BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan pembentuk gel (Lieberman dkk., 1998). Kombinasi basis karbomer dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan pembentuk gel (Lieberman dkk., 1998). Kombinasi basis karbomer dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuatan gel dengan sifat fisik tertentu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dapat dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih basis atau bahan pembentuk gel (Lieberman dkk., 1998). Kombinasi basis karbomer dan HPMC dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik dibandingkan penggunaan basis tunggalnya (Quinones & Ghaly, 2008). Karbomer dan HPMC tergolong basis gel hidrofilik. Basis gel yang bersifat hidrofilik memiliki daya sebar yang baik pada kulit, mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut dan pelepasan obatnya baik. Keunggulan kedua basis tersebut dibanding basis lain adalah dapat menghasilkan gel yang bening, mudah larut dengan air, mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Anwar, 2012). Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang masih banyak diminati konsumen maupun industri obat dan kosmestika. Gel dengan sifat fisik yang optimum dapat meningkatkan efektifitas terapi dan kenyamanan penggunaan. Sifat fisik gel yang optimum dapat diperoleh melalui optimasi formula gel dengan mengkombinasikan dua atau lebih basis yang berbeda. 1

2 2 Bentuk sediaan gel dipilih karena mempunyai beberapa keunggulan dibanding jenis sediaan topikal lain, yaitu memiliki kemampuan pelepasan obat yang baik, mudah dibersihkan dengan air, memberikan efek dingin akibat penguapan lambat di kulit, mempunyai kemampuan penyebaran yang baik di kulit serta tidak memiliki hambatan fungsi rambut secara fisiologis (Voigt, 1984). Asam salisilat sebagai zat aktif merupakan contoh senyawa farmasetis yang memiliki banyak manfaat dalam berbagai jenis pengobatan topikal yang masih banyak digunakan hingga saat ini (Effendi dkk., 2012). Metode SLD (Simplex Lattice Design) digunakan untuk menentukan formula optimum kombinasi basis karbomer dan HPMC. Keuntungan dari metode ini adalah praktis dan cepat karena bukan merupakan penentuan formula dengan trial and error. Verifikasi dilakukan pada formula yang memiliki respon paling optimum untuk mengetahui validitasnya (Armstrong & James, 1996). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula optimum gel asam salisilat dengan sifat fisik optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design serta mengetahui validitas dari formula optimum tersebut melalui proses verifikasi.

3 3 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh interaksi karbomer dan HPMC terhadap sifat fisik gel asam salisilat? 2. Berapakah perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan HPMC yang dapat menghasilkan formula gel asam salisilat dengan sifat fisik optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh interaksi karbomer dan HPMC terhadap sifat fisik gel asam salisilat. 2. Mencari perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan HPMC yang dapat menghasilkan formula gel asam salisilat dengan sifat fisik optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan memberikan gambaran bahwa formulasi sediaan gel dengan sifat fisik optimum dapat dilakukan dengan mengkombinasikan basis gel yang berbeda. Pemilihan basis mempunyai peranan yang cukup penting dalam formulasi sediaan gel. Gel dengan sifat fisik yang optimum akan meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan oleh pemakainya serta ketercapaian efek terapi. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan kemanfaatan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kefarmasian di Indonesia.

4 4 E. Tinjauan Pustaka 1. Gel Bentuk-bentuk sediaan topikal ada beberapa macam antara lain krim, gel, salep dan pasta (Lachman dkk., 2008). Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 2014). Definisi lain gel adalah suatu sistem semipadat dimana pergerakan dari medium pendispersi terbatas oleh jalinan tiga dimensi dari partikel atau molekul dari fase terdispersi (Gennaro, 2001). Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Sediaan gel mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki viskositas dan daya lekat tinggi sehingga tidak mudah mengalir pada permukaan kulit, memiliki sifat tiksotropi sehingga mudah merata bila dioles, tidak meninggalkan bekas, hanya berupa lapisan tipis seperti film saat pemakaian, mudah tercucikan dengan air, dan memberikan sensasi dingin setelah digunakan, mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim, sangat baik dipakai untuk area berambut dan lebih disukai secara kosmetika, gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan dan absorpsinya pada kulit lebih baik daripada krim (Sharma, 2008).

5 5 Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahanbahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksi etil selulosa, karboksi metil selulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman dkk., 2008). Bahan pembentuk gel untuk farmasi dan kosmetik idealnya harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain dalam formula, tidak menunjukkan perubahan viskositas yang berarti pada penyimpanan normal (Zats & Gregory, 1996). Konsistensi gel disebabkan oleh bahan pembentuk gel yang pada umumnya akan membentuk struktur tiga dimensi setelah mengabsorpsi air. Gel dapat mengembang, mengabsorpsi larutan dengan peningkatan volume. Pengembangan dapat terlihat sebagai tahap awal dari disperse dimana fase luar terpenetrasi kedalam matriks gel dan menyebabkan adanya interaksi antara pembentuk gel dan solven, sehingga gel merupakan interaksi antara unit-unit pada fase koloidal dari senyawa organik maupun anorganik yang membentuk structural viscosity yang tidak memisah dari fase luar. Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan gel. Gel topikal tidak boleh terlalu liat, konsentrasi bahan pembentuk gel yang terlalu tinggi atau penggunaan bahan pembentuk gel dengan berat molekul yang terlalu besar dapat mengakibatkan sediaan sulit dioleskan dan didispersikan (Zats & Gregory, 1996).

6 6 Sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut (Lachman dkk., 2008) : 1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain. 2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal. 3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan. 4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan. 5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel. 6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation. Sifat dan karakteristik gel (Zats & Gregory, 1996), meliputi : 1. Swelling Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel

7 7 kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang. 2. Sineresis Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel. 3. Efek suhu Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation. 4. Efek elektrolit Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu

8 8 untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut. 5. Elastisitas dan rigiditas Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel. 6. Rheologi Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas dan menunjukkan jalan aliran non Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran. Dalam pembuatan gel, pemilihan basis dapat mempengaruhi karakter gel yang terbentuk (Liebermen, 1998). Basis gel dibedakan menjadi basis gel hidrofobik dan basis gel hidrofilik. Gel dengan basis hidrofilik yang bersifat memperlambat pengeringan merupakan bahan yang cocok untuk penggunaan topikal karena mampu bertahan lama pada permukaan kulit (Bakker dkk., 1990). Sistem koloid pada gel hidrofilik juga lebih mudah dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar dibanding hidrofobik (Ansel, 1989). Dasar gel hidrofobik terdiri dari fase anorganik. Interaksi yang terjadi antara dasar gel hidrofobik dengan fase

9 9 pendispersinya hanya sedikit. Bahan hidrofobik tidak menyebar dengan spontan (Ansel, 1989). Penggolongan gel, dibagi berdasarkan : A. Berdasarkan sifat fasa koloid (Lieberman, 1998), meliputi : a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma. b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer. B. Berdasarkan sifat pelarut (Lieberman,1998), meliputi : a. Hidrogel (pelarut air) Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel, hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biologikal, sel dan jaringan dengan berbagai cara, hidrogel bersifat lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi pada jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin. b. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik) Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled) dan dispersi logam stearat dalam minyak.

10 10 c. Xerogel Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons, acacia tears, selulosa kering dan polystyrene. C. Berdasarkan karakteristik cairan gel (gel hidrofilik dan gel hidrofobik). a. Gel hidrofilik, memiliki basis yang umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan dengan fase pendispersi. Sistem koloid hidrofilik lebih mudah dibuat dan memiliki kestabilann yang lebih besar dibanding hidrofobik. Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, penahan lembab dan pengawet (Ansel dkk., 1999). Karakteristik gel jenis ini mempunyai aliran tiksotropik, tidak lengket, mudah menyebar, mudah dibersihkan, kompatibel dengan beberapa eksipien dan larut dalam air (Rowe dkk., 2009). b. Gel hidrofobik, memiliki basis yang umumnya mengandung parafin cair dan polietilen atau minyak lemak dengan bahan pembentuk gel koloidal silika atau aluminium atau zink sabun (Lieberman, 1998). Gel ini tersusun dari partikelpartikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi maka akan terjadi interaksi antara basis gel dan fase pendispersi. Basis gel hidrofobik tidak secara spontan menyebar (Ansel dkk., 1999). D. Berdasarkan jumlah fasenya (gel fase tunggal dan gel fase ganda). a. Gel fase tunggal merupakan gel yang terdiri dari makromolekul organik yang tersebar merata dalam suatu cairan sampai tidak terlihat adanya ikatan antara

11 11 makromolekul yang terdispersi dengan cairan (Lieberman dkk., 1998). Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karbomer atau dari gom alam, misalnya tragakan (Anonim, 2014). b. Gel fase ganda merupakan massa gel yang terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda sehingga gel ini digolongkan sebagai gel fase ganda atau gel dengan sistem dua fase yang sering disebut magma (Ansel dkk., 1999). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma, misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat bersifat tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas (Anonim, 2014). Kontrol kualitas sediaan gel, meliputi : a. Organoleptis Pemeriksaan organoleptis bertujuan untuk mendeskripsikan sediaan gel yang meliputi bentuk, warna, bau, dan kejernihan. Pengamatan dilakukan secara makroskopis (Paye dkk., 2001). b. Homogenitas Pengujian homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan gel yang dihasilkan sudah tercampurkan dengan homogen dan merata. Pengujian homogenitas dapat dilakukan dengan cara visual (Paye dkk., 2001). Homogenitas gel diamati di atas kaca objek dengan adanya bantuan cahaya. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang bersifat stabil akan dapat menunjukkan

12 12 susunan yang homogen. Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel pada object glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya partikel-partikel kecil yang tidak terdispersi sempurna. c. Daya sebar Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan penyebaran sediaan gel yang dihasilkan pada tempat aplikasi. Daya sebar yang baik adalah jika gel mudah digunakan dengan mengoleskan tanpa memerlukan penekanan berlebih. Daya sebar berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Kemampuan menyebar yang baik di kulit sangat diharapkan pada sediaan topikal. Diameter daya sebar sediaan semipadat berkisar antara 5-7 cm (Garg dkk., 2002). Sejumlah zat tertentu diletakkan di atas kaca yang berskala kemudian bagian atasnya diberi kaca yang sama, ditingkatkan bebannya, dan di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur). d. Daya lekat Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu retensi atau kemampuan melekat sediaan gel yang dihasilkan pada saat penggunaan di tempat aplikasi. Daya lekat merupakan kemampuan sediaan untuk menempel pada lapisan epidermis. Tidak terdapat persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan semipadat. Semakin besar kemampuan gel untuk melekat, maka akan semakin baik penghantaran obatnya.

13 13 e. Viskositas Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya pada saat proses produksi, proses pengemasan, serta sifat-sifat penting pada saat pemakaian, seperti daya sebar, konsisitensi atau bentuk, dan kelembaban. Selain itu, viskositas juga dapat mempengaruhi stabilitas fisik dan bioavailabilitasnya (Paye dkk., 2001). Semakin tinggi viskositas, maka daya lekat akan semakin besar, sedangkan daya sebarnya akan semakin kecil. Viskositas sediaan dapat dinaikkan dengan penambahan polimer (Donovan & Flanagan, 1996). f. ph Pemeriksaan ph bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman dari sediaan gel yang dihasilkan. Pengamatan nilai ph dilakukan segera setelah sediaan selesai dibuat. Sebaiknya besar nilai ph sama dengan nilai ph kulit atau tempat pemakaian untuk menghindari terjadinya iritasi. ph normal kulit manusia berkisar antara 4,5-6,5 (Draelos & Lauren, 2006).

14 14 2. Monografi bahan A. Asam salisilat a. Karakteristik dan struktur kimia Gambar 1. Asam salisilat (Anonim, 2014). Asam salisilat dikenal juga dengan nama orthohydrobenzoic acid atau 2- hydroxy-benzoic acid, memiliki struktur kimia C 7 H 6 O 3. Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C 7 H 6 O 3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam salisilat memiliki pka 2,97. Bentuk makroskopik asam salisilat berupa serbuk kristal putih, berbentuk jarum halus dengan rasa agak manis, tidak berbau, dan stabil pada udara bebas. Serbuk asam salisilat bersifat sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform, memiliki khasiat sebagai antifungi dan keratolitikum (Anonim, 2014). b. Penggunaan Asam Salisilat Asam salisilat merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874 (Jabarah dkk., 1997). Hingga saat ini asam salisilat masih digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala, dan iktiosis. Penggunaannya semakin berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan kulit, melasma, hiperpigmentasi pascainflamasi dan akne (Nakatsui & Lin, 1998).

15 15 Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interselular, melonggarkan serta mendisintegrasi korneosit. Asam salisilat bekerja sebagai pelarut organik dan menghilangkan ikatan kovalen lipid interselular yang berikatan dengan cornified envelope di sekitar keratinosit (Leveque dkk., 2002). Penggunaan asam salisilat dalam pengobatan semakin berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan kulit, melasma, hiperpigmentasi pascainflamasi dan akne (Lee & Kim, 2003). Asam salisilat diekstraksi dari pohon willow bark, daun wintergreen, spearmint dan sweet birch. Saat ini asam salisilat telah dapat diproduksi secara sintetik (Hessel dkk., 2007). Di Amerika Serikat, berbagai sediaan mengandung preparat asam salisilat dalam konsentrasi 1-40%. Penggunaan asam salisilat topikal relatif aman. Sifat lipofilik asam salisilat membuat efek klinisnya terbatas pada lapisan epidermis (Effendi dkk., 2012). Mekanisme kerja asam salisilat adalah melalui pemecahan struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi ikatan antar sel korneosit (Imayama dkk., 2000). Terminologi desmolitik lebih menggambarkan mekanisme kerja asam salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Asam salisilat topikal dalam konsentrasi yang lebih besar (20-60%), menimbulkan destruksi pada jaringan sehingga kerap digunakan pada terapi veruka dan kalus. Pengelupasan secara mekanik dapat meningkatkan efektivitas kerja asam salisilat topikal. Pasien dapat diedukasi untuk mengusap kulit dengan spon halus atau handuk basah saat mandi. Pada terapi kalus,

16 16 pengelupasan dapat pula dilakukan dengan bantuan sikat. Bantuan mekanik ini akan menyebabkan pengelupasan yang adekuat setelah kulit diberikan asam salisilat topikal selama beberapa hari (Effendi dkk., 2012). Selain memiliki efek keratolitik, bahan ini juga memiliki efek keratoplastik, antipruritus, anti-inflamasi, analgetik, bakteriostatik, fungistatik dan tabir surya. Asam salisilat dan turunannya diketahui dapat bekerja sebagai tabir surya (Lim, 2008). Mekanisme efek tabir surya kimiawi asam salisilat melalui transformasi cincin benzena aromatik pada paparan UV (Hessel dkk., 2007). Asam salisilat telah teruji dalam terapi berbagai penyakit kulit dengan manifestasi hiperkeratosis. Selain itu, asam salisilat merupakan terapi tambahan pada dermatomikosis superfisialis, moluskum kontagiosum, jerawat dan kerusakan kulit akibat sinar matahari (Effendi dkk., 2012). Asam salisilat juga digunakan sebagai bahan peeling atau keratolitik dalam krim, gel dan shampo yang digunakan untuk mengurangi sisik pada kulit atau kulit kepala penderita psoriasis. Sedangkan yang dimaksud dengan peeling atau keratolitik itu sendiri adalah bahan yang merangsang pelembutan dan pengelupasan lapisan luar kulit. Bahan aktif ini yang sering digunakan dalam produk kosmetik perawatan kulit berjerawat dengan kadar maksimum 2%, selain bersifat keratolitik, asam salisilat juga berfungsi sebagai bakteriostatik. Sediaan asam salisilat telah lama diketahui memiliki efek pengobatan sebagai anti-inflamasi. Sebagai contoh, diketahui aspirin atau asam asetil salisilat sudah digunakan secara luas sebagai analgesik, anti-piretik, dan anti-inflamasi sistemik. Asam salisilat memiliki kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin (Burke dkk., 2005).

17 17 Asam salisilat memiliki efek anti-inflamasi dalam formulasi sediaan topikal dengan konsentrasi 0,5-5% (Draelos, 1997). Asam salisilat digunakan juga sebagai bahan analgesik dalam pengobatan. Seperti diketahui metil salisilat topikal, sebagai contoh minyak gandapura dapat bersifat sebagai counter irritant ringan. Zat ini sering dikombinasikan dengan mentol dalam sediaan topikal yang digunakan dalam pengobatan nyeri di otot dan persendian (Burke dkk., 2005). B. Karbomer (Karbopol) Karbomer disebut juga karbopol, carboxyvinyl polimer, critamer, acrylic acid polimer (Ansel dkk., 1999). Karbomer merupakan basis gel yang kuat, sehingga penggunaanya hanya sekitar 0,5-2,0%. Karbomer berupa serbuk halus, berwarna putih, bersifat asam dan higroskopis. Karbomer bersifat higroskopis, pada temperatur yang berlebih dapat mengakibatkan kekentalannya menurun sehingga mengurangi stabilitas (Barel dkk., 2009). Karbopol merupakan polimer asam akrilat, berupa serbuk putih, higoskopik, bersifat asam dan mempunyai bau khas (Wade & Waller, 2011). Air diperlukan untuk menghilangkan udara yang terperangkap di dalam karbomer, kemudian penambahan suatu basa yang sesuai seperti KOH, NaOH dan NH 4 OH diperlukan untuk menetralisasi karbomer (Barry, 1983). Karbomer larut di dalam air, etanol, gliserin, dapat terdispersi di dalam air untuk membentuk larutan koloidal yang bersifat asam dan memiliki sifat merekat rendah (Rowe dkk., 2006).

18 18 Karakteristik karbomer yaitu larut dalam air dan alkohol menunjukkan viskositas yang tinggi pada konsentrasi kecil, bekerja efektif pada range ph yang luas, berupa cairan kental transparan. Karbopol dapat terdispersi di dalam air membentuk larutan koloidal bersifat asam (Wade & Waller, 2011). Karbomer merupakan bahan yang stabil dan higroskopis, yang dapat dipanaskan pada suhu di bawah 104 o C selama 2 jam tanpa mempengaruhi kemampuan thickening-nya. Serbuk kering karbomer tidak dapat ditumbuhi jamur dan mikroba. Namun ketika digunakan dalam dispersi aqueous, perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang dapat digunakan antara lain, 0,1% b/v klorokresol, 0,18% b/v metil paraben, 0,02% propil paraben, atau 0,1% b/v tiomersal. Pada umumnya digunakan pengawet metil paraben atau propil paraben 0,1% b/v karena tidak mempengaruhi efektivitas thickening karbomer (Wade & Waller, 2011). Pembuatan karbomer diawali dengan mendispersikan karbomer ke dalam aquadest mendidih sampai membentuk larutan koloid yang bersifat asam dengan viskositas rendah dan akan terbentuk menjadi gel dalam viskositas yang tinggi setelah dinetralkan dengan penambahan suatu basa. Bahan yang dapat digunakan untuk menetralkan karbomer antara lain KOH, NaOH, amin organik polar seperti trietanolamin, lauryl dan stearyl amine. Karbomer membentuk gel dengan viskositas yang cukup baik pada ph Viskositas karbomer akan menurun pada ph kurang dari 3 dan pada ph lebih dari 12 atau dengan adanya elektrolit kuat. Karbomer memiliki kemampuan gelling agent yang tinggi karena dengan

19 19 konsentrasi rendah, bahan ini sudah dapat membentuk gel dengan kekentalan yang cukup (Carter, 1975). C. HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose) HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) disebut juga MHPC, Methocel, Hypromellosum, Metolose, Pharmacoat, Benecel MHPC, Tylopur, Tylose MO. Merupakan polimer glukosa yang tersubstitusi dengan hidroksi propil dan metil pada gugus hidroksinya. HPMC berupa serbuk putih hingga kekuningan, larut dalam air, tidak berasa dan berbau, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan eter (Rowe dkk., 2009). Pada sediaan gel, HPMC digunakan sebagai gelling agent dan dapat mencegah etanol terpisah dari gel ketika terjadi peningkatan water ability. Basis ini dapat menghasilkan gel yang netral, tidak berwarna dan tidak berasa, jernih, stabil pada ph 3 hingga 11 dan punya resistensi yang baik terhadap serangan mikroba serta memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit (Rowe dkk., 2009). HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe dkk., 2006). HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pensuspensi, dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep, sebagai koloid pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari

20 20 penggabungan atau aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe dkk., 2006). D. Propilen glikol Propilen glikol memiliki rumus molekul C 3 H 7 O 2. Propilen glikol memilki wujud berupa cairan kental, tidak berwarna, jernih, rasa khas, tidak memiliki bau, dan menyerap air di udara dengan kelembaban tinggi. Bahan ini dapat bercampur dengan air, aseton, dan kloroform. Propilen glikol larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, namun tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Bahan ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 2014). Propilen glikol pada umumnya digunakan sebagai pelarut sediaan topikal pada konsentrasi 5-80% (Wade & Waller, 2011). Dalam sediaan gel, propilen glikol digunakan sebagai humektan, penahan lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan serta melindungi gel dari pengeringan (Rowe dkk., 2006). Propilen glikol memiliki berat molekul yang lebih kecil, viskositas yang lebih rendah dan kemampuan menguap yang lebih tinggi dibandingkan dengan gliserol. Propilen glikol merupakan bahan yang berfungsi sebagai humectant, pelarut, plasticizer. Fungsi lain propilen glikol adalah sebagai pengawet pada konsentrasi 15-30%, hygroscopic agent, desinfectan, stabilizer vitamin dan pelarut pengganti yang dapat campur dengan air. Stabil dalam suhu ruang dan pada suhu tinggi akan teroksidasi menghasilkan propionaldehida, asam laktat, asam piruvat dan asam asetat. Propilen glikol stabil secara kimia apabila dicampur dengan etanol (95%), gliserin, air atau larutan dalam air dapat disterilkan dengan autoklaf. Propilen

21 21 glikol bersifat higroskopis, harus disimpan dalam wadah yang tertutup dengan baik, terlindung dari cahaya di tempat sejuk dan kering. Propilen glikol inkompatibel dengan oksidator seperti kalium permanganat (Rowe dkk.,2006). E. Trietanolamin Trietanolamin memiliki rumus molekul C 6 H 15 NO 3, dengan sinonim yaitu TEA, trolamin, triethylolamine, trihydroxytriethylamine, dan trolaminum. Bahan ini memiliki berat molekul 149,19 g/mol. Dalam sediaan gel, trietanolamin digunakan untuk penstabil karbomer (Rowe dkk., 2006). Trietanolamin merupakan campuran dari trietanolamina, dietanolamina, dan monoetilamina. Bahan ini berupa cairan kental, berwarna kuning sampai kuning pucat, larut dalam air, etanol, dan kloroform. Trietanolamin dapat bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi. Zat ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat karena dapat berubah warna menjadi coklat akibat dari adanya cahaya dan udara (Anonim, 2014). F. Etanol Etanol memiliki rumus kimia C 2 H 5 OH. Pemerian dari etanol yaitu berupa cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, memiliki bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap walaupun pada suhu rendah, dan mudah terbakar. Etanol dapat bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik (Anonim, 2014). Dalam sediaan gel asam salisilat, etanol berfungsi untuk melarutkan asam salisilat. Etanol merupakan pelarut yang penggunaannya sangat luas dalam pembuatan berbagai macam sediaan farmasi (Rowe dkk., 2006).

22 22 G. NaOH NaOH berfungsi untuk penstabil karbomer yang bersifat asam dalam formulasi sediaan gel. NaOH bersifat sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol. NaOH memiliki bentuk berupa butiran, batang, massa hablur, rapuh, kering, keras, mudah meleleh, basah, korosif, menunjukkan susunan hablur putih, dan sangat alkalis (Rowe dkk., 2006). H. Metil Paraben (Nipagin) Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Anonim, 2014). Sinonim : 4-hydroxybenzoic acid methyl ester, methyl p- hydroxybenzoate. Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran ph yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe dkk., 2006).

23 23 I. Propil Paraben (Nipasol) Propil paraben atau propil p-hikroksi benzoat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C 10 H 12 O 3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk putih atau hablur kecil tidak berwarna, sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Berfungsi sebagai pengawet pada sediaan obat dan kosmetik (Anonim, 2014). 3. Simplex Lattice Design Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental yang bertujuan untuk memperoleh interpretasi data secara matematis serta memudahkan dalam proses penyusunannya (Armstrong & James, 1996). Model Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk mengoptimasi suatu formula dengan berbagai komposisi bahan yang berbeda. Metode ini biasa digunakan untuk mengoptimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat, atau untuk mengoptimasi pelarut baik pada campuran biner atau lebih. Metode Simplex Lattice Design akan menghasilkan suatu persamaan polinomial (simplex) yang dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2004). Hubungan fungsional antara respon sebagai variabel tergantung dengan komposisi bahan sebagai variabel bebas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

24 24 Y= β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 1.2 X 1.2 Keterangan : Y X 1 dan X 2 : Respon : Fraksi dari setiap komponen β 1 dan β 2 : Koefisien regresi dari X 1 dan X 2 β 1.2 : Koefisien regresi dari X 1.2 Koefisien diketahui dari perhitungan resresi dan Y adalah respon yang diinginkan. Bila nilai X 1 ditentukan, maka nilai X 2 dapat dihitung. Penentuan formula optimum didapatkan dari respon total yang paling besar. Respon total dihitung dengan rumus: R total = R1 + R2 + R3 + Rn R1, R2, dan R3 merupakan respon dari masing-masing sifat fisik sediaan. Dari persamaan respon total tersebut akan diperoleh formula yang optimum. Verifikasi dilakukan pada formula yang memiliki respon paling optimum (Armstrong & James, 1996). F. Landasan Teori Asam salisilat yang dikenal sebagai bahan keratolitik tertua telah digunakan sebagai bahan terapi topikal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu (Del, 2005). Dalam dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal luas berkhasiat utama sebagai bahan keratolitik (Hessel dkk., 2007). Asam salisilat sebagai bahan keratolitik masih digunakan secara luas pada pengobatan dermatologi topikal dan hingga kini penggunaannya semakin berkembang (Effendi dkk., 2012). Asam salisilat juga memiliki efek bakteriostatik lemah, terutama terhadap bakteri

25 25 golongan Streptococcus, Staphylococcus, Escherechia coli, dan Pseudomonas aeruginosa (Del, 2005). Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar atau saling diserapi cairan (Anonim, 2014). Beberapa keuntungan sediaan gel adalah sebagai kemampuan penyebarannya baik pada kulit, efek dingin yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit, tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan air yang baik, pelepasan obatnya baik (Voigt, 1984). Sediaan gel merupakan sediaan yang banyak memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan sediaan topikal lainnya. Gel mudah dicuci dengan air sehingga tidak menyebabkan lengket di kulit. Gel terasa ringan bila diaplikasikan pada kulit sehingga meningkatkan kenyamanan penggunaan. Gel memiliki sifat yang lunak, lembut, mudah dioleskan, serta tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit. Hal ini merupakan nilai tambah yang menunjukkan kemerataan distribusi dari komponen pembentuk gel dalam pelarut (Jones, 2010). Untuk memperoleh sifat fisik gel yang optimum, dapat dilakukan optimasi formula gel dengan mengkombinasikan dua atau lebih basis yang berbeda (Lieberman dkk., 1998). Kombinasi basis HPMC dan karbomer dapat membentuk massa gel yang baik secara fisik dibandingkan penggunaan basis tunggalnya (Quinones & Ghaly, 2008).

26 26 Karbomer dan HPMC tergolong basis gel hidrofilik. Basis gel yang bersifat hidrofilik memiliki daya sebar yang baik pada kulit, mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut dan pelepasan obatnya baik. Keunggulan kedua basis tersebut dibanding basis lain adalah dapat menghasilkan gel yang bening, mudah larut dengan air, mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Anwar, 2012). Bentuk sediaan gel asam salisilat dengan sifat fisik yang optimum diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan penggunaan sehingga mempermudah tercapainya tujuan dari pengobatan. Kombinasi basis karbomer dan HPMC yang tepat dengan jumlah perbandingan tertentu diharapkan dapat menghasilkan gel dengan sifat fisik yang optimum. Metode Simplex Lattice Design digunakan untuk mendapatkan formula optimum dengan kombinasi basis karbomer dan HPMC dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan verifikasi pada formula yang memiliki respon paling optimum untuk menjamin validitas data yang dihasilkan dari metode tersebut. G. Hipotesis 1. Interaksi karbomer dan HPMC berpengaruh terhadap sifat fisik gel asam salisilat, dapat menaikkan atau menurunkan viskositas, daya lekat, daya sebar maupun ph. 2. Melalui optimasi formula dengan metode Simplex Lattice Design, diperoleh perbandingan konsentrasi tertentu dari kombinasi basis karbomer dan HPMC yang menghasilkan formula gel asam salisilat dengan sifat fisik optimum.

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Minggu, 06 Oktober 2013 FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Formulasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL Nevirka Miararani ( M0614039 ) Nia Novita Sari( M0614040 ) Nugraha Mas ud ( M0614041 ) Nur Diniyah ( M0614042 ) Pratiwi Noor ( M0614043 ) Raissa Kurnia ( M0614044 ) Raka Sukmabayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan berbagai produk kosmetik. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu biji (Psidium guajaya

Lebih terperinci

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Pengertian Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gel Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri partikel anorganik kecil atau molekul besar yang tersuspensi dalam cairan dengan penambahan gelling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula 10/25/2012 1 GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula @Dh hadhang_wk Laboratorium Farmasetika Unso oed GEL Semi padat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jarak Pagar (Jatropha curcas) 1. Taksonomi Tumbuhan Kingdom: Plantae BAB II TINJAUAN PUSTAKA Subkingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Tracheobionta : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin) GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jerawat Jerawat (acne) adalah penyakit peradangan kelenjar sebasea yang sering dijumpai dan berkaitan dengan folikel rambut (disebut unit polisebasea). Terdapat dua jenis acne

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan de Jong,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan de Jong, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2 MONOGRAFI A. Bahan Aktif HIDROKORTISON Nama senyawa : Hydrocortisoni Acetatis Struktur Molekul : C 23 H 32 O 6 BM : 404,50 Pemerian : - penampilan : serbuk hablur - warna : putih atau hampir putih - bau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetika merupakan suatu sediaan yang telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Salah satu kegunaan sediaan kosmetika adalah untuk melindungi tubuh dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. dan penurunan kemampuan tubuh untuk melawan stres, penyakit, dan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. dan penurunan kemampuan tubuh untuk melawan stres, penyakit, dan kerusakan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penuaan adalah suatu proses kompleks dimana terjadi perubahan fisiologis dan penurunan kemampuan tubuh untuk melawan stres, penyakit, dan kerusakan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Prinsip Percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Prinsip Percobaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gel yang kadang disebut jelly merupakan sistem semi padat (massa lembek) terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rimpang Jahe (Zingiber officinale) 1. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang kosmetika saat ini sangatlah pesat. Kosmetika berdasarkan penggunaannya dapat digunakan sebagai tata rias dan juga sebagai perawatan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang THPGV-0 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dilihat dari nilai IC 50 THPGV-0, PGV-0, dan vitamin E secara berurutan yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan kecantikan kulit wajah merupakan aset penting terutama bagi kaum perempuan karena kulit memegang peran dan fungsi yang penting yaitu sebagai proteksi

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetika adalah bahan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teh hijau merupakan salah satu jenis teh yang dibuat dari daun teh Camellia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teh hijau merupakan salah satu jenis teh yang dibuat dari daun teh Camellia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dewasa ini penggunaan teh hijau sedang marak-maraknya. Mulai dari makanan, minuman, bahkan hingga kosmetik semuanya berbahan dasar teh hijau. Teh hijau

Lebih terperinci

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud CLEANSING CREAM Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud perawatan kulit agar kulit menjadi bersih dan sehat terlindung dari kekeringan~an sengatan cuaca, baik panas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi tersusun atas enamel, dentin, sementum, rongga pulpa, lubang gigi, serta jaringan pendukung gigi. Rongga mulut merupakan batas antara lingkungan luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber antioksidan alami. Senyawa antioksidan yang terdapat pada kulit buah manggis adalah senyawa polifenol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulut tersusun dari beberapa komponen jaringan, yang merupakan pintu masuk utama mikroorganisme atau bakteri. Daerah di dalam mulut yang rentan terhadap serangan bakteri

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai, dimana kulit kering akan terlihat kusam, permukaan bersisik, kasar dan daerah putih kering merata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang merupakan permukaan luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang merupakan permukaan luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan v vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang merupakan permukaan luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar. Kulit berfungsi untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tubuh manusia terbentuk atas banyak jaringan dan organ, salah satunya adalah kulit. Kulit adalah organ yang berfungsi sebagai barrier protektif yang dapat mencegah

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Kulit sebagai lapisan pembungkus tubuh senantiasa mengalami pengaruh lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi dan mekanisme kulit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC- BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan membuat sediaan gel dari ekstrak etil asetat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci