BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI 1. Defenisi Intensi Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Selanjutnya Bandura (1986) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu dimasa yang akan datang. Intensi merupakan indikasi kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perilaku dan menjadi anteseden langsung dari perilaku tersebut. Intensi dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu maka semakin berhasil melakukan perilaku tersebut. Intensi adalah fungsi dari kepercayaan dan informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi dapat berubah karena waktu (Ajzen, 2005). Berdasarkan beberapa definisi diatas maka intensi adalah komponen yang ada pada diri individu mengacu pada keinginan untuk dapat menampilkan perilaku tertentu serta dipengaruhi oleh kepercayaan atau informasi penting mengenai perilaku yang ditampilkan dan perilaku tersebut dapat berubah sejalan berjalannya waktu. 17

2 2. Aspek Intensi Adapun aspek intensi yang diungkapkan oleh Fishbein & Ajzen (dalam Ajzen, 2005) adalah sebagai berikut: a. Tindakan: perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan b. Sasaran: objek yang menjadi sasaran perilaku c. Situasi: Situasi yang mendukung perilaku tersebut di wujudkan d. Waktu: waktu terjadinya perilaku meliputi waktu tertentu, dalam suatu periode atau tidak terbatas dalam satu periode. Misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, jam tertentu, periode tertentu (bulan tertentu). Waktu yang tidak terbatas (waktu masa yang akan datang). 3. Organizational Citizenship Behavior a. Definisi Organizational Citizenship Behavior Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat didefinisikan sebagai perilaku menguntungkan yang dilakukan oleh karyawan secara bebas dari ketentuan atau kewajiban dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Garg & Rastogi, 2006). Selanjutnya ditambahkan lagi oleh Organ (dalam Organ, Podsakoff, dan MacKenzie, 2006). Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang bebas, tidak secara langsung atau eksplisit diakui dalam sistem pemberian penghargaan dan dalam mempromosikan fungsi efektif organisasi. Dengan kata lain, OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi pengaruh yang diwajibkan, yang tidak secara langsung mendapat hadiah. Bebas dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan kewajiban dan tuntutan dari perusahaan akan tetapi kerelaan dari karyawan untuk 18

3 melakukan dan tindakan tersebut dapat menguntungkan bagi pihak perusahaan (Podsakoff, dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Robbins & Judge (2009) mengemukakan bahwa OCB adalah perilaku yang merupakan pilihan pribadi karyawan diluar dari kewajiban formal dari perusahaan, namun perilaku tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan Daft (2003) juga menyatakan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku karyawan yang melebihi persyaratan kerja dari perusahaan dan memberikan kesuksesan organisasi. Seorang karyawan dapat menampilkan perilaku OCB dengan cara membantu rekan sekerja dan pelanggan, melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan membantu memecahkan masalah dalam memperbaiki produk dan prosedur. OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas di luar kewajibannya, mematuhi aturanaturan dan prosedur-prosedur ditempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe, 1997) Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku yang menguntungkan ditampilkan oleh karyawan yang tidak hanya melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya saja namun karyawan juga melakukan lebih daripada apa yang menjadi tanggung jawabnya tanpa secara langsung mendapat hadiah dari organisasi dan tindakannya tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya. 19

4 4. Intensi Organizational Citizenship Behavior Berdasarkan pemahaman tentang makna intensi melalui perspektif theory of planned behavior dan makna dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) literatur yang ada maka dapat dirumuskan definisi dari intensi. Intensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) berdasarkan planned behavior dan dimensi organizational citizenship behavior dari Organ, Podsakoff & Mackenzie (2006) sehingga mempunyai pemahaman yang jelas dalam pengukurannya. Intensi OCB diartikan sebagai keinginan untuk menampilkan perilaku diluar dari kewajiban dan tanggung jawabnya pada perusahaan dan merupakan pilihan pribadi serta tidak mengharapkan hadiah yang diberikan perusahaan padanya. Keinginan ini merupakan pilihan sendiri tanpa adanya perintah atau paksaan dari perusahaan untuk melakukannya. Hal ini semata-mata dilakukan merupakan tindakan pilihan pribadi demi meningkatkan keuntungan perusahaan. Berdasarkan penjabaran diatas maka intensi OCB dapat disimpulkan adalah perilaku sukarela yang dilakukan individu di luar tanggung jawabnya terhadap perusahaan akan tetapi perilaku tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan tempai ia bekerja. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi OCB Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi OCB, yaitu: a) Budaya dan Iklim Organisasi Menurut Organ; Podsakoff; & Mackenzie (2006) terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi yang dapat memunculkan organizational Citizenship Behavior di kalangan karyawan. Iklim organisasi diartikan sebagai pendapat karyawan terhadap 20

5 keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi karyawan dalam melakukan karyawanannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan sejauh mana jumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya. b) Motivasi Intrinsik OCB muncul sebagai suatu bentuk perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang meliputi kepribadian serta minat tertentu. Selanjutnya motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang mengerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan yang berlangsung secara sadar (Robbins, 2001). Selanjutnya Konovsky & Organ (1995) mengatakan bahwa faktor bawaan atau karakteristik psikologis individu seperti kepribadian, kebutuhan psikologis dan sikap merupakan prediktor OCB. Diketahui bahwa yang sadar, optimis, empatik dan berorientasi pada tim lebih cenderung menunjukkan perilaku OCB. c) Gaya Kepemimpinan Menurut Organ, Podsakoff & Mackenzie (2006) bahwa gaya kepemimpinan berpotensi untuk memunculkan OCB dengan mengubah struktur tugas karyawan, kondisi yang menekan untuk melakukan kerja, dan atau bawahan dapat mengembangkan kemampuannya. Ketika gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pemimpin dipersepsikan baik atau positif 21

6 hal ini dapat meningkatkan rasa percaya dan hormat dari bawahannya terhadap atasannya sehingga mereka menjadi termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang diharapkan oleh atasannya. Gaya kepemimpinan ini dapat disimpulkan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pemimpin untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman bagi bawahannya sehingga menciptakan rasa percaya bawahan serta dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan. Menurut Graham dalam Gibson, (2003) menyatakan proses modeling yang dilakukan oleh atasan dapat menginspirasi para karyawan untuk melakukan OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahanpun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih dari yang diharapkan oleh perusahaan. d) Jenis Kelamin Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya OCB. Adat perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria (Lovell, Kahn, Anton, Davidson, Dowling, Post & Mason, 1999). e) Kepuasan Kerja Spector (Robbins & Judge, 2009), mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Kepuasan bisa berupa perasaan positif mengenai hasil sebuah karyawanan dari sebuah evaluasi 22

7 dengan karakteristiknya. Seorang karyawan yang merasa puas terhadap karyawan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap karyawanan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counter productive karyawan (Robbins & Judge, 2009). Tokoh lain yaitu Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB, ketika karyawan telah puas dengan karyawanannya maka mereka akan membalasnya. Pembalasan tersebut merupakan perasaan saling memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan akan memunculkan perilaku seperti organizational citizenship Behavior. f) Keadilan Karyawan merasa diperlukan secara adil oleh organisasi baru ia akan menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperoleh secara adil. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara keadilan dengan OCB. Keadilan sangat berpengaruh terhadap karyawan, yaitu mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selajutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB, yakni melakukan tugas diluar persyaratan kerja tertentu (Luthans, 2006). g) Masa Kerja Karyawan yang telah lama bekerja disuatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi 23

8 maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding kepentingan pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi (Konovsky & Organ, 1995). B. BIG-FIVE PERSONALITY 1. Definisi Big-five personality Teori big five personality merupakan salah satu adaptasi dari trait theory yang dikemukakan oleh Eysenck, Cattel dan tokoh-tokoh lainnya. Big five disusun bukan untuk menggolongkan individu kedalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari (Pervin,Cervone & John, 2005). Big five personality adalah lima trait yang menjadi gagasan utama dalam menggambarkan kepribadian seseorang (Morris & Maisto, 2005). Selanjutnya Howard & Howard (2004) menjelaskan bahwa masing-masing dimensi big five personality seperti sebuah paket yang mencakup sepengaruhgkat trait yang kemudian cenderung terjadi bersamaan. Trait adalah pola perilaku tertentu (pikiran, tindakan dan perasaan) yang relatif menetap pada berbagai situasi (Lahey, 2005). 24

9 2. Dimensi Big Five McCrae dan Costa (1992) menyebutkan bahwa dimensi big five personality terdiri dari 5 dimensi yaitu neuroticism, extraversion, openness, agreeableness, dan conscientiousness. Masing-masing dari 5 dimensi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Neuroticism: cemas, gugup, emosional, tidak aman, kurang penyesuaian, kesedihan yang tidak beralasan. b) Extraversion: dapat bersosialisasi, senang berbicara, berorintasi pada orang lain, optimis, menyenangkan, lembut. c) Openness: ingin tahu, minat yang luas, kreatif, orisinal, imajinatif, tidak tradisional. d) Agreeableness: lembut, dapat dipercaya, suka membantu, memaafkan, mudah percaya, apa adanya. e) Conscientiousness: teratur, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, cermat, rapi, ambisious, keras hati. Dalam penelitian ini peneliti memilih salah satu dimensi big five yaitu agreeableness. Hal tersebut dikarenakan banyak penelitian yang mengatakan bahwa dimensi agreeableness memiliki hubungan dengan OCB. Agreeableness yaitu karakter ini mengacu pada kecenderungan individu untuk tunduk kepada orang lain (Robbins, 2001). Selanjutnya Costa & McCrae dalam Vovianti, Ruya & Aktas (2010) menyatakan bahwa agreeableness yaitu individual yang mengindikasikan sebagai seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, seseorang yang sangat peka, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. 25

10 Demikian halnya juga Pervin, Cervone & John (2005) mengungkapkan mengenai kepribadian agreeableness yaitu mengukur sejauh mana seseorang berperilaku antagonis ataupun memiliki kedekatan dalam hubungan interpersonal. Variabel agreeableness ini diukur berdasarkan sifat karakterististik. Skor tinggi: berhati lembut, memiliki keinginan bekerja sama, mudah percaya, suka menolong, pemaaf, jujur. Berdasarkan beberapa peneliti diatas maka agreeableness adalah karakter kepribadian mulai dari kecenderungannya untuk berperilaku berlawanan pada orang lain hingga sejalan atau bahkan tunduk pada orang lain. C. SIKAP Selanjutnya Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi atau perilaku dan minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut yang dapat diistilahkan dengan keyakinan terhadap perilaku. Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu atau beberapa atribut lainnya. Selanjutnya, seorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan hasil yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif begitu juga sebaliknya tingkah laku dapat menghasilkan hasil yang negatif maka individu tersebut memiliki sikap yang negatif. 26

11 D. NORMA SUBJEKTIF Norma subjektif dapat dijelaskan sebagai dorongan sosial yang menentukan seseorang melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 1988). Sedangkan Schiffman & Kanuk (2000) menyatakan bahwa norma subjektif dapat mempengaruhi individu dalam bertindak dan berperilaku tertentu, yang dapat diukur secara langsung dengan menilai perasaan individu sebagaimana ada sangkut-pautnya dengan bagaimana orang lain (keluarga dan teman) berpikir tentang keputusan yang akan diambil oleh individu tersebut, apakah keputusan tersebut menguntungkan atau tidak bagi semua pihak. Norma subjektif dalam hal ini merupakan antesenden ke dua dalam konstruk theory of planned behavior yang menentukan seberapa besar intensi seseorang terhadap sebuah perilaku. Norma subjektif adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya kepercayaan normatif. Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Ajzen & Fishbein (1980) menggunakan istilah keinginan untuk mmengikuti untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak. Menurut Ajzen (2005) norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak terhadap suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila 27

12 individu meyakini apa yang telah menjadi norma kelompok, maka individu mematuhi dan dapat membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif dan keinginan untuk mengikuti. Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari orang lain atau kelompok yang berpengaruh bagi individu seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Norma subjektif tidak hanya dapat ditentukan oleh orang acuan akan tetapi juga dapat ditentukan oleh motivasi untuk menuruti. Secara umum, individu yakin bahwa kebanyakan orang acuan akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya individu yang yakin bahwa kebanyakan kelompok yang berpengaruh pada individu akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang dapat menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut. E. KONTROL PERILAKU YANG DIPERSEPSIKAN Kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku tersebut, selanjutnya individu dapat melakukan perkiraan atas kemampuan dirinya apakah subjek mempunyai kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan 28

13 perilaku tersebut (Ajzen, 1988). Selanjutnya dalam Engel, Blackwell & Miniard (1995) menyatakan kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat mempresentasikan kepercayaan orang tentang seberapa mudah individu menunjukkan perilaku. Ketika individu percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan suatu perilaku, individu tidak memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut. Kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki pengaruhan penting dalam menghubungkan pengaruh masa lalu dengan perilaku. Selanjutnya pengalaman masa lalu dan perilaku adalah sumber paling penting dari informasi kontrol perilaku (Ajzen, 2001). Selanjutnya menurut Ajzen (2005), kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah suatu fungsi dari keyakinan yaitu keyakinan mengenai ada dan tidaknya faktor yang mendukung atau menghambat dirinya untuk menampilkan perilaku. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman masa lalu dari perilaku tersebut, akan tetapi juga dipengaruhi oleh informasi pendukung mengenai perilaku tersebut melalui observasi ataupun faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan dalam menampilkan perilaku tersebut. kontrol perilaku yang dipersepsikan terdiri dari dua komponen yaitu keyakinan mengontrol dan kekuatan mengontrol. Keyakinan mengontrol adalah keyakinan seseorang memiliki atau tidak memiliki kapasitas untuk melakukan perilaku tersebut. Selanjutnya kekuatan mengontrol adalah seberapa besar kapasitas tersebut untuk mengontrol agar perilaku tersebut ditampilkan. Dalam Ismail & Zain (2008) kontrol perilaku yang dipersepsikan menggambarkan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan 29

14 persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu sehubungan dengan perilaku tertentu. Selanjutnya Ajzen dalam Ismail & Zain (2008) menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri akan tetapi akan tetapi individu tersebut membutuhkan kontrol terhadap diri subjek. F. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL 1. Pengaruh Agreeableness terhadap Intensi OCB Setiap orang berbeda-beda dalam menunjukkan OCB dalam bekerja. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh kepribadiannya (Organ, 1990). Kepribadian mengacu pada pola abadi dari pikiran, emosi dan perilaku yang tidak mungkin berubah dari waktu-kewaktu dan dapat menjelaskan perilaku individu dalam situasi yang berbeda (Costa & McCrae dalam Singh & Sigh 2009). Banyak studi yang melakukan penelitian tentang hubungan OCB dengan kepribadian agreeableness. Kepribadian agreeablessnes menurut Bariick & Mount, 1996, Witt, Burke, Barrick & Mount (2002) yaitu orang yang sangat ramah, baik hati, kooperatif, membantu, sopan dan fleksibel. Kemudian Barrick, Stewart & Piotrowski (2002) menyatakan bahwa individu yang memiliki sifat agreeablesness memiliki keinginan untuk bergaul. Karakter agreeableness yang ramah, baik hati, keinginan bergaul serta penolong dapat meningkatkan intensi OCB. Kepribadian agreeableness digambarkan individu yang memiliki sifat yang sopan, fleksibel, percaya, baik hati, kooperatif, pemaaf berhati lembut dan toleran (Barrick dan Mount (1991) dalam Aykler (2010). Konsekuensi dari sifat ramah dan menyenangkan terhadap orang lain berkolerasi positif 30

15 dengan dimensi OCB yaitu menolong, sopan, sportif sebagai orang-orang yang menawarkan bantuan secara sukarela untuk bereaksi terhadap kebutuhan orang lain tanpa menyinggung orang yang diberi bantuan (Organ, Padsakoff dan Mackenzie (2006) dalam Aykler (2010) ). Sejalan oleh penelitian Organ & Konovsky (1996) dalam Aykler (2010) yang menyatakan bahwa kepribadian agreeableness memiliki hubungan dengan OCB. Hubungannya signifikan antara agreeableness dengan dimensi OCB yaitu menolong, sopan, sportif. Menolong adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini sangat sesuai dengan karakter kepribadian agreeableness yang memiliki sifat berkeinginan untuk memberikan pertolongan bagi rekan kerja yang membutuhkan. Selanjutnya untuk dimensi sopan, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja akan terhindar dari masalah-masalah interpersonal. Dimensi ini juga berhubungan dengan karakter agreeableness yang memiliki keinginan untuk bergaul, kerjasama, pemaaf pada rekan kerja sehingga meminimalkan atau menghindari konflik interpersonal. Dan terakhir sportif, perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang memiliki sportif yang tinggi akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan. Karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan (Organ, Dennis, Philip, Podsakoff & Scott, 2006). 31

16 Sejalan dengan penelitian Borman & Motowidlo (1993) dalam Kottke, (2009) yang menyatakan kepribadian dapat mengukur perilaku menolong yang merupakan salah satu aspek OCB. Perilaku menolong memiliki hubungan yang konsisten secara positif terhadap kepribadian agreeableness. Oleh sebab itu maka semakin tinggi karakter agreeableness yang dimiliki individu maka intensi perilaku menolong akan ditampilkan. Perilaku membantu tersebut merupakan bagian dari perilaku OCB. 2. Pengaruh Sikap terhadap Intensi OCB Sikap adalah penilaian positif dan negatif yang dimiliki individu terhadap perilaku yang ditampilkan (Ajzen, 2005). Sikap ini dapat dihubungkan dengan perilaku, semakin favorable perilaku tersebut maka kecenderungan untuk berperilaku juga semakin tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa perilaku yang dianggap baik dan keuntungan yang diperoleh lebih banyak/lebih baik maka intensi untuk melakukan perilaku akan semakin lebih tinggi. Dalam intensi OCB, Sumaiya & Samaya (2013) menyatakan bahwa semakin positif sikap seorang individu terhadap organisasi maka perilaku menolong akan semakin meningkat pula. Demikian sebaliknya semakin negatif sikap terhadap organisasi maka perilaku menolong semakin rendah. Sikap positif terhadap organisasi ini merupakan penilaian individu bahwa perilaku menolong yang ia lakukan akan memberikan dampak positif terhadap dirinya. Hal inilah yang selanjutnya meningkatkan intensi untuk melakukan perilaku menolong sebagai salah satu dimensi OCB. 32

17 3. Pengaruh Norma subjektif terhadap Intensi OCB Norma subjektif adalah sebuah fungsi keyakinan mengenai dukungan/penerimaan suatu perilaku oleh kelompok tertentu (Ajzen, 2005). Norma subjektif melibatkan kepercayaan individu tentang anggapan diterima atau tidaknya perilaku yang ditampilkan. Pada saat seorang individu percaya bahwa perilaku yang ia tampilkan akan diterima atau didukung oleh orang lain atau kelompok maka intensi berperilaku akan semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya jika perilaku yang ditampilkan akan tidak diterima atau didukung oleh orang lain atau kelompok maka intensi dia untuk berperilaku semakin rendah. Ajzen (2005) menjabarkan bahwa semakin seorang individu mempersepsikan bahwa perilakunya akan diterima atau didukung maka akan semakin besar intensinya untuk melakukan perilaku. Dalam hal ini intensi perilaku yang ditampilkan adalah intensi perilaku OCB. Sumaiya (2013) menyatakan bahwa seorang karyawan yang mempersepsikan bahwa perilaku menolong yang dia lakukan didukung oleh organisasi maka ia akan meningkatkan perilaku menolong. Persepsi bahwa adanya dukungan organisasi bagi individu untuk melakukan suatu perilaku merupakan bentuk Norma subjektif yang meningkatkan intensi perilaku menolong sebagai salah satu dimensi OCB. Perilaku menolong merupakan perilaku karyawan untuk menolong rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi. Dimensi ini berfokus pada perilaku menolong yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. 33

18 4. Pengaruh Kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap Intensi OCB Kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan mengenai ada dan tidaknya faktor yang mendukung atau menghambat dirinya untuk menampilkan suatu perilaku. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman masa lalu dari perilaku tersebut akan tetapi juga dipengaruhi oleh informasi pendukung mengenai perilaku tersebut, melalui observasi ataupun faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan dalam menampilkan perilaku tersebut. Kontrol perilaku yang dipersepsikan berkaitan dengan seberapa besar individu mampu untuk mengontrol perilakunya dan seberapa yakin individu mampu menampilkan perilaku tersebut. Ketika individu merasa ia mampu dan yakin dapat menampilkan perilaku tersebut maka intensinya melakukan perilaku tersebut semakin besar (Ajzen, 2005) Dalam penelitiannya, Kenneth & Meikiory (2005) menjelaskan bahwa semakin besar keyakinan bahwa ia mampu untuk melakukan perilaku menolong maka intensinya untuk melakukan perilaku menolong akan semakin meningkat. Perilaku menolong merupakan salah satu dimensi OCB. Dalam hal ini maka ketika individu yakin kapasitasnya untuk menampilkan perilaku menolong besar, maka intensi perilaku menolong segera terwujud. 5. Pengaruh antara Agreeableness, Sikap, Norma subjektif dan Kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap intensi OCB. Beberapa literatur penelitian yang mengatakan tentang perilaku yang telah mendukung faktor kepribadian dengan komponen sikap dan norma subjektif. 34

19 personality dan sikap merupakan kajian empiris individu yang dapat dikombinasikan untuk memprediksi keinginan seseorang berperilaku ketika dihadapkan pada sebuah objek perilaku tertentu. Parkeas & Razavi (2004) dalam penelitian Personality and attitudinal variables as predictors of voluntary union membership merupakan salah satu contohnya. Penelitian Parkeas & Razavi ini menemukan adanya hubungan erat antara tipe kepribadian seseorang dan sikap yang dimiliki terhadap kelompok kerja sukarela terhadap keinginan bergabung di dalamnya. Selanjutnya didukung oleh penelitian Purnamasari, Endang & Avin (2004) yang menyatakan bahwa intensi perilaku menolong akan menunjukkan intensinya kedalam bentuk perubahan nyata yaitu salah satunya adalah altruism yang merupakan salah satu dimensi dari OCB. Perilaku menolong ini dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial yang telah terinternalisasi dalam diri subjek dapat terwujud dalam perilaku menolong. Kepribadian disejajarkan dengan variabel lain seperti sikap, norma subjektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh pada OCB. kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi OCB (Konovsky & Organ, 1995). Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian agreeableness. Kepribadian agreeableness yaitu ramah, baik hati, mudah bekerja sama, penuh toleransi dan suka menolong orang lain cenderung mampu menjaga keharmonisan dalam hubungan yang kurang nyaman dalam bekerja dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya (Mulder dalam Elfina & Nina, 2004). Selajutnya Moorman & Blakely (1995) mengatakan bahwa sifat kepribadian 35

20 agreeableness mencerminkan perilaku kolektivisme yang berpengaruh pada OCB. Selanjutnya kepribadian agreeableness berpengaruh positif dan signifikan pada OCB. Hal ini berarti karyawan yang memiliki trait agreeableness tinggi adalah karyawan yang bersedia menolong rekan kerja dan atasannya serta bawahannya. Individu yang memiliki sifat agreeableness tinggi memiliki sifat yang baik hati dan penuh toleransi serta mentoleransi situasi yang kurang menyenangkan (Elfina & Nina, 2004). Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Barrick & Mount (2002) menyatakan sifat agreeableness yang tinggi akan cenderung melakukan OCB karena tipe ini memiliki karakter yang ramah, baik hati, kerjasama, membantu, sopan dan fleksibel. G.Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Utama Kepribadian agreeableness, sikap, norma subjektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan secara bersama-sama memiliki pengaruh positif terhadap intensi OCB. Kepribadian agreeableness, sikap, norma subjektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki sumbangsih terhadap peningkatan intensi OCB 2. Hipotesis Tambahan a. Kepribadian agreeableness memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap intensi OCB. b. Sikap memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap intensi OCB. c. Norma subjektif memiliki pengaruh positif yang signifikan intensi OCB. d. Kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki pengaruh positif terhadap intensi OCB. 36

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II TINJAUAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Menurut Robbins & Judge (2008) dalam bukunya Organizational Behavior mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983.

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983. BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior A.1 Definisi organizational citizenship behavior Bateman dan Organ merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian. 25 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian. Di dalam menentukan arah dan tujuan kehidupan, manusia kerapkali harus menjalani sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior Definisi OCB telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, Menurut Organ (1988) OCB didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan karyawan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 135 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kepribadian big five dan motivasi terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan Rumah Sakit X Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku keanggotaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior-OCB) telah menjadi topik yang mendapat banyak perhatian dari para akademisi maupun para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kepemimpinan memiliki arti peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang pemimpin dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Meningkatkan efektivitas dalam suatu organisasi memang diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan

Lebih terperinci

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat. BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Rahim (2001) manajemen konflik tidak hanya berkaitan dengan menghindari, mengurangi serta menghilangkan konflik, tetapi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai pendidikan di negeri ini memang tidak akan pernah ada habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pertama, akan terdapat pemaparan mengenai latar belakang permasalahan dan fenomena yang terkait. Berikutnya, rumusan masalah dalam bentuk petanyaan dan tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organizational Citizenship Behavior (OCB) telah menjadi konstruk penting dalam studi perilaku organisasi dan manajemen. OCB sebagai sebuah topik penelitian telah mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah organisasi, karena SDM yang akan menggerakan organisasi serta mengembangkan dan mempertahankan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa meningkatkan produktivitasnya. Sejarah ikut membuktikan bahwa bangsa yang hanya mengandalkan kekayaan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada didalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik suatu simpulan mengenai OCB perawat pelaksana ruang rawat inap Rumah Sakit X di Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panjang (RPJP) Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Panjang (RPJP) Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pola pikir masyarakat akan pentingnya kesehatan pada era moderenisasi merupakan landasan terpenting dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ajzen, I., & Fishbein, M. (1980). Understanding Attitude and Predicting Social Behavior. Englewood cliffs, NJ: Prentice-Hall.

DAFTAR PUSTAKA. Ajzen, I., & Fishbein, M. (1980). Understanding Attitude and Predicting Social Behavior. Englewood cliffs, NJ: Prentice-Hall. DAFTAR PUSTAKA Aldag, R, & Reschke, W. (1997). Employee Value Added: Measuring Discretionary Effort and Its Value To The Organization. Center For Organization Effectiveness, Inc. 608/833-3332. Pp.1-8.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Tindakan Beralasan Teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik keunggulan untuk bersaing dengan organisasi lain maupun untuk tetap dapat survive. Usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, karyawan merupakan aset yang sangat penting bagi setiap perusahaan karena untuk kelangsungan kemajuan perusahaan, oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dinilai masih

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dinilai masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dinilai masih berkualitas rendah, terutama SDM yang bekerja di instansi pemerintah. Hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior Kinerja karyawan biasanya dinilai berdasarkan pada job description yang telah dirancang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Definisi Perilaku Organisasi. meningkatkan keefektifan suatu organisasi.

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Definisi Perilaku Organisasi. meningkatkan keefektifan suatu organisasi. BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan teori 2.1.1 Perilaku Organisasi 2.1.1.1 Definisi Perilaku Organisasi Menurut Robbins (2009: 11) Perilaku Organisasi adalah bidang studi yang menyelidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dunia membuat persaingan pada bidang bisnis menjadi semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG

2015 HUBUNGAN KEPRIBADIAN BIGFIVE, MOTIVASI DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT X BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat menyebabkan persaingan yang terjadi antara perusahaan berlangsung semakin kuatsehingga dituntut

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 43 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik harus bersikap independen terhadap berbagai kepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. publik harus bersikap independen terhadap berbagai kepentingan. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemimpin menjadi penentu keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai suatu organisasi di bidang jasa keuangan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu bergerak lebih cepat, sadar tentang pentingnya komitmen pada peningkatan mutu produk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan suatu kebutuhan setiap perusahaan atau organisasi. Dalam pencapaian tujuan perusahaan, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia adalah pemeran utama dalam setiap perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada aspek manusia. Aspek manusia menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya akan berelasi dengan orang lain pun akan meningkat. Individu akan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya akan berelasi dengan orang lain pun akan meningkat. Individu akan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk individual sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individual, manusia diharapkan dapat mengembangkan potensi dan mengaktualisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan mengenai berbagai macam teknologi yang dapat membantu manusia dalam membuat, menyusun,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah apa yang individu rasakan tentang pekerjaannya dan berbagai aspek dari pekerjaannya (Spector, 1997). Kepuasan kerja menurut Kinicki et al

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori OCB (Organizational Citizenship Behavior) OCB adalah sebuah konsep yang relatif baru dianalisis kinerja, tetapi itu merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Teori Pertukaran Sosial Blau, (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dalam suatu organisasi memiliki peranan yang sangat penting, karena tanpa didukung sumber daya manusia yang baik suatu organisasi akan menghadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, terutama dalam interaksi sosial. Dalam organisasi, peran dan konsekuensi emosi serta afektif

Lebih terperinci

KUESIONER UJI COBA. Lampiran 1

KUESIONER UJI COBA. Lampiran 1 Lampiran 1 KUESIONER UJI COBA Kepada Yth. Para Responden Saya adalah mahasiswa dari Universitas Bina Nusantara yang sedang melakukan penelitian mengenai Variabel-Variabel Anteseden Organizational Citizenship

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung bersikap dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung bersikap dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Teori Pertukaran Sosial Blau, (1964) dalam Fung et al., (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Fung et al. (2012) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan. Orgnizational Citizenship Behavior (OCB) (Steve dan Thomas, 2014)

PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan. Orgnizational Citizenship Behavior (OCB) (Steve dan Thomas, 2014) PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dan pengelolaannya merupakan salah satu kunci penting yang dapat mempengaruhi kinerja dan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dunia dalam fase globalisasi yang berkembang sangat cepat dengan berbagai perubahan-perubahannya, sehingga organisasi diharuskan untuk selalu siap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pada era modern saat ini, orang sudah mulai terlena dengan nilai-nilai moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan permissiveness

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Widyatama (UTama) adalah salah satu Institusi Pendidikan Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk mewujudkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepribadian Menurut Robbins dan Judge (2015) kepribadian (personality) merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang pendidikan saat ini sudah berstatus sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Status

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menurut Cekmecelioglu et al. (2012), merupakan hal yang paling memadai bila dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku extra role merupakan perilaku individu dalam bekerja yang tidak terdapat dalam deskripsi kerja formal karyawan tetapi sangat dihargai jika ditampilkan karyawan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud memberikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini. Teoriteori yang digunakan sebagai acuan merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu membahas

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work-Family Conflict 2.1.1 Definisi Triaryati (2003) yang mengutip dari Frone, Rusell & Cooper (2000), mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik peran dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu agenda penting dan strategis dari sekian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu agenda penting dan strategis dari sekian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu agenda penting dan strategis dari sekian banyak agenda pembangunan bangsa yang menuntut perhatian sungguh-sungguh dari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan lingkungan strategis nasional maupun internasional yang dihadapi dewasa ini dan dimasa yang akan datang mensyaratkan perubahan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapuh saat sumber daya yang dimilikinya tidak memiiki visi yang sama dalam

BAB I PENDAHULUAN. rapuh saat sumber daya yang dimilikinya tidak memiiki visi yang sama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu organisasi karena merupakan tiang pondasi dari organisasi tersebut. Organisasi akan menjadi rapuh saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organizational citizenship behavior (OCB) saat ini menjadi subjek yang sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas dan kinerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada zaman globalisasi saat ini, menuntut berbagai pihak untuk selalu berkembang dan berkontribusi banyak dalam perubahan. Organisasi adalah salah satu dari agen perubahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil diskusi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya menyadari satu hal bahwa, kepuasan kerja merupakan faktor yang vital dalam manajemen sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh perubahan lingkungan yang drastis dan cepat. Kualitas sumber daya manusia menjadi penentu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan asosiatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mendifinisikan berbagai kriteria serta mendefinisikan

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial menjadi kebutuhan organisasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial menjadi kebutuhan organisasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial menjadi kebutuhan organisasi atau perusahaan. Setiap organisasi atau perusahaan cenderung berusaha menemukan dan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu ditanamkan suatu sikap dimana individu harus mampu bekerja secara tim, bukan bekerja secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Barang elektronik dan furnitur dalam kehidupan modern ini sudah menjadi sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli barang elektronik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et al., (2012) menyatakan bahwa teori

Lebih terperinci

FAKTOR KEPRIBADIAN DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA POLISI PARIWISATA. Abstract

FAKTOR KEPRIBADIAN DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA POLISI PARIWISATA. Abstract FAKTOR KEPRIBADIAN DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA POLISI PARIWISATA Atika Kusuma Wardani & Miftahun Ni mah Suseno Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Social Exchange Theory Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung et al., (2012) menyatakan bahwa teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. psikologis seseorang. Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. psikologis seseorang. Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Kepribadian Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah tuntutan

Lebih terperinci