BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK"

Transkripsi

1 BAB. V Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK Pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi, untuk mengintrogresikan gen mutan opaque-2 ke galur elit pulut memiliki kadar amilopektin tinggi dapat mempercepat pembentukan famili atau hibrida jagung komersial berprotein tinggi. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengintrogresikan gen resesif mutan opaque-2 dari galur berkualitas protein tinggi ke galur jagung pulut memanfaatkan alat bantu Marker Assisted Selection (MAS) sebagai alat bantu seleksi. Sebanyak 500 galur jagung pulut hasil introgresi gen opaque-2 masing-masing generasi F 2 dan F 3 (persilangan galur wx;cml141 x PTBC B dan CML142 x PTBC B) di laksanakan di kebun percobaan Cikeumeuh BB-Biogen Bogor dan laboratorium molekuler Balitseral Maros, mulai bulan April hingga Juli 2007, menggunakan marka Simple Sequence Repeat (SSRs). Hasil percobaan menunjukkan bahwa marka SSRs spesifik phi057 terbukti efektif dan efisien digunakan menyeleksi galur-galur progeni CML141 x PTBC B dan CML142 x PTBC B yang telah terintrogresikan dengan gen homosigot resesif opaque-2 (oo), hasil seleksi menggunakan alat bantu MAS memiliki kecenderungan mengikuti nisbah segregasi pada setiap generasi silang dalam (selfing), sejumlah progeni CML141 x PTBC B dan progeni CML142 x PTBC B tersaring dengan bantuan marka spesifik phi057, diperoleh masing-masing 57 galur PTBC BBo2 dan PTBC BBo2 sebagai materi evaluasi selanjutnya, penampilan warna biji galur hasil introgresi yang diperoleh berwarna putih kusam dengan tipe biji gigi kuda dengan lekukan dipermukaan biji. Kata Kunci: transfer gen, marka SSRs, gen resesif, dan seleksi

2 Introgression Mutant Recessive Gene opaque-2 into Waxy Corn Lines Utilizing Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRACT The use of molecular marker as selection aid on the introgression of mutant gene opaque-2 to elite waxy corn lines with high amilopectin may accelerate the formation of family or hybrids of high protein maize. The study aimed to facilitate the introgression of recessive mutant gene opaque-2 from high protein quality maize to waxy corn lines by using Marker Assisted Selection (MAS). The genetic materials used were 500 waxy corn lines obtained from F2 and F3 generations of gene opaque-2 introgression (line cross of wx; CML141 x PTBC B dan CML142 x PTBC B). The experiment was carried out in ICERI molecular biology laboratory, Maros, South Sulawesi and Cikemeuh BB-Biogen Experimental Farm, Bogor, West Java from April to July The results indicated that phi057 specific SSRs marker was proved effective and efficient to select CML141 x PTBC B and CML142 x PTBC B progeny lines introgressed with opaque-2 (oo) recessive homozygote gene. The selection result with MAS had a tendency to follow relative segregation on each selfing generation. CML141 x PTBC B and CML142 x PTBC B progenies were selected by using phi057 specific SSRs marker. The results were 57 lines of PTBC BBo2 and PTBC BBo2, which will be used for further evaluation. The grain color of introgressed lines was dull white with dent grain type. Key word: transfer gen, SSRs markers, gene resesif, and selection -86-

3 PENDAHULUAN Peran jagung akan semakin strategis dalam pemenuhan karbohidrat dan protein baik sebagai bahan pangan, pakan maupun industri. Berdasarkan proyeksi Swastika et al. (2002) produksi dan penawaran jagung menunjukkan peningkatan dengan laju 1,22% per tahun. Peningkatan produktivitas memberikan kontribusi yang dominan (0,85%/tahun) sementara areal panen hanya meningkat 0,36% per tahun. Kebutuhan produk berbahan baku jagung antara lain pakan ternak, pangan, dan industri lainnya semakin meningkat. Untuk kebutuhan pakan ternak monogastik, ke dalam ransum harus ditambahkan asam amino esensial lisin dan triptofan dari sumber lain yang sebagian besar masih impor. Peningkatan mutu nutrisi jagung utamanya kedua asam amino esensial tersebut membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus, karena gen pengendali kedua karakter tersebut dikendalikan oleh gen resesif, sifat yang resesif dari alil oo tertutupi oleh alel OO yang merupakan protein pengatur (regulator protein), maka pada setiap tahap pemuliaan diperlukan satu generasi selfing untuk pemulihan oo (Vasal et al. 2000). Oleh karena itu dibutuhkan suatu tehnik atau cara cepat yang dapat menjawab tantangan tersebut dengan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi keberadaan gen oo tersebut. Pemindahan gen opaque-2 ke dalam jagung normal dapat meningkatkan mutu protein jagung normal, disamping kadar protein jagung meningkat dari 9,0 menjadi 11,0 13,5%, juga kadar triptofan dan lisinnya meningkat berturut-turut menjadi 0,11% dan 0,47% (Cordova 2001). Pembentukan jagung hibrida berorientasi protein tinggi dilakukan dengan mengkonversi galur biji normal menjadi opaque-2 dengan menggunakan metode seleksi persilangan. Biji yang mengandung gen oo memperlihatkan sifat kabur (dull) yang merupakan penanda atau marka morfologis yang efektif dalam seleksi populasi yang bersegregasi (Vasal 2001). Kemajuan di bidang pemuliaan molekuler (molecular breeding) dengan memanfaatkan marka DNA sebagai alat bantu seleksi (MAS = Marker Assisted Selection) diharapkan dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi dalam pemuliaan konvensional (Smith et al. 1997). -87-

4 Pemanfaatan marka molekuler dianggap sebagai alat bantu untuk seleksi (MAS: Marker Assisted Selection) dan saat ini telah berhasil diidentifikasi beberapa marka Simple Sequence Repeats (SSRs) pada kromosom 7, bin 7.01 yang didesaing dari daerah sequen gen opaque-2 tersebut. Marka SSRs tersebut yakni phi057 dan phi112 yang dikembangkan oleh Pioneer Hibrid serta umc1066 yang dikembangkan oleh Proyek Jagung Universitas Missouri, Colombia yang memberikan produk sekitar bp. Salah satu syarat penting yang harus dipenuhi suatu marka dalam kegiatan MAS untuk mentrasfer alil-alil yang diinginkan adalah posisi marka molekuler tersebut sangat dekat dengan gen target tesebut. Ketiga marka SSRs tersebut diketahui memiliki kemampuan membedakan alil mutan oo dengan alil OO sehingga kegiatan transfer gen oo dari galur QPM ke galur jagung wx yang memiliki potensi hasil dan kadar amilopektin cukup tinggi serta resisten terhadap penyakit bulai pada metode persilangan akan lebih efisien dan efektif. Marka SSRs juga bersifat multialelik dan mudah diulangi sehingga penggunaan marka SSRs lebih menarik dalam mempelajari keragaman genetik di antara genotipe-genotipe yang berbeda (Senior et al. 1998). Keunggulan lain adalah selain produk PCR dari SSRs dapat dielektroforesis dengan gel agarose, juga dapat dielektroforesis dengan menggunakan gel akrilamid terutama pada alel suatu karakter memiliki tingkat polimorfis yang rendah, dimana gel agarose tidak mampu digunakan. Dengan demikian, gel akrilamid mampu mendeteksi lebih banyak alel per lokus daripada gel agarose (Macaulay et al. 2001). Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan percobaan introgresi gen resesif mutan opaque-2 ke dalam galur jagung pulut (waxy corn) memanfaatkan alat bantu MAS. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengintrogresikan gen resesif mutan opaque-2 dari galur QPM ke galur jagung pulut memanfaatkan MAS sebagai alat bantu seleksi. -88-

5 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Percobaan 1 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikeumeuh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik (BB-Biogen) dan percobaan 2 dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros dari April 2007 hingga Juli Materi genetik yang digunakan pada percobaan ini adalah benih F 1, F 2, dan F 3 hasil silang diri (selfing) (persilangan galur wx (CML141 x PTBC B dan CML142 x PTBC B) koleksi Balitsereal dan Marka SSRs yang digunakan adalah phi057 sebagai marka penyeleksi gen opaque-2, Sekuen pasangan primer tersebut ( sebagai berikut: phi057 F: 5 - CTCATCAGT GCCGTCGTCCAT-3 R: 5 - CAGTCGCAAGAAACCGTTGCC-3 Percobaan 1: Introgresi gen opaque-2 melalui persilangan Pembentukan Materi Genetik F 1 : Kegiatan di lapangan diawali dengan pembentukan generasi F 1 persilangan antara dua galur jagung pulut wx (PTBC BB dan PTBC BB) dan dua galur opaque-2 (CML141 dan CML142) masing-masing ditanam dilahan yang sebelumnya dilakukan pengolahan tanah secara sempurnah guna menghindari gulma dan tanaman pengganggu lainnya, tiap galur ditanam ±500 tanaman pada petakan berbeda, menggunakan jarak tanam 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m terdiri dari 25 baris per galur, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Penyiangan dilakukan dua sampai tiga kali tergantung keadaan gulma dengan membuang gulma yang berada di sekitar tanaman. Penyiangan pertama -89-

6 pada saat tanaman berumur dua sampai tiga minggu setelah tanam (mst) dan empat sampai enam minggu setelah tanam. Penyiangan kedua dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan, pembumbunan dilakukan untuk mempermudah pemberian air. Pengairan dilakukan setiap dua minggu sekali, apabila tanahnya dapat menyimpan air maka pengairan dapat dilakukan setiap tiga minggu sekali. Pengairan yang sangat mempengaruhi dan harus dilakukan menjelang berbunga dan waktu pengisian biji karena stadia ini akan mempengaruhi hasil panen. Saat tanaman berumur ±45-54 (hst) dilakukan persilangan antara galur jagung opaque-2 dengan galur jagung pulut sesuai pasangannya masing-masing (CML141 x PTBC BB (set I) dan CML142 x PTBC BB (set II)) untuk menghasilkan benih F 1. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ± hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Masing-masing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan ke dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih pada pertanaman musim berikutnya. Pembentukan Materi Genetik F 2 : Benih F 1 yang dihasilkan pada musim tanam pertama ditanam kembali masing-masing ditanam satu tongkol satu baris yakni masing-masing tongkol benih F 1 (set I; CML141 x PTBC BB dan set II; CML142 x PTBC BB) ditanam dalam barisan-barisan yang terpisah, ditanam ±250 tanaman per set, jarak tanam yang digunakan 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m terdiri dari ±10 baris per set, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Perlakuan budidaya secara sempurna diberikan sesuai dengan yang dilakukan pada musim pertama, pada saat tanaman berumur ±45-55 hst dilakukan -90-

7 persilangan sendiri (selfing) untuk menghasilkan benih genotipe F 2 sebagai benih pada musim selanjutnya. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ± hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Masing-masing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan ke dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih F 2 (set I; CML141 x PTBC BB dan set II; CML142 x PTBC BB) pada pertanaman musim berikutnya. Pembentukan Materi Genetik F 3 : Benih F 2 yang terseleksi memiliki gen opaque-2 pada kegiatan laboratorium pada musim tanam kedua ditanam kembali, masing-masing ditanam satu tongkol satu baris yakni masing-masing tongkol benih F 2 set I; CML141 x PTBC BB terseleksi 62 tanaman memiliki gen opaque-2 dan set II; CML142 x PTBC BB terseleksi 60 tanaman memiliki gen opaque-2 ditanam dalam barisan-barisan yang terpisah, jarak tanam yang digunakan 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Saat tanaman berumur ±15 sampai 20 hst dilakukan pengambilan sampel daun, bagian tanaman yang diambil adalah daun muda yang telah membuka sempurna per individu tanaman dipotong-potong kecil ditimbang ±0.4 g per sampel per individu tanaman, kemudian dimasukkan kedalam ependorf diisi bufer CTAB ±1,7 ml sebagai pengganti nitrogen cair mengikuti prosedur Khan et al. (2004) dan selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk diisolasi DNA. DNA genom diseleksi menggunakan metode MAS dengan primer phi057 sebagai marka penyeleksi gen opaque

8 -92- Tanaman yang telah diambil sampel daunnya diberi tanda dengan memasangi label, saat tanaman berumur ±45-55 hst dilakukan persilangan sendiri (selfing) untuk menghasilkan benih genotipe F 3 sebagai benih pada musim keempat. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ± hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Masingmasing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan ke dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih F 3 (set I; CML141 x PTBC BB dan set II; CML142 x PTBC BB) pada pertanaman musim berikutnya. Pembentukan Materi Genetik F 4 : Benih F 3 yang terseleksi memiliki gen opaque-2 pada kegiatan laboratorium pada musim tanam kedua ditanam kembali, masing-masing ditanam satu tongkol satu baris yakni masing-masing tongkol benih F 2 set I; CML141 x PTBC BB terseleksi 60 tanaman memiliki gen opaque-2 dan set II; CML142 x PTBC BB terseleksi 59 tanaman memiliki gen opaque-2 ditanam dalam barisan-barisan yang terpisah, jarak tanam yang digunakan 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Perlakuan budidaya lainnya secara sempurna diberikan sesuai dengan yang dilakukan pada musim kedua, saat tanaman berumur ±15 sampai 20 hst dilakukan pengambilan sampel daun, bagian tanaman yang diambil adalah daun muda yang telah membuka sempurna per individu tanaman dipotong-potong kecil ditimbang ±0.4 g per sampel per individu tanaman, kemudian dimasukkan ke ependorf diisi bufer CTAB ±1,7 ml sebagai pengganti nitrogen cair mengikuti prosedur Khan et al. (2004) dan selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk di isolasi DNA dan

9 -93- kemudian diseleksi menggunakan metode MAS dengan primer phi057 sebagai marka penyeleksi gen opaque-2. Tanaman yang telah diambil sampel daunnya diberi tanda dengan memasangi label, saat tanaman berumur ±45-55 hst dilakukan persilangan sendiri (selfing) untuk menghasilkan benih genotipe F 4 sebagai benih percobaan selanjutnya. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ± hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Masingmasing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih F 4 (set I; CML141 x PTBC BB dan set II; CML142 x PTBC BB). Benih F 4 yang diperoleh dari hasil silang diri (selfing), beberapa biji yang dihasilkan kurang baik sehingga yang sesuai untuk digunakan pada percobaan keempat masing-masing 57 genotipe per set. Percobaan 2: Perifikasi sekuensin DNA di Laboratorium Sampel daun yang diambil pada musim ke tiga (sampel daun tanaman F 2 ) dan keempat (sampel daun tanaman F 3 ) dilakukan isolasi DNA di laboratorium. Pengujian kuantitas dan kualitas DNA hasil ekstraksi diukur berdasarkan standar λ-dna melalui proses elektroforesis horizontal, dengan menggunakan gel agarose 0.9%. langkah Amplifikasi dan Visualisasi Pola Pita DNA sesuai dengan metode pada percobaan satu. Pengamatan: 1. Foto hasil elektroforesis pada plat gel. 2. Hitung jumlah genotipe yang terdeteksi memiliki gen opaque-2 pada masing-masing set persilangan.

10 HASIL DAN PEMBAHASAN DNA genomik. Kualitas DNA genomik cukup baik, pola pita DNA dapat terdeteksi secara optimal dengan metode SSRs, terutama pada hasil PCR yang divisualisasi dengan menggunakan agarose super fine resolution. Hasil visualisasi individu homosigot opaque-2 (oo) dengan bantuan marka SSR spesifik, genotipe F 2 set I: CML141 x PTBC B (Gambar 8) dan F 2 set II: CML142 x PTBC B (Gambar 9). OO oo M Gambar 8 Profil pita DNA individu tanaman generasi F 2 set I: CML141(101) x PTBC B (102) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=marker, No. 1, 2, 3, 13 adalah galur yang diseleksi dengan kisaran bp. OO M oo Gambar 9 Profil pita DNA individu tanaman generasi F 2 set II: CML142 (104) x PTBC B (105) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=marker, No. 1, 2, 3, 10 adalah galur yang diseleksi dengan kisaran bp. Kegiatan seleksi dengan memanfaatkan alat bantu seleksi MAS pada Gambar 8 dan 9 memperlihatkan bahwa kegiatan seleksi dilakukan dengan cara menyaring individu tanaman yang memiliki pola pita tunggal yang sama dengan tetua (CML 141 untuk set I dan CML 142 untuk set II) donor gen opaque-2 (oo). -94-

11 Jumlah genotipe yang tersaring berdasarkan pola pita DNAnya adalah ±62 dari 250 individu tanaman genotipe F 2 dari progeni CML141 x PTBC B (famili set I) dan ±60 dari 250 individu tanaman genotipe F 2 dari progeni CML142 x PTBC B (famili set II). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah tanaman yang terseleksi sebanyak 25% dari jumlah tanaman F 2 yang ditanam baik pada famili set I maupun famili set II. Ketepatan prediksi dari penggunaan primer SSRs phi057 ini dapat dikatan cukup akurat, pemilihan marka SSRs spesifik phi057 didasarkan pada hasil survei polimorphisme, dimana marka tersebut memberikan amplifikasi yang polimorfis antara galur CML141 dan CML142 sebagai tetua donor gen resesif opaque-2 ke dalam galur PTBC B dan PTBC B. Hal yang sama dikemukankan oleh Pabendon et al bahwa pemilihan marka SSRs spesifik phi057 didasarkan pada hasil survei, dimana marka tersebut memberikan amplifikasi yang polimorfis antara galur CML161 sebagai tetua donor gen resesif opaque-2 ke galur Nei9008. Hasil visualisasi genotipe individu tanaman F 3 set I: CML141(101) x PTBC B (102) (Gambar 10) dan F 3 set II: CML142 (104) x PTBC B (105) (Gambar 11) memiliki gen homosigot resesif opaque-2 (oo). Pada populasi tanaman F 3 dengan memanfatakan alat bantu seleksi MAS pada Gambar 10 dan 11 memperlihatkan bahwa dari individu tanaman yang terseleksi pada kegiatan sebelumnya masing-masing 60 individu tanaman famili set I (CML141 x PTBC B) yang ditanam, jumlah genotipe tersaring berdasarkan pola pita DNAnya adalah ±100 individu tanaman dan 59 individu tanaman famili set II (CML142 x PTBC B) yang ditanam, jumlah genotipe yang tersaring berdasarkan pola pitan DNA adalah ±57 individu tanaman sebagai materi dalam pembentukan silang puncak pada kegiatan percobaan selanjutnya untuk melihat potensi hasil dari masing-masing pasangan persilangan. Selain potensi hasil, penampilan biji juga perlu mendapat perhatian dalam seleksi karena terkait dengan kelemahan penampilan biji dari QPM yaitu fenotipe biji yang lunak dan berkapur (Bjarnason dan Vasal 1992). -95-

12 OO oo M Gambar 10 Profil pita DNA individu tanaman generasi F 3 set I: CML141(101) x PTBC B (102) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=marker, No. 1, 2, 3, 8 adalah galur yang diseleksi dengan kisaran bp. OO M oo Gambar 11 Profil pita DNA individu tanaman generasi F 3 set II: CML142 (104) x PTBC B (105) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=marker, No. 1, 2, 3, 13 adalah galur yang diseleksi dengan kisaran bp. Keakuratan penggunaan marka SSRs sebagai alat bantu di dalam menyeleksi tanaman memiliki gen opaque 2 dengan primer phi057 diyakini memiliki tingkat keakuratan yang sangat tinggi. SSRs polimorfis telah digunakan secara ekstensif sebagai marka genetik pada studi genetik jagung seperti pada konstruksi pemetaan keterpautan gen dan pemetaan QTL (Romero-Severson 1998; Frova et al. 1999). SSRs juga digunakan dalam analisis keragaman genetik dan evolusi (Senior et al. 1998; Pejic et al. 1998; Lu dan Bernardo 2001; Matsuoka 2002), Babu (2005) menggunakan marka spesifik (primer phi057) untuk menyaring materi genetik yang berbeda pada generasi BC 2 F 2 mengetahui keberadaan gen opaque untuk Azrai (2007) dari hasil introgresi gen opaque-2 ke Nei9008 dapat meningkatkan kadar triptofan 0,04-0,14% lebih tinggi dari CML161 (0,092%) dan kadar lysin meningkat 0,33-0,90% lebih tinggi dari CML161(0,433%).

13 Tabel 29 Jumlah individu tanaman yang terdeteksi memiliki gen opaque-2 pada masing-masing generasi berdasarkan pola pita memanfaatkan alat bantu MAS dengan marka SSRs phi057 Persilangan Individu terdeteksi memiliki gen opaque-2 Keterangan Generasi F 2 Generasi F 3 CML141x PTBC B beberapa pita CML142 x PTBC B tidak terbaca (a) (b) Gambar 12 Penampilan tongkol galur jagung hasil introgresi gen homosigot resesif opaque-2 pada generasi F 3 : a) set I: PTBC BBo2 (102) dan b) set II: PTBC BBo2 (105) (a) (a) (b) (b) -97-

14 Gambar 13 Penampilan biji jagung hasil introgresi gen homosigot resesif opaque- 2 pada generasi F 3. Tampak gambar atas (a) biji jagung dan lingkar tongkol set I: PTBC BBo2 (102), dan gambar bawah (b) biji jagung dan lingkar tongkol set II: PTBC BBo2 (105). -98-

15 KESIMPULAN 1. Marka SSRs spesifik phi057 efektif digunakan menyeleksi galur-galur progeni CML141 x PTBC BB dan CML142 x PTBC BB yang telah terintrogresikan dengan gen homosigot resesif opaque 2 (oo). 2. Hasil seleksi menggunakan alat bantu Maker Assisted Selection (MAS) memiliki kecenderungan mengikuti nisbah segeregasi pada setiap generasi silang dalam (selfing). 3. Dari progeni CML141 x PTBC BB dan progeni CML142 x PTBC BB tersaring dengan bantuan marka spesifik phi057 diperoleh masing-masing 57 galur PTBC BBo2 dan PTBC BBo2 sebagai materi evaluasi selanjutnya. 4. Penampilan warna biji galur hasil introgresi yang diperoleh berwarna putih kusam dengan tipe biji gigi kuda dengan lekukan dipermukaan biji. -99-

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS

Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS Penelitian II: Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS Pendahuluan Kegiatan pemuliaan dengan cara konvensional untuk merakit jagung yang bermutu

Lebih terperinci

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK BAB. VI Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK Galur yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Pendahuluan Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA Dewasa ini, pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh

Lebih terperinci

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan BAB. IV Daya Gabung Karakter Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) pada Kondisi Lingkungan Tanpa Cekaman dan Lingkungan Tercekam Kekeringan ABSTRAK Percobaan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT

PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT (waxy corn) TOLERAN KEKERINGAN DAN INTROGRESI GEN opaque-2 (oo) DENGAN MARKA SSRs (Simple Sequence Repeats) ANDI TAKDIR MAKKULAWU SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan terpenting yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas

Lebih terperinci

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Kendala biotis yang paling sering terjadi dalam budidaya jagung di Indonesia adalah penyakit

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT

PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT (waxy corn) TOLERAN KEKERINGAN DAN INTROGRESI GEN opaque-2 (oo) DENGAN MARKA SSRs (Simple Sequence Repeats) ANDI TAKDIR MAKKULAWU SEKOLAH

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Oleh: Mildaerizanti, SP, M.Sc Peneliti Muda Ahli pada BPTP Balitbangtan Jambi Pendahuluan Kebutuhan terhadap jagung diproyeksikan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Jagung Pulut (waxy corn) Pemanfaatan jagung pulut di beberapa daerah adalah sebagai jagung rebus dan jagung bakar karena rasanya enak dan gurih. Kegenjahan umur dari jagung pulut

Lebih terperinci

EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN MARKA MIKROSATELIT

EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN MARKA MIKROSATELIT 11 EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN MARKA MIKROSATELIT Abstract The development of hybrid varieties should be supported by the availability of high quality seeds. Genetic purity is

Lebih terperinci

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Kegiatan Persilngan dengan Metode MAS 1 (Parsial)

Lampiran 1. Skema Kegiatan Persilngan dengan Metode MAS 1 (Parsial) Lampiran 1. Skema Kegiatan Persilngan dengan Metode MAS 1 (Parsial) Galur: DMR tetua pemulih x QPM donor (oo) (OO) 21 baris 5 baris F1 x DMR 105 baris 3 baris BC 1 F 1 MAS 105 baris satu marka SSR untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS)

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) Amiruddin Manrapi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Jl. Prof Muh. Yamin No. 89 Kendari 93114 PENDAHULUAN Untuk

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2012

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2012 KODE PENELITIAN: X.75 Pengembangan Varietas Hibrida Jagung Pulut (waxy corn), Tahan Penyakit Bulai (Perenosclerospora maydis L.), dan Toleran Kekeringan (Drought Tolerance) Memiliki Potensi Hasil Tinggi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL D. Ruswandi, M. Saraswati, T. Herawati, A. Wahyudin, dan N. Istifadah Lab. Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida TUGAS KULIAH TEKNLGI PRDUKSI BENIH Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida leh : Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nur Izzatul Maulida 115040201111339 KELAS L PRGRAM STUDI AGREKTEKNLGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

INTEGRASI GEN UNTUK LISIN DAN TRIPTOFAN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT BULAI MEMANFAATKAN MARKA MOLEKULER (MAS) DALAM PENGEMBANGAN JAGUNG HIBRIDA

INTEGRASI GEN UNTUK LISIN DAN TRIPTOFAN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT BULAI MEMANFAATKAN MARKA MOLEKULER (MAS) DALAM PENGEMBANGAN JAGUNG HIBRIDA INTEGRASI GEN UNTUK LISIN DAN TRIPTOFAN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT BULAI MEMANFAATKAN MARKA MOLEKULER (MAS) DALAM PENGEMBANGAN JAGUNG HIBRIDA MUHAMMAD AZRAI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Pemuliaan Jagung Khusus

Pemuliaan Jagung Khusus Pemuliaan Jagung Khusus M. Azrai, Made J. Mejaya, dan M. Yasin H.G. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan, pangan, dan industri lainnya semakin

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) Penyusun Zubachtirodin Syuryawati Constance Rapar

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) Penyusun Zubachtirodin Syuryawati Constance Rapar PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) Penyusun Zubachtirodin Syuryawati Constance Rapar BALAI PENELITIAN TANAMAN SEREALIA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

USAHATANI JAGUNG PULUT MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI. Syuryawati dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia

USAHATANI JAGUNG PULUT MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI. Syuryawati dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia USAHATANI JAGUNG PULUT MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI Syuryawati dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Jagung pulut merupakan jagung lokal khas Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2012

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2012 KODE PENELITIAN: X.71 Pengembangan Jagung Hibrida berkadar Nutrisi Tinggi, Tahan Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis L.), dan Hama Gudang (Sitophilus zeamais) Potensi Hasil 11 t/ha Peneliti/Perekayasa:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung 18 TINJAUAN PUSTAKA Jagung Kebutuhan jagung di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Upaya peningkatan produksi jagung terus dilakukan melalui usaha secara ekstensifikasi dan

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU

PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) JAGUNG Penulis: Hendi Supriyadi Penyunting: Bambang Irawan Nandang Sunandar Disain Layout: Nadimin Saefudin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL BARU SEREALIA

PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL BARU SEREALIA PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL BARU SEREALIA Upaya perakitan varietas unggul serealia saat ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan spesifik lingkungan, diantaranya jagung spesifik wilayah dengan curah hujan

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

YASIN ET AL.: KONVERSI INBRED TETUA JAGUNG HIBRIDA. Konversi Inbred Tetua Jagung Hibrida Menggunakan Donor Jagung QPM Gen Opaque-2

YASIN ET AL.: KONVERSI INBRED TETUA JAGUNG HIBRIDA. Konversi Inbred Tetua Jagung Hibrida Menggunakan Donor Jagung QPM Gen Opaque-2 YASIN ET AL.: KONVESI INBED TETUA JAGUNG HIBIDA Konversi Inbred Tetua Jagung Hibrida Menggunakan Donor Jagung QPM Gen Opaque-2 Djamaluddin dan M. Yasin HG Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. atulangi

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PEMURNIAN GENETIK DAN PRODUKSI BENIH JAGUNG MANADO KUNING. Oleh: Semuel D. Runtunuwu, Yefta Pamandungan, dan Selvie Tumbelaka

PEMURNIAN GENETIK DAN PRODUKSI BENIH JAGUNG MANADO KUNING. Oleh: Semuel D. Runtunuwu, Yefta Pamandungan, dan Selvie Tumbelaka PEMURNIAN GENETIK DAN PRODUKSI BENIH JAGUNG MANADO KUNING Oleh: Semuel D. Runtunuwu, Yefta Pamandungan, dan Selvie Tumbelaka Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unsrat Manado Email: semueldr@gmail.com

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID Jurnal Dinamika, April 213, halaman 43-48 ISSN 287-7889 Vol. 4. No. 1 ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID Rahman Hairuddin Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (KAJIWIDYA DI BBPP BINUANG) SUSMAWATI WIDYAISWARA MUDA

BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (KAJIWIDYA DI BBPP BINUANG) SUSMAWATI WIDYAISWARA MUDA BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (KAJIWIDYA DI BBPP BINUANG) SUSMAWATI WIDYAISWARA MUDA Jagung berperan penting dalam perekonomian nasional dengan berkembangnya industry pangan yang ditunjang oleh teknologi budidaya

Lebih terperinci

PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG. Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG. Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pranan terhadap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

Breeding. Pre BS (Original Seed) BS. Benih Inti (Nucleus Seed) Produksi Benih Awal. Produksi Benih Komersial. 2 Pemeliharaan Varietas

Breeding. Pre BS (Original Seed) BS. Benih Inti (Nucleus Seed) Produksi Benih Awal. Produksi Benih Komersial. 2 Pemeliharaan Varietas Produksi Benih Komersial Breeding 1 Benih Inti (Nucleus Seed) Produksi Benih Awal Pre BS (Original Seed) BS 3 2 Pemeliharaan Varietas FS SS ES 1 Tujuannya adalah tersedianya bahan perbanyakan benih BS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTER SPESIFIK UNGGUL KARET BERDASARKAN. Budi Martono Edi Wardiana Meynarti SDI Rusli KODE JUDUL: X.26

IDENTIFIKASI KARAKTER SPESIFIK UNGGUL KARET BERDASARKAN. Budi Martono Edi Wardiana Meynarti SDI Rusli KODE JUDUL: X.26 KODE JUDUL: X.26 IDENTIFIKASI KARAKTER SPESIFIK UNGGUL KARET BERDASARKAN METODE SIDIK JARI DNA DALAM MENDUKUNG PRODUKTIVITAS TANAMAN Budi Martono Edi Wardiana Meynarti SDI Rusli Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama

Lebih terperinci

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR. Abstrak

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR. Abstrak 35 APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR Abstrak Indonesia memiliki potensi lahan kering masam yang cukup besar, dimana lahan tersebut memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

ANALISIS SEBARAN HOTELLING S PADA PEUBAH BIJI JAGUNG QPM

ANALISIS SEBARAN HOTELLING S PADA PEUBAH BIJI JAGUNG QPM ANALISIS SEBARAN HOTELLING S PADA PEUBAH BIJI JAGUNG QPM Analysis of Hotelling s Distribution on Seeds Variable of QPM M. Yasin HG 1, Husnaini, Kahar Mustari dan Nadira R. Sennang 1. Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) JAGUNG Penyusun Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Design By WAHYUDI H Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

[ ] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai

[ ] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai [1.04.04] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai [BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Genetika Jagung Manis (Sweet Corn) Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata) merupakan salah satu sayurmayur yang populer di negara-negara maju seperti Amerika, Brasil, Prancis

Lebih terperinci

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH Dotti Suryati Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang telah lama dikembangkan baik oleh masyarakat maupun lahan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen 71 PEMBAHASAN UMUM Nisbah populasi F2 untuk karakter warna batang muda, bentuk daun dan tekstur permukaan buah adalah 3 : 1. Nisbah populasi F2 untuk karakter posisi bunga dan warna buah muda adalah 1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung Tahan Penyakit Bulai

Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung Tahan Penyakit Bulai Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung Tahan Penyakit Bulai Sri G. Budiarti, Sutoro, Hadiatmi, dan Haeni Purwanti Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Varietas hibrida

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2009 di kebun Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Fisika, Laboratorium

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan perkebunan karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa, sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR B.Murdolelono 1), H. da Silva 1), C.Y.Bora 1) dan M. Azrai 2) 1) Balai Penelitian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur, Jl.Timor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Abstrak. Sukmaraga salah satu varietas jagung bersari bebas yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp.

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Penulis: Lina Herlina, MSi. (peneliti BB Biogen, Bogor) Tahukah anda, bahwa didunia saat ini terdapat sekitar 103 jenis (strain) bawang? Di mana dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat penting. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah padi. Sedangkan

Lebih terperinci

KARAKTER PERTUMBUHAN POTENSI HASIL POPULASI JAGUNG QPM DI LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT. BPTP Nusa Tenggara Barat 2) BPTP Nusa Tenggara Timur 3)

KARAKTER PERTUMBUHAN POTENSI HASIL POPULASI JAGUNG QPM DI LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT. BPTP Nusa Tenggara Barat 2) BPTP Nusa Tenggara Timur 3) KARAKTER PERTUMBUHAN POTENSI HASIL POPULASI JAGUNG QPM DI LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT Awaludin Hipi 1), B. Tri Ratna Erawati 2), Nelson H. Kario 1) dan M. Yasin HG 3) 1) BPTP Nusa Tenggara Barat 2)

Lebih terperinci