PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA"

Transkripsi

1 1 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 2 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 3 ABSTRAK FERI NATA. Perilaku Difusi Ketoprofen Melalui Membran Kitosan-Gom Guar. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA dan AHMAD SJAHRIZA. Kemampuan kitosan untuk membentuk gel telah banyak dimodifikasi. Gel kitosangom guar berpotensi sebagai membran untuk digunakan dalam sistem pengantaran. Dalam penelitian ini, membran kitosan-gom guar digunakan dalam uji difusi ketoprofen. Membran kitosan-gom guar dibuat dengan mencampurkan 75 ml larutan kitosan 1.5% (b/v), 12.5 ml larutan gom guar 0.33% (b/v), dan 1.25 ml glutaraldehida 4.86%, yang kemudian dituang ke dalam cetakan. Dibuat juga ragam ketebalan membran (h) dengan meragamkan volume larutan kitosan yang digunakan. Setelah itu, membran digunakan dalam uji difusi pada suhu (T) 37 dan 42 o C. Digunakan tiga tingkat konsentrasi sel donor (C d ): 25, 50, dan 75 mg/l, sedangkan sel resipien diisikan pelarut. Untuk difusi pada T 37 o C, alikuot diambil setelah difusi berlangsung 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Sementara untuk difusi pada T 42 o C, alikuot diambil setelah difusi berlangsung 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 menit. Alikuot diukur serapannya pada panjang gelombang nm. Pengaruh T terhadap koefisien difusi dalam percobaan ini tidak nyata karena jumlah dan besar rongga dalam membran yang beragam. Model yang diperoleh untuk fluks (J) ketoprofen adalah J = C d 0.398T h h C d h 0.007Th dengan nilai R 2 = 98.4%. ABSTRACT FERI NATA. Diffusion Behavior of Ketoprofen Through Chitosan-Guar Gum Membranes. Supervised by PURWANTININGSIH SUGITA and AHMAD SJAHRIZA. The ability of chitosan to form gel has been much modified. Chitosan-guar gum gels are potential for membranes to be used in drug delivery systems. In this research, chitosan-guar gum membranes were used in ketoprofen diffusion assay. Chitosan-guar gum membranes were prepared by mixing 75 ml 1.5% (b/v) chitosan solution, 12.5 ml 0.33% (b/v) guar gum solution, and 1.25 ml 4.86% glutaraldehyde solution, which was then poured into a mold. Membranes thickness (h) was varied by varying the volume of chitosan solution that was used. Then, the membranes were used in diffusion assay at temperatures (T) 37 dan 42 o C. Three degrees of donor concentration (C d ) were used: 25, 50, dan 75 mg/l, whereas receptor compartment was filled with solvent. For diffusion at 37 o C, the aliquots were taken after 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 minutes. Whereas for diffusion at 42 o C, the aliquots were taken after 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 minutes. Absorbances of the aliquots were measured at nm. The influence of T on diffusion coefficient in this research was not significant due to the varied number and size of hollow space in membranes. The obtained model for ketoprofen flux (J) was J = C d 0.398T h h C d h 0.007Th with R 2 = 98.4%.

4 4 Judul : Perilaku Difusi Ketoprofen Melalui Membran Kitosan-Gom Guar Nama : Feri Nata NIM : G Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Purwantiningsih Sugita, MS Drs. Ahmad Sjahriza NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,

5 5 Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP Tanggal lulus: Kupersembahkan untuk Papa dan Mama yang telah mengajarkan nilai-nilai yang berharga dan untuk para pendidik yang telah memberikan begitu banyak ilmu.

6 6 PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal atas segala berkat yang memampukan Penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini bertujuan mendapatkan model persamaan fluks ketoprofen sebagai fungsi dari konsentrasi ketoprofen dalam sel donor, suhu difusi, dan ketebalan membran, dan dilaksanakan sejak bulan Oktober 2006 sampai Mei 2007 di Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis selama penelitian dan juga penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada Ibu Dr. Purwantiningsih Sugita, MS dan Bapak Drs. Ahmad Sjahriza selaku pembimbing yang selalu menyempatkan waktu untuk berkonsultasi; kepada Kak Budi Arifin, S.Si atas arahan-arahan yang sangat berharga selama Penulis menjalani penelitian; serta kepada Papa dan Mama yang selama ini telah berjuang keras agar Penulis bisa tetap sekolah sampai akhirnya dapat menyusun karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka atas bantuannya dalam analisis FTIR dan pengering-bekuan sampel membran; kepada Bapak Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Cs atas bantuannya dalam analisis SEM; serta kepada Mba Siti Rahma dan para laboran di Kimia Organik atas bantuan teknisnya selama Penulis menjalani penelitian. Pada kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Hibah Bersaing XIV Dikti dan Hibah Penelitian Internal Departemen Kimia sebagai sumber dana bagi penelitian ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2007 Feri Nata

7 7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manggar, Belitung pada tanggal 25 Desember 1984 sebagai anak bungsu dari enam bersaudara dari pasangan Tet Tjong dan A Moij. Tahun 2003, Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Manggar, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I dan Kimia D3 Fahutan pada tahun ajaran 2004/2005, Kimia TPB dan Kimia Fisik TPG pada tahun ajaran 2005/2006; serta Kimia TPB, Kimia Bahan Alam, Kimia Pangan, Kimia Organik, dan Kimia Organik D3 Analisis Kimia pada tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga menjadi asisten dosen Matematika Dasar, Kalkulus, dan Kimia Dasar II pada tahun ajaran 2004/2005, serta Kimia Organik II pada tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi Komisi Pelayanan Siswa Unit Kegiatan Persekutuan Mahasiswa Kristen dan pernah mengajar di SMA Negeri 5, SMK Negeri 1, SMA Negeri 2, dan SMA Negeri 8 Bogor, serta di SMP Ciampea sebagai pengajar sukarela Pendidikan Agama Kristen. Pada awal tahun 2007, Penulis juga pernah menjadi guru bantu di kelas internasional SMA Negeri 1 Bogor. Pada bulan Juli-Agustus 2006, Penulis berkesempatan menjalani Praktik Lapangan di Laboratorium Kontrol Mutu PT Bintang Toedjoe, Pulogadung, Jakarta Timur.

8 8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN... viii ix PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kitin dan Kitosan. 1 Gel Kitosan... 2 Gom Guar. 3 Ketoprofen 3 Membran... 4 Difusi Membran... 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat. 5 Pembuatan Kitosan Pengukuran Derajat Deasetilasi... 5 Penentuan Bobot Molekul Kitosan Pembuatan Membran Kitosan-Gom Guar... 5 Uji Difusi Membran Secara In Vitro Pemodelan Fluks Ketoprofen... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Kitosan... 6 Pencirian Membran... 6 Pengaruh Suhu Dfusi terhadap Koefisien Difusi... 9 Pemodelan Fluks Ketoprofen SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA. 12 LAMPIRAN 15

9 9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Spesifikasi kitosan niaga Nilai D dan J yang didapatkan dari uji difusi... 9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur kitin (R = -NHCOCH 3 ) dan kitosan (R = -NH 2 ) Struktur hidrogel kitosan: (a) ikatan silang kitosan-kitosan, (b) jaringan polimer hibrida, (c) jaringan semi-ipn, dan (d) kitosan berikatan silang ionik Struktur gom guar Struktur ketoprofen Alat uji difusi Kitosan hasil isolasi Gel yang terbentuk pada proses pencampuran Membran kitosan-gom guar (a) kering; (b) basah Membran rapuh yang terbentuk dari campuran yang tidak homogen Foto SEM permukaan membran (a) yang belum diuji; (b) yang digunakan dalam uji difusi ke-9; (c) yang digunakan dalam uji difusi ke-25 pada perbesaran 7500 kali Foto SEM penampang melintang membran (a) yang belum diuji difusi; (b) yang digunakan dalam uji difusi ke-25 pada perbesaran 3500 kali Foto SEM permukaan membran (a) yang digunakan dalam uji difusi ke-9; (b) yang digunakan dalam uji difusi ke-25 pada perbesaran 5000 kali Kurva pengaruh T terhadap D Kurva pengaruh T terhadap D pada (a) C d 25 mg/l dan h = μm; (b) C d 50 mg/l dan h = μm Kurva pengaruh C d dan T terhadap J dengan h (a) 27 μm; (b) 91 μm.. 11

10 10 16 Kurva pengaruh C d dan h terhadap J pada T (a) 37 o C; (b) 42 o C Kurva pengaruh T dan h terhadap J dengan C d (a) 25 mg/l; (b) 75 mg/l 12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian (a) Penetapan kadar air; (b) Penetapan kadar abu Metode pembuatan pereaksi Data hasil pengukuran kadar air dan abu kitin dan kitosan Penentuan bobot molekul kitosan Spektrum FTIR dan derajat deasetilasi kitin dan kitosan Analisis SEM (a) Analisis keragaman J; (b) Koefisien regresi perkiraan untuk J... 20

11 11 PENDAHULUAN Kemampuan kitosan untuk membentuk gel telah banyak dimodifikasi. Wang et al. (2004) melaporkan pembentukan gel kitosan-polivinil alkohol (PVA) dengan glutaraldehida sebagai penaut-silang. PVA bertindak sebagai interpenetrating agent (IPN). PVA ditambahkan karena sifat mekaniknya yang lebih baik daripada kitosan dan dapat terurai secara alami. Hasil yang diperoleh menunjukkan penambahan PVA dapat memperbaiki sifat gel kitosan, yaitu menurunkan waktu gelasi dan meningkatkan kekuatan mekanis gel. Modifikasi gel kitosan juga dikembangkan dengan menambahkan hidrokoloid alami, di antaranya dengan karboksimetil selulosa (CMC) (Rachmanita 2006), alginat (Wahyono 2006), gom guar (Lestari 2006), dan gom xantan (Utomo 2006). Keempat modifikasi tersebut memiliki potensi untuk digunakan sebagai membran. Namun, gel kitosan yang terbentuk dengan penambahan gom guar memiliki sifat reologi yang lebih baik dibandingkan dengan modifikasi lainnya. Lestari (2006) melaporkan bahwa pada kondisi optimumnya, gel kitosan-gom guar memiliki kekuatan gel, titik pecah (break point), ketegaran (rigidity), pembengkakan (swelling), dan pengerutan (sineresis; shrinking) berturut-turut g/cm 2 ; cm; g/cm; g; dan g. Kondisi optimum yang sesuai untuk pangantaran obat ini diperoleh dari hasil olah data dengan metode respons permukaan (RSM), yaitu pada konsentrasi glutaraldehida dan gom guar berturut-turut 4.86% dan 0.33% yang ditambahkan ke dalam larutan kitosan 2.5%. Studi terhadap membran kitosan dan kitosan-termodifikasi telah banyak dilakukan, di antaranya sebagai membran ultrafiltrasi, osmosis balik, dan dialisis, serta untuk pemisahan protein, pervaporasi, dan pemisahan isomer optik (Krajewska 2001). Dalam penelitian Cardenas et al. (2003), juga telah dibuat gel kitosan dengan hidrokoloid alami alginat melalui pembentukan membran kompleks polielektrolit (PEC) yang berguna untuk bidang-bidang pangan, kosmetik, dan industri farmasi. Sementara gom guar sendiri telah dimanfaatkan sebagai pembawa untuk memperbaiki sistem pengantaran obat ke dalam usus besar untuk mengobati radang usus besar dan kanker usus besar (Kshirsagar 2000). Namun, membran dari gel kitosan-gom guar praktis belum pernah diteliti. Gom guar, sebagai bahan saling-tembus (interpenetrating agent), diharapkan dapat menghasilkan gel kitosan dengan ciri-ciri yang lebih baik. Jaringan tiga dimensi terbentuk antara molekul kitosan dan gom guar pada seluruh volume gel, dan memerangkap sejumlah air di dalamnya. Sifat jaringan ini serta interaksi molekular yang mengikat keseluruhan n gel menentukan kekuatan, stabilitas, dan tekstur gel. Untuk memperkuat jaringan internal gel biasanya digunakan molekul lain sebagai penaut-silang; dalam penelitian ini, digunakan glutaraldehida. Dengan sifat reologi yang baik, gel kitosan-gom guar (Lestari 2006) diharapkan dapat menghasilkan membran dengan efektivitas pengantaran substrat yang lebih baik dibandingkan dengan membran kitosan yang telah diteliti selama ini. Ketoprofen adalah obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Kelarutan ketoprofen dalam air rendah dan penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan pendarahan pada lambung. Kelemahan-kelemahan tersebut diharapkan dapat teratasi dengan menyalut ketoprofen dalam mikrokapsul gel yang mampu mengatur pelepasan obat dalam tubuh (Tiyaboonchai et al dan Yamada et al. 2001). Tujuan penelitian ini adalah menyajikan perilaku difusi ketoprofen melalui membran kitosangom guar. Pengaruh suhu difusi (T) terhadap koefisien difusi (D) dikaji dengan metode regresi linear. Sementara fluks (J) ketoprofen dikaji dengan metode respons permukaan (RSM) dengan faktor-faktor: konsentrasi ketoprofen dalam sel donor (C d ), suhu difusi (T), dan ketebalan membran (h). TINJAUAN PUSTAKA

12 12 Kitin dan Kitosan Kitin merupakan biopolimer polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Struktur kimia kitin berupa unit linear berulang dari 2-asetamido-2-deoksi-D-glukopiranosa yang berikatan β-(1 4) (Gambar 1) (Thatte 2004). Kitin berupa padatan amorf berwarna putih yang hampir tidak larut dalam air, asam encer, dan basa. Kitin dapat terurai secara alami, tidak beracun, biokompatibel, serta tidak menimbulkan efek alergi, dengan sifat-sifat bahan yang unik dan sifat fungsional yang beragam. Kitin berasal dari eksoskeleton krustasea, seperti kepiting, udang, dan lobster. Selain dari hewan-hewan tersebut, kitin juga dapat diperoleh dari serangga, jamur, dan cendawan yang jumlahnya beragam. Pada umumnya, kitin tidak berada dalam keadaan bebas, tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen. Kulit udang sendiri mengandung 25 40% protein, 40 50% CaCO 3, dan 15 20% kitin. Jumlah setiap komponen tersebut masih bergantung pada jenis udangnya (Purwantiningsih 1992). CH 2OH CH 2OH O O O OH O OH O R R n Gambar 1 Struktur kitin (R = -NHCOCH 3 ) dan kitosan (R = -NH 2 ) Kitosan merupakan kitin yang terdeasetilasi, yaitu modifikasi struktur kitin melalui hidrolisis gugus asetamido menggunakan larutan basa atau secara biokimia (Gambar 1). Protonasi gugus amino membuat kitosan bersifat polikationik pada suasana asam dan dapat membentuk gel di dalam lambung. Dengan struktur yang mirip selulosa dan kemampuannya membentuk gel dalam suasana asam, kitosan memiliki sifat-sifat sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat (Sutriyo et al. 2005). Sifat kitosan bergantung pada sumber (asal), derajat deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus amino, panjang rantai, dan distribusi bobot molekul. Tabel 1 menampilkan spesifikasi untuk kitosan niaga. Tabel 1 Spesifikasi kitosan niaga* Parameter Ciri Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk Kadar air 10% Kadar abu 2% Derajat deastilasi 70% Warna larutan tidak berwarna Viskositas (cps): Rendah < 200 Medium Tinggi Sangat tinggi > 2000 *Sumber: Anonim 1987 dalam Jamaludin 1994

13 13 Pengukuran DD kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri turunan pertama, titrimetri dengan HBr, dan spektrofotometri inframerah transformasi Fourier (FTIR). Penentuan DD dengan metode FTIR relatif cepat dan tidak membutuhkan pelarutan kitosan dalam pelarut berair. Penyiapan kitosan, jenis instrumen yang digunakan, dan kondisi analisis akan memengaruhi hasil analisis (Khan et al. 2002). Gel Kitosan Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Pada prinsipnya, pembentukan gel terjadi karena terbentuknya jaringan tiga dimensi dari molekul primer, yang terentang pada seluruh volume gel dan memerangkap sejumlah pelarut di dalamnya (Oakenfull 1984 dalam Nuraini 1994). Hal serupa juga dinyatakan oleh Tobolsky (1943) dalam Fardiaz (1989), yakni jika terjadi ikatan silang pada rantai-panjang polimer dalam jumlah yang cukup banyak, akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang sinambung. Molekul pelarut akan terjebak di antaranya dan terimobilisasi sehingga terbentuk struktur kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya atau tekanan tertentu. Glicksman (1984) dalam Fardiaz (1989) juga mengemukakan bahwa fenomena gelasi melibatkan penggabungan atau ikatan-silang antarrantai polimer. Menurut Depkes (1995), gel merupakan sistem semipadat yang berupa suspensi partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel yang dapat menahan air di dalam strukturnya disebut hidrogel (Wang et al. 2004). Air dalam gel ini merupakan tipe air imbibisi, yaitu air yang masuk ke dalam suatu bahan dan menyebabkan pengembangan volume, tetapi bukan merupakan komponen penyusun bahan tersebut (Winarno 1997). Hidrogel kitosan dapat digolongkan menjadi hidrogel kimia dan fisika. Hidrogel kimia dibentuk dari reaksi tidak dapat-balik, melibatkan ikatan silang secara kovalen. Sementara hidrogel fisika dibentuk oleh reaksi yang dapat-balik, dengan ikatan-silang terjadi secara ionik (Stevens 2001 dan Berger et al. 2004). Ikatan-silang kovalen dalam hidrogel kitosan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu (a) ikatan-silang kitosan-kitosan, (b) jaringan polimer hibrida (HPN, hybrid polymer network), dan (c) jaringan polimer saling-tembus tanggung atau utuh (semi-ipn atau full-ipn, interpenetrating polymer network) (Gambar 2). Sebagaimana tersirat dari namanya, ikatan silang kitosan-kitosan terjadi antara dua unit struktural pada rantai polimer kitosan yang sama, sementara pada HPN, reaksi penautan silang terjadi antara satu unit dari struktur rantai kitosan dan unit lain dari struktur polimer tambahan. Berbeda dengan HPN, semi-ipn, atau full-ipn terjadi jika ditambahkan polimer lain yang tidak bereaksi dengan larutan kitosan sebelum terjadi ikatan silang. Pada semi- IPN, polimer yang ditambahkan ini hanya melilit, sementara pada full-ipn, ditambahkan dua senyawa penaut-silang yang terlibat pada jaringan (Berger et al. 2004). Pencampuran antara kitosan dan hidrokoloid alami dengan muatan yang berlawanan dapat dimanfaatkan dalam proses gelasi dengan bantuan glutaraldehida sebagai penaut-silang. Glutaraldehida merupakan senyawa dwifungsi yang umum digunakan untuk modifikasi protein dan polimer (Carla et al. 2004). Wang et al. (2004) melaporkan fungsi glutaraldehida sebagai perantara ikatan silang untuk polivinil alkohol (PVA) dan beberapa polisakarida seperti heparin, asam hialuronat, dan kitosan.

14 14 Gambar 2 Struktur hidrogel kitosan: (a) ikatan silang kitosan-kitosan, (b) jaringan polimer hibrida, (c) jaringan semi-ipn, dan (d) kitosan berikatan silang ionik (Berger et al. 2004). Gom Guar Gom adalah molekul berbobot molekul tinggi yang bersifat koloid (berukuran Å), dan dalam bahan pengembang yang sesuai dapat membentuk gel, larutan, atau suspensi kental pada konsentrasi sangat rendah (Whistler 1973 dalam Nasution 1999). Selain sebagai bahan pengental dan pembentuk gel, gom mempunyai banyak sifat fungsional sekunder yang berguna bagi produk pangan. Sifat-sifat fungsional tersebut di antaranya adalah sebagai perekat, penaut, penghambat kristalisasi es, penjernih, pengeruh, pelapis, pengemulsi, pembentuk film, pemantap buih, koloid pelindung, pemantap, pensuspensi, dan penghambat pengerutan (Fardiaz 1989). Gom guar merupakan gom biji yang diperoleh dari biji tanaman Legominos, Cyamopsis tetragonolobus, dan Cyamopsis psoraloides yang ditemukan di barat laut India dan Pakistan (Nussinovitch 1997). Pengolahan yang dilakukan meliputi pemisahan secara mekanik terhadap kulit biji, lalu lembaganya dibuang, dan endosperma yang mengandung gom digiling menjadi tepung halus (Fardiaz 1989). Dilihat dari strukturnya, gom guar merupakan galaktomanan yang terdiri atas D-galaktosa yang berikatan α-(1 6) dengan rantai tulang punggung 1,4-β-Dmanopiranosa (Gambar 3) (Chaplin 2005). HO H OH H CH 2 OH H O O H H O HO CH 2 H OH H H O HO H H O H H OH H CH 2 OH Gambar 3 Struktur gom guar. H H HO O n

15 15 Gom guar tidak bermuatan sehingga tidak terpengaruh oleh ph dan sangat efektif dalam produk-produk asam. Gom ini juga bersifat kompatibel dengan hampir semua hidrokoloid; secara khusus dengan karaginan atau gom xantan, dapat terjadi interaksi sinergis. Interaksi gom guar tidak menghasilkan gel, tetapi hanya meningkatkan kekentalan, karena derajat substitusi rantai tulang punggungnya yang tinggi mengurangi interaksi (Fardiaz 1989). Gom guar juga telah dimanfaatkan sebagai pembawa untuk memperbaiki sistem pengantaran obat ke dalam usus besar untuk mengobati radang usus besar dan kanker usus besar (Kshirsagar 2000). Ketoprofen Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil)propanoat; M r = g mol -1 ] berupa serbuk hablur yang putih atau hampir putih dan tidak berbau. Zat ini mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter, tetapi taklarut dalam air. Suhu leburnya berkisar antara 93 dan 96 ºC (US Pharmacopeia and National Formulary 2003). Struktur ketoprofen dapat dilihat pada Gambar 4. O C O CHCOH CH 3 Gambar 4 Struktur ketoprofen. Ketoprofen merupakan zat anti peradangan non-steroid (NSAID) dengan daya analgesik, antiperadangan, dan antipiretik yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Ketoprofen dieliminasi melalui ginjal. Dosis oral ketoprofen bagi penderita rheumatoid arthritis dan osteoarthritis adalah 75 mg, 3 kali sehari atau 50 mg, 4 kali sehari (American Medical Association 1991). Ketoprofen memiliki waktu paruh eliminasi yang kecil dalam plasma darah, yaitu sekitar jam. Konsentrasi ketoprofen yang bertahan dalam plasma darah setelah 24 jam hanya sekitar 0.07 mg/l. Sementara, konsentrasi maksimum yang dapat dicapai sendiri jauh lebih besar daripada konsentrasi terapi, yaitu mg/l. Oleh karena itu, ketoprofen perlu dimikroenkapsulasi untuk memperbaiki pengantaran dalam tubuh (Patil et al. 2005). Membran Membran merupakan film tipis yang sering digunakan dalam ultrafiltrasi, osmosis balik, dialisis, pemisahan protein, pervaporasi, dan pemisahan isomer optik. Studi terhadap sifat difusi dari berbagai substrat dan kekuatan fisik dari suatu membran sangat penting bagi pengembangan sistem pelepasan substrat terkendali yang menggunakan membran hidrogel. Sifat difusi pada membran kitosan dapat diatur oleh derajat penautan-silang dengan glutaraldehida dan imobilisasi protein (Krajewska 2001). Cardenas et al. (2003) melaporkan pembentukan membran kompleks polielektrolit kitosanalginat. Difusi partikel terlarut melewati membran ini sangat bergantung pada bobot molekul partikel dan ph larutannya. Membran sejenis dikembangkan untuk diterapkan dalam sistem pelepasan-obat, pemisahan protein, pembungkus/pelapis anti-penggumpalan, dan membran pemisahan-zat. Sebelumnya, membran kompleks polielektrolit yang terbentuk dari kitosan dan beberapa hidrokoloid anionik, seperti karboksimetil selulosa (Arguelles-Monal et al dan Penche-Covas et al dalam Cardenas et al. 2003), asam galakturonat, dan karaginan (Peniche & Arguelles-Monal 2001 dalam Cardenas et al. 2003) juga telah berhasil dibuat. Membran-

16 16 membran ini digunakan dalam industri pangan, kosmetik, dan farmasi karena kemampuannya membentuk gel dengan adanya kation divalen (Gaseca 1988 dalam Cardenas et al. 2003). Difusi Membran Kecepatan difusi partikel terlarut melalui membran diukur untuk menentukan fungsi membran tersebut (Krajewska 2001). Jika tidak terdapat interaksi kimia antara partikel terlarut dan membran, maka difusi partikel terlarut tersebut melalui membran hidrogel dapat digambarkan oleh persamaan Fick (Martin 1993): dm J = (1) S dt dc J = D (2) dx dm ( Cd Cr ) J = = DK (3) S dt h dengan J adalah fluks partikel terlarut (g cm -2 det -1 ), M adalah massa partikel terlarut yang berdifusi (g), S adalah luas permukaan membran (cm 2 ), t adalah waktu difusi (det), dm dt adalah kemiringan kurva hubungan jumlah partikel terlarut yang melewati membran dengan waktu difusi (kurva difusi), C d adalah konsentrasi partikel terlarut dalam sel donor (g cm -3 ), C r adalah konsentrasi partikel terlarut dalam sel resipien (g cm -3 ), K adalah koefisien partisi partikel terlarut, dan h adalah ketebalan membran (cm). Beberapa asumsi digunakan untuk memudahkan penentuan parameter difusi, yaitu (a) nilai K dianggap sama dengan satu ketika kedua sel difusi diaduk homogen dan (b) nilai (C d C r ) C r selama uji difusi. Dengan dua asumsi ini, Persamaan 3 menjadi dm DSCd = (4) dt h dm h D = (5) dt SC d Plot jumlah ketoprofen yang memasuki sel resipien terhadap waktu difusi akan menghasilkan nilai dm sehingga nilai D dan J dapat dihitung. dt BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah kulit udang pancet yang dibeli dari Muara Angke Jakarta Utara, NaOH teknis, HCl teknis, kertas indikator ph universal, asam asetat teknis, gom guar, glutaraldehida 25%, etanol teknis, etanol absolut, air suling, dan ketoprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma. Alat-alat yang digunakan, antara lain lempeng pemanas, pengaduk magnet, oven, spekrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Bruker jenis Tentor 37, viskometer Ostwald, alat difusi dan penangas air, aerator, spektrofotometer ultraviolet/sinar tampak (UV/Vis) UV-1700 PharmaSpec, pengering beku, pelapis ion Au JEOL JFC-1100E, mikroskop elektron susuran JEOL JSM-5200, dan peranti lunak Minitab Release 14. Analisis SEM dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB, dan analisis FTIR dilakukan di Lembaga Pelayanan dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB.

17 17 Pembuatan Kitosan (Lestari 2006) Kulit udang dibersihkan, dikeringkan, dan dipotong-potong kecil. Sebanyak 50 g kulit udang dimasukkan dalam gelas piala yang dilengkapi pengaduk, termometer, dan lempeng pemanas. Setelah itu, ke dalam gelas piala ditambahkan 1000 ml larutan NaOH 3.5% [1:20 (w/v)] untuk proses deproteinasi. Proses ini dilakukan selama 2 jam pada suhu 65 o C. Residu dicuci dengan menggunakan akuades sampai ph 7, kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 70 o C. Residu bebas-protein didemineralisasi dengan menambahkan larutan HCl 3.5% dengan nisbah residu:larutan HCl 3.5% 1:20. Proses ini dilakukan pada suhu kamar selama 2 jam sambil terus diaduk. Residu dicuci dengan menggunakan akuades sampai ph 7 kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 70 o C. Residu hasil pemisahan ini adalah kitin. Kitin diubah menjadi kitosan melalui deasetilasi. Sebanyak 50 g kitin dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 1000 ml larutan NaOH 50% (1:20) dan dipanaskan pada suhu 100 o C selama 4 jam sambil terus diaduk. Residu dicuci dengan menggunakan akuades sampai ph 7 kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 70 o C. Residu dari proses ini disebut kitosan. Pengukuran Derajat Deasetilasi (Domszy & Robert 1985 dalam Khan et al. 2002) Kitosan yang diperoleh diukur derajat deasetilasinya (DD) menggunakan metode garis-dasar. Kitin dan kitosan dianalisis dengan FTIR. Jika DD kitosan kurang dari 70%, maka proses deasetilasi diulangi sampai DD lebih dari 70%. Puncak serapan tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorbans dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut A = log P 0 (6) P P 0 = % transmitans pada puncak maksimum P = % transmitans pada puncak minimum Kitin yang terdeasetilasi sempurna (100%) memiliki nilai A 1655 = Dengan membandingkan absorbans pada bilangan gelombang 1655 cm -1 (serapan pita amida I) dengan absorbans pada bilangan gelombang 3450 cm -1 (serapan gugus hidroksil), maka DD dapat dihitung dengan persamaan berikut DD (%) = A % (7) A Penentuan Bobot Molekul Kitosan (Tarbojevich & Cosani 1996) Bobot molekul kitosan ditentukan dengan menggunakan viskometer Ostwald-Cannon-Fenske. Dibuat ragam konsentrasi larutan kitosan dalam asam asetat 0.5 M, yaitu 0, 0.02, 0.04, 0.06, dan 0.08% (b/v). Sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam viskometer untuk ditentukan waktu alirnya. Waktu alirnya dibaca sebanyak tiga kali. Kemudian, dibuat kurva hubungan antara lnη sp /c dan C sehingga didapatkan persamaan lnη sp /c = ln[η] + KM [η] 2 C (8) [η] = KM a (9) dengan K = dan a = Dengan metode regresi linear, akan diperoleh nilai ln[η] sebagai intersep (a), KM[η] 2 sebagai kemiringan (b), dan koefisien regresi (r). Pembuatan Membran Kitosan-Gom Guar (modifikasi dari Lestari 2006)

18 18 Sebanyak 75 ml larutan kitosan 1.5% ditambahkan 12.5 ml larutan gom guar dengan konsentrasi 0.33% (b/v) sambil diaduk sampai homogen. Kemudian ditambahkan 1.25 ml glutaraldehida 4.86% secara perlahan-lahan sambil terus diaduk. Larutan terus diaduk sampai 10 menit setelah penambahan glutaraldehida. Larutan yang terbentuk dituangkan ke atas cetakan berukuran cm 2 pada suhu ruang. Pelarut dibiarkan menguap pada suhu ruang dan diperoleh membran yang kering. Membran dilepaskan dari cetakan dengan menambahkan larutan NaOH 1 M ke atas membran. Pekerjaan ini diulang dengan meragamkan volume kitosan untuk memperoleh membran dengan ketebalan yang berbeda. Uji Difusi Membran Secara In Vitro (Brazel & Peppas 2000 dan Peppas et al. 2000) Pada salah satu sel difusi diisikan larutan berisi larutan ketoprofen dengan konsentrasi 25, 50 dan 75 μg/ml, sementara pada sel lain diisikan pelarut. Alat difusi ini kemudian diletakkan dalam penangas air bersuhu 37 dan 42 o C untuk menjaga agar suhu sistem konstan. Pengadukan dibantu oleh aerator yang dipasang pada kedua sel difusi (Gambar 5). Selanjutnya alikuot diambil dari sel yang berisi pelarut untuk diukur konsentrasi ketoprofennya menggunakan spektrofotometer UV/Vis setelah difusi berlangsung 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 menit untuk uji difusi pada suhu 42 o C, sementara untuk uji difusi pada suhu 37 o C, alikuot diambil setelah difusi berlangsung 30, 60, 90, 120, 120, 150, dan 180 menit. Gambar 5 Alat uji difusi Pemodelan Fluks Ketoprofen Model hubungan matematik fluks ketoprofen (J) diturunkan dengan menggunakan metode respons permukaan (RSM) dalam peranti lunak Minitab Release 14 dengan faktor-faktor: konsentrasi ketoprofen dalam sel donor (C d ), suhu difusi (T), dan ketebalan membran (h). Keluaran pemodelan ini adalah persamaan dan bentuk respons permukaan secara tiga dimensi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Kitosan Hasil pencirian kitosan hasil isolasi (Gambar 6) dengan parameter kadar air, kadar abu, bobot molekul, dan derajat deasetilasi adalah berturut-turut 5.59%, 0.12% (Lampiran 5), g mol -1 (Lampiran 6), dan 74.02% (Lampiran 7). Kadar air ini memenuhi persyaratan spesifikasi kitosan niaga (Tabel 1). Pada kondisi ini, air terikat dalam kitosan sebagai air tipe II (kadar air bahan berkisar 3 10%) telah dihilangkan, sehingga pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang bersifat merusak seperti pencokelatan (browning), hidrolisis, atau oksidasi lemak dapat

19 19 dikurangi (Winarno 1997). Hal ini menjamin kitosan hasil isolasi memiliki kualitas yang sama selama masa penelitian. Nilai derajat deasetilasi juga memenuhi syarat spesifikasi kitosan niaga, yaitu 70% (Tabel 1). Gambar 6 Kitosan hasil isolasi Pencirian Membran Kondisi optimum gel kitosan-gom guar yang dikembangkan oleh Lestari (2006), yaitu 30 ml larutan kitosan 2.5% dicampur dengan 5 ml larutan gom guar 0.33%, dan 1 ml larutan glutaraldehida 4.86% tidak dapat digunakan untuk pembuatan membran dengan menggunakan kitosan hasil isolasi. Campuran membentuk gel dengan sangat cepat sehingga tidak dapat dituang ke cetakan untuk dibuat membran (Gambar 7). Hal ini disebabkan kitosan hasil isolasi dalam penelitian ini memiliki bobot molekul ( g mol -1 ) lebih besar dibandingkan kitosan yang digunakan oleh Lestari (2006) ( g mol -1 ) sehingga pada konsentrasi yang sama kitosan ini lebih kental dan lebih cepat mengegel. Oleh karena itu, membran yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan konsentrasi kitosan yang lebih rendah, yaitu 1.5% (Gambar 8). Gambar 7 Gel yang terbentuk pada proses pencampuran a Gambar 8 Membran kitosan-gom guar (a) kering; (b) basah b

20 20 Membran yang dihasilkan akan semakin kuat jika ketiga komponen pembentuk gel bercampur semakin baik. Membran yang terbentuk dari campuran yang kurang homogen bersifat sangat rapuh (Gambar 9). Gambar 9 Membran rapuh yang terbentuk dari campuran yang tidak homogen Tabel 2 menampilkan ragam ketebalan membran yang digunakan dalam uji difusi. Sementara luas permukaan membran yang membatasi cairan sel donor dan sel resipien tetap, yaitu cm 2. Porositas Membran Foto-foto SEM pada Gambar 10 dengan jelas bahwa membran kitosan-gom guar yang terbentuk tidak memiliki pori ataupun porositas yang merata. Secara mikroskopik, pada perbesaran 7500 kali, permukaan membran yang belum diuji difusi tidak memiliki pori-pori (Gambar 10a). Sementara, membran yang telah digunakan dalam uji difusi ke-9 (C d = 75 mg/l; T = 37 o C; h = 31 μm) hanya memiliki lubang-lubang dangkal yang tak menembus membran (Gambar 10b). Karena itu, diduga ikatan silang yang terbentuk antarmolekul kitosan sangat rapat. Lubang-lubang kecil yang terjadi pada membran yang digunakan dalam uji difusi ke-9 sendiri diduga terjadi akibat pembengkakan membran yang didukung oleh adanya gaya dorong akibat perbedaan konsentrasi ketoprofen dan juga pemuaian akibat meningkatnya suhu. a b Gambar 10 Foto SEM permukaan membran (a) yang belum diuji; (b) yang digunakan dalam uji c difusi ke-9; (c) yang digunakan dalam uji difusi ke-25 pada perbesaran 7500 kali

21 21 Hasil pengamatan terhadap penampang melintang membran juga menunjukkan hal yang serupa (Gambar 11). Terlihat bahwa membran memiliki rongga pada bagian dalam. Namun, seperti ditunjukkan pada Gambar 10a, rongga ini tidak sampai menembus permukaan membran. Pembengkakan membran menyebabkan rongga ini menjadi lebih besar (Gambar 11b) dan poripori membran yang merupakan terusan dari rongga tersebut menjadi terbuka (Gambar 10c). a Gambar b 11 Foto SEM penampang melintang membran (a) yang belum diuji difusi; (b) yang digunakan dalam uji difusi ke-25 pada perbesaran 3500 kali Pembengkakan membran diduga lebih mudah terjadi dengan meningkatnya suhu. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan terhadap permukaan membran yang telah digunakan dalam uji difusi ke-25 (C d = 75 mg/l; T = 42 o C; h = 35 μm) yang menjadi berpori, lebih bergelombang, dan lebih kasar (Gambar 10c). Namun, nilai fluks ketoprofen untuk kedua uji difusi tersebut menunjukkan hasil yang berkebalikan (Tabel 2). Nilai fluks ketoprofen pada difusi ke-9 ( g cm -2 det -1 ) lebih besar daripada nilai fluks ketoprofen pada difusi ke-25 ( g cm -2 det -1 ). Hal ini diduga karena membran yang digunakan untuk kedua uji difusi tesebut tidak memiliki jumlah dan besar rongga yang seragam sehingga porositas yang terjadi akibat pembengkakan pun tidak seragam. Lagipula porositas yang terjadi tidak merata pada seluruh permukaan membran. Hal ini dibuktikan oleh hasil pengamatan terhadap membran yang sama, tetapi pada daerah yang berbeda (Gambar 12). Pada daerah yang berbeda dari yang ditampilkan pada Gambar 10b dan 10c, membran yang digunakan dalam uji difusi ke-9 (Gambar 12a) tidak memiliki lubang-lubang kecil, serta membran yang digunakan dalam uji difusi ke-25 tidak memiliki pori-pori (Gambar 12b). Kemungkinan besar membran yang digunakan dalam uji difusi ke-9 memiliki jumlah rongga yang lebih banyak. a

22 22 b Gambar 12 Foto SEM permukaan membran (a) yang digunakan dalam uji difusi ke-9; (b) yang digunakan dalam uji difusi ke-25 pada perbesaran 5000 kali Menurut Lestari (2006), pembengkakan gel kitosan-gom guar pada kondisi optimumnya adalah g/g gel. Membran yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan memiliki pembengkakan membran yang serupa dengan gel Lestari (2006), karena modifikasi komposisi dalam pembuatan membran hanya dilakukan pada konsentrasi kitosan dan volume larutan glutaraldehida yang digunakan. Penurunan konsentrasi kitosan sendiri dilakukan karena kitosan yang digunakan memiliki bobot molekul yang lebih besar. Proses pembukaan pori-pori yang unik ini sangat baik untuk digunakan dalam pengantaran obat, misalnya mikroenkapsulasi obat dengan penyalut gel kitosan-gom guar. Proses pembengkakan membran ini dapat membuat obat terlepas ketika mikrokapsul berinteraksi dengan cairan di dalam tubuh. Pengaruh Suhu Difusi terhadap Koefisien Difusi Tabel 2 menampilkan koefisien difusi (D) dan fluks (J) ketoprofen sebagai hasil uji difusi. Kedua parameter ini diturunkan dari persamaan matematis Hukum Fick (Persamaan 1-5) dengan memanfaatkan hubungan linear antara waktu pengambilan alikuot dan jumlah ketoprofen yang memasuki sel pelarut. Ditilik dari Persamaan 5, nilai D seharusnya tidak terpengaruh oleh C d dan h. Namun, nilai D bergantung pada T karena kecepatan gerak partikel meningkat dengan naiknya T. Selain itu, pemuaian membran yang mungkin terjadi dengan meningkatnya T dapat menyebabkan pembengkakan membran lebih cepat dan pori-pori yang terbentuk lebih besar. Menurut Anson & Northrop (1936), nilai D berhubungan linear dengan T. Nilai D NaCl, KCl, dan HCl dilaporkan meningkat dengan naiknya suhu. Hubungan linear ini bahkan digunakan dalam kalibrasi membran difusi. Cardenas et al. (2003) juga melaporkan peningkatan D pada membran polielektrolit kitosan-alginat dengan meningkatnya T. Namun, membran hidrogel yang sensitif-suhu memiliki nilai suhu larutan kritis yang lebih rendah (LCST). Pada suhu di bawah LCST, membran hidrogel tersebut menyerap air dan berada dalam keadaan membengkak dan memiliki koefisien difusi yang tinggi. Sementara pada suhu di atas LCST, membran mengerut sehingga koefisien difusinya rendah (Huang et al. 2006). Tabel 2 Nilai D dan J yang didapatkan dari uji difusi No. Difusi ke- C d (mg/l) T ( o C) h (μm) D 10 6 (cm 2 /det) J 10 9 (g/cm 2 det) c c

23 c c c c c c c c Tidak dimasukkan dalam pemodelan RSM karena memiliki galat yang relatif besar Gambar 13 menampilkan kurva pengaruh T terhadap D. Terlihat pengaruh T terhadap nilai D sangat tidak nyata. Hasil analisis parameter statistik, t dan P, menunjukkan T hanya berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 12.7%. Hal ini diduga karena ketidakseragaman jumlah rongga dalam setiap membran yang digunakan, meskipun untuk menegaskan ini, diperlukan analisis mikroskopi elektron transmisi (TEM). Membran yang memiliki jumlah rongga lebih banyak akan menghasilkan porositas yang lebih tinggi ketika terjadi pembengkakan sehingga akan memiliki nilai D lebih besar meskipun pada T yang lebih rendah. Schmidt et al. (2005) melaporkan permeabilitas uap air melewati membran poliuretan sebanding dengan porositas membran. Goosen et al. (2004) juga melaporkan ketidaklinearan pengaruh suhu terhadap fluks permeasi larutan NaCl pada rentang suhu o C. Fluks permeasi larutan NaCl didapatkan paling tinggi pada suhu 40 o C, tetapi fluks permeasi pada suhu 20 o C lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30 o C. Goosen et al. (2004) menambahkan bahwa perilaku ini disebabkan oleh perubahan sifat fisik membran, seperti ukuran pori atau difusivitas pelarut dalam membran. Selain itu, sedikitnya ragam suhu dalam percobaan ini menyebabkan data yang diperoleh kurang dapat menjelaskan pengaruh T dengan jelas. Ragam suhu dalam percobaan ini dirancang sesuai dengan suhu tubuh manusia pada keadaan normal (37 o C) dan sakit (42 o C) sehingga hanya dua ragam suhu yang dicobakan. Koefisien Difusi (cm 2 /det) y = x R 2 = Suhu Difusi ( o C) Gambar 13 Kurva pengaruh T terhadap D Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan ketidaklinearan hubungan T dan D adalah perubahan nilai D pada konsentrasi ketoprofen yang tinggi. Menurut Martin

24 11 (1993), nilai D akan berubah pada konsentrasi yang lebih tinggi. Pada konsentrasi tinggi, kenaikan lebih kecil daripada kenaikan dm dt C d sehingga nilai D dalam percobaan ini ditemukan lebih kecil pada konsentrasi sel donor yang tinggi. Perubahan ini juga bergantung pada suhu, tekanan, sifat pelarut, dan sifat kimia difusan. Selain itu, penentuan nilai D dengan Persamaan 5 menyebabkan nilai D sebanding dengan h. Perubahan nilai h sangat mempengaruhi nilai D pada persamaan ini. Dengan menganggap sama ketebalan membran pada difusi ke-5, ke-6, ke-11, dan ke-12, dapat dibuat kurva pengaruh T terhadap D dengan nilai C d 25 mg/l dan h = μm (Gambar 15a). Asumsi yang sama pada difusi ke-17, ke-18, ke-23, dan ke-24 digunakan untuk mendapatkan kurva pengaruh T terhadap D pada C d 50 mg/l dan h = μm (Gambar 15b). Pada kedua kurva ini, pengaruh C d dan h dihilangkan sehingga diharapkan nilai D sebanding dengan T. Terlihat nilai D meningkat dengan naiknya T. Namun, pada tingkat C d dan h yang lain ditemukan hubungan yang kurang baik antara T dan D. a Koefisien Difusi (cm 2 /det) b Koefisien Difusi (cm 2 /det) y = x R 2 = Suhu Difusi ( o C) y = x R 2 = Suhu Difusi ( o C) Gambar 14 Kurva pengaruh T terhadap D pada (a) C d 25 mg/l dan h = μm; (b) C d 50 mg/l dan h = μm Pemodelan Fluks Ketoprofen Persamaan J yang diperoleh dari metode respons permukaan adalah J = C d 0.398T h h C d h 0.007Th dengan nilai R 2 = 98.4%. Dengan nilai R 2 = 98.4%, persamaan ini cukup baik untuk menjelaskan nilai-nilai J yang diperoleh dalam percobaan. Hasil analisis parameter statistik, t dan P, terhadap persamaan J menguatkan dugaan bahwa nilai J dipengaruhi oleh C d, T, dan h. Faktor C d, T, h, h 2, C d h, dan Th dalam persamaan J memiliki nilai P<0.01, yang berarti terminologi-terminologi tersebut memberikan pengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Pengaruh Konsentrasi Ketoprofen dalam Sel Donor terhadap Fluks Ketoprofen Ditilik dari Persamaan 3 dan 6, nilai J sebanding dengan nilai C d karena kenaikan laju difusi sebanding dengan kenaikan C d sehingga diharapkan nilai J meningkat dengan meningkatnya C d. Hal ini disebabkan gaya dorong yang tercipta akibat perbedaan C d dan C r lebih besar. Dengan lebih besarnya gaya dorong ini, membran akan lebih terdesak, sehingga proses pembengkakan membran akan lebih mudah, dan molekul ketoprofen lebih mudah melewati membran. Hal ini sejalan dengan yang didapatkan dalam percobaan. Gambar 15 dan 16 menunjukkan nilai J cenderung meningkat dengan meningkatnya C d. Liu et al. (2002) melaporkan hubungan linear antara fluks tetrametilpirazina dengan konsentrasi sel donor. Sutariya et al. (2005) juga melaporkan hal yang serupa untuk permeasi salbutamol sulfate. Hubungan linear antara J dan C d menunjukkan proses yang terjadi adalah difusi pasif. Pengaruh Suhu Difusi terhadap Fluks Ketoprofen Zhu (2006) melaporkan fluks membran pervaporasi meningkat dengan meningkatnya suhu. Namun, hasil dalam percobaan ini menunjukkan nilai J cenderung tetap terhadap pengaruh T (Gambar 15 dan 17b). Nilai J bahkan menurun ketika membran uji difusi dilakukan dengan menggunakan membran tipis dan C d = 25 mg/l (Gambar 17a). Penurunan nilai J dengan naiknya T menguatkan dugaan bahwa membran yang digunakan memiliki jumlah dan besar rongga yang beragam. Diduga nilai J memang meningkat dengan meningkatnya T, tetapi karena rentang suhu yang diteliti dalam percobaan ini tidak terlalu besar (5 o C), maka pengaruh perubahan T kalah terhadap pengaruh porositas membran yang terjadi. Yang et al. (2002) melaporkan kenaikan laju difusi dengan meningkatnya porositas membran. Membran dengan porositas rendah

25 12 memiliki laju difusi yang rendah meskipun pada tekanan yang tinggi. Bahkan laju difusi membran dengan porositas 61.0% pada tekanan 12.5 psi tercatat lebih rendah dibandingkan laju difusi membran dengan porositas 71.6% pada tekanan 2.5%. Dengan asumsi suhu sebanding dengan tekanan, didapatkan pengaruh porositas lebih nyata dibandingkan pengaruh suhu. a Contour Plot of J x ( vs Suhu Difusi (C); Konsentrasi Keto Suhu Difusi (C) b Suhu Difusi (C) Konsentrasi Ketoprofen (mg/l) Konsentrasi Ketoprofen (mg/l) J x (g/cm2det) < > 12 Hold Values Ketebalan Membran x (cm) 27 Contour Plot of J x ( vs Suhu Difusi (C); Konsentrasi Keto J x (g/cm2det) < > 8 Hold Values Ketebalan Membran x (cm) 91 Gambar 15 Kurva pengaruh C d dan T terhadap J dengan h (a) 27 μm; (b) 91 μm a Contour Plot of J x ( vs Ketebalan Membra; Konsentrasi Keto b Ketebalan Membran x (cm) Ketebalan Membran x (cm) Konsentrasi Ketoprofen (mg/l) Konsentrasi Ketoprofen (mg/l) J x (g/cm2det) < > 12 Hold Values Suhu Difusi (C) 37 Contour Plot of J x ( vs Ketebalan Membra; Konsentrasi Keto J x (g/cm2det) < > 10 Hold Values Suhu Difusi (C) 42 Gambar 16 Kurva pengaruh C d dan h terhadap J pada T (a) 37 o C; (b) 42 o C Perilaku yang mirip pada nilai D dan J terhadap perubahan T sangat logis jika ditilik dari Persamaan 3. Terlihat bahwa jika semua faktor lain dibuat tetap, kedua parameter difusi tersebut akan sebanding satu sama lain. Oleh karena itu, studi pengaruh T terhadap perilaku difusi biasanya hanya diwakili oleh salah satu parameter difusi. a b Contour Plot of J x ( vs Ketebalan Membra; Suhu Difusi (C) Ketebalan Membran x (cm) Ketebalan Membran x (cm) Suhu Difusi (C) Suhu Difusi (C) J x (g/cm2det) < > 4.5 Hold Values Konsentrasi Ketoprofen (mg/l) 25 Contour Plot of J x ( vs Ketebalan Membra; Suhu Difusi (C) J x (g/cm2det) < > 12 Hold Values Konsentrasi Ketoprofen (mg/l) 75 Gambar 17 Kurva pengaruh T dan h terhadap J dengan C d (a) 25 mg/l; (b) 75 mg/l Pengaruh Ketebalan Membran terhadap Fluks Ketoprofen Ditilik dari Persaman 3, nilai J berbanding terbalik dengan h. Menurut Li et al. (2006), fluks menurun dengan meningkatnya ketebalan membran pervaporasi komposit kitosan-poli(vinil alkohol)/poliakrilonitil. Nilai J dalam percobaan menurun dengan naiknya h, seperti ditunjukkan oleh Gambar 16a dan 17. Namun, nilai J pada suhu 42 o C cenderung tetap dengan naiknya h (Gambar 16b). Jumlah rongga yang beragam pada setiap membran difusi diduga menyebabkan tetapnya nilai J. Schmidt et al. (2005) bahkan melaporkan hubungan linear antara fluks permeasi dan porositas membran dengan efek berkebalikan dari ketebalan membran. Hal ini menunjukkan pengaruh porositas terhadap J

26 13 lebih dominan daripada pengaruh ketebalan membran. Brazel CS, Peppas NA Modeling of drug release from swellable polymers. Eur J Pharm Biopharm 49: SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengaruh T terhadap D dalam percobaan ini tidak nyata karena jumlah dan besar rongga dalam membran yang tidak seragam. Model yang diperoleh untuk fluks ketoprofen adalah J = C d 0.398T h h C d h 0.007Th dengan nilai R 2 = 98.4%. Faktor lain yang berpengaruh kuat terhadap fluks ketoprofen yang tidak dipelajari dalam penelitian ini adalah jumlah dan besarnya rongga dalam masing-masing membran, serta jumlah pelarut yang menguap. Saran Penelitian lebih lanjut untuk mempelajari pengaruh jumlah dan besarnya rongga dalam membran terhadap koefisien difusi dan fluks ketoprofen melewati membran kitosan-gom guar perlu dilakukan untuk memperoleh model yang lebih baik. Selain itu, modifikasi alat perlu dilakukan untuk mencegah penguapan pelarut yang sangat mempengaruhi hasil pengamatan. DAFTAR PUSTAKA Anson ML, Northrop JH The Calibration of Diffusion Membranes and The Calculation of Molecular Volumes from Diffusion Coefficients. J Genl Physiol 20: American Medical Association Drug Evaluations. Ed. ke-8. AOAC Official Methods of Analysis of AOAC International. 5 th Revision. Volume 2. Cunnif P (Editor). Maryland: AOAC International. Berger J et al Structure and interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical applications. Eur J Pharm Biopharm 57: Cardenas A, Monal WA, Goycoolea FM, Ciapara IH, Peniche C Diffusion through membranes of the polyelectrolyte complex of chitosan and alginate. Macromol Biosci 3: Chaplin M Guar gum. London: South Bank University. or/ gua.html [3 Agust 2003] Departemen Kesehatan RI Farmakope Indonesia. Ed. ke-4. Fardiaz D Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Goosen MFA, Sablani SS, Al-Maskari SS, Al- Belushi RH, Wilf M Effect of feed temperature and flow rate on permeate flux in spiral wound reverse osmosis systems. Di dalam: Second LACCEI International Latin American and Caribbean Conference for Engineering and Technology; Miami, 2-4 Juni Miami: LACCEI. Makalah no 131. Huang J, Wang X, Yu X Solute permeation through the polyurethane- NIPAAm hydrogel membranes with various cross-linking densities. Desalination 192: Jamaludin MA Isolasi dan pencirian kitosan limbah udang windu (Penaeus monodon fabricus) dan afinitasnya terhadap ion logam Pb 2+, Cr 6+, dan Ni 2+ [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Khan TA, Peh KK, Ch ng HS Reporting degree of deacetylation values of chitosan: the influence of analytical methods. J Pharm Pharmecet Sci 5: Krajewska B Diffusional properties of chitosan hydrogel membranes. J Chem Technol Biotechnol 76:

PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA

PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA 1 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI

Lebih terperinci

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum LAMPIRAN 12 Lampiran 1 Prosedur pencirian kitosan Penelitian Pendahuluan 1) Penentuan kadar air (AOAC 1999) Kadar air kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Sebanyak kira-kira 1.0000 g kitosan dimasukkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA IPB, di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

SINTESIS GEL KITOSAN-HIALURONAT PAJRI SAMSI NASUTION

SINTESIS GEL KITOSAN-HIALURONAT PAJRI SAMSI NASUTION SINTESIS GEL KITOSAN-HIALURONAT PAJRI SAMSI NASUTION DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK PAJRI SAMSI NASUTION. Sintesis Gel Kitosan-Hialuronat.

Lebih terperinci

UJI STABILITAS OBAT ANTI PERADANGAN INDOMETASIN FARNESIL YANG TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR DEBBY ISDARULYANTI

UJI STABILITAS OBAT ANTI PERADANGAN INDOMETASIN FARNESIL YANG TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR DEBBY ISDARULYANTI UJI STABILITAS OBAT ANTI PERADANGAN INDOMETASIN FARNESIL YANG TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR DEBBY ISDARULYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Sintesis dan Optimalisasi Gel Kitosan-Gom Guar

Sintesis dan Optimalisasi Gel Kitosan-Gom Guar Jurnal Natur Indonesia 9 (1): 32-36 32 ISSN 1410-9379, Jurnal Natur Keputusan Indonesia Akreditasi 9 (1): 32 No - 36 55/DIKTI/Kep./2005 Sugita, et al. Sintesis dan Optimalisasi Gel Kitosan-Gom Guar Purwantiningsih

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR FITHRI AMELIA

PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR FITHRI AMELIA PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR FITHRI AMELIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan TINJAUAN PUSTAKA Gel Kitosan Proses gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Jika terjadi ikatan silang pada polimer yang terdiri atas molekul rantai panjang dalam

Lebih terperinci

SINTESIS DAN OPTIMALISASI GEL KITOSAN-ALGINAT

SINTESIS DAN OPTIMALISASI GEL KITOSAN-ALGINAT SINTESIS DAN OPTIMALISASI GEL KITOSAN-ALGINAT Purwantiningsih Sugita, Achmad Sjachriza, Dwi Wahyono Departemen Kimia, FMIPA IPB, Kampus IPB Baranang Siang, Bogor 16144 Email: atiek@indo.net.id Abstrack

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI SINTESIS DAN KAJIAN ADSORPSI GEL KITOSAN-ALGINAT TERHADAP ION Cu(II) DWI WAHYONO

OPTIMALISASI SINTESIS DAN KAJIAN ADSORPSI GEL KITOSAN-ALGINAT TERHADAP ION Cu(II) DWI WAHYONO OPTIMALISASI SINTESIS DAN KAJIAN ADSORPSI GEL KITOSAN-ALGINAT TERHADAP ION Cu(II) DWI WAHYONO DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb)

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb) 4 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) adalah salah satu tanaman yang penting dalam industri obat tradisional Indonesia. Dari hasil penelitian, diketahui

Lebih terperinci

STABILITAS OBAT ANTI PERADANGAN KETOPROFEN TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR ELIN VINA SETYOWATI

STABILITAS OBAT ANTI PERADANGAN KETOPROFEN TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR ELIN VINA SETYOWATI STABILITAS OBAT ANTI PERADANGAN KETOPROFEN TERSALUT GEL KITOSAN-GOM GUAR ELIN VINA SETYOWATI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 STABILITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

ENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN KITOSAN-ALGINAT BERDASARKAN JENIS DAN RAGAM KONSENTRASI TWEEN 80 DAN SPAN 80

ENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN KITOSAN-ALGINAT BERDASARKAN JENIS DAN RAGAM KONSENTRASI TWEEN 80 DAN SPAN 80 MAKARA, SAINS, VOL. 4, NO. 2, NOVEMBER 200: 07-2 ENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN KITOSAN-ALGINAT BERDASARKAN JENIS DAN RAGAM KONSENTRASI TWEEN 80 DAN SPAN 80 Purwantiningsih Sugita *), Napthaleni, Mersi

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT

PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT Maria Erna 1, T Ariful Amri, Resti Yevira 2 1) Program Studi Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

SINTESIS DAN OPTIMALISASI GEL KITOSAN-GOM XANTAN DWI WAHYU UTOMO

SINTESIS DAN OPTIMALISASI GEL KITOSAN-GOM XANTAN DWI WAHYU UTOMO SINTESIS DAN OPTIMALISASI GEL KITOSAN-GOM XANTAN DWI WAHYU UTOMO DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK DWI WAHYU UTOMO. Sintesis dan

Lebih terperinci

DISOLUSI MIKROENKAPSULASI KURKUMIN TERSALUT GEL KITOSAN-ALGINAT-GLUTARALDEHIDA

DISOLUSI MIKROENKAPSULASI KURKUMIN TERSALUT GEL KITOSAN-ALGINAT-GLUTARALDEHIDA MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 1: 57-62 DISOLUSI MIKROENKAPSULASI KURKUMIN TERSALUT GEL KITOSAN-ALGINAT-GLUTARALDEHIDA Herdini 1,2*), Latifah K. Darusman 2, dan Purwantiningsih Sugita 2 1. Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 10 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT RANGKAP DALAM GEL KITOSAN-GOM GUAR DENGAN ALGINAT YUNIA ANGGI SETYANI

PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT RANGKAP DALAM GEL KITOSAN-GOM GUAR DENGAN ALGINAT YUNIA ANGGI SETYANI PERILAKU DISOLUSI KETOPROFEN TERSALUT RANGKAP DALAM GEL KITOSAN-GOM GUAR DENGAN ALGINAT YUNIA ANGGI SETYANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi kitin, transformasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

MIKROENKAPSULASI EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb) TERSALUT GEL KITOSAN- ALGINAT HERDINI

MIKROENKAPSULASI EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb) TERSALUT GEL KITOSAN- ALGINAT HERDINI MIKROENKAPSULASI EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb) TERSALUT GEL KITOSAN- ALGINAT HERDINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM. PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.0608105023 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Karboksimetilselulosa (CMC)

Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Karboksimetilselulosa (CMC) Jurnal Natur Indonesia 13(1), Oktober 2010: 21-26 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 65a/DIKTI/Kep./2008 Perilaku disolusi ketoprofen 21 Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Karboksimetilselulosa

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

MIKROENKAPSULASI OBAT ANTI-PERADANGAN KETOPROFEN YANG TERSALUT GEL KITOSAN- KARBOKSIMETIL SELULOSA YUYU YUNDHANA

MIKROENKAPSULASI OBAT ANTI-PERADANGAN KETOPROFEN YANG TERSALUT GEL KITOSAN- KARBOKSIMETIL SELULOSA YUYU YUNDHANA MIKROENKAPSULASI OBAT ANTI-PERADANGAN KETOPROFEN YANG TERSALUT GEL KITOSAN- KARBOKSIMETIL SELULOSA YUYU YUNDHANA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil

Lebih terperinci

PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER

PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER Laporan Praktikum Hari/tanggal : Rabu / 9 Maret 011 Kimia Polimer Waktu : 10.00-13.00 WIB Asisten : Prestiana PJP : Andriawan Subekti, S.Si, M. Si PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER MIRANTI

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

ADSORPSI LOGAM Cu(II) DAN Cr(VI) PADA KITOSAN BENTUK SERPIHAN DAN BUTIRAN DIAN NURDIANI

ADSORPSI LOGAM Cu(II) DAN Cr(VI) PADA KITOSAN BENTUK SERPIHAN DAN BUTIRAN DIAN NURDIANI ADSORPSI LOGAM Cu(II) DAN Cr(VI) PADA KITOSAN BENTUK SERPIHAN DAN BUTIRAN DIAN NURDIANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRAK DIAN NURDIANI.

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN 1 PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN Carlita Kurnia Sari (L2C605123), Mufty Hakim (L2C605161) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang,

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6, No., hal. 28-34, 2007 ISSN 42-5064 Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang Rahmi Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala

Lebih terperinci

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D leh: ANURAGA TANATA YUSA (1407 100 042) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNLGI SEPULUH NPEMBER

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

HASIL. Mikrokapsul diamati dan diukur diameternya dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan mikrometer. Viskositas. Kadar Air dan Kadar Abu

HASIL. Mikrokapsul diamati dan diukur diameternya dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan mikrometer. Viskositas. Kadar Air dan Kadar Abu 4 Mikrokapsul diamati dan diukur diameternya dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan mikrometer. HASIL Kadar Air dan Kadar Abu Bahan penyalut yang digunakan dalam penelitian ini adalah alginat dan

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci