MANAJEMEN KUALITAS AIR TAMBAK INTENSIF MELALUI PENDEKATAN OKSIGEN TERLARUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN KUALITAS AIR TAMBAK INTENSIF MELALUI PENDEKATAN OKSIGEN TERLARUT"

Transkripsi

1 MANAJEMEN KUALITAS AIR TAMBAK INTENSIF MELALUI PENDEKATAN OKSIGEN TERLARUT R NURDIN SULAKSANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 vi

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Manajemen Kualitas Air Tambak Intensif melalui Pendekatan Oksigen Terlarut adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2010 R Nurdin Sulaksana C

3 RINGKASAN R Nurdin Sulaksana. C Manajemen Kualitas Air Tambak Intensif Melalui Pendekatan Oksigen Terlarut. Dibawah bimbingan Bambang Widigdo dan Yusli Wardiatno. Salah satu ekosistem perairan tertutup yang penuh dengan interfensi manusia adalah tambak udang yang dikelola dengan intensif dan oleh karenanya perubahan kondisi kualitas airnya sangat dipengaruhi oleh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Salah satu parameter kualitas air yang menjadi faktor pembatas dalam budidaya udang adalah oksigen terlarut. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi harian oksigen terlarut beserta parameter kualitas air terkait di tambak udang intensif dengan adanya perlakuan jumlah pengoperasian kincir yang berbeda pada siang hari. Metode penelitian yang dilakukan adalah pengukuran di lapangan dan analisa laboratorium.pengukuran dan pengambilan contoh air sampel dilakukan di 6 petak tambak yang terbagi ke dalam 2 kelompok, yakni kelompok tambak kontrol dan tambak perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri dari 3 petak tambak. Pengambilan sampel dilakukan setiap 10 hari sekali dari umur udang 0 hari sampai dengan 110 hari. Pengukuran DO dilakukan selama 24 jam dalam sehari setiap 2 jam sekali. Pada DOC 70 hingga 110 dilakukan perlakuan dengan mengurangi penggunaan kincir yang beroperasi sebanyak 6 HP. Analisa data meliputi penentuan persentase saturasi oksigen terlarut, analisa deskriptif kondisi oksigen terlarut dan parameter kualitas air terkait serta hubungannya selama masa budidaya udang dengan menggunakan uji korelasi. Berdasarkan kondisi saturasi oksigen, penggunaan kincir 6 HP pada pukul sampai lebih cepat mencapai kondisi saturasi apabila dibandingkan dengan kelompok petak yang menggunakan kincir 12 HP. Kisaran DO maksimum selama DOC 70 sampai 110 pada kelompok petak dengan perlakuan kincir 12 HP berkisar antara 4,50 9,90 mg/l sedangkan pada petak dengan perlakuan kincir 6 HP berkisar antara 4,40 9,60 mg/l. Kondisi DO maksimum ini umumnya tercapai pada pukul WIB. Kisaran DO minimum selama DOC 70 sampai 110 pada kelompok petak dengan perlakuan kincir 12 HP berkisar antara 1,80 3,50 mg/l sedangkan pada petak dengan perlakuan kincir 6 HP berkisar antara 1,20 3,70 mg/l. Kondisi DO minimum ini umumnya terjadi pada pukul WIB. Kondisi oksigen terlarut dan parameter kualitas air terkait selama masa budidaya dengan adanya pengurangan pengoperasian kincir pada siang hari masih berada dalam kondisi baik bagi pertumbuhan udang. Pengurangan kincir 6HP pada siang hari pukul mulai DOC 70 hingga panen dapat menguntungkan bagi petambak selain nilai kisaran DO tetap tercukupi juga dapat menghemat konsumsi bahan bakar BBM untuk penggunaan listrik pada kincir air.

4 MANAJEMEN KUALITAS AIR TAMBAK INTENSIF MELALUI PENDEKATAN OKSIGEN TERLARUT R NURDIN SULAKSANA C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program studi : Manajemen Kualitas Air Tambak Intensif melalui Pendekatan Oksigen Terlarut : R Nurdin Sulaksana : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Bambang Widigdo Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal Ujian : 14 Januari 2010

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Manajemen Kualitas Air Tambak Intensif melalui Pendekatan Oksigen Terlarut. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2008 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan, masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari ketidaksempurnaan penulisan skripsi ini sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Januari 2010 Penulis vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Bambang Widigdo selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini serta kesempatan yang telah diberikan untuk melakukan penelitian di PT. Centralpertiwi Bahari 2. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing II atas segala saran, nasehat dan arahannya dalam penyelesian skripsi ini. 3. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M.Phil selaku dosen penguji departemen atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 4. Ir. Zairion, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. 5. Prof. Dr. Claude E. Boyd dari Fisheries & Allied Aquacultures Auburn University US yang telah banyak memberikan saran dan masukannya selama penelitian berjalan. 6. Bapak Rubiyanto Widodo Haliman dan seluruh staf pegawai PT. Centralpertiwi Bahari, terutama divisi Integrated Quality Assurance (IQA) atas bantuan, arahan dan kerja samanya selama penelitian ini. 7. Ayah, Ibu dan adik-adikku (Imam dan Nanap) atas doa, pengorbanan, keikhlasan serta dukungan semangatnya. 8. Feri, Inna, Ryan dan Weni selaku rekan penelitian di Lampung atas kebersamaan, kerja sama, pengertian dan bantuan kalian selama proses penyelesaian penelitian dan skripsi ini. 9. Teman-teman MSP 41 atas doa, kebersamaan, kekeluargaan, bantuan, dan sarannya selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini. vii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Oktober 1986 merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak R.H. Ahmad Sudjai, BA dan Ibu R.Hj. Siti Hodijah. Pendidikan formal pertama diawali di TK Akbar pada tahun kemudian dilanjutkan di SD Bina Insani pada tahun Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 5 Bogor pada tahun kemudian melanjutkan studi di SMA Negeri 6 Bogor pada tahun Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti organisasi Forum Keluarga Muslim-C (FKM-C FPIK), Forum Silaturahim Muslim MSP (FOSUMM), Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER), Persatuan Tenis Meja (PTM-IPB), serta turut aktif mengikuti seminar maupun pelatihan serta berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Pada Juli-Agustus 2007, penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Pada April-September 2008, penulis mengikuti kegiatan proyek penelitian di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Manajemen Kualitas Air Tambak Intensif melalui Pendekatan Oksigen Terlarut. ix

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udang dan Tambak Intensif Oksigen Terlarut Sumber oksigen dalam tambak Pemanfaatan oksigen terlarut Parameter Kualitas Air yang Terkait dengan Oksigen Terlarut Suhu Salinitas Kecerahan Nilai ph Alkalinitas BOD (Biochemical Oxygen Demand) TAN (Amonia Total) Nitrit Nitrat Ortofosfat Fitoplankton METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Pemilihan Lokasi Penelitian Perlakuan Penelitian Metode Pengumpulan Data Pengamatan Parameter Kualitas Air Parameter Utama Parameter Kualitas Air yang Terkait Oksigen Terlarut Analisa Data Penentuan persentase saturasi oksigen Analisis deskriptif Analisis korelasi xi xii xiv x

10 Halaman 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Tambak Penelitian Oksigen Terlarut Kondisi saturasi oksigen Konsentrasi DO minimum dan DO maksimum Parameter Kualitas Air yang Terkait Oksigen Terlarut Suhu Kecerahan Salinitas ph Alkalinitas BOD TAN (Amonia Total) Nitrit Nitrat Ortofosfat Fitoplankton Pengelolaan Kualitas Air Tambak Intensif Ditinjau dari Konsentrasi Oksigen Terlarut Hasil Analisis Statistika Korelasi antara oksigen terlarut dengan parameter kualitas air KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hubungan antara konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan udara 760 mmhg (Cole 1983) Kelarutan oksigen di dalam air (mg/l) pada suhu dan salinitas yang berbeda dan dalam tekanan 760 mmhg Hubungan konsentrasi amonia bebas (un-ionized NH 3 ) dan amonia total dalam persen (%) terhadap suhu dan ph (Boyd 1982) Metode pengukuran terhadap parameter kualitas air Total lamanya waktu (jam) kondisi DO saturasi pada tambak penelitian Konsentrasi DO minimum pada tambak penelitian Lamanya (jam) konsentrasi DO minimum < 3 mg/l pada keenam tambak Konsentrasi DO maksimum pada tambak penelitian Korelasi antara oksigen terlarut dengan parameter kualitas air xii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah Lokasi keenam petak tambak penelitiaan Penempatan kincir pada petak tambak kontrol (12 HP) Penempatan kincir pada petak tambak perlakuan (6 HP) Siklus budidaya udang pada tambak intensif (Sumber : PT. CPB 2008) Rata-rata lamanya konsentrasi oksigen terlarut pada kondisi saturasi di kelompok (a) petak kontrol dan (b) perlakuan Konsentrasi oksigen terlarut minimum pada pagi hari di kelompok (a) petak kontrol dan (b) petak perlakuan Konsentrasi oksigen terlarut maksimum pada siang hari di kelompok (a) petak kontrol dan (b) petak perlakuan Fluktuasi suhu rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi kecerahan rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi salinitas rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi ph rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi alkalinitas rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi BOD rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi TAN rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi amonia bebas rata - rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi nitrit rata- rata setiap 10 hari selama DOC xiii

13 Halaman 18. Fluktuasi nitrat rata- rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi ortofosfat rata- rata setiap 10 hari selama DOC Kelimpahan rata-rata fitoplankton setiap 10 hari selama DOC xiv

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Petak tambak penelitian Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian Data parameter kualitas air Hasil uji Pearson correlation antara oksigen terlarut dengan parameter kualitas air yang terkait Hubungan konsentrasi amonia bebas (un-ionized NH 3 ) dan amonia total dalam persen (%) terhadap suhu dan ph Baku mutu parameter kualitas air pemeliharaan udang di tambak berdasarkan keputusan menteri kelautan dan perikanan nomor KEP.28/MEN/ xiv

15 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu ekosistem perairan tertutup yang penuh dengan interfensi manusia adalah tambak udang yang dikelola dengan intensif dan oleh karenanya perubahan kondisi kualitas airnya sangat dipengaruhi oleh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Tujuan dari perlakuan air adalah untuk menjaga kualitas air agar selalu dalam kondisi yang layak bagi udang yang dipelihara. Parameter kualitas air yang perlu dipantau setiap hari pada tambak udang intensif adalah suhu air, salinitas air, ph air, kandungan oksigen terlarut, dan amonia (Haliman & Adijaya 2004). Beberapa parameter tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh udang, seperti keaktifan mencari pakan, proses pencernaan, dan pertumbuhan udang. Salah satu parameter kualitas air yang menjadi faktor pembatas dalam budidaya udang adalah oksigen terlarut. Faktor yang mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut di tambak sangatlah kompleks, diantaranya faktor fisika seperti suhu, kincir, dan salinitas, faktor kimia seperti BOD, ph, dan CO 2, faktor biologi seperti aktivitas fitoplankton dan bakteri. Fitoplankton merupakan produser primer dalam menghasilkan oksigen sementara proses perombakan bahan organik oleh mikroba merupakan proses yang mengkonsumsi oksigen. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan kondisi oksigen terlarut di perairan berfluktuasi sepanjang hari. Untuk menanggulangi fluktuasi oksigen terlarut tersebut maka para petambak biasanya menggunakan alat bantu, misalnya kincir air. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan hewan yang senang hidup di kolom dan dasar tambak, terjadinya perubahan konsentrasi oksigen terlarut pada bagian dasar maupun permukaan air tambak akan banyak mempengaruhi kehidupan udang. Sebagian besar kematian udang akibat terjangkitnya penyakit, pertumbuhan yang buruk, efisiensi pakan yang rendah, turunnya nafsu makan dan masalah-masalah yang lainnya secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kondisi gejala oksigen rendah di tambak (Supono 2003). Untuk menjaga kelestarian tambak dan lingkungan di sekitarnya

16 2 perlu dilakukan studi pengelolaan kualitas air tambak tersebut melalui kajian ketersediaan oksigen terlarut Perumusan Masalah Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas dalam produksi tambak udang, sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi, maka pertumbuhan dan kesehatan udang akan terhambat. Ketersediaan oksigen terlarut di dalam air, sangat dipengaruhi oleh kegiatan fotosintesis fitoplankton, kincir dan jumlah biota yang ada di dalam air, yang semua akan saling berkait. Di perairan tambak tingkat kesuburan dikatakan baik bila kadar oksigen pada siang hari dapat mencapai 7 10 mg/l. Untuk perairan yang kurang subur, kadar oksigen di dalam air pada siang hari umumnya kurang dari 5 mg/l. Kadar oksigen tersebut akan menurun pada malam hari akibat adanya proses respirasi dari biota perairan hingga mencapai titik minimum pada pagi hari menjelang fajar. Pada siang hari, sumber oksigen terlarut di tambak utamanya berasal dari proses fotosintesis fitoplankton, oksigen bawaan aliran air dan difusi dari udara yang prosesnya dipercepat oleh adanya kincir. Adanya penggunaan kincir diharapkan dapat menjaga agar ketersediaan oksigen terlarut mencapai kondisi ideal yakni pada pagi hari mencapai 4 mg/l dan siang hari mendekati titik jenuh 7 10 mg/l. Namun apabila kelarutan oksigen telah melampaui titik jenuh (saturasi), maka diduga pengaruh kincir pada siang hari justru dapat menyebabkan oksigen yang terlarut tersebut dilepaskan kembali ke udara. Sebaliknya jika kadar oksigen terlarut yang rendah pada sebuah perairan dapat menimbulkan kondisi anoxia (tanpa oksigen) yang akan berakibat pada terganggunya proses biologis di dalam perairan itu sendiri, yang pada akhirnya akan menurunkan daya dukung tambak. Oleh karena itu, seberapa besar operasional kincir di tambak udang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air akan menjadi salah satu fokus pengkajian dalam penelitian ini. Alur pikir dalam merancang penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

17 3 Difusi dari udara dibantu adanya kincir Fotosintesis Oksigen bawaan aliran air Peran Kincir Oksigen Terlarut Dekomposisi bahan organik Respirasi organisme Over saturasi Saturasi Under saturasi O 2 lepas ke udara Kondisi anoksik Gambar 1. Skema Perumusan Masalah Aktivitas Kincir Dikurangi Aktivitas Kincir Ditingkatkan Aktivitas Budidaya di Tambak Intensif Parameter Kualitas Air Terkait PENGELOLAAN Gambar 1. Skema perumusan masalah 1.3. Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi harian oksigen terlarut beserta parameter kualitas air terkait di tambak udang intensif dengan adanya perlakuan jumlah pengoperasian kincir yang berbeda pada siang hari Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pengusaha maupun petani tambak dalam mengelola kualitas air tambak intensif yang ditinjau dari segi oksigen terlarut sehingga kondisi perairan tambak dan lingkungan di sekitarnya dapat mendukung kelangsungan hidup perairan tambak.

18 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udang dan Tambak Intensif Komponen utama biota perairan di tambak terdiri dari fitoplankton, zooplankton, udang, ikan dan dekomposer. Fitoplankton sebagai produsen, zooplankton, udang dan ikan sebagai konsumen dan dekomposer sebagai pengurai. Dari kelima komponen biota utama penyusun tambak, udang merupakan biota yang menjadi tujuan dibuatnya tambak budidaya. Sifat-sifat kebiasaan hidup udang sangat penting dipelajari, mengingat kunci keberhasilan budidaya udang terletak pada cara membudidayakannya. Sifat utama udang diantaranya senang hidup di kolom dan dasar perairan, selama hidupnya sering berganti kulit, pada malam hari aktif mencari makan, pada siang hari menempel pada ranting atau membenamkan diri ke dalam lumpur di dasar air (Martosudarmo & Bambang 1992). Dari sifat utama tersebut, tentunya kualitas air sangat mempengaruhi kehidupan udang terutama oksigen sebagai faktor pembatas bagi kebutuhan udang dalam melakukan aktivitasnya seperti bernapas, molting (berganti kulit). Produksi udang di tambak dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi intensif. Sistem ini dilakukan dengan teknik yang canggih dan memerlukan masukan biaya yang besar. Ciri-ciri dari sistem budidaya intensif adalah memiliki petakan yang kecil berukuran 0,2-0,5 Ha/petak dengan padat tebar yang cukup tinggi yaitu berkisar sampai ekor/ha (Suyanto 2002). Menurut Boyd (1992) in Budiardi (1999) menyatakan bahwa salah satu permasalahan dalam budidaya udang adalah akumulasi bahan organik dan kondisi anaerob di dasar tambak. Pada tambak yang berpola intensif, sejumlah bahan organik akan terakumulasi di sedimen dasar. Pakan yang diberikan pada udang akan jatuh di dasar tambak dan sebagian besar dimakan oleh udang. Pakan yang tidak termakan dan hasil ekskresi udang akan diuraikan oleh bakteri untuk didekomposisi Oksigen Terlarut Oksigen terlarut (DO, Dissolved Oxygen) merupakan salah satu parameter kualitas air yang menjadi faktor pembatas dalam budidaya udang. Kemampuan air

19 5 untuk mengikat oksigen ditentukan oleh temperatur, salinitas dan tekanan (Boyd & Fast 1992). Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Boyd 1982). Oksigen berperan penting sebagai indikator dalam penentuan kualitas suatu perairan. Kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan merupakan parameter pengubah kualitas air yang paling kritis dalam budidaya udang, sebab dapat mempengaruhi kelangsungan udang yang dipelihara. Oksigen yang terlarut dalam perairan sangat dibutuhkan untuk proses respirasi, baik oleh tumbuhan air, udang, maupun organisme lain yang hidup di perairan. Mengelola DO sangat erat kaitannya dengan jumlah dan jenis fitoplankton, jumlah dan kondisi aerator (kincir air) yang ada, biomass udang, banyak sedikitnya bahan organik dalam tambak, dan aktivitas bakteri yang dapat mempengaruhi ekosistem tambak. Menurut Effendi (2003), kadar oksigen terlarut bersifat fluktuatif secara harian (diurnal) dan musim bergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam air. Apabila kadar oksigen terlarut di perairan sama dengan kadar oksigen terlarut secara teoritis disebut kadar oksigen jenuh / saturasi. Apabila kadar oksigen lebih kecil dari kadar oksigen secara teoritis disebut tidak jenuh dan yang melebihi nilai jenuh disebut lewat jenuh (supersaturasi). Konsentrasi DO yang baik untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang berkisar antara 3,5 mg/l sampai kondisi saturasi (Boyd & Fast 1992) Sumber oksigen dalam tambak Sumber oksigen di tambak dapat berasal dari proses difusi dengan udara, sirkulasi air oleh angin dan melalui pengoperasian kincir air, serta fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Penerapan penggunaan kincir air pada tambak budidaya udang bertujuan untuk aerasi yakni terjadinya percikan air (splashing) dan gelembung udara (bubling) yang dapat menambah oksigen terlarut (Boyd 2003). Oksigen dapat masuk ke dalam air melalui difusi dengan udara. Oksigen

20 6 yang berdifusi dari udara biasanya terkumpul di daerah permukaan air saja, kecuali jika ada sirkulasi air maka oksigen akan terdistribusi ke seluruh kolom air. Sirkulasi air dapat berlangsung oleh adanya angin atau kincir air. Penggunaan kincir air yang tepat dapat menjaga keseimbangan sirkulasi air, sehingga oksigen akan tersebar ke seluruh bagian air, mengangkat bagian air dasar yang miskin oksigen ke atas sehingga teroksidasi. Sumber oksigen utama lainnya adalah fotosintesis. Di dalam proses fotosintesis, oksigen merupakan produk akhir. Meskipun, hanya terjadi di lapisan permukaan tetapi oksigen dari fotosintesis lebih berdifusi maksimal dibandingkan aerator (kincir air) Pemanfaatan oksigen terlarut Konsentrasi oksigen terlarut berubah-ubah dalam siklus harian. Pada waktu fajar, konsentrasi oksigen terlarut rendah dan semakin tinggi pada siang hari yang disebabkan oleh fotosintesis, sampai mencapai titik maksimal lewat tengah hari. Pada malam hari saat tidak terjadi fotosintesis, pernapasan organisme di dalam tambak memerlukan oksigen sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut. Sekitar 300 miligram oksigen diperlukan setiap jam untuk satu kilogram udang. Pada tambak-tambak intensif seekor udang memerlukan sebanyak 0,1 0,2 mg oksigen setiap jam (Kordi & Andi 2007). Jumlah oksigen yang diperlukan bakteri dalam penguraian bahan organik di dalam lumpur tergantung dari konsentrasi dan banyaknya bahan organik yang terdapat pada dasar tambak. Pada tambak skala semi-intensif dan intensif pemakaian oksigen oleh lumpur kerapkali melampaui jumlah yang diperlukan oleh udang. Pengurangan oksigen paling besar pada tambak udang adalah akibat pernapasan fitoplankton. Biasanya 60-80% dari penurunan oksigen di dalam tambak disebabkan oleh pernapasan fitoplankton (Kordi & Andi 2007). Proses respirasi berlangsung di seluruh lapisan perairan, kadar oksigen cenderung lebih melimpah di lapisan atas dibandingkan lapisan di bawahnya. Pada siang hari ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesis berlangsung intensif lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Pada malam hari fotosintesis berhenti tetapi respirasi berlangsung terus. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen di lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum

21 7 terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari (Effendi 2003). Kesuburan perairan yang tinggi menyebabkan produktivitas perairan tinggi yaitu dengan tumbuhnya fitoplankton secara massal di daerah permukaan perairan, namun keadaan tersebut akan menghalangi sinar matahari menembus ke bawah permukaan yang mendukung proses fotosintesis menghasilkan oksigen. Menurut Schmittou (1991), kesuburan perairan yang tinggi diikuti tanda-tanda sebagai berikut : kepadatan plankton tinggi, produksi oksigen melampaui titik jenuh pada lapisan permukaan, penurunan kadar oksigen terlarut karena konsumsi oksigen oleh organisme perairan (ikan) pada malam hari, oksigen kritis menjelang pagi, timbulnya LODOS (Low Dissolved Oxygen Syndrome) dan menimbulkan stress ekologi terhadap ikan. LODOS merupakan fenomena gejala kadar oksigen terlarut yang rendah. Gejala LODOS akan terjadi pada kadar oksigen rendah kurang dari 3,5 ppm karena menurut Boyd & Fast (1992) kadar oksigen yang baik untuk pertumbuhan udang berkisar antara 3,5 ppm sampai saturasi. Konsentrasi oksigen sangat rendah akan merangsang munculnya gas-gas racun seperti N-NH 3, H 2 S dan CH 4 yang dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Menurut Welch (1952), penyebab utama terjadinya penurunan kandungan oksigen dalam air adalah (a) Respirasi organisme di dalam air, baik hewan maupun tumbuhan yang berlangsung sepanjang hari. (b) Oksigen terlarut digunakan untuk dekomposisi bahan organik yang terlarut dan terakumulasi di dasar perairan. Penurunan oksigen terlarut akibat dekomposisi bergantung pada jumlah dan distribusi bahan organik yang terakumulasi, temperatur air dan volume air di lapisan hipolimnion. (c) Reduksi oleh gas lain, seperti proses nitrifikasi yang membutuhkan oksigen. (d) Pelepasan oksigen terlarut secara otomatis (deaerasi). Kondisi ini dapat disebabkan oleh meningkatnya suhu dan jika kejenuhannya sudah melebihi 100%. (e) Keberadaan besi. Pada perairan yang mengandung besi, oksidasi senyawa besi yang terlarut menjadi penyebab penting dalam penurunan oksigen terlarut.

22 8 Menurut Supono (2003), konsentrasi oksigen terlarut yang kritis (<3 ppm) di kolam, biasanya berkaitan dengan kondisi buruk parameter lainnya seperti kepadatan plankton, konsentrasi CO 2 tinggi atau akumulasi bahan organik baik secara kimia, fisik maupun biologi. Kondisi ini disebut dengan kondisi LODOS (Low Dissolved Oxygen Syndrome). Adapun penyebab LODOS karena kematian plankton, blooming plankton, cuaca berawan, pembalikan massa air oleh adanya angin atau hujan deras, dan dekomposisi bahan organik akibat kandungan bahan organik yang tinggi. Sedangkan pengaruh LODOS terhadap udang dapat menghambat pertumbuhan, mudah terserang penyakit, nafsu makan turun, dan anorexia yaitu udang mati karena kekurangan oksigen Parameter Kualitas Air yang Terkait dengan Oksigen Terlarut Suhu Suhu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Berbagai jenis udang memiliki suhu optimal tertentu untuk masing-masing spesiesnya. Suhu air yang optimal bagi perkembangan hidup udang adalah antara C. Pada kisaran suhu tersebut konsumsi oksigen cukup tinggi sehingga nafsu makan udang tinggi dan di bawah suhu C nafsu makan udang menurun (Wardoyo 1997 in Priatna 2004). Suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen hewan air. Peningkatan suhu diikuti dengan menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan, sehingga keberadaan oksigen kadangkala tidak mampu memenuhi oksigen yang dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme dan respirasi. Dekomposisi bahan organik oleh mikroba juga menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu (Effendi 2003). Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut, tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi kimia dalam air (Kordi & Andi 2007). Hubungan antara suhu dengan konsentrasi oksigen terlarut tercantum pada Tabel 1.

23 9 Tabel 1. Hubungan antara konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan udara 760 mmhg (Cole 1983) Suhu ( C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) Suhu ( C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) Suhu ( C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) 0 14, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Salinitas Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd 1988 in Effendi 2003). Komposisi ion-ion pada air laut didominasi oleh ion-ion tertentu seperti khlorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium, kalsium dan magnesium. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil ( ). Nilai salinitas perairan payau antara 0,5-30, dan perairan laut (Kordi 1996 in Kordi & Andi 2007). Menurut Beveridge et.al (1985) in Kordi & Andi (2007), kelarutan oksigen akan semakin berkurang dengan meningkatnya salinitas, seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kelarutan oksigen di dalam air (mg/l) pada suhu dan salinitas yang berbeda dan dalam tekanan 760 mmhg Suhu Salinitas ( ) (ºC) ,4 8,3 8,1 7,8 7,6 7,4 7,1 6,9 26 8,1 8,0 7,7 7,5 7,3 7,1 6,8 6,6 28 7,8 7,7 7,5 7,3 7,0 6,8 6,6 6,4 30 7,6 7,4 7,2 7,0 6,8 6,4 6,4 6,1 32 7,3 7,2 7,0 6,9 6,6 6,3 6,1 5,9 34 7,1 7,0 6,9 6,7 6,4 6,2 6,0 5,8 36 6,9 6,8 6,7 6,5 6,2 6,1 5,9 5,7

24 Kecerahan Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang diamati secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, warna perairan, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi 2003). Kecerahan dapat digunakan untuk menduga kepadatan plankton bila kekeruhan perairan terutama disebabkan oleh plankton. Kecerahan pula dapat menunjukkan kesuburan suatu perairan. Kedalaman pinggan secchi disk di tambak yang subur berkisar cm (Martosudarmo & Bambang 1992) Nilai ph Menurut Cole (1983), nilai ph diindikasikan sebagai konsentrasi ion hidrogen. Kemampuan air untuk mengikat dan melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus 2002 in Octaviany 2005). Nilai ph dalam suatu perairan dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya unsur hara serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Nilai ph di suatu perairan dipengaruhi oleh suhu, fotosintesis, respirasi, oksigen terlarut dan keberadaan ion dalam perairan tersebut. Menurut Kordi & Andi (2007), dalam keadaan normal ph air tambak dan kolam terletak antara 7,0 9,0. Namun, pada keadaan tertentu kalau tanah dasar tambak / kolam memiliki potensi keasaman, ph air dapat turun mencapai lebih rendah dari 4. Pada tambak yang sudah lama beroperasi, umumnya ph air alkalis, dan stabil berkisar antara 7,5 8,5. Namun pada tambak baru, terutama yang dibangun pada lahan mangrove dan belum dilakukan reklamasi, kebanyakan ph air sangat rendah, yaitu dibawah 5. Nilai ph yang sangat rendah tersebut disebabkan oleh keasaman tanah. Nilai ph di perairan mengalami fluktuasi harian. Nilai ph air tambak dipengaruhi oleh tanah dasar, juga dipengaruhi konsentrasi CO 2 terlarut. CO 2 digunakan fitoplankton dalam proses fotosintesis pada siang hari. Sementara CO 2 dihasilkan pada siang maupun malam hari. Pada pagi hari, saat konsentrasi oksigen terlarut rendah, ph air tambak berkisar 7,0. Pada sore hari, saat konsentrasi oksigen terlarut mencapai maksimum, ph naik mencapai 9,0 9,5

25 11 karena CO 2 dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Perubahan ph harian yang demikian masih dapat ditolerir oleh hewan budidaya, namun bila ph mencapai lebih dari 10 maka pergantian air harus dilakukan karena merupakan indikator kemampuan buffer air yang rendah akibat alkalinitas rendah Alkalinitas Alkalinitas adalah ukuran konsentrasi basa (alkali) total yang terlarut dalam air (Wedemeyer 1996 in Priatna 2004). Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau untuk menerima proton yang pada perairan alami berhubungan dengan konsentrasi karbonat (CO 2-3 ), bikarbonat (HCO - 3 ) dan hidroksida (OH - ). Besarnya nilai alkalinitas suatu perairan menunjukkan kapasitas penyangga (buffer ph) perairan itu, serta dapat pula digunakan untuk menduga kesuburan perairan itu (Wheaton 1997 in Budiardi 1999). Konsentrasi alkalinitas air tambak disarankan sebesar mg/l ekuivalen CaCO 3 (Liu 1989 in Budiardi 1999) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada suatu perairan untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik yang masuk ke perairan. Untuk melakukan proses dekomposisi ini mikroorganisme membutuhkan oksigen dalam jumlah yang cukup besar terutama jika bahan organik yang masuk ke perairan dalam jumlah yang banyak (Wardhana 2001). Nilai BOD yang semakin besar menunjukkan makin besar pula aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik sehingga konsumsi oksigen semakin meningkat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28 Tahun 2004 tentang pedoman umum budidaya di tambak, konsentrasi BOD yang disarankan berkisar < 25 mg/l TAN (Amonia Total) Nitrogen di perairan berupa nitrogen anorganik dan organik. Amonia termasuk nitrogen anorganik (Effendi 2003). Amonia-nitrogen di dalam air terbagi menjadi dua bentuk yaitu amonia bebas (NH 3 ) dan ion amonium (NH + 4 ) (Boyd 1991). Amonia bersifat mudah larut dalam air sedangkan amonium

26 12 merupakan bentuk transisi dari amonia (Effendi 2003). Menurut Parry (1960) in Chien (1992) menyatakan amonia adalah produk akhir utama katabolisme protein pada krustase berjumlah sekitar 40 90% dari ekskresi nitrogen. Menurut Clybrook (1983) in Saprillah (2000) bahwa ekskresi udang berupa amonia yang dikeluarkan lewat insang mencapai 60 85%. Amonia dalam tambak berasal dari sisa metabolisme hewan air dan dari dekomposisi bahan organik dari bakteri (Boyd 1991). Amonia merupakan senyawa nitrogen yang bersifat toksik bagi udang (Priatna 2004). Reaksi keseimbangan antara amonia (NH 3 ) dan amonium (NH + 4 ) adalah sebagai berikut : NH 3 + H 2 O NH OH - Keseimbangan konsentrasi amonia bebas dan amonium dalam air dipengaruhi oleh suhu, ph, salinitas. Jika ph dan suhu meningkat maka konsentrasi fraksi amonia (NH 3 ) meningkat lebih tinggi daripada konsentrasi amonium (NH + 4 ) sehingga meningkatkan daya racun terhadap udang (Chien 1992). Peningkatan daya racun amonia juga dipengaruhi oleh rendahnya kandungan DO dalam air (Priatna 2004). Amonia di perairan akan ditemukan lebih banyak dalam bentuk ion amonium jika ph perairan kurang dari 7, sedangkan pada perairan dengan ph lebih dari 7, ammonia bebas atau ammonia tak-terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Tingkat toksisitas amonia tak-terionisasi tergantung pada kondisi ph dan suhu di perairan, sehingga kenaikan nilai ph dan suhu menyebabkan proporsi ammonia bebas di perairan meningkat, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hubungan konsentrasi amonia bebas (un-ionized NH 3 ) dan amonia total dalam persen (%) terhadap suhu dan ph (Boyd 1982) ph Suhu ,0 0,60 0,70 0,81 0,95 8,0 5,71 6,55 7,52 8,77 9,0 3,71 41,23 44,84 49,02 10,0 85,82 87,52 89,05 90,58

27 13 Tingginya amonia berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi oksigen oleh jaringan, kerusakan insang, dan menurunnya kemampuan darah dalam mentransportasikan oksigen dalam tubuh (Boyd 1982). Lebih lanjut dinyatakan, bahwa pada konsentrasi subletal (0,006 0,34 mg/l NH 3 ) dapat menyebabkan perubahan histologis dalam ginjal, limfa, tiroid dan darah serta menurunnya daya tahan terhadap penyakit. Menurut Boyd (1982) bahwa konsentrasi letal amonia adalah 0,4 2,0 mg/l. Wickin (1976) & Liu (1989) in Chien (1992) menyarankan konsentrasi relatif NH 3 yang aman bagi Penaeus sp dibawah 0,1 mg/l. Menurut Tarsim (2000) in Priatna (2004), amonia bebas dalam sistem budidaya sebaiknya lebih kecil dari 0,02 mg/l Nitrit Nitrit (NO 2 ) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami. Kadarnya lebih tinggi daripada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen (Effendi 2003). Lebih lanjut dikatakan bahwa nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan juga antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Menurut Goldman & Horne (1985), nitrit merupakan senyawa turunan amonia. Amonia hasil dekomposisi akan berubah menjadi nitrit dan nitrat melalui proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi. Proses nitrifikasi berlangsung tetap yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas sp dan dilanjutkan dengan oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter sp. Reaksi nitrifikasi menurut Novotny & Olem (1994) in Effendi (2003) adalah sebagai berikut : Nitrosomonas 2 NH O 2 2 NO 2 - Nitrobacter 2 NO O 2 2 NO H H 2 O Beberapa parameter yang mempengaruhi kecepatan nitrifikasi antara lain kadar DO > 2 mg/l, ph optimum antara 8 9, dan suhu optimum antara C (Novotny & Olem 1994 in Effendi 2003). Menurut Budiardi (1999) bahwa daya racun nitrit berada di bawah NH 3 serta lebih beracun bagi ikan daripada udang. Fenomena akibat pengaruh dari nitrit adalah proses metamoglobin. Menurut

28 14 Handojo (1994) in Priatna (2004) metamoglobin adalah proses oksidasi ion ferro di dalam hemoglobin sehingga dapat menghambat pengikatan oksigen. Karakteristik dari individu yang mengalami proses ini yaitu ditandai dengan warna kulit kebiruan. Udang lebih tahan daripada ikan karena pigmen pernapasan udang (hemosianin) masih mampu mengikat oksigen walaupun terdapat oksidator dalam darah seperti nitrit. Oleh karena itu konsentrasi maksimum nitrit di perairan tambak yang direkomendasikan sebesar 1,0 mg/l (Chien 1992) Nitrat Nitrat (NO - 3 ) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi adalah proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat yang merupakan proses penting dalam siklus nitrogen (Effendi 2003). Nitrat merupakan hasil akhir dari proses oksidasi ammonia (Priatna 2004). Menurut Effendi (2003) nitrat adalah bagian nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Lebih lanjut diungkapkan bahwa nitrat merupakan sumber nitrogen bagi tumbuhan yang selanjutnya dikonversi menjadi protein, seperti terlihat pada persamaan : NO CO 2 + tumbuhan + cahaya matahari Protein Menurut Effendi (2003) nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Menurut Wickins (1976) in Priatna (2004) bahwa konsentrasi nitrat yang disarankan untuk budidaya krustase adalah kurang dari 100 mg/l Ortofosfat Goldman & Horne (1985) mengungkapkan bahwa ortofosfat (PO 3-4 ) merupakan fraksi fosfat yang dapat langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam fotosintesis. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ortofosfat mempunyai siklus terputus karena sifatnya yang reaktif, yaitu sulit untuk larut ke perairan tetapi mudah terikat dengan sedimen. Konsentrasi ortofosfat menentukan terhadap kestabilan pertumbuhan fitoplankton. Menurut Chien (1992) kestabilan ekosistem tambak ditentukan dari pertumbuhan fitoplankton melalui mekanisme penekanan fluktuasi kualitas air,

29 15 penambahan O 2 terlarut, pengurangan senyawa-senyawa seperti CO 2, NH 3, NO 2 dan H 2 S yang bersifat toksik, peningkatan turbiditas air sehingga menghambat pertumbuhan alga berfilamen serta menekan kanibalisme dan menstabilkan suhu air, kompetisi terhadap nutrient dengan mikroba dan bakteri pathogen, dan meningkatkan pakan alami untuk udang Fitoplankton Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang hidup di perairan, pergerakannya pasif dan sangat dipengaruhi oleh arus, mampu berfotosintesis, dan berperan sebagai produsen primer. Menurut Odum (1971), fitoplankton adalah mikroorganisme nabati yang melayang-layang di dalam air, relatif tidak memiliki alat gerak (walaupun ada, gerakannya sangat lemah). Fitoplankton yang terdapat dalam tambak diantaranya, diatom, Microcystis sp, Anabaena sp, Oscillatoria sp, Lyngbya sp (Martosudarmo & Bambang 1992). Populasi fitoplankton yang stabil dalam suatu perairan khususnya perairan tambak mempunyai peran yang sangat penting dalam mempertahankan stabilitas ekosistem. Meminimalisasi terjadinya fluktuasi parameter kualitas air, mampu memperkaya kandungan oksigen terlarut melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari sepanjang hari dan menurunkan kandungan CO 2, NH 3, NO 2. Disamping itu perkembangan fitoplankton yang stabil dapat mengurangi bahan-bahan yang dapat membahayakan pertumbuhan dalam budidaya udang seperti H 2 S dan logam-logam berat (Chien 1992). Perubahan intensitas warna dalam kolam budidaya, khususnya budidaya udang merupakan indikasi perubahan jenis dan kelimpahan fitoplankton. Menurut Chien (1992), perubahan tingkat kecerahan yang mendadak berasal dari kematian fitoplankton. Dalam suatu perairan fitoplankton berfungsi sebagai pemasok oksigen terbesar melalui proses fotosintesis, sehingga kelimpahannya dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dalam mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Namun fitoplankton pula yang telah memanfaatkan oksigen dalam jumlah besar sekitar 60-80% pada malam hari yang digunakan untuk respirasi (Kordi & Andi 2007).

30 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tambak PT. Centralpertiwi Bahari, Kecamatan Gedong Meneng, Kabupaten Tulang Bawang Propinsi Lampung. Penelitian berlangsung dari bulan Mei sampai September 2008, yang terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan lapangan dan analisis sampel di laboratorium. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Integrated Quality Assurance, PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah DO meter, ph meter, refraktometer, secchi disk, dan spektrofotometer. Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis parameter kualitas air Pemilihan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di enam petak tambak. Masing-masing petak tambak memiliki luas ± 5000 m 2 dan kedalaman ± 1,2 m. Adapun keenam petak tambak tersebut, diantaranya 1) Petak nomor , untuk selanjutnya disebut sebagai petak I 2) Petak nomor , untuk selanjutnya disebut sebagai petak II 3) Petak nomor , untuk selanjutnya disebut sebagai petak III 4) Petak nomor , untuk selanjutnya disebut sebagai petak IV 5) Petak nomor , untuk selanjutnya disebut sebagai petak V 6) Petak nomor , untuk selanjutnya disebut sebagai petak VI Keenam lokasi petak tambak penelitian ditunjukkan pada Gambar Perlakuan Penelitian Perlakuan perlakuan dalam penelitian ini ditujukan untuk melihat sejauh mana jumlah kincir yang beroperasi berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air tambak. Untuk itu perlakuan yang diterapkan merupakan modifikasi dari kebiasaan operasional di PT. CPB.

31 17 Gambar 2. Lokasi keenam petak tambak penelitian Selama pembudidayaan PT. CPB mengoperasikan kincir sebanyak 12 1 HP (Horse Power) untuk setiap petak tambak (luas 5000 m2). Pengoperasian kincir dilakukan secara bertahap berdasarkan umur udang (DOC, Day of Culture). Pada DOC 1 sampai 30, kincir yang beroperasi sebanyak 6 HP kemudian pada DOC 31 sampai 70 jumlah kincir yang beroperasi sebanyak 8 HP dan pada DOC 71 sampai panen kincir yang beroperasi berjumlah 12 HP. Perbedaan jumlah pengoperasian kincir ini didasarkan pada umur udang sesuai dengan kebutuhan akan konsumsi oksigen di tambak. Untuk melihat seberapa besar operasional kincir di tambak udang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air maka dilakukan percobaan dengan pengurangan jumlah kincir yang beroperasi. Berdasarkan asumsi bahwa pada siang hari terjadi fotosintesis oleh fitoplankton yang menjadi sumber oksigen di tambak maka percobaan ini dilakukan pada siang hari pukul WIB sampai dengan WIB dimulai dari DOC 71 sampai 110 dengan kincir yang beroperasi semula 12 HP menjadi 6 HP.

32 18 Berdasarkan jumlah kincir yang beroperasi, untuk dapat melihat peran kincir terhadap ketersediaan oksigen terlarut dalam air maka dilakukan pengamatan dengan membandingkan dua kondisi tambak, yaitu 1. Kondisi pertama terdiri dari tiga tambak sebagai kontrol dimana kincir air yang beroperasi sepanjang hari sebesar 12 HP. Percobaan dilakukan pada tambak dengan nomor petak I, II, dan III. 2. Kondisi kedua terdiri dari tiga tambak sebagai perlakuan dimana kincir air yang beroperasi sebesar 12 HP namun pada pukul sampai WIB dilakukan pengurangan jumlah kincir yang beroperasi menjadi 6 HP dan pada pukul sampai WIB jumlah kincir yang beroperasi kembali menjadi 12 HP. Percobaan dilakukan pada tambak dengan nomor petak IV, V, dan VI. Pemilihan enam petak tambak tersebut berdasarkan waktu penebaran udang yang bersamaan dengan dimulainya penelitian. Ekosistem tambak dianggap homogen dengan mempertimbangkan adanya aliran air akibat pengoperasian kincir. Pada tambak tersebut ditetapkan titik pengamatan yang berada di dalam petak. Adapun penempatan kincir adalah seperti pada Gambar 3. dan Gambar 4. X Keterangan X : Jembatan ancho (jembatan untuk sampling udang) : Saluran air masuk : Saluran air keluar : Kincir air beroperasi : Titik pengamatan Gambar 3. Penempatan kincir pada petak tambak kontrol (12 HP)

33 19 x Keterangan X : Jembatan ancho (jembatan untuk sampling udang) : Saluran air masuk : Saluran air keluar : Kincir air beroperasi : Kincir air tidak beroperasi : Titik pengamatan Gambar 4. Penempatan kincir pada petak tambak perlakuan (6 HP) 3.5. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Adapun data primer didapat dari hasil pengukuran langsung yang meliputi DO, suhu, salinitas, kecerahan, ph, alkalinitas total, BOD, ammonia total, nitrit, nitrat, dan ortofosfat. Data sekunder diperoleh dari sumber data pengukuran parameter fisika, kimia, biologi Laboratorium Integrated Quality Assurance yang meliputi data kelimpahan fitoplankton Pengamatan Parameter Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada dua tempat, yaitu di lapangan (petak tambak) dan di Laboratorium. Parameter serta metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian tercantum dalam Tabel 4.

34 20 Tabel 4. Metode pengukuran terhadap parameter kualitas air Parameter Satuan Alat / Metode Frekuensi Lokasi Pengukuran FISIKA Suhu 0 C DO meter YSI 51 B / Setiap 2 jam Sensor selama 24 jam Petak tambak Kecerahan cm Secchi disk / Visual Pukul WIB Petak tambak KIMIA DO mg/l DO meter YSI 51 B / Setiap 2 jam Sensor selama 24 jam Petak tambak Salinitas Refraktometer / Refraksi Setiap 2 jam cahaya selama 24 jam Petak tambak ph ph meter / Sensor Setiap 2 jam selama 24 jam Petak tambak Alkalinitas mg/l Titrimetrik / Titrasi asam basa Pukul WIB Laboratorium BOD mg/l Titrimetrik / Modifikasi Winkler Pukul WIB Laboratorium TAN mg/l Spektrofotometer / Phenate Pukul WIB Laboratorium Nitrit mg/l Spektrofotometer / Sulfanilamide Pukul WIB Laboratorium Nitrat mg/l Spektrofotometer / Hydrazine reduction Pukul WIB Laboratorium Ortofosfat mg/l Spektrofotometer / Ascorbic acid Pukul WIB Laboratorium 3.7. Parameter Utama Oksigen terlarut merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Pengukuran kadar oksigen terlarut dilakukan setiap dua jam selama 24 jam dimulai pada pukul dan berakhir pada pukul hari berikutnya, dengan menggunakan alat DO meter tipe YSI 51 B. Pengukuran kandungan oksigen terlarut beserta parameter penunjangnya dilakukan mulai dari DOC 0 sampai DOC 110 setiap 10 hari sekali dengan perbedaan jumlah pengoperasian kincir pada siang hari dilakukan pada DOC 70 sampai DOC 110. Metode pengambilan sampel pada petak tambak dilakukan secara vertikal. Pengambilan sampel dilakukan pada lapisan permukaan, tengah, dan dekat dasar. Pengambilan sampel pada lapisan permukaan kurang lebih 10 cm dari permukaan (D1), lapisan tengah dengan kedalaman 70 cm (D2) dan lapisan dekat dasar perairan dengan kedalaman 10 cm di atas dasar tambak (D3). Untuk menjaga agar

35 21 kedalaman tersebut tidak berubah pada setiap pengukuran maka probe DO meter diikat pada tongkat kayu Parameter Kualitas Air yang Terkait Oksigen Terlarut Parameter fisika-kimia penunjang parameter utama oksigen terlarut merupakan variabel yang terkait secara langsung maupun tidak langsung terhadap konsentrasi oksigen terlarut di tambak intensif. Parameter kualitas air yang terkait oksigen terlarut tersebut diantaranya suhu, kecerahan, salinitas, ph, alkalinitas total, BOD, amonia total (TAN, total amonia nitrogen), nitrit, nitrat, dan ortofosfat. Suhu diukur dengan menggunakan alat DO meter YSI 51B yang sudah dikalibrasi dengan termometer Hg. Pengukuran terhadap suhu dilakukan pada lapisan permukaan, tengah dan dekat dasar tambak setiap dua jam sekali selama 24 jam. Kecerahan diukur dengan menggunakan Secchi disk (APHA 1992) sebanyak satu kali dalam 24 jam yaitu pada pukul WIB. Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer yang menggunakan prinsip refraksi cahaya (APHA 1992). Pengukuran terhadap salinitas dilakukan setiap dua jam selama 24 jam. Nilai ph diukur dengan menggunakan ph meter WTW 320 (APHA 1992). Perangkat ph meter adalah perangkat digital yang dapat mengukur derajat keasaman dari suatu perairan secara otomatis melalui sensor (probe). ph air yang diukur antara bagian permukaan dengan bagian dasar tambak. Pengukuran terhadap ph dilakukan setiap dua jam sekali selama 24 jam. Alkalinitas total diukur dengan cara titrasi HCl (APHA 1992). Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa. Asam kuat seperti HCl menetralkan zat-zat alkalinitas yang merupakan zat basa sampai titik akhir titrasi (titik ekivalen). Konsentrasinya ditentukan dari banyaknya titran HCl 0,02 N yang dapat merubah warna menjadi merah kebiruan. Pengambilan sampel air dilakukan satu kali setiap waktu pengamatan yakni pada pukul WIB. Penentuan BOD dilakukan dengan cara menghitung kadar oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik yang terlarut di perairan dalam waktu 5 hari. Jadi merupakan selisih kadar oksigen pada hari pertama dan hari kelima. Metode ini menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang langsung ditentukan kadar oksigen terlarutnya, sedangkan

36 22 botol gelap disimpan dalam BOD inkubator pada suhu 20 0 C selama 5 hari (APHA 1992). Pengambilan sampel air dilakukan satu kali setiap waktu pengamatan yakni pada pukul WIB. Amonia total (TAN) diukur dengan menggunakan spektrofotometer dan metode phenate (APHA 1992). Untuk menentukan banyaknya konsentrasi ammonia total dalam air contoh digunakan prinsip spektrofotometrik. Agar dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer, ammonia dalam 10 ml air contoh yang telah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan 0,5 ml senyawa fenol dan 0,5 ml sodium nitroprusid kemudian dihomogenkan, lalu direaksikan kembali dengan oxidizing reagent sebanyak 1 ml dan dihomogenkan kembali. Setelah itu, tabung reaksi yang digunakan untuk melakukan reaksi tersebut ditutup rapat dan didiamkan selama satu jam. Lalu absorbansi warna air contoh (biru) diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 640 nm. Warna biru yang ditimbulkan merupakan akibat terbentuknya senyawa indofenol. Kemudian absorbansi air contoh disesuaikan dengan absorbansi akuades (blanko) dan konstanta perhitungan. Pengambilan sampel air dilakukan satu kali setiap waktu pengamatan yakni pada pukul WIB. Nitrit diukur dengan menggunakan spektrofotometer dan metode sulfanilamide (APHA 1992). Nitrit bereaksi dengan sulfanilamid membentuk garam diazonium. Hasil reaksi membentuk kompleks dengan N-(1- naphtyl)- etilendiamine dihidrochloride menghasilkan warna pink. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 543 nm dan dibandingkan dengan larutan standard. Pengambilan sampel air dilakukan satu kali setiap waktu pengamatan yakni pada pukul WIB. Nitrat diukur dengan menggunakan spektrofotometer dan metode hydrazine reduction (APHA 1992). Nitrat dalam air contoh yang sudah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan buffer (cyclohexylaminopropane sulfonic acid dan NaOH) dan larutan pereduksi (hidrazin sulfat dan kupper sulfat), lalu didiamkan selama semalam. Kemudian prinsip selanjutnya sama seperti pengukuran nitrit yang menghasilkan warna ungu. Pengambilan sampel air dilakukan satu kali setiap waktu pengamatan yakni pada pukul WIB.

37 23 Ortofosfat diukur dengan menggunakan spektrofotometer dan metode ascorbic acid (APHA 1992). Agar dapat terbaca oleh spektrofotometer, ortofosfat dalam 10 ml air contoh yang telah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan beberapa senyawa kimia. Akan tetapi reaksi ini harus berjalan dibawah ph 8,3. Oleh karena itu, air contoh diberikan 1 atau 2 tetes indikator phenolphthalein sebagai penunjuk ph. Bila muncul warna merah muda setelah diberi indikator (artinya ph>8,5), maka ph air contoh dturunkan dengan menambahkan H 2 SO 4 encer sampai warnanya berubah menjadi bening (ph<8,3). Setelah itu, air contoh tersebut direaksikan dengan 1,6 ml combine reagent yang terdiri atas H 2 SO 4 5 N, potassium antimonil tartat, ammonium molibdat, dan asam askorbat. Kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama 10 menit. Lalu absorbansi warna air conth (biru) diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 880 nm. Kemudian absorbansi air contoh disesuaikan dengan absorbansi akuades (blanko) dan konstanta perhitungan. Pengambilan sampel air dilakukan satu kali setiap waktu pengamatan yakni pada pukul WIB Analisa Data Penentuan persentase saturasi oksigen Konsentrasi oksigen jenuh (saturasi) akan tercapai jika konsentrasi oksigen yang terlarut di perairan sama dengan konsentrasi oksigen terlarut secara teoritis. Konsentrasi oksigen tidak jenuh terjadi jika terjadi konsentrasi oksigen yang terlarut lebih kecil daripada konsentrasi oksigen secara teoritis. Selanjutnya kondisi supersaturasi terjadi bila konsentrasi oksigen terlarut lebih besar daripada konsentrasi oksigen teoritis. Kejenuhan oksigen di perairan dinyatakan dengan persen saturasi (Jeffries & Mills 1996 in Effendi 2003). DO % Saturasi 100% DO t Keterangan : DO : Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) DO t : Konsentrasi oksigen terlarut secara teoritis (mg/l) Nilai DO t dapat dilihat pada Tabel 1

38 Analisis deskriptif Data parameter fisika dan kimia seperti suhu, intensitas cahaya, kecerahan, salinitas, ph, alkalinitas, BOD, amonia total, nitrit, nitrat, ortofosfat dan kelimpahan fitoplankton digunakan sebagai penunjang parameter utama. Untuk selanjutnya dijelaskan dengan menggunakan tabel atau grafik dan dilihat peran dari masing-masing parameter terhadap konsentrasi oksigen terlarut di tambak sehingga dapat diperoleh gambaran tentang kondisi kualitas air yang mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut. Dengan demikian dapat dilakukan penentuan arah pengelolaan perairan tambak sehingga menjadi sumber informasi dan bahan masukan bagi pengambilan keputusan untuk memperbaiki kualitas lingkungan jika terjadi penurunan kualitas air akibat gejala oksigen rendah Analisis korelasi Untuk melihat hubungan parameter kualitas air terkait dengan DO digunakan uji Pearson correlation. Perhitungan dari uji statistik Pearson correlation dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for windows versi Prosedur perhitungan dari uji Pearson correlation sebagai berikut ( x - x ) ( y - y) ( x - x ) 2 y - y 2 Keterangan : r = koefisien korelasi y = DO x = parameter kualitas air r = 0 artinya tidak ada hubungan linier antara kedua variabel r = 1 artinya korelasi positif sempurna antara kedua variabel r = -1 artinya ada korelasi negatif sempurna antara kedua variabel Hipotesis untuk membandingkan antar variabel : Ho : Tidak adanya hubungan antara variabel H1 : Adanya hubungan antara variabel

39 25 Dasar pengambilan keputusan : Berdasarkan nilai probabilitas (tingkat signifikan) pada selang kepercayaan 95%. Jika probabilitas > 0.05 ; maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05 ; maka Ho ditolak

40 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Tambak Penelitian Kegiatan budidaya udang putih Litopenaeus vannamei memerlukan waktu kurang lebih 6 bulan dimulai dari masa persiapan sampai masa pasca panen, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Demi kelancaran aktivitas budidaya dilakukan suatu pengelolaan tambak sesuai dengan prosedur standar dari PT. Centralpertiwi Bahari mulai dari persiapan air pemeliharaan udang, hingga periode panen. c a b c Keterangan : a = periode masa persiapan tambak (55 hari sebelum masa budidaya udang) b = periode masa budidaya udang (umur 1 sampai 110 hari) c = periode masa panen udang (umur 110 sampai 125 hari) DOC (Day of Culture) yang berarti umur budidaya Gambar 5. Siklus budidaya udang pada tambak intensif (Sumber : PT. CPB 2008) Tahap awal dari kegiatan budidaya adalah masa persiapan tambak. Persiapan tambak dilakukan selama 20 hari mulai dari tambak selesai panen sampai satu hari sebelum air masuk. Aktivitas persiapan tambak diantaranya pembersihan, pengolahan dasar tambak, dan pemasangan alat protektor carrier SEMBV (Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculovirus). Pembersihan dilakukan terhadap dinding tambak, dan dasar tambak beserta peralatan tambak dan kelengkapannya seperti kincir, sampan, jembatan ancho sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan bebas kontaminasi dari bibit penyakit dan bahanbahan toksik. Pengolahan dasar tambak dilakukan untuk mempersiapkan kesuburan lahan dan pembentukan pakan alami yang terdiri dari pengeringan, penjemuran, dan pengapuran. Pemasangan alat protektor carrier SEMBV bertujuan untuk melindungi area tambak dari hewan-hewan pembawa virus,

41 27 terutama SEMBV. Hewan-hewan pembawa virus tersebut diantaranya kepiting, dan burung predator ikan atau udang. Persiapan air merupakan tahap setelah persiapan tambak selesai. Kedalaman air untuk budidaya udang putih antara cm. Air yang masuk ke dalam tambak adalah air yang telah melalui proses sterilisasi di kolam perlakuan (treatment pond) sehingga air untuk budidaya merupakan air yang bebas bibit penyakit. Bersamaan dengan pengisian air, pemupukan dilakukan yang bertujuan untuk menumbuhkan plankton dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kualitas air yang optimal untuk tebar benur. Pemupukan tambak meliputi pemberian pupuk urea, TSP, fermentasi dedak dan bungkil kacang kedelai, probiotik, super PSB, dan pemberian dolomite. Tambak dinyatakan siap tebar apabila di tambak tidak terdapat organisme predator dan carrier, kualitas air memenuhi standar optimal dan telah bebas dari residu bahan kimia yang digunakan. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan tes bioassay dan cek standar kualitas air. Penebaran benur dilakukan setelah persiapan air antara 14 sampai 21 hari terhitung dari pelaksanaan sterilisasi. Hari penebaran benur dihitung sebagai awal budidaya yakni umur udang (DOC, Day of Culture) 1 hari. Benur yang ditebar merupakan stok benur yang bebas virus dari induk SPF (Specific Pathogen Free), memiliki ukuran minimal PL 10 dengan panjang rata-rata 8,0 mm, kualitas PL secara visual maupun mikroskopik baik, dan lolos dari stress test (dilakukan pengujian di lab). Penebaran benur dilakukan pada saat air sudah cukup mengandung plankton. Sebelum benur dilepas ke dalam tambak, kantong-kantong benur dibiarkan mengapung di permukaan air tambak untuk penyesuaian suhu, kemudian aklimatisasi salinitas. Jika penyesuaian suhu dan salinitas selesai, benur siap dilepaskan dari kantong secara perlahan. Benur yang ditebarkan ke dalam petak tambak riset berjumlah ekor atau setara dengan kepadatan 100 ekor/m 2. Pembesaran udang merupakan tahap selanjutnya setelah penebaran benur. Pada tahap pembesaran udang banyak hal yang harus diperhatikan karena tahap inilah yang sangat menentukan keberhasilan budidaya. Faktor yang perlu diperhatikan dalam masa pembesaran udang yakni manajemen kualitas air,

42 28 manajemen pakan, dan manajemen dasar tambak. Masa panen tiba setelah umur udang mencapai atau lebih dari 110 hari tergantung dari kondisi udang. Siklus budidaya udang yang diterapkan pada tambak intensif merupakan sistem pergantian air minimal (Less Water Exchange-LWE) yaitu sistem budidaya yang melakukan pergantian air seminimal mungkin selama budidaya berlangsung. Pergantian air dilakukan pada tambak-tambak yang memerlukan pergantian air karena kondisi kualitas air kurang baik yang diduga akan mengganggu kondisi kesehatan udang. Pergantian air juga dilakukan apabila volume air tambak berkurang dengan adanya aktivitas siphon, perembesan dan penguapan dengan penambahan air sampai dengan volume semula. Sedikit pergantian air dimaksudkan untuk mencegah masuknya number infeksi baru ke dalam tambak yang terbawa bersamaan dengan air masuk. Sistem LWE ini harus diikuti dengan manajemen pakan yang ketat dan pembersihan dasar tambak yang intensif agar akumulasi bahan oranik di dasar tambak bias terkendali. Sistem LWE merupakan persiapan menuju ke sistem budidaya tertutup (close system) yang merupakan sistem budidaya yang tidak melakukan pergantian air selama budidaya berlangsung Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kualitas air yang perlu diperhatikan dengan baik karena banyak mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisme air (udang). Oleh karena itu pengetahuan dan informasi perubahan konsentrasi oksigen terlarut di tambak udang perlu diketahui. Informasi tersebut dapat meliputi fluktuasi konsentrasi oksigen terlarut dengan mengetahui kisaran DO maksimum dan minimum disertai kondisi DO saturasi yang dapat digunakan sebagai penduga ketersediaan oksigen terlarut di perairan tambak. Pembahasan mengenai fluktuasi oksigen selama satu siklus budidaya dibahas menurut waktu pengoperasian jumlah kincir yang berbeda setiap periode sesuai masa pertumbuhan udang di petak tambak yaitu waktu pengoperasian kincir 6 HP (DOC 0-30), waktu pengoperasian kincir 8 HP (DOC 40-60) dan waktu pengoperasian kincir 12 HP (DOC ) yang disesuaikan dengan tingkat perlakuan pada tambak yang berbeda-beda. Pada periode pertama, pakan yang diberikan dengan cara blind feeding dan tidak ada pergantian air (close

43 29 system). Pada periode kedua, pakan yang diberikan sesuai dengan nafsu makan udang dan mulai ada pergantian air disertai dengan kegiatan pengurangan limbah tambak melalui penyiponan. Pada periode ketiga, pakan diberikan sesuai nafsu makan udang dan pergantian air dilakukan 5-10% per dua hari tiap petak tambak Kondisi saturasi oksigen Kondisi saturasi oksigen dalam suatu perairan dapat menunjukkan seberapa besar oksigen yang diproduksi oleh fitoplankton pada siang hari. Apabila DO di suatu perairan mencapai saturasi maka perairan tersebut tidak mengalami kekurangan oksigen. Dengan mengetahui kondisi saturasi oksigen dalam suatu perairan kita dapat menduga ketersediaan oksigen untuk malam hari yang sangat dibutuhkan oleh organisme perairan. Berdasarkan hasil pengukuran, oksigen terlarut pada tambak tersebut mengalami peningkatan pada siang hari lalu mengalami penurunan pada malam hari. Namun konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari jarang mencapai saturasi seiring dengan bertambahnya DOC, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 6. Tabel 5. Total lamanya waktu (jam) kondisi DO saturasi pada tambak penelitian Periode DOC Saturasi DO (Jam) Cuaca Kincir (hari) Petak Kontrol Petak Perlakuan 0 9,33 13,33 Cerah 6 HP 10 5,33 4,67 Berawan 20 6,00 3,33 Berawan 30 2,00 0,00 Berawan 40 0,00 0,00 Berawan & Hujan 8 HP 50 2,67 6,00 Cerah 60 0,00 8,00 Cerah 70 3,33 2,00* Cerah 80 0,00 1,33* Cerah 12 HP 90 3,33 4,00* Cerah 100 0,67 0,67* Cerah 110 0,67 2,00* Cerah Keterangan : *) pengurangan penggunaan kincir sebesar 6 HP pada pukul WIB di petak perlakuan Berdasarkan Tabel 5. kondisi oksigen terlarut pada masa awal pemeliharaan di setiap petak mengalami tingkat saturasi dalam waktu yang cukup

44 30 lama, namun seiring bertambahnya umur budidaya kondisi oksigen terlarut mencapai tingkat saturasi semakin menurun, seperti yang tampak pada Gambar 6. Gambar 6. Rata-rata lamanya konsentrasi oksigen terlarut pada kondisi saturasi di kelompok (a) petak kontrol dan (b) perlakuan Penggunaan kincir air sebesar 6 HP digunakan pada umur budidaya 0 sampai 30 hari. Hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan oksigen pada masa awal budidaya dimana udang sebagai hewan utama masih berada pada tahap juvenile. Pada umur budidaya, DOC 0 (sebelum tebar) rata-rata lamanya konsentrasi oksigen terlarut pada kondisi saturasi berkisar antara 9,33 jam sampai dengan 13,33 jam. Konsentrasi oksigen terlarut pada kedua petak sama-sama mengalami kondisi saturasi, hal ini dikarenakan kebutuhan akan konsumsi oksigen di tambak masih kecil dimana udang belum ditebar dan kondisi kualitas air masih bagus. Pada DOC 10 sampai dengan 20, terjadi penurunan lamanya waktu oksigen terlarut mencapai saturasi di kedua kelompok petak. Hal ini diduga karena kebutuhan oksigen di tambak meningkat dan kondisi cuaca yang berawan dapat menghambat laju fotosintesis fitoplankton dalam menghasilkan oksigen di tambak. Pada DOC 30, kondisi cuaca yang berawan diduga menjadi faktor penyebab turunnya lama waktu oksigen mencapai saturasi di kedua kelompok petak. Pada petak kontrol oksigen terlarut mencapai saturasi hanya selama 2,00 jam dari 24 jam, sedangkan pada petak perlakuan tidak terjadi kondisi DO saturasi. Kondisi saturasi oksigen pada masa penggunaan kincir 6 HP mengalami penurunan dari DOC 0 hingga DOC 30. Hal ini diduga karena faktor cuaca yang

45 31 kurang mendukung untuk berlangsungnya proses fotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen di tambak. Selain itu, pengaruh dari pakan bulan pertama (Blind Feeding) yang diberikan dimana selama 30 hari pertama tidak diberlakukan pengenceran air sehingga sisa pakan tetap terakumulasi di dalam tambak. Hal ini diduga membuat bakteri memerlukan oksigen yang cukup untuk dapat mendegradasi pakan sebagai limbah bahan organik. Penggunaan kincir air sebesar 8 HP digunakan pada umur budidaya 0 sampai 30 hari. Hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan oksigen yang semakin meningkat dimana udang sebagai hewan utama sedang mengalami tahap pertumbuhan. Pada DOC 40, setiap petak tambak penelitian mengalami penurunan total lama waktu oksigen terlarut mencapai saturasi dimana seluruh petak tambak tidak ada yang mengalami kondisi saturasi oksigen. Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab semua petak tidak mengalami saturasi oksigen, diantaranya faktor cuaca yang mana dalam sehari kondisi cuaca berawan dan hujan. Kandungan bahan organik di tambak yang semakin meningkat diikuti kelimpahan plankton yang terus bertambah sehingga membuat kebutuhan oksigen di tambak meningkat. Peningkatan kondisi saturasi oksigen terjadi pada DOC 50, dengan rata-rata 2,67 jam untuk petak kontrol dan 6,00 jam untuk petak perlakuan. Kondisi ini sangat didukung oleh cuaca yang cerah, kualitas air yang membaik setelah adanya proses penyiponan dasar tambak yang membuang kotoran serta adanya pergantian air. Pada DOC 60, petak kontrol tidak mengalami kondisi saturasi oksigen sedangkan petak perlakuan terjadi peningkatan lama waktu oksigen terlarut mencapai saturasi menjadi 8,00 jam. Adapun yang menjadi faktor penyebab petak kontrol tidak mengalami kondisi saturasi oksigen diduga karena kandungan bahan organik yang tinggi dan kelimpahan fitoplankton yang menurun. Secara umum, kondisi saturasi oksigen pada DOC mulai mengalami fluktuasi dengan kisaran 0,00-8,00 jam dalam 24 jam. Beberapa perlakuan yang diberikan pada masing-masing tambak seperti penyiponan dan pergantian air merupakan salahsatu penyebab terjadinya fluktuasi kondisi saturasi oksigen di tambak. Hal ini diduga karena kegiatan penyiponan maupun pergantian air antara satu petak tambak dengan petak tambak lainnya tidak sama. Penyiponan bertujuan

46 32 untuk mengurangi limbah organik yang berada di dasar tambak. Hal ini dapat menyebabkan penurunan limbah organik yang terdapat pada perairan tambak. Berkurangnya limbah organik diduga dapat menurunkan konsumsi oksigen di dalam tambak. Pada bulan kedua ini, pakan yang diberikan sesuai dengan nafsu makan udang terkait dengan kondisi udang tersebut. Penggunaan kincir air sebesar 12 HP digunakan pada umur budidaya 70 sampai masa panen tiba, dalam penelitian ini sampai umur 110 hari. Hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan oksigen yang semakin meningkat dimana udang sebagai hewan utama sedang mengalami tahap pertumbuhan dan pembesaran. Pada DOC 70 terjadi perbedaan perlakuan pada kedua tambak dimana tambak kontrol tetap menggunakan kincir 12 HP sedangkan tambak perlakuan kincir yang beroperasi menjadi 6 HP. Berdasarkan pengamatan, dari DOC 70 sampai 110 terjadi fluktuasi kondisi saturasi oksigen. Pada DOC 70, oksigen mengalami saturasi selama 3,33 jam pada tambak kontrol dan 2,00 jam pada tambak perlakuan. Akan tetapi, memasuki DOC 80 terjadi penurunan di kedua tambak dimana tambak kontrol tidak mengalami kondisi saturasi oksigen sedangkan pada tambak perlakuan terjadi saturasi oksigen selama 1,33 jam. Meskipun cuaca cerah, kondisi tersebut dapat terjadi diduga karena kandungan bahan organik yang semakin tinggi. Pada DOC 90 sampai dengan DOC 110, kondisi saturasi oksigen di kedua tambak mengalami fluktuasi. Pada DOC 90, tambak kontrol mengalami kondisi saturasi oksigen selama 3,33 jam dan tambak perlakuan selama 4,00 jam. Pada DOC 100, kedua tambak mengalami kondisi saturasi oksigen rata-rata selama 0,67 jam. Pada DOC 110, tambak perlakuan mengalami peningkatan rata-rata lamanya waktu oksigen mencapai saturasi menjadi 2,00 jam sedangkan tambak kontrol tetap. Secara umum, dari DOC 70 sampai dengan DOC 110 fluktuasi kondisi oksigen saturasi di kedua tambak dapat disebabkan oleh banyak faktor. Perlakuan mekanis seperti pemberian pakan, pergantian air dan pengaplikasian kimia serta biologi dapat mempengaruhi fluktuasi oksigen terlarut di tambak. Pada saat pelaksanaan proses mekanis seperti penyiponan, proses ini membersihkan limbah organik sisa akumulasi pakan yang berada pada dasar tambak. Pendugaan yang

47 33 terjadi adalah berkurangnya bahan organik sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mendekomposisi bahan organik menjadi berkurang. Pengaplikasian bahan-bahan kimia seperti kapur dan urea juga akan mempengaruhi kondisi ph dan alkalinitas perairan. Tentunya, kondisi kualitas air mengalami perubahan termasuk secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap oksigen terlarut di tambak. Apabila kondisi kualitas air dan lingkungan mendukung, maka kondisi saturasi oksigen dapat dicapai sehingga ketersediaan oksigen terlarut di tambak tercukupi untuk organisme tambak. Sebaliknya, apabila terjadi perubahan kondisi kualitas air yang memburuk tentunya dapat mempengaruhi oksigen terlarut jarang bahkan tidak mencapai kondisi saturasi. Apabila kondisi ini bertahan, dapat menimbulkan gejala kondisi kekurangan oksigen (LODOS) yang dapat menyebabkan kematian udang. Apabila kedua kelompok petak dibandingkan, secara rata-rata pada kelompok petak dengan kincir 6 HP lebih lama dan sering mengalami kondisi oksigen saturasi. Dengan demikian dapat diduga bahwa pengurangan pengoperasian kincir pada siang hari memberikan pengaruh terhadap konsentrasi DO di tambak karena pada siang hari berlangsungnya proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton sebagai penyumbang oksigen terbesar di tambak Konsentrasi DO minimum dan DO maksimum Oksigen terlarut sebagai faktor pembatas pada budidaya udang dikarenakan keberadaannya yang sangat dibutuhkan oleh organisme utama yakni udang, fitoplankton dan bakteri untuk kelangsnungan hidupnya. Untuk mengetahui kebutuhan oksigen terpenuhi di tambak dapat dilihat dari konsentrasi oksigen pada pagi hari dan siang hari. Untuk pertumbuhan yang normal bagi udang, kadar oksigen terlarut harus berada dalam batas optimum, yaitu 4 mg/l pada pagi hari dan mendekati titik jenuh (7 10 mg/l) pada siang hari. Konsentrasi DO minimum pada kedua kelompok tambak selama penelitian berada pada kisaran dibawah 4 mg/l pada pagi hari, seperti yang tercantum pada Tabel 6.

48 34 Tabel 6. Konsentrasi DO minimum pada tambak penelitian Periode DOC DO Minimum (mg/l) Kincir (hari) Petak Kontrol Petak Perlakuan Cuaca 0 4,70 4,84 Cerah 6 HP 10 2,97 3,23 Berawan 20 3,10 2,50 Berawan 30 3,77 3,23 Berawan 40 4,03 3,63 Berawan & Hujan 8 HP 50 3,67 3,00 Cerah 60 3,17 3,40 Cerah 70 3,10 2,33* Cerah 80 3,00 3,03* Cerah 12 HP 90 2,50 2,37* Cerah 100 2,93 2,80* Cerah 110 2,47 1,97* Cerah Keterangan : *) Pengurangan kincir sebesar 6 HP pada pukul WIB di petak perlakuan mulai DOC 70 hingga 110 Berdasarkan pada Tabel 6. konsentrasi DO minimum pada pagi hari mulai dari DOC 10 hingga 110 berada pada kisaran dibawah standar 4,00 mg/l. Konsentrasi DO minimum semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur udang, seperti yang terlihat pada Gambar 7. Gambar 7. Konsentrasi oksigen terlarut minimum pada pagi hari di kelompok (a) petak kontrol dan (b) petak perlakuan

49 35 Menurut Boyd (komunikasi pribadi 2008), udang masih dapat bertahan hidup dengan baik pada konsentrasi DO minimum 3 mg/l. Pada Gambar 6. terlihat penurunan konsentrasi DO yang cukup tajam, yakni pada petak kontrol DOC 0 konsentrasi DO 4,7 mg/l menjadi 2,97 mg/l pada DOC 10. Begitupula pada petak perlakuan mengalami penurunan yang tajam, yakni pada DOC 0 konsentrasi DO 4,84 mg/l menjadi 3,23 mg/l pada DOC 10. Penurunan konsentrasi DO ini diduga karena kondisi cuaca pada DOC 10 yang cenderung berawan sepanjang hari sehingga membuat proses fotosintesis terhambat, selain itu peningkatan bahan organik di dasar tambak menyebabkan konsumsi oksigen meningkat untuk mendekomposisi bahan organik tersebut. Pada DOC 20 sampai dengan 60, konsentrasi DO minimum cenderung mengalami peningkatan dengan kisaran 2,50 4,03 mg/l. Akan tetapi, pada DOC 70 hingga 110 konsentrasi DO minimum di pagi hari mengalami penurunan di bawah 3 mg/l. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas air tambak yang memburuk, peningkatan bahan organik, peningkatan kelimpahan fitoplankton, dan pertumbuhan udang yang semakin besar. Berkaitan dengan adanya perbedaan jumlah pengoperasian kincir pada siang hari di tambak kontrol dan perlakuan, konsentrasi DO minimum dapat terlihat berbeda di kedua tambak. Pada malam hari hingga menjelang pagi, konsentrasi DO minimum lebih sering terjadi, seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Lamanya (jam) konsentrasi DO minimum < 3 mg/l pada keenam tambak DOC (hari) t (jam) Petak Kontrol Petak Perlakuan Tambak I Tambak II Tambak III Tambak IV Tambak V Tambak VI Pukul t (jam) Pukul t (jam) Pukul t (jam) Pukul t (jam) Pukul t (jam) Pukul Cuaca & Keterangan : t = lamanya waktu dimana konsentrasi DO < 3 mg/l Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah

50 36 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kadar oksigen terlarut yang baik untuk udang berada pada kisaran 3,0 7,5 mg/l. Berdasarkan Tabel 7. konsentrasi DO minimum lebih sering terjadi pada umur udang 90 hingga 110 hari. Akan tetapi, berbeda pada tambak VI yang mulai umur udang 70 hari dilakukan penggunaan kincir sebesar 6 HP pada pukul WIB, terlihat konsentrasi DO minimum < 3 mg/l selalu terjadi selama 4 sampai 6 jam. Apabila dibandingkan dengan tambak lainnya, tambak VI diduga memiliki kondisi kualitas air yang buruk dimana kondisi DO pada malam hingga pagi hari sangat rendah atau < 3 mg/l. Tentunya kondisi DO yang rendah akan mengganggu stabilitas ekosistem di dalam tambak, terutama udang bila dalam keadaan DO rendah yang cukup lama akan mengakibatkan kematian. Pada Tabel 6. terlihat kondisi DO < 3 mg/l secara umum terjadi mulai pukul hingga WIB. Pada tambak perlakuan lamanya kadar DO pada kondisi yang rendah dapat mencapai 4 hingga 6 jam dan lebih lama dibandingkan pada tambak kontrol.meskipun cuaca cerah pada DOC 70 hingga 110 hari tetapi kondisi DO rendah tetap terjadi pada malam hingga menjelang pagi hari. Hal ini menandakan bahwa kondisi DO rendah tidak hanya disebabkan oleh aktivitas kincir saja tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi parameter kualitas air tambak tersebut. Konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari menunjukkan kondisi saturasi oksigen sekaligus titik maksimum yang dicapai konsentrasi oksigen terlarut di tambak. Semakin mendekati kondisi saturasi oksigen maka kualitas air tambak tersebut dapat dikatakan baik untuk kelangsungan hidup udang. Menurut Boyd & Fast (1992), konsentrasi DO yang baik untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang berkisar antara 3,5 mg/l sampai kondisi saturasi. Konsentrasi DO maksimum pada kedua kelompok tambak selama penelitian berada pada kisaran 5,3 sampai dengan 9,8 mg/l pada siang hari. Konsentrasi DO maksimum pada siang hari mulai dari DOC 0 hingga 110 mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur udang, seperti yang terlihat pada Tabel 8 dan Gambar 8.

51 37 Tabel 8. Konsentrasi DO maksimum pada tambak penelitian DO Maksimum (mg/l) Periode DOC Kincir (hari) Petak Kontrol Petak Perlakuan Cuaca 0 9,88 8,41 Cerah 6 HP 10 8,37 7,00 Berawan 20 7,60 6,33 Berawan 30 6,27 5,43 Berawan 40 6,70 6,20 Berawan & Hujan 8 HP 50 7,27 7,97 Cerah 60 5,67 8,33 Cerah 70 6,60 6,13* Cerah 80 7,03 6,43* Cerah 12 HP 90 7,83 8,13* Cerah 100 5,80 6,33* Cerah 110 6,20 5,87* Cerah Keterangan : *) Penggunaan kincir sebesar 6 HP pada pukul WIB di petak perlakuan mulai DOC 70 hingga 110 hari. Gambar 8. Konsentrasi oksigen terlarut maksimum pada siang hari di kelompok (a) petak kontrol dan (b) petak perlakuan Pada Gambar 8. terlihat konsentrasi DO maksimum mengalami fluktuasi selama masa budidaya berlangsung. Penurunan nilai konsentrasi DO yang cukup tajam terlihat pada grafik terjadi dari umur udang 0 hari menuju 30 hari, yakni pada petak kontrol DOC 0 konsentrasi DO 9,88 mg/l menjadi 6,27 mg/l pada DOC 30. Begitupula pada petak perlakuan mengalami penurunan yang cukup tajam, yakni pada DOC 0 konsentrasi DO 8,41 mg/l menjadi 5,43 mg/l pada DOC

52 Penurunan konsentrasi DO ini diduga karena kondisi cuaca pada DOC 10 hingga DOC 30 yang cenderung berawan sepanjang hari sehingga membuat proses fotosintesis terhambat, selain itu peningkatan bahan organik di dasar tambak menyebabkan konsumsi oksigen meningkat untuk mendekomposisi bahan organik tersebut. Pada DOC 40 sampai dengan 110, konsentrasi DO maksimum cenderung mengalami fluktuasi dengan kisaran 5,67 8,33 mg/l. Berkaitan dengan adanya perbedaan jumlah pengoperasian kincir pada siang hari di tambak kontrol dan perlakuan, konsentrasi DO maksimum tidak terlihat berbeda nyata di kedua tambak. Hal ini menandakan bahwa aktivitas kincir pada siang hari tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan oksigen terlarut di tambak karena peran fitoplankton dalam menyumbangkan oksigen terlarut pada siang hari sangat besar Parameter Kualitas Air yang Terkait Oksigen Terlarut Parameter fisika-kimia penunjang parameter utama oksigen terlarut merupakan variabel yang terkait secara langsung maupun tidak langsung terhadap konsentrasi oksigen terlarut di tambak intensif oleh adanya maupun tidak perlakuan perbedaan jumlah pengoperasian kincir air pada pukul WIB. Adapun variabel tersebut diantaranya suhu, salinitas, BOD, ph, Total Alkalinitas, Total Amonia-Nitrogen, NO 2 -N, NO 3 -N, dan Ortofosfat. Penyajian variabel tersebut dibahas berdasarkan kelompok petak tambak kontrol dan petak tambak perlakuan Suhu Suhu air tambak berkisar antara 26,53 32,40 0 C. Tingginya suhu terjadi pada saat awal pemeliharaan, dan fluktuasi suhu cenderung menurun seiring dengan meningkatnya waktu pemeliharaan. Kisaran suhu selama masa pemeliharaan udang yaitu antara 26,53 32,40 0 C. Kisaran ini masih dalam batas optimal untuk udang. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa kondisi suhu mengalami penurunan, dimana suhu pada awal pemeliharaan cukup tinggi. Penurunan suhu disebabkan karena adanya perubahan musim dari kemarau ke musim berawan. Adapun fluktuasi suhu selama masa budidaya ditunjukkan pada Gambar 9.

53 39 Gambar 9. Fluktuasi suhu rata - rata setiap 10 hari selama DOC Suhu perairan yang cukup tinggi pada musim kemarau disebabkan besarnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan. Pada saat berawan, suhu perairan dapat menurun akibat berkurangnya cahaya matahari yang diterima, hal ini dapat disebabkan dari meningkatnya jumlah fitoplankton yang berfungsi sebagai peneduh kolom perairan. Menurut Wardoyo (1997) in Priatna (2004) suhu kurang dari 28 0 C akan berpengaruh terhadap pertumbuhan udang. Namun, pertumbuhan udang dalam penelitian ini masih dalam kondisi yang normal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain suhu menurun ketika udang telah mencapai umur yang cukup dewasa (40 80 hari) sehingga kemampuan udang cukup baik untuk beradaptasi terhadap suhu yang rendah, fluktuasi turunnya suhu terjadi secara bertahap dan

54 40 tidak spontan, dan sifat dari udang vaname yang lebih tahan terhadap perubahan selama kondisi lingkungan tidak bersifat lethal Kecerahan Kecerahan perairan tambak rata-rata berkisar antara cm dari kedalaman tambak yang mencapai 120 cm. Pada saat awal pemeliharaan nilai kecerahan tinggi, dan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.. Gambar 10. Fluktuasi kecerahan rata - rata setiap 10 hari selama DOC Kecerahan tambak selama penelitian berkisar antara cm. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa kecerahan pada semua petak tambak mengalami penurunan selama pemeliharaan. Pada awal masa pemeliharaan kecerahan tambak tinggi karena pertumbuhan fitoplankton belum optimal, bahkan pada beberapa petak kecerahan bisa mencapai dasar tambak. Akan tetapi keadaan ini hanya terjadi beberapa hari saja. Intensifnya kegiatan pemupukan pada awal masa pemeliharaan memacu pertumbuhan fitoplankton sehingga kondisi tambak mulai menampakkan warna yang menandakan bahwa tambak telah ditumbuhi fitoplankton. Pada akhir masa pemeliharaan tambak mulai pekat, bahkan semua petak nilai kecerahannya kurang dari 30 cm. Kondisi ini dapat menimbulkan efek negatif terhadap kelangsungan hidup udang. Dampak yang ditimbulkan dari pekatnya fitoplankton terutama terjadi pada malam hari, yaitu terjadinya

55 41 kompetisi untuk memperoleh oksigen untuk kebutuhan respirasi antara fitoplankton dan udang. Jika berlanjut, kondisi ini akan menyebabkan udang menjadi stress yang dicirikan dari tingkah laku udang berenang pada permukaan air dengan gerakan pasif. Kecerahan bernilai kurang dari 30 cm terjadi di atas umur pemeliharaan 70 hari. Untuk itu tindakan pengelolaan air yang berkaitan dengan kecerahan harus dilakukan lebih intensif di atas umur 70 hari. Nilai kecerahan menunjukkan banyaknya plankton di dalam perairan. Antisipasi yang biasa dilakukan untuk mengurangi kepadatan fitoplankton yaitu melalui pergantian air. Salahsatu fungsi plankton adalah sebagai peneduh, sehingga ada hubungan antara kecerahan terhadap suhu Salinitas Salinitas air tambak berkisar antara ppt, dan fluktuasinya cenderung meningkat terhadap umur udang seiring dengan waktu pemeliharaan. Salinitas sangat bergantung pada proses penguapan dan pergantian air. Tingginya salinitas disebabkan oleh beberapa hal yaitu air yang masuk ke tambak hanya berasal dari air laut saja tanpa adanya campuran dengan air tawar, kurangnya pergantian air, dan tingginya proses penguapan. Salinitas juga berhubungan dengan kedalaman tambak, karena pengaruh pergantian dan penguapan air tambak. Hubungan yang negatif antara salinitas dan kedalaman menjelaskan bahwa peningkatan salinitas dapat disebabkan dari berkurangnya volume air tambak karena proses penguapan. Adapun fluktuasi salinitas disajikan pada Gambar 11.

56 42 Gambar 11. Fluktuasi salinitas rata - rata setiap 10 hari selama DOC Menurut Palafox et al. (1997) in Priatna (2004) salinitas optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil Litopenaeus vannamei berkisar antara ppt. Pada awal hingga pertengahan pemeliharaan yakni DOC 0 70 salinitas berada pada kisaran ppt, akan tetapi kondisi ini walaupun berada di bawah batas kisaran optimum tidak terlalu berpengaruh besar terhadap produksi udang. Hal ini dikarenakan udang vaname mempunyai batasan toleran yang tinggi terhadap perubahan salinitas di perairan, seperti yang dikatakan menurut Tseng (1987) in Chien (1992) udang memiliki sifat eurihalin artinya udang mampu menyesuaikan diri pada kisaran salinitas yang cukup tinggi (3 45 ppt). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ini masih dalam kisaran optimal untuk spesies udang vaname ph Kisaran nilai ph pada tambak adalah 6,34 8,71 unit. Kondisi ph perairan cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur pemeliharaan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12.

57 43 Gambar 12. Fluktuasi ph rata - rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi ph berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa ph mengalami penurunan terhadap umur udang. Akan tetapi penurunannya tidak terjadi secara spontan dan masih dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan. Nilai ph yang relatif stabil ini disebabkan dari stabilnya nilai alkalinitas yang berfungsi sebagai penyangga ph Alkalinitas Alkalinitas untuk semua petak berkisar antar 74,01 109,62 mg/l. Dari grafik dapat dilihat bahwa kondisi alkalinitas untuk semua petak relatif stabil, meskipun pada petak petak perlakuan mengalami penurunan yang tajam pada umur 50 hari. Adapun fluktuasi harian salinitas disajikan pada Gambar 13.

58 44 Gambar 13. Fluktuasi alkalinitas rata rata setiap 10 hari selama DOC Alkalinitas selama masa pemeliharaan udang untuk semua petak penelitian berada pada kisaran 74,01 109,62 mg/l dimana fluktuasinya cenderung bersifat stabil terhadap umur udang. Kondisi ini masih berada dalam batas kisaran yang optimum untuk kehidupan udang, sesuai saran yang dikemukakan oleh LIU (1989) in Budiardi (1999), bahwa kisaran optimum untuk air tambak sebesar mg/l. Kisaran alkalinitas ini mampu untuk menyangga ph dalam keadaan yang optimum BOD Berdasarkan grafik dapat terlihat bahwa kandungan bahan organik total mengalami peningkatan terhadap umur udang. Konsentrasi bahan organik berkisar antara 24,38 118,62 mg/l. Selama masa pemeliharaan fluktuasi BOD cenderung meningkat. Kondisi ini disebabkan oleh pengendapan pakan yang tidak terkonsumsi sehingga mengalami proses pembusukan dan akumulasi dari hasil ekskresi udang itu sendiri. Adapun fluktuasi harian BOD disajikan pada Gambar 14.

59 45 Gambar 14. Fluktuasi BOD rata rata setiap 10 hari selama DOC Peningkatan jumlah bahan organik untuk semua petak terjadi di atas umur 30 hari ketika udang telah mulai intensif diberikan pakan buatan yang mengakibatkan akumulasi penumpukan pakan yang tidak terkonsumsi. Peningkatan jumlah bahan organik ini berpengaruh terhadap kehidupan udang, karena bahan organik merupakan sumber dari senyawa toksik lainnya seperti NH 3, dan H 2 S. Semakin banyak penumpukan bahan organik maka senyawasenyawa toksik tersebut akan semakin meningkat pula. Hasil dari akumulasi bahan organik dapat menghasilkan senyawa-senyawa toksik seperti H 2 S, nitrit, dan senyawa-senyawa yang tereduksi lainnya TAN (Amonia Total) Berdasarkan grafik dapat terlihat bahwa kandungan amonia total cenderung berfluktuasi dengan kisaran antara 0,01 1,83 mg/l. Kandungan amonia tertinggi terjadi pada petak perlakuan pada saat udang berumur 70 hari. Pada petak lainnya kandungan amonia relatif stabil terhadap waktu, walaupun cenderung mengalami peningkatan. Adapun fluktuasi TAN disajikan pada Gambar 15.

60 46 Gambar 15. Fluktuasi TAN rata - rata setiap 10 hari selama DOC Fluktuasi amonia total untuk semua petak beragam selama masa pemeliharaan. Kandungan amonia tertinggi terjadi pada petak tambak perlakuan ketika udang telah berumur 70 hari yakni sebesar 1,83 mg/l. Kondisi ini dapat disebabkan karena tingginya bahan organik di dasar tambak. Tingginya bahan organik disebabkan karena jumlah pakan yang diberikan terlalu banyak sedangkan jumlah udang pada umur 70 hari sedikit, sehingga banyak pakan yang tidak terkonsumsi dan akhirnya mengalami pembusukan. Kandungan amonia total di dalam tambak sangat bergantung pada komposisi didalamnya yakni amonia bebas (NH 3 ) dan amonia ion (NH + 4 ). Pada konsentrasi tinggi amonia bebas beracun bagi biota air, sedangkan amonia ion tidak beracun. Amonia bersifat toksik terhadap kehidupan udang. Peningkatan daya racun amonia juga dipengaruhi oleh peningkatan ph, peningkatan suhu dan rendahnya kandungan O 2 terlarut dalam air (Boyd 1991). Oleh karena itu yang perlu diperhatikan pada kandungan amonia total dalam tambak adalah amonia bebas (un-ionized NH 3 ). Adapun fluktuasi amonia bebas disajikan pada Gambar 16.

61 47 Gambar 16. Fluktuasi amonia bebas rata - rata setiap 10 hari selama DOC Pada Gambar 16. menunjukkan kadar amonia bebas yang terkandung dalam amonia total. Terlihat pada grafik bahwa pola amonia bebas menunjukkan kesamaan dengan pola amonia total yang terkadung dalam air tambak selama masa budidaya. Kandungan amonia bebas tertinggi terjadi pada umur 30 hari sebesar 0,07 mg/l. Menurut Van Wyk & Scarpa (1999), nilai amonia bebas yang aman bagi udang vaname adalah 0,03 mg/l. Walaupun ada beberapa DOC yang mengalami konsentrasi amonia bebas yang cukup tinggi tetapi secara umum kandungan amonia bebas pada semua petak masih dalam kisaran batas optimum untuk kehidupan udang vaname. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa jenis udang vaname memiliki kisaran toleransi yang cukup besar karena udang vaname memiliki daya tahan yang lebih baik daripada udang windu Nitrit Konsentrasi nitrit selama pemeliharaan berkisar antara 0,00 4,79 mg/l. Fluktuasi nitrit cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur udang. Adapun fluktuasi nitrit disajikan pada Gambar 17.

62 48 Gambar 17. Fluktuasi nitrit rata - rata setiap 10 hari selama DOC Nitrit merupakan senyawa peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dengan gas nitrogen (denitrifikasi). Kandungan nitrit di petak tambak berkisar antara 0,00 4,79 mg/l. Fluktuasi nitrit terhadap umur udang cenderung meningkat, akan tetapi peningkatan ini melampaui kisaran yang optimum untuk pertumbuhan udang karena menurut Chien (1992) konsentrasi nitrit maksimum sebesar 1,0 mg/l. Apabila kondisi ini dibiarkan, tentunya akan membahayakan kelangsungan hidup udang. Untuk itu, perlu dilakukan pengelolaan terhadap kualitas air tambak seperti dengan melakukan pergantian air secara bertahap Nitrat Kandungan nitrat cenderung stabil, kecuali pada umur pemeliharaan 50 hari mengalami fluktuasi yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan hari lainnya. Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,00 0,64 mg/l. Nitrat merupakan hasil dari proses nitrifikasi dan tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Adapun fluktuasi nitrat disajikan pada Gambar 18.

63 49 Gambar 18. Fluktuasi nitrat rata - rata setiap 10 hari selama DOC Konsentrasi nitrat selama pemeliharaan cenderung seragam, kecuali ketika udang berumur 50 hari terjadi peningkatan yang cukup tajam. Namun konsentrasi ini masih dalam batas yang optimum. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Wickins (1976) in Handojo (1994) yang menyarankan bahwa konsentrasi nitrat untuk budidaya udang berada 100 mg/l Ortofosfat Kandungan ortofosfat di perairan tambak berkisar antar 0,12 4,51 mg/l. Kandungan ortofosfat meningkat seiring dengan bertambahnya umur budidaya. Adapun fluktuasi ortofosfat disajikan pada Gambar 19. Gambar 19. Fluktuasi ortofosfat rata - rata setiap 10 hari selama DOC 0-110

64 50 Ortofosfat merupakan nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton. Kandungan fosfat pada tambak selama penelitian berkisar antara 0,12 4,51 mg/l. Fluktuasi fosfat cenderung meningkat terhadap umur udang. Penyebabnya adalah dasar tambak yang tertutup plastik, sedangkan plastik mencegah kontak antara air dan tanah sehingga ortofosfat tidak dapat terserap ke dalam tanah. Walaupun demikian kondisi ortofosfat di tambak berada dalam keadaan stabil Fitoplankton Dalam suatu perairan fitoplankton berfungsi sebagai pemasok oksigen terbesar melalui proses fotosintesis, sehingga kelimpahannya dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dalam mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Kelimpahan fitoplankton pada kelompok tambak kontrol dan perlakuan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur budidaya, seperti yang terlihat pada Gambar 20. Gambar 20. Kelimpahan rata-rata fitoplankton setiap 10 hari selama DOC Berdasarkan Gambar 20. terlihat peningkatan kelimpahan fitoplankton yang cukup tajam dari DOC 0 hingga DOC 110 dengan kisaran 9908 sel/l sampai dengan sel/l. Komunitas fitoplankton merupakan hal yang penting diperhatikan pada saat budidaya karena fitoplankton merupakan penyumbang oksigen selain kincir air dan mampu menyerap racun di perairan. Dengan bertambahnya kelimpahan fitoplankton, maka oksigen yang dapat dihasilkan akan

65 51 lebih banyak. Namun, konsumsi oksigen pada malam hari pun akan bertambah sehingga mengancam ketersediaan oksigen bagi udang Pengelolaan Kualitas Air Tambak Intensif Ditinjau dari Konsentrasi Oksigen Terlarut Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, fluktuasi harian oksigen terlarut di keenam tambak sangat berfluktuatif. Konsentrasi oksigen terlarut di bawah kondisi saturasi, konsentrasi DO minimum yang rendah di bawah batas minimum 4 mg/l menjadi permasalahan utama dalam pengelolaan kualitas air tambak intensif. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di keenam tambak diduga akibat peningkatan pemanfaatan oksigen terlarut untuk proses dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di kolom perairan dan yang terakumulasi di dasar perairan yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang, organisme dan pankton yang mati, serta material organik berupa padatan tersuspensi maupun terlarut yang terangkut lewat pemasukan air. Adapun pengendalian kandungan DO di dalam tambak, yakni jika DO pagi < 4 mg/l dan DO siang < 6 mg/l, diantaranya (a). Apabila kandungan bahan organik di dasar tambak tinggi, maka solusi pengelolaannya melalui penggantian air, melakukan sipon secara rutin, input bahan organik dikurangi dan pemberian pakan lebih dikendalikan. (b). Aerasi kurang atau tidak ada aerasi karena listrik mati atau aerator mati, maka solusi pengelolaannya melalui pemeriksaan peralatan yang berhubungan dengan listrik, aerator di tambak ditambah dan segera lakukan perbaikan. (c). Fotosintesis siang hari sebelumnya rendah, yang disebabkan oleh DO sebelumnya rendah (<6 mg/l), cuaca mendung (hujan) dan terjadinya plankton drop atau kecerahan air di tambak tinggi. Penanganan untuk masalah ini, diupayakan melalui pergantian air yang cukup, inokulasi plankton dari tambak terdekat yang planktonnya bagus dan pemberian perlakuan dengan cara pemupukan ulang. (d). Pembalikan masa air karena terjadinya hujan lebat, maka penanganannya melalui penyiponan dasar tambak, pemberian dolomite atau zeolite sebanyak 5 sampai 10 mg/l dan pergantian air.

66 Hasil Analisis Statistika Korelasi antara oksigen terlarut dengan parameter kualitas air Berdasarkan uji Pearson correlation diperoleh nilai koefisien korelasi antara oksigen terlarut dengan beberapa parameter kualitas air terkait. Dari uji yang diperoleh terdapat parameter suhu dan ph yang memiliki nilai yang signifikan kurang dari 0,05 dan memiliki hubungan keeratan yang kuat dengan parameter DO. Parameter kualitas air lainnya seperti salinitas, BOD 5, alkalinitas, TAN, nitrit, nitrat, ortofosfat dan kecerahan memiliki hubungan keeratan yang sangat lemah dengan parameter DO jika dilihat dari nilai Sig (2tailed) yang lebih dari 0,05. Korelasi yang diperoleh antara oksigen terlarut dengan parameter kualitas air pada tambak penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Korelasi antara oksigen terlarut dengan parameter kualitas air Parameter DO Kualitas Air Pearson Correlation Sig (2-tailed) N Suhu 0,425 0, Salinitas -0,002 0, BOD 5 0,169 0, ph 0,673 0, Alkalinitas 0,273 0, TAN 0,011 0, Nitrit 0,271 0, Nitrat -0,089 0, Ortofosfat -0,037 0, Kecerahan -0,144 0, Berdasarkan uji Pearson correlation diperoleh nilai koefisien korelasi antara oksigen terlarut dengan beberapa parameter kualitas air terkait. Dari uji yang diperoleh terdapat parameter suhu dan ph yang memiliki nilai yang signifikan kurang dari 0,05 dan memiliki hubungan keeratan yang kuat dengan parameter DO. Parameter kualitas air lainnya seperti salinitas, BOD 5, alkalinitas, TAN, nitrit, nitrat, ortofosfat dan kecerahan memiliki hubungan keeratan yang sangat lemah dengan parameter DO jika dilihat dari nilai Sig (2tailed) yang lebih dari 0,05. Keeratan hubungan yang diperoleh sangat lemah, hal ini diduga bahwa terdapat faktor x yang mempengaruhi proses di dalam tambak. Perairan tambak adalah sistem perairan yang dikendalikan oleh manusia. Semua perlakuan yang

67 53 diberikan sesuai dengan standar prosedur perusahaan. Kondisi dalam tambak diusahakan dalam kondisi sesuai dengan baku mutu perairan tambak.

68 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Selama masa umur budidaya 70 sampai 110 hari berdasarkan kondisi saturasi oksigen, penggunaan kincir 6 HP pada pukul sampai lebih cepat mencapai kondisi saturasi apabila dibandingkan dengan kelompok petak yang menggunakan kincir 12 HP. Kondisi DO maksimum umumnya tercapai pada pukul dan kondisi DO minimum umumnya terjadi pada pukul Berdasarkan fluktuasi dan ketersediaan oksigen terlarut pada malam hari, pada kelompok petak perlakuan dapat dikatakan masih mencukupi kebutuhan oksigen di perairan tambak sama seperti pada kelompok petak kontrol. Kondisi umum parameter kualitas air yang terkait oksigen terlarut masih dalam batas toleransi bagi kehidupan udang vaname. Dengan demikian, pengurangan kincir 6HP pada siang hari pukul mulai DOC 70 hingga panen dapat menguntungkan bagi petambak selain nilai kisaran DO tetap tercukupi juga dapat menghemat konsumsi bahan bakar BBM untuk penggunaan listrik pada kincir air Saran Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fluktuasi harian oksigen terlarut selama 24 jam terhadap perlakuan perbedaan jumlah pengoperasian kincir di tambak intensif pada kondisi cuaca yang berbeda. Sedangkan saran yang dapat mendukung kelangsungan ekosistem tambak melalui pendekatan oksigen terlarut adalah melalui pengelolaan yang tepat agar kondisi kualitas air tambak tidak mengalami defisit oksigen.

69 DAFTAR PUSTAKA [APHA] American Public Health Association Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water. American Public Health Association. Water Pollution Control Federation-Port City Press. Baltimore, Mariland. Boyd CE Water Quality in Ponds for Aquaculture. 4 th printing. Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA Boyd CE Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Pubication Company, Inc. Netherland. Boyd CE Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. American Soybean Association-US Wheat Associates. U.S.A. Boyd CE & Fast AW Pond Monitoring And Management. Elsevier Science Publishers B.V. All rights reserved. Boyd CE Bottom Soil and Water Quality Management in Shrimp Ponds. Departement of Fisheries and Allied Aquacultures, Auburn University AL USA. Budiardi T Evaluasi Air, Pengelolaan air, dan Produksi Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) Pada Budidaya Intensif. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Chien YH Water Quality Requirements and Mangement for Marine Shrimp Culture. Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. 11hlm. Chien YH Water Quality Requirements and Mangement for Marine Shrimp Culture. In Wyban, J. (Editor) : Proceedings of the Special Session on Shrimp Farming. World Aquaculture Society, Baton Rouge, L.A., U.S.A. p: Cole GA Textbook of limnology. 3rd ed. Waveland Press. USA. Effendi H Telaah Kualitas Air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. Goldman CR & Horne AJ Limnology. McGraw-Hill International Book Company, Tokyo. 464 p. Haliman RW & Adijaya DS Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.

70 56 Handojo KK Dinamika Kandungan Bahan Organik Total Air Media Budidaya Udang Windu Dengan Inokulasi Aquazyme [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor : KEP.28/MEN/2004 Tentang Pedoman Umum Budidaya Udang Di Tambak. Jakarta. Kordi K & Andi BT Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. Martosudarmo B & Bambang S Rekayasa Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta. Octaviany MJ Fluktuasi Kandungan Oksigen Terlarut Selama 24 Jam Pada Lokasi Karamba Jaring Apung Ciputri Di Waduk Cirata, Kabupaen Cianjur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Odum EP Fundamentals of Ecology. Third edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 574p. Priatna H Hubungan Parameter Kualitas Air Terhadap Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Tambak Biocrete PT. Bimasena Segara, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. PT. Centralpertiwi Bahari Standard Operation Procedure. Saprillah Keberhasilan Budidaya Udang windu (Penaeus monodon Fab.) Dalam Tambak Intensif Yang Menggunakan Petak Perlakuan Air [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schmittou HH Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia FDRP. Central Research Institute For Fisheries. Jakarta. Indonesia. Supono LODOS (Low Dissolved Oxygen Syndrome) dalam majalah Mitra Bahari. PT. Centralpertiwi Bahari. Lampung. Suyanto SR Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta. Van Wyk P & Scarpa J Water Quality Requirements and Management. Chapter 8 in Farming Marine Shrimp in Recirculating Freshwater Systems. Florida Department of Agriculture and Consumers Services. Harbor Branch Oceanographic Institution. Wardhana WA Dampak Pencemaran Lingkungan. ANDI. Yogyakarta. Welch PS Limnology. 2nd ed. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York, Toronto, London. 538p.

71 LAMPIRAN

72 58 Lampiran 1. Petak tambak penelitian Tambak Kontrol Petak I ( ) Petak II ( ) Petak III ( ) Tambak Perlakuan Petak IV ( ) Petak V ( )

73 59 Lampiran 1. (Lanjutan) Tambak Perlakuan Petak VI ( ) Inlet Outlet

74 60 Lampiran 2. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian DO meter YSI 51-B Spektrofotometer Secchi disk Refraktometer ph meter Virkon (desinfektan) Aquades Sampan (perahu)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

STUDI FLUKTUASI BAKTERI TERKAIT DENGAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA TAMBAK INTENSIF WENI PEBRIANI

STUDI FLUKTUASI BAKTERI TERKAIT DENGAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA TAMBAK INTENSIF WENI PEBRIANI STUDI FLUKTUASI BAKTERI TERKAIT DENGAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA TAMBAK INTENSIF WENI PEBRIANI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah bak berlapis terpaulin dan berlapis plastik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

Manajemen Kualitas Air

Manajemen Kualitas Air UNDERSTANDING POND Manajemen Kualitas Air -ph -DO -Salinitas -Alkalinitas - Suhu Survival Rate Body weight Produksi yg Optimum FAKTOR-FAKTOR PENGENDALI BIOFISIK EKOSISTEM PERAIRAN Hydrodinamic factors:

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

YUDI MIFTAHUL ROHMANI Faktor Pembatas OLEH: YUDI MIFTAHUL ROHMANI Pendahuluan Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS AIR TERBADAP PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannatei) PADA TAMBAK BIOCRETE PT. BIIMASENA SEGARA, SUKABUMI, JAWA BARAT

HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS AIR TERBADAP PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannatei) PADA TAMBAK BIOCRETE PT. BIIMASENA SEGARA, SUKABUMI, JAWA BARAT HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS AIR TERBADAP PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannatei) PADA TAMBAK BIOCRETE PT. BIIMASENA SEGARA, SUKABUMI, JAWA BARAT SKRIPSI Oleh : HANHAN PRIATNA C01499027 PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK 915 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK ABSTRAK Burhanuddin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Asiditas dan Alkalinitas.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).

Lebih terperinci