PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING (SCIRPOPHAGA INCERTULAS) DAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa Tengah) FRANSISKA WIDIASTUTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 RINGKASAN FRANSISKA WIDIASTUTI. Pemanfaatan Model Climex 1.1 untuk Menganalisis Potensi Penyebaran Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga incertulas) dan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa Tengah). Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan IMPRON. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian potensi sebaran, yang didasarkan dengan nilai indek ekoklimatik (EI), terhadap kondisi keberadaan luas serangan hama penggerek batang padi (PBP) dan wereng batang coklat (WBC), di Kabupaten Klaten. Asumsi yang digunakan adalah potensi sebaran suatu organisme merupakan gambaran keberadaannya, dimana keberadaan hama mengindikasikan keberadaan potensi serangannya di lapangan. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli 2008 hingga bulan Januari 2009, di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB. Setiap bulan, hama tanaman padi selalu menyerang Kabupaten Klaten. Hal ini dikarenakan tanaman padi selalu ada baik bulan basah maupun bulan kering di Kabupaten Klaten. Luas serangan hama PBP di Kabupaten Klaten setiap bulan sepanjang tahun selalu ada, berbeda dengan hama WBC walaupun setiap tahun selalu ada, tetapi tidak setiap bulan ada serangan. Potensi sebaran hama PBP dan WBC berdasarkan nilai EI tahunan, menggambarkan bahwa Kabupaten Klaten memiliki potensi akan penyebaran kedua hama dari tahun Jika didasarkan pada asumsi, hasil model Climex ini sesuai dengan keberadaan serangan kedua hama di Kabupaten Klaten. Nilai EI bulanan pada saat bulan basah dan awal bulan kering cenderung memiliki potensi sebaran baik untuk hama PBP maupun WBC. Jika nilai EI dibandingkan dengan keberadaan serangannya di Kabupaten Klaten, maka hasil model Climex ini cukup sesuai untuk hama PBP, tetapi masih kurang sesuai untuk hama WBC. Pada saat tersebut nilai EI bulanan hama PBP lebih tinggi daripada hama WBC. Pada saat bulan kering terjadi berurutan, nilai EI semakin turun hingga nilai 0, baik untuk hama PBP maupun WBC. Pada saat BK berurutan, jika nilai EI dibandingkan dengan keberadaan serangannya di Kabupaten Klaten, maka hasil model Climex masih kurang sesuai untuk kedua hama tersebut. Kurang sesuainya nilai EI terhadap kondisi keberadaan serangan di lapangan, karena model Climex didasarkan dari data iklim, untuk melihat potensi sebaran suatu organisme. Jika dilihat keadaan nyata, serangan hama terjadi dikarenakan banyak faktor. Keberadaan tanaman padi, yang merupakan tanaman inang bagi kedua hama tersebut, pada kondisi iklim yang kurang sesuai, serta campur tangan manusia dalam sistem pertanian, masih memungkinkan terjadinya serangan hama. Kata kunci : Climex, penggerek, wereng, indek ekoklimatik

3 PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING (SCIRPOPHAGA INCERTULAS) DAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa Tengah) FRANSISKA WIDIASTUTI Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

4 Judul Skripsi Nama NIM : Pemanfaatan Model Climex 1.1 untuk Menganalisis Potensi Penyebaran Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga incertulas) dan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa Tengah) : Fransiska Widiastuti : G Disetujui Pembimbing Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Ir. Impron, M.Agr.Sc NIP NIP Mengetahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus :

5 PRAKATA Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Bapa yang di Surga, sehingga dengan segala kasihnya memberikan rahmatnya, untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada : 1. Bapak Yonny Koesmaryono dan Bapak Impron sebagai pembimbing skripsi, atas saran kritik, semangat, dukungan, senyuman dan kesabarannya untuk membimbing penulis ; 2. Bapak Bregas dan Bapak Yon Sugiarto yang berkenan meluangkan waktu untuk menguji penulis dalam ujian sidang skripsi, serta kritik dan sarannya; 3. Bapak, Ibu, Mas Widi, Dik Tri, Dik Priska atas dukungan, semangat, dan doa yang tidak pernah berhenti ; 4. Teman-teman satu tim KKP3T : Bapak Aris, Bapak Yayan, Rini, Mba Ira, Mba Erika dan Tigia, atas dukungan, semangat, doa, kerjasama dan senyumannya ; 5. Dhita, Meli dan Sugik atas bantuan logistik, semangat dan doa ; 6. Teman-teman angkatan 41 : Yasmin, Siti, Wenny, Sisi, Diva, Fithriya, Zen, Yunus, Ade I, Ire, Ining, Teddy, Bang Udin, Oki, Tia, Freddy, Cornel, Reza, Bayu A, Bladoes, Ferdi, Fahdil, Ade A, atas keceriaan yang diberikan selama kita berjuang di IPB ; 7. BAPEDA, Dinas Pertanian dan Dinas PU di Kabupaten Klaten serta BPTPH wilayah Surakarta, yang telah memberikan ijin dan data-data yang dibutuhkan untuk penelitian ; 8. Kak eva, Kak Wido, dan Kak Hari yang mau berbagi pengalaman dan mengajarkan penulis akan berbagai hal yang berhubungan dengan penelitian, serta semangat dan doa ; 9. Mas Winoto atas saran yang diberikan, serta Mba ari, dik Janar, Budhe Parsini dan keluarga besar, atas doanya ; 10. Teman-teman di Kost Putri Pondok Surya : Ela, Mei, Novi, Fathimah, Citra, Lia, Galih, Agustin, Wiwin, Sefty, Gendhis dan Wiwik atas dukungan dan pinjaman laptopnya; 11. Sisilia teman perjuangan di bangku SMA yang terus mendukung dan memberikan semangat untuk penulis ; 12. Staf di Departemen : Bapak Azis, Mas Nandang, Bapak Udin, Mba Wanti, Mba Icha, Ibu Indah, Bapak Pono, Bapak Engkos atas semua bantuan, keramahan, dan senyumannya; 13. Semua teman-teman di Departemen yang terus memberikan semangat; 14. Semua pihak yang belum disebutkan dan telah membantu hingga terselesainya penulisan ini, terima kasih banyak. Akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, apabila ada kesalahan dalam penulisan kata-kata maupun ejaan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih. Bogor, Maret 2009 Fransiska Widiastuti

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jayapura, tanggal 6 Juni 1986, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, anak dari pasangan Bapak Antonius Pardjono dan Ibu Sarah Boya Heumassy. Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan kegiatan belajar di SMU Negeri 1 Karanganyar. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi IPB melalui jalur SPMB, serta terdaftar menjadi mahasiswi Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama masa studi di IPB, penulis pernah aktif dalam organisasi Keluarga Mahasiswa Katholik IPB (KEMAKI), tahun Pada tahun yang sama, penulis juga pernah ambil bagian dalam kegiatan mahasiswa, Meteorologi Interaktif (METRIK) Pesta Sains IPB tingkat nasional. Penulis telah melakukan kegiatan praktek lapang di Badan Meteorologi dan Geofisika Pusat, di Jakarta, bulan Juli hingga Agustus 2007.

7 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Asumsi... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Kabupaten Klaten Hama Penggerek Batang Padi (PBP) Wereng Batang Coklat (WBC) Model Climex Fungsi Model Climex Aplikasi Model Climex... 3 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Kajian data CH di Kabupaten Klaten dan Stasiun Meteorologi Adisucipto Penentuan Input Parameter Spesies untuk Climex Penentuan Input Iklim untuk model Climex Analisis Nilai EI Analisis Besarnya Nilai EI terhadap Keberadaan Serangan Hama... 5 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian data CH di Kabupaten Klaten dan Stasiun Meteorologi Adisucipto Iklim Kabupaten Klaten Hasil Keluaran Compare Location dan Compare Years Penggerek Batang Padi (PBP) Wereng Batang Coklat (WBC) Perbandingan Keberadaan Serangan Hama dengan Besarnya Nilai Ekoklimatik indek (EI) Penggerek Batang Padi (PBP) Wereng Batang Coklat (WBC) V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 18

8 ii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Syarat kondisi lingkungan yang dibutuhkan hama PBP... 2 Tabel 2 Syarat kondisi lingkungan yang dibutuhkan hama WBC... 3 Tabel 3 Batasan Nilai EI... 5 Tabel 4 Batasan nilai EI yang digunakan sebagai asumsi untuk melihat keberadaan serangan... 5 Tabel 5 Hasil Uji t s dari data rata-rata CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto... 8 Tabel 6 Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama PBP berdasarkan klasifikasi Oldeman Tabel 7 Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama WBC berdasarkan klasifikasi Oldeman... 15

9 iii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.a Penggerek batang padi kuning... 2 Gambar 1.b Gejala sundep... 2 Gambar 2.a Wereng batang coklat... 2 Gambar 2.b Gejala Hopperburn... 2 Gambar 3 Hasil pengelompokkan stasiun-stasiun CH Kabupaten Klaten dengan Gambar 4 menggunakan fuzzy clustering... 7 Hasil perbandingan pola CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto... 8 Gambar 5.a Nilai EI setiap tahunnya untuk hama PBP Gambar 5.b Nilai EI setiap tahunnya untuk hama WBC Gambar 6.a Nilai EI bulanan untuk hama PBP Gambar 6.b Nilai EI bulanan untuk hama WBC Gambar 7 Luas serangan hama PBP per tahun ( ) Gambar 8 Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama PBP Gambar 9 Luas serangan hama WBC per tahun ( ) Gambar 10 Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama WBC... 12

10 iv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Peta secara umum Kabupaten Klaten Lampiran 2 Sebaran sawah di Kabupaten Klaten Lampiran 3 Sebaran letak stasiun CH di Kabupaten Klaten Lampiran 4 Kondisi beberapa unsur iklim rata-rata bulanan Kabupaten Klaten Lampiran 5 Input database Compare Location Kabupaten Klaten (.LOC file) Lampiran 6 Input database Compare Location Kabupaten Klaten (.MET file) Lampiran 7 Input database Compare Years Kabupaten Klaten (.DAT file) Lampiran 8 Aturan spasi dalam penulisan input Climex Lampiran 9 Parameter fisik Penggerek Batang Padi Lampiran 10 Parameter fisik Wereng Batang Coklat Lampiran 11 Contoh hasil Output compare years dari WBC Lampiran 12 Grafik luas serangan Hama PBP setiap bulan dari tahun Lampiran 13 Grafik luas serangan Hama WBC setiap bulan dari tahun Lampiran 14 Data luas tambah tanam di Kabupaten Klaten setiap bulannya (Ha) Lampiran 15 Diagram alir tahap-tahap penelitian... 29

11 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi sentra produksi padi di Indonesia. Kabupaten Klaten termasuk dalam jajaran 5 besar kabupaten sentra produksi di Jawa Tengah. Menurut data statistik, setiap tahunnya produksi padi di Kabupaten Klaten berkisar ton. Setiap tahunnya produksi padi berfluktuasi. Salah satu penyebab berkurangnya produksi padi adalah adanya hama. Hama untuk Kabupaten Klaten diantaranya adalah penggerek batang padi kuning, tikus, dan wereng batang coklat. Hama utama, yang ditinjau dari besarnya luas serangan, untuk wilayah ini pertama adalah penggerek batang padi, kemudian disusul dengan wereng batang coklat, dan terakhir adalah tikus. Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens), yang merupakan hama bersifat endemis di Kabupaten Klaten, adalah jenis serangga. Serangga yang merupakan hewan poikilothermal, adalah hewan yang suhu tubuhnya menyesuaikan dengan keadaan lingkungan. Oleh karena itu, iklim disuatu wilayah yang ditempati akan mempengaruhi pertumbuhan dan keberadaannya. Banyak faktor, selain iklim, yang mempengaruhi kehidupan serangga. Untuk kedua hama padi ini, keberadaan tanaman padi sebagai sumber makanan juga akan mempengaruhi keberadaannya. Pola tanam padi setiap tahunnya di Kabupaten Klaten juga mempengaruhi keberadaan hama penggerek batang padi dan wereng batang coklat. Karena menurut Rismunandar, 1981, salah satu pengendalian hama secara alamiah adalah dengan mengatur pola tanam. Kesesuaian iklim di Kabupaten Klaten terhadap potensi sebaran hama penggerek batang padi dan wereng batang coklat dapat dihitung melalui model Climex. Sutherst, 1999, model Climex, yang berasal dari Australia, mampu menggambarkan potensi sebaran suatu spesies disuatu lokasi, dengan didasarkan pada iklim. Potensi ini digambarkan dengan suatu indek, yaitu indek EI (Ecoclimatic Index). Nilai EI didasarkan pada perhitungan dari besarnya indek pertumbuhan dan indek cekaman dari suatu organisme terhadap iklim dari wilayah yang dikaji. Penggunaan model harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh sebab itu, perlu adanya pengkajian mengenai kesesuaian keluaran model dengan kondisi di lapangan. 1.2 Tujuan Penelitian ini dilakukan, dengan memanfaatkan model Climex 1.1, untuk menganalisis kesesuaian potensi sebaran dari nilai indek ekoklimatik (EI) terhadap kebaradaan serangan hama, yaitu penggerek batang padi (Scirpophaga incertulas) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens), di Kabupaten Klaten. 1.3 Asumsi Nilai EI merupakan potensi sebaran secara geografis suatu organisme disuatu wilayah. Potensi sebaran menggambarkan keberadaan suatu organisme tersebut. Keberadaan hama di lapangan, mengindikasikan adanya potensi serangan dari hama tersebut. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten terletak pada koordinat 7'30" - 7'45" LS, dan antara 110'30" - 110'45" BT. Sebelah utara Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, di sebelah Timur dengan Kabupaten Sukoharjo, disebelah selatan dengan Kabupaten Gunung Kidul dan disebelah Barat dengan Kabupaten Sleman.Kabupaten yang memiliki luas kira - kira Ha, terdiri dari 26 kecamatan. Luas sawah kabupaten ini setengah dari luas totalnya, yaitu Ha. Menurut penggunaannya, sawah di Kabupaten Klaten terdiri dari sawah berpengairan teknis, setengah teknis,sederhana, dan tadah hujan. Sawah berpengairan teknis mengambil bagian terbesar, yaitu 56% dari total luasan sawah secara keseluruhan. Total Produksi padi sawah dan padi gogo secara umum berkisar ton gabah kering giling (GKG). Sawah-sawah di Kabupaten Klaten tidak luput dari serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang sering dijumpai diantaranya adalah penggerek batang padi kuning (PBP), wereng batang coklat (WBC), tikus, tungro, dan kerdil. Berdasarkan data Dinas Pertanian, luas serangan hama PBP paling tinggi luas serangannya, kemudian disusul dengan WBC. 2.2 Hama Penggerek batang padi (PBP) Penggerek batang padi, yang termasuk dalam ordo Lepidhamaera dan famili Pyralidae, memiliki nama latin Scirpophaga incertulas. Menurut Wardle, dalam Kalshoven

12 2 (1981), PBP pertama kali ditemukan sebagai hama yang terkenal di China, Jepang, dan Taiwan. Menurut Pathak dan Khan (1994), spesies ini juga mendominasi di wilayah Bangladesh, India, Malaysia, Pakistan, Philipina, Sri Lanka, Thailand, Vietnam, dan sebagian dari Indonesia. Organisme PBP ini dapat menurunkan hasil panen padi. Penggerek dapat merusak tanaman padi pada fase vegetatif maupun generatif. Pada fase vegetatif, akan mengakibatkan anakan padi mati, yang biasa disebut sundep. Pada fase generatif, dapat menyebabkan malai menjadi hampa, yang biasa disebut beluk. (Sumber : ( a ) ( b ) Gambar 1. (a) Penggerek batang padi kuning. (b) Gejala sundep Menurut Kalshoven (1981), telur penggerek akan menetas setelah 4-5 hari. Kemudian telur menetas menjadi larva. Masa perkembangan larva membutuhkan waktu 3-6 minggu, dimana pertumbuhan larva tersebut dapat mencapai 25 mm. Lalu memasuki tahap menjadi pupa, yang membutuhkan waktu 8-14 hari. Waktu total yang dibutuhkan untuk melalui siklus hidup penggerek adalah 5-9 minggu. Hama PBP memiliki syarat hidup untuk bertahan di lingkungannya. Pathak dan Khan (1994) mendefinisikan batasan tersebut dalam Tabel 1. Hama PBP meletakkan telurnya di dekat jaringan daun. Jumlah telur yang diletakkan dapat mencapai buah setiap betinanya. Siklus hidup pada tahap larva akan mengalami 4 hingga 7 kali tahap pergantian kulit, untuk berkembang secara sempurna. Umumnya,menurut Pathak dan Khan (1994), penggerek per generasinya setiap tahun, keberadaannya tergantung dari faktor lingkungan, temperatur, hujan, dan ketersediaan tanaman. Ketika tidak ada tanaman dan temperatur tidak hamaimum untuk perkembangan, larva akan mengalami dormansi atau diapause. Tabel 1. Syarat kondisi lingkungan yang dibutuhkan hama PBP Tahap Keterangan Batasan Telur - Suhu Batas minimum berkembang 13 0 C Batas minimum menetas 16 0 C Batas hamaimum menetas 24 0 C-29 0 C Batas maksimum penetasan 35 0 C - RH Batas minimum penetasan 70 % Larva - Suhu Batas 17 0 C-35 0 C perkembangan Batas minimum pergantian kulit Pupa - Suhu Batas minimum untuk perkembangan 12 0 C 15 0 C-16 0 C (sumber : Pathak dan Khan, 1994) Wereng batang coklat (WBC) Wereng batang coklat, yang termasuk dalam keluarga homhamaera, memiliki nama latin Nilaparvata lugens. Kalshoven (1981), WBC tersebar di wilayah India, Asia Tenggara, dan China. Menurut Mochida (1978), Jawa dan Sumatera Utara merupakan lokasi pertama terserang WBC. Kemudian diikuti wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, Aceh dan Lampung. Hama WBC ini dapat menimbulkan kerusakkan pada tanaman padi, dimana tanaman padi akan menguning dan cepat sekali mengering. (Sumber : ( a ) ( b ) Gambar 2. (a) Wereng Batang Coklat (b) Gejala Hoppernburn WBC mengalami siklus kehidupan yang terdiri dari telur, nimfa dan serangga dewasa. Menurut Kalshoven (1981), saat memasuki fase telur, membutuhkan waktu 8-9 hari. Fase nimfa membutuhkan waktu hari. Fase dewasa memiliki periode hidupnya 8-12 hari. Secara keseluruhan, untuk melengkapi siklus hidup, WBC membutuhkan waktu 3-4 minggu.

13 3 Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga, diantaranya adalah suhu, curah hujan, dan kelembaban udara. Menurut Pathak dan Khan (1994), setiap siklus hidup WBC memiliki syarat kondisi iklim tertentu, yang ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Syarat kondisi lingkungan yang dibutuhkan hama WBC Tahap Keterangan Batasan Telur - Suhu Batas hamaimum 25 0 C-30 0 C Batas lethal 33 0 C untuk menetas Nimfa - Suhu Batas hamaimal untuk perkembangan C C Batas untuk perkembangan rentan 30 0 C Dewasa - Suhu Batas aktif 10 0 C-32 0 C (sumber : Pathak dan Khan, 1994) Menurut abraham dan nair, dalam IRRI (1979), bahwa ledakan hama WBC terjadi pada selang suhu 20 0 C-30 0 C. Perkembangan dan populasi WBC akan meningkat, jika berada di wilayah kelembaban yang kondusif, dengan rentang kelembaban udara 70%-85%. Beberapa penulis, menyatakan bahwa serangan hama WBC tertinggi cenderung terjadi pada musim basah. Menurut Sastrosoedarjo, dalam IRRI (1979), terdapat korelasi positif dari CH tahunan terhadap luas serangan hama WBC, di daerah Jawa Tengah. Selain itu, ditemukan juga korelasi negatif antara jumlah bulan kering dengan luas serangan hama WBC. 2.3 Model Climex Fungsi Model Climex Climex merupakan model simulasi dinamik yang berfungsi untuk memprakirakan potensi sebaran secara geografi suatu spesies, baik itu tumbuhan maupun hewan. Iklim merupakan parameter yang digunakan untuk menduga penyebarannya. Oleh sebab itu, model ini mengasumsikan bahwa faktor iklim yang mempengaruhi sebaran suatu spesies. Climex mengombinasikan indek pertumbuhan dan cekaman dari suatu spesies untuk melihat potensi sebarannya, yang digambarkan dengan nilai EI (Ecoclimatic Index). Nilai EI yang menggambarkan suatu potensi sebaran spesies disuatu lokasi, memiliki selang nilai Nilai 0, menunjukkan bahwa wilayah yang dikaji tidak memiliki potensi sebaran spesies yang telah ditentukan, sedangkan nilai EI 100 menggambarkan sebaliknya. Komponen indek pertumbuhan terdiri dari indek suhu (TI), kelembaban tanah (MI), diapause (DI), pencahayaan (LI), pertumbuhan mingguan (GI w ), dan pertumbuhan tahunan (GI a ). Komponen indek cekaman terdiri dari cekaman dingin (CS), panas (HS), kering (DS), dan lembab (WS). Climex memiliki beberapa fungsi yang dapat digunakan. Diantaranya adalah compare location, compare years, match climates. Compare location berfungsi untuk memprediksi potensi penyebaran suatu spesies secara geografis, dilihat secara umum. Fungsi ini menggunakan data bulanan rata-rata suatu wilayah, sebagai inputnya. Input dari fungsi ini berupa file dalam bentuk.loc (letak lokasi geografis) dan.met (data meteorologi bulanan suatu wilayah). Compare years berfungsi untuk melihat potensi sebaran suatu spesies secara geografis dalam jangka waktu yang lama, time series. Fungsi ini menggunakan data time series dalam beberapa tahun. Input untuk fungsi ini berupa file yang berbentuk.dat. Ketiga file yang diperlukan sebagai input tersebut, penulisannya harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Data meteorologi yang dibutuhkan adalah suhu maksimum, suhu minimum, curah hujan, dan kelembaban udara. Match Climates memiliki fungsi membandingkan iklim antar lokasi, jika penggunaan model untuk lokasi yang banyak Aplikasi Model Climex Beberapa penelitian mengenai penggunaan model Climex telah dilakukan. Koesmaryono dkk (2004), melakukan ujicoba Climex 1.1 untuk menganalisis potensi sebaran PBP dan WBC, di wilayah Jatisari, Cimanggu dan Pacet. Nilai EI daerah Cimanggu menggambarkan bahwa iklimnya kurang cocok untuk hama WBC. Hal ini dikarenakan, CH tahunan di Cimanggu sangat tinggi, berkisar 4000 mm. Kondisi ini digambarkan oleh Climex dengan timbulnya nilai cekaman kelembaban yang tinggi (WS=1) dan indek pertumbuhan yang rendah (GI=40), sehingga nilai EI menjadi kecil (EI=40). Penelitian tersebut juga dilakukan untuk hama PBP. Daerah Pacet yang juga wilayah kajian penelitian tersebut, memiliki iklim yang tidak cocok untuk PBP, nilai EI=0. Model Climex menggambarkan adanya cekaman dingin, karena rendahnya suhu di daerah Pacet untuk tempat hidup PBP. Pada saat musim kemarau,

14 4 nilai indek pertumbuhan cenderung rendah, hal ini karena kondisi kelembaban yang tidak sesuai untuk hama PBP. Menurut Koesmaryono dkk (2004), model Climex dalam mengkaji potensi sebaran hama, belum mampu memperlihatkan secara langsung dan jelas hubungannya dengan iklim. Walaupun begitu,perhitungan yang diberikan mudah dilakukan. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB. Penelitian dimulai bulan Juli 2008 hingga Januari Bahan dan Alat 1. Bahan-bahan yang digunakan adalah data CH Kabupaten Klaten (tahun ), data iklim Bandara Adisucipto (tahun ), data luas serangan HAMA Kabupaten Klaten (tahun ). 2. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat PC (Personal Computer), software CLIMEX versi 1.0, Notepad, MS. Office dan MS. Excel. 3.3 Metode Kajian data CH di Kabupaten Klaten dan Stasiun Meteorologi Adisucipto Kajian ini menggunakan data CH dari stasiun-stasiun CH Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Bandara Adisucipto. Hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian data iklim dari st. meteorologi Adisucipto untuk mewakili data iklim yang tidak ada di Kabupaten Klaten. Proses ini dilakukan dengan 4 tahap, diantaranya adalah : 1. Fuzzy Clustering Koesmaryono dkk (2007) telah melakukan penelitian pengelompokkan wilayah iklim Kabupaten Klaten menggunakan Fuzzy Clustering. Cluster fuzzy merupakan salah satu metode pengelompokkan data tanpa menghilangkan sebagian data-data yang ekstrim. Tahap pertama menentukan relasi kompatibilitas fuzzy yang menggambarkan fungsi jarak Minowski, dengan rumus sebagai berikut ; R p 1 q q = 1 ( x X X ij x (, k ) kj ) 1 j= 1 Tahap kedua menentukan relasi ekivalensi fuzzy, yang ditetapkan sebagai hampiran transitif. Hal ini dilakukan melalui 3 tahap, yaitu ; R =R (R R) Jika R R T, maka tentukan R=R kembali ke tahap 1. Berhenti, jika R = R T 2. Menentukan CH wilayah di Kabupaten Klaten Proses ini dilakukan dengan metode rata-rata aritmatik, sebagai berikut : CH = n i= 1 CH n / CH : curah hujan n : jumlah stasiun CH 3. Menganalisis pola CH Analisis dilakukan untuk mengetahui pola data CH wilayah dari Kabupaten Klaten dan data CH titik st. meteorologi Adisucipto, dimana stasiun ini dekat dengan Kabupaten Klaten. 4. Menganalisis secara statistik Analisis ini dilakukan untuk melihat rentang data CH bulanan rata-rata di st. meteorologi Adisucipto terhadap data CH bulanan rata-rata di Kabupaten Klaten. Analisis ini menggunakan uji t dengan selang kepercayaan 95%, dengan rumus sebagai berikut : ( µ χ ) t uji = 0.5 ( s / n ) dimana; : data sampel (data CH st. meteorologi adisucipto) : data populasi (data CH Kabupaten Klaten) s : standar deviasi n : jumlah data dengan hipotesis : Ho = - t <t uji < t H 1 = t uji > t atau t uji < t Penentuan Input Parameter Spesies untuk Climex Parameter-parameter spesies ini merupakan input untuk menjalankan model Climex, yang dapat diperoleh dengan 2 cara. Pertama dengan melihat dari literatur. Kedua dengan menyamakan parameter spesies dengan parameter Template Wet Tropical n

15 5 yang telah tersedia di dalam model Climex Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten Klaten dalam rentang waktu satu tahun (.MET). Data-data tersebut ditulis dalam Notepad dengan aturan spasi yang telah ditentukan (Lampiran 8), kemudian disimpan dalam bentuk.loc dan.met. Kedua file ini dapat digunakan dalam Compare Location setelah diimpor melalui Metmanager. Compare Years memiliki 1 input file yaitu berupa file.dat. File ini berisi data-data iklim bulanan time series Kabupaten Klaten dari tahun Data ditulis dalam Notepad dengan aturan spasi yang telah ditentukan, kemudian disimpan dalam bentuk.dat. File.DAT tidak perlu diimpor seperti kedua file sebelumnya Analisis Nilai EI Proses analisis ini untuk mengetahui secara umum prakiraan kesesuaian iklim Kabupaten Klaten terhadap potensi sebaran hama penggerek batang padi dan wereng batang coklat, dilihat dari nilai EI hasil Compare Location. Selain itu juga melihat pola EI setiap bulannya dari tahun dari hasil Compare Years. EI bulanan didapatkan dengan merata-ratakan nilai EI mingguan dengan konsep Julian day. Nilai EI didapatkan dari konsep perhitungan sebagai berikut : Ecoclimatic index EI = TGI A x SI x SX The annual growth index 52 GI A = 100 TG / 52 i= 1 Wi GI w = TI w x MI w x LI w x DI w dimana ; TI w = Temperature Index weekly MI w = Moisture Index weekly LI w = Light Index weekly DI w = Diapause Index weekly The annual stress index SI = (1-CS/100) (1-DS/100) (1-HS/100) (1-WS/100) dimana ; CS : the annual cold stress DS : the annual dry stress HS : the annual heat stress WS : the annual wet stress The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; CDX : the annual cold-dry CWX : the annual cold-wet HDX : the annual hot-dry HWX : the annual hot-wet Analisis Besarnya Nilai EI terhadap Keberadaan Serangan Hama Analisis ini dilakukan untuk membandingkan besarnya nilai EI dengan keberadaan hama dilapangan, yang dilihat dari data luas serangan hama (Ha). Perbandingan ini dilihat dari bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) menurut Oldeman dan pengelompokkan nilai EI menurut D Adamo. Menurut Oldeman : BB = CH > 200 mm BL = 100mm CH 200 mm BK = CH < 100 mm Tabel 3. Batasan nilai EI No EI Keterangan Tidak cocok Kurang cocok Cocok 4 >75 Sangat Cocok ( Sumber : D Adamo et al, dalam Koesmaryono et al, 2004 ) Berdasarkan tabel EI dan keberadaan serangan, maka digunakan asumsi sebagai berikut : Tabel 4. Batasan nilai EI yang digunakan sebagai asumsi untuk melihat keberadaan serangan No EI Serangan Tidak Ada Ada / Tidak ada 3 > 51 Ada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kajian data CH di Kabupaten Klaten dan Stasiun Meteorologi Adisucipto Kajian data CH di Kabupaten Klaten dilakukan karena di wilayah ini tidak memiliki data iklim yang lengkap. Beberapa unsur iklim yang digunakan untuk mewakili wilayah Kabupaten diambil dari data stasiun meteorologi Adisucipto, diantaranya suhu dan kelembaban udara. Data stasiun meteorologi

16 6 Adisucipto diambil sebagai pewakil dengan pertimbangan, stasiun ini dekat dengan Kabupaten Klaten dan datanya lengkap. Oleh sebab itu, telah dilakukan beberapa langkah, untuk melihat kesesuain data iklim di Adisucipto jika digunakan di Kabupaten Klaten. Pertama telah dilakukan pewilayahan dengan menggunakan metode fuzzy clustering. Hasil yang diperoleh, dengan menggunakan data rata-rata tahunan dari 42 stasiun CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto, yang dapat dilihat pada Gambar 3. Pewilayahan CH di Kabupaten Klaten dapat terbagi menjadi 1 wilayah. Jika dilihat dari nilai ekivalensi data CH tahunan antar stasiun, semua stasiun akan menjadi 1 kelompok dengan nilai ekivalensi Nilai ini menandakan bahwa data tahunan stasiunstasiun CH di Kabupaten Klaten mempunyai nilai CH tahunan yang tidak jauh beda. Data stasiun meteorologi Adisucipto yang dimasukkan dalam proses ini, juga memiliki nilai CH tahunan yang tidak jauh beda dengan stasiun-stasiun CH di Kabupaten Klaten. Pemilihan untuk memutuskan pewilayahan CH di Kabupaten Klaten menjadi 1 kelompok, karena jika dilihat dari segi topografinya, stasiun-stasiun tersebut berada di kawasan dataran rendah. Selain itu, dalam penggunaan model Climex dituntut akan ketersediaan data unsur iklim yang time series. Ketersediaan data CH di setiap stasiun Kabupaten Klaten pada kenyataannya tidak lengkap. Sehingga, data CH Kabupaten Klaten yang dibutuhkan untuk input Climex, menggunakan data ratarata seluruh stasiun CH di Kabupaten Klaten. Data CH dari banyak stasiun di Kabupaten Klaten, dirata-ratakan kembali menggunakan metode aritmatik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai CH wilayah di Kabupaten Klaten. Data iklim dari stasiun meteorologi Adisucipto dapat mewakili data unsur-unsur iklim di Kabupaten Klaten, kecuali data CH. Salah satu cara dibuktikan dengan melihat pola CH dari kedua tempat, yang ditampilkan pada Gambar 4. Pola CH setiap bulannya dari kedua tempat tersebut, secara umum sama. Hal ini memungkinkan untuk mengambil data unsur-unsur iklim dari stasiun meteorologi Adisucipto sebagai pewakil untuk data iklim Kabupaten Klaten. Selain dengan melihat pola CH-nya secara visual, juga dilakukan pengujian secara statistik, dengan uji-t. Hasil dapat dilihat pada Tabel 5.

17 7 Gambar 3. Hasil pengelompokkan stasiun-stasiun CH Kabupaten Klaten dengan menggunakan fuzzy clustering Keterangan : Kelompok st 1 : St. CH Jombor, Kalijaran, Kemudo Kelompok st 2 : St. CH Demangan, Gantiwarno Kelompok st 3 : St. CH Gondang, Manisrenggo Kelompok st 4 : St. CH Ceper, Delanggu Kelompok st 5 : St. CH Candisewu, Tegalduwur Kelompok st 6 : St. CH Polanharjo, Pundung (Masing-masing kelompok merupakan kumpulan stasiun yang telah bersatu pada nilai ekivalensi 1.00)

18 CH Rata2 Klaten CH Adisucipto C H ( m m ) Jan-89 Jan-90 Jan-91 Jan-92 Jan-93 Jan-94 Jan-95 Jan-96 Jan-97 Jan-98 Jan-99 Jan-00 Jan-01 Jan-02 Jan-03 Jan-04 Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 B u l a n Gambar 4. Hasil perbandingan pola CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto Tabel 5. Hasil Uji t s dari data rata-rata CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto Bulan n - t0.025<t<t Hasil s ts - t t Januari ,859 1,974 Terima Februari ,218 0,894 Terima Maret ,444 1,499 Terima April ,805 2,061 Terima Mei ,133-1,814 Terima Juni ,713 0,586 Terima Juli ,821 0,059 Terima Agustus ,873-1,473 Terima September ,871 0,108 Terima Okt ,299 2,552 Tolak Nov ,728 4,044 Tolak Des ,481 1,717 Terima Dari Tabel 3, walaupun ada 2 bulan ditolak untuk uji ini, namun secara umum CH di stasiun meteorologi Adisucipto masih dalam rentang yang sesuai dengan CH di Kabupaten Klaten. Hal ini menandakan bahwa data iklim di stasiun meteorologi Adisucipto mampu mewakili data iklim Kabupaten Klaten. Oleh sebab itu, data iklim Kabupaten Klaten untuk suhu dan kelembaban diwakili oleh data dari st. meteorologi adisucipto. 4.2 Iklim Kabupaten Klaten Curah hujan di Kabupaten Klaten bersifat monsoonal. Nilai CH tinggi pada bulan Desember hingga Maret. Curah hujan rendah jatuh pada bulan Juni hingga September. Nilai CH berkisar 1700 mm per tahunnya. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim di wilayah ini adalah D3 (4 bulan basah dan 6 bulan kering). Tipe iklim ini memiliki peluang dalam melakukan penanaman padi hanya satu kali dalam setahun.

19 9 Suhu bulanan di Kabupaten Klaten tidak bervariasi jika dibandingkan dengan CH, karena wilayah ini termasuk dalam daerah tropis. Suhu maksimum rata-rata berkisar 30 0 C hingga 33 0 C. Suhu minimum rata-rata berkisar 21 0 C hingga 25 0 C. Suhu rata-rata untuk wilayah ini secara umum berkisar antara 25 0 C hingga 28 0 C. Nilai RH tertinggi ketika pada pagi hari, yaitu pukul 07.00, dengan nilai di atas 85%. Nilai RH terendah pada siang hari, yaitu pukul dengan kisaran 55% hingga 70%. Nilai RH rata-rata berkisar secara umumnya berkisar pada 75% hingga 87%. Nilai RH tinggi terjadi pada bulan Desember hingga Maret, karena saat-saat tersebut merupakan masa musim hujan. Musim kemarau, nilai RH rendah, berkisar pada bulan Agustus hingga Oktober. 4.3 Hasil Keluaran Compare Location dan Compare Years Penggerek Batang Padi (PBP) Hasil Compare Location menunjukkan bahwa indek ekoklimatik (EI) Kabupaten Klaten, untuk hama penggerek adalah 63. Jika dibandingkan dengan nilai kisaran EI D adamo, iklim dari Kabupaten Klaten secara umum memiliki potensi penyebaran hama PBP. Nilai EI ini termasuk dalam kisaran cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan hama PBP. Hal ini diperkuat dengan batasan nilai EI yang digunakan menurut Sutherst (1999), bahwa suatu wilayah dikatakan berpotensi jika EI diatas 30. Hasil EI setiap tahun dari keluaran Compare years untuk hama PBP disajikan dalam gambar 5a. Setiap tahunnya, nilai EI bervariasi pada kisaran cocok hingga kurang cocok iklimnya (berdasarkan D Adamo), untuk perkembangan dan pertumbuhan hama PBP. Nilai-nilai tersebut setiap tahun masih dalam kisaran memiliki potensi sebaran untuk hama PBP. Hal ini menandakan bahwa iklim di Kabupaten Klaten mendukung keberadaan hama PBP setiap tahunnya. Hasil EI bulanan dihitung untuk menyesuaikan dengan data luas serangan hama, sebagai pembanding kondisi di lapangan. Hasil EI bulanan hama PBP disajikan dalam Gambar 6a. Berdasarkan grafik tersebut, EI memiliki suatu pola tertentu setiap bulannya. Potensi sebaran hama PBP cenderung tidak berpotensi ketika masuk dalam musim kemarau. Ketika musim hujan, potensi sebaran hama PBP sangat cocok sekali. Hal ini memberikan peluang yang tinggi untuk pertumbuhan PBP pada musim hujan, jika dilihat dari perhitungan model Climex. Jika dibandingkan nilai EI tahunan dan bulanan, maka nilai EI tahunan kurang berfluktuasi dibandingkan dengan nilai EI bulanan. Hal ini, karena nilai EI tahunan merupakan hasil rata-rata setiap indek mingguannya Wereng Batang Coklat (WBC) Hasil keluaran EI dari Compare location untuk hama WBC, Kabupaten Klaten memiliki nilai 58. Hal ini menandakan bahwa iklim di Kabupaten Klaten memiliki potensi sebaran hama WBC, dimana iklimnya masih sesuai dengan pertumbuhannya. Hasil EI keluaran Compare years ditampilkan pada Gambar 5b. Kabupaten Klaten cocok untuk sebaran hama WBC jika dilihat dari tahunan, yaitu tahun 2000, 2001, 2003, dan Tahun yang lain berada pada kondisi kurang cocok, tapi masih memiliki potensi terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama WBC. Nilai EI bulanan untuk WBC, yang ditunjukkan pada Gambar 6b, polanya cenderung sama dengan PBP. Kesamaan ini ditujukan dengan kecenderungan nilai EI yang tinggi pada bulan-bulan basah. Nilai EI akan berkurang hingga 0, pada bulan-bulan kering. Hal ini juga menandakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki potensi besar terhadap sebaran WBC pada musim hujan. Perbedaan hama WBC dengan PBP, yaitu ketika BB nilai EI cenderung lebih tinggi untuk hama PBP. Nilai EI untuk hama PBP cenderung mencapai nilai 100, sedangkan WBC jarang mencapai nilai 100. Nilai EI yang rendah pada hama WBC dikarenakan nilai indek temperatur (TI) tidak maksimum (nilai indek maksimum = 100). Pola nilai EI setiap tahunnya ( ) baik hama PBP maupun WBC juga sama.

20 10 EI T a h u n E I T a h u n ( a ) ( b ) Gambar 5. Nilai EI setiap tahunnya untuk (a) hama PBP (b) hama WBC Jan-00 May-00 Sep-00 Jan-01 May-01 Sep-01 Jan-02 May-02 Sep-02 Jan-03 May-03 Sep-03 Jan-04 May-04 Sep-04 Jan-05 May-05 Sep-05 Jan-06 May-06 Sep-06 Jan-07 May-07 E I Sep-07 B U L A N ( a ) E I Jan-00 May-00 Sep-00 ( b ) Jan-01 May-01 Sep-01 Jan-02 May-02 Sep-02 Jan-03 May-03 Sep-03 Jan-04 May-04 Sep-04 Jan-05 May-05 Sep-05 Jan-06 May-06 Sep-06 Jan-07 May-07 Sep-07 B U L A N Gambar 6. Nilai EI bulanan untuk (a) hama PBP (b) hama WBC

21 Perbandingan Keberadaan Serangan Hama dengan Besarnya Nilai Ekoklimatik indek (EI) Penggerek Batang Padi (PBP) Setiap bulan serangan hama terjadi di Kabupaten Klaten. Hal ini dikarenakan keberadaan tanaman padi baik pada saat BK maupun BB selalu ada. Keberadaan luas tambah tanam setiap bulannya di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Lampiran 14. Keberadaan tanaman padi pada BK karena tersedianya sistem irigasi di Kabupaten Klaten. Setiap tahun, hama PBP, yang merupakan hama utama di Kabupaten Klaten, selalu ada. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan serangan hama PBP, yang digambarkan sebagai berikut : L u a s ( H a ) Tahun Gambar 7. Luas serangan hama PBP per tahun ( ) Luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 2004, sebesar 2624 Ha. Luas serangan terendah terjadi tahun 2001, sebesar 1354 Ha. Keadaan di Kabupaten Klaten menyebutkan bahwa serangan hama selalu terjadi setiap bulan. Pada tahun , serangan hama tertinggi jatuh pada bulan September, walaupun perbedaan luas serangannya tidak begitu ekstrim jika dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan mulai tahun , serangan hama cenderung tinggi pada bulan Maret hingga April. Serangan terluas, dimana luas serangan 2 kali dari biasanya, terjadi pada bulan Maret Hasil regresi sederhana untuk melihat korelasi luas serangan hama PBP dan EI bulanan, adalah sebagai berikut : L u a s ( H a ) y = 0,3693x + 145,14 R 2 = 0,026 Gambar 8. Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama PBP Hasil regresi dari grafik di atas menghasilkan nilai R 2 yang sangat kecil. Jika dilihat dari segi statistik, nilai EI masih belum dapat menggambarkan luas serangan hama di Kabupaten Klaten. Pada dasarnya, model Climex melihat suatu potensi sebaran suatu organisme, yang berhubungan dengan populasi. Karena ketersediaan data populasi hama tidak ada, maka sebagai penggantinya adalah data luas serangan hama, yang mengindikasikan populasi hama. Secara kuantitatif, dari segi statistik regresi sederhana tidak terlihat dengan jelas hubungan antara nilai EI dan luas serangan hama PBP. Oleh sebab itu, penelitian ini menganalisis secara kualitatif, berdasarkan keberadaan serangan setiap bulannya, melalui klasifikasi BB dan BK dari Oldeman. Pola serangan hama PBP setiap tahun berbeda dengan pola EI tahunannya. Pada saat luas serangan tertinggi terjadi tahun 2004, hal ini diikuti juga dengan nilai EI tertinggi tahun 2004, yaitu 64. Pada saat luas serangan hama PBP terendah terjadi tahun 2001, nilai EI tahun 2001 tidak menunjukkan nilai paling rendah dibanding tahun-tahun yang lain. Keadaan ini menjelaskan bahwa EI tahunan, dapat melihat potensi sebaran hama PBP, sebagai indikasi adanya serangan hama tersebut di Kabupaten Klaten. Walaupun begitu, nilai EI masih belum mampu secara detail menjelaskan secara kuantitatif mengenai besarnya luas serangan hama tahunan PBP. Setiap tahun, urutan BB dan BK akan berbeda waktunya, ditunjukkan dengan Tabel 6. Setiap tahun pada saat BB, nilai EI cenderung menunjukkan suatu potensi sebaran hama PBP di Kabupaten Klaten. Nilai EI ini sesuai dengan keadaan di lapangan, dimana pada BB selalu ada serangan. Walaupun begitu, terdapat 2 BB, dimana nilai EI yang menyatakan tidak ada potensi sebaran, tetapi dilapangan terdapat serangan hama. Jika E I

22 12 dilihat dari nilai EI yang kecil dari kedua bulan tersebut, disebabkan karena indeks pertumbuhan (GI) yang kecil dan adanya cekaman kelembaban (WS). Pada saat BL, nilai EI juga hampir sama pada saat BB. Nilai EI cenderung mengarah pada kondisi sebaran hama PBP yang berpotensi. Kondisi yang berpotensi ini, diikuti juga dengan adanya luas serangan di Kabupaten Klaten. Pada saat BK nilai EI lebih bervariasi dari nilai 100 hingga 0. Pada saat memasuki awal BK, nilai EI masih tinggi. Nilai EI saat itu masih berada di kisaran yang berpotensi. Saat BK mulai terjadi secara berurutan, nilai EI akan cenderung turun dan mendekati nilai 0. Nilai EI yang kecil pada saat BK disebabkan karena kecilnya nilai indek pertumbuhan (GI) dan adanya cekaman kering (DS). Kecilnya nilai indek pertumbuhan karena kecilnya nilai indek kelembaban tanah (MI). Nilai EI merupakan suatu nilai yang menggambarkan potensi sebaran suatu organisme, dimana hal ini mengindikasikan keberadaan hama PBP di Kabupaten Klaten. Jika keberadaan hama PBP ada, maka kondisi ini berpeluang akan adanya potensi serangan di lapangan, dengan didukung keberadaan tanaman padi. Output dari model Climex masih dapat melihat potensi keberadaan serangan hama PBP pada bulan basah dan awal BK. Ketika pertengahan BK output Climex cenderung tidak sesuai dengan kondisi kenyataan di lapangan. Banyak faktor yang mempengaruhi serangan hama PBP terjadi setiap bulannya di Kabupaten Klaten. Pola tanam di Kabupaten Klaten, dimana penanaman padi yang dapat dilakukan 3 kali dalam setahun, dapat memberikan suatu peluang keberadaan PBP. Tanaman padi yang merupakan sumber makanan bagi PBP setiap bulannya selalu ada. Ketika nilai EI yang kecil karena adanya cekaman kering, keberadaan hama PBP masih ada. Keberadaan tanaman padi pada musim kemarau, karena adanya irigasi di Kabupaten Klaten, dapat memberikan peluang adanya kondisi iklim mikro yang kondusif bagi hama PBP, terutama di bawah tajuk tanaman padi. Hal ini sesuai dengan Kesmaryono (1991), bahwa iklim mikro dalam suatu pertanaman, yang merupakan rumah bagi serangga, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga Wereng Batang Coklat (WBC) Kondisi luas serangan WBC setiap tahunnya selalu ada di Kabupaten Klaten. Sebagai hama nomor dua, luas serangan tidak sebesar hama PBP. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 9. Gambar 9. Luas serangan hama WBC per tahun ( ) Luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 2002, dengan luas serangan 1545 Ha. Besarnya luas serangan ini tidak setinggi hama PBP. Pola luas serangan hama WBC berbeda dengan hama PBP (Lampiran 13), setiap bulannya. Serangan WBC tidak selalu ada disetiap bulan. Luas serangan hama WBC tertinggi setiap tahunnya terjadi baik pada saat BB maupun BK. Luas serangan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2002, 764 Ha, untuk BB. Luas serangan tertinggi pada BK terjadi bulan Juli 2007, 551 Ha (Tabel 7). L u a s ( H a ) L u a s ( H a ) y = 0,4656x + 22,049 R 2 = 0, T a h u n Gambar 10. Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama WBC Hasil regresi antara EI dan luas serangan hama WBC menyatakan, bahwa R 2 sangat kecil. Hal ini sama terjadi untuk hama PBP, dimana dalam bentuk regresi sederhana nilai EI belum dapat menggambarkan luas serangan hama. Jika dibandingkan antara grafik luas serangan hama WBC dan EI tahunannya, maka pola yang terlihat tidak sama. Ketika luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 2002, nilai EI berada di kisaran nilai 45. Perubahan luas serangan yang signifikan pada tahun , ternyata tidak diikuti dengan pola perubahan yang sama dari nilai EI. Pengelompokkan nilai EI dan keberadaan serangan hama WBC, yang berdasarkan BB dan BK dari Oldeman ditunjukkan pada E I

23 13 Tabel 7. Ketika BB, keberadaan serangan hama WBC bervariasi, tidak seperti hama PBP. Sedangkan, nilai EI hama WBC cenderung berada pada kisaran yang menggambarkan bahwa Kabupaten Klaten memiliki potensi sebaran hama WBC, yang berarti terdapat keberadaan hama WBC. Hal ini menandakan bahwa iklim Kabupaten Klaten pada saat BB berpotensi terhadap serangan hama WBC, hal ini didukung oleh adanya keberadaan serangan hama dilapangan. Walaupun begitu, adakalanya nilai kisaran EI, tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Ketika EI dalam kisaran berpotensi, ternyata tidak ada serangan dilapangan. Gambaran ini menandakan, iklim yang sesuai untuk pertumbuhan hama, tidak selalu menunjukkan keberadaan organismenya. Ketika BB, EI berada kisaran tidak memiliki potensi sebaran, di lapangan terjadi serangan hama WBC, walaupun kurang dari 5 Ha. Nilai EI yang kecil ini disebabkan karena nilai GI yang kecil dan adanya cekaman kelembaban (WS). Nilai GI yang kecil disebabkan karena MI (Moisture Index) yang kecil. Walaupun nilai EI menunjukkan tidak berpotensi adanya sebaran hama, tetapi harus tetap diwaspadai akan keberadaannya pada saat BB. Pada saat BL, nilai EI bervariasi kesesuaiannya jika dibandingkan keberadaan serangan di Kabupaten Klaten. Ketika memasuki awal BK, nilai EI menggambarkan bahwa iklim Kabupaten Klaten masih mendukung potensi sebaran hama WBC. Pada masa pertengahan dibulanbulan kering, nilai EI semakin kecil hingga mendekati 0. Keadaan tersebut disebabkan karena nilai GI yang kecil dan adanya DS (Dry stress). Pada saat BK, nilai EI dapat menggambarkan potensi serangan hama WBC ketika awal memasuki BK. Keberadaan serangan hama WBC saat BK yang cenderung bervariasi, masih belum terbaca oleh nilai EI ini secara maksimal. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan serangan hama WBC, tidak hanya dari faktor iklim. Menurut Mochida (1978), 3 faktor utama yang mempengaruhi adanya peledakkan hama WBC adalah penanaman tanaman padi yang rentan terhadap WBC, penanaman tanaman padi secara berlanjut karena adanya sistem irigasi, pemberian pupuk yang mengandung nitrogen secara berlebihan. Ketika BK, nilai EI baik itu untuk PBP maupun WBC cenderung dibawah 26. Nilai EI yang rendah karena adanya cekaman kering dan kelembaban tanah yang rendah. Jika dilihat dari analisis model Climex, kedua faktor tersebut muncul karena nilai CH yang rendah. Climex hanya memasukkan CH sebagai input kelembaban tanah. Sedangkan, dalam keadaan nyata dibidang pertanian, kelembaban tanah tidak hanya dipengaruhi oleh pasokkan air dari CH, tetapi juga irigasi. Faktor irigasi inilah yang belum dimasukkan sebagai penyokong kelembaban tanah dalam model Climex, hanya CH.

24 14 Tabel 6. Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama PBP berdasarkan klasifikasi Oldeman Tahun Keterangan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec CH BB BL BK BL 2000 EI LS CH BB BL BK BL BK 2001 EI LS CH BB BL BK BL 2002 EI LS Keterangan CH BB BL BK BL BK BL BB EI LS CH BB BK BL BB EI LS CH BB BK BB EI LS CH BB BL BB BK BB EI LS CH BK BB BK BL BB EI LS : Terjadi serangan : Terjadi / tidak terjadi serangan : Tidak terjadi serangan CH : Curah hujan EI : Indek ekoklimatik LS : Luas serangan hama BK : Bulan Kering BB : Bulan Basah

25 15 Tabel 7. Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama WBC berdasarkan klasifikasi Oldeman Tahun Keterangan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec CH BB BL BK BL 2000 EI LS CH BB BL BK BL BK 2001 EI LS CH BB BL BK BL 2002 EI LS CH BB BL BK BL BK BL BB 2003 EI LS CH BB BK BL BB 2004 EI LS CH BB BK BB 2005 EI LS CH BB BL BB BK BB 2006 EI LS CH BK BB BK BL BB 2007 EI LS Keterangan : Terjadi serangan : Terjadi / tidak terjadi serangan : Tidak terjadi serangan CH : Curah hujan EI : Indek ekoklimatik LS : Luas serangan hama BK : Bulan Kering BB : Bulan Basah

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING (SCIRPOPHAGA INCERTULAS) DAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT (Nilaparvata lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM MENGGUNAKAN PEMODELAN CLIMEX 3.0 (Studi Kasus Kabupaten Cilacap) AMRI SAJAROH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 10 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G24103044 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT CICILIA CORNELIA PUTRI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA

DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life Klasifikasi Iklim Klimatologi Klasifikasi?? Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri tetapi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Terdapat kecenderungan dan pola yang serupa apabila faktor utama

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian termasuk Indonesia, dimana iklim tropis cocok untuk perkembangan hama. Hama dapat menimbulkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ANALISIS JARINGAN SYARAF (NEURAL NETWORK ANALYSIS) UNTUK MENYUSUN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN DI KABUPATEN NGAWI JAWA TIMUR RINI EKSAWATI

PENGGUNAAN ANALISIS JARINGAN SYARAF (NEURAL NETWORK ANALYSIS) UNTUK MENYUSUN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN DI KABUPATEN NGAWI JAWA TIMUR RINI EKSAWATI PENGGUNAAN ANALISIS JARINGAN SYARAF (NEURAL NETWORK ANALYSIS) UNTUK MENYUSUN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN DI KABUPATEN NGAWI JAWA TIMUR RINI EKSAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA 30 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Curah Hujan DAS Brantas Data curah hujan di DAS Brantas merupakan data curah hujan harian, dimana curah hujan harian berasal dari stasiun-stasiun curah hujan yang ada

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini. KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX)

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX) ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX) Rahmanita Lestari, Nurul Hidayah, dan Ambar Asmoro Fakultas Geografi UMS E-mail: rahmanovic1993@gmail.com

Lebih terperinci

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT)

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT) PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT) YASA ISMAIL ADIE DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid Nomor, April 205 ISSN 858-330X ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi)

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi) PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi) RIA EMILIA SARI G24103011 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

Penggunaan Polinomial Newton dan Advance Exponential Smoothing Untuk Peramalan Serangan Wereng Batang Coklat Pada Komoditas Padi Di Kabupaten Boyolali

Penggunaan Polinomial Newton dan Advance Exponential Smoothing Untuk Peramalan Serangan Wereng Batang Coklat Pada Komoditas Padi Di Kabupaten Boyolali Penggunaan Polinomial Newton dan Advance Exponential Smoothing Untuk Peramalan Serangan Wereng Batang Coklat Pada Komoditas Padi Di Kabupaten Boyolali Artikel Ilmiah Peneliti : Steven Erytherina Javanica

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/7/Th. IV, 1 Juli 216 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 215 PRODUKSI PADI TAHUN 215 NAIK 28,8 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 215 sebanyak 2,33 juta ton gabah

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 12 III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi penelitian terletak di lahan sawah blok Kelompok Tani Babakti di Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas, KabupatenBogor. Secara administrasi Desa Mekarjaya

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 1 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G241344 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017 BMKG MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017 Status Perkembangan 26 September 2016 PERKEMBANGAN ENSO, MONSUN, MJO & IOD 2016/17 Angin ANALISIS ANGIN LAP 850mb

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, Monsun, Analisis OLR Analisis

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A34104069 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci