Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai"

Transkripsi

1 Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Pendahuluan Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama tanaman jagung di Indonesia terutama pada sentra-sentra produksi seperti Pulau Jawa, Lampung, Sumatera Utara dan Sulawesi. Jenis patogen yang paling banyak menimbulkan kerugian pada pertanaman jagung di sentra-sentra produksi jagung tersebut adalah Peronosclerospora maydis (De- Leon, 1984). Perakitan varietas jagung resisten terhadap penyakit bulai melalui pemuliaan merupakan program cara yang paling aman dan efektif dalam mengatasi penularan penyakit tersebut. Syarat utama yang diperlukan untuk merakit varietas unggul baru yang resisten terhadap penyakit bulai adalah tersedianya materi genetik yang memiliki variabilitas genetik yang luas. Variabilitas genetik timbul dari gen-gen yang bersegregasi dan berinteraksi dengan gen lain. Pada individu-individu generasi awal, sebagian besar gen masih mengalami segregasi sehingga tingkat heterosigositasnya tinggi (Crowder, 1988). Oleh karena itu, seleksi untuk suatu karakter yang dikendalikan secara poligenik, umumnya dilakukan pada generasi lebih lanjut. Dengan demikian, fiksasi gen-gen kuantitatif pada suatu individu tanaman dapat menjadi lebih efisien dan efektif. Untuk merakit hibrida jagung resisten terhadap penyakit bulai memerlukan rekombinasi tetua (galur-galur inbrida) yang memiliki daya gabung baik. Salah satu cara untuk mengetahui daya gabung galur adalah melalui model persilangan design II atau line x tester. Daya gabung merupakan suatu ukuran kemampuan suatu genotip tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul. Dengan mengetahui daya gabung dari kandidat tetua hibrida, dapat diperoleh informasi tentang kombinasi-kombinasi persilangan yang mampu menghasilkan turunan resisten terhadap penyakit bulai. Hasil analisis dialel yang dilakukan oleh Mochizuki, et al. (1974) terhadap sembilan galur dan 36 F 1 menyimpulkan bahwa galur dengan daya gabung khusus tinggi mempunyai keturunan yang resisten terhadap penyakit bulai dan ketahanannya dikendalikan oleh gen-gen dominan. Sedangkan menurut Rifin (1983) yang melakukan evaluasi daya gabung umum terhadap empat galur resisten melalui persilangan puncak dengan menggunakan tiga galur rentan sebagai tester, menyimpulkan bahwa galur yang 50

2 memiliki efek daya gabung umum negatif dan nilai heterosis tinggi lebih resisten terhadap penyakit bulai. Berkaitan dengan uraian sebelumnya, dalam penelitian ini akan dilakukan penyaringan galur-galur inbrida hasil introgresi gen mutan o untuk resistensi terhadap penyakit bulai dari dua set sebagai kandidat tetua hibrida. Galur-galur yang tersaring sebagai kandidat tetua persilangan tersebut perlu dianalisis kandungan lisin dan triptofannya. Kombinasi persilangan dari galur-galur terseleksi yang berasal dari suatu set galur yang berbeda akan diuji daya gabungnya berdasarkan persentase tanaman terinfeksi penyakit bulai pada blok pengujian dengan menggunakan teknik tanaman baris penyebar. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menyeleksi galur-galur hasil introgresi gen mutan o yang resisten terhadap penyakit bulai untuk dijadikan sebagai kandidat tetua hibrida, mendapatkan informasi kandungan lisin dan triptofan kandidat tetua hibrida, serta menguji daya gabung dan heterosis untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai. Bahan dan Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam dua musim yaitu pada musim pertama dilakukan seleksi galur-galur hasil introgresi untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dan pembentukan hibrida F 1 dari galur-galur terseleksi dengan metode lini x tester. Masingmasing delapan galur dari kedua set genotip yang terseleksi resisten bulai saling disilangkan untuk membentuk hibrida F 1. Pada musim kedua dilakukan evaluasi daya gabung karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dengan menggunakan hibrida F 1 yang dihasilkan pada musim pertama. Kegiatan musim pertama berlangsung dari bulan Maret hingga Juli 006 di Kebun Percobaan Cikeumeuh, Balai Besar Litbang Biogen, Bogor. Kegiatan musim kedua berlangsung dari bulan Juli hingga September 006 di Kebun Percobaan Bajeng (Gowa, Sulawesi Selatan), Balai Penelitian Tanaman Serealia. Bahan Penelitian Bahan genetik yang digunakan pada musim pertama adalah 4 galur Nei9008+o dan 36 galur MR10+o. Sebagai cek digunakan CML 161 dan CML 165 (cek rentan), serta MR10 dan Nei9008 (cek resisten). Pada musim kedua digunakan masing-masing 8 galur Nei9008+o dan MR10+o yang terseleksi resisten bulai, 64 F 1 dari hasil 51

3 silangannya, dan Varietas cek: Varietas Hibrida: C7, Bima 1, Bima 1q dan Varietas Komposit Srikandi Kuning-1. Pelaksanaan Penelitian Musim Tanam Pertama : Seleksi ketahanan galur-galur hasil introgresi gen mutan homosigot resesif o terhadap penyakit bulai dan pembentukan hibrida silang tunggal Sebanyak 4 galur Nei9008+o dan 36 galur MR10+o serta empat galur sebagai cek (CML161, MR10, Nei9008 dan CML165) diuji ketahanannya terhadap penyakit bulai dengan menggunakan rancangan perbesaran (Augmented Design) tanpa ulangan di Kebun Percobaan Cikemeuh, Balai Besar Litbang Biogen, Bogor pada MH 006. Materi genetik masing-masing ditanam baris dengan jarak tanam 70 cm antar baris dan 0 cm dalam baris. Evaluasi ketahanan terhadap penyakit bulai dilakukan dengan cara menginokulasi tanaman baris penyebar dan genotip uji. Teknik penyiapan inokulum sampai evaluasi tingkat ketahanannya mengikuti metode yang dilakukan oleh Azrai et al. (000). Tata letak percobaan di lapangan disajikan pada Lampiran 4. Kegiatan ini dilanjutkan dengan melakukan persilangan antar set galur. Masingmasing 8 galur Nei9008+o dan MR10+o yang terseleksi resisten bulai saling disilangkan mengikutimodel persilangan design II (factorial design) untuk membentuk hibrida silang tunggal (Gambar 15). A 1 A A 3 A 4 A 5 A 6 A 7 A 8 B 1 B 1 A 1 B 1 A B 1 A 3 B 1 A 4 B 1 A 5 B 1 A 6 B 1 A 7 B 1 A 8 B B A 1 B A B A 3 B A 4 B A 5 B A 6 B A 7 B A 8 B 3 B 3 A 1 B 3 A B 3 A 3 B 3 A 4 B 3 A 5 B 3 A 6 B 3 A 7 B 3 A 8 B 4 B 4 A 1 B 4 A B 4 A 3 B 4 A 4 B 4 A 5 B 4 A 6 B 4 A 7 B 4 A 8 B 5 B 5 A 1 B 5 A B 5 A 3 B 5 A 4 B 5 A 5 B 5 A 6 B 5 A 7 B 5 A 8 B 6 B 6 A 1 B 6 A B 6 A 3 B 6 A 4 B 6 A 5 B 6 A 6 B 6 A 7 B 6 A 8 B 7 B 7 A 1 B 7 A B 7 A 3 B 7 A 4 B 7 A 5 B 7 A 6 B 7 A 7 B 7 A 8 B 8 B 8 A 1 B 8 A B 8 A 3 B 8 A 4 B 8 A 5 B 8 A 6 B 8 A 7 B 8 A 8 Keterangan: A = MR10+o; B = Nei9008+o Gambar 15. Skema persilangan galur-galur Nei9008+o x MR10+o mengikuti model persilangan design II (factorial design). 5

4 Galur-galur MR10+o dijadikan sebagai tetua jantan sedangkan galur-galur Nei9008+o dijadikan sebagai tetua betina. Jumlah tanaman yang disilangkan adalah 5-7 tanaman per kombinasi persilangan. Setelah panen, dipilih masing-masing 3-4 tongkol per kombinasi persilangan kemudian dicampur untuk digunakan sebagai materi pengujian berikutnya. Evaluasi kandungan lisin dan triptofan Untuk analisis kandungan lisin dan triptofan, digunakan masing-masing delapan galur Nei9008+o dan MR10+o yang terseleksi resisten terhadap penyakit bulai serta CML 161, Nei9008 dan MR10 sebagai cek. Masing-masing 5 biji per galur dikirim sampelnya ke Laboratorium Biokimia Tanah dan Tanaman CIMMYT, Mexico untuk dianalisis kandungan lisin, triptofan dan protein kasarnya. Musim Tanam Ke dua: Evaluasi daya gabung kombinasi persilangan antar kedua set galur resisten terhadap penyakit bulai Hibrida silang tunggal yang diperoleh pada musim pertama dan tetuanya serta Varfietas cek (Varietas Hibrida: C7, Bima 1, Bima 1q dan Varietas Komposit Srikandi Kuning-1) dievaluasi ketahanannya terhadap penyakit bulai dengan menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan (Lampiran 3). Benih ditanam dua biji per lubang pada satu baris plot per genotip dengan jarak tanam 50 cm x 0 cm. Panjang plot baris 3 m sehingga pada setiap plot ditanam 60 biji per ulangan. Pada setiap 10 baris genotip uji juga ditanam satu baris cek rentan (Varietas Srikandi Kuning 1) untuk mengetahui sebaran konidia patogen bulai di lahan pengujian. Metode inokulasi dan evaluasi tingkat ketahanan genotip uji terhadap penyakit bulai sama dengan metode evaluasi pada penelitian satu dan dua. Pengamatan Cara pengamatan kegiatan musim pertama dan kedua pada prinsipnya sama yaitu dilakukan terhadap jumlah tanaman yang tumbuh dan terinfeksi konidia bulai pada tiap genotip yang diuji. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 1, 8 dan 35 hari setelah tanam. Data yang diperoleh merupakan data komulatif dari pengamatan pertama, ke dua, ke tiga dan keempat, lalu dikonversi kedalam persentase tanaman terinfeksi (P) patogen P. maydis dengan menggunakan rumus : a P x 100% b 53

5 keterangan : P a b = persentase tanaman terinfeksi penyakit bulai = jumlah kumulatif tanaman terinfeksi penyakit bulai = jumlah tanaman pada umur 14 hst Pengamatan tanaman terinfeksi dimulai pada umur 14 hst karena pada umur tersebut biasanya penyakit bulai mulai menular pada daun tanaman jagung dan setelah berumur 35 hst penulannya sudah jarang terjadi dan tanaman biasanya masih mampu menghasilkan tongkol dan biji. Analisis Data Analisis Ragam Data evaluasi bulai yang diperoleh pada musim pertama dianalisis ragam menurut rancangan perbesaran, tanpa ulangan, sedangkan data hasil pengamatan evaluasi bulai pada musim kedua dianalisis ragam dan daya gabung mengikuti model analisis lini x tester, dimana Set B sebagai lini (tetua betina) dan Set A sebagai tester (tetua jantan). Tabel 13. Analisis ragam untuk lini x tester dengan menggunakan model random Sumber Variasi Derajat Bebas (DB) KT Nilai Harapan KT F.Hit. Ulangan (R) r - 1 Genotip g-1 Tetua p-1 Silangan (F 1 ) lt-1 Tetua vs. F 1 1 Lini (L) l -1 M 4 r tl rt l M 4 /M Tester (T) t - 1 M 3 r tl rl t M 3 /M L x T (l - 1) (t - 1) M r tl M /M 1 Galat (l t - 1)(r - 1) M 1 e Total l t r 1 e e e Untuk mengetahui adanya variasi yang nyata diantara genotip, dilakukan analisi varians menggunakan uji-f dengan tingkat kepercayaan 1% dan 5%. Apabila hasil analisis varians menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan analisis lini x tester (Tabel 13) untuk menduga nilai daya gabung dan komponen varians genetiknya Singh dan Chaudhary, 1979). 54

6 Analisis Daya Gabung Daya gabung yang dianalisis adalah daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Estimasi efek daya gabung tersebut menggunakan formula sebagai berikut (Singh dan Chaudary, 1979): DGU lini: DGU tester: g i x i. x.. tr ltr DGK: g g keterangan : i i x. j tr xij r x.. ltr x x i j x.. tr lr ltr x i. : Total lini ke-i x. : Total tester ke-j pada semua lini j x ij x.. r l t : Total persilangan lini ke-i dan tester ke-j : Grand total : jumlah ulangan : jumlah lini : jumlah tester Untuk menentukan adanya beda nyata DGU dan DGK terhadap rata-rata umum digunakan uji t dengan menggunakan formula sebagai berikut (Baihaki et al., 1999; Petersen, 1994): x x 1 t S d db t-tabel = n - Keterangan: n S d = ragam gabungan = jumlah data pada x i. untuk DGU tester, dan pada x.j untuk DGK dan pada x ij untuk DGK x 1 = rata-rata x i. untuk DGU lini, pada x. j untuk DGU tester, dan pada x ij untuk DGK x = rata-rata x.. 55

7 t = t-hitung dengan ketentuan bahwa jika: t-hitung < t-tabel, maka nilai DGU atau DGK nyata t-hitung > t-tabel, maka nilai DGU atau DGK tidak nyata. Analisis Heterosis Analisis heterosis dilakukan dengan dua cara, yaitu nilai heterosis rata-rata tetua (mid parent heterosis) dan heterosis tetua terbaik (heterobeltiosis), sebagai berikut (Fehr, 1987): F Heterosis rata-rata tetua (%) 1 P1 P / h P1 P / x 100 Heterosis tetua terbaik (%) F 1 h - HP HP x 100 Keterangan : F1 P1 P rata-rata penampilan hibrida (F1) rata-rata penampilan tetua pertama rata-rata penampilan tetua kedua HP = rata-rata penampilan tetua terbaik Hasil dan Pembahasan Seleksi ketahanan penyakit bulai dari galur-galur hasil introgersei gen mutan o Data presentase bulai galur-galur yang telah diintrogresikan gen mutan o disajikan pada Lampiran 5 dan 6. Presentase infeksi penyakit bulai pada galur-galur MR10+o sangat bervariasi antara 0.6% 83.9%, sedangkan pada Nei9008+o variasinya cukup sempit yaitu antara 0% %. Dari hasil penyaringan tersebut, terseleksi masing-masing 8 galur resiste terhadap penyakit bulai untuk digunakan sebagai tetua persilangan berikutnya (Tabel 14). Galur-galur terseleksi memiliki tingkat ketahanan yang cukup tinggi yaitu > 10%. Dengan demikian, diharapkan dapat diperoleh kombinasi persilangan yang resisten terhadap penyakit bulai. 56

8 Galur-galur yang terseleksi sebagai kandidat tetua rekombinasi dengan metode lini x tester, sebagian bijinya (5 biji per genotip) dikirim ke Laboratorium Biokimia Tanah dan Tanaman CIMMYT untuk dianalisis mutu proteinnya. Hasil analisis kandungan lisin dan triptofan dari galur-galur terseleksi tersebut, disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Persentase penularan patogen penyakit bulai dan mutu protein galur-galur hasil introgresi yang terseleksi sebagai kandidat tetua persilangan metode lini x tester. No Genotip Infeksi Bulai (%) Mutu Protein (%) Progeni vs Tetua Silang Balik (%) Protein Total (%) Indeks Kualitas Tript Lisin Tript Lisin Lini 1 Nei9008+o Nei9008+o Nei9008+o Nei9008+o Nei9008+o Nei9008+o Nei9008+o Nei9008+o CML Nei LSI 1.1 KK (%) 9.9 Tester 1 MR10+o MR10+o MR10+o MR10+o MR10+o MR10+o MR10+o MR10+o CML MR LSI 5% 11.3 KK (%) 10 Keterangan: Data bulai diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi; Protein = %N x Factor (6.5); Quality Index = %Try %Protein x 100. Lisin, triptofan dan protein total dianalisis di Laboratorium Analsis Tanah dan Tanaman, CIMMYT Mexico pada periode 17 Oktober 17 November, 006 Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan triptofan galur-galur Nei9008+o berkisar antara 11.1% hingga 9.8%, sedangkan kandungan lisinnya berkisar antara 183.1% sampai 05.6 dibandingkan dengan galur asalnya (Nei9008). Galur MR10+o 57

9 yang dianalisis memiliki kandungan triptofan dan lisin masing-masing berkisar antara 17.6% dan dibandingkan dengan galur asalnya (MR10). Dari hasil analisis tersebut, terungkap bahwa marka SSR cukup efektif digunakan untuk menyeleksi tanaman yang memiliki gen mutan resesif homosigot opaque- dengan biji yang jernih dimana seleksi secara fenotipik (visual) dengan ligh table tidak bisa dilakukan. Dengan demikian, pemanfaatan marka SSR phi057 dan umc1066 dapat mempercepat proses seleksi untuk pembentukan hibrida yang berkualitas protein tinggi dan resisten terhadap penyakit bulai. Analisis Ragam Hasil analisis varians pada Tabel 15, menunjukkan bahwa penampilan karakter ketahanan terhadap penyakit bulai antar genotip, silangan (F 1 ), tetua betina (lini) dan tetua jantan (tester) berbeda nyata pada tarafuji α 1%. Nilai kuadrat tengah lini dan tester untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai yang nyata menunjukkan varians aditifnya merata, sedangkan nilai kuadrat tengah silangan yang nyata menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik karakter tersebut diantara F 1. Nilai kuadrat tengah yang tidak nyata pada tetua vs F1 dan antara lini x tester disebabkan karena baik lini maupun tester telah mengalami seleksi dan dinyatakan resisten terhadap penyakit bulai. Sebaran konidia patogen bulai pada lokasi pengujian cukup merata karena varietas Srikandi Kuning-1 sebagai cek rentan yang ditanam pada setiap 10 baris genotip uji, semuanya terinfeksi penyakit bulai (terinfeksi 100%). Tabel 15. Nilai varians karakter ketahanan jagung terhadap penyakit bulai dengan menggunakan model random Sumber Variasi Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Replikasi Genotip ** Tetua Silangan (F 1 ) ** Tetua vs. (F 1 ) Silangan ** Lini ** Tester ** LinixTester Galat Total Keterangan: Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi 58

10 Analisis Daya Gabung Nilai duga efek daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dari masing-masing galur disajikan pada Tabel 16 dan 17. Beberapa genotip memiliki nilai efek DGU dan DGK relatif tinggi untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai (nilai negatif lebih tinggi daripada nilai positif). Tabel 16. Efek daya gabung umum karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menggunakan metode lini x tester No Genotip Nilai tengah (%) Efek DGU t.uji Lini 1 Nei9008+o-09 (L1) Nei9008+o-11 (L) * Nei9008+o-14 (L3) Nei9008+o-15 (L4) Nei9008+o-4 (L5) Nei9008+o-6 (L6) Nei9008+o-7 (L7) Nei9008+o-41 (L8) * -.5 Tester 1 MR10+o-08 (T1) MR10+o-13 (T) MR10+o-1 (T3) MR10+o-4 (T4) MR10+o-6 (T5) MR10+o-30 (T6) ** MR10+o-31 (T7) MR10+o-3 (T8) Keterangan: Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi * nyata menurut uji t pada tarafα= 5% (-1.96); ** nyata menurut uji t pada tarafα= 1% (-.58) Pada Tabel 16 terlihat bahwa lini yang memiliki daya gabung umum yang nyata adalah Nei9008+o-11 (-7.16) dan Nei9008+o-71 (-6.71). Kedua lini tersebut juga memiliki nilai tengan persentase infeksi bulai yang sangat rendah dari semua kombinasi persilangannya dengan tester. Lini yang memiliki nilai DGU yang nyata berarti bahwa genotip tersebut baik digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai. Selain itu, dari delapan tester yang digunakan, hanya MR10+o-30 yang memiliki daya gabung umum yang nyata dengan nilai sebesar -3.8 dan nilai tengah infeksi bulai sebesar 10.%. Nilai DGU nyata tersebut menunjukkan bahwa MR10+o-30 mempunyai kemampuan sebagai penggabung umum yang baik untuk menghasilkan hibrida jagung resisten terhadap penyakit bulai. Pada penelitian 59

11 sebelumnya, Rifin (1983) yang melakukan evaluasi DGU dengan metode persilangan puncak melaporkan bahwa galur-galur inbrida jagung yang memiliki DGU negatif mampu menghasilkan turunan yang resisten terhadap penyakit bulai. Persilangan antara dua galur penggabung umum yang baik belum tentu menunjukkan daya gabung khusus yang baik pula, tetapi penggabung umum yang sedang atau kurang juga dapat menunjukkan daya gabung khusus yang baik (Maurya dan Singh, 1977; Silitonga et al., 1993). Daya gabung khusus merupakan deviasi dari suatu hibrida dari nilai yang diharapkan berdasarkan penampilan tetuanya dan menggambarkan aksi gengen non aditif (non fixable genes). Hasil analisis daya gabung khusus tanaman jagung terhadap penyakit bulai dengan metode persilangan lini x tester disajikan pada Tabel 17. Pada Tabel 17 terlihat bahwa hanya lini Nei9008+o-41 (L8) dan tester MR10+o- 30 (T6) yang masing-masing memiliki DGU yang nyata, dan setelah berrekombinasi juga memiliki DGK yang nyata. Selain itu, beberapa lini yang DGU-nya nyata setelah disilangkan dengan tester yang DGU-nya tidak nyata (Nei9008+o-41 (L8) // MR10+o- 08 (T1), Nei9008+o-11 (L) // MR10+o-6 (T5) dan Nei9008+o-11 (L) // MR10+o-31 (T7) menunjukkan DGK yang nyata. Demikian pula halnya dengan lini Nei9008+o-4 (L5) yang memiliki DGU tidak nyata, tetapi setelah disilangkan dengan tester MR10+o-30 (T6) yang DGU-nya nyata, juga menunjukkan DGK yang nyata. Menurut Virmani (1994), hibrida yang menunjukkan DGK yang tinggi, biasanya dihasilkan dari rekombinasi persilangan dimana paling sedikit satu tetuanya memiliki DGU yang tinggi. Namun demikian, beberapa dari rekombinasi persilangan yang salah satu atau kedua tetuanya memiliki DGU tinggi, namun setelah dipasangkan dalam persilangan, DGK-nya rendah dan bahkan bisa juga terjadi suatu rekombinasi persilangan yang DGK-nya tinggi, meskipun kedua tetuanya memiliki DGU tinggi. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian ini, dimana dari hasil analisis DGU dan DGK, teridentifikasi bahwa lini Nei9008+o-11 (L) dan tester MR10+o-30 (T6) yang masingmasing memiliki DGU yang nyata, namun setelah disilangkan DGK-nya tidak nyata. Sebaliknya, lini dan tester yang DGU-nya tidak nyata, namun setelah disilangkan menunjukkan DGK yang nyata yaitu Nei9008+o-14 (L3) // MR10+o-6 (T5) dan Nei9008+o-7 (L7) // MR10+o-08 (T1). Kejadian tersebut diduga karena keterlibatan dari gen-gen non aditif yang saling melengkapi pada lokus yang berbeda sehingga hanya dapat terekspresi pada hibrida dari rekombinasi persilangan tertentu untuk karakter ketahanan tanaman terhadap penyakit bulai. Selain itu, faktor lingkungan juga memiliki 60

12 pengaruh yang cukup besar dalam pendugaan nilai DGU sehingga untuk menjadikan DGU sebagai suatu parameter, pengaruh faktor lingkungan perlu diminimalisasi melalui analisis berdasarkan hasil pengujian pada beberapa lokasi (Virmani, 1999). Tabel 17. Efek daya gabung khusus karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menggunakan metode lini x tester No Silangan % Infeksi Efek DGK No Silangan % Infeksi Efek DGK 1 L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T * 5 L1/T * 39 L5/T L1/T L5/T L1/T L6/T L1/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T * 47 L6/T L/T L6/T L/T * 49 L7/T * 16 L/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T * 55 L7/T L3/T L7/T L3/T L8/T * 4 L3/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T C 1 C L4/T C Bima L5/T C 3 Bima 1q L5/T C 4 Srikandi K Keterangan: Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi, * nyata menurut uji t pada taraf α = 5% (-1.96); ** nyata menurut uji t pada taraf α = 1% (-.58) 61

13 Nilai DGK tertinggi diperoleh pada rekombinasi persilangan antara Nei9008+o-11 (L) // MR10+o-31 (T7). Nei9008+o-11 (L) memiliki DGU tinggi (nilai tengah infeksi patogen bulai rendah) sedangkan MR10+o-31 (T7) memiliki DGU rendah (nilai tengah infeksi patogen bulai tertinggi). Singh dan Kumar (004) melaporkan bahwa nilai DGK yang tinggi dapat terjadi dari persilangan antara dua galur karena adanya interaksi antara alel positif (gen ketahanan) dari tetua DGU tinggi dengan alel negatif dari tetua dengan DGU yang rendah. Nilai DGK terendah diperoleh pada persilangan antara lini yang memiliki DGU terendah (Nei9008+o-09 (L1) dengan tester yang juga memiliki DGU terendah (MR10+o-31 (T7). Selain nilai DGK-nya terendah, Nei9008+o-09 (L1) memiliki nilai DGU terendah pada kelompok lini dan MR10+o-31 (T7) memiliki nilai DGU terendah pada kelompok tester. Hal ini diduga karena persilangan antara dua galur yang meliliki nilai DGU terendah tersebut tidak menimbulkan adanya efek dominan sehingga DGK-nya rendah. Tabel 18. Parameter genetik karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menggunakan metode lini x tester. Parameter Nilai Duga DGU DGK Aditif Do min an Konstribusi Lini (%) Konstribusi Tester (%) Konstribusi Lini x Tester (%) Keterangan: Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi Nilai duga parameter genetik berdasarkan analisis lini x tester untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai disajikan pada Tabel 18. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai duga varians DGK lebih besar dibanding dengan varians DGU, sedangkan nilai duga varians dominan lebih tinggi dibandingkan dengan varians aditif (nilai negatif lebih tinggi daripada nilai positif). Hal ini menunjukkan bahwa aksi gen-gen non-aditif (alel-alel dominan dan dominan sebagian) yang saling melengkapi pada berbagai lokus yang berbeda pada hibrida F1 memberikan pengaruh yang cukup besar dalam 6

14 mengendalikan ketahanan tanaman uji terhadap penyakit bulai. Konstribusi lini terhadap varians total mencapai 43.0%, lebih tinggi daripada konstribusi tester yang mencapai 0.7% dan lini x tester yang mencapai 36.3%. Heterosis Nilai heterosis terhadap rata-rata tetua pada 64 persilangan F 1 berkisar antara sampai 6.7%, sedangkan nilai heterosis terhadap tetua tertinggi berkisar antara -47.% sampai.8% (Tabel 19) (analisis berdasarkan tanaman sehat, nilai positif lebih tinggi dari negatif). Beberapa rekombinasi persilangan memiliki nilai heterosis positif, yaitu 54 rekombinasi (54.7% dari semua kombinasi) untuk nilai heterosis terhadap rata-rata tetua dengan kisaran 0.6% sampai 6.7% dan 1 rekombinasi (3.8% dari semua kombinasi) dan untuk nilai heterosis terhadap tetua tertinggi dengan kisaran 0.9% sampai.8%. Nilai heterosis tertinggi diperoleh dari rekombinasi persilangan lini Nei9008+o-4 (L5)// MR10+o-30 (T6). Nei9008+o-4 (L5) memiliki nilai DGU tidak nyata, sedangkan tester MR10+o-30 (T6) nilai DGU-nya nyata tertinggi. Hasil persilangan dari kedua galur tersebut menunjukkan DGK yang nyata, tetapi bukan merupakan DGK tertinggi. Menurut Poehlman dan Borthakur (1977), persilangan antara galur/tetua yang yang memiliki latar belakan genetik yang jauh akan menghasilkan keturunan silang tunggal yang mempunyai nilai heterosis tinggi dibanding tetua yang latar belakang genetiknya yang dekat. Dengan demikian, diduga bahwa rekombinasi persilangan lini dan tester yang memiliki nilai heterosis tinggi pada penelitian ini memiliki jarak genetik yang jauh. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pabendon et al. (006) dilaporkan bahwa hasil analisis kekerbatan genetik berdasarkan 39 lokus SSR, galur Nei9008 dan MR10 berada pada klaster yang berbeda. Dengan demikian, secara gentik, galur asal dari kedua kelompok inbrida yang digunakan pada penelitian ini memiliki kekerabatan yang jauh. Beberapa rekombinasi lini x tester yang memiliki nilai heterosis negatif diduga karena kedua galur asal yang digunakan pernah disilangkan dengan CML161 sebagai sumber gen mutan resesif homosigot opaque- sebelum dilakukan silang balik sehingga didug beberapa diantara kelompok lini dan tester masih memiliki jarak genetik yang dekat. Rekombinasi persilangan yang mempunyai nilai heterosis tertinggi bukan berasal dari rekombinasi yang memiliki efek DGK tertinggi. Namun demikian, rekombinasi persilangan yang efek DGK-nya nyata, pada umumnya memiliki nilai heterosis yang positif. Dengan demikian, galur yang mempunyai efek DGK lebih tinggi belum tentu 63

15 nilai heterosisnya juga lebih tinggi karena nilai heterosis relatif terhadap tetuanya sedangkan DGK relative terhadap galur-galur yang diuji. Tabel 19. No Fenomena heterosis karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menggunakan metode lini x tester. Silangan Heterosis % Heterobeltiosis % No Silangan Heterosis % Heterobeltiosis % 1 L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T L1/T L5/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L/T L6/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L3/T L7/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T L4/T L8/T Keterangan: Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang sehat 64

16 KESIMPULAN 1. Galur galur Nei9008+o lebih resisten terhadap penyakit bulai dibandingkan dengan Galur galur MR10+o. Dari hasil penyaringan, masing-masing delapan galur hasil introgresi gen mutan o terseleksi sebagai tetua persilangan metode lini x tester. Galur-galur hanya terinfeksi ringan P. maydis yaitu <10%.. Lini dan tester memiliki kandungan lisin dan triptofan meningkat hingga diatas dua kali lipat dibandingkan dengan tetua pemulihnya. Sebagian besar lini Nei9008+o memiliki kandungan lisin dan triptofan lebih tinggi daripada tester MR10+o. 3. Lini Nei9008+o-11 dan Nei9008+o-71 memiliki efek DGU nyata, sedangkan untuk tester adalah MR10+o-30. Tuju kombinasi persilangan mempunyai efek efek DGK nyata. 4. Terdapat 54 rekombinasi persilangan (54.7% dari semua kombinasi) memiliki nilai heterosis terhadap terhadap rata-rata tetua dan 1 rekombinasi (3.8% dari semua kombinasi) untuk nilai heterosis terhadap tetua tertinggi. 5. Hasil analisis memperlihatkan pengaruh yang besar dari aksi gen-gen non aditif terhadap karakter ketahanan genotip uji terhadap penyakit bulai. 65

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Kendala biotis yang paling sering terjadi dalam budidaya jagung di Indonesia adalah penyakit

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Kegiatan Persilngan dengan Metode MAS 1 (Parsial)

Lampiran 1. Skema Kegiatan Persilngan dengan Metode MAS 1 (Parsial) Lampiran 1. Skema Kegiatan Persilngan dengan Metode MAS 1 (Parsial) Galur: DMR tetua pemulih x QPM donor (oo) (OO) 21 baris 5 baris F1 x DMR 105 baris 3 baris BC 1 F 1 MAS 105 baris satu marka SSR untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK BAB. VI Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK Galur yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL D. Ruswandi, M. Saraswati, T. Herawati, A. Wahyudin, dan N. Istifadah Lab. Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Jagung (Zea mays L., 2n = 20) merupakan tanaman berumah satu (monoceous) dan tergolong ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukannya terjadi secara acak

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

1. Gambar dan jelaskan bagan seleksi masa dan seleksi tongkol-baris!

1. Gambar dan jelaskan bagan seleksi masa dan seleksi tongkol-baris! Nama : Bramantia Setiawan NIM : 125040200111105 Kelas : D Dosen : IZMI YULIANAH, SP.,MP. PPT. 7 (Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang) A. Latihan dan diskusi 1. Gambar dan jelaskan bagan seleksi masa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK BAB. V Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK Pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan BAB. IV Daya Gabung Karakter Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) pada Kondisi Lingkungan Tanpa Cekaman dan Lingkungan Tercekam Kekeringan ABSTRAK Percobaan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS

Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS Penelitian II: Introgresi Gen Resesif Mutan o2 ke Galur Jagung Resisten tehadap Penyakit Bulai dengan Pendekatan MAS Pendahuluan Kegiatan pemuliaan dengan cara konvensional untuk merakit jagung yang bermutu

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER

EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi daya gabung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama

Lebih terperinci

Kuswanto-2012 Macam Mating Design Mating Design I 2 faktor, nested (tersarang) Mating Design II 2 faktor, faktorial Mating Design III ull faktorial Mixed ull nested Dialel Mating !! " " #! Apakah nested

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Dasar Genetik Tanaman Penyerbuk Silang Heterosigot dan heterogenous Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda Keragaman

Lebih terperinci

Salah satu upaya peningkatan produksi jagung

Salah satu upaya peningkatan produksi jagung Daya Gabung Galur-galur Jagung Berkualitas Protein Tinggi Muhammad Azrai 1, Made Jana Mejaya 2, dan Hajrial Aswidinnoor 3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros, Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007. 76 Lampiran 1. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA3 Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr14.

Lebih terperinci

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2 II. KOMPONEN VARIAN SIFAT KUANTITATIF Kuswanto, 2012 1.Statistik sifat kuantitatif Karena sifat kuantitatif akan membentuk distribusi kontinyu dari penotip, maka sifat-sifat tersebut dianalisis dengan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

Rancangan Persilangan 2 Pengertian dan kegunaan, Tujuan Bahan dan pelaksanaan Perancangan bagan persilangan Penempatan lapang Analisis ragam rancangan

Rancangan Persilangan 2 Pengertian dan kegunaan, Tujuan Bahan dan pelaksanaan Perancangan bagan persilangan Penempatan lapang Analisis ragam rancangan Kuswanto, 2012 Rancangan Persilangan 2 Pengertian dan kegunaan, Tujuan Bahan dan pelaksanaan Perancangan bagan persilangan Penempatan lapang Analisis ragam rancangan persilangan I Penafsiran Pengertian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA Dewasa ini, pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan terpenting yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas

Lebih terperinci

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN MODUL I KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN 1.1 Latar Belakang Tujuan akhir program pemuliaan tanaman ialah untuk mendapatkan varietas unggul baru yang sesuai dengan preferensi petani dan konsumen. Varietas unggul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas Bisma Golongan : Bersari bebas Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) Umur panen : ± 96 HST Batang : Tinggi sedang, tegap dengan tinggi ± 190 cm Daun

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM DAYA GABUNG DAN RESIPROKAL BOBOT BIJI JAGUNG DALAM PERSILANGAN DIALEL LENGKAP NURUL QOMARIASIH

ANALISIS RAGAM DAYA GABUNG DAN RESIPROKAL BOBOT BIJI JAGUNG DALAM PERSILANGAN DIALEL LENGKAP NURUL QOMARIASIH i ANALISIS RAGAM DAYA GABUNG DAN RESIPROKAL BOBOT BIJI JAGUNG DALAM PERSILANGAN DIALEL LENGKAP NURUL QOMARIASIH DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen 71 PEMBAHASAN UMUM Nisbah populasi F2 untuk karakter warna batang muda, bentuk daun dan tekstur permukaan buah adalah 3 : 1. Nisbah populasi F2 untuk karakter posisi bunga dan warna buah muda adalah 1

Lebih terperinci

[ ] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai

[ ] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai [1.04.04] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai [BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Yunita et al.: Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung, dan Segregesi Biji 25 Vol. 1, No. 1: 25 31, Januari 2013 PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO BAB 11 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

Analisis Varians dan Heritabilitas Ketahanan Galur Jagung Rekombinan terhadap Penyakit Bulai. M. Azrai dan F. Kasim

Analisis Varians dan Heritabilitas Ketahanan Galur Jagung Rekombinan terhadap Penyakit Bulai. M. Azrai dan F. Kasim Analisis Varians dan Heritabilitas Ketahanan Galur Jagung Rekombinan terhadap Penyakit Bulai M. Azrai dan F. Kasim Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros ABSTRACT. The Analysis of the Variants and Heritability

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan diolah menjadi berbagai bahan pangan seperti tahu, tempe dan sari kedelai, dan lainnya, yang dikonsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO BAB 10 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam taksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Family Graminae, Genus Zea dan Spesies Zea mays

Lebih terperinci

Disusun Oleh Muhammad Azrai / AG Program Studi Agronomi Minat Pemuliaan Tanaman

Disusun Oleh Muhammad Azrai / AG Program Studi Agronomi Minat Pemuliaan Tanaman Makalah Individu/Pengantar Falsafah Sains (PPS70)/Muhammad Azrai/004 Muhammad Azrai Posted 19 December 004 Makalah Individu Semester Ganjil 004 Pengantar Falsafah Sains (PPS70) Program S3 Desemberr 004

Lebih terperinci

SUMBERDAYA GENETIK. 2 Highlight Balitsereal Plasma Nutfah P

SUMBERDAYA GENETIK. 2 Highlight Balitsereal Plasma Nutfah P 2 Highlight Balitsereal 2009 SUMBERDAYA GENETIK Plasma Nutfah P eningkatkan produksi tanaman serealia seperti jagung, sorgum, gandum, jewawut, dan jali tidak dapat tercapai tanpa mengembangan varietas

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI 24 ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK), heterosis dan kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL Estimation of genetic parameters chilli (Capsicum annuum L.) seeds vigor with half diallel cross

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

INTEGRASI GEN UNTUK LISIN DAN TRIPTOFAN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT BULAI MEMANFAATKAN MARKA MOLEKULER (MAS) DALAM PENGEMBANGAN JAGUNG HIBRIDA

INTEGRASI GEN UNTUK LISIN DAN TRIPTOFAN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT BULAI MEMANFAATKAN MARKA MOLEKULER (MAS) DALAM PENGEMBANGAN JAGUNG HIBRIDA INTEGRASI GEN UNTUK LISIN DAN TRIPTOFAN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT BULAI MEMANFAATKAN MARKA MOLEKULER (MAS) DALAM PENGEMBANGAN JAGUNG HIBRIDA MUHAMMAD AZRAI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR PERAKITAN KULTIVAR UNGGUL JAGUNG TOLERAN KEMASAMAN: SELEKSI IN VITRO MUTAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN VARIAN SOMAKLON Surjono Hadi Sutjahjo, Dewi Sukma, Rustikawati PROGRAM INSENTIF RISET DASAR Bidang Fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2012

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2012 KODE PENELITIAN: X.71 Pengembangan Jagung Hibrida berkadar Nutrisi Tinggi, Tahan Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis L.), dan Hama Gudang (Sitophilus zeamais) Potensi Hasil 11 t/ha Peneliti/Perekayasa:

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL BARU SEREALIA

PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL BARU SEREALIA PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL BARU SEREALIA Upaya perakitan varietas unggul serealia saat ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan spesifik lingkungan, diantaranya jagung spesifik wilayah dengan curah hujan

Lebih terperinci

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 20 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):20-24, 2013 Vol. 1, No. 1: 20 24, Januari 2013 DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 HASIL PERSILANGAN

Lebih terperinci

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung Hadiatmi, Sri G. Budiarti, dan Sutoro Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Informasi mengenai nilai heterosis dan pengaruh daya gabung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

REAKSI AKSESI PLASMA NUTFAH JAGUNG TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora philippinensis)

REAKSI AKSESI PLASMA NUTFAH JAGUNG TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora philippinensis) Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015 REAKSI AKSESI PLASMA NUTFAH JAGUNG TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora philippinensis) Burhanuddin dan Syahrir Pakki Balai Penelitian Tanaman Sereali Maros

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA Amin Nur 1), Karlina Syahruddin 1), dan Muhammad Azrai 1) 1) Peneliti Pemuliaan pada Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan

Lebih terperinci

Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas

Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas Made J. Mejaya, M. Azrai, dan R. Neni Iriany Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata konsumsi cabai per kapita di Indonesia adalah 2,9 kg.tahun -1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman buah yang sangat penting dalam pemenuhan kalsium dan sumber vitamin A dan C (Nakasome dan Paull 1998). Selain dikonsumsi sebagai

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

59 Aisah et al. (2016) Jurnal Kawista 1(1):59-67

59 Aisah et al. (2016) Jurnal Kawista 1(1):59-67 UJI DAYA GABUNG TIGA GALUR MANDUL JANTAN DENGAN SEPULUH GALUR KANDIDAT RESTORER PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa.l) Siti Aisah 1, Ir. Erita Hayati, M. P 2, Dr. Bakhtiar, S.P, M. Si 2 1 Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat

Lebih terperinci

PEUBAH PERTUMBUHAN KUALITATIF. Bentuk Ujung Daun Pertama, Bentuk Batang, dan Warna Batang

PEUBAH PERTUMBUHAN KUALITATIF. Bentuk Ujung Daun Pertama, Bentuk Batang, dan Warna Batang 32 PEUBAH PERTUMBUHAN KUALITATIF Bentuk Ujung Daun Pertama, Bentuk Batang, dan Warna Batang Berdasarkan pengamatan visual bentuk ujung daun pada dua minggu setelah tanam, genotipe SD-3 menunjukkan bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif Tabel 4 menunjukkan kuadrat nilai tengah pada analisis ragam untuk tinggi tanaman, tinggi tongkol

Lebih terperinci

Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Spesifik Lima Galur Harapan Jagung Berprotein Mutu Tinggi. M. Yasin HG., Abd. Rahman, dan Nuning A.

Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Spesifik Lima Galur Harapan Jagung Berprotein Mutu Tinggi. M. Yasin HG., Abd. Rahman, dan Nuning A. Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Spesifik Lima Galur Harapan Jagung Berprotein Mutu Tinggi M. Yasin HG., Abd. Rahman, dan Nuning A. Subekti Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jagung Manis LASS Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas jagung sintetik bernama Srikandi. Varietas LASS juga merupakan hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci