BAB I PENDAHULUAN. Beberapa dari hasil studi dari Depkes dan beberapa yayasan swasta di Indonesia pada tahun didapatkan data:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Beberapa dari hasil studi dari Depkes dan beberapa yayasan swasta di Indonesia pada tahun didapatkan data:"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa hidroksiapatit merupakan senyawa biokeramik yang dibentuk dari unsur utama kalsium dan fosfor dengan rumus Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2. Saat ini, hidroksiapatit banyak digunakan sebagai bahan implantasi dalam bidang ortopedik, gigi dan mata. Teknologi material pengganti tulang dari biokeramik hidroksiapatit ini bersifat biocompatible ini bakal menyatu dengan tulang sehingga tidak perlu diangkat. Dalam waktu tiga minggu, biokeramik mulai menyatu dengan tulang. Jaringan otot mulai menempel dan jaringan tulang yang baru tumbuh di sekitarnya. Ini menunjukkan hidroksiapatit itu diterima oleh tubuh,menurut dari Marzan Azis Iskandar, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Tidak hanya patah tulang yang bisa disembuhkan dengan biokeramik hidroksiapatit ini, tapi juga pengeroposan akibat kanker tulang. Khusus untuk penderita kanker tulang, bagian yang terinfeksi dikeruk terlebih dulu sebelum diisi dengan potongan biokeramik ini. Dalam penerapan medis, diketahui bahwa respons tubuh terhadap bahan implan yang berupa kelompok senyawa kalsium fosfat berhubungan dengan rasio Ca-P dan kristalinitas senyawanya. Oleh karena itu, pemilihan teknologi pembuatan hidroksiapatit perlu mempertimbangkan apakah produk yang dihasilkan dari teknologi itu paling mendekati spesifikasi yang dibutuhkan. Untuk bahan implan, spesifikasi hidroksiapatit yang dikehendaki adalah yang memiliki nisbah Ca-P sebesar 1,67 dan memiliki susunan kristal yang sama dengan yang hidroksiapatit pada tulang hewan/manusia. Seluruh sel dalam tubuh manusia memerlukan kalsium, akan tetapi sebagian besar kalsium digunakan untuk kekuatan tulang dan gigi. Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, 40% dari seluruh mineral yang ada adalah kalsium atau setara dengan 1200 gram. Sumber utama kalsium untuk masyarakat pada negara-negara maju adalah susu dan hasil olahannya yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah sayuran berwarna hijau dan kacang-kacangan. Roti dan bijian, menyumbang asupan kalsium yang nyata karena konsumsi yang sering.ikan mengandung kalsium lebih banyak dibanding daging sapi maupun ayam.tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1200 g kalsium, jumlah tersebut sekitar 1 2% dari berat tubuh.sebanyak 99% kalsium terdapat pada jaringan yang mengandung mineral seperti tulang dan gigi, yang berada dalam bentuk kalsium fosfat (bersama dengan sejumlah kecil kalsium karbonat), yang berfungsi membentuk kekuatan dan struktur tulang. Seiring dengan pernyataan tersebut, menurut Ilich- Ernst dan Kerstetter (2000), tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1000 hingga 1500 gram kalsium (tergantung pada jenis kelamin, ras, ukuran tubuh), yang mana 99% ditemukan pada tulang dalam bentuk hidroksiapatit. Kebutuhan kalsium sangat ditentukan oleh kebutuhan tulang dan aktivitas fisik.kalsium merupakan zat gizi mikro yang sangat penting. Beberapa dari hasil studi dari Depkes dan beberapa yayasan swasta di Indonesia pada tahun didapatkan data: 1

2 Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada (Yayasan Osteoporosis Internasional) Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (DEPKES, 2006) Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China. Sedangkan berdasarkan data statistik jumlah penduduk berdasarkan umur pada tahun 2005, populasi penduduk wanita dengan umur kurang dari 70 sebanyak jiwa, sedangkan pria berjumlah sebanyak jiwa, untuk umur di atas 70 tahun jumlah populasi wanita sebanyak jiwa, sedangkan untuk pria sebanyak jiwa. Maka jumlah penderita osteoporosis wanita untuk usia kurang dari 70 tahun adalah sebanyak jiwa (asumsi diambil nilai rata -rata jumlah penderita sebesar 27%), sedangkan untuk usia diatas 70 tahun sebanyak jiwa (asumsi penderita 58%), Untuk penderita pria usia diabawah 70 tahun sebanyak jiwa (asumsi penderita sebanyak 25%), sedangkan untuk usia diatas 70 tahun sebanyak jiwa (asumsi penderita sebanyak 38%), sehingga diperoleh jumlah total penduduk yang menderita osteoporosis sebesar jiwa. Dari data studi penderita osteoporosis serta data jumlah penduduk dapat diperkirakan secara kasar besar kebutuhan hidroksiapatit untuk proses penyembuhan penderita penyakit akibat osteoporosis. Jika setiap orang yang penderita memerlukan bantuan tulang sintetis sebesar 40% dari berat jumlah kalsium dalam tulang, maka setiap penderita akan memerlukan 400 gram hidroksipatit untuk menggantikan tulang yang rusak akibat kekurangan kalsium. Dari seluruh penderita Osteoporosis 50 % mengalami patah tulang dan memerlukan bantuan hidroksiapatit dalam proses penyembuhan. Sehingga kebutuhan hidroksipatit untuk memenuhi semua penderita diperlukan ton hidroksipatit. Jumlah ini diperkirakan untuk tahun 2005 jika besarnya angka pertumbuhan penduduk di Indonesia sebesar 1,5 % maka pada tahun 2018 diperkirakan kebutuhan hidroksipatit sebesar ton per tahun dengan asumsi laju pertumbuhan penderita osteoporosis meningkat. Berdasarkan data impor Hidroksiapatit yang dikelompokan dalam kategori Apatite dari BPS, dari tahun 2009 hingga 2012 menunjukan kenaikan yang signifikan, pada tahun 2009 tercatat data impor kelompok Apatite sebesar 5 kg per tahun, pada tahun 2010 tercatat sebesar 58,5, pada tahun 2011 tercatat sebesar 80 ton per tahun, sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan yanng signifikan yaitu sebesar 1330 ton per tahun. Dari data tersebut dapat disimpulkan jika pertumbuhan kebutuhan kelompok Apatite yang mewakili Hidroksiapatit lebih dari 35% per tahun. 2

3 Kebutuhan hidroksiapatit di Indonesia dipenuhi oleh pasar impor dari negara lain seperti China. Berdasarkan keterangan dari beberapa perusahaan penyuplai Hidroksiapatit kapasitas produksi masing-masing perusahaan berbeda-beda. Perusahaan Shanghai Ruizheng Chemical Technology Co., Ltd mampu memproduksi Hidroksiapatit sebesar 10 metric ton per minggu, atau sekitar 11 ton per minggu, jika dalam satu tahun ada 52 minggu maka kapasitas produksi dalam 1 tahun adalah 572 ton per tahun. Ada pula perusahaan Beijing Deke Daojin Science And Technology Co., Ltd. Yang dapat menyuplai hidroksiapatit sebesat 12 ton per tahun. Badan Pusat Teknologi Material (BPPT) sebelumnya telah mengembangkan hidroksiapatit buatan lokal yang jauh lebih murah dari buatan luar negeri. hidroksiapatit impor mencapai Rp 1 juta tiap gram, sementara buatan BPPT hanya 20 persennya atau Rp 200 ribu (Tempo,2007). Harga itu bisa jauh lebih murah jika bahan dasarnya menggunakan batu gamping atau batu koral yang tersedia melimpah di Indonesia. Satu kilogram batu gamping harganya hanya Rp 500 dan batu koral dijual Rp 195 ribu tiap meter kubik di toko bahan bangunan. Peneliti dari Pusat Teknologi Material BPPT, Nendar Herdianto, memperkirakan harga biokeramik dari batu gamping atau koral paling mahal cuma Rp 50 ribu tiap gram bila diproduksi secara massal. Potensi pengembangan biomaterial untuk pengganti tulang karena jumlah kasus operasi bedah tulang yang cukup tinggi di Indonesia. Di rumah sakit Dr Soetomo saja, setidaknya kasus operasi bedah tulang dilakukan tiap bulan. Jumlah kasus operasi bedah tulang ini akan meningkat dengan semakin tingginya jumlah manusia usia lanjut, kecelakaan lalu lintas, dan bencana alam, seperti tsunami dan gempa bumi. Pemakaian biokeramik ini juga lebih menguntungkan dibanding pemakaian semen tulang dari polimer plastik PMA yang digunakan dalam teknologi bedah tulang di Indonesia. Dengan menggunakan biokeramik, hanya dilakukan operasi sekali karena zat aktif hidroksiapatit menyatu dengan tulang. Berdasarkan data-data diatas maka dapat disimpulkan masih memungkinkan jika mendirikan pabrik hidroksiapatit dengan kapasitas ton per tahun pada tahun 2018 nanti. Karena ini tidak bertentangan dengan estimasi jumlah penderita osteoporosis yang memiliki resiko patah tulang, dan juga kebutuhan hidroksiapatit yang terus meningkat dari tahun ke tahun berdasarkan data kebutuhan impor kelompok Apatit yang pertumbuhannya mencapai diatas 35% per tahun. Jika dalam tahun 2012 kebutuhan akan impor kelompok Apatit sebesar 1330 ton per tahun maka pada tahun 2018 kebutuhan minimal pertahun bisa mencapai ton per tahun. Belum lagi ditambah kesadaran masyarakat akan kesehatan terus meningkat maka akan meningkatkan kebutuhan hidroksiapatit, selain itu angka resiko kecelekaan akan terus meningkat dengan semakin padatnya arus lalu lintas di Indonesia. Oleh sebab itu pembangunan pabrik hidroksiapatit dengan kapasitas ton per tahun dirasa masih layak dan memungkinkan guna memenuhi pasar domestik dan beberapa pasar Internasional. 3

4 B. Tinjauan Pustaka George D. Winter (1982) dalam bukunya Biomaterials 1980 mengklasifikasikan bahan implan dan biomaterial berdasarkan interaksi bahan tersebut terhadap lingkungan biologisnya. Ia membaginya menjadi tiga golongan, yaitu biotoleran, bioinert, dan bioaktif. Bahan yang digolongkan bioaktif adalah bahan yang paling memiliki kecocokan dengan sifat-sifat biologis hewan/manusia, sedangkan bahan bioinert dan biotoleran berturut-turut adalah bahan yang semakin menunjukkan kekurangcocokkan. Bahan bioaktif contohnya adalah hidroksiapatit, tetrakalsium fosfat, dan trikalsium fosfat. Dalam hal pembuatan hidroksiapatit sintetis, J. Czernuszka dari University of Oxford menyebutkan sejumlah cara. Metode-metode yang disampaikannya pada dasarnya dapat memperoleh hidroksiapatit dalam bentuk padat, kristalin, atau senyawa lain dengan nisbah Ca-P tertentu. Cara-cara itu dikenal sebagai metode basah (yakni reaksi kimia untuk mengendapkan padatan dari larutannya), metode kering (yakni dengan memanfaatkan perubahan fase senyawa padatan), dan reaksi hidrotermal untuk memperoleh kristal-kristal tunggal. Namun, dari berbagai metode itu, yang paling umum adalah pemerolehan padatan hidroksiapatit melalui pengendapan larutan bersuasana basa menurut reaksi kimia : 10 Ca H 2 PO OH - Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 (1) Proses yang lebih banyak direkomendsikan adalah proses basah, karena ukuran partikel bisa di kontrol dan membuat struktur komposisinya bisa lebih merata. Metode basah terdiri atas tiga jenis diantaranya metode presipitasi, teknik hidrotermal, dan hidrolisis (Pankaew et al. 2010). Metode presipitasi merupakan metode yang sering digunakan dalam sintesis hidroksiapatit karena mudah mengontrol komposisi dan karakteristik fisik dari hidroksiapatit, murah, dan mudah penggunaanya (Pankaew et al. 2010). Metode presipitasi memiliki kelemahan diantaranya sulit mengatur nilai ph di atas 9 untuk mencegah pembentukan kalsium hidroksiapatit yang tidak sempurna. Kristal kalsium hidroksiapatit yang tidak sempurna mudah mengalami dekomposisi membentuk trikalsium fosfat saat proses sintering (Balamurugan et al. 2006). Dalam proses basah, seperti diperlihatkan dengan persamaan reaksi kimia di atas, ion kalsium dapat diperoleh dari senyawa garam klorida atau nitrat, sedangkan ion fosfatnya dari garam potasium fosfat atau amonium fosfat. Secara umum, hidroksiapatit biasanya tidak serta merta langsung terbentuk, melainkan akan diawali dengan terbentuk serangkaian senyawa pendahulu seperti dikalsium fosfat dihidrat dan oktakalsium fosfat, atau mungkin senyawa kalsium fosfat amorf. Perubahan senyawa-senyawa itu untuk bisa menjadi hidroksiapatit disetel berdasarkan jumlah total konsentrasi ion kalsium dan ion fosfat, ph, dan suhu. Sebagai contoh, pada konsentrasi ion kalsium dan fosfat sebesar 2,4 mm dan ph 7,4, fase awal yang terbentuk adalah dikalsium fosfat dihidrat (DKFD), kemudian menjadi oktakalsium fosfat (OKF), dan akhirnya hidroksiapatit. Perubahan DKFD ke OKF 4

5 berlangsung selama 60 detik, sedangkan OKF ke hidroksiapatit dapat menghabiskan waktu 100 jam. Contoh di atas memang tidak dipakai untuk skala komersial karena waktu tinggal (waktu pemeraman) yang cukup lama (hingga 100 jam). Czernuszka hanya ingin menunjukkan bahwa waktu pemeraman itu sebetulnya dapat diminimalkan. Caranya adalah dengan meningkatkan konsentrasi total ion kalsium dan fosfat serta meningkatkan ph-nya. Ia menyarankan pembuatan hidroksiapatit pada proses basah ini menggunakan ph larutan pada kisaran (bersifat basa) dan konsentrasi awal yang tinggi (0,1 M atau lebih besar). Dalam melakukan pengontakan bahan baku, proses pencampuran bahan baku diatur dengan menaruh larutan garam kalsium dalam bejana reaktor berpengaduk, sedangkan larutan garam fosfat ditambahkan sedikit demi sedikit. Selama penambahan tersebut, pengadukan perlu dijalankan untuk membantu meratakan konsentrasi di semua titik. Proses yang demikian dapat dikatakan semacam sistem reaktor semikontinu. Dari kontak kedua bahan baku itu terjadilah reaksi kimia yang membentuk hasil semacam gelatin atau slurry. Oleh karena itu, untuk memperoleh fase padat yang dikehendaki, maka setelah tahap reaksi kimia selesai, pengolahan produk biasanya masih harus dilakukan. Proses pengolahan lanjutan itu misalnya mengeringkan produk yang keluar dari reaktor, menyaring, mencuci ulang, dan mengeringkannya lagi. Mungkin bisa juga ada tambahan proses lanjutan lainnya jika produk hidroksiapatit harus memenuhi spesifikasi tertentu. Untuk metode kering, mempunyai dua keuntungan, yaitu reaksi antar zat padat dapat berlangsung sekaligus terjadi proses pemadatan dan penstabilan senyawa yang terbentuk sehingga lebih kuat dan kompak. Reaksi padat-padat secara umum digunakan untuk mendapatkan padatan polycrystaline dengan mereaksikan secara langsung campuran reaktan padat pada suhu tinggi. Reaksi yang terjadi adalah reaksi heterogen padat-padat antara kalsium karbonat dan dikalsium fosfat dihidrat dengan persamaan reaksi : 4 CaCO CaHPO 4.2H2O Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) CO H 2 O (2) Karena berlangsung pada suhu tinggi CaCO 3 akan terdekomposisi menjadi CaO dan CO 2 sedang CaHPO 4.2H 2 O akan terdekomposisi menjadi CaHPO 4 dan H 2 O Sehingga CaCO 3 -- CaO +CO 2 (3) CaHPO 4.2H 2 O - CaHPO H 2 O (4) 4 CaO + 6 CaHPO 4 - Ca 10 (PO4) 6 (OH) 2 +2 H 2 O (5) Reaksi solid phase sangat sulit terjadi dan hanya bisa pada suhu tinggi. Untuk pembentukan hidroksiapatit, kalsium karbonat dan dikalsium fosfat dihidrat direaksikan Pada proses basah, keluaran produknya masih berupa bubuk. Oleh karena itu, jika ingin memanfaatkan produknya sebagai implan, partikel-partikel bubuk tersebut masih harus disatukan sehingga menjadi solid melalui proses sintering, yaitu pembakaran dengan suhu derajat celsius. Proses sintering ini bisa menyebabkan tingkat kristalinitas hidroksiapatit menjadi semakin tinggi dan pori-pori 5

6 yang terbentuk juga dapat semakin kecil. Dua hal ini kadang tidak diharapkan karena pertimbangan pentingnya biodegradasi implan di dalam tulang. Oleh karena itu, dalam teknik pembakaran ada yang mencampurkan batu kapur CaCO 3 ke dalam hidroksiapatit dengan tujuan memperoleh solid hidroksiapatit yang lebih berpori. Sebelum direaksikan menjadi hidroksiapatit, persiapan bahan baku cukup panjang, dari material berasal dari alam seperti batuan kapur dan asam fosfat. Untuk CaCO 3, pertama kali harus dimasukkan ke kiln di suhu sekitar 900 o C, sehingga terdekomposisi menjadi CaO. Kemudian CaO dicampurkan dengan air di tangki sehingga menjadi slurry Ca(OH) 2. Ca(OH) 2 kemudian direaksikan dengan asam fosfat, awalnya akan terbentuk dikalsium fosfat dihidrat, kemudian akan terbentuk hidroksiapatit. CaO Raw CaCO3 Slurry Kiln Mixer T= 900 o C 36 o C Water Dryer Filter 45 o C CSTR Gambar 3. Diagram Blok Proses Basah Pembentukan Hidroksiapatit Sebelum direaksikan menjadi hidroksiapatit, persiapan bahan baku cukup panjang, dari material berasal dari alam seperti batuan kapur dan asam fosfat. Untuk CaCO 3, pertama kali harus dimasukkan ke kiln di suhu sekitar 900 o C, sehingga terdekomposisi menjadi CaO. Kemudian CaO dicampurkan dengan air di tangki sehingga menjadi slurry Ca(OH) 2. Ca(OH) 2 kemudian direaksikan dengan asam fosfat, awalnya akan terbentuk dikalsium fosfat dihidrat, kemudian akan terbentuk hidroksiapatit. 6

7 CaCO 3 Padat CaHPO 4. 2H 2 O Padat Sintering Hidroksiapatit Gambar 4. Blok Diagram Proses Kering Pembentukan Hidroksiapatit Berdasarkan beberapa proses di atas maka dapat dibuat beberapa kriteria untuk proses basah dan kering yang memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan tersendiri. Proses basah misalnya, hidroksiapatitnya memiliki hasil lebih bio-compatible dibanding proses kering, karena tidak melibatkan suhu tinggi, sehingga masih memiliki ion karbonat yang sangat sesuai dengan tubuh, tetapi proses ini memakan waktu cukup lama dan alat yang lebih banyak. Sehingga berdasarkan pertimbangan ini, untuk industri hidroksiapatit kami memilih proses kering yang memakan waktu singkat, hanya dengan proses sintering, untuk menghasilkan hidroksiapatit. Walaupun hidroksiapatit hasil dari proses kering kurang bio-compatible, hidroksiapatit masih cukup baik digunakan dan bila ingin ditingkatkan kualitas produknya bisa di proses lebih lanjut. Tabel 1. Kriteria Proses Basah dan Proses Kering Kriteria Proses Basah Proses Kering Tekanan Atmosferis Atmosferis Suhu Suhu Kamar Tinggi, >900 o C Konsumsi Energi Kecil Besar Lama Proses Lama Singkat Hasil Produk Bio-Compatible Kurang Bio-Compatible 7

8 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C TUGAS AKHIR STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C Disusun : ANDY HERMAWAN NIM : D200 050 004 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsium fosfat dengan rumus kimia ( ) ( ), yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN Disusun : GINANJAR PURWOJATMIKO D 200 040 020 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitasi yang baik,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0 TUGAS AKHIR STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0.5 M DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT SEBELUM DAN SESUDAH KALSINASI DAN SINTERING Disusun : AMIN MUSTOFA NIM : D 200 05

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI PROSES

BAB II. DESKRIPSI PROSES BAB II. DESKRIPSI PROSES Proses pembuatan Dicalcium Phosphate Dihydrate (DCPD) dipilih berdasarkan bahan baku yang akan digunakan karena proses yang akan berlangsung dan produk yang akan dihasilkan akan

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian XRD Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan Proses Terbuka Disusun : DWI AGUS RIMBAWANTO NIM : D200 040 014 NIRM : 04.6.106.03030.50014 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Kalsium Klorida dari Kalsium Karbonat dan Asam Klorida Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Kalsium Klorida dari Kalsium Karbonat dan Asam Klorida Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Seiring dengan berkembangnya globalisasi, produk industri setiap negara dapat keluar masuk dengan lebih mudah yang menyebabkan persaingan antar setiap

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat TUGAS AKHIR Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat Disusun : AGUS DWI SANTOSO NIM : D200 050 182 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses:

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis Proses Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: 1. Proses Recovery reaksi samping pembuatan soda ash ( proses solvay ) Proses solvay

Lebih terperinci

ILMU KIMIA ANALIT. Dr. Ir. Dwiyati Pujimulyani, MP

ILMU KIMIA ANALIT. Dr. Ir. Dwiyati Pujimulyani, MP ILMU KIMIA ANALIT Dr. Ir. Dwiyati Pujimulyani, MP 2011 Lanjutan.. METODE ANALISIS KUANTITATIF SECARA GRAVIMETRI Cara-cara Analisis Gravimetri Presipitasi (pengendapan) Senyawa/ ion yang akan dianalisis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of the art dalam bidang orthopedik Tulang adalah salah satu bahan komposit yang tersusun dari collagen (polimer) dan mineral (keramik). Secara umum, ada dua jenis tulang

Lebih terperinci

Studi Kualitas Diamonium Hidrogen Fosfat Brataco Dengan Pengujian XRD dan AAS

Studi Kualitas Diamonium Hidrogen Fosfat Brataco Dengan Pengujian XRD dan AAS TUGAS AKHIR Studi Kualitas Diamonium Hidrogen Fosfat Brataco Dengan Pengujian XRD dan AAS Disusun : ARIYANTO D 200 040 046 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Juli 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pendirian Pabrik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pendirian Pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Dalam era industrialisasi, pertumbuhan industri di indonesia terutama industri kima semakin mengalami peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk merehabilitasi tulang

Lebih terperinci

PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN Disusun Oleh: OKTO ARIYANTO NIM : D 200 040 045 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan Disusun : SLAMET WIDODO D 200 040 030 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho dkk., 2007). Selain fungsi mekanis, tulang juga berperan penting dalam aktivitas metabolik (Meneghini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Beton berdasarkan SNI-03-2847-2007 didefinisikan sebagai campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO

STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO Yogyakarta, 27 Agustus 2008 STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO Joko Sedyono a dan Alva Edy Tontowi b a Program Studi

Lebih terperinci

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit 3 Uji Mikrostruktur dengan SEM Sampel ditempelkan pada cell holder kemudian disalut emas dalam keadaan vakum selama waktu dan kuat arus tertentu dengan ion coater. Sampel dimasukkan pada tempat sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA SINTESIS KOMPOSIT BIOMATERIAL (β-ca 3 (PO 4 ) 2 ) (ZrO) BERBASIS CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Prarancangan Pabrik Magnesium Oksid dari Bittern dan Batu Kapur dengan Kapasitas 40.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Prarancangan Pabrik Magnesium Oksid dari Bittern dan Batu Kapur dengan Kapasitas 40. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang, memiliki banyak industri pembuatan garam dari penguapan air laut. Setiap tahun Indonesia memproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Selain

I. PENDAHULUAN. Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Selain I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Selain berbagai ancaman akibat bencana alam dan perubahan iklim, pertanian juga terancam oleh kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kalium hidroksida (KOH) atau yang juga dikenal dengan nama caustic potash merupakan senyawa anorganik basa kuat yang juga termasuk dalam golongan heavy chemical industry.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Pemilihan Proses Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bebas antar negara-negara Asia Tenggara dan China. Hal ini membuka

I. PENDAHULUAN. bebas antar negara-negara Asia Tenggara dan China. Hal ini membuka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian Pabrik Era perdagangan bebas telah dimulai dengan dibukanya perjanjian perdagangan bebas antar negara-negara Asia Tenggara dan China. Hal ini membuka kesempatan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sanitasi dan air untuk transportasi, baik disungai maupun di laut (Arya, 2004: 73).

BAB I PENDAHULUAN. sanitasi dan air untuk transportasi, baik disungai maupun di laut (Arya, 2004: 73). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk pengairan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengolahan sumberdaya perikanan terutama ikan belum optimal dilakukan sampai dengan pemanfaatan limbah hasil perikanan, seperti kepala, tulang, sisik, dan kulit. Seiring

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

Biokeramik pada Dental Implant

Biokeramik pada Dental Implant Biokeramik pada Dental Implant Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran tak lepas dari peranan dan kerjasama engineer dalam menciptakan berbagai peralatan canggih yang menunjangnya. Bisa dikatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis sering menyerang mereka yang telah berusia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah pasien yang membutuhkan dan menerima tulang buatan untuk mengganti atau memperbaiki jaringan tulang yang rusak meningkat secara signifikan. Kebutuhan tulang

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit [Ca 10 (PO 4 ) 3 (OH)] merupakan material biokeramik yang banyak digunakan sebagai bahan pengganti tulang. Salah satu alasan penggunaan hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Millenium yang ketiga ini manusia tidak pernah jauh dari bangunan yang terbuat dari Beton. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam hayati maupun non-hayati. Salah satu sumber daya alam nonhayati yang dimiliki Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan alur penelitian agar pelaksanaannya terarah. Berikut merupakan diagram alir penelitian Studi Literatur

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Bentuk P di dalam tanah terdiri dari bentuk organik dan anorganik. Bentuk P organik ditemukan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Propilen Oksid Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Propilen Oksid Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dalam era industrialisasi sekarang ini, industri kimia mengalami perkembangan yang sangat pesat, jumlah dan jenis industri kimia dari tahun ke tahun semakin bertambah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menghadapi permasalahan serius dalam aktivitasnya yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Kasus kecelakaan kerap mengakibatkan korbannya menderita

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

Ajeng Rahmasari NIM 12/330087/TK/

Ajeng Rahmasari NIM 12/330087/TK/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk 254,9 juta orang dan akan terus meningkat setiap saatnya. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium softgel mampu mencegah terjadinya Osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan.

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Hidroksiapatit

Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Hidroksiapatit 3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian memiliki informasi tentang peluang pemanfaatan cangkang tutut. Cangkang tutut merupakan limbah dari bahan pangan tutut yang akhir-akhir ini banyak dikonsumsi. Kalsium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis. Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi secara terus menerus atau selalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROSES. Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Dalam

BAB II DESKRIPSI PROSES. Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Dalam BAB II DESKRIPSI PROSES Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Dalam bahasa Inggris, kalsium hidroksida juga dinamakan slaked lime, atau hydrated lime (kapur yang di-airkan).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Pupuk Pupuk merupakan unsur hara tanaman yang sangat diperlukan oleh tanaman dalam proses produksi. Ada beberapa 2 jenis pupuk, yaitu 1. Pupuk organik yaitu

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S ANALISIS KADAR ABU ABU Residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : Kadar mineral Kemurnian Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang 5 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan bagian substansial pada sistem skeletal manusia. Jaringan tulang mempunyai empat fungsi utama antara lain fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan baru di berbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan dalam

Lebih terperinci