BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen melakukan pembelian dengan segera tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu. Berikut akan dijelaskan secara mendalam mengenai pengertian dari pembelian impulsif 1. Pengertian Pembelian impulsif AMA (American Marketing Association dalam Buendicho, 2003) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai kecenderungan perilaku membeli yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Pembelian impulsif ini terjadi secara mendadak terhadap suatu produk dan merek yang sebelumnya belum diputuskan (Cobb & Hoyer, 1972 dalam Buendicho, (2003)). Pembelian impulsif juga merupakan pembelian yang terjadi secara spontan, yaitu ketika individu melihat suatu produk baik langsung dari toko maupun dari katalog produk. Individu langsung melakukan pembelian ketika ia merasa produk tersebut cocok maka ia akan langsung melakukan pembelian tanpa melakukan pertimbangan terlebih dahulu (Beatty & Ferrel, 1998 dalam Buendicho, (2003)). Perilaku pembelian ini dikaitkan dengan pembelian yang tidak memikirkan konsekuensi terhadap barang yang telah dibeli, misalnya uang yang dihabiskan untuk barang yang tidak perlu (Rook & Gardner, 1987 dalam Verplanken, 2001)).

2 Engel & Blackwell (1995) menambahkan pembelian impulsif sebagai suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko. Beberapa pengertian di atas menjelaskan pembelian impulsif terkait dengan pembelian yang dilakukan secara mendadak dan tanpa adanya perencanaan. Selain itu, ada beberapa tokoh yang mendefinisikan pembelian impulsif tidak hanya terkait dengan pembelian yang mendadak, tetapi juga menggambarkan adanya dorongan yang mendasari pembelian impulsif. Verplanken & Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik fikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsukensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook dalam Verplanken, 2001) Pembelian impulsif juga disebut sebagai pembelian yang tidak terencana yang memenuhi karakteristik sebagai berikut : terjadinya pengambilan keputusan membeli yang relatif cepat, menjadi lebih emosional daripada rasional dan tidak termasuk pembelian untuk barang yang mudah diingat, dan memerlukan perencanaan dalam pembeliannya (Thai, 2003). Pengertian pembelian impulsif yang digunakan pada penelitian ini adalah pembelian yang tidak direncanakan secara khusus dan didasari oleh perasaan yang

3 mendorong untuk melakukan pembelian suatu produk untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Rook (1987); Verplanken & Herabadi (2001); Thai (2003)). 2. Elemen Pembelian Impulsif Verplanken & Herabadi (2001) mengatakan terdapat dua elemen penting dalam pembelian impulsif yaitu: a. Kognitif Elemen ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi: 1. Tidak mempertimbangan harga dan kegunaan suatu produk 2. Tidak melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian produk 3. Tidak melakukan perbandingan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih berguna. b. Emosional Elemen ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi : 1. Timbulnya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian. 2. Timbul perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian. 3. Tipe-tipe pembelian impulsif Loudon dan Bitta (1993) mengemukakan empat tipe dari pembelian impulsif. Keempat tipe pembelian impulsif tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pure impulse buying adalah pembelian impulsif yang benar-benar tidak direncanakan karena ada barang yang baru.

4 2. Reminder impulse buying adalah pembelian yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya. 3. Suggestion impulse buying adalah pembelian yang dilakukan ketika pertama kali melihat suatu produk dan mengevaluasi kegunaannya. 4. Planned impulse buying adalah pembelian yang dilakukan karena faktor harga. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif menurut Thai (2003) adalah : 1. Kondisi mood dan emosi konsumen. Keadaan mood konsumen dapat mempengaruhi perilaku konsumen, misalnya kondisi mood konsumen yang sedang senang atau sedih. Pada konsumen yang memiliki mood negatif, pembelian impulsif lebih tinggi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kondisi mood yang negatif (Verplanken & Herabadi, 2002) 2. Pengaruh lingkungan. Orang-orang yang berada dalam kelompok yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan cenderung terpengaruh untuk melakukan pembelian impulsif juga (Thai, 2003). 3. Kategori produk dan pengaruh toko. Produk-produk yang cenderung dibeli secara impulsif adalah poduk yang memiliki tampilan menarik (bau yang menyenangkan, warna yang menarik), cara memasarkannya, tempat dimana produk itu dijual. Tampilan toko yang menarik akan lebih menimbulkan dorongan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Produk-produk yang cenderung di beli secara impulsif diantaranya: pakaian, majalah, barang

5 elektronik, barang-barang kebutuhan mandi dan alat musik (Dittmar & Drury, 1996 dalam Buendicho, (2003)). 4. Variabel demografis seperti kondisi tempat tinggal dan status sosial. Konsumen yang tinggal di kota memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang lebih tinggi daripada konsumen yang tinggal di daerah pinggiran kota (Thai, 2003). 5. Variabel perbedaan individu. Kepribadian individu memiliki pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Trait yang menyusun kepribadian individu merupakan aspek psikologis yang terkait dengan kecenderungan pembelian impulsif. Selanjutnya akan dibahas mengenai kepribadian yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif. B. BIG FIVE PERSONALITY Big Five Personality adalah salah satu teori yang menggambarkan kepribadian individu yang terdiri dari lima dimensi. Ke lima dimensi ini mewakili karakteristikkarakteristik yang khas yang terdapat dalam diri individu (Pervin, 2005). 1. Definisi Big Five Personality Gordon Allport mendefiniskan kepribadian sebagai suatu organisasi yang dinamis di dalam individu, sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan (dalam Suryabrata, 2002). Siagian (1986) mengatakan bahwa kepribadian seseorang menampakkan dirinya dalam berbagai bentuk sikap, cara berfikir dan cara bertindak. Sikap, cara berfikir,

6 dan cara bertindak itu dapat dipastikan tidak terlalu sama antar individu yang satu dengan yang lain. Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi Big Five Personality. Dimensi Big Five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg pada tahun Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava, 1999). Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, 2005). Big Five Personality oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa bahasa yang digunakan orang sehari-hari, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (dalam Pervin, 2005).

7 2. Tipe-Tipe Big Five Personality Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Big Five Personality terdiri dari lima tipe atau faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut. Pada sub bab ini, kelima dimensi tersebut akan dijelaskan dengan istilahistilah berikut: a. Neuroticism (N) b. Extraversion (E) c. Openness to New Experience (O): d. Agreeableness (A) e. Conscientiousness (C) Costa & McRae (1985;1992) menggambarkan kelima dimensi di atas sebagai berikut: Neuroticism berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Openness to Experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang dilakukan seseorang dengan dan kepada orang lain. Dimensi yang terakhir, yaitu Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan kemampuan mengendalikan dorogan yang diperlukan dalam kehidupan sosial (Pervin, 2005). Untuk lebih jelasnya, kelima dimensi di atas akan dipaparkan pada Tabel 1. yang didapat dari hasil penelitian Costa & McRae (1985;1992).

8 Tabel 2. Karakteristik Sifat-Sifat Big Five Model Dengan Skor Tinggi Dan Rendah Karakteristik dengan skor tinggi Sifat Karakteristik dengan skor rendah Kuatir, cemas, emosional, Neuroticism (N) Tenang, santai, tidak merasa tidak nyaman, Mengukur penyesuaian Vs emosional, tabah, nyaman, kurang penyesuaian, ketidakstabilan emosi. puas terhadap diri sendiri. kesedihan yang tak Mengidentifikasi beralasan. kecendrungan individu akan distress psikologi, ide-ide yang tidak realistis, kebutuhan/keinginan yang berlebihan, dan respon coping yang tidak sesuai. Mudah bergaul, aktif, Extraversion (E) Tidak ramah, tenang, tidak banyak bicara, personoriented, Mengukur kuantitas dan periang, menyendiri, task optimis, intensitas interaksi oriented, pemalu, menyenangkan, kasih intrapersonal, level pendiam. sayang, bersahabat. aktivitas, kebutuhan akan stimulasi, kapasitas Rasa ingin tahu tinggi, ketertarikan luas, kreatif, original, imajinatif, tidak ketinggalan jaman. Berhati lembut, baik, suka menolong, mudah percaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, terus terang. Teratur, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapi, ambisius, tekun. kesenangan. Openness (O) Mengukur keinginan untuk mencari dan menghargai pengalaman baru, Senang mengetahui sesuatu yang tidak familiar. Agreeableness (A) Mengukur kualitas orientasi interpersonal seseorang, mulai dari perasaan kasihan sampai pada sikap permusuhan dalam hal pikiran, perasaaan, dan tindakan. Conscientiousness (C) Mengukur tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan. Berlawanan dengan ketergantungan, dan kecendrungan untuk menjadi malas dan lemah. Mengikuti apa yang sudah ada, down to earth, tertarik hanya pada satu hal, tidak memiliki jiwa seni, kurang analitis. Sinis, kasar, rasa curiga, tidak mau bekerjasama, pendendam, kejam, mudah marah, manipulatif. Tidak bertujuan, tidak dapat dipercaya, malas, kurang perhatian, lalai, sembrono, tidak disiplin, keinginan lemah, suka bersenang-senang.

9 Costa & McRae (dalam Pervin, 2005) membagi setiap dimensi dari Big Five yang terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut adalah: a. Neuroticism terdiri dari: 1. Anxiety yaitu : memiliki kecemasan. 2. Self-consciousness yaitu : kesadaran diri. 3. Depression yaitu merasa rendah diri dan tidak berharga. 4. Vulnerability yaitu : mudah tersinggung. 5. Impulsifness yaitu : menuruti kata hati. 6. Angry hostility yaitu : memiliki amarah. b. Extraversion terdiri dari: 1. Gregariousness yaitu : suka berkumpul. 2. Activity level yaitu : memiliki level aktivitas. 3. Assertiveness yaitu : memiliki ketegasan. 4. Excitement Seeking yaitu : mencari kesenangan. 5. Positive Emotions yaitu : memiliki emosi yang positif. 6. Warmth yaitu : memiliki kehangatan. c. Openness to new experience terdiri dari: 1. Fantasy yaitu : memiliki khayalan yang berlebihan. 2. Aesthetics yaitu : keindahan. 3. Feelings yaitu : memiliki perasaan yang sensitif. 4. Ideas yaitu : memiliki ide-ide yang kreatif. 5. Actions yaitu : melakukan tindakan.

10 6. Values yaitu : memiliki nilai-nilai. d. Agreeableness terdiri dari: 1. Straightforwardness yaitu : suka berterusterang. 2. Trust yaitu : memiliki kepercayaan. 3. Altruism yaitu :mendahulukan kepentingan orang lain. 4. Modesty yaitu : memiliki sifat rendah hati. 5. Tendermindedness yaitu : berhati lembut. 6. Compliance yaitu : memiliki kepatuhan. e. Conscientiousness terdiri dari: 1. Self-discipline yaitu : memiliki disiplin diri. 2. Dutifulness yaitu : patuh kepada peraturan. 3. Competence yaitu : memiliki kompetensi. 4. Order yaitu : hidup teratur. 5. Deliberation yaitu : melakukan pertimbangan. 6. Achievement striving yaitu : mencapai prestasi. C. PENGARUH DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian impulsif adalah perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook, 1987 dalam Verplanken, (2001)). Ketika

11 pembelian impulsif ini dilakukan, timbul konflik dalam diri konsumen yang disebut konflik heart vs mind (konflik antara fikiran dan perasaan), misalnya antara harga produk yang tinggi dan dorongan emosional untuk memiliki produk tersebut. Konflik ini pada akhirnya akan dimenangkan oleh dorongan emosional dimana konsumen merasakan kepuasan secara emosional karena telah memiliki barang yang diinginkan (Verplanken & Herabadi, (2001)) Thai (2003) mengatakan kepribadian individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif. Trait-trait yang menyusun kepribadian individu merupakan aspek psikologis yang terkait dengan kecenderungan pembelian impulsif (Rook, 1995). Trait-trait tersebut merupakan prediktor yang signifikan terhadap pembelian impulsif (Rook & Fisher,1995). Verplanken & Herabadi (2001) menemukan hubungan antara trait-trait yang dimiliki individu terhadap kecenderungan pembelian impulsif, misalnya orang-orang yang bertipe extraversion memiliki hubungan positif dengan pembelian impulsif. artinya orangorang pada tipe ini akan lebih menunjukkan kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi juga. Salah satu pendekatan dalam psikologi kepribadian yang dapat melihat traittrait yang terdapat dalam diri individu adalah teori big five personality. Big Five Personality merupakan suatu model hirarki kepribadian yang membagi kepribadian menjadi lima faktor yang setiap faktornya menjelaskan kepribadian dengan jelas dan sangat luas (Gosling, Rentfrow, & Swann Jr, 2003). Kelima tipe kepribadian tersebut

12 adalah neuroticism, extraversion, openness to new experience, agreeableness, dan conscientiousness. Dimensi pertama yaitu Neuroticism mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Dimensi ini memiliki hubungan positif dengan pembelian impulsif. Sifat-sifat yang terdapat pada dimensi ini antara lain : kecendrungan individu akan distress psikologi, ide-ide yang tidak realistis, kebutuhan/keinginan yang berlebihan, dan respon coping yang tidak sesuai (Costa & McRae ;dalam Pervin, 2005). Lazarus, Folkman, (1986) mengatakan respon coping berkaitan dengan kognitif dan emosional individu. Orang-orang Neuroticism memiliki respon coping yang tidak sesuai. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif. Pembelian impulsif ditandai dengan adanya konflik yang terjadi antara pertimbangan kognitif dan emosional (Verplanken & Herabadi, 2001). Konflik ini dimenangkan oleh emosional yang menyebabkan individu melakukan pembelian yang tidak rasional. Untuk itu, orang-orang yang mempunyai kecenderungan tipe ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi pula. Dimensi yang kedua yaitu Extraversion meliputi perilaku mudah bergaul, aktif, banyak bicara, optimis, menyenangkan, kasih sayang dan bersahabat. Dimensi ini berkaitan dengan kebutuhan individu untuk mendapatkan stimulasi (Costa & McRae ;dalam Pervin, 2005). Individu yang bertipe ini, sangat tertarik akan adanya stimulasi-stimulasi yang baru. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif. Orang yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi

13 ditandai dengan ketertarikan yang berlebihan terhadap stimulasi produk yang ditawarkan. Dengan demikian, dimensi ini memiliki hubungan positif dengan pembelian impulsif (verplanken & Herabadi, 2001). Orang-orang mempunyai kecenderungan tipe ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi pula. Dimensi yang ketiga yaitu openness to new experience yang mencakup perilaku rasa ingin tahu tinggi, ketertarikan luas, kreatif, imajinatif (Costa & McRae ;dalam Pervin, 2005). Orang-orang dengan dimensi ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika individu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, berarti memiliki kontrol kognitif yang tinggi. Hal ini berhubungan negatif dengan kecenderungan pembelian impulsif. Menurut Verplanken & Herabadi (2001) individu yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif lebih mengikuti dorongan emosional daripada kognitif. Maka, dimensi ini memiliki hubungan negatif dengan pembelian impulsif. Orang-orang dengan dimensi ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah. Dimensi yang keempat yaitu agreeableness meliputi perilaku seperti : berhati lembut, baik, suka menolong, mudah percaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, terus terang. Ciri-ciri di atas tidak berhubungan dengan ciri-ciri kecenderungan pembelian impulsif. Verplanken & Herabadi (2001), mengatakan orang-orang dengan kecenderungan pembelian impulsif sebagai pembelian adalah orang-orang yang tidak rasional dan didorong oleh adanya kepuasan setelah melakukan pembelian Dimensi ini tidak memiliki hubungan dengan pembelian impulsif.

14 Dimensi yang terakhir yaitu conscientiousness meliputi keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan. Orang-orang dengan dimensi ini memiliki tujuan dan perencanaan yang matang akan sesuatu. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif. Rook (1987), mengatakan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak terencana. Individu yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi melakukan pembelian dengan tidak terncana. Hal ini berhubungan negatif dengan dimensi conscientiousness. Dimana orang-orang dengan dimensi ini memiliki perencanaan disetiap tindakan yang akan dilakukan. Orang-orang dengan dimensi ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah (Verplanken & Herabadi, 2001). Dalam penelitian ini, pendekatan big five personality inilah yang akan digunakan untuk melihat trait-trait yang terdapat dalam diri individu yang selanjutnya akan dilihat pengaruhnya terhadap kecenderungan pembelian impulsif. D. HIPOTESA PENELITIAN Hipotesa dalam penelitian ini adalah : 1. Hipotesa Mayor : Ada pengaruh dimensi Big Five Personality terhadap kecenderungan Pembelian Impulsif. 2. Hipotesa Minor : a. dimensi Neuroticism berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif. b. dimensi Extraversion berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

15 c. dimensi openness to new experience berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif. d. dimensi agreeableness tidak berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif. e. dimensi conscientiousness berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan trauma sekunder yang sering diartikan dengan salah. Walau terlihat mirip akan tetapi memiliki definisinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah big five personality yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Prawirosentono (2008) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams dalam John &

BAB II LANDASAN TEORI. yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams dalam John & 15 BAB II LANDASAN TEORI A. BIG FIVE PERSONALITY 1. Definisi Big Five Personality Kepribadian telah dikonsepkan dari bermacam-macam perspektif teoritis yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Agresi 1. Definisi Perilaku Agresi Perilaku agresi adalah merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang dikemukakan Freud, Mc Dougall,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen organisasi adalah cerminan dimana seorang karyawan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983.

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983. BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior A.1 Definisi organizational citizenship behavior Bateman dan Organ merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebanyakan orang memang mengakui bahwa menjadi tua itu adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari, akan tetapi pada dasarnya setiap manusia akan mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecurangan Kecurangan sebagaimana yang umumnya dimengerti, berarti ketidak jujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email:zamralita@fpsi.untar.ac.id ABSTRAK Dosen adalah salah satu komponen utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prokrastinasi ini berasal dari bahasa latin procrastination dengan. menangguhkan sampai hari berikutnya (Milgram, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prokrastinasi ini berasal dari bahasa latin procrastination dengan. menangguhkan sampai hari berikutnya (Milgram, 1996). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Istilah prokrastinasi pertama-tama dipergunakan oleh Brown dan Holtzman (dalam Santoso, 2009) untuk menunjuk pada suatu kecenderungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang

BAB II LANDASAN TEORI. Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang BAB II LANDASAN TEORI A. Sumber Nilai Makna Hidup 1. Definisi Sumber Nilai Makna Hidup Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang neuropsikiater keturunan Yahudi dari kota Wina,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil diskusi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT 1. Definisi Psychological Adjustment Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment merupakan proses psikologis yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Stres Kerja 1. Definisi Stres Kerja Dalam lingkungan pekerjaan setiap orang hampir semuanya pernah mengalami stres. Stres yang dialami seseorang bisa kecil hampir tak berarti,

Lebih terperinci

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory 1 Desti Yuniarti, 2 Temi Damayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat. BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Rahim (2001) manajemen konflik tidak hanya berkaitan dengan menghindari, mengurangi serta menghilangkan konflik, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi. 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi. 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi Menurut Donohue dan Kolt (1992) konflik interpersonal dapat diartikan sebagai situasi

Lebih terperinci

Keyword: mindfulness, NEO- PI BAB I. PENDAHULUAN

Keyword: mindfulness, NEO- PI BAB I. PENDAHULUAN HUBUGA KEPRIBADIA BIG FIVE (EO- PI) DEGA MIDFULESS PADA MAHASISWA Sandi Kartasasmita, M.Psi., Psikolog., Psikoterapis., CMHA., CBA Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Seinama2003@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Secara umum orang berbelanja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU PROSOSIAL 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial merupakan tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu dan menguntungkan individu atau kelompok individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan mengenai berbagai macam teknologi yang dapat membantu manusia dalam membuat, menyusun,

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka 7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB II. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan

BAB II. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan ekstra role (Sloat

Lebih terperinci

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Yoanita Fakultas PSIKOLOGI TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG Eliseba, M.Psi Program Studi Psikologi HANS EYSENCK Dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Akademik 1. Pengertian Prestasi Akademik Menurut pendapat Djamarah (dalam Rini, 2012) tentang pengertian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Big Five 2.1.1 Definisi Kepribadian Feist & Feist (2009)mengatakan bahwa kepribadian suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Creswell (dalam Alsa, 2011, hal. 13), penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 18 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Locus Of Control 2.1.1 Definisi Locus Of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ia berada karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. ia berada karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan besar bagi kehidupan bangsa karena pendidikan dapat mendorong serta menentukan maju mundurnya suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

Lebih terperinci

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP Mariatul Qibtiyah_11410027 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia modemenyebabkan tingginya tuntutan pada mode di kehidupan modern saat ini. Banyak masyarakat khususnya di Surabaya memperhatikan gaya hidup dan

Lebih terperinci

Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian

Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian Zainul Anwar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang zainulanwarumm@yahoo.com Abstrak. Karakteristik individu atau sering dikenal dengan kepribadian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota Bandung. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik accidental

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelian Impulsif (Impulse Buying) 1. Pengertian Perilaku Pembelian Impulsif Perilaku konsumen (consumer behavior) merupakan aktivitas langsung terlibat dalam memperoleh dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kepemimpinan memiliki arti peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang pemimpin dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPRIBADIAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU BERDASARKAN GOLONGAN DARAHNYA. Oleh : I Made Yudhistira Dwipayama, M.

GAMBARAN KEPRIBADIAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU BERDASARKAN GOLONGAN DARAHNYA. Oleh : I Made Yudhistira Dwipayama, M. GAMBARAN KEPRIBADIAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU BERDASARKAN GOLONGAN DARAHNYA Oleh : I Made Yudhistira Dwipayama, M.Psi Pernah membaca buku diet berdasarkan golongan darah? Ternyata pola makna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepribadian Menurut Robbins dan Judge (2015) kepribadian (personality) merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil Sumber daya manusia merupakan salah satu aset terpenting bagi perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. hasil Sumber daya manusia merupakan salah satu aset terpenting bagi perusahaan. 11 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peranan sumber daya manusia bagi perusahaan tidak hanya dapat dilihat dari hasil Sumber daya manusia merupakan salah satu aset terpenting bagi perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS, BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak dahulu hingga saat ini terdapat penyakit yang dapat menimbulkan kesakitan secara mendalam bagi penderitanya, baik fisik maupun psikis. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Konsep 2.1.1. Tipe Kepribadian Menurut Pervin (1989 dalam Alwilson 2006) kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya akan berelasi dengan orang lain pun akan meningkat. Individu akan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya akan berelasi dengan orang lain pun akan meningkat. Individu akan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk individual sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individual, manusia diharapkan dapat mengembangkan potensi dan mengaktualisasikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepribadian Big Five 1. Pengertian Kepribadian Big Five Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor LSM di Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini termasuk perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menimbulkan persaingan pada bisnis global sehingga kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi ini diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan arah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Variabel Konsep Satu 2.1.1. Definisi Motivasi Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Difinisi Operasional 1. Identivikasi Variabel. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan variabel big five personality. Dimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENANTU PEREMPUAN TERHADAP IBU MERTUA

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENANTU PEREMPUAN TERHADAP IBU MERTUA JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA VOLUME 8, NO..2, AGUSTUS 2013: 671-680 HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENANTU PEREMPUAN TERHADAP IBU MERTUA Josefine Ayu Kinanti 1 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran item serta linear atau tidaknya hubungan antar variabel.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di kalangan masyarakat luas, PT.

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di kalangan masyarakat luas, PT. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak adalah sumber daya terpenting yang dibutuhkan untuk setiap negara dalam menjalankan roda perindustrian dan kebutuhan rumah tangga. Untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepribadian 2.1.1.1 Definisi Kepribadian Kepribadian berasal dari kata Latin yaitu persona yang berarti sebuah topeng yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kegiatan berbelanja bukan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang-barang atau memenuhi kebutuhan namun telah menjadi hiburan penting dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) sumber daya manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk mengukur perbedaan

Lebih terperinci

Hubungan Trait dan Psychological Well-Being pada Masyarakat Kota Jakarta

Hubungan Trait dan Psychological Well-Being pada Masyarakat Kota Jakarta Hubungan Trait dan Psychological Well-Being pada Masyarakat Kota Jakarta Rahmaya Sholiha, Dini Rahma Bintari, dan Fivi Nurwianti Alamat Email: rahmayasholiha@yahoo.co.id; dini.bintari@gmail.com; fnurwianti@yahoo.com;

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi subjek PT. Pusat Bisnis Ponorogo merupakan sebuah perusahaan muda yang berdiri pada tahun 2013. Perusahaan ini berfokus pada pengembangan pusat perbelanjaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer

BAB II LANDASAN TEORI. Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer BAB II LANDASAN TEORI II. A. Postpurchase Dissonance II. A. 1. Pengertian Postpurchase Dissonance Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang dapat dialami oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resource) guna menjalankan fungsinya dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resource) guna menjalankan fungsinya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Organisasi yang baik, tumbuh dan berkembang akan menitikberatkan pada sumber daya manusia (human resource) guna menjalankan fungsinya dengan optimal, khususnya menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang

Lebih terperinci

ALOKASI PENDAPATAN, CONSCIENTIOUSNESS DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PENDAHULUAN

ALOKASI PENDAPATAN, CONSCIENTIOUSNESS DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PENDAHULUAN 1 ALOKASI PENDAPATAN, CONSCIENTIOUSNESS DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP IMPULSIVE BUYING Sara Fransisca Setiawan Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga PENDAHULUAN Akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Impulsive Buying 1. Pengertian Impulsive Buying Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai kecenderungan individu untuk membeli secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja. Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja. Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan atau stresor yang dianggap mengancam atau menantang, dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI 1. Defenisi Intensi Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dunia membuat persaingan pada bidang bisnis menjadi semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian terhadap OCB dan pengaruh komitmen afektif terhadap OCB, serta pengaruh

Lebih terperinci