PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 RINGKASAN SARAH BALFAS. Pemanfaatan Model Climex untuk Analisis Potensi Serangan Hama Penggerek Buah Kopi. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan YON SUGIARTO. Hama penggerek buah kopi/pbko (Hypothenemeus hampei Ferr.) sejak lama menimbulkan kerugian besar pada perkebunan kopi di Indonesia. Gangguan ini perlu ditanggulangi secara sistematis. Potensi serangan H. hampei Ferr di suatu wilayah dapat diprediksi dengan memperhitungkan parameter-parameter iklim. Model Climex menggunakan beberapa fungsi sederhana untuk menggambarkan respon spesies terhadap suhu dan kelembaban. Potensi serangan spesies diwakili dengan nilai indeks ekoklimatik (EI). Dalam studi ini, dilakukan kajian pada 3 wilayah dengan ketinggian berbeda yaitu Bogor Barat 350m dpl, Kuningan 548m dpl, dan Pacet 1130m dpl. Hasil analisa dari fungsi compare location menunjukkan bahwa ketiga wilayah kajian memiliki iklim yang cocok untuk pekembangan hama PBKo. Wilayah berpotensi terkena serangan hama PBKo paling tinggi yaitu Pacet dengan nilai EI 81. Pada lokasi ini tidak terdapat indeks cekaman apapun sehingga hama PBKo di Pacet dapat berkembang secara optimal. Fungsi compare years menunjukkan perkembangan hama secara kontinu dari tahun ke tahun. Hasil analisis menunjukkan indeks cekaman kering pada bulan Juni hingga Desember di wilayah Kuningan yang berdampak pada penurunan nilai EI yang menekan perkembangan hama PBKo hingga pada titik letal. Sementara di Bogor terdapat cekaman lembab, namun nilainya terlalu kecil sehingga hampir tidak mempengaruhi nilai EI. Simulasi perubahan iklim yang dilakukan dengan mensimulasi peningkatan suhu dan variasi curah hujan menunjukkan respon terhadap suhu lebih bervariatif dibandingkan curah hujan. Fenomena ini menunjukkan bahwa perkembangan hama PBKo lebih sensitif terhadap perubahan suhu. Prediksi potensi serangan menggunakan model Climex dapat mewakili luas serangan di lapangan dimana pola nilai EI mingguan mendekati luas serangan di lapangan. Kualitas dan tingkat kepercayaan dari prediksi model Climex ditentukan oleh kualitas dari data pendukung. Prediksi akan semakin baik apabila data pendukung lainnya seperti peta distribusi, data kelimpahan musiman, dan sebagainya tersedia secara lengkap dan akurat. Kata kunci: Hama Penggerek Buah Kopi, Climex, potensi serangan, Indeks Ekoklimatik.

3 ABSTRACT SARAH BALFAS. The Attack Potential Analysis of Coffee Berry Borer Using CLIMEX Model. Supervised by YONNY KOESMARYONO and YON SUGIARTO. The Coffee Berry Borer (Hypothenemeus hampei Ferr.) as well known as Penggerek Buah Kopi (PBKo) has caused excessive losses in Indonesian coffee plantations. This problem need to be avoid systematically. Preventing such losses can be approached through the use of ecoclimatic prediction. Climex is an ecoclimatic computer-based program to predict the potential spread of PBKo in some certain regions. Using minimum data set and some simple functions, Climex can describe the species responses against temperature and humidity. The attack potential of the species was represented by Ecoclimatic Index (EI). The study examined prediction in three regions on the basis of different elevation, i.e., Bogor 350m asl, Kuningan 548m asl and Pacet 1130m asl. The analysis of compare location function indicates that the climate of these three locations are suitable for the PBKo s distribution. Pacet is the most suitable climate with highest EI value. There is no stress indication in this area so that PBKo could spread optimally. Analysis of compare years function indicates that the spread existed from year to year. The results show a dry stress index from June to December in Kuningan area which affected a decrease of EI value and suppressed the spread of PBKo towards the lethal point. Meanwhile wet stress occurred in Bogor, although its value is too low to affect the EI value. Simulation of climate changes function shows that the attack response to the temperature changes is more varied than rainfall. This phenomenon indicates that the spread of PBKo is more sensitive against temperature changes. The use of Climex prediction could represent the actual field attack where the pattern of the actual field attack is close to the EI value. Keywords: Coffee Berry Borer, Climex, potential attack, Ecoclimatic Index.

4 PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 Judul Skripsi Nama : Pemanfaatan Model Climex untuk Analisis Potensi Serangan Hama Penggerek Buah Kopi : Sarah Balfas Program Studi : Geofisika dan Meteorologi NIM : G Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, (Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS) (Yon Sugiarto, S.Si., M.Sc) NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Rini Hidayati, MS) NIP: Tanggal Lulus :

6 PRAKATA Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas kehendak-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi) ini tepat waktu. Penelitian dilaksanakan sejak akhir Februari hingga Juli Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah perkembangan hama terkait iklim, dengan judul Pemanfaatan Model CLIMEX untuk Analisis Potensi Serangan Hama Penggerek Buah Kopi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS dan Bapak Yon Sugiarto, S.Si. M.Sc selaku pembimbing. Terima kasih kepada Bapak Ir. Impron, M.Sc selaku dosen penguji, Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey, dan Bapak Ir. Bregas Budianto atas saran dan masukannya. Penghargaan penulis sampaikan pula kepada beberapa pihak yang membantu dalam pengumpulan data dan informasi mengenai data yang digunakan, diantaranya yaitu kepada Ibu Nani Suryani, Bapak Iwan Setiawan, dan staf UPTD BPTPH Provinsi Jawa Barat di Bandung, Bapak Soewondo (BMKG pusat), Ibu Ida (BMKG Wilayah II), Ibu Woro (Balitklimat), dan Amri HPT 42. Ungkapan terima kasih juga ditujukan kepada keluarga, khususnya orang tua yang selalu memberi dukungan moril maupun doa. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan/kelemahan dalam karya ilmiah ini, karenanya saran dan masukan sangat dihargai. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Agustus 2010 Sarah Balfas

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Juni Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Bapak Ir. Jamal, M.Sc dan Ibu Soraya. Penulis lulus dari SMA Kesatuan Bogor tahun 2006 dan diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun yang sama. Penulis memilih mayor Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO).

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 1 II TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kopi Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) CLIMEX III BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian... 5 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Kajian Potensi Serangan hama PBKo Kondisi Fisik Hama PBKo di Setiap Wilayah Kajian Kecamatan Bogor Barat Kecamatan Kuningan Kecamatan Pacet Perbandingan nilai Ecoclimatic Index (EI) dengan serangan hama PBKo di lapangan V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Syarat kondisi suhu yang diperlukan dalam siklus hidup H. hampei Ferr Hasil keluaran model compare location Hasil keluaran model climate scenario... 9 ix

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Siklus hidup PBKo Tampilan software CLIMEX Histogram rata-rata curah hujan bulanan Grafik rata-rata kelembaban nisbi (RH) bulanan Grafik rata-rata suhu bulanan Hasil keluaran hubungan GIw dan stress terhadap waktu di Kecamatan Bogor Barat Hasil keluaran hubungan GIw, MI, dan TI terhadap waktu di Kecamatan Bogor Barat Hasil keluaran hubungan GIw dan stress terhadap waktu di Kecamatan Kuningan Hasil keluaran hubungan GIw, MI, dan TI terhadap waktu di Kecamatan Kuningan Hasil keluaran hubungan GIw dan stress terhadap waktu di Kecamatan Pacet Hasil keluaran hubungan GIw, MI, dan TI terhadap waktu di Kecamatan Pacet Perbandingan data hama dan Ecoclimatic Index Kecamatan Bogor Barat Perbandingan data hama dan Ecoclimatic Index Kecamatan Kuningan Perbandingan data hama dan Ecoclimatic Index Kecamatan Pacet x

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Contoh masukan basis data compare location Contoh masukan database compare years Masukan data fisik hama H. hampei Ferr. (PBKo) Flowchart metode kerja Hasil keluaran compare location Contoh hasil keluaran climate scenario Contoh hasil keluaran compare years Kecamatan Bogor Barat Contoh hasil keluaran compare years Kecamatan Kuningan Contoh hasil keluaran compare years Kecamatan Pacet Hasil perhitungan EI bulanan keluaran compare years Kecamatan Bogor Barat Hasil perhitungan EI bulanan keluaran compare years Kecamatan Kuningan Hasil perhitungan EI bulanan keluaran compare years Kecamatan Pacet Hubungan nilai EI sebagai fungsi luas serangan tahun xi

12 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki iklim yang mendukung budidaya perkebunan. Sektor perkebunan Indonesia merupakan salah satu komoditi non migas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam pemenuhan kebutuhan komoditi ekspor maupun dalam negeri. Salah satu produk perkebunan Indonesia yang dikenal dunia, yaitu tanaman kopi (Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Barat 2006). Kopi di Indonesia pada tahun 1930 hingga 1980an telah diakui sebagai kopi terbaik di dunia. Kopi Jawa jenis Robusta dan Arabika bahkan dianggap memiliki kualitas premium dunia hingga menjadi favorit di tanah Eropa dan Amerika (Santosa 2008). Kopi jenis Robusta dan Arabika merupakan 2 dari 40 jenis varietas kopi di dunia yang paling banyak diperdagangkan. Indonesia memproduksi 90% kopi Robusta dari 30% produksi dunia dan 10% kopi Arabika dari 70% produksi dunia (Agustian 2008). Hal tersebut dapat terwujud karena curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Indonesia sangat sesuai untuk tanaman kopi (Santosa 2008). Kendala yang banyak ditemukan dalam proses produksi/budidaya tanaman kopi adalah penerapan pengendalian hama terpadu bagi masalah hama penyakit tanaman kopi (Nitia 2001). Terutama pada produksi kopi ekspor yang harus memenuhi persyaratan bebas hama penyakit. Upaya penanganan hama penyakit karenanya dirasa penting demi memenuhi syarat ekspor maupun peningkatan mutu agar dapat bersaing di pasaran internasional (Saptana et al. 2004). Hama utama kopi yang dapat menurunkan produksi dan mutu kopi yaitu hama penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei Ferr. PBKo sangat sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Gejala serangannya dapat terjadi pada buah kopi yang muda maupun tua (masak), buah gugur mencapai 7-14% atau perkembangan buah menjadi tidak normal dan busuk (Nitia 2001). Sifat hama PBKo yang cepat berkembang biak (invasif) menjadikan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi yang cukup besar. Serangan PBKo di Lampung, misalnya, menyebabkan buah yang berlubang mencapai 64%, sedangkan di Jawa Timur kerusakan buah sekitar 61,5%. Pada tingkat serangan tersebut, produksi menurun hingga 30% dan mutu kopi yang dihasilkan rendah (Agustian 2008). Potensi kerugian akibat hama PBKo menunjukkan perlunya upaya pengendalian hama yang tepat berdasarkan analisis potensi serangan hama. Namun sumber-sumber informasi mengenainya terbatas sehingga suatu studi mengenai potensi serangan hama terkait parameter iklim akan bermanfaat dalam referensi strategi pengendalian hama. Teknik analisis potensi serangan hama dapat dilakukan dengan penerapan model simulasi yang menggunakan berbagai peubah yang diintegrasikan langsung (Saptana et al. 2004). Salah satu model simulasi yang dapat digunakan adalah Climex (Climatic Index). Climex merupakan model yang dikembangkan untuk menduga potensi serangan suatu spesies dengan memanfaatkan parameter-parameter iklim (Sutherst et al. 2007). Hasil keluaran model berupa tabel, grafik, atau peta sehingga mempermudah analisis. Selain itu, model Climex dapat membantu pemahaman mengenai dampak perubahan iklim terhadap distribusi spesies dan potensi risiko dari spesies invasif di suatu wilayah. Keberhasilan pengendalian hama akan tergantung pada pengetahuan mengenai interaksi hama dengan tanaman dan faktor faktor yang mendukung atau menekan perkembangan hama tersebut. Oleh karena itu identifikasi potensi serangan hama terkait faktor iklim dapat mendukung penyusunan strategi yang tepat untuk pengendalian hama. 2.1 Tujuan Penelitian bertujuan menganalisis wilayah potensi serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) serta dampak perubahan iklim terhadap tingkat serangan hama dengan memanfaatkan model Climex. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi (Coffea sp) - Karakteristik tanaman Kopi merupakan spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Umumnya tanaman kopi mempunyai perakaran yang dangkal meskipun termasuk tanaman tahunan. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada musim kemarau (Aksi Agraris Kanisius 1998). Tanaman kopi akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun. Mula-mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut

13 2 biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan hanya dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol ( - Syarat tumbuh, budidaya, dan pemanenan Tanaman kopi tumbuh subur pada daerah yang memiliki curah hujan mm/tahun. Ketahanan pada bulan kering (curah hujan<60 mm/bulan) yaitu 1-3 bulan. Angin diperlukan dalam penyerbukan bunga sehingga angin yang tidak terlalu kencang sangat sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman kopi Robusta ditanam di lintang 20 o LU-20 o LS pada ketinggian mdpl dengan suhu optimum 21 C sampai 24 C. Sedangkan tanaman kopi Arabika ditanam di lintang 9 o LU-24 o LS pada ketinggian mdpl dengan suhu optimum 17 C sampai 21 C (Aksi Agraris Kanisius 1998). Tanah yang subur banyak mengandung humus dan memiliki lapisan atas yang dalam akan baik untuk pertumbuhan tanaman kopi, selain itu tanah juga harus gembur dan permeabel. Akar tanaman kopi membutuhkan oksigen yang tinggi, yang berarti tanah yang drainasenya kurang baik dan liat akan tidak cocok. Tanah yang tekstur/strukturnya cocok adalah tanah yang cukup mengandung pasir. Keadalaman air tanah yang ideal minimal 3 meter dari permukaan tanah. Derajat keasaman tanah (ph) antara 5.5 sampai 6.5. Dalam penanamannya, pembibitan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembiakan secara genertaif dengan menanam biji (zaaling), dan pembiakan secara vegetatif dengan sambungan atau stek. Bibit kopi dapat ditanam setelah umur 8 9 bulan di persemaian kemudian dilakukan penanaman biji. Pemanenan buah kopi dilakukan secara manual dengan cara memetik buah yang telah masak. Ukuran kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika setengah masak dan berwarna merah saat masak dan menjadi kehitam hitaman setelah masa masak terlewati (over ripe). Kematangan buah kopi juga dapat dilihat dari kekerasan dan komponen senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi yang masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya manis ( - Manfaat tanaman kopi Kafein yang terkandung didalam kopi adalah zat kimia yang berasal dari tanaman yang dapat menstimulasi otak dan sistem saraf. Kafein tergolong jenis alkaloid yang juga dikenal sebagai trimetilsantin. Kafein dapat melegakan napas penderita asma dengan cara melebarkan saluran bronkial yang menghubungkan kerongkongan dengan paru. Kafein dapat menangkal radikal bebas dan menghancurkan molekul yang dapat merusak sel DNA. Kafein juga melindungi jantung dan kanker serta dipercaya dapat mengurangi derita sakit kepala (Iwan 2009). Tanaman kopi sendiri berfungsi sebagai sarana konservasi tanah dan air ditinjau dari sifat-sifat botani tanaman kopi. Sehingga budidaya kopi memiliki fungsi lindung bagi daerah aliran sungai. Dan secara finansial budidaya kopi mampu memberikan keuntungan bagi petani sekaligus menyediakan lapangan kerja secara berkelanjutan (Budidarsono dan Wijaya 2004). 2.2 Hama Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Hypothenemus (=Stephanoderes) hampei (Ferr.), atau penggerek buah kopi berasal dari Afrika Sentral namun tersebar melalui pengepakkan biji kopi ke negara-negara lain. Pertama ditemukan di Jawa pada tahun 1909 (Khalsoven 1981). Tanaman kopi yang paling rentan terserang adalah kopi robusta dan kopi yang ditanam di ketinggian yang rendah. Secara fisik tubuhnya berwarna hitam dengan prothorax sedikit kemerah-merahan, betina berukuran 2.5 mm, jantan 1.6 mm. PBKo merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT) utama tanaman kopi karena perkembangannya yang pesat (Baker et al. 1992). - Daur hidup Serangga betina menggerek ke dalam buah kopi untuk bertelur dan makan sementara serangga jantan hanya untuk makan. Perbandingan jumlah serangga jantan dan betina yaitu 1:20, namun 1 jantan dapat mengawini 12 serangga betina dan setiap serangga betina dapat bertelur hingga 70 butir (Khalsoven 1981).

14 3 Gambar 1 Siklus hidup PBKo ( Jaramilo et al. 2009). Siklus hidup serangga dalam buah adalah sebagai berikut: Telur menetas menjadi larva yang mengonsumsi biji kopi. Larva menjadi kepompong di dalam biji. Dewasa (serangga) keluar dari kepompong. Hama jantan dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi. Hama jantan tidak bisa terbang sehingga tetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidup. (Hindayana et al. 2002). Pada kopi yang bijinya mulai mengeras, umur stadium telur yaitu 6 9 hari. Lama stadium larva hari, prapupa 2 hari dan stadium pupa 4 9 hari. Masa perkembangan dari telur sampai dewasa hari. Lama hidup serangga betina rata rata 115 hari dan serangga jantan maksimum 103 hari (Khalsoven 1981; Hindayana et al. 2002). - Populasi dan Serangan PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya serangga betina yang sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk ke dalam buah kopi dengan cara membuat lubang di sekitar diskus. Serangga betina menyerang buah kopi yang sedang terbentuk, sejak 8 minggu setelah berbunga hingga waktu panen. Serangga betina terbang dari pagi hingga sore. PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Buah yang sudah tua paling disukai. Pada buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 70 PBKo dalam 1 buah. Karena itu penting sekali membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal. PBKo dapat berkembang biak dan bertahan hidup selama 1 tahun dalam peti penyimpanan biji kopi yang tersimpan rapat. Ketika tanaman kopi sedang tidak berbuah, PBKo bertahan hidup dengan menggerek kayu yang tidak keras atau tanaman stem, meskipun tidak dapat berkembang biak. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah, sedangkan serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang lubang dan bermutu rendah. - Pengaruh suhu dan kelembaban Serangan PBKo hampir selalu terjadi pada tanaman kopi Robusta dan tanaman kopi di dataran rendah. Lamanya fase perkembangan yaitu hari tergantung pada suhu (Khalsoven 1981). Kemunculan hama terjadi maksimum pada kelembaban 90% dengan suhu C. Pada kelembaban % terjadi peningkatan yang signifikan. Namun apabila kelembaban % tetapi suhu udara di bawah 20 C, maka kemunculan hama akan rendah bahkan mati pada 15 C. Suhu di atas 25 C tidak memicu peningkatan populasi hama (Baker et al. 1992). Kisaran suhu pada tahapan siklus hidup H. hampei Ferr. adalah seperti yang terlihat pada tabel 1. Tabel 1 Syarat kondisi suhu yang diperlukan dalam siklus hidup H. hampei Ferr (Baker et al. 1992). Siklus hidup Telur Kisaran suhu ( C) Batas suhu perkembangan maksimal Batas lethal untuk menetas 33 Larva Pupa Batas suhu perkembangan maksimal Batas rentan untuk perkembangan Dewasa Batas aktif 20-30

15 4 2.2 CLIMEX 3.0 Gambar 2 Tampilan software Climex 3.0. Model Climex dikembangkan oleh CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) pertama kali pada tahun Program ini awalnya dirancang untuk memprediksi spesies tanaman dan hewan asing (sebagian besar hama pertanian) yang akan dapat bertahan jika masuk ke Australia. Kemampuan untuk memprediksi informasi ini sangat penting untuk melawan spesies baru. Para ilmuwan perlu mengetahui spesies mana yang cenderung akan menjadi hama sehingga dapat menentukan prioritas spesies yang perlu dikendalikan. Kemudian Climex semakin berkembang penggunanya, bukan hanya di Australia saja tapi juga di seluruh dunia. Saat ini Climex telah digunakan di lebih dari 30 negara untuk penggunaan di bidang pertanian dan lembaga konservasi (Sutherst et al. 1999). Tanaman dan hewan tertentu akan menyukai kondisi iklim tertentu pula. Secara umum iklim menentukan di mana hewan atau tumbuhan tertentu ditemukan. Seringkali faktor-faktor lain seperti jenis tanah, bentuk topografi, interaksi antara spesies (termasuk manusia), dan batas-batas alam (yaitu padang pasir, lautan, dan pegunungan) juga mempengaruhi di mana spesies dapat bertahan hidup, namun faktor yang paling dominan adalah faktor iklim (Sutherst et al. 2007). Climex memperkirakan kondisi iklim yang disukai suatu spesies dengan melihat distribusinya. Proses estimasi ini melibatkan penyesuaian beberapa parameter iklim dalam Climex sehingga hasil prediksi akan sesuai dengan distribusi spesies yang diketahui. Setelah diketahui parameterparameter, kita dapat membuat prediksi mengenai potensi distribusi spesies di lokasi baru (Steven 2004). - CLIMEX 3.0 dan CLIMEX 1.1 Climex 3.0 merupakan aplikasi DYMEX dan memiliki tampilan yang lebih fleksibel jika dibandingkan dengan versi Climex 1.1. Secara umum masukan untuk beberapa fungsi pada Climex ditambahkan guna meningkatkan keakuratan hasil. Secara khusus, kemampuan peta pada versi 3.0 jauh lebih kuat dengan dukungan zoom dan pan. Met Manager pada Climex versi 3.0 telah dapat mengaplikasikan Microsoft Access sehingga mengatasi masalah-masalah pengimporan data yang sering terjadi di versi 1.1. ( - Compare years dan compare location Climex menggunakan serangkaian data minimal dan beberapa fungsi sederhana untuk menggambarkan respon spesies terhadap suhu dan kelembaban (Steven 2004). Menggunakan pilihan fungsi compare years atau compare location. Suatu indeks pertumbuhan dinyatakan dengan Growth Index (GI) mempresentasikan potensi pertumbuhan populasi selama musim yang baik/menguntungkan dan terdapat empat indeks lainnya yang menyatakan stres atau indeks cekaman (dingin (CS), panas (HS), lembab (WS), dan kering (DS)) yang mepresentasikan probabilitas populasi yang mampu bertahan melalui musim yang kurang menguntungkan. Gabungan dari GI dan indeks cekaman akan mengahasilkan suatu nilai Ecoclimatic Index (EI) dimana nilai tersebut menggambarkan suatu potensi serangan spesies di suatu lokasi dengan kisaran Nilai 0 menunjukkan wilayah tidak berpotensi terserang spesies yang telah ditentukan dan sebaliknya untuk nilai 100. Nilai EI memberikan perkiraan potensi persebaran spesies secara geografis dalam jangka waktu yang lama atau time series. Hasil keluaran dapat berupa tabel, grafik atau peta (Sutherst et al. 2007). - Match climate Match climate merupakan fungsi pencocokan iklim dengan spesies yang dapat digunakan dalam keadaan tidak diketahuinya informasi mengenai distribusi spesies. Fungsi match climate memungkinkan pengguna untuk secara langsung membandingkan suhu, curah hujan, pola hujan, dan kelembaban relatif dari suatu lokasi tertentu dengan sejumlah lokasi lainnya. Dapat pula digunakan dalam identifikasi lokasi lain yang memiliki iklim serupa dengan lokasi yang dikaji untuk menilai resiko dari spesies pada lokasi lain tersebut. Hasil keluaran mempresentasikan serangkaian kesesuaian iklim yang berindikasi baik atau sesuai untuk variabel iklim tertentu yang dipilih. Fungsi ini banyak digunakan dalam menentukan daerah beresiko tersebar spesies (Steven 2004). - Climate scenario Perubahan iklim mempunyai efek yang serupa terhadap suatu spesies sebagai relokasi

16 5 ke lingkungan yang baru. Terdapat fungsi climate scenario pada Climex yang dapat membuat skenario perubahan iklim yang disesuaikan dengan wilayah yang dikaji (Sutherst et al. 2007). Dampak perubahan iklim terhadap kesesuaian musiman dapat dieksplorasi untuk melihat pertumbuhan populasi. Dengan demikian pengguna dapat mempertimbangkan potensi dampak dari perubahan iklim terhadap kelimpahan dan distribusi spesies ( III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu Februari 2010 hingga Juli Bahan dan Alat 1. Data iklim harian (suhu, curah hujan, dan kelembaban udara) stasiun Darmaga, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor tahun Data iklim bulanan (suhu, curah hujan, dan kelembaban udara) stasiun Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur dan stasiun Kuningan, Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan tahun Data geografis Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Kuningan. 4. Data serangan hama PBKo di lapangan Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Kuningan. 5. Seperangkat PC (Personal Computer). 6. Perangkat lunak (software) Climex v.3.0, CLIMGEN v.2.0, Microsoft Office, dan notepad. 3.3 Metode 1. Studi literatur Climex dan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.). Metode ini dilakukan untuk memahami sifat dan perilaku hama PBKo (Hypothenemus hampei Ferr.) terutama keterkaitannya dengan unsur-unsur iklim dan mempelajari proses kerja Climex 3.0. Literatur rujukan yang digunakan berupa jurnal, buku cetak, informasi internet (website), dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang berhubungan. 2. Persiapan data. Data hama diperoleh dari Dinas Proteksi Tanaman Perkebunan-Bandung. Data iklim harian Bogor diperoleh dari BMKG- Jakarta. Data iklim bulanan Pacet dan Kuningan diperoleh dari Balitklimat- Bogor. Terdapat keterbatasan data harian Pacet dan Kuningan sehingga dilakukan pembangkitan data harian dari data iklim bulanan wilayah Pacet dan Kuningan dengan menggunakan software CLIMGEN v.2.0, yang diperoleh dari laboratorium Klimatologi, departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB. ClLIMGEN v.2.0 merupakan versi yang telah dikembangkan oleh Dr. Rizaldi Boer dan tim. 3. Pengolahan data menggunakan model Climex Pembuatan basis data iklim dan wilayah Tidak terdapat basis data wilayah kajian pada Climex, oleh karenanya perlu dimasukkan data iklim dan data wilayah atau data geografis kajian (keterangan nama lokasi, letak lintang, bujur, dan ketinggian tempat). Untuk memasukkan wilayah kajian dalam fungsi compare location, diperlukan 3 bentuk data yaitu file dalam bentuk *.LOC untuk data geografis dan dalam bentuk *.MET dan *.mm untuk data iklim bulanan. Ketiga bentuk data tersebut dibuat pada notepad dan Ms Acces, kemudian dibantu dengan Metmanager pada Climex (Metmanager>import) untuk memanggil data tersebut dan menjalankan fungsi compare location. Sementara basis data iklim dibuat dengan memasukkan data iklim harian time series dengan bantuan notepad yang disimpan dalam bentuk *DAT file. Basis data ini kemudian digunakan dalam fungsi compare years pada Climex. - Penentuan masukan parameter spesies Parameter spesies merupakan nilai kesesuaian suatu spesies dalam menyesuaikan diri dengan faktor-faktor iklim di wilayah tertentu. Parameter ini menjadi masukan dalam menjalankan Climex yang diperoleh dari literatur. Dalam kajian ini dibuat parameter spesies H. hampei Ferr. dengan menduplikat template wet tropical kemudian merubah nama dan parameternya sesuai literatur. - Menjalankan model Climex 3.0 untuk memperoleh nilai indeks ekoklimatik (EI). Indeks ekoklimatik (EI) menunjukkan potensi serangan hama. Hasil yang diperoleh dari fungsi compare location memperlihatkan potensi sebaran H.hampei Ferr. di tiga wilayah yang dikaji secara

17 6 umum terkait kesesuaiannya dengan parameter iklim. Sementara hasil compare years menggambarkan potensi sebaran suatu wilayah secara geografis dalam kurun waktu yang lama (time series). Adapun konsep perhitungan nilai EI sebagai berikut, Ecoclimatic Index (EI) = GI A x SI x SX dimana: GI A = Annual Growth Index SI = Annual Stress Index SX = Annual Interaction Index Index perkembangan hama harian (GI A ) yang memiliki skala diperoleh dari nilai pertumbuhan mingguan dengan persamaan berikut, GI A = GI w = TI w x MI w x LI w x RI w x SV w x DI w dimana: GI w = Weekly Growth Index TI w = Weekly Temperature Index MI w = Weekly Moisture Index LI w = Weekly Light Index RI w = Weekly Radiation Index SV w = Weekly Substrate Index DI w = Weekly Diapause Index Indeks cekaman mepresentasikan probabilitas populasi yang mampu bertahan melalui musim yang kurang menguntungkan bagi spesies. Berikut persamaan yang digunakan untuk mencari nilai indeks cekaman (Stress Index), SI = (1- )(1- )(1- )(1- ) dimana: CS = Annual Cold stress HS = Annual Heat stress DS = Annual Dry stress WS = Annual Wet stress Indeks interaksi cekaman merupakan nilai yang menunjukkan hubungan antar indeks cekaman. Indeks interaksi cekaman diperoleh dari persamaan, SX = (1- )(1- )(1- )(1- ) dimana: CDX = Annual cold-dry CWX = Annual cold-wet HDX = Annual hot-dry HWX = Annual hot-wet 4. Analisis hasil keluaran Climex 3.0 Hasil keluaran (output) Climex 3.0 berupa data dan grafik kemudian dilakukan analisis. Dalam penelitian ini hasil yang dianalisis adalah potensi persebaran hama PBKo (Hypothenemeus hampei Ferr.) dan pengaruh perubahan iklim terhadap kelimpahan dan distribusinya. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Kajian Wilayah kajian memiliki karakteristik iklim dan topografi yang berbeda. Kecamatan Bogor Barat terletak pada ketinggian m dpl. Topografi cenderung landai dan sedikit berbukit, kemiringan lereng 0-15%. Kecamatan Pacet berada pada ketinggian m dpl dengan kemiringan lereng 8-15%. Karakteristik topografi Kecamatan Pacet berupa perbukitan berelief halus. Sedangkan Kecamatan Kuningan terletak pada m dpl dengan karakteristik topografi relatif datar dengan variasi berbukit-bukit. Pola curah hujan Kecamatan Bogor Barat, Kuningan, maupun Pacet yaitu Monsoon. Pola tersebut dicirikan dengan bentuk pola hujan unimodal dimana puncak curah hujan tertinggi terjadi satu kali pada bulan tertentu seperti tampak pada Gambar 3. Curah hujan relatif tinggi selama enam bulan dan enam bulan berikutnya curah hujan relatif lebih rendah. Bogor Barat mengalami puncak curah hujan tertinggi pada bulan November. Ratarata curah hujan mencapai 3909 mm/tahun. Jumlah curah hujan bulanannya selalu tinggi sepanjang tahun dikarenakan Bogor berada di daerah lereng hujan (sisi gunung yang dilewati desakan angin). Hal tersebut mengakibatkan sering terjadinya hujan orografik, yakni hujan yang terbentuk akibat pendinginan uap air (pembentukan awan) disebabkan oleh desakan angin dari arah pantai naik ke atas pegunungan (Sopian 2008). Pacet, memiliki curah hujan hampir selalu tinggi sepanjang tahun meskipun lebih bervariasi jika dibandingkan dengan Bogor Barat. Puncak curah hujan terjadi di bulan November dengan rata-rata curah hujan yaitu 3192 mm/tahun. Menurut klasifikasi iklim Oldeman, Bogor Barat termasuk iklim tipe A1 dimana bulan basah terjadi 10 bulan berturutturut. Iklim tipe ini merupakan iklim hujan tropis tanpa periode bulan kering yang nyata. Sementara Pacet termasuk iklim tipe B dimana bulan basah terjadi selama 8 bulan berturut-turut.

18 7 Curah Hujan Bulan Bogor Barat Kuningan Pacet Gambar 3 Histogram rata-rata curah hujan bulanan (periode ). Puncak curah hujan Kuningan terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata curah hujan paling rendah dibanding 2 wilayah lainnya yaitu 1956 mm/tahun. Bulan basah terjadi selama 5 bulan yaitu Desember-April. Tipe iklim seperti ini termasuk iklim tipe C, bulan basah berturut-turut terjadi selama 5-6 bulan atau bulan kering berturut-turut terjadi selama 4-6 bulan. Kelembaban nisbi (RH) merupakan perbandingan antara tekanan uap aktual (e a ) dengan tekanan uap jenuh (e s ). Nilai tekanan uap aktual ditentukan oleh kandungan uap air aktual dan tekanan uap jenuh ditentukan oleh kapasitas udara untuk menampung air (Handoko 1995). Pada Gambar 4, tampak perbandingan RH rata-rata pada ketiga wilayah kajian. Fluktuasi nilai RH hampir serupa diantara ketiganya yaitu relatif tinggi antara bulan November hingga April dan lebih rendah di bulan sisanya yang merupakan bulan kering atau memasuki bulan kemarau. Ketika musim hujan, kandungan uap air di atmosfer akan lebih besar sehingga nilai e a akan tinggi dan menyebabkan nilai RH tinggi. Kelembaban rata-rata tahunan Bogor Barat, Kuningan, dan Pacet tidak jauh berbeda, berturut-turut yaitu 79%, 81%, dan 82%. Nilai RH tersebut bersesuaian dengan letak wilayah terendah hingga tertinggi. RH cenderung lebih rendah di dataran rendah dikarenakan suhu di dataran rendah lebih tinggi. Sehingga pada tekanan uap aktual (e a) tetap, suhu udara yang semakin tinggi akan membuat tekanan uap jenuh (e s ) meningkat. Penyebaran suhu vertikal menunjukkan bahwa secara umum suhu akan semakin rendah seiring bertambahnya ketinggian. Rata-rata penurunan suhu menurut ketinggian di Indonesia yaitu 5-6 o C/km (Handoko 1995). Gambar 5 menunjukkan terlihat jelas bahwa suhu rata-rata Bogor Barat paling tinggi disusul dengan Kuningan dan Pacet. Rata-rata suhu udara Bogor Barat berkisar antara C, Kuningan antara C, dan Pacet antara C. Sesuai dengan ketinggian masing-masing wilayah. Fluktuasi suhu antar bulan tampak serupa jika dilihat sekilas, namun suhu terendah Bogor Barat seringkali tercapai pada pada bulan Februari, Kuningan pada bulan Agustus, dan Pacet pada bulan Juli. Sedangkan suhu tertinggi Bogor Barat dan Kuningan seringkali terjadi pada bulan Oktober dan Pacet pada bulan November. Intensitas radiasi matahari yang tinggi sepanjang tahun di daerah tropis menyebabkan fluktuasi suhu harian sepanjang tahun lebih kecil dibandingkan fluktuasi suhu diurnal. Menurut data Simakit 2009, luas perkebunan kopi di Bogor Barat yaitu 445 Ha. Sedangkan di wilayah Pacet terdapat seluas 85.5 Ha,dan wilayah Kuningan seluas 62 Ha. RH Bulan Gambar 4 Grafik rata-rata kelembaban nisbi (RH) bulanan (periode ). Suhu Bogor Barat Kuningan Pacet Bulan Bogor Barat Kuningan Pacet Gambar 5 Grafik rata-rata suhu bulanan (periode ).

19 8 4.2 Potensi Serangan Hama PBKo Model Climex memprediksi distribusi spesies berdasarkan unsur-unsur iklim secara geografis. Unsur-unsur lain seperti jenis tanah, bentuk topografi, interaksi antara spesies, dan sebagainya tidak diperhitungkan karena meskipun juga berpengaruh namun dianggap tidak mendominasi. Informasi parameter iklim menurut sensitivitas serangga yang paling banyak diperlukan dalam menjalankan model Climex adalah parameter suhu. Menurut Nasir (2002), suhu sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan vegetasi maupun hewan/serangga terkait proses kimia dalam sel ketika bertumbuh dan berkembang menggunakan katalisator enzim. Enzim merupakan protein, bahan yang sensitif terhadap suhu. Salah satu fungsi Climex, compare location, dapat membantu memperkirakan potensi serangan hama di beberapa wilayah sekaligus. Fungsi ini memanfaatkan parameter spesies yaitu nilai cekaman yang membatasi distribusi geografis dan batas kondisi spesies tidak bertahan. Menurut Sutherst et al. (2007), nilai EI diatas 30 menunjukkan ketiga wilayah kajian (Kecamatan Bogor Barat, Pacet, dan Kuningan) memiliki iklim yang mendukung perkembangan hama PBKo, namun nilai EI Kecamatan Pacet jauh lebih tinggi yaitu 81 (Gambar 2). Nilai indeks cekaman pada wilayah Pacet dan Bogor Barat sama dengan nol sehingga nilai GI yang menunjukkan kondisi nyaman hama PBKo sama dengan nilai EI. Sedangkan wilayah Kuningan mengalami cekaman kering (DS). Nilai cekaman kering tidak besar sehingga hanya sedikit mengurangi nilai EI. Nilai MI mempresentasikan kelembaban tanah sebagai faktor dominan prediksi kelembaban dari vegetasi dan kondisi iklim mikro. Perkembangan hama akan maksimum ketika nilai MI sama dengan 100. Wilayah Kuningan memiliki kondisi kelembaban tanah yang paling kurang mendukung perkembangan hama PBKo, bahkan nilai MI lebih kecil dari Bogor Barat. Namun wilayah Kuningan memiliki nilai TI sempurna yaitu 100 yang menunjukkan kesesuaian iklim bagi perkembangan hama. Oleh karenanya meskipun nilai MI Kuningan lebih kecil dari Bogor Barat namun nilai GI Kuningan lebih besar. Nilai TI sendiri merupakan nilai respon spesies terhadap siklus suhu harian yang diperhitungkan dengan mengembangkan konsep day degrees. Tabel 2 Hasil keluaran model compare location Output compare location Location Bogor Barat Pacet Kuningan Total rain DD EI GI DS HS CS WS MI TI Keterangan: Total Rain = total rain/year DD = Day Degree EI = Ecoclimatic Index GI = Growth Index DS = Dry Stress HS = Heat Stress CS = Cold Stress WS = Wet Stress MI = Moisture Index TI = Temperature Index Serangga memerlukan sejumlah unit panas (dalam satuan day degree/derajat hari) untuk berkembang dari satu tahap ke tahap lain dalam siklus hidupnya (Gordan 1999). Menurut Jaramillo et al. (2009), unit panas hama PBKO yaitu derajat hari. Nilai DD pada hasil keluaran menunjukkan akumulasi termal yang tersedia pada suatu wilayah per tahunnya dalam satuan day degrees (DD). Nilai DD tersebut dapat digunakan untuk mengetahui jumlah maksimum generasi hama per tahun dengan membagi nilai DD dengan unit panas hama. Sehingga diperoleh informasi bahwa di wilayah Bogor Barat hama PBKo dapat beregenerasi maksimum hingga 8 generasi/tahun, wilayah Kuningan 6 generasi/tahun, dan wilayah Pacet 4 generasi/ tahun. Unit panas di Bogor Barat lebih tinggi sehingga kebutuhan unit panas yang dibutuhkan hama PBKo untuk memenuhi siklus hidupnya lebih cepat terpenuhi. Dengan demikian siklus hidup menjadi lebih singkat dan cenderung menurunkan jumlah telur yang direproduksi. Model Climex juga dapat mensimulasikan dampak perubahan iklim. Dengan mengatur kondisi perubahan iklim (suhu dan curah hujan) pada fungsi climate scenario, maka akan tampa perubahan potensi serangan hama

20 9 setelah terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim dapat mempengaruhi serangga secara langsung, diantaranya mempengaruhi siklus hidup, jumlah generasi per tahun, fenologi, kisaran distribusi, dan ketahanan terhadap perubahan iklim (Jaramillo et al. 2005). Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), perkiraan kenaikan suhu global rata-rata hingga akhir abad 21 yaitu C (IPCC 2007) sementara curah hujan akan berkurang 10-20% di wilayah subtropis dan bertambah 10-20% di wilayah tropis (Kunzeman 2010). Sementara saat ini kenaikan suhu global sejak 1901 diperkirakan telah mencapai C (IPCC 2007). Kondisi pemanasan global yang dipresentasikan IPCC dapat menyebabkan penurunan produksi kopi secara drastis di Brazil dan beberapa wilayah tropis lainnya (Camargo & Marcelo 2009). Dengan demikian penggunaan climate scenario dalam kajian ini disimulasikan dengan pertimbangan apabila terjadi kenaikan suhu sebesar kenaikan suhu saat ini yaitu C, kemudian apabila terjadi perkiraan kenaikan suhu global minimum hingga akhir abad 21 yaitu C serta nilai tengahnya yaitu 3 0 C sebagai kondisi paling ekstrim. Sementara curah hujan disimulasikan dengan perubahan curah hujan 10% dan 20%. Hasil keluaran simulasi menunjukkan respon dari perubahan iklim yang terjadi (Tabel 3). Tabel 3 Hasil keluaran climate scenario Tidak ada Suhu Curah hujan perubahan iklim C C +3 0 C +10% 10% +20% Bogor Barat DD EI GI DS HS CS WS MI TI Kuningan DD EI GI DS HS CS WS MI TI Pacet DD EI GI DS HS CS WS MI TI

21 10 Penambahan maupun pengurangan jumlah curah hujan tidak menunjukkan perubahan signifikan pada indeks keluaran kecuali MI wilayah Bogor Barat. Nilai MI Bogor Barat menurun akibat kondisi normal Bogor Barat telah memiliki curah hujan tinggi sehingga ketika ada penambahan curah hujan 10% maupun 20% maka ketersediaan air akan melebihi kapasitas lapang. Hal tersebut menyebabkan kondisi kelembaban tanah berubah dan mempengaruhi nilai growth index (GI). Meskipun demikian kondisi penurunan GI yang terjadi tidak besar. Kenaikan suhu lebih mempengaruhi indeks-indeks keluaran terutama pada kondisi kenaikan suhu 3 0 C. Nilai TI pada Bogor Barat menurun drastis dari 73 menjadi 23, sehingga perubahan nilai EI pun besar. Suhu di wilayah tersebut berubah menjadi melebihi ambang batas suhu toleran siklus hidup hama PBKo. Nilai EI menurun hingga 15, menunjukkan kondisi iklim Bogor Barat berubah menjadi tidak nyaman lagi bagi kelangsungan hidup hama PBKo. Sedangkan pada kondisi kenaikan suhu C dan C, diketahui bahwa nilai EI juga menurun menjadi 43 dan 35 menunjukkan serangan hama PBKo masih dapat berkembang baik di wilayah Bogor Barat namun serangannya tidak setinggi sebelumnya (tidak terjadi perubahan iklim). Menurut Huffaker et al. (1999), suhu merupakan salah satu unsur yang paling penting dan kritis bagi faktor-faktor abiotik yang mempengaruhi perkembangan serangga serta mempengaruhi dinamika populasi serangga hama dan musuh alaminya. Dari hasil simulasi perubahan iklim diketahui bahwa hama PBKo lebih sensitif terhadap perubahan suhu daripada perubahan jumlah curah hujan. Menurut IPCC, skenario pemanasan global menunjukkan suhu maksimum akan lebih tinggi dan suhu minimum akan lebih rendah. Berdasarkan informasi tersebut, Camargo & Marcelo (2009) merumuskan dampak yang berkonsekuensi pada penurunan produksi kopi diantaranya yaitu pertumbuhan fisiologis tanaman akan lebih cepat sehingga menyebabkan produksi lebih sedikit, risiko serangan patogen hama meningkat, dan dibutuhkannya irigasi yang lebih intensif. 4.3 Kondisi Fisik Hama PBKo di Setiap Wilayah Fungsi Climex yang lainnya yaitu compare years. Fungsi tersebut dapat menguji pengaruh variasi iklim terhadap kelimpahan spesies selama beberapa tahun (kontinu) pada suatu lokasi yang sama. Hasil keluaran berupa fluktuasi harian indeks-indeks pendukung kenyamanan hama PBKo terkait iklim dan indeks-indeks cekaman setiap tahun Bogor Barat Nilai GI mingguan (GIw) untuk Bogor Barat menunjukkan fluktuasi serupa setiap tahunnya (Gambar 6). Pada bulan Maret dan April nilai GIw menurun hingga mendekati nol dan tampak indikasi cekaman lembab. Nilai cekaman lembab yang muncul sangat kecil sehingga akan sedikit pula pengaruhnya terhadap nilai EI. Namun kemunculan nilai cekaman lembab tersebut menunjukkan bahwa cekaman lembab akan mungkin terjadi di wilayah Bogor Barat apabila suhu mendukung. Nilai GIw terendah terjadi bulan April ketika curah hujan tinggi mencapai 400 mm, RH 81, dan suhu tinggi yaitu di atas 27 0 C. Sedangkan nilai GIw tertinggi seringkali tercapai di bulan Juni ketika curah hujan di Bogor Barat rendah yaitu kurang dari 300 mm, RH kurang dari 76, dan suhu sekitar 27 0 C. Nilai GIw bervariasi seiring dengan nilai MIw (Gambar 7). Demikian pula dengan TIw, pola per bulan tampak serupa namun pada bulan April nilai TIw tinggi sementara GIw dan MIw bernilai rendah. Artinya suhu pada bulan April tersebut mendukung perkembangan hama PBKo tetapi kondisi kelembaban justru sebaliknya. Kelembaban melebihi batas atas toleran perkembangan hama PBKo sehingga menimbulkan cekaman lembab yang menekan perkembangan hama. Growth Index Growth Index (GI) Tahun Gambar 6 Hubungan GIw dan Stress terhadap waktu di Kecamatan Bogor Barat Wet Stress (x10 5 ) Ecoclimatic Wet Stress Index (WS) (EI)

22 11 Indeks Gambar Tahun Mi Gi Ti Hubungan GIw, MI, dan TI terhadap waktu di Kecamatan Bogor Barat Kuningan Hama PBKo tidak ditemukan di wilayah Kuningan pada bulan Juni hingga November. Namun ketika hama PBKo muncul pada bulan-bulan lainnya, serangan hama PBKo berkembang dengan pesat. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya fluktuasi nilai GIw pada bulan Januari hingga Mei dan bulan Desember, sementara pada bulan Juni hingga November nilai GIw sama dengan nol (Gambar 8). Terjadi fluktuasi cekaman kering (DS) yang serius pada bulan Juli hingga November setiap tahunnya yang menyebabkan kondisi tidak nyaman hingga pada titik kematian (lethal) bagi hama PBKo di Kuningan. Hal tersebut pula yang menekan perkembangan hama PBKo (GIw=0) sehingga tidak ditemukan serangan hama PBKo di wilayah Kuningan pada bulan-bulan tersebut. Cekaman kering yang terjadi dikarenakan suhu udara yang tinggi namun tingkat kelembaban udara sangat rendah. Kondisi iklim ketika nilai GIw terendah dan GIw tertinggi di daerah Kuningan berkebalikan dari 2 wilayah lainnya. GIw tertinggi terjadi pada bulan April ketika curah hujan 400 mm, RH 82, dan suhu 25 0 C. Maka dapat dikatakan bahwa hama PBKo berkembang optimal pada musim hujan di wilayah Kuningan. Ditinjau dari nilai TIw yang berfluktuasi antara 0.6 hingga 0.8 (Gambar 9), maka suhu di wilayah Kuningan sangat ideal bagi perkembangan hama PBKo sepanjang tahun. Namun kondisi kelembaban seringkali tidak mendukung. Rata-rata suhu bulanan pada musim kering yaitu 25 0 C, dimana suhu tersebut merupakan suhu yang paling nyaman bagi hama PBKo dalam bereproduksi. Hal ini dapat menyebabkan ledakan populasi (Jaramillo et al. 2009). Ledakan populasi yang terjadi dapat membuat luas serangan di suatu wilayah mendadak tinggi seperti yang tampak di bulan April ketika nilai GIw mencapai nilai tertinggi dalam satu tahun. Growth Index Gambar 8 Hubungan GIw dan Stress terhadap waktu di Kecamatan Kuningan. Indeks Tahun Growth Index (GI) Gambar 9 Hubungan GIw, MI, dan TI terhadap waktu di Kecamatan Kuningan Dry Stress (DS) Tahun MI GI TI Dry Stress (x10 4 )

23 Pacet Perkembangan hama PBKo sangat sesuai di wilayah Pacet. Tampak dari nilai GIw tidak pernah mendekati nol (Gambar 10). Tidak terdapat indikasi cekaman apapun sehingga hama di wilayah Pacet selalu ada sepanjang tahun meskipun tidak selalu tinggi serangannya. Kondisi kesesuaian iklim bagi perkembangan hama yang kontinu sepanjang tahun sangat memungkinkan terjadinya kelimpahan populasi hama PBKo di wilayah Pacet. Nilai GIw terendah pada bulan Desember dengan curah hujan di atas 400 mm, RH 83, dan suhu 21 0 C. Nilai GIw tertinggi terjadi pada bulan Agustus dengan curah hujan kurang dari 100 mm, RH kurang dari 74, dan suhu 20 0 C. Karakteristik iklim tersebut tidak jauh berbeda dengan karakteristik iklim Bogor Barat ketika tercapai GIw tertinggi dan terendah. Hama PBKo berkembang optimal pada musim kering di wilayah Pacet dan Bogor Barat. Nilai TIw di wilayah Pacet cenderung lebih stabil/kurang bervariatif (Gambar11). Letak wilayah Pacet di dataran tinggi menyebabkan kerapatan udara di dataran tinggi lebih rendah dan memiliki lapisan udara tipis. Energi akan lebih cepat hilang dari permukaan dan udara yang berhembus lebih kencang sehingga panas udara lebih merata. Oleh karenanya suhu rata-rata Pacet tidak banyak berfluktuasi, begitu pula dengan nilai TIw. Growth Index Tahun Growth Index (GI) Stress Gambar 10 Hubungan GIw dan Stress terhadap waktu di Kecamatan Pacet Stress Indeks Tahun MI GI TI Gambar 11 Hubungan GIw, MI, dan TI terhadap waktu di Kecamatan Pacet. 4.4 Perbandingan nilai Ecoclimatic Index (EI) dengan serangan hama PBKo di lapangan Analisis potensi serangan menunjukkan wilayah berpotensi terkena serangan hama PBKo (tinggi-rendah) berdasarkan besar nilai EI berturut-turut yaitu Pacet, Kuningan, kemudian Bogor Barat. Hal ini sesuai dengan data Simakit yang menginformasikan bahwa rata-rata luas serangan Pacet yaitu 50.71%, Kuningan 26.36%, dan Bogor Barat 20.27%. Hasil analisis fisik ketiga wilayah menunjukkan kesamaan yaitu keberadaan serangan hama PBKo cukup tinggi pada bulan Februari atau Maret dimana bulan tersebut merupakan akhir masa panen tanaman kopi di Indonesia. Sedangkan serangan tertinggi terjadi pada musim kering di wilayah Bogor Barat dan Pacet dan di musim hujan untuk wilayah Kuningan. Sebaliknya, serangan terendah terjadi di musim hujan bagi wilayah Bogor Barat dan Pacet dan di musim kering untuk wilayah Kuningan. Diketahui pula dari hasil analisis fisik bahwa hama PBKo ada sepanjang tahun di Bogor Barat namun tidak demikian di lapangan (Gambar 12). Terdapat beberapa bulan dimana serangan hama PBKo tidak ada. Pada wilayah Pacet dan Kuningan fluktuasi luas serangan per tahunnya lebih serupa dan polanya lebih banyak mendekati nilai EI (Gambar 13 dan 14). Perbandingan fluktuasi serangan hama di lapangan dengan nilai EI menunjukkan bahwa tidak selalu ketika nilai EI tinggi maka serangan di lapangan juga tinggi. Namun pola

24 13 fluktuasi nilai EI dan luas serangan tidak jauh berbeda. Selain faktor iklim, Climex tidak memperhitungkan faktor lain yang juga dapat mempengaruhi serangan hama di lapangan. Kenyataannya terdapat faktor-faktor lain seperti interaksi antara spesies, campur tangan pemberantasan hama oleh manusia, irigasi, pengaruh kondisi beberapa wilayah sekitar wilayah kajian, dan lain sebagainya yang mungkin terjadi di lapangan. Oleh karenanya potensi serangan bulanan berdasarkan nilai EI terlihat seperti pola berulang atau lebih seragam setiap tahunnya dibandingkan luas serangan hama di lapangan. Climex memprediksi potensi serangan hama dengan pengembangan konsep populasi hama. Data populasi hama tidak tersedia sehingga kajian ini menggunakan data luas serangan yang mengindikasikan populasi hama. Hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan dari regresi linier maupun eksponensial rendah jika dibuat hubungan antara nilai EI sebagai fungsi luas serangan (Lampiran 13). Meskipun tinggi dan rendahnya luas serangan mengidikasikan populasi hama, namun tidak selalu populasi hama tinggi akan menyebabkan luas serangan yang tinggi. Adalah mungkin apabila populasi tidak begitu tinggi namun menyebabkan kerusakan cukup parah pada tanaman, atau sebaliknya. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi populasi terhadap luas serangan. Sebagai contoh, populasi hama PBKo tinggi namun luas serangan rendah akibat adanya pesaing bagi hama PBKo untuk bertahan hidup yang biasanya disebut musuh alami. Penggunaan data luas serangan dalam validasi nilai Climex menunjukkan bahwa nilai EI tidak secara tepat memberikan angka serangan di lapangan. Namun nilai EI dapat mengindikasikan tingkat serangan hama tinggi atau rendah berdasarkarkan kisaran nilai EI sesuai dengan keadaan di lapangan. Hasil analisis model Climex dapat dijadikan saranan dalam penyusunan sistem pengendalian hama di Indonesia. Namun hasil ini perlu diperdalam dengan analisis lain yang lebih detail dan kompeherensif. Karena meski pola nilai EI dan luas serangan di lapangan seringkali memiliki pola serupa, pada kondisi tertentu masih ditemukan perbedaan jauh antara hasil prediksi dan keadaan di lapangan. Model Climex pada mulanya dirancang untuk memprediksi hama yang masuk ke Australia (Sutherst et al. 1999). Oleh karena itu, hal lain yang mungkin mempengaruhi ketepatan prediksi yaitu perbedaan kondisi iklim Indonesia dan Australia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kondisi iklimnya didominasi oleh angin laut dan berada di wilayah tropika basah. Sementara Australia merupakan kontinen besar dan berada di wilayah temperate. Kondisi iklim gurun di tengah kontinen Australia menyebabkan wilayah tersebut hampir selalu bertekanan rendah. Dengan demikian pola pergerakan angin maupun pusat-pusat tekanan rendah dapat diketahui lebih jelas sehingga arah angin maupun pola hujan akan lebih mudah diprediksi. Distribusi hama dapat diprediksi lebih baik ketika parameter iklim yang mempengaruhi perkembangan hama tepat diprediksi. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa model Climex sudah cukup baik apabila dijadikan salah satu referensi tambahan dalam pertimbangan pengambilan keputusan menyangkut strategi pemberantasan hama atau menyusun pengendalian hama terpadu di suatu wilayah.

25 14 Ecoclimatic Index Tahun EI LS Gambar 12 Perbandingan data hama dengan nilai Ecoclimatic Index Bogor Barat Luas Serangan (%) Ecoclimatic Index Luas Serangan (%) Tahun EI LS Gambar 13 Perbandingan data hama dengan nilai Ecoclimatic Index Kuningan. Ecoclimatic Index Tahun EI Gambar 14 Perbandingan data hama dengan nilai Ecoclimatic Index Pacet (data April- Desember 2004 tidak tersedia). LS Luas Serangan (%)

26 15 V KESIMPULAN Nilai Ecolimatic Index (EI) untuk wilayah Bogor Barat, Pacet, maupun Kuningan menunjukkan kondisi iklim yang sesuai bagi perkembangan hama PBKo. Wilayah yang paling berpotensi terkena serangan hama PBKo yaitu Pacet dengan nilai EI 81 dan tidak terdapat indeks cekaman apapun yang dapat menurunkan perkembangan hama PBKo. Wilayah Bogor Barat mengalami cekaman lembab meskipun nilainya kecil, sedangkan Kuningan mengalami cekaman kering yang cukup serius hingga hama PBKo tidak ditemukan di wilayah tersebut pada bulan Juni hingga November. Hama PBKo berkembang optimal pada musim kering di wilayah yang memiliki curah hujan tahunan tinggi, sedangkan di wilayah yang memiliki curah hujan tahunan rendah hama PBKo berkembang optimal pada musim hujan. Kesamaan di tiga wilayah tersebut adalah serangan hama PBKo cenderung meningkat pada akhir masa panen buah kopi antara bulan Februari atau Maret, dan tingkat serangan hama lebih sensitif terhadap perubahan suhu dibandingkan perubahan curah hujan. Validasi hasil model Climex dengan data luas serangan di lapangan menunjukkan bahwa nilai EI tidak secara tepat memberikan angka serangan di lapangan namun dapat mengindikasikan tingkat serangan hama tinggi atau rendah sesuai dengan keadaan di lapangan. Pada dasarnya model Climex merupakan pengembangan konsep populasi hama sehingga nilai EI akan lebih mendekati kondisi populasi hama. Dengan demikian, penggunaan Climex dapat bermanfaat untuk membantu penyusunan strategi pemberantasan hama sebagai referensi tambahan. DAFTAR PUSTAKA Agustian A Penerapan pengendalian hama terpadu pada kopi di Jawa Timur. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30:6. Aksi Agraris Kanisius (AAK) Budidaya Tanaman Kopi. Jakarta: Kanisius. Baker PS, Barerra JF, Rivas A Life history studies of the coffee berry borer (Hypothenemus hampei, Scolytidae) on coffee trees in southern Mexico. Applied Ecology. 29: Baker PS, Ley C, Balbuena R, Barerra JF Factors affecting the emergence of Hypothenemus hampei (Coleoptera: Scolytidae) from coffee berries. Bulletin of Entomological Research 82: Bediako A, Chown SL, Gaston KJ Thermal tolerance, climatic variability and latitude. Journal of Cambridge University. Camargo MBP, Marcelo BP The impact of climatic variability in coffee crop. (9 Agustus 2010) Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Barat Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Penting pada Tanaman Kopi. Bandung: BPTP Jawa Barat. Gordan HT Growth and development of insects. Ecological Entomology. 2: Handoko Klimatologi Dasar. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Hindayana D et al Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Jakarta: Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Huffaker CA, Berryman, Turchin P Dynamics and regulation of insect populations. Ecological Entomology 2: Iwan Manfaat kopi. (2 Maret 2010) IPCC Summary for Policymakers. In Climate Change 2007.Published forthe Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge: Cambridge University Press Jaramillo J et al Biological control of the coffee berry borer Hypothenemus hampei (Coleoptera: Curculionidae) by Phymastichus coffea (Hymenoptera: Eulophidae) in Colombia. Bulletin of Entomological Research 95: Khalsoven LGE The Pest of Crops in Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Kunzeman T The UN Global Warming Report Facts and Predictions. (29 Juli 2010) Nasir AA Fenologi dan Heat Unit Tanaman. Pelatihan Dosen-dosen Perguruan Tinggi se-indonesia Bagian

27 Barat dalam Bidang Pemodelan dan Simulasi Pertanian dan Lingkungan; Bogor, 1-13 Juli Bogor Nitia GW Penerapan PHT untuk meningkatkan mutu kopi Arabika. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN). Agdex: 03:625. Santosa I. 19 Agustus Kopi Jawa (dulu) Kopi Kelas Dunia. Kompas: 11. Saptana, Panaji T, Tarigan H, Setianto A Analisis Kelembagaan Pengendalian Hama Terpadu Mendukung Agribisnis Kopi Rakyat dalam Rangka Otonomi Daerah. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Sopian T Produksi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) di Daerah Bercurah Hujan Tinggi di Kabupaten Bogor. Inovasi 10. Steven P CLIMEX v2 for Windows 1.1 Tutorials. Melbourne: Hearne Scientific Software Ltd. Sutherst RW, Maywald GF, Yonov, Steven CLIMEX 1.0 for Windows 1.1 Tutorials. Melbourne: Hearne Scientific Software Ltd. Sutherst RW, Maywald GF, Kriticos D Climex Version 3. Melbourne: Hearne Scientific Software Ltd. Budidarsono S, Wijaya K Praktek Konservasi dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani. Agrivita 26 (1): New Climex and Dymex version 3. (7 Februari 2010) Tanaman Kopi Bisa Menahan Lahan dan Air seperti Hutan. Sinar Tani. Ed.5-11 April Biologi Tanaman Kopi. (28 Februari 2010) Kopi. (2 Maret 2010) Coffee Berry Borer Cycle. (20 Agustus 2010) 16

28 17 LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh masukan basis data compare location - LOC file (masukan data geografis wilayah kajian) *1.00 ASIA *1.01 Indonesia #* nostates 0 Bogor Barat 6.3 S E 350 *ASIA *BOGOR BARAT 0 Kuningan 6.6 S E 549 *ASIA *KUNINGAN 0 Pacet 6.4 S E 1130 *ASIA *PACET Aturan spasi dalam penulisan masukan data geografis pada notepad: 1 : Kode tingkat 7-25 : Nama lokasi : Letang lintang 31 : Posisi lintang (N/S) : Letak bujur 40 : Posisi bujur (E/W) : Ketinggian (mdpl) : Kode lokasi - MET file (masukan data iklim bulanan wilayah kajian) *.MET file menjadi *.mm file dengan bantuan Met Manager menggunakan Ms Access

29 18 Urutan Kuningan, Pacet, Bogor Barat Lampiran 2 Contoh masukan database compare years Bogor Barat 06.3 S E 350 bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt bgbt

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT (Nilaparvata lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM MENGGUNAKAN PEMODELAN CLIMEX 3.0 (Studi Kasus Kabupaten Cilacap) AMRI SAJAROH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING (SCIRPOPHAGA INCERTULAS) DAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan apabila tidak dipangkas tanaman ini dapat mencapai tinggi 12 m. Tanaman

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING (SCIRPOPHAGA INCERTULAS) DAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Pendahuluan Kabupaten Probolinggo

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur

Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur Oleh : Dina Ernawati, SP. dan Effendi Wibowo, SP. Gambar 1. Minuman kopi Sumber : www.manfaatkopi.com Siapa yang tidak kenal dengan kopi? Hampir

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 10 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G24103044 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Kesiapan Petani Kopi Terhadap Serangan Hama Penggerek Buah (Hypothenemus hampei) pada Musim Kopi 2016

Kesiapan Petani Kopi Terhadap Serangan Hama Penggerek Buah (Hypothenemus hampei) pada Musim Kopi 2016 Kesiapan Petani Kopi Terhadap Serangan Hama Penggerek Buah (Hypothenemus hampei) pada Musim Kopi 2016 Oleh : Rudy Trisnadi K. SP Musim buah kopi tahun 2016 diharapkan dapat menghasilkan produksi kopi glondongan

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION 3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION Reddy, K.R. and H.F. Hodges. 2000. Climate Change and Global Crop Productivity. Chapter 2. p. 2 10. Awan 1. Climate 2. Altitude Rta Rd RI Rpd 3. Land suitability 4.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas 1.221.544 ha. Sekitar 463.649,09 ha adalah areal potensial untuk pertanian, tetapi baru seluas 293.079 ha yang dimanfaatkan.

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi. merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan dan juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi. merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan dan juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan

Lebih terperinci

DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA

DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA VARIABILITAS IKLIM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI KOTA MANADO TAHUN 2012-2016 Elisabeth Y. Lumy*, Angela F. C. Kalesaran*, Wulan P J Kaunang* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH

EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH NORMAULI MANURUNG 087030017 PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010). PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Oleh Nur Fitriyani, S.Tr Iwan Munandar S.Tr Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Aji

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci