BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pernikahan Pada Masa Awal Pernikahan. dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pernikahan Pada Masa Awal Pernikahan. dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pernikahan Pada Masa Awal Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Menurut UU Pernikahan No 1 tahun 1974 pasal 1 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Melalui pernikahan kedua individu membentuk sebuah institusi sosial yang disebut dengan keluarga, juga mendatangkan peran dan status baru sebagai suami dan istri. Sebagai pasangan suami istri harus mengerti dengan hak-hak dan kewajiban masing-masing, selain itu sebagai sebuah instituai sosial, pasangan harus mengerti mengenai perannya terhadap keluarga yang akan berhubungan dengan keluarga pasangannya maupun masyarakat sekitar. Setiap individu yang menikah memiliki harapan untuk memperoleh kepuasan pernikahan. Fower & Olson (1993) menyebutkan kepuasan pernikahan sebagai evaluasi terhadap area-area dalam pernikahan yang mencakup komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, kesetaraan peran serta pengasuhan anak. Clayton (dalam Lailatulsifah, 2003) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan pernikahan. Kepuasan pernikahan 11

2 12 merupakan persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang didapatkan dalam kurun waktu tertentu. Menurut Brockwood (2007) kepuasan pernikahan adalah penilaian umum terhadap kondisi pernikahan yang tengah dialami oleh seseorang. Penilaian umum tersebut dapat berupa cerminan dari seberapa bahagia individu dalam pernikahannya atau berupa penggabungan dari kepuasan dalam beberapa aspek spesifik dari hubungan pernikahan. Pinsof dan Lebow (dalam Aswati, 2017) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan suatu pengalaman subjektif, suatu perasaan yang berlaku dan suatu sikap, dimana semua itu di dasarkan pada faktor dalam diri individu yang mempengaruhi kualitas yang dirasakan dari interaksi dalam pernikahan. Menurut Roach dkk (dalam Hidayah dan Hadjam, 2006) kepuasan pernikahan adalah persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Hawkins (dalam Bradford & Hawkins, 2006) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan pengalaman subjektif yang dirasakan pasangan suami istri yang berkaitan dengan aspek-aspek yang ada di dalam suatu pernikahan seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangannya yang bersifat individual. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah penilaian subjektif suami atau istri terhadap pernikahannya yaitu seberapa banyak kebahagiaan, kesenangan dan pengalaman menyenangkan yang didapatkan dari pernikahannya.

3 13 2. Tahapan dalam Pernikahan Tingkat kepuasan pernikahan berubah seiring berjalannya waktu. Duvall & Miller (1985) menyebutkan bahwa tingkat kepuasan pernikahan tertinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kelahiran anak pertama hingga anak mencapai usia remaja. Hal ini terjadi karena anak memerlukan perhatian yang besar dan biasanya pengasuhan anak lebih banyak dilakukan oleh wanita. Pada usia prasekolah, orangtua biasanya sulit untuk meninggalkan anak di rumah. Henslin (dalam Daeng, NRm 2010) menyatakan bahwa kebanyakan pria dan wanita merasa bahwa seorang ibu harus berada di rumah selama anak dalam tahap prasekolah. Ketika anak memasuki usia sekolah, pasangan harus mempersiapkan kebutuhan finansial untuk sekolah anak dan memberi dukungan pada anak dalam memasuki lingkungan yang baru dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah, guru, dan teman-teman. Saat anak memasuki masa remaja merupakan tahap dimana anak mulai mencari jati diri dan keadaan seperti ini memerlukan pengawasan dan bimbingan dari orangtua (Hurlock, 1999). Namun, tingkat kepuasan pernikahan tersebut meningkat kembali saat anak mulai hidup mandiri dan meninggalkan rumah (menikah atau bekerja). Tahap-tahap dalam pernikahan perlu diketahui agar mengerti tentang konsep perjalanan hidup pasangan serta masa-masa krisis yang dialaminya. Walgito (2002) membagi periode pernikahan menjadi tiga yaitu : a. Masa awal (early years) Masa ini mencakup kurang lebih 10 tahun pertama pernikahan. Masa ini merupakan masa perkenalan dan masa penyesuaian diri bagi kedua

4 14 belah pihak, pasangan suami istri berusaha untuk saling mengenal, menyelesaikan sekolah atau memulai karier, merencanakan kehadiran anak pertama serta mengatur peran masing-masing dalam menjalani hubungan suami istri. b. Masa pertengahan (midlle years) Periode ini berlangsung antara tahun kesepuluh sampai dengan tahun ketigapuluh dari masa pernikahan. Masa yang terjadi pada tahap ini adalah child full phase yang kemudian diikuti oleh us aging phase. Pada child full phase orangtua mengkonsentrasikan pada pengembangan dan pemeliharaan keluarga, selain itu suami istri harus mampu menyelesaikan konflik-konflik sosial yang timbul dalam pernikahan, sehingga tidak terjadi ketegangan dalam keluarga. Pada us aging phase pasangan suami istri menemukan dan membangun kembali hubungan antara kedua belah pihak. Pasangan suami istri kembali menyusun prioritas baru dan menikmati hubungan intim yang telah diperbaharui, tanpa ada anak-anak dalam rumah. Bagi suami istri yang tidak memiliki anak, maka fase ini dapat digunakan untuk memusatkan perhatian pada karier ataupun aktivitas-aktivitas produktif lainnya. c. Masa matang (mature years) Masa ini dimulai pada tahun ketiga puluh dalam pernikahan. Pasangan suami istri berada dalam peran yang baru, misalnya bertindak sebagai kakek atau nenek, menikmati hari tua bersama-sama atau hidup sendiri

5 15 lagi karena salah satu pasangan telah meninggal lebih dulu. Masa ini merupakan masa pensiun atau pengunduran diri dari kegiatan-kegiatan di dalam dunia kerja. Hurlock (2004) membagi periode pernikahan menjadi tiga, yaitu : a. Tahun-tahun awal sebagai periode dewasa dini Pada periode ini terdapat kesulitan penyesuaian pernikahan yang dialami oleh pasangan suami istri di awal-awal pernikahan. Penyesuaian diri ini biasanya sering timbul ketegangan emosi yang memicu adanya pertikaian atau konflik dalam rumah tangga, yang muncul dari pihak suami maupun istri. Tahun awal pernikahan adalah periode penyesuaian yang banyak memerlukan adanya sikap kedewasaan dari kedua belah pihak, biasanya pasangan mempunyai sikap ego yang tinggi, saling mempertahankan keinginannya, merasa lebih pengalaman, merasa lebih pandai dan sebagainya. b. Tahun-tahun pertengahan sebagai periode usia madya Periode pernikahan ini anak-anak mulai meninggalkan rumah untuk studi di perguruan tinggi, menikah atau mencari pekerjaan. Orangtua harus menghadapi masalah penyesuaian kehidupan yang biasa disebut periode sarang kosong atau empty nest. Pada saat periode ini terjadi, berarti bahwa pada saat itu kedua orangtua tersebut harus melakukan perubahan peran dan keluarga tersebut perlu mencari kegiatan di luar rumah.

6 16 c. Tahun-tahun kematangan sebagai periode usia lanjut Periode ini penyesuaian terhadap pembangunan hubungan yang baik pada pasangan penting untuk dilakukan. Perubahannya peran dari pekerja ke pensiunan kebanyakan pria menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tinggal di rumah daripada yang dilakukan sebelum pensiun. Hubungan yang baik dengan pasangan akan mendatangkan kebahagiaan, sebaliknya jika hubungan yang kaku dan dingin maka percekcokan akan meningkat. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa periode pernikahan ada tiga bagian yaitu : a.usia pernikahan 10 tahun pertama merupakan tahun-tahun periode awal pernikahan. b.usia pernikahan antara tahun merupakan periode menengah dalam suatu pernikahan. c.usia pernikahan 30 tahun ke atas merupakan tahun-tahun kematangan pada fase ini suami istri mempunyai peran baru yaitu sebagai kakek nenek, pensiun dan banyak menghabiskan waktu di rumah. 3. Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan menggunakan aspek-aspek dalam pernikahan seperti yang dikemukakan oleh Fowers dan Olson (dalam Marini dan Julinda, 2010) sebagai berikut : a. Communication (Komunikasi) Komunikasi merupakan aspek yang penting dalam kepuasan pernikahan. Komunikasi berfokus kepada tingkat kenyaman yang dirasakan oleh masing-masing pasangan dalam berbagi emosi dan keyakinan, persepsi

7 17 masing- masing pasangan terhadap kemampuan mendengarkan dan keterampilan berbicara, dan persepsi megenai kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan pasangan. Komunikasi pernikahan dibagi menjadi lima dasar menurut Laswell (dalam Marini dan Julinda, 2010), yaitu: keterbukaan di antara pasangan (opennes), kejujuran terhadap pasangan (honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to trust), sikap empati terhadap pasangan (empathy) dan kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening skill). Aspek ini berfokus pada bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi mereka dalam pernikahan yang dijalani. b. Leisure Activity (Aktivitas Waktu Luang) Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan individu atau pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan. Knowles (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara waktu senggang bersama pasangan dengan kepuasan pernikahan. Semakin banyak waktu senggang yang dimiliki oleh pasangan semakin tinggi kepuasan pernikahan yang dimiliki oleh pasangan suami istri. c. Religious Orientasi (Orientasi Agama) Keyakinan spiritual dapat memberikan landasan bagi nilai dan perilaku individu dan pasangan. Keyakinan spiritual yang kuat dapat memperdalam

8 18 rasa cinta dan membantu pasangan untuk mencapai impian mereka. Hal ini karena agama akan memberi pengaruh dengan memelihara nilai-nilai suatu hubungan, norma dan dukungan sosial yang memberi pengaruh besar dalam pernikahan, dan mengurangi perilaku berbahaya dalam pernikahan (Christioano dalam Marini dan Julinda, 2010). d. Conflict Resolution (Penyelesaian Konflik) Konflik merupakan bagian alami dan tidak terelakkan dari hubungan manusia. Hubungan pernikahan tidak selalu harmonis karena adanya perbedaan yang dimiliki. Resolusi konflik berfokus pada perilaku, perasaan, keyakinan, keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi. e. Financial Management (Manajemen Keuangan) Sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Adanya perbedaan cara pasangan untuk mengeluarkan dan menyimpan uang dalam pernikahan. Harapan dan kebutuhan pasangan dalam pernikahan seringkali melebihi kemampuan keuangan pasangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa sebagian besar wanita berharap dengan menikah membuat status ekonominya menjadi terangkat, namun dapat terjadi ketidakpuasan pernikahan apabila harapan tidak sesuai dengan realita.

9 19 f. Sexual Orientation (Intimasi Seksual) Olson & Defrain (dalam Habibi, U.R, 2015) menyebutkan bahwa hubungan seksual yang memuaskan pada pasangan akan menghasilkan kebahagiaan pada pasangan, namun ketika tidak adanya ketertarikan hubungan seksual akan menurunkan kebahagiaan pada pasangan. Relasi seksual bertindak sebagai alat ukur emosional dalam hubungan. Hubungan seksual yang baik, datang dari hubungan emosional yang baik dengan pasangan. Pasangan dengan hubungan emosional yang baik memiliki hubungan fisik yang baik. g. Family and Friends (Keluarga dan Teman-teman) Keluarga dan teman merupakan konteks yang paling penting bagi pasangan dalam membangun relasi yang berkualitas. Keluarga sebagai family of origin banyak mempengaruhi kepribadian, selain itu keterlibatan orang tua dapat memperkuat atau memperlemah kualitas relasi pasangan. Hubungan dengan teman dan keluarga besar yang tetap terjalin dengan baik akan membantu meningkatkan kepuasan pernikahan karena dapat memberikan dukungan dan membantu pasangan dalam menjalani kesulitan sehingga pasangan merasa tidak sendirian. h. Children and Parenting (Anak-anak dan Pengasuhan) Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

10 20 i. Personality Issues (Masalah yang berkaitan dengan kepribadian) Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpurapura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. j. Equalitarian Role (Kesetaraan Peran) Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan. Menurut Saxton (dalam Afni dan Indrijati, 2011), aspek-aspek kepuasan pernikahan yang harus terpenuhi dalam kehidupan pernikahan yaitu : a. Kebutuhan materil Pemenuhan kebutuhan materil ditandai dengan adanya kepuasan fisik atau biologis atas pemenuhan kebutuhan berupa makanan, tempat tinggal, keadaan rumah tangga yang teratur dan uang/ekonomi.

11 21 b. Kebutuhan Seksual Pemenuhan kebutuhan seksual ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan seksual dengan adanya respon seksual yang baik dan frekuensi hubungan seksual yang tidak rendah. c. Kebutuhan Psikologis Pemenuhan kebutuhan psikologis ditandai dengan adanya kenyamanan, persahabatan, keamanan emosional, saling memahami, menerima, menghormati, dan sependapat. Berdasarkan uraian di atas mengenai aspek-aspek kepuasan pernikahan dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kepuasan pernikahan adalah komunikasi, aktivitas waktu luang, orientasi agama, penyelesaian konflik, manajemen keuangan, intimasi seksual, keluarga dan teman-teman, anak dan pengasuhan, masalah yang berkaitan dengan kepribadian dan kesetaraan peran. Peneliti menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Olson & Fower yang mengacu pada ENRICH Marital Satisfaction Scale dikarenakan aspek-aspek yang dikemukakannya lebih spesifik yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan dan beberapa penelitian lainnya juga mengacu dengan aspek-aspek yang dikembangkan Olson & Fower. 4. Faktor faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan Spainer & Lewis (Spainer, 2016) menjelaskan bahwa kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yaitu :

12 22 a. Faktor internal 1) Pemahaman terhadap pola asuh orang tua yang positif. Situasi keluarga, terutama pola asuh orang tua yang positf akan mempermudah terwujudnya kepuasan dalam pernikahannya pada saat anak tersebut menikah. 2) Penerimaan dari orang lain, artinya ada dukungan orang tua dan masyarakat. Sebuah keluarga yang dibangun atas dasar restu orang tua serta memperoleh dukungan positif dari masyarakat akan cenderung lebih mudah memperoleh kepuasan dalam pernikahannya. 3) Kualitas kepribadian, apabila masing-masing mendapatkan pasangan dengan kriteria kepribadian yang diharapkannya maka akan mengarahkan pasangan pada kesamaan pandangan dalam menentukan arah tujuan dari pernikahan. 4) Interaksi yang positif. Bentuk dari adanya interaksi yang positif yaitu dengan adanya penerimaan, kasih sayang serta dukungan antara suami dan istri. 5) Komunikasi yang efektif, artinya dalam hubungan suami istri dibangun komunikasi dua arah, jadi suami maupun istri bisa menjadi pemberi dan penerima informasi. Adanya komunikasi antara suami dan istri juga akan menciptakan suasana saling pengertian, rasa aman dan nyaman pada masing masing pasangan.

13 23 6) Kesesuaian peran, artinya suami maupun istri mengerti tentang peran yang diembannya masing masing dalam hubungannya sebagai pasangan suami istri. 7) Adanya kebijaksanaan, yakni kepandaian dalam menggunakan akal budinya dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul dengan selalu memakai pengalaman, pengetahuan serta selalu bersikap hati hati dan teliti. 8) Kerjasama yang baik, kerjasama yang baik umumnya dapat dilakukan dengan saling tolong menolong antara suami dan istri. Jika kerjasama antara suami dan istri berjalan dengan baik maka segala permasalahan dalam kehidupan dapat di atasi dengan mudah 9) Kemampuan penyesuaian suami istri, antara lain dengan menumbuhkan sikap saling terbuka dan bisa menerima setiap kelebihan dan kekurangan dari pasangan. 10) Tekad yang sama dalam pernikahan, tekad yang sama akan memfasilitasi kesepemahaman langkah, kekompakan, kerjasama yang pada akhirnya melandasi kepuasan pernikahan. b. Faktor eksternal 1) Homogami, yaitu adanya kesamaan dalam pendidikan, agama, ras, usia maupun kelas sosial. Semakin banyak kesamaan yang dimiliki oleh pasangan suami istri maka akan meminimalisr terjadinya konflik yang disebabkan oleh perbedaan sudut pandang.

14 24 2) Bekal bekal sebelum menikah, seperti pendidikan yang cukup, ataupun keahlian dalam berhubungan sosial menunjang kedewasaan sikap, pasangan suami istri tersebut dalam menghadapi persoalan yang terjadi. 3) Kemampuan sosial ekonomi yang memadai, situasi ekonomi yang baik akan meningkatkan taraf pemenuhan kebutuhan, sekaligus mengurangi resiko permasalahan akibat ketidakmampuan mengakomodasi kebutuhan dasar. Menurut Hendrick & Hendrick (dalam Merzavani, 2016), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan, yaitu : a. Premarital Factors 1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan perkawinan. 2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah. 3) Hubungan dengan orang tua yang akan mempengaruhi sikap anak terhadap romantisme, perkawinan, dan perceraian. b. Postmarital Factors 1) Kehadiran anak, anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan perkawinan terutama pada wanita (Bee & Mitchell, 1984).

15 25 Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa menambah stress pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick & Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaanan anak tersebut. 2) Usia perkawinan, seperti yang dikemukakakan oleh Duvall bahwa tingkat kepuasan perkawinan tinggi diawal perkawinan, kemudian menurun setelah kehadiran anak dan akan meningkat kembali setelah anak dewasa dan meninggalkan rumah orangtua. Dari uraian tentang faktor faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Peneliti selanjutnya memfokuskan penelitian pada salah satu faktor internal yaitu kepribadian, karena kepribadian berpengaruh terhadap cara pandang dan persepsi pasangan yang akan menentukan arah dan tujuan pernikahan. B. Big five Personality 1. Pengertian Dimensi Kepribadian Big five Kepribadian merupakan bagian yang khas dari setiap individu yang membedakannya dengan ndividu yang lain. Definisi kepribadian menurut Allport (dalam Suryabrata, 2008) adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian terletak dibelakang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu.

16 26 Feist & Feist (2009) mengatakan bahwa kepribadian adalah suatu pola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa ukuran konsisten tentang perilaku. Serupa dengan pernyataan tersebut Larsen & Buss (dalam Mastuti, E, 2005) juga menambahkan bahwa kepribadian merupakan sekumpulan trait psikologis dan mekanisme didalam diri individu yang diorganisasikan dan relatif bertahan, sehingga mempengaruhi interaksi dan adaptasi individu pada lingkungan. Sedangkan menurut Pervin dkk (2005) kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Ada berbagai cara dan tes psikologi yang digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai kepribadian salah satunya adalah dengan menggunakan big five factor. Kepribadian big five merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor yang digambarkan dalam lima bentuk dimensi dasar (McCrae & Costa, dalam Pervin & Cervone, 2005). Caprara & Cervone (2000) mengatakan bahwa kepribadian big five adalah teori kepribadian yang menjelaskan hubungan antara kognisi, affect, dan tindakan yang dapat dijadikan sebagai landasan bagi teori kepribadian. Baron & Byrne (2005) menyatakan bahwa lima besar dimensi kepribadian adalah dimensi dasar kepribadian manusia, dimensi-dimensi dimana individu berada (seperti; oppenes, ekstravertion, agreeableness, dan neurotisme) yang sering kali tampak dalam perilaku sehari-hari.

17 27 Feist & Feist (2009) menyatakan bahwa big five adalah salah satu bentuk kepribadian yang dapat digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku individu. Gufron (2010) berpendapat bahwa kepribadian big five adalah kepribadian yang dikembangkan oleh McCrae & Costa yang memiliki lima bentuk dimensi kepribadian yang mendasari perilaku individu. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian big five merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi kepribadian tersebut adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness. 2. Dimensi dimensi dalam Kepribadian Big five McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi dari Big five Personality diantaranya Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness. Masing-masing dari lima dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut; a. Neuroticism (N) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup mereka dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Neuroticism dicirikan sebagai individu yang

18 28 memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki skor yang tinggi di neuroticism adalah individu yang memiliki kepribadian mudah khawatir, rasa marah, dan depresi.menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), indikator-indikator yang terdapat dalam neuroticism adalah: 1) Anxiety yaitu individu yang gelisah, penuh rasa takut, gugup dan tegang. 2) Hostility yaitu individu yang memiliki rasa amarah dan frustasi. 3) Depression yaitu individu yang mengalami depresi. 4) Self-Consciousness yaitu individu yang menunjukkan rasa tidak nyaman ketika berada diantara orang lain, terlalu sensitif, dan merasa rendah diri. 5) Impulsiveness yaitu individu yang tidak mampu mengontrol keinginannya yang berlebihan untuk melakukan sesuatu. 6) Vulnerability yaitu ndividu yang tidak mampu menghadapi stress, bergantung pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila dihadapkan pada sesuatu yang datang secara mendadak. b. Extravertion (E) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa extravertion dalam berinteraksi lebih banyak memegang kontrol. Extravertiondicirikan seperti memiliki emosi yang positif, enerjik, senang bergaul, tertarik dengan banyak hal, juga ramah terhadap orang lain. Seseorang yang memiliki tingkat extravertion yang rendah cenderung

19 29 pendiam dan menarik diri dari lingkungannya. Individu yang extravertion termotivasi olehperubahan, tantangan, dan mudah bosan. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), indikator-indikator yang yang terdapat dalam extravertion adalah: 1) Warmth yaitu individu memiliki kecenderungan mudah bergaul dan membagi kasih sayang 2) Gregariousness yaitu individu yang memiliki kecenderungan untuk banyak berteman dan berinteraksi dengan orang banyak 3) Assertiveness yaitu individu yang cenderung tegas dalam mengambil keputusan. 4) Activity yaitu individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan yang memiliki semangat dan energy yang tinggi. 5) Excitement-seeking yaitu individu yang senang mencari sensasi dan berani mengambil risiko. 6) Positive Emotion yaitu individu yang memiliki emosi-emosi yang positif seperti senang, bahagia dan cinta. c. Openness to experience (O) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa openness to experience mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Openness to experience memiliki kapasitas untuk menyerap informasi, fokus pada berbagai pemikiran dan perasaan. Seseorang dengan tingkat openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki

20 30 nilai imajinasi dan pemikiran yang luas. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openess to experience yang rendah menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit dan tidak suka dengan perubahan. Pencapaian kreatifitas terdapat pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Hal ini dikarenakan, seseorang yang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang tinggidan lebih mudah untuk mendapatkan solusi terhadap suatu masalah. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), indikatorindikator yang terdapat dalam openness to experience adalah : 1) Fantasy yaitu individu yang memiliki imajinasi yang tinggi. 2) Aesthetic yaitu individu yang memiliki apresiasi terhadap seni dan keindahan. 3) Feelings yaitu individu yang mampu menyelami emosi dan perasaannya. 4) Action yaitu individu yang memiliki keinginan untuk mencoba halhal baru. 5) Ideas yaitu individu yang berpikiran terbuka terhadap ide baru. 6) Values yaitu individu yang berkeinginan untuk menguji ulang nilai-nilai sosial, politik dan agama d. Agreeableness (A) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa agreeableness mengindikasikan seseorang yang ramah, rendah hati, tidak menuntut, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk

21 31 mengikuti orang lain. Agreeableness memiliki motivasi untuk membantu orang lain dan terarah pada perilaku prososial. Namun, dalam hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka cenderung menurun.sehingga,menghindari konflik merupakan usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain. Sedangkan, orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung lebih agresif dan kurang kooperatif. Menurut Costa &Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang terdapat dalam agreeableness adalah: 1) Trust yaitu individu yang memiliki kepercayaan terhadap orang lain. 2) Straightforwardness yaitu individu yang berkata secara apa adanya. 3) Altruism yaitu individu yang memiliki keinginan untuk menolong orang lain. 4) Compliance yaitu karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal. 5) Modesty yaitu ndividu yang rendah hati. 6) Tender-mindedness yaitu individu yang memiliki kepedulian dan simpati terhadap orang lain. e. Conscientiousness (C) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa Conscientiousness mendeskripsikan individu yang memiliki kontrol

22 32 terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, dan memprioritaskan tugas. Individu yang memiliki tingkat conscientiousness yang rendah menunjukkan sikap yang malas, tidak terarah dan mudah teralih perhatiannya. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang terdapat dalam conscientiousness adalah: 1) Competence yaitu individu yang memiliki kemampuan dalam mengerjakan sesuatu. 2) Order yaitu individu yang memiliki kemampuan dalam mengorganisasi. 3) Dutifulness yaitu individu yang berpegang teguh pada prinsip hidup. 4) Achievement-striving yaitu individu yang memiliki kesanggupan untuk mencapai prestasi. 5) Self-discipline yaitu individu yang dapat mengatur diri sendiri. 6) Deliberation yaitu individu yang berpikir dahulu sebelum bertindak C. Hubungan antara Dimensi Kepribadian Big five dengan Kepuasan Pernikahan Pasangan pada Masa Awal Pernikahan Kepuasan pernikahan adalah penilaian subjektif suami atau istri terhadap pernikahannya yaitu seberapa banyak kebahagiaan, kesenangan dan pengalamanan menyenangkan yang didapatkan dari pernikahannya. Olson & Fower (2006) menjabarkan aspek - aspek yang menentukan kepuasan pernikahan

23 33 yaitu kepuasan seseorang dengan kepribadian pasangan, komunikasi, resolusi konflik, manajemen keuangan, aktivitas waktu luang, anak dan pengasuhan, keluarga dan teman, agama dan kesetaraan peran. Sedangkan Spainer dan Lewis (2006) mengemukakan faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah kualitas kepribadian. Kualitas kepribadian mempengaruhi harapan, persepsi dan cara pandang pasangan yang akan menentukan arah dan tujuan pernikahan (Sapiner & Lewis dalam Spainer, 2006). Karakteristik keperibadian mempengaruhi cara pasangan dalam berinteraksi, menerima satu sama lain, menilai, serta memberi penjelasan tentang peristiwa-peritiwa yang terjadu dalam pernikahan ( Bradburry & Fincham, dalam Barelds, 2005). Trait kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam hubungan mereka dengan pasangannya di sepanjang hidup mereka. Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa kepribadian seseorang akan mempengaruhi hubungan seseorang dengan pasangannya dan bukan sebaliknya (Brehm, 2002). Huston dan Houts (Donellan, dkk, 2014) menyatakan bahwa kepribadian berkontribusi terhadap infrastruktur psikologis dalam mempertahankan hubungan dan juga sebagai prediktor kunci keberhasilan maupun disfungsi suatu hubungan terutama dalam kaitannya dengan hubungan pernikahan. Kepribadian dapat mempengaruhi hubungan seseorang dengan pasangannya, karena setiap jenis kepribadian akan menunjukkan dan mempengaruhi mood serta emosi yang ditunjukkan pada pasangannya. Individu dengan mood yang baik tentu bisa

24 34 berinteraksi dengan baik dengan pasangannya dan akan berpengaruh pada kepuasan pernikahan mereka. Sebaliknya, individu dengan mood yang negatif akan menimbulkan interaksi yang negatif dengan pasangannya yang juga sangat berpengaruh pada kepuasan pernikahan (Brehm, 2002). Trait kepribadian biasanya diukur dengan menggunakan lima dimensi atau yang sering disebut dengan Big five Personality (Baumeister, 2007). Trait kepribadian big five merupakan trait kepribadian, dimana setiap individu tidak dapat dikategorikan hanya memiliki satu jenis trait kepribadian saja, namun setiap individu memiliki kelima trait kepribadian tersebut, hanya saja ada satu trait kepribadian yang lebih dominan. Trait kepribadian menurut McCrae (2008) adalah neuriticism, extraversion, opennesss to experience, agreeableness dan conscientiousness. Neuroticism adalah trait yang paling konsisten dalam memprediksi kepuasan pernikahan yang menggambarkan perasaan negatif atau kecemasan secara general (Karney & Bradburry, 1995). Neurocitism merupakan kecenderungan dari kumpulan pengalaman yang berisi emosi negatif seperti cemas, marah, sedih, kecil hati dan kondisi yang memalukan (Costa & McCrae dalam Maria, dkk 2014). Hal ini sejalan dengan pendapat Keltner (1996) bahwa neuroticism adalah trait kepribadian yang didefinisikan sebagai emosi negatif dalam kondisi yang positif. Seseorang yang memiliki karakteristik skor neuroticism yang tinggi cenderung selalu merasa cemas dan khawatir terhadap apapun termasuk terhadap hubungan pernikahan yang dijalani, perasaan-perasaan negative tersebutlah yang menghalangi terciptanya kepuasan. Pasangan yang

25 35 memiliki skor tinggi pada neurocitism memiliki kecenderungan mudah cemas, marah, depresi, dan emotionally reactive yang memungkinkan timbulnya konflikkonflik dengan pasangan. Kepuasan pernikahan tentu saja tidak akan tercapai kalu di dalam rumah tangga tersebut selalu diwarnai dengan konflik. Menurut Smolak (Sudarto, 2011) ketika ketegangan dalam pernikahan terus memuncak dan tidak mereda dalam kurun waktu yang cukup lama, tidaklah mengherankan bila perceraian terkadang dilihat sebagai satu-satunya alternative penyelesaian masalah yang baik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kelly dan Conley ( dalam Maria, dkk, 2014) dalam penelitian longitudinal pada pasangan yang menikah menunjukkan trait neuroticism dapat memprediksi perceraian sebelum maupun sesudah menikah dibandingkan dengan trait lainnya maupun vatiabel variabel lainnya. Trait extraversion menurut Costa dan McCrae (dalam Maria, dkk, 2014) merupakan faktor yang mencakup kualitas suka bergaul, berhubungan dengan orang lain, mau berusaha dan banyak bicara. Pasangan yang memiliki skor tinggi pada extraversion akan mudah beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, mudah berteman dengan keluarga pasangannya yang bisa meningkatkan kebahagiaan dalam pernikahannya. Bowen, dkk (dalam Minnote,dkk, 2008) menyatakan bahwa hubungan dengan masyarakat dan tetangga dapat meningkatkan kepuasan pernikahan karena dapat membantu pasangan dalam beradaptasi dengan tuntutan dan menghadapi tekanan hidup seperti membantu saat ada salah satu anggota keluarga yang sedang sakit atau meninggal. Akan tetapi pasangan yang memiliki skor tinggi pada ektraversion akan lebih cepat

26 36 bosan jika tidak ada variasi maupun tantangan dalam pernikahannya karena orang dengan skor extraversion tinggi mudah termotivasi oleh perubahan. Pasangan yang memiliki skor rendah pada extraversion akan cenderung tenang dalam kehidupan pernikahannya, karena pasangan dengan skor extraversion rendah lebih memilih untuk menghindari konflik baik dengan pasangannya maupun lingkungan sekitar. Penelitian yang dilakukan oleh Bareld (2005) mengenai hubungan kepribadian dengan kepuasan pernikahan mendapati bahwa ekstraversi memiliki hubungan positif dengan terciptanya kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan tampak jelas pada pasangan yang hanya salah satu dari pasangan tersebut yang memiliki ekstraversi tinggi sedangkan pasangannya memiliki ekstraversi rendah. Senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaufman & Larson ( 2011) yang meneliti mengenai hubungan kepribadian lima faktor dengan ketertarikan diantara individu dan kepuasan pernikahannya mendapatkan hasil bahwa jika hanya salah satu individu yang memiliki kepribadian ekstraversi yang tinggi maka kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh individu tersebut lebih tinggi dari pasangannya. Menurut Costa dan McCrae (dalam Maria, 2014) bahwa trait oppennes meliputi daya imajinasi, mau menerima ide-ide baru, dan terbuka terhadap berbagai hal hal baru. Seseorang dengan skor Openness to experience yang tinggi, akan lebih terbuka terhadap nilai-nilai pasangannya, dapat mengerti dan menerima perbedaan, dengan demikian kepuasan pernikahannya akan cenderung baik. Selain itu pasangan dengan skor tinggi pada oppeness akan mudah berkomunikasi

27 37 dengan pasangannya maupun keluarga pasangannya. Komunikasi interaktif yang positif pada pasangan akan meningkatkan kepuasan pada pernikahannya sesuai dengan pernyataan Donan dan Jhonson (dalam Stanley, dkk, 2002) yang menjelaskan bahwa pasangan yang dapat menyelesaikan permasalahan dengan komunikasi yang baik akan menciptakan suatu keadaan yang lebih terbuka dan dapat menerima kekurangan dari pasangannya yang akan meningkatkan kepuasan dalam pernikahan. McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa agreeableness mengindikasikan seseorang yang ramah, rendah hati, tidak menuntut, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Seseorang dengan skor agreeableness yang tinggi, merupakan kebalikan dari karakter antagonis, dan tidak selalu adaptif, namun agreeablenness yang tinggi cenderung menjadikan seseorang bergantung kepada orang lain, dan melupakan diri sendiri. Sedangkan menurut Donnellan, Conger, Bryant (2004), seseorang yang aggreable akan lebih mudah untuk meregulasi emosinya selama melakukan interaksi interpersonal. Dengan demikian seseorang dengan skor Agreeablenness yang tinggi merupakan orang yang penuh penerimaan dan disukai orang lain, sehingga kepuasan pernikahan akan menjadi baik karena pasangan dengan skor tinggi pada agreeableness memiliki kemampuan yang baik dalam menghadapi konflik dalam pernikahan sehingga frekuensi atau intensitas interaksi negatif pun rendah (Donnellan, dkk, 2004). McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) berpendapat bahwa Conscientiousness mendeskripsikan individu yang memiliki kontrol terhadap

28 38 lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, dan memprioritaskan tugas. Seseorang yang tinggi pada skor conscientiousness akan jarang membuat perselisihan dengan orang lain terutama pasangan karena mereka umumnya bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan pekerja keras (Donnellan, Conger, & Bryant, 2004). Dengan demikian seseorang dengan skor conscientiousness yang tinggi merupakan orang yang teratur, tekun, bertanggung jawab dan dapat diandalkan dalam hubungan pernikahannya, sehingga kepuasan pernikahannya akan cenderung baik. Dari berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai trait kepribadian yang berkaitan dengan kepuasan dalam pernikahan menunjukkan bahwa trait neuroticism dan extraversion memiliki hubungan yang negatif dengan kepuasan pernikahan. Sedangkan trait oppeness, agreablenes, dan conscientiousnes memiliki kecenderungan yang positif dengan kepuasan pernikahan. Walaupun demikian, tidak semua penelitian memiliki hasil yang konsisten (Kosek, dalam Robin, dkk, 2000). Berdasarkan uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa ada kontribusi kepribadian terhadap pencapaian kepuasan pernikahan. Trait kepribadian biasanya diukur dengan lima dimensi atau biasa disebut dengan the Big five Personality. D. Hipotesis Dari uraian di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dengan kepuasan pernikahan.

29 39 2. Ada hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dengan kepuasan pernikahan. 3. Ada hubungan yang signifikan antara dimensi openness dengan kepuasan pernikahan. 4. Ada hubungan yang signifikan dimensi agreeablenness dengan kepuasan pernikahan. 5. Ada hubungan yang signifikan antara dimensi conscientiousnes dengan kepuasan pernikahan. 6. Dimensi kepribadian big five yang terdiri atas neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Big Five 2.1.1 Definisi Kepribadian Feist & Feist (2009)mengatakan bahwa kepribadian suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan. 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Devinisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan merupakan suatu hal yang di hasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang di harapkan, atau perbandingan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah big five personality yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan merupakan suatu ikatan antara pria dan wanita yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebanyakan orang memang mengakui bahwa menjadi tua itu adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari, akan tetapi pada dasarnya setiap manusia akan mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan trauma sekunder yang sering diartikan dengan salah. Walau terlihat mirip akan tetapi memiliki definisinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara 166 PEDOMAN WAWANCARA Untuk Suami Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi: I. Pandangan responden terhadap pernikahan dengan pariban - Bagaimana pendapat responden terhadap pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan bahwa kawin sama dengan perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. Sedangkan menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian kepuasan pernikahan Fowers dan Olson (1993) mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai sebuah evaluasi menyeluruh mengenai hubungan pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab terakhir ini, peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta diskusi mengenai hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Agresi 1. Definisi Perilaku Agresi Perilaku agresi adalah merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang dikemukakan Freud, Mc Dougall,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan Antara Penyesuaian Perkawinan dengan Kepuasan Perkawinan. B. Identifikasi Variabel Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen organisasi adalah cerminan dimana seorang karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita berharap pasangannya terus menerus menjadi kekasih, teman, orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua (Santrock, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Kehidupan pekerjaan saat ini sangat dipengaruhi oleh globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami rasa kesepian dalam dirinya, yang menjadi suatu pembeda adalah kadarnya, lamanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email:zamralita@fpsi.untar.ac.id ABSTRAK Dosen adalah salah satu komponen utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Prawirosentono (2008) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah suatu hubungan yang sah dan diketahui secara sosial antara seorang pria dan seorang wanita yang meliputi seksual, ekonomi dan hak serta tanggung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan adalah komitmen yang bersifat

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci