BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera fitoplankton dan 4 genera zooplankton (Lampiran 2). Genus plankton tersebut terdiri dari 3 kelas fitoplankton yaitu kelas Bacillariophyceae, Cyanophyceae, dan Dynophyceae, serta 2 kelas dari zooplankton yaitu kelas Maxillopoda dan Rotifera (Tabel 2). Tabel 2. Komposisi Plankton Berdasarkan Kelas dan Jumlah Genus Jenis Kelas Genus Fitoplankton Bacillariophyceae Hemidiscus Bacteriastrum Nitzschia Hemiaulus Lauderia Chaetoceros Cyanophyceae Spirulina Lyngbya Coelosphaerium Gloeotrichia Oscillatoria Trichodesmium Dynophyceae Ceratium Peridinium Zooplankton Maxillopoda Calanus Diaphanosoma Rotifera Synchaeta Brachionus Persentase kelimpahan fitoplankton selama penelitian paling besar ditemukan dari kelas Cyanophyceae meliputi 82% dari seluruh genus yang ada (Gambar 5). Genus dari kelas Cyanophyceae yaitu Spirulina ditemukan hampir di 23

2 24 semua stasiun, sedangkan genus dari kelas Cyanophyceae lainnya hanya ditemukan pada stasiun tertentu. Kelas Bacillariophyceae memiliki persentase 14%, genus yang paling sering ditemukan di beberapa stasiun adalah Nitzschia dan Chaetoceros. Persentase fitoplankton terkecil dari kelas Dynophyceae, hanya 4% dari seluruh genus. Kelas Dynophyceae memiliki 2 genus yaitu Ceratium dan Peridinium yang hanya ditemukan di stasiun tertentu. Persentase kelimpahan zooplankton dari kelas Maxillopoda lebih besar dari Kelas Rotifera yaitu 91% berbanding 9% (Gambar 5). Genus dari kelas Maxillopoda yaitu Calanus ditemukan hampir di semua stasiun, sedangkan genus Diaphanosoma hanya ditemukan di stasiun tertentu. Sedangkan genus dari Kelas Rotifera yaitu Synchaeta dan Brachionus hanya ditemukan di stasiun tertentu. Bacillario phyceae 14% Dynophy ceae 4% Cyanophyceae Bacillariophyce ae Dynophyceae Cyano phyceae 82% Rotifera 9% Maxillopoda Rotifera Maxillo poda 91% Gambar 5. Komposisi Fitoplankton dan Zooplankton selama Penelitian

3 Kelimpahan (individu Lˉ¹) 25 Kelas Cyanophyceae dapat hidup dengan subur di perairan Pulau Biawak karena konsentrasi nitrat pada perairan tersebut sangat mendukung untuk pertumbuhan fitoplankton, yaitu pada kisaran 0,0342-0,1203 mgl -1, lebih besar dari baku mutu yang telah ditetapkan KepMen LH No. 51 Tahun 2004 konsentrasi nitrat untuk biota sebesar 0,008 mgl -1 (Lampiran 3). Peran penting kelas Cyanophyceae dalam ekosistem laut sebagai produsen primer (Nontji 2008). Kelimpahan fitoplankton yang telah diidentifikasi memiliki nilai yang bervariasi pada setiap stasiun. Nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 2 hari sebesar 9 individu L -1, sedangkan kelimpahan fitoplankton terendah terdapat pada stasiun 1 hari dan stasiun 2 hari sebesar 3 individu L -1 (Gambar 6) Stasiun Gambar 6. Kelimpahan Plankton Stasiun 1, 4 dan 5 mengalami pola perubahan kelimpahan yang sama, fase ke hari nilai kelimpahan turun kemudian saat fase nilai kelimpahan bertambah besar. Hal ini disebabkan oleh aktifitas fitoplankton dan karakteristik yang dimiliki oleh genus Spirulina yang hampir ditemukan di semua stasiun memiliki gas vakuola yang memudahkannya melakukan migrasi vertikal, pada fase hari fitoplankton melakukan migrasi vertikal dengan tujuan

4 Indeks Simpson (0-1) 26 memperoleh sinar matahari optimal untuk pertumbuhan selnya. Pada fase hari pertumbuhan sel fitoplankton menurun karena adanya faktor fotoinhibisi dan terjadi pemangsaan oleh herbivor sehingga terjadi penurunan nilai kelimpahan, pada fase hari nilai kelimpahan fitoplankton meningkat karena berkurangnya pemangsaan oleh herbivor pada periode gelap (nocturnal). Nilai kelimpahan fitoplankton yang terdapat pada stasiun 2 yang terus menurun dari fase ke dikarenakan adanya pemangsaan oleh herbivor yang terjadi pada pada stasiun tersebut, didukung dengan adanya pertambahan kelimpahan dari zooplankton pada stasiun tersebut. Sedangkan nilai kelimpahan fitoplankton yang tejadi pada stasiun 3 terus bertambah dari fase ke. Hal ini disebabkan karena berkurangnya pemangsaan herbivor, didukung dengan berkurangnya nilai kelimpahan zooplankton pada stasiun tersebut dari fase ke. 4.2 Keanekaragaman dan Dominansi Simpson Untuk melihat nilai keanekaragaman suatu komunitas dapat dihitung menggunakan indeks Simpson. Distribusi nilai indeks disajikan pada (Gambar 7) Keanekaragaman Stasiun Gambar 7. Nilai Indeks Keanekaragaman Simpson

5 27 Merujuk pada pernyataan Odum (1993) bahwa ekosistem dikatakan baik jika mempunyai indeks keanekaragaman Simpson antara 0,6-0,8. Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton pada stasiun 1, 2 dan 5 mengindikasikan bahwa komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman rendah dengan indeks berkisar 0,14-0,37. Pada stasiun 3 terdapat indeks keanekaragaman yang bervariasi dimana pada fase nilai indeks dikategorikan rendah sebesar 0,30 pada fase indeks keanekaragaman dikategorikan baik sebesar 0,63 kemudian pada fase nilai indeks keanekaragaman rendah dengan nilai 0,47. Sedangkan, Stasiun 4 memiliki nilai indeks keanekaragaman dikategorikan baik dengan nilai berkisar 0,72-0,89. Magurran (1991) menyatakan bahwa kisaran indeks dominansi terletak antara 0-1. Semakin mendekati 0 berarti cenderung tidak ada individu yang mendominasi komunitas yang biasanya diikuti dengan nilai indeks keanekargaman yang besar. Sebaliknya apabila mendekati 1, berarti ada kecenderungan dominasi 1 atau lebih individu dalam komunitasnya dan biasanya diikuti dengan nilai indeks keanekaragaman yang kecil. Nilai indeks dominansi fitoplankton pada stasiun 4 mengindikasikan bahwa komunitas pada stasiun tersebut memiliki dominansi yang rendah dengan nilai indeks berkisar 0,11-0,28. Stasiun 3 memiliki nilai indeks dominansi cenderung sedang ke tinggi dengan indeks sebesar 0,37-0,70. Sedangkan nilai indeks dominansi fitoplankton pada stasiun 1, 2 dan 5 memiliki nilai indeks dominansi tinggi berkisar 0,63-0,86. Fitoplankton dari kelas Cyanophyceae yang menyebabkan nilai indeks dominansi tinggi karena kelas Cyanophyceae hampir ditemukan di semua stasiun dengan jumlah yang cukup banyak. Kelas Cyanophyceae memiliki karakteristik struktur dan fungsi selnya mirip dengan fungsi sel bakteri. Dinding selnya memiliki susunan serupa dengan bakteri Gram negatif, yaitu mengandung lapisan peptidoglikan yang tipis dan mengandung lapisan lendir pada bagian dinding selnya. Lapisan lendir ini pada beberapa jenis Cyanophyceae dapat membantu gerakan dengan cara meluncur. Tubuh kelas Cyanophyceae juga memiliki gas vakuola yang memungkinnya mengapung dekat permukaan air, yang memiliki intensitas cahaya matahari yang tinggi. Kelas Cyanophyceae hidup secara

6 Indeks Dispersi Morista 28 fotoautotrof dengan mengasimilasi senyawa sederhana misalnya CO 2, ion nitrat atau amonium, dan beberapa ion anorganik lainnya. Perbedaan kelas Cyanophyceae dengan bakteri fotoautotrof adalah kelas Cyanophyceae menghasilkan O 2 dalam proses fotosintesisnya sedangkan bakteri fotoautotrof tidak (Bold dan Wynne 1985). 4.3 Indeks Dispersi Morisita Untuk melihat pola penyebaran fitoplankton pada lokasi penelitian dapat dihitung menggunakan Indeks Dispersi Morisita (Gambar 8) Stasiun Gambar 8. Nilai Indeks Dispersi Morisita Berdasarkan grafik (Gambar 8), nilai indeks Dispersi Morisita fitoplankton pada semua stasiun penelitian berkisar 13,7-14,6. Angka ini menunjukkan bahwa fitoplankton yang terdapat pada perairan Pulau Biawak memiliki pola sebaran berkelompok dikarenakan nilai indeks Dispersi Morisita (Iδ) lebih dari 1. Hal ini sesuai dengan hasil pencacahan fitoplankton selama penelitian bahwa hanya beberapa genus yang lebih sering ditemukan dalam jumlah banyak pada setiap stasiunnya. Genus yang paling sering ditemukan hampir di semua stasiun dalam jumlah banyak terdapat pada kelas Cyanophyceae. Genus tersebut diantaranya

7 (mg/l) 29 adalah genus Spirulina, genus Lyngbya, genus Gloeotrichia dan genus Trichodesmium. 4.4 Nutrien Nilai konsentrasi nutrien baik nitrat, fosfat maupun silikat yang didapat dari hasil penelitian pada setiap stasiun menunjukkan nilai yang bervariasi. Konsentrasi nitrat yang diperoleh selama penelitian mempunyai nilai berkisar 0-0,120 mgl -1 (Gambar 9). Konsentrasi nitrat masih berada pada batas normal untuk kehidupan organisme akuatik. Merujuk pada KepMen LH No. 51 Tahun 2004 konsentrasi nitrat untuk biota sebesar 0,008 mgl -1. Konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 1 fase hari sebesar 0,12 mgl -1, nilai konsentrasi nitrat pada stasiun 1 yang tinggi dikarenakan pertemuan arus permukaan yang terjadi pada stasiun tersebut. Sedangkan pada stasiun 2 memiliki nilai konsentrasi nitrat pada saat pengamatan di laboratorium menunjukkan nilai konsentrasi dibawah batas nilai deteksi alat pengukur Nitrat Stasiun Gambar 9. Nilai Konsentrasi Nitrat di Perairan Pulau Biawak Hasil analisis konsentrasi fosfat yang ada di perairan Pulau Biawak selama penelitian didapatkan nilai konsentrasi 0,0032-0,0434 mgl -1 (Gambar 10). Konsentrasi fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,0434 mgl -1, nilai

8 (mg/l) 30 konsentrasi ini sesuai dengan stasiun 2 memiliki karakteristik kawasan ekosistem terumbu karang dan biota laut lainnya. Nilai konsentrasi terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 0,0032 mgl -1. Merujuk pada KepMen LH No. 51 Tahun 2004 konsentrasi fosfat untuk biota sebesar 0,008 mgl -1. Konsentrasi fosfat pada penelitian ini masih mendukung kehidupan organisme akuatik Fosfat Stasiun Gambar 10. Nilai Konsentrasi Fosfat di Perairan Pulau Biawak Hasil analisis konsentrasi silikat yang ada di perairan Pulau Biawak selama penelitian didapatkan nilai konsentrasi mgl -1 (Gambar 11). Konsentrasi silikat tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan karakter stasiun kawasan ekosistem terumbu karang. Turner (1980); Widjaja et al. (1994) dalam Yuliana (2012) menyatakan bahwa di perairan payau dan laut kadar silikat berkisar antara 1,000-4,000 mgl -1, bila kandungan silikat lebih kecil dari 0,5 mgl -1, maka fitoplankton khususnya Diatom tidak dapat berkembang dengan baik. Diatom membutuhkan silikat untuk membuat cangkang tubuhnya (Hani 2006).

9 (mg/l) Silikat Stasiun Gambar 11. Nilai Konsentrasi Silikat di Perairan Pulau Biawak 4.5 Variabel Fisik dan Kimiawi Perairan Lain Variabel fisik dan kimiawi yang diamati terdiri atas suhu perairan, transparansi cahaya, arus, salinitas, DO (Dissolved Oxygen) dan ph (derajat keasaman). Hasil dari pengamatan variabel fisik dan kimiawi perairan menunjukkan nilai yang bervariasi, sedangkan nilai pengukuran variabel fisik dan kimiawi perairan lengkap dapat dilihat pada (Lampiran 4). Suhu air merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme perairan (Wardoyo 1981 dalam Putra 1981). Hasil pengukuran suhu di perairan Pulau Biawak berkisar 29,5-32,2 o C (Gambar 12). Peningkatan nilai suhu perairan terjadi hampir pada setiap stasiun di fase hari. Secara umum suhu perairan di Pulau Biawak masih layak untuk kelangsungan hidup plankton. Lebih lanjut dijelaskan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2004) dalam Annisa (2013) menyebutkan bahwa kisaran suhu optimal bagi kelangsungan hidup plankton yaitu o C. Organisme umumnya memiliki toleransi tetentu terhadap perubahan suhu, apabila suhu telah kurang atau lebih dari batas kisaran suhu optimal maka akan menyebabkan gangguan bahkan kematian terhadap organisme plankton.

10 Tranparansi (meter) Suhu (ºC) Transparansi Suhu Gambar 12. Transparansi dan Suhu Perairan Pulau Biawak Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dan suhu ditelusuri dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan bahwa kelimpahan fitoplankton dan suhu memiliki hubungan positif dengan tingkat keeratan sangat lemah pada taraf kepercayaan p < 0.05 (Pearson = 0,18) (Lampiran 5). Hasil pengukuran transparansi cahaya pada stasiun penelitian berkisar 4,7-6 m (Gambar 12). Berdasarkan pengamatan langsung secara umum transparansi cahaya pada perairan Pulau Biawak dapat dikategorikan baik. Sehingga dengan kondisi tersebut fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis secara optimal. Stasiun 3 memiliki nilai transparansi cahaya yang paling rendah dikarenakan stasiun tersebut merupakan areal singgah kapal dan aktifitas dermaga. Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dan transparansi cahaya ditelusuri dengan menggunakan uji Pearson. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan bahwa kelimpahan fitoplankton dan transparansi cahaya memiliki hubungan positif dengan tingkat keeratan sangat lemah pada taraf kepercayaan p < 0,05 (Pearson = 0,11). Hasil pengukuran kecepatan arus yang terjadi di perairan Pulau Biawak berkisar 0,17-0,37 ms -1 (Gambar 13). kecepatan arus meningkat pada setiap

11 Arus (m/s) Salinitas (g/l) 33 stasiun ketika fase hari hal ini disebabkan terjadinya pasang surut di perairan tersebut. Kecepatan arus lebih besar pada saat pasang dibandingkan di saat surut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Nontji (2006) bahwa arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan densitas air laut, serta dapat pula disebabkan oleh gerakan gelombang panjang termasuk pasang surut. Fakta ini ditemukan di lokasi penelitian pada stasiun 1, 2, 4 dan 5 kecepatan arus mengalami peningkatan dari hari menjelang hari Arus Salinitas Gambar 13. Arus dan Salinitas Perairan Pulau Biawak Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di perairan Pulau Biawak berkisar gl -1 (Gambar 13). Nilai salinitas tertinggi terdapat pada stasiun 5 sebesar 33 gl -1, sedangkan nilai salinitas terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 26 gl -1. Stasiun 1, 2 dan 5 memiliki rata-rata nilai salinitas sebesar 30 gl -1. Odum (1998) menyatakan bahwa keanekaragaman dan jumlah jenis spesies mencapai nilai maksimum pada perairan dengan kisaran salinitas gl -1. Oksigen terlarut (DO) pada perairan Pulau Biawak berkisar 4-5,9 mgl -1 (Gambar 14). Nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 5,9 mgl -1, untuk nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 5 sebesar 4 mgl -1. Menurut Basmi (1990) dalam Putra (2012) menyatakan bahwa perairan

12 DO (mg/l) ph 34 yang kandungan oksigennya kurang dari 3 mgl -1 akan mengganggu kehidupan organisme perairan, jika kandungan oksigen antara 5-7 mgl -1 berarti kurang produktif, sedangkan bila lebih besar dari 7 mgl -1 termasuk perairan produktif. Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dan oksigen terlarut ditelusuri dengan menggunakan uji Pearson. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan bahwa kelimpahan fitoplankton dan oksigen terlarut memiliki hubungan yang terbalik dengan tingkat keeratan sangat lemah pada taraf kepercayaan p < 0,05 (Pearson = -0,06) ph DO Gambar 14. DO dan ph Perairan Pulau Biawak Angka derajat keasaman (ph) hampir sama pada setiap stasiun di perairan Pulau Biawak berkisar 7,47-7,86 (Gambar 14). Nilai ph ini menunjukkan nilai yang optimal sebagaimana dikemukakan oleh Omori & Ikeda (1984) dalam Yuliana (2012) bahwa ph optimum untuk pertumbuhan plankton adalah pada ph 7,0-8,5.

13 Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Nutrien, Variabel Fisik dan Kimiawi Perairan Kelimpahan fitoplankton dengan nutrien (nitrat, fosfat, silikat) memiliki nilai koefisien korelasi 0,38. Hal ini dapat didefinisikan bahwa nutrien mempengaruhi kelimpahan fitoplankton sebesar 38% dengan persamaan regresi Kelimpahan Fitoplankton = 5, ,160 Nitrat + 28,991 Fosfat 0,106 Silikat (Tabel 3). Pada persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa fosfat dan nitrat merupakan parameter nutrien yang paling mempengaruhi kelimpahan fitoplankton. Persamaan regresi menunjukkan bahwa pada setiap kenaikan konsentrasi nitrat dan fosfat 1 mgl -1, maka kelimpahan fitoplankton akan meningkat masing-masing 20,160 individu L -1 dan 28,991 individu L -1. Hal ini didukung oleh pernyataan Nybakken (1992) bahwa nutrien anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang adalah nitrogen sebagai nitrat dan fosfor. Sedangkan apabila konsentrasi silikat meningkat 1 mgl -1, maka kelimpahan fitoplankton akan menurun sebesar 0,106 individu L -1. Tabel 3. Persamaan Regresi Kelimpahan Fitoplankton dengan Nutrien, Variabel Fisik dan Kimiawi Perairan No. Kelompok Persamaan Regresi R 1 I Kelimpahan Fitoplankton = 5, ,160 Nitrat + 28,991 Fosfat 0,106 Silikat 0,38 2 II Kelimpahan Fitoplankton = -2, ,152 Suhu + 0,517 Transparansi Cahaya + 4,520 Arus 0,22 3 III Kelimpahan Fitoplankton = 14,423 0,039 Salinitas 0,123 DO 0,911 ph 0,08 Kelimpahan fitoplankton dengan suhu, transparansi cahaya dan arus memiliki nilai koefisisien korelasi sebesar 0,22. Hal ini dapat didefinisikan bahwa variabel fisik mempengaruhi kelimpahan fitoplankton sebesar 22% dengan persamaan regresi Kelimpahan Fitoplankton = -2, ,152 Suhu + 0,517 Transparansi Cahaya + 4,520 Arus. Dari persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa

14 36 setiap kenaikan suhu 1 o C pada rentang suhu yang optimal bagi hidup fitoplankton, maka kelimpahan fitoplankton akan meningkat sebesar 0,152 individu L -1. Setiap kenaikan transparansi cahaya 1 m, maka kelimpahan fitoplankton akan meningkat sebesar 0,517 individu L -1. Setiap kenaikan kecepatan arus 1 ms -1, maka kelimpahan fitoplankton akan meningkat sebesar 4,520 individu L -1. Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan salinitas, DO dan ph adalah 0,08. Hal ini dapat didefinisikan bahwa variabel kimiawi mempengaruhi kelimpahan fitoplankton sebesar 8% dengan persamaan regresi Kelimpahan Fitoplankton = 14,423 0,039 Salinitas 0,123 DO 0,911 ph. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan salinitas 1 gl -1 pada kisaran optimal, maka kelimpahan fitoplankton akan menurun sebesar 0,039 individu L -1. Setiap kenaikan DO 1 mgl -1 pada kisaran optimal, maka kelimpahan fitoplankton akan menurun sebesar 0,123 individu L -1. Setiap kenaikan nilai derajat keasaman 1 pada kisaran optimal, maka kelimpahan fitoplankton akan menurun sebesar 0,911 individu L -1. Kelimpahan fitoplankton dengan nutrien (nitrat, fosfat silikat) memiliki nilai koefisien korelasi yang bervariasi (Tabel 4). Nitrat dan fosfat masing-masing memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,33 dan 0,14. Hal ini menunjukkan bahwa nitrat dan fosfat memiliki hubungan positif dengan keeratan hubungan masing-masing cukup kuat dan sangat lemah. Sedangkan silikat memiliki nilai koefisien korelasi sebesar -0,09. Hal ini menunjukkan bahwa silikat memiliki hubungan yang negatif dengan kelimpahan fitoplankton memiliki keeratan hubungan sangat lemah. Variabel fisik (suhu, transparansi cahaya, arus) masing-masing memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,18, 0,11 dan 0,15. Hal ini menunjukkan bahwa variabel fisik memiliki hubungan positif dengan kelimpahan fitoplankton dengan keeratan hubungan sangat lemah. Variabel kimiawi (salinitas, DO, ph) masing-masing memiliki nilai koefisien korelasi sebesar -0,06, -0,06 dan -0,10. Hal ini menunjukkan bahwa

15 37 variabel kimiawi memiliki hubungan negatif dengan kelimpahan fitoplankton memiliki keeratan hubungan sangat lemah. Tabel 4. Korelasi Kelimpahan Fitoplankton dengan Nutrien, Variabel Fisik dan Kimiawi Perairan menggunakan Uji Pearson No. Persamaan Korelasi r R² Keeratan Hubungan 1 Kelimpahan Fitoplankton = Nitrat Cukup Kuat 2 Kelimpahan Fitoplankton = Suhu Sangat Lemah 3 Kelimpahan Fitoplankton = Arus Sangat Lemah 4 Kelimpahan Fitoplankton = Fosfat Sangat Lemah 5 Kelimpahan Fitoplankton = Transparansi Sangat Lemah 6 Kelimpahan Fitoplankton = ( Salinitas) Sangat Lemah 7 Kelimpahan Fitoplankton = = ( DO) Sangat Lemah 8 Kelimpahan Fitoplankton = = ( Silikat) Sangat Lemah 9 Kelimpahan Fitoplankton = ( ph) Sangat Lemah Catatan: Nilai r Pearson > 0 : Berati ada hubungan yang positif Mendekati 1 : Berarti hubungan kuat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam Penelitian Plankton net Botol Sampel 30 ml Cold box DO meter Refraktometer 33 Lanjutan Lampiran 1 Mikroskop Binokuler Counting chamber Buku Identifikasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 6 Juli 2013 di perairan tambak udang Cibalong, Kabupaten Garut (Gambar 2). Analisis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penelitian Tahap I 4.1.1.1. Percobaan 1: 4.1.1.1.a. Komposisi Perifiton Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR 3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

Korelasi Kelimpahan Plankton Dengan Suhu Perairan Laut Di Sekitar PLTU Cirebon

Korelasi Kelimpahan Plankton Dengan Suhu Perairan Laut Di Sekitar PLTU Cirebon Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 1 /Juni 2016 (115-122) Korelasi Kelimpahan Plankton Dengan Suhu Perairan Laut Di Sekitar PLTU Cirebon The Correlation Of Plankton Abundance With Sea Water Temperature

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo Rata-rata hasil pengukuran terhadap parameter fisik dan kimia perairan yang telah dilakukan setiap pengambilan sampel pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Oseanografi. Suhu perairan selama penelitian di perairan Teluk Banten relatif sama di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Oseanografi. Suhu perairan selama penelitian di perairan Teluk Banten relatif sama di HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Oseanografi Suhu Suhu perairan selama penelitian di perairan Teluk Banten relatif sama di seluruh kedalaman kolom air di stasiun A dan B yang berkisar dari 28 29 C (Tabel 3).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

Theissen Khadafi. viii

Theissen Khadafi. viii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan penelitian dengan judul Dinamika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Konsentrasi Logam Cd dan Pb Di Sungai Plumbon dan Kaitannya dengan Struktur Komunitas Fitoplankton

Konsentrasi Logam Cd dan Pb Di Sungai Plumbon dan Kaitannya dengan Struktur Komunitas Fitoplankton G 02 Konsentrasi Logam Cd dan Pb Di Sungai Plumbon dan Kaitannya dengan Struktur Komunitas Fitoplankton Ersan Noviansyah, Siti Rudiyanti* dan Haeruddin Abstrak *Program studi MSP, FPIK, UNDIP Sungai Plumbon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 di perairan Pantai Balongan, Kabupaten Indramayu. Pengambilan sampel dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN 60 HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN Fitoplankton membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya. Elemen - elemen makro nutrien

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Pulau Biawak Pulau Biawak terletak di sebelah utara pantai Indramayu secara geografis berada pada posisi 05 0 56 002 LS dan 108 0 22 015 BT. Luas pulau ± 120 Ha,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi sebagian besar ditutupi oleh badan perairaan (Nontji, 2008). Ekosistem perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin)

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin) II. TELAAH PUSTAKA Chrysophyta merupakan salah satu divisio fitoplankton. Fitoplankton dikelompokkan ke dalam lima divisio yaitu Chrysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Euglenophyta. Semua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau 1. Profil Waduk Cengklik Boyolali BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Keberadaan waduk dan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Unsur Hara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Unsur Hara HASIL DAN PEMBAHASAN Unsur Hara Fitoplankton membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk mendukung pertumbuhannya. Besi (Fe) sebagai salah satu unsur hara mikro dalam jumlah kecil berperan dalam sistem

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Parameter Fisika Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x. tertinggi didapatkan pada media air rendaman kangkung.

Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x. tertinggi didapatkan pada media air rendaman kangkung. 32 Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x 10 5 ekor/liter dan total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air rendaman kangkung sebesar 3,946 x 10 5 ekor/liter.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Morotai Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Propinsi Maluku Utara dulunya merupakan wilayah kecamatan di bawah Kabupaten Halmahera Utara dan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala Berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung

Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung 121 Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung Parameter Deskripsi Satuan Nilai yang digunakan Koefisien ekstingsi cahaya pada air alami

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung. 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2014 di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung. B. Alat dan Bahan 1. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah Keanekaragaman Plankton pada Hutan Mangrove KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian PLTU Suralaya Cilegon Provinsi Banten

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian PLTU Suralaya Cilegon Provinsi Banten BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum PLTU Suralaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap Suralaya terletak di Kecamatan Pulo Merak, Kotamadya Cilegon Provinsi Banten. Kota Cilegon mempunyai iklim tropis dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK BAKAU. Oleh Endang Purnama Sari, Falmi Yandri Khodijah dan Nancy William ABSTRAK

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK BAKAU. Oleh Endang Purnama Sari, Falmi Yandri Khodijah dan Nancy William ABSTRAK KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK BAKAU Oleh Endang Purnama Sari, Falmi Yandri Khodijah dan Nancy William ABSTRAK Plankton merupakan kelompok organisme yang memegang peranan penting disuatu

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

ABSTRAK KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI SUNGAI PANYIURAN DAN SUNGAI ANTARAKU KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR

ABSTRAK KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI SUNGAI PANYIURAN DAN SUNGAI ANTARAKU KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR 42 ABSTRAK KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI SUNGAI PANYIURAN DAN SUNGAI ANTARAKU KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR Oleh : Dwi Kundar Setiyati, Asri Lestari, Aulia Ajizah Aktivitas pertambangan batubara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci