BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida"

Transkripsi

1 BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam membedakan inbrida satu dengan yang lain dan dapat membentuk kelompok heterotik potensial yang stabil. Penelitian ini dalam bentuk simulasi data biner hasil karakterisasi 34 inbrida jagung menggunakan 36 marka mikrosatelit. Simulasi data dalam dua cara yaitu (a) melalui iterasi data, dan (b) melalui analisis PCA (Principal Component Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa paket marka dengan 25 marka SSR menghasilkan nilai koefisien korelasi tertinggi sebesar 0,79. Walaupun nilai tersebut sudah cukup baik tapi hanya dalam hal kemampuan membedakan inbrida satu dengan yang lain. Kelompok heterotik yang terbentuk berdasarkan paket marka SSR sebanyak 36, 30, dan 25 lokus belum tegas karena nilai korelasi masih < 90%. Perlu melanjutkan iterasi data atau menambahkan primer untuk mendapatkan set marka yang aplikatif untuk digunakan oleh pemulia. Kata kunci: data biner, korelasi kofenetik, iterasi data, PCA 37

2 Simulation Analysis of Microsatellite Markers as Estimation of Heterosis in Hybrid Population ABSTRACT The objective of the study is to observe the SSR marker package that iseffective to differentiate among inbreds and could develop potential heterotic groups. This study is a simulation of binary data from 34 inbred lines characterized by 36 microsatellite markers. The data of simulation analysis are developed in two ways i.e. (a) iteration method, and (b) PCA (Principal Component Analysis) method. The result suggestes that 25 SSR marker package SSR-based provide a high value of cofenetic correlation coefficient i.e. 0.79; however, the value is quite sufficient to differentiate the inbreds. Heterotic groups developed based on 36, 30, and 25 are yet to be assertive to divide into five groups. It is necessary to continue the data iteration or add primers to obtain the set of primers applicable to the breeder Key words: binary data, cophenetic correlation, data iteration, PCA 38

3 PENDAHULUAN Teknik marka telah berhasil dalam membantu para pemulia tanaman khususnya dalam menangani populasi dalam jumlah besar untuk mengidentifikasi target rekombinan pada sejumlah lokus yang diseleksi (Howes et al., 1998). Selain itu memungkinkan seleksi lebih akurat pada generasi awal dari pada skrining, karena skrining pada generasi lanjut di dalam jumlah besar tidak akan praktis dan akan memberikan sedikit atau bahkan tidak ada keuntungan dibandingkan seleksi secara fenotipik. Teknologi marka DNA juga telah diaplikasikan di dalam sidikjari genotipe, dalam menentukan kemurnian benih, di dalam sistematik sampling plasma nutfah, dan dalam analisis filogenetik. Informasi pedigree secara individu penting dalam program pemuliaan karena digunakan dalam menghitung koefisien kekerabatan atau koefisien coancestry dan memberikan dasar kepada pemulia untuk menyeleksi tetua dan mengambil keputusan dalam merancang persilangan. Sejumlah program perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menganalisis data marka molekuler sehingga data tersebut dapat diaplikasikan. Salah satu program yang telah banyak digunakan adalah program NTSYS-pc 2.1 (Rohlf, 2000), khususnya sebagai alat bantu untuk melakukan analisis kekerabatan sejumlah plasma nutfah. Dalam program pemuliaan berbasis marka molekuler, modifikasi jumlah marka yang tepat seperti marka mikrosatelit atau SSR dalam pembentukan kelompok heterotik berdasarkan tingkat kekerabatan secara akurat sangat diperlukan. Hal tersebut berkaitan dengan efisiensi penggunaan primer, enzim dan bahan kimia lain seperti buffer dan juga tenaga dan waktu yang dibutuhkan dalam proses karakterisasi. Beberapa hasil penelitian yang mengelompokkan galur-galur berdasarkan tingkat kekerabatan menggunakan marka SSR rata-rata sekitar 50 primer atau lebih dan merata pada seluruh kromosom seperti Senior et al. (1998) pada jagung (63 primer), Warburton et al., 2001 pada jagung (85 primer), Fregene et al. (2003) pada singkong (67 primer), Vaz Patto et al., 2004 (50 primer). Namun demikian ada penelitian lain yang menggunakan marka SSR di bawah 50 seperti yang dilakukan pada gandum (El-Maghraby, et al., 2005). Selain itu, ada juga sejumlah studi keragaman genetik berbasis SSR dengan jumlah primer di bawah 50 39

4 seperti yang telah dilakukan pada kedelai (Glycine Max L. Merr), yang menggunakan tujuh primer mikrosatelit (Rongwen et al., 1995), 15 primer pada barley (Hordeum vulgare L.)(Struss dan Plieske, 1998) dan 23 primer pada gandum (Plaschke et al., 1998). Di negara sedang berkembang, laboratorium marka molekuler pada umumnya masih bisa dihitung dengan jari, dan sebagian besar dengan fasilitas laboratorium yang sederhana dan sangat terbatas, serta pendanaan yang juga relatif terbatas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya diperlukan modifikasi baik dalam penggunaan alat, bahan, maupun protokol yang digunakan. Konstruksi dendrogram yang stabil diperlukan untuk studi keragaman genetik dan penentuan koleksi inti, untuk seleksi tetua potensial dalam pengembangan hibrida. Jumlah minimum lokus mikrosatelit atau alel-alel harus ditentukan terlebih dahulu untuk konstruksi dendrogram yang stabil. Hal tersebut akan menghemat waktu dan tenaga, khususnya untuk tanaman yang mempunyai sejumlah besar varietas atau koleksi. Kemampuan statistik dapat dimanfaatkan untuk mengamati pengujian berbasis marka, tergantung dari posisi marka, berat jenis, atau tingkat polimorfisme dari marka. Oleh karena itu disarankan untuk menentukan jumlah marka yang dibutuhkan untuk menentukan batas kemampuan (Heckenberger et al., 2005). Marka DNA bebas dari pengaruh pleiotropik, sehingga memungkinkan sejumlah marka dapat dimonitor dalam populasi tunggal. Perangkat lunak seperti program NTSYS-pc 2.1 (Rohlf, 2000), bermanfaat di dalam mendapatkan informasi berbasis marka molekuler untuk analisis sidikjari, keragaman genetik, dan MAS. Simulasi marka SSR menggunakan berbagai program seperti program NTSYS-pc 2.1, dapat membantu para pemulia tanaman dalam program pengembangan hibrida, khususnya dalam membantu mengelompokkan galur-galur ke dalam kelompok heterotik berdasarkan jumlah dan jenis marka yang digunakan sehingga lebih mudah dalam menyeleksi kandidat tetua hibrida potensial. Penelitian ini diharapkan akan dapat mengurangi jumlah primer yang digunakan tetapi efisien dan akurat dalam penetapan kelompok pola heterotik. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR yang efektif dalam membentuk kelompok heterotik potensial yang stabil sehingga kombinasi tetua yang menghasilkan heterosis tinggi dapat diprediksi lebih awal. 40

5 BAHAN DAN METODE Materi yang digunakan dalam simulasi ini adalah data biner 34 galur elit hasil genotyping dari 36 marka SSR. Simulasi dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputer program NTSYS-pc 2.1. Simulasi dilakukan melalui dua cara yaitu (1) iterasi marka molekuler, (2) analisis PCA. Iterasi data marka molekuler Iterasi data dilakukan untuk mengetahui apakah dendrogram yang terbentuk dengan menggunakan 36 marka molekuler masih sama jika marka dikurangi untuk efisiensi. Pengurangan marka dimulai dari marka dengan nilai polimorfisme terkecil yaitu dengan pengurangan lima marka setiap analisis, kecuali pada pengurangan pertama sebanyak 6 marka. Konstruksi dendrogram berdasarkan UPGMA (Unweighted Pair- Group Method with Arithmathic Averages) dilakukan untuk setiap set baru untuk melihat pengelompokan. Untuk melihat posisi relatif dari masing-masing inbrida dilakukan analisis Principal Coordinate Analysis (PCoA). Analisis dihentikan pada saat hasil analisis menghasilkan lebih dari satu dendrogram. Nilai koefisien korelasi kofenetik (r) dari masing-masing dendrogram dihitung dengan menggunakan program NTSYS-pc 2.1, yang membantu dalam menetapkan paket marka efektif untuk pembentukan kelompok heterotik inbrida elit jagung. Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis komponen utama untuk mengetahui primer-primer yang berperanan dalam pembentukan dendrogram. Komponen utama dari peubah data asal diperoleh dari matriks varians-kovarians peubah asalnya. Skor komponen utama untuk setiap pengamatan dihitung melalui persamaan: ( x x) Y = a ( x x) Yh 1 = a1 h,... h k h, dimana Y h1 = skor komponen ke-1 dari k obyek pengamatan ke-h, a 1 = vektor pembobot komponen utama ke-1 dan X h = vector 41

6 data pengamatan dari obyek ke-h dan X = vektor nilai rata-rata dari variabel asal (Dillon dan Goldstein, 1984). Metode kedua ini menyeleksi alel yang berperanan dalam pembentukan dendrogram. Jadi berkurangnya primer berdasarkan pengurangan alel secara otomatis berdasarkan analisis komponen utama. HASIL Korelasi kofenetik berdasarkan jumlah primer Hasil konstruksi dendrogram melalui iterasi data yaitu 36, 30, 25, 20, dan 15 primer SSR terbentuk hanya satu dendrogram pada masing-masing set yang dianalis. Selain itu, inbrida dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Jika iterasi dilanjutkan menggunakan 10 primer, dihasilkan dua konstruksi dendrogram (data tidak ditampilkan). Pada Gambar 3 (Bab III) sampai Gambar 12 ditampilkan konstruksi dendrogram (a) dan posisi relatif dari masing-masing genotipe dalam ruang dua dimensi (b) untuk masing-masing paket marka hasil iterasi marka mikrosatelit. Posisi relatif dari masing-masing galur pada setiap paket marka menunjukkan ketujuh tetua terseleksi stabil pada masing-masing kelompok pada set 36, 30, dan 25 primer. Jika jumlah primer dikurangi lagi maka ada tetua yang berpindah pada kelompok lain. Pada Tabel 4 menunjukkan hasil iterasi terhadap lima paket marka SSR, diperoleh nilai koefisien korelasi kofenetik yang tertinggi pada penggunaan 25 primer yaitu sebesar (0,79), disusul oleh paket marka 30 primer (0,78) sedangkan yang terendah pada penggunaan 15 primer dengan nilai 0,75. Pada Gambar 3 sampai Gambar 12, adalah penampilan 34 inbrida jagung berdasarkan hasil konstruksi dendrogram dan posisi relatif dari masing-masing inbrida dalam dua dimensi berdasarkan analisis PCoA. Dari tujuh inbrida yang terseleksi untuk set persilangan dialel, paket yang menggunakan 30 dan 25 marka mikrosatelit berada pada posisi relatif yang sama. 42

7 Gambar 4 Posisi relatif 34 inbrida jagung menggunakan 36 marka SSR dengan nilai koefisien kofenetik (r) sebesar 0,76. Gambar 5 Dendrogram 34 inbrida jagung menggunakan 30 marka SSR. (r = 0,78) 43

8 Gambar 6 Posisi relatif 34 inbrida jagung menggunakan 30 marka SSR dengan nilaikoefisien kofenetik (r) sebesar 0,78. Gambar 7. Dendrogram 34 inbrida jagung menggunakan 25 marka SSR (r = 0,79). 44

9 Gambar 8. Posisi relatif 34 inbrida jagung menggunakan 25 marka SSR dengan nilai koefisien kofenetik (r) sebesar 0,79. Gambar 9. Dendrogram 34 inbrida jagung menggunakan 20 marka SSR (r = 0,76). 45

10 Gambar 10. Posisi relatif 34 inbrida jagung menggunakan 20 marka SSR dengan nilai koefisien kofenetik (r) sebesar 0,76. Gambar 11. Dendrogram 34 inbrida jagung menggunakan 15 marka SSR (r = 0,75) 46

11 Gambar 12. Posisi relatif 34 inbrida jagung menggunakan 15 marka SSR dengan nilai koefisien kofenetik (r) sebesar 0,76. Pada Gambar 13 adalah diagram batang menunjukkan paket marka berdasarkan jumlah primer dibandingkan dengan koefisien korelasi kofenetik, tingkat polimorfisme, dan total alel untuk masing-masing paket marka. Berdasarkan nilai koefisien korelasi kofenetik (r), paket yang menggunakan 25 primer menghasilkan nilai r yang paling tinggi. Tabel 4 Jumlah marka, koefisien korelasi kofenetik (r), jumlah alel, dan tingkatpolimorfisme (PIC) No. Jumlah Marka SSR Nilai r Jumlah alel PIC rata-rata , , , , , , , , , , * 0, Keterangan: * data berdasarkan hasil analisis PCA. 47

12 0.79 Koef. korelasi kofenetik Jumlah primer Gambar 13 Diagram jumlah primer dan koefisien korelasi kofenetik. Berdasarkan hasil PCA, diperoleh empat komponen utama pertama yang memiliki akar ciri >1. Komponen utama (PC-1, PC-2, PC-3, PC-4) dapat menerangkan keragaman pita SSR masing-masing sebesar 9,54%, 8,04%, 7,86%, dan 6,66%. Total keempat komponen utama tersebut sebesar 32,09%. Dari total nilai komponen utama tersebut diperoleh 52 alel yang berperanan dalam pembentukan dendrogram, yang berada pada 29 lokus SSR. Dari total 36 lokus SSR yang digunakan terdapat tujuh lokus yang tidak berperan dalam konstruksi dendrogram yaitu phi064, nc133, phi127, phi213984, phi423796, phi448880, phi96342 (Tabel 5). Dari total tujuh primer yang tereliminasi, lima primer dengan tingkat polimorfisme terendah juga dengan jumlah alel terendah. Namun terdapat dua primer yaitu phi064 dan phi127 mempunyai jumlah alel cukup tinggi dengan tingkat polimorfisme masing-masing 0,82 dan 0,57 (Tabel 6). 48

13 Tabel 5 Nilai komponen utama (PC) dari masing-masing pita/alel yang berperanan dalam membedakan 34 genotipe jagung yang dikarakterisasi No. Lokus SSR No. Bin Ukuran (bp) PC1 PC2 PC3 PC4 Σ Alel 1 phi i3(132) i6(123) phi e2(289) phi h1(144) phi i3(134) i6(127) phi f2(234) f3(230) phi f1(238) f2(232) f4(223) phi g3(152) h1(150) phi g2(191) g3(187) g4(175) phi m1(66) m2(62) umc g2(156) h1(148) i3(132) phi h1(149) h2(148) phi g3(193) phi e1(294) e2(290) umc j1(117) j3(110) phi i2(127) phi g5(164) phi g1(174) umc j2(109) j4(105) umc k1(87) k4(83) umc k3(86) k5(84) phi i3(122) phi i1(130) phi g1(169) i1(137) phi g3(151) umc g2(152) h2(146) umc k3(092) phi g1(151) i1(131) umc j1(107) j2(105) j3(103) umc g1(161) h1(149) Akar ciri Keragaman (%) Kumulatif Keterangan: Angka tebal pada komponen utama tertentu adalah nilai komponen utama dari alel tertentu pada lokus yang berperanan dalam pembentukan dendrogram. 49

14 Tabel 6 Primer SSR yang tidak berperan dalam pembentukan dendrogram berdasarkan analisis komponen utama (PCA) No. Lokus SSR No. Bin phi064 nc133 phi127 phi phi phi phi ,11 2,05 2,09 4,01 6,02 9,05 10,02 Tingkat polimorfisme (PIC) 0,82 0,32 0,57 0,22 0,24 0,36 0,33 Pada Gambar 14 dan 15 adalah konstruksi dendrogram dan posisi relatif dari masing-masing genotipe dalam ruang dua dimensi berdasarkan jumlah alel yang berperanan dalam pembentukan dendrogram dari hasil analisis PCA. Gambar 14. Dendrogram 34 inbrida menggunakan 29 marka SSR (r = 0,72). 50

15 Gambar 15. Posisi relatif 34 inbrida jagung menggunakan 29 marka SSR dengan nilai koefisien kofenetik (r) sebesar 0,72. PEMBAHASAN Bedasarkan hasil konstruksi dendrogram dan analisis PCoA dua dimensi, tujuh tetua yang terseleksi berdasarkan nilai jarak genetik stabil pada posisi relatif yang sama pada paket 30 dan 25 primer. Hal ini ada kaitannya dengan nilai korelasi kofenetik dimana korelasi kofenetik yang tinggi adalah paket marka 25 primer (0,79) dan 30 primer (0,78). Paket marka 25 primer menghasilkan nilai korelasi kofenetik yang paling tinggi menghasilkan 128 alel (Tabel 4). Paket marka 36 primer (0,76) mempunyai nilai korelasi lebih rendah dari paket marka 25 dan 30 primer. Hal tersebut mungkin disebabkan terdapat sejumlah alel yang tidak berperanan dalam pembentukan dendrogram. Nilai korelasi kofenetik menggambarkan keakuratan pengelompokan berdasarkan kemiripan genetik. Walaupun nilai korelasi kofenetik sudah tergolong cukup bagus, namun yang mampu untuk membedakan kelompok heterotik secara tegas adalah nilai r > 90% (Rohlf, 2000). Selain itu yang perlu dipertimbangkan adalah apakah ketujuh tetua yang terseleksi stabil pada kelompok heterotik yang sama dan mampu menghasilkan heterosis tinggi. Jika materi genetik diganti apakah primer 51

16 tersebut masih efektif dalam membentuk kelompok heterotik potensial dan menghasilkan heterosis tinggi. Bertin et al. (2001) melakukan karakterisasi molekuler terhadap sejumlah genotipe menunjukkan bahwa 113 alel cukup untuk membentuk klaster dari kultivar gandum pada kelompok European. Masih ada sejumlah penelitian lain yang melakukan karakterisasi marka molekuler dengan jumlah primer yang rendah sekitar 7-30 primer, seperti yang telah disebutkan pada pendahuluan. Tidak ada aturan statistik formal untuk menetapkan berapa marka genetik yang dibutuhkan untuk mengklasifikasi aksesi secara akurat, menjelaskan pola genetik, atau mengestimasi jarak genetik atau fenogram secara akurat. Idealnya, marka genetik untuk perlindungan varietas dan mengklasifikasi materi genetik yang belum diketahui harus dengan marka polimorfisme tinggi dan menyebar secara merata pada genom (Bernardo, 1992). Untuk laboratorium yang sederhana, cenderung untuk memilih teknik yang murah dan sederhana tanpa mengurangi kualitas data. Jumlah alel, nampaknya tidak banyak berpengaruh terhadap nilai korelasi kofenetik dimana jumlah alel yang terendah masih mampu menghasilkan nilai korelasi kofenetik 0,72. Hasil penelitian Zhang et al. (2002) pada koleksi gandum di Cina melaporkan bahwa penggunaan hanya 167 alel memungkinkan untuk membedakan semua genotipe gandum. Koefisien korelasi matriks jarak genetik antar 501 alel dan 167 alel masing-masing 0,74 mengindikasikan bahwa 167 alel cukup untuk membedakan semua varietas, bahkan galur-galur inbrida terseleksi. Namun demikian, 167 alel tidak cukup untuk mengkonstruksi dendrogram yang stabil untuk menggambarkan secara obyektif hubungan genetik. Hal tersebut penting untuk tidak hanya membedakan varietas tetapi juga untuk mendapatkan dendrogram yang stabil yang merefleksikan hubungan genetik secara benar pada sejumlah varietas gandum. Penemuan titik jenuh pada tanaman seperti gandum, yang mempunyai sejumlah besar aksesi, akan mengurangi waktu dan biaya di dalam menetapkan koleksi inti. Dari hasil penelitian ini nampaknya bahwa lima paket marka yaitu, 36, 30, 25, 20, dan 15 marka SSR dapat membedakan inbrida satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena paket dengan jumlah marka yang rendah adalah yang mempunyai nilai korelasi yang cukup tinggi yaitu >0,56. Dengan demikian paket marka yang 52

17 digunakan mengkarakterisasi jarak genetik, belum merupakan paket marka yang terbaik. Usaha untuk mendapatkan paket marka yang betul-betul sesuai antara jarak genetik dan tingkat heterosisnya masih perlu terus dilakukan melalui iterasi paket marka yang telah ada atau penambahan marka lainnya untuk memperoleh nilai korelasi >90%. Berbeda dengan metode iterasi data yang didasarkan pada tingkat polimorfisme, pada PCA, jumlah primer yang terseleksi berdasarkan jumlah alel yang berperanan terhadap konstruksi dendrogram. Total empat komponen utama tersebut sebesar 32,09%, artinya keragaman dari karakter pita SSR pada 34 inbrida jagung dapat diterangkan oleh nilai komponen utama sebesar 32,09%. Dari ketujuh primer tersebut lima primer yang mempunyai tingkat polimorfisme terendah. Primer tersebut adalah primer yang sama yang tereliminasi pertama pada proses iterasi data marka molekuler. Namun demikian ada dua primer yang mempunyai tingkat polimorfisme tinggi yaitu phi064 dan phi127 yang tereliminasi. Ada kemungkinan bahwa kedua primer tersebut menghasilkan kualitas pita yang rendah sehingga validasi hasil skoring rendah. Visualisasi pola pita yang baik dipengaruhi oleh kualitas DNA, kualitas reaksi PCR, kualitas hasil sekuensing, dan tingkat kemahiran dan ketelitian personal yang melakukan skoring. Semua itu akan berpengaruh terhadap akurasi data biner yang akan digunakan dalam analisis genotipeik. Dengan demikian tingginya tingkat polimorfisme suatu primer belum sepenuhnya dijamin bahwa primer tersebut berperan dalam pembentukan dendrogram. Seperti yang disebutkan terdahulu bahwa 32,09% dari nilai komponen utama untuk menerangkan keragaman dari 34 inbrida. Dengan demikian, 29 primer dengan dengan total alel 52 mampu membedakan inbrida secara individu, tetapi tidak menyinggung mengenai kestabilan dendrogram. Hal yang menyulitkan jika menggunakan metode PCA adalah seleksi alel secara random sehingga sehingga agak sukar untuk memilih primer yang tepat dalam jumlah terbatas. Plasma nutfah jagung tropis sukar diklasifikasikan secara tepat ke dalam kelompok heterotik. Warburton et al. (2002) melakukan studi galur murni dan populasi jagung tropis menggambarkan luasnya keragaman genetik yang menjadi penyebab sulitnya memilah struktur galur-galur murni. Situasi yang sama juga ditemukan pada studi keragaman galur-galur murni yang mewakili beberapa negara secara regional di Asia 53

18 (George et al., 2004 b ). Namun demikian, pada penelitian lain yang melibatkan populasi jagung tropis (Reif et al., 2003) dapat menghasilkan beberapa kelompok heterotik yang jelas melalui marka SSR. Menurut Vaz Patto et al. (2004) seperti telah disebutkan pada kegiatan penelitian pertama bahwa indeks yang ideal untuk korelasi kofenetik >0,56, berarti nilai r yang tertera pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok heterotik yang terbentuk masih memadai untuk digunakan. Yang menarik pada penggunaan 29 primer berdasarkan hasil analisis PCA, hanya 52 alel yang terseleksi, namun nilai koefisien kofenetik masih >0,56. Hal tersebut kemungkinan karena tidak semua alel dalam lokus terseleksi terpilih, melainkan hanya alel berkualitas. Selain itu, walaupun alel sedikit tetapi alel-alel tersebut berada pada lokus yang menyebar di dalam genom. Zhang et al. (2002) menyatakan bahwa dalam estimasi kemiripan genetik harus berdasarkan pada alel-alel yang representatif dari seluruh genom. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka disimpulkan bahwa: Dari hasil iterasi data, paket marka dengan 25 primer SSR mampu membedakan inbrida satu dengan yang lain dan membedakan inbrida ke dalam lima kelompok heterotik sama dengan paket marka 36 dan 30 primer SSR namun belum tegas. Dari hasil analisis PCA, 29 primer terseleksi berdasarkan alel yang berperanan terhadap pembentukan dendrogram, sama dengan penggunaan 25 primer berdasarkan tingkat polimorfisme tertinggi. 54

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

Oleh MARCIA BUNGA PABENDON

Oleh MARCIA BUNGA PABENDON ANALISIS KORELASI POLA HETEROTIK INBRIDA BERBASIS MARKA MIKROSATELIT DALAM MENDUGA PENAMPILAN FENOTIPIK HASIL SILANG UJI DAN SILANG DIALEL HIBRIDA JAGUNG Oleh MARCIA BUNGA PABENDON SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

Oleh MARCIA BUNGA PABENDON

Oleh MARCIA BUNGA PABENDON ANALISIS KORELASI POLA HETEROTIK INBRIDA BERBASIS MARKA MIKROSATELIT DALAM MENDUGA PENAMPILAN FENOTIPIK HASIL SILANG UJI DAN SILANG DIALEL HIBRIDA JAGUNG Oleh MARCIA BUNGA PABENDON SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit

Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit Jurnal AgroBiogen 2(2):45-51 Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit Marcia B. Pabendon 1, M. Dahlan 1, Sutrisno 2, dan M.L.C. George 3 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Salah satu kesulitan dalam pembentukan kultivar

Salah satu kesulitan dalam pembentukan kultivar PABENDON ET AL.: PEMBENTUKAN KLASTER GENOTIPE JAGUNG Pembentukan Klaster Genotipe Jagung Berdasarkan Markah SSR (Simple Sequence Repeat) Marcia B. Pabendon 1, E. Regalado 2, Sutrisno 3, M. Dahlan 1, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Dasar Pembentukan Jagung Hibrida Kultivar hibrida mengandung makna bahwa biji (benih) yang dipergunakan untuk pertanaman produksi komersial adalah biji generasi F1, dan merupakan

Lebih terperinci

Wereng batang coklat (WBC)

Wereng batang coklat (WBC) Wereng batang coklat (WBC) Penusuk pengisap batang padi (& rumput Leersia hexandra) Menularkan 2 penyakit oleh virus Dimorfisme sayap Kromosom diploid=30 (28 autosom, XY dan XX) Ukuran genom: 1,2 Gbp Grassy

Lebih terperinci

BAB. III ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, keragaman genetik, Simple Sequence Repeats (SSRs), korelasi

BAB. III ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, keragaman genetik, Simple Sequence Repeats (SSRs), korelasi BAB. III Analisis Keragaman Genetik Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) Berbasis Marka Simple Sequence Repeats (SSRs) dan Korelasinya dengan Karakter Morfologi ABSTRAK Program pemuliaan jagung untuk mendapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan terpenting yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Inbrida Jagung QPM dan Normal Berbasis Marka Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Penampilan Hibrida

Keragaman Genetik Inbrida Jagung QPM dan Normal Berbasis Marka Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Penampilan Hibrida Jurnal AgroBiogen 4(2):77-82 Keragaman Genetik Inbrida Jagung QPM dan Normal Berbasis Marka Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Penampilan Hibrida Marcia B. Pabendon 1, M. Azrai 1, M.J. Mejaya 1, dan Sutrisno

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman

Lebih terperinci

Nurul Qalby *, Juhriah a, A. Masniawati a, Sri Suhadiyah a. Universitas Hasanuddin, Makassar

Nurul Qalby *, Juhriah a, A. Masniawati a, Sri Suhadiyah a. Universitas Hasanuddin, Makassar KARAKTERISASI DAN KEKERABATAN JAGUNG LOKAL BIRALLE BAKKA DIDI ASAL TAKALAR SULAWESI SELATAN DAN JAGUNG KAROTENOID SYN 3 ASAL CIMMYT BERDASARKAN MARKA MOLEKULER SIMPLE SEQUENCE REPEAT (SSR) Characterization

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Pendahuluan Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida Varietas atau kultivar adalah sekelompok individu tanaman yang dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologi, fisiologis, atau sifat lainnya apabila diproduksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Jagung (Zea mays L., 2n = 20) merupakan tanaman berumah satu (monoceous) dan tergolong ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukannya terjadi secara acak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

Rizki Eka Putri Innaka Ageng R /Puji Lestari Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UMY ABSTRACT

Rizki Eka Putri Innaka Ageng R /Puji Lestari Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UMY ABSTRACT KERAGAMAN GENETIK VARIETAS KEDELAI INTRODUKSI USDA BERDASARKAN MARKA SSR (SIMPLE SEQUENCE REPEAT) DAN MORFOLOGI (Genetic Diversity of USDA introduction soybean varieties by using simple sequence repeats

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi 36 HSIL DN PEMHSN nalisis Penanda Morfologi Penanda morfologi meliputi karakter bentuk, ukuran, warna untuk daun dan buah. Variasi kedudukan daun terlihat pada posisi tegak, terbuka dan terkulai. Letak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan alternatif yang sangat penting. Kacang kedelai menjadi pilihan karena memiliki kandungan gizi yang tinggi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan

BAB I PENDAHULUAN. Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan produksi mangga Indonesia menempati posisi kedua setelah pisang. Pada tahun 2005, volume ekspor mangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID Jurnal Dinamika, April 213, halaman 43-48 ISSN 287-7889 Vol. 4. No. 1 ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID Rahman Hairuddin Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

Karakterisasi keragaman genetik koleksi plasma

Karakterisasi keragaman genetik koleksi plasma PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009 Estimasi Jarak Genetik Galur Jagung Pulut Berbasis Marka Mikrosatelit dan Korelasinya dengan Karakter Morfologi Andi Takdir M. 1, Hajrial Aswidinnoor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai termasuk salah satu komoditas yang dibutuhkan, karena protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai termasuk salah satu komoditas yang dibutuhkan, karena protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai termasuk salah satu komoditas yang dibutuhkan, karena protein yang dikandung cukup tinggi dan harganya tidak terlalu mahal, sehingga kedelai disukai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan

Lebih terperinci

Dalam genetika kuantitatif telah dijelaskan

Dalam genetika kuantitatif telah dijelaskan Korelasi antara Jarak Genetik Inbrida dengan Penampilan Fenotipik Hibrida Jagung Marcia B. Pabendon 1, Made J. Mejaya 2, H. Aswidinnoor 3, dan J. Koswara 3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) SKRIPSI ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Oleh: Ade Rosidin 10982008445 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

SUMBERDAYA GENETIK. 2 Highlight Balitsereal Plasma Nutfah P

SUMBERDAYA GENETIK. 2 Highlight Balitsereal Plasma Nutfah P 2 Highlight Balitsereal 2009 SUMBERDAYA GENETIK Plasma Nutfah P eningkatkan produksi tanaman serealia seperti jagung, sorgum, gandum, jewawut, dan jali tidak dapat tercapai tanpa mengembangan varietas

Lebih terperinci

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai mengandung sekitar 40% protein, 20% lemak, 35% karbohidrat,

Lebih terperinci

Korelasi Jarak Genetik Berbasis Marka Mikrosatelit Inbrida Jagung dengan Bobot Biji F1

Korelasi Jarak Genetik Berbasis Marka Mikrosatelit Inbrida Jagung dengan Bobot Biji F1 Korelasi Jarak Genetik Berbasis Marka Mikrosatelit Inbrida Jagung dengan Bobot Biji F1 M.B. Pabendon 1, M.J. Mejaya 2, J. Koswara 3, dan H. Aswidinnoor 3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD

ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD Endang Yuniastuti, Supriyadi, Ismi Puji Ruwaida Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian UNS Email: is_me_cute@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Cindy Yohana Siga 1, Juhriah 2, A. Masniawati 2, Muhtadin Asnady S. 2

Cindy Yohana Siga 1, Juhriah 2, A. Masniawati 2, Muhtadin Asnady S. 2 KARAKTERISASI DAN KEKERABATAN JAGUNG LOKAL BEBO ASAL SANGALLA TANA TORAJA SULAWESI SELATAN DENGAN JAGUNG CAROTENOIDD SYN 3 ASAL CIMMYT BERDASARKAN MARKA MOLEKULER SIMPLE SEQUENCE REPEAT (SSR) CHARACTERIZATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang telah lama dikembangkan baik oleh masyarakat maupun lahan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa Klambir Lima Kampung, kecamatan Hamparan

Lebih terperinci

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK BAB. V Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK Pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MARKA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI VARIETAS TANAMAN DALAM BIDANG PEMULIAAN TANAMAN. Oleh. Marcia Bunga Pabendon

PEMANFAATAN MARKA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI VARIETAS TANAMAN DALAM BIDANG PEMULIAAN TANAMAN. Oleh. Marcia Bunga Pabendon 2004 Marcia Bunga Pabendon Posted: 29 Desember 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab)

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017 ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KLON KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PLASMA NUTFAH PT. SOCFINDO MENGGUNAKAN MARKA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / 130301234 PEMULIAAN

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 5 Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 1. Tanaman menyerbuk sendiri 2. Dasar genetik Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL

MAKALAH SEMINAR UMUM. PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL MAKALAH SEMINAR UMUM PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL Nama NIM Dosen Pembimbing : Rizqi Fadillah Romadhona : 09/288913/PN/11879 : Dr. Panjisakti

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

Sriyuni Patandung 1), Juhriah 2), A. Masniawati 3), Andi Ilham Latunra 4)

Sriyuni Patandung 1), Juhriah 2), A. Masniawati 3), Andi Ilham Latunra 4) KARAKTERISASI DAN KEKERABATAN JAGUNG LOKAL BATARA DIDI ASAL SELAYAR SULAWESI SELATAN DAN JAGUNG KAROTENOID SYN 3 ASAL CIMMYT BERDASARKAN MARKA MOLEKULER SIMPLE SEQUENCE REPEAT (SSR) CHARACTERIZATION AND

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Hasil Karakterisasi Marka SSR Saat ini marka SSR (penanda mikrosatelit) telah digunakan secara luas dalam analisis yang berbasis molekuler. Marka tersebut merupakan salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas padi adalah melalui program pemuliaan tanaman. Program yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan varietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN 17 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Penyemaian benih galur BC 1 F 1 Isolasi DNA galur BC 1 F 1 Uji kualitatif dan kuantitatif DNA Analisis SSR Pemeliharaan tanaman hasil analisis SSR Pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan perkebunan karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa, sumber bahan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

APLIKASI BIOINFORMATIKA PADA STUDI GENETIK JAGUNG PROVITAMIN A. Bioinformatics Application on Genetic Study of Provitamin A Maize

APLIKASI BIOINFORMATIKA PADA STUDI GENETIK JAGUNG PROVITAMIN A. Bioinformatics Application on Genetic Study of Provitamin A Maize APLIKASI BIOINFORMATIKA PADA STUDI GENETIK JAGUNG PROVITAMIN A Bioinformatics Application on Genetic Study of Provitamin A Maize Nining Nurini Andayani, Muhammad Aqil, M.B. Pabendon Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan kultivar kedelai (Glycine max (L.) Merrill) berdaya hasil tinggi pada cakupan lingkungan yang luas merupakan faktor kunci dalam usaha peningkatan luas pertanaman

Lebih terperinci

Evaluasi dan Identifikasi Markah Molekuler untuk Sifat Tahan Penyakit Bulai dan Heterosis pada Tanaman Jagung

Evaluasi dan Identifikasi Markah Molekuler untuk Sifat Tahan Penyakit Bulai dan Heterosis pada Tanaman Jagung Evaluasi dan Identifikasi Markah Molekuler untuk Sifat Tahan Penyakit Bulai dan Heterosis pada Tanaman Jagung Sutoro, Hadiatmi, S.B. Gajatri, H. Purwanti, dan Nurhayati Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 SKRIPSI Oleh: ANN SINAGA 110301242/PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster Analisis Cluster Analisis Cluster adalah suatu analisis statistik yang bertujuan memisahkan kasus/obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai manfaat ganda, baik sebagai makanan segar, bahan industri makanan seperti pizza, rempah,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

EFFECTIVENESS OF RAPD AND SSR MARKERS FOR GENETIC ANALYSIS OF NINE PISIFERA OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) ORIGINATED FROM NIGERIA.

EFFECTIVENESS OF RAPD AND SSR MARKERS FOR GENETIC ANALYSIS OF NINE PISIFERA OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) ORIGINATED FROM NIGERIA. 20 EFFECTIVENESS OF RAPD AND SSR MARKERS FOR GENETIC ANALYSIS OF NINE PISIFERA OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) ORIGINATED FROM NIGERIA Abstract The objectives of this experiment were to compare effectiveness

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

PERAKITAN KULTIVAR KACANG TANAH TAHAN PENYAKIT KAPASITAS SOURCE-SINK SEIMBANG UNTUK

PERAKITAN KULTIVAR KACANG TANAH TAHAN PENYAKIT KAPASITAS SOURCE-SINK SEIMBANG UNTUK PERAKITAN KULTIVAR KACANG TANAH TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DENGAN KAPASITAS SOURCE-SINK SEIMBANG UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS Tim peneliti: Yudiwanti Wahyu EK (IPB) Heni Purnamawati (IPB) Sri Astuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh sebagian besar penduduk. Sekitar 95% padi diproduksi di Asia (Battacharjee et al.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci