BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Big Five Definisi Kepribadian Feist & Feist (2009)mengatakan bahwa kepribadian suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa ukuran konsisten tentang perilaku.serupa dengan pernyataan tersebutlarsen & Buss (dalam Endah, 2005)juga menambahkan bahwa kepribadian merupakan sekumpulan trait psikologis dan mekanisme didalam diri individu yang diorganisasikan dan relatif bertahan, sehingga mempengaruhi interaksi dan adaptasi individu pada lingkungan.selanjutnya, Fieldman (dalam Endah, 2005)mengatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang dikemukakan para ahli untuk memahami kepribadian, salah satunya dengan menggunakan teori trait.trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang relatif menetappada karakteristik individu.sehingga, trait yang menetap didalam diri invidu tersebut dapat digunakanuntuk membedakan individu yang satu dengan individu yang lain. Saat ini para peneliti menyetujui teori trait yang mengelompokkan trait menjadi lima besar, dengan dimensi bipolar (Costa & McCrae dalam Pervin, 2005), yang disebut Big Fiveatau FFM (Five Factor Model). McCrae & Costa (1997), big five dapat digunakan dalam berbagai bentuk bahasa, baik dalam bentuk bahasa Inggris maupun bahasa lainnya.piedmont & Chae (1997) juga berpendapat berbagai penelitian lintas budaya mengenai kepribadian big five ini dilakukan, salah satunya di Korea.Big Five atau FFM didasarkan pada kategori sifat individu, yang dapat digunakan untuk mengevaluasi diri sendiri maupun orang lain (Moberg, 1999) Definisi Kepribadian Big Five Feist & Feist (2009)menyatakan bahwa big five adalah salah satu bentuk kepribadian yang dapat digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku individu. Gufron (2010) berpendapat bahwa kepribadian big five adalah kepribadian yang dikembangkan oleh McCrae & Costa yang memiliki lima bentuk dimensi kepribadian yang mendasari perilaku individu. McCrae & Costa (1997) menambahkan 8

2 bahwa kepribadian big fivedigambarkan dalam lima dimensi dasar, diantaranya Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness Dimensi-dimensi dalam Kepribadian Big Five McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi dari big five personalitydiantaranya Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness.Masing-masing dari lima dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut; 1. Neuroticism (N) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa neuroticm menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup mereka dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Neuroticism dicirikan sebagai individu yang memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki skor yang tinggi di neuroticism adalah individu yang memiliki kepribadian mudah khawatir, rasa marah, dan depresi.menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang terdapat dalam neuroticism adalah: a. Anxiety. Individu yang gelisah, penuh rasa takut, gugup dan tegang. b. Hostility. Individu yang memiliki rasa amarah dan frustasi. c. Depression. Individu yang mengalami depresi. d. Self-Consciousness. Individu yang menunjukkan rasa tidak nyaman ketika berada diantara orang lain, terlalu sensitif, dan merasa rendah diri. e. Impulsiveness. Individu yang tidak mampu mengontrol keinginannya yang berlebihan untuk melakukan sesuatu. f. Vulnerability. Individu yang tidak mampu menghadapi stress, bergantung pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila dihadapkan pada sesuatu yang datang secara mendadak. 2. Extravertion (E) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa extravertiondalam berinteraksi lebih banyak memegang kontrol.extravertion

3 dicirikan seperti memiliki emosi yang positif, enerjik, senang bergaul, tertarik dengan banyak hal, juga ramah terhadap orang lain. Seseorang yang memiliki tingkat extravertion yang rendah cenderung pendiam dan menarik diri dari lingkungannya. Individu yang extravertion termotivasi olehperubahan, tantangan, dan mudah bosan. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang yang terdapat dalam extravertionadalah: a. Warmth. Individu yang mudah bergaul. b. Gregariousness. Individu yangsenang berinteraksi dengan orang lain. c. Assertiveness. Individu yang cenderung tegas. d. Activity (E4). Individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan yang memiliki semangat yang tinggi. e. Excitement-seeking. Individu yang senang mencari sensasi dan berani mengambil resiko. f. Positive Emotion. Individu yang memiliki emosi-emosi yang positif seperti senang, bahagia dan cinta. 3. Openness to experience (O) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa openness to experience mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru.openness to experiencememiliki kapasitas untuk menyerap informasi, fokus pada berbagai pemikiran dan perasaan.seseorang dengan tingkat openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi dan pemikiran yang luas.sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit dan tidak suka dengan perubahan.pencapaian kreatifitas terdapat pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah.hal ini dikarenakan, seseorang yang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang tinggidan lebih mudah untuk mendapatkan solusi terhadap suatu masalah. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang terdapat dalam openness to experienceadalah : a. Fantasy. Individu yang memiliki imajinasi yang tinggi. b. Aesthetic. Individu yang memiliki apresiasi terhadap seni dan keindahan.

4 c. Feelings. Individu yang mampu menyelami emosi dan perasaannya. d. Action. Individu yang memiliki keinginan untuk mencoba hal-hal baru. e. Ideas. Individu yang berpikiran terbuka terhadap ide baru. f. Values. Individu yang berkeinginan untuk menguji ulang nilai-nilai sosial, politik dan agama. 4. Agreeableness (A) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwaagreeableness mengindikasikan seseorang yang ramah, rendah hati, tidak menuntut, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Agreeableness memiliki motivasi untuk membantu orang lain dan terarah pada perilaku prososial. Namun, dalam hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka cenderung menurun.sehingga,menghindarikonflikmerupakan usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain. Sedangkan, orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung lebih agresif dan kurang kooperatif.menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang terdapat dalam agreeablenessadalah: a. Trust. Individu yang memiliki kepercayaan terhadap orang lain. b. Straightforwardness. Individu yang berkata secara apa adanya. c. Altruism. Individu yang memiliki keinginan untuk menolong orang lain. d. Compliance. Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal. e. Modesty. Individu yang rendah hati. f. Tender-mindedness. Individu yang memiliki kepedulian dan simpati terhadap orang lain. 5. Conscientiousness (C) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwaconscientiousness mendeskripsikan individu yang memiliki kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dannorma, terencana, dan memprioritaskan tugas.individu yang memiliki tingkat conscientiousness yang rendah menunjukkan sikap yang

5 malas, tidak terarahdan mudah teralih perhatiannya. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang terdapat dalam conscientiousnessadalah: a. Competence. Individu yang memiliki kemampuan dalam mengerjakan sesuatu. b. Order.Individu yang memiliki kemampuan dalam mengorganisasi. c. Dutifulness.Individu yang berpegang teguh pada prinsip hidup. d. Achievement-striving. Individu yang memiliki kesanggupan untuk mencapai prestasi. e. Self-discipline. Individu yang dapat mengatur diri sendiri. f. Deliberation. Individu yang berpikir dahulu sebelum bertindak. Perbandingan antara skor tertinggi dan skor terendah pada kepribadian big five yang terdiri dari lima dimensi dasar, diantaranya Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness,danConscientiousness.Dapat diketahui pada tabel dibawah ini:

6 Tabel 2.1Karakteristik Skor Tinggi dan Skor Rendah Pada DimensiBig Five Skor Tinggi Skala Trait Skor Rendah Cemas,emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik. Optimis, ramah dengan oranglain, mudah bergaul, banyak berinteraksi, memiliki emosi yang positif, suka menolong. Neuroticism (N) Menggambarkan cakupancakupan emosi negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, dan nervous tension. Extravertion (E) Mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas. Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak emosional, sabar, gembira, dan puas terhadap hidupnya. Tidak ramah, suka menyendiri, pendiam. Ingin tahu, minat luas, kreatif, original, imajinatif, untraditional Openness to Experience (O), Menggambarkan keluasan dan kedalaman mental individu dan pengalamannya. Pemikiran sederhana, minat sempit, non artistic. Lembut hati, dapat dipercaya, suka menolong, dan memiliki kecenderungan mengikuti oranglain. Teratur, pekerja keras, berpikir sebelum bertindak, disiplin, tepat waktu, rapi, hatihati. Agreeableness (A) Mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain. Conscientiousness (C) Mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan memiliki kontrol sosial. Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif dan agresif. Malas, lalai, ceroboh dan mudah menyerah. Sumber :Moberg, J. D. (1999). The Big Five and Organizational Virtue.Business Ethics Quarterly. 9 (2):

7 2.2 Perilaku Prososial Definisi Perilaku Prososial Bagaimana kita dapat menjelaskan mengapa seseorang memiliki pengorbanan diri yang tinggi ketika seseorang tersebut juga dapat menjadi tidak peduli? Hal tersebut disebabkan oleh perilaku prososial (Aronson, Wilson& Akert, 2007). Eisenberg (1989) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan secara sukarela dan dimaksudkan untuk membantu maupun memberi keuntungan kepada individu atau sekelompok individu Bentuk-bentuk Tindakan dalam Perilaku Prososial Bentuk-bentuk tindakan dalam perilaku prososial menurut Eisenberg & Mussen (1989), diantaranya ialahberbagi (sharing), kerjasama (cooperative), menyumbang (donating), menolong (helping), kejujuran (honesty), dan kedermawanan (generosity).masing-masing dari bentuk-bentuk tindakan dalamperilaku prososial akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Berbagi (sharing). Kesediaan individu untuk berbagi perasaan dengan orang laindalam suasana suka dan duka dan memberikan kesempatan kepada oranglain untuk merasakan keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya. 2. Kerjasama(Cooperation). Kesediaan individu untuk melakukan kegiatan bersama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama, termasuk mempertimbangkan dan menghargai pendapat orang lain saatmelakukan diskusi. 3. Menyumbang(Donating). Kesediaan individu untuk memberikan secara materil (berupa uang) kepada seseorang atau sekelompok orang untuk kepentingan umum yang berdasarkan pada permintaandan kegiatan. 4. Menolong (Helping). Kesediaan individu untuk menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan. Menolong dapat diwujudkan dalam kegiatan berbagi dengan orang lain, memberi tahudan menawarkan bantuan kepada orang lain. 5. Kejujuran (Honesty). Kesediaan individu untuk berkata dan bersikap apa adanya, serta menunjukkan ketulusan hati.

8 6. Kedermawanan (Generosity). Kesediaan individu untuk memberikan sesuatu (biasanya berupa uang dan barang) kepada orang lain atas dasar kesadaran diri. Selanjutnya, Bringham (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) menambahkan bahwa tindakan-tindakan dalam perilaku prososial meliputi menolong, kerjasama, persahabatan, kedermawanan, menyelamatkan dan pengorbanan. Wispe (dalam Luthfi, 2009) juga mengatakan bahwa tindakan-tindakan dalam perilaku prososial meliputi: 1. Simpati(Sympathy). Kesediaan individu untuk perhatian dan peduli terhadap orang lain. 2. Kerjasama (cooperation). Kesediaan individu untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam mencapai tujuan bersama. 3. Menolong (helping). Kesediaan individu untuk membantu urusan orang lain. Sehingga, orang tersebut dapat mencapai kesejahteraannya. 4. Menyumbang (donating). Kesediaan individu untuk memberikan sumbangan kepada orang lain dan dilakukan atas dasar kemurahan hati. 5. Altruistik (altruism). Kesediaan individu untuk memberikan pertolongan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Berdasarkan uraian dari bentuk-bentuk tindakan dalam perilaku prososial yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti memutuskan untuk menggunakan bentuk-bentuk tindakan dalam perilaku prososial menurut Eisenberg & Mussen (1989). Tindakantindakan ini didalamnya meliputiberbagi (sharing), kerjasama (cooperative), menyumbang (donating), menolong (helping), kejujuran (honesty), dan kedermawanan (generosity) Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Prososial Eisenberg & Mussen (1989),terdapat tujuh faktor utama yang memiliki kontribusi terhadap perilaku prososial seseorang, diantaranya; faktor biologis, budaya masyarakat setempat, pengalaman sosialisasi, proses kognitif, respon emosional, faktor karakteristik individu dan faktor situasional.aronson, Wilson& Akert (2007) menambahkan efek mood juga memiliki kontribusi terhadap perilaku prososial.selanjutnya,aronson, Wilson & Akert (2007) mengatakan bahwa efek mood terbagi dua, yaitu efek dari mood

9 positif dan efek dari mood negatif. Masing-masing dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial akan dijelaskan sebagai berikut; 1. Faktor Biologis. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa adanya faktor genetik dapat menyebabkan perbedaan individu dalam berperilaku prososial. 2. Budaya masyarakat setempat. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa perilaku, motivasi, dan nilai-nilai yang diyakini oleh individu dipengaruhi oleh budaya dimana individu tinggal.sehingga budaya dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan tingkat kecenderungan individu dalam berperilaku prososial. 3. Pengalaman sosialisasi. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan banyaknya interaksi individu dengan agen-agen sosialisasi seperti orang tua (agen sosialisasi utama), teman sebaya, guru dan media massa dapat membentuk perilaku prososial pada individu. 4. Proses kognitif. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa perilaku prososial melibatkan beberapa proses kognitif, diantaranya: a) Intelegensi. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa tingkat intelegensi dapat mempengaruhi individu dalam mempersepsi stimulus dan berperilaku. b) Persepsi terhadap kebutuhan orang lain. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa penelitian Pearl menyatakan anak baru bisa memahami kebutuhan orang lain, ketika berada pada tingkat tiga sekolah dasar. Kemampuan ini nantinya dapat meningkatkan intensitas perilaku prososial pada anak tersebut. c) Role Taking.Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa role takingmeliputikemampuan untuk memahami dan menarik kesimpulan dari perasaan,pemikiran, reaksi emosi, motivasi dan keinginan orang lain. Eisenberg & Mussen (1989) juga menambahkan bahwa role takingdapat menjadi perantara perilaku prososial yang secara sistematik telah teruji. d) Keterampilan memecahkan masalah interpersonal. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa keterampilan memecahkan masalah

10 interpersonal meliputi adanya sensitivitas terhadap permasalahan interpersonal dan kemampuan menemukan solusi terhadap masalah. e) Penalaran moral. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa penalaran moral merupakan faktor yang memiliki kecenderungan terhadap individu untuk berperilaku prososial. 5. Respon emosional. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakanbahwa respon emosional meliputi adanya perasaan bersalah dan rasa peduli terhadap orang lain. Respon ini nantinya akan meningkatkan intensitas prososial seseorang. 6. Faktor karakteristik individu. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa faktor karakteristik individu yang berhubungan dengan intensitas prososial adalah kepribadian. 7. Faktor situasional. Eisenberg & Mussen (1989) mengatakan bahwa adanya tekanan-tekanan eksternal,sepertiperistiwa sosial dapat menimbulkan kecenderunganpada individu untuk berespon secara prososial. 8. Efek mood. Aronson, Wilson& Akert (2007)menambahkan bahwa tipe efek mood dalam perilaku prososial ada dua, diantaranya; a) Efek dari mood positif.aronson, Wilson& Akert (2007)mengatakan bahwa individu yang memiiiki mood positif dapat meningkatkan intensitas perilaku prososial. Hal ini dikarenakanmoodpositif membuat individu selalu melihat sisi positif dari orang lain dan memungkinkan individu berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ideal. b) Efek dari mood negatif. Baumeister (dalam Aronson, Wilson& Akert, 2007) mengatakan bahwa salah satu jenis moodnegatif yang dapat meningkatkan intensitas perilaku prososial individu adalah rasa bersalah. Sehinggaketika individu melakukan sesuatu yang membuat ia merasa bersalah, dengan berperilaku prososial seperti menolong orang lain dapat mengurangi rasa bersalahnya. 2.3 Relawan TAGANA Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan antara kepribadian big five dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta Definisi Relawan

11 Basuki (2013)mengatakan bahwa relawan adalah seseorang yang secara sukarela menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan serta sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atas sesuatu yang telah disumbangkan. Himpsi (dalam Gunawan & Sulistyorini, 2007) juga menambahkan bahwa relawan merupakan seseorang yang memiliki niat untuk membantu individuatausekelompok individu yang memerlukan bantuan,termotivasi oleh kemauan sendiri dan tidak bermaksud untuk menerima harta atau benda Ciri-ciri Relawan Rajaguguk, Sinaga, & Effendi (dalam Saleh, 2011)mengatakan bahwa pada dasarnya relawan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu: a. Melayani individu atau sekelompok individu secara sadar dan atas kemauan diri sendiri. b. Melayani individu atau sekelompok individu untuk memperoleh kesejahteraan. c. Melayani individu atau sekelompok individu dalam semangat rasa kebersamaan dan persaudaraan. d. Melayani individu atau sekelompok individu tanpa mengharapkan imbalan Alasan-alasan Menjadi Relawan Rusell &Taylor (2009) mengatakan bahwa terdapat beberapaalasan-alasan untuk menjadi relawan diantaranya; 1. Memiliki keinginan untuk menolong orang lain. 2. Mengekspresikan nilai-nilai yang dianut. 3. Sebagai kesempatan untuk mendapat keterampilan baru dan bertemu orang baru Jenis-jenis Relawan Rajaguguk, Sinaga, & Effendi (dalam Saleh, 2011) mengatakan bahwa relawan dapat dibedakan dalam beberapa kategori, diantaranya: a. Menurut status:individu dan organisasi b. Menurut sifat pelayanan: pelayanan langsung dan pelayanan tidak langsung c. Menurut sumber dorongan: inisiatif sendiri dan bukan inisiatif sendiri Tugas-tugas Relawan

12 Brennan (2007) mengatakan bahwa relawan memiliki tiga tugas utama diantaranya: 1. Relawan dapatmenjalankan operasi secara cepat, sigap dan tanggap. 2. Relawan dapat menyediakan fasilitas darurat sebagai sarana untuk penyelamatan korban sementara waktu. 3. Relawan dapat memastikan adanya distribusi obat dan minuman bersih untuk membantu kesehatan dari korban sementara waktu Relawan TAGANA TAGANA (Taruna Siaga Bencana) merupakan perwujudan dari penanggulangan bencana bidang bantuan sosial berbasis masyarakat yang beranggotakan seluruh rakyat Indonesia baik pria maupun wanita (Tagana, 2014).Peran TAGANA disesuaikan dengan UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 27 yaitu mengamanatkan setiap orang berkewajiban melakukan kegiatan penanggulangan bencana. TAGANA juga disesuaikan dengan UU 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, pasal 1 ayat 9 yaitu perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan sosial (keadaan tidak stabil yang terjadi secara tibatiba sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik dan bencana alam). TAGANA memiliki tugas-tugas pokok yang harus dilaksanakan saat berada di lapangan diantaranya wajib mengadakan pemantauan terhadap daerah rawan bencana dan memberikan pertolongan evakuasi korban.pasca bencana relawan TAGANA mempunyai kewajiban memberikan bantuan berupa mencarikan tempat pengungsian untuk korban saat korban belum bisa kembali ke tempat tinggalnya, memberikan pelayanan dapur umum, posko sosial dan melayani kebutuhan darurat yang diperlukan.tagana memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi masyarakat yang ingin turut serta untuk berpartisipasi menjadi relawan TAGANA diantaranya ialah warga Negara Indonesia baik pria maupun wanita dan telah mengikuti pelatihan TAGANA. 2.4 Keterkaitan antara Kepribadian Big Five dengan Perilaku Prososial Pada Relawan TAGANA Eisenberg (1989) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan secara sukarela dan dimaksudkan untuk membantu maupun memberi keuntungan kepada individu atau sekelompok individu.eisenberg & Mussen (1989)

13 menambahkan bahwa terdapat faktor-faktor yang berkontribusi dengan perilaku prososial, salah satunya ialah faktor karakteristik individu khususnya kepribadian.serupa dengan hal tersebut Piliavin (dalam Dayakisni& Hudaniah, 2009), juga menambahkan bahwa faktor yang terdapat didalam diri seseorang,yaknikepribadianmemiliki kecenderungan terhadap seseorang untuk berperilaku prososial. Kepribadian suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa ukuran konsisten tentang perilaku(feist &Feist, 2009).Fieldman (dalam Endah, 2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang dikemukakan paraahli untuk memahami kepribadian, salah satunya dengan menggunakan teori trait.para peneliti khususnya generasi muda menyetujui teori trait yang mengelompokkan trait menjadi lima besar, dengan dimensi bipolar (dalam Beaumont & Stout, 2003), yang disebut Big Five. McCrae & Costa (1997) menyatakan bahwa kepribadian big five digambarkan dalam lima dimensi dasar, diantaranya Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, dan Conscientiousness. Pada dua trait kepribadian dari lima trait kepribadian dalam big five yang dikemukakan oleh McCrae & Costa(dalam Beaumont & Stout, 2003), yaitu extraversion dan agreeableness sama-sama memiliki kepribadian yakni ramah dengan orang lain. Dalam tabel karakteristik skor tinggi dan skor rendah pada dimensibig five,terlihat bahwa agreeablenessdan extrovertionmemiliki skor tinggi pada karakteristik suka menolong (Moberg, 1999).Artinya, individu yang memiliki karakteristik agreeableness dan extrovertion ialah individu yang suka menolong.menolong merupakan bentuk yang paling jelas dari perilaku prososial.eisenberg & Mussen (1989) menambahkan bahwa menolong merupakan salah satu bentuk tindakan dari perilaku prososial. Relawan adalah seseorang yang secara sukarela menolong orang lainyang membutuhkan pertolongan dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atas sesuatu yang telah disumbangkan (Basuki, 2013).Maka para relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang bantuan sosial,dapat dikatakan memiliki karakteristik yang menonjol baik itu extraversion atau agreeableness maupun keduanya.pernyataan ini didukung oleh Susanto (dalam Jannah,

14 2008)yang mengatakan bahwa individu yang berkepribadian extravertion memiliki kecenderungan intensitas perilaku prososial yang lebih tinggi. Sedangkan menurut McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) mengatakan bahwaagreeableness memiliki motivasi untuk membantu orang lain dan terarah pada perilaku prososial. 2.5 Kerangka Berpikir Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas faktor yang menentukan perilaku prososial seperti berbagi (sharing), kerjasama (cooperative), menyumbang (donating), menolong (helping), kejujuran (honesty), dan kedermawanan(generosity) adalah kepribadian big five.sedangkan perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan secara sukarela dan dimaksudkan untuk membantu maupun memberi keuntungan kepada individu atau sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Perilaku prososial juga disebabkan oleh kepribadian.eisenberg & Mussen (1989) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang berkontribusi dengan perilaku prososial, salah satunya ialah faktor karakteristik individu khususnya kepribadian.serupa dengan hal tersebut Piliavin (dalam Dayakisni& Hudaniah, 2009), juga menambahkan bahwa faktor yang terdapat didalam diri seseorang,yaknikepribadianmemiliki kecenderungan terhadap seseorang untuk berperilaku prososial. Subjek penelitian yang digunakan ialah relawan TAGANA di Jakarta.Relawan TAGANA merupakan perwujudan dari penanggulangan bencana bidang bantuan sosial berbasis masyarakat yang beranggotakan seluruh rakyat Indonesia baik pria maupun wanita.dengan menggunakan kepribadian big five dalam mengukur tipe kepribadian pada relawan TAGANA di Jakarta, dapat diketahui macam-macam tipe kepribadian pada masing-masing relawan. Dalam kepribadian big five terdapat lima macam dimensi dan digunakan menjadi variabel pertama pada masing-masing dimensi. Variabel tersebut meliputineuroticism, extravertion,openness to experience,agreeableness, dan conscientiousness.peneliti ingin melihat adanya hubungan terhadap perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta dalam melaksanakan tugas mulianya yaitu menolong korban bencana alam. Neuroticism (N) adalah relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif. Relawan TAGANA yang memiliki skor tinggi padaneuroticismberkepribadian mudah mengalami rasa khawatir, rasa takut, stress dan

15 rasa marah.sedangkan skor rendah padaneuroticism cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup mereka. Extravertion (E) diantaranya meliputi emosi yang positif, enerjik, senang bergaul, tertarik dengan banyak hal, juga ramah terhadap orang lain.relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki tingkat extravertion yang tinggi dapat lebih cepat bersosialisasi dengan lingkungannya daripada relawan TAGANA yang memiliki tingkat extravertion yang rendah.extravertion termotivasi dengan perubahan, tantangan dan mudah bosan.sedangkan relawan TAGANA di Jakarta dengan tingkat extravertion yang rendah cenderung bersikap pendiam dan menarik diri dari lingkungannya. Openness to experience (O) mempunyai kapasitas untuk menyerap informasi, fokus pada berbagai pemikiran dan perasaan.jika relawan TAGANA di Jakarta memiliki skor rendah pada openness to experiences cenderung memiliki pemikiran yang sempit dan tidak menyukai adanya perubahan, serta mempunyai kecurigaan terhadap objek yang membutuhkan pertolongan sebelum berperilaku prososial.relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki skor tinggi pada openness to experiencecenderung lebih cepat untuk berperilaku prososial jika melihat objek yang membutuhkan pertolongannya. Agreeableness (A) adalah seseorang yangramah, rendah hati, tidak menuntut, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki tingkat agreeablenesstinggicenderung perhatian, ramah, suka menolong, dan bersedia untuk bekerjasamaterkaitdengan kepentingan orang lain. Sedangkan, relawan TAGANA di Jakartayang memiliki tingkat agreeableness rendah cenderung agresif, sinis dan kurang kooperatif dengan rekan kerjanya. Conscientiousness (C) adalah seseorang yang memiliki kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, dan memprioritaskan tugas. Relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki skor tinggi pada conscientiousnesscenderung untuk menunjukkan sikap disiplin dan pekerja keras, serta perilaku terarah pada tujuan untuk mencapai sesuatu yang telah direncanakan.sedangkan relawan TAGANAdi Jakarta yang memiliki skor rendah pada conscientiousnesscenderung menunjukkan sikap malas, cerobohdan mudah teralih perhatiannya.

16 Neuroticism Kepribadian Big Five Extravertion Openness to Experience Agreeableness Perilaku Prososial Conscientiousness Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.6 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ha 1 :Adanya hubungan antara neuroticismdengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ho 1 : Tidak adanya hubungan antara neuroticismdengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ha 2 : Adanya hubungan antara extravertiondengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ho 2 : Tidak adanya hubungan antara extravertion dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ha 3 : Adanya hubungan antara openness to experiencedengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ho 3 : Tidak adanya hubungan antara openness to experience dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ha 4 : Adanya hubungan antara agreeablenessdengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ho 4 : Tidak adanya hubungan antara agreeableness dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.

17 Ha 5 : Adanya hubungan antara conscientiousnessdengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Ho 5 : Tidak adanya hubungan antara conscientiousness dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.

18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana dengan tingkat yang tinggi (HPLI, 2014).Bencana yang dimaksud adalah bencana alam, yaitu segala jenis bencana

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab terakhir ini, peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta diskusi mengenai hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah big five personality yang terdiri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA RELAWAN TAGANA DI JAKARTA. Rizka Mutia Kartika.

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA RELAWAN TAGANA DI JAKARTA. Rizka Mutia Kartika. HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA RELAWAN TAGANA DI JAKARTA Rizka Mutia Kartika Rizkamutia4@gmail.com ABSTRACT The aim of the research was to investigate the relationship

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan trauma sekunder yang sering diartikan dengan salah. Walau terlihat mirip akan tetapi memiliki definisinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Sosial positif ini didasarkan atas

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pernikahan Pada Masa Awal Pernikahan. dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pernikahan Pada Masa Awal Pernikahan. dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pernikahan Pada Masa Awal Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Menurut UU Pernikahan No 1 tahun 1974 pasal 1 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Agresi 1. Definisi Perilaku Agresi Perilaku agresi adalah merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang dikemukakan Freud, Mc Dougall,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia adalah organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Selain itu, Palang Merah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebanyakan orang memang mengakui bahwa menjadi tua itu adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari, akan tetapi pada dasarnya setiap manusia akan mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial Remaja. yang bersifat nyata (Sarwono, 2002).Perilaku merupakan respon individu terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial Remaja. yang bersifat nyata (Sarwono, 2002).Perilaku merupakan respon individu terhadap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002).Perilaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Yoanita Fakultas PSIKOLOGI TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG Eliseba, M.Psi Program Studi Psikologi HANS EYSENCK Dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Prawirosentono (2008) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen organisasi adalah cerminan dimana seorang karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota Bandung. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik accidental

Lebih terperinci

c. Pengalaman dan suasana hati.

c. Pengalaman dan suasana hati. PERILAKU PROSOSIAL Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981) membatasi perilaku prososial

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai variabel dan definisi operasional penelitian. Selain itu, akan diuraikan juga desain penelitian yang digunakan untuk membantu kelancaran didalam

Lebih terperinci

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email:zamralita@fpsi.untar.ac.id ABSTRAK Dosen adalah salah satu komponen utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecurangan Kecurangan sebagaimana yang umumnya dimengerti, berarti ketidak jujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil diskusi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, dan Batak Angkola. Kategori tersebut dibagi berdasarkan nama

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, dan Batak Angkola. Kategori tersebut dibagi berdasarkan nama BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Batak adalah salah satu suku di Indonesia di mana sebagian besar masyarakatnya bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan

BAB II. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan ekstra role (Sloat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS, BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak dahulu hingga saat ini terdapat penyakit yang dapat menimbulkan kesakitan secara mendalam bagi penderitanya, baik fisik maupun psikis. Penyakit ini

Lebih terperinci

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-3

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-3 Penempatan School of Communication Pegawai & Business Inspiring Creative Innovation Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-3 Topik : KEPRIBADIAN & EMOSI KEPRIBADIAN Kombinasi cara-cara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi. 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi. 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi Menurut Donohue dan Kolt (1992) konflik interpersonal dapat diartikan sebagai situasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU PROSOSIAL 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial merupakan tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu dan menguntungkan individu atau kelompok individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresif. untuk melukai objek yang menjadi sasaran agresi (Myers, 2010: 69). Agresif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresif. untuk melukai objek yang menjadi sasaran agresi (Myers, 2010: 69). Agresif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresif 1. Definisi agresif Perilaku agresif adalah perilaku fisik maupun perilaku verbal yang diniatkan untuk melukai objek yang menjadi sasaran agresi (Myers, 2010:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepribadian Menurut Robbins dan Judge (2015) kepribadian (personality) merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Prososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Menurut Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku prososial yang menguntungkan dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Seluruh faktor faktor kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres

BAB V PENUTUP. 1. Seluruh faktor faktor kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan dan Implikasi Manajerial Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Seluruh faktor faktor

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory 1 Desti Yuniarti, 2 Temi Damayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan

Lebih terperinci

PERSONALITY AND EMOTIONAL. By Syafrizal Chan

PERSONALITY AND EMOTIONAL. By Syafrizal Chan PERSONALITY AND EMOTIONAL By Syafrizal Chan Personality (Kepribadian) Bagaimana cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan yang lainnya Personality determinat (Penentu kepribadian) : 1. Heredity (Keturunan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan dengan sempurna dan berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dilengkapi dengan akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

Data Diri TES DISC. M L Baik hati, berhati lembut, manis M L Pintar memperngaruhi orang lain, meyakinkan

Data Diri TES DISC. M L Baik hati, berhati lembut, manis M L Pintar memperngaruhi orang lain, meyakinkan LAMPIRAN 70 Lampiran 1 Kuesioner tes DISC Data Diri Nama : Tempat, tanggal lahir : Usia : Jenis Kelamin : No. Telfon : TES DISC Instruksi : Silahkan pilih salah satu dari empat kelompok kata di bawah ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada satu atau banyak

Lebih terperinci

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat. BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Rahim (2001) manajemen konflik tidak hanya berkaitan dengan menghindari, mengurangi serta menghilangkan konflik, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami rasa kesepian dalam dirinya, yang menjadi suatu pembeda adalah kadarnya, lamanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipe Kepribadian (The Big Five Personality) 2.1.1 Definisi kepribadian Salah satu tokoh Psikologi yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan kepribadian ke dalam suatu definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT 1. Definisi Psychological Adjustment Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment merupakan proses psikologis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan

Lebih terperinci

Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian

Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian Zainul Anwar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang zainulanwarumm@yahoo.com Abstrak. Karakteristik individu atau sering dikenal dengan kepribadian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Perososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983.

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983. BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior A.1 Definisi organizational citizenship behavior Bateman dan Organ merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone,

Lebih terperinci

SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL

SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL PERBEDAAN INDIVIDUAL kuis 1. Sumber perbedaan individu dapat dijelaskan dari factor bawaan dan lingkungan 2. Sifat dan kecerdasan anak dipengaruhi oleh gen yang diturunkan orang tua pada anak 3. Pola asuh

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

RESUME PERILAKU DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI UNTUK UTS

RESUME PERILAKU DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI UNTUK UTS RESUME PERILAKU DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI UNTUK UTS 1. Seputar Dasar-Dasar Perilaku dan Pengembangan Organisasi a. Pengertian PPO Perilaku Organisasi yaitu suatu bidang ilmu yang mengkaji dampak perorangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial menurut Asih dan Pratiwi (2010) merupakan salah suatu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 18 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Locus Of Control 2.1.1 Definisi Locus Of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI 1. Defenisi Intensi Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di mana dapat berkembang dan diperkembangkan (Giri Wiloso dkk, 2012). Sebagai makhluk sosial, manusia

Lebih terperinci

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: Sam Poole ID: HC Tanggal: 23 Februari 2017

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: Sam Poole ID: HC Tanggal: 23 Februari 2017 S E L E C T D E V E L O P L E A D H O G A N D E V E L O P C A R E E R TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR Laporan untuk: Sam Poole ID: HC560419 Tanggal: 23 Februari 2017 2 0 0 9 H O G A N A S

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 135 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kepribadian big five dan motivasi terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan Rumah Sakit X Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

Lebih terperinci