194). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Saat ini pendeteksian penipuan (fraud) dan akuntansi forensik merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Saat ini pendeteksian penipuan (fraud) dan akuntansi forensik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pendeteksian penipuan (fraud) dan akuntansi forensik merupakan bidang studi yang lagi hangat-hangatnya. Dengan adanya pemberitaan media massa mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, secara faktual batas antar negara semakin kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku kejahatan tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dewasa ini begitu pesat. Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting dalam kemajuan suatu

Lebih terperinci

York: Springer, 2010, hal 69

York: Springer, 2010, hal 69 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebelum tahun 1990an, perekonomian Jepang merupakan salah satu terbesar didunia setelah Amerika Serikat. Secara struktural dan pertumbuhan ekonomi Jepang sangat baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

Studi Kawasan Islam. Islamic Area Studies. National Institutes for the Humanities of Japan (NIHU) Program

Studi Kawasan Islam. Islamic Area Studies. National Institutes for the Humanities of Japan (NIHU) Program National Institutes for the Humanities of Japan (NIHU) Program Islamic Area Studies Program dari Lembaga Nasional Humaniora (NIHU) Studi Kawasan Islam Program National Intitutes for the Humanities of Japan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN PENUGASAN PENUGASAN WAKIL PRESIDEN KEPPRES NO. 1 TAHUN KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN ABSTRAK : - bahwa untuk menjaga lancarnya pelaksanaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Jepang sudah lama memiliki peran penting di dalam masyarakat internasional,

BAB IV KESIMPULAN. Jepang sudah lama memiliki peran penting di dalam masyarakat internasional, BAB IV KESIMPULAN Jepang sudah lama memiliki peran penting di dalam masyarakat internasional, khususnya dalam pembangunan negara-negara berkembang melalui pemberian ODA. Kebijakan ODA Jepang ini sangat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. julukan The Punisher atas janji-janjinya untuk menangkap seluruh Bandar dan

BAB V KESIMPULAN. julukan The Punisher atas janji-janjinya untuk menangkap seluruh Bandar dan BAB V KESIMPULAN Banyak hal terjadi saat Filipina menempatkan seorang pria mantan walikota kota Davao menjadi Presiden Filipina pertama yang berasal dari Mindanao. Rodrigo Roa Duterte melahirkan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul sebagai hasil kerja kreativitas daya fikir manusia yang. dipublikasikan kepada masyarakat umum baik dalam bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN. timbul sebagai hasil kerja kreativitas daya fikir manusia yang. dipublikasikan kepada masyarakat umum baik dalam bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang HAKI (hak atas kekayaan intelektual) adalah hak hukum yang timbul sebagai hasil kerja kreativitas daya fikir manusia yang dipublikasikan kepada masyarakat umum baik

Lebih terperinci

Kebijakan Antisuap Goodyear 8 Mei 2017

Kebijakan Antisuap Goodyear 8 Mei 2017 Kebijakan Antisuap Goodyear 8 Mei 2017 1 Kebijakan Antisuap Pendahuluan Sebagai bagian dari komitmen kami di seluruh dunia terhadap kejujuran, integritas, dan rasa hormat, Goodyear tidak akan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu juga dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hukum pidana bertujuan mengatur ketertiban dalam masyarakat, yang diwujudkan dalam fungsinya sebagai salah satu alat pengendalian sosial. Hal ini menentukan pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR SINGKATAN...

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Polri, merupakan salah satu pelaku penegak hukum disamping

BAB I PENDAHULUAN. dengan Polri, merupakan salah satu pelaku penegak hukum disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang disingkat dengan Polri, merupakan salah satu pelaku penegak hukum disamping pengacara, jaksa dan hakim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecurangan tersebut menjadi berita utama (Mesmer-Magnus dan. Viswesvaran, 2005). Kasus kecurangan yang menghebohkan dunia pasar

BAB I PENDAHULUAN. kecurangan tersebut menjadi berita utama (Mesmer-Magnus dan. Viswesvaran, 2005). Kasus kecurangan yang menghebohkan dunia pasar BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Definisi Cybercrime. Disusun untuk memenuhi tugas ke I, MK. Kejahatan Komputer (Dosen Pengampu : Yudi Prayudi, S.Si, M.Kom)

Definisi Cybercrime. Disusun untuk memenuhi tugas ke I, MK. Kejahatan Komputer (Dosen Pengampu : Yudi Prayudi, S.Si, M.Kom) Definisi Cybercrime Disusun untuk memenuhi tugas ke I, MK. Kejahatan Komputer (Dosen Pengampu : Yudi Prayudi, S.Si, M.Kom) Fathirma ruf 13917213 PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendekatan anti-money laundering pertama kali diperkenalkan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) sejak dengan disahkannya Konvensi Wina tentang perdagangan gelap,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38.

1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II menyebabkan negara ini kehilangan kedaulatannya dan dikuasai oleh Sekutu. Berdasarkan isi dari Deklarasi Potsdam, Sekutu sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yahudi di tanah yang mereka kuasai saat itu. Hal tersebut membuat Israel selalu

BAB I PENDAHULUAN. yahudi di tanah yang mereka kuasai saat itu. Hal tersebut membuat Israel selalu BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Israel merupakan sebuah negara zionisme yang ingin mendirikan negara yahudi di tanah yang mereka kuasai saat itu. Hal tersebut membuat Israel selalu ingin menguasai

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PRAKTEK YANG DITERAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN YANG TIDAK DISEBUTKAN DALAM INSAG 4.

LAMPIRAN I : PRAKTEK YANG DITERAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN YANG TIDAK DISEBUTKAN DALAM INSAG 4. LAMPIRAN I : PRAKTEK YANG DITERAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN YANG TIDAK DISEBUTKAN DALAM INSAG 4. SISTEM DAN PROSES Pemanfaatan sistem informasi elektronik untuk mempermudah informasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kriminalisasi terhadap pencucian uang telah dilakukan di Indonesia sejak awal tahun 2002 dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Surakarta Hp : 0857-2546-0090, e-mail : dosenbeny@yahoo.co.id A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

Pendaftaran data klien melalui website resmi milik perusahaan; Proses verifikasi data personal dan data identitas dari klien pada saat pendaftaran.

Pendaftaran data klien melalui website resmi milik perusahaan; Proses verifikasi data personal dan data identitas dari klien pada saat pendaftaran. Regulasi pelayanan 1. Ketentuan Umum 1.1. Saldo yang terdapat di akun klien menentukan berapa besarnya kewajiban perlindungan keuangan dari perusahaan dalam waktu tertentu. 1.2. Kewajiban perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini telah berada dalam tahap yang parah, mengakar dan sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

There are no translations available.

There are no translations available. There are no translations available. Kapolri, Jenderal Polisi H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York, senin 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Bahaya narkotika di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Sehingga Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal

Lebih terperinci

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana MEKANISME KERJASAMA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DAN INSTANSI TERKAIT DALAM PENYELIDIKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana

Lebih terperinci

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Oleh: Ida Ayu Karina Diantari Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

Dalam dua dekade terakhir, tren jumlah negara yang melakukan eksekusi hukuman mati menurun

Dalam dua dekade terakhir, tren jumlah negara yang melakukan eksekusi hukuman mati menurun Konferensi Pers SETARA Institute Temuan Pokok Riset tentang Pemetaan Implikasi Politik Eksekusi Mati pada Hubungan Internasional Indonesia Jakarta, April 2015-04- Dalam dua dekade terakhir, tren jumlah

Lebih terperinci