Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian"

Transkripsi

1 Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

2 ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN THRONTHWAITE MATTER DI WILAYAH GARUT JAWA BARAT ANDRE HERDIAN Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Kekeringan merupakan suatu kondisi dimana kurangnya ketersediaan air terhadap kebutuhan. Pertanian merupakan suatu aktifitas yang memerlukan air agar padi yang ditanam tidak mengalami puso atau gagal panen karena kekeringan. Garut merupakan kabupaten penghasil padi terbesar ke-4 setelah Indramayu, Karawang dan Subang Pentingnya informasi mengenai kekeringan sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya kerugian yang dialami oleh para petani. Kekeringan akan semakin parah jika terjadi fenomena El Nino. Untuk mengetahui karakterisasi kekeringan di suatu wilayah terdapat banyak metode, salah satunya Thronthwaite Matter yang divisualisasikan secara spasial. Analisis spasial untuk indeks kekeringan di wilayah Garut divisualisasikan dengan 9 stasiun curah hujan dengan data curah hujan selama sepuluh tahun dari tahun 2001 sampai Neraca air dihitung dengan menggunakan metode Thronthwaite-Matter. Indeks kekeringan Thronthwaite Matter merupakan suatu indeks yang dapat menginformasikan suatu wilayah apakah mengalami kekeringadi wilayah in ringan, sedang atau berat. Analisis spasial dilakukan dengan GIS dengan ArcMap 3.3 Hasil yang diperoleh menunjukkan indeks kekeringan terbesar untuk sejumlah kecamatan di Garut terjadi pada bulan Agustus dan September. Penurunan produksi yang terjadi pada tahun-tahun El Nino 2003 dan 2006 berkorelasi dengan besarnya nilai indeks kekeringan di wilayah Garut. Sedangkan jumlah produksi pada dan luas panen yang terbesar selama sepuluh tahun terakhir terjadi pada tahun 2010 yang berkorelasi dengan kecilnya nilai indeks kekeringan di wilayah Garut. Kata kunci: Kekeringan, Thronthwaite Matter, El Nino 1. Pendahuluan Secara umum kekeringan merupakan suatu kondisi dimana terjadi kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan. Kekeringan juga merupakan kejadian klimatologis yang alami dan dapat terjadi secara bervariasi antara suhu wilayah dengan wilayah lainnya dan biasanya dimulai dengan berkurangnya jumlah curah hujan (dibandingkan dengan kondisi normalnya) dan tergantung berapa lama keadaan tersebut berlangsung (NOAA,2008). Kekeringan merupakan ancaman yang paling sering mengganggu sistem dan produksi pertanian di Indonesia terutama tanaman pangan, khususnya saat terjadi El Nino Southern Oscillation (ENSO) karena pada fenomena ini musim kemarau menjadi panjang dan musim hujan menjadi pendek. Fenomena ENSO ini berlangsung tiap dua hingga tujuh tahun. Adapun yang disebut dengan La Nina, yaitu suatu fenomena atmosfer yang dampaknya mengakibatkan musim hujan semakin panjang di Indonesia. El Nino yang pernah berlangsung di Indonesia menurut As-Syakur (2011) adalah tahun 2002/2003 dan Sedangkan fenomena La Nina terjadi pada tahun Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan pertanian merupakan salah satu pekerjaan bagi masyarakat banyak. Namun, kekeringan yang terjadi di Indonesia banyak merugikan para petani di beberapa daerah karena padi yang mereka tanam mengalami puso atau gagal panen. Kekeringan yang terjadi di Indonesia memiliki dampak di beberapa daerah, salah satunya Garut yang merupakan kabupaten penghasil padi ke-4 terbesar di Jawa Barat setelah Indramayu, Karawang, dan Subang. Namun, dengan adanya kekeringan yang terjadi di bulan-bulan kering para petani sering mengalami gagal panen. Kekeringan di Garut yang terjadi pada musim kemarau antara bulan Mei sampai dengan September mencapai puncaknya pada bulan Agustus. (Hidayat, 2010). Salah satu usaha untuk mengantisipasi kekeringan yang terjadi di Garut, yaitu memahami karakteristik iklim di wilayah tersebut dengan baik. Karakterisasi kekeringan merupakan analisis sifat-sifat hujan yang dapat menggambarkan kondisi kekeringan secara fisik suatu lokasi, dan analisis indeks kekeringan merupakan analisis yang menunjukkan tingkat kelas atau derajat kekeringan (Triatmoko, 2012). Untuk mengetahui seberapa besar nilai kekeringan masing-masing daerah kajian salah satunya dengan menggunakan metode perhitungan Indeks Kekeringan Thronthwaite Matter. 1

3 2. Metodologi 2.1. Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah wilayah Garut yang terletak di Jawa Barat bagian Selatan. Stasiun hujan yang digunakan adalah stasiun yang tersebar di beberapa kecamatan yang tersebar di Garut, seperti Cibatu, Leles, Talagasari, Wanaraja, Karangpawitan, Taragong, Perk. Pamegatan, Singajaya dan Bungbulang (lihat pada Gambar 1). Daerah Garut memiliki curah hujan sekitar 2500 mm dimana puncak musim kering terjadi pada bulan Agustus dan puncak musim hujan di sebagian besar kecamatan di Garut terjadi pada bulan Maret. Tabel 1. Daftar Stasiun Curah Hujan beserta koordinat dan elevasi (sumber : BMKG Cemara Bandung) Stasiun Lintang Bujur Elevasi (m) Leles Taragong Cibatu Bungbulang Pamegatan Singajaya Wanaraja Karangpawitan Talagasari Metode Metode perhitungan neraca air dihitung dengan menggunakan Tabel Neraca Air Thronthwaite Matter dari data meteoroligis dengan melakukan perhitungan empiris. Langkah-langkah tersebut bisa dilihat melalui tahapan perhitungan di bawah. 1. Pengisian Data Kosong Pengisian data curah hujan yang kosong dalam Tugas Akhir ini menggunakan metode pengisian ratarata aritmatik yang bisa dilihat pada persamaan 1. Gambar 1. Daerah Kajian Penelitian 2.2. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, data curah hujan selama sepuluh tahun ( ) di 9 titik yang tersebar di Garut, data temperatur sepuluh tahun ( ) di satu titik, data produksi padi, data penggunaan tata guna lahan Garut, data jenis tanah di Garut. Data suhu bulanan diambil hanya satu titik yang digunakan untuk menghitung data suhu untuk stasiun lainnya di Garut. Stasiun yang tidak memiliki data pengamatan suhu diperoleh dengan melakukan pendugaan dari stasiun terdekat. Untuk Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa, variasi suhu yang terjadi setiap tahun tidak terlalu berbeda. Dalam penelitian ini digunakan data suhu Bandung yang disesuaikan dengan ketinggian daerah Garut. Dalam penelitian ini, data curah hujan yang digunakan sebanyak 9 titik yang tersebar di Garut. Untuk Garut Utara terdiri dari Cibatu, Wanaraja dan Talagasari. Untuk di daerah Garut Tengah terdapat Kecamatan Leles, Karangpawitan, dan Taragong. Dan untuk Garut Selatan, terdapat Kecamatan Bungbulang, Perkebunan Pamegatan, dan Singajaya (lihat Gambar 1). Untuk koordinat dan elevasi tiap stasiun bisa diliha pada Tabel 1. Rx n Ri 1 (1) = data curah hujan yang kosong = banyaknya stasiun curah hujan yang = stasiun curah hujan yang digunakan dengan syarat jumlah stasiun prediktor yang digunakan berkisar 3-6 stasiun yang dipilih berdasar persebaran lokasi, kelengkapan data, dan kesamaan ketinggian lokasi. 2. Suhu Udara Tidak semua stasiun hujan memiliki data temperatur udara, untuk mengetahui suhu stasiun hujan yang tidak memiliki data digunakan rumus Mock (1973). Rumus ini digunakan untuk menghitung selisih temperatur antara stasiun yang akan dicari suhunya dengan stasiun yang ada datanya (sebagai acuan), dengan menggunakan ketinggian sebagai koreksi (lihat Persamaan 2). T T = 0.006(Z 1 Z 2 ) (2) = selisih temperatur udara masing- masing stasiun ( C) Z 1 = ketinggian stasiun acuan (m) Z 2 = ketinggian curah hujan yang diperhitungkan (m) 2

4 Karena keterbatasan data suhu, maka dipakai data suhu bulanan historis di satu stasiun yaitu Stasiun Cemara Bandung. 3. Evapotranspirasi Potensial Evapotranspirasi potensial (PE) adalah kemampuan total udara untuk melakukan penguapan saat persediaan kelembaban untuk vegetasi tidak terbatas (Illaco, 1981). Evapotranspirasi potensial untuk tiap bulannya dihitung dengan metode Thornthwaite-Matter dengan persamaan di bawah. Pex T i I a 5. a=( I 3 )( I 2 ) I PEx16 10T I (3) (4) (5) (6) = Evapotranspirasi potensial belum terkoreksi (mm/bulan) = Suhu Udara ( C) = indeks panas = Jumlah indeks panas dalam setahun = Indeks panas Untuk evapotranspirasi potensial terkoreksi dikalikan dengan faktor koreksi yang bisa dilihat pada Persamaan 7. Untuk faktor koreksi bisa dilihat pada Lampiran PE = f.pex (7) f = Faktor koreksi (dilihat pada tabel koreksi lintang dan waktu) PE = Evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan) 4. Water Holding Capacity (WHC) WHC atau kapasitas lengas tanah adalah tebal air (mm) pada setiap kedalaman lapisan tanah. Nilai WHC tergantung pada jenis tanah (tekstur) dan kedalaman perakaran tanaman. Dengan bantuan tabel pendugaan yang dikombinasikan kedalaman perakaran pada berbagai tekstur tanah, nilai WHC dapat diperoleh. 5. Menghitung selisih antara P dengan PE tiap bulan 6. Accumulation Potential Water Loss (APWL) Menghitung APWL dilakukan dengan cara menjumlahkan angka pada bulan yang negatif, yaitu menjumlahkan nilai APWL bulan sebelumnya dengan nilai P-PB pada bulan ke-i. Pada bulan-bulan kering atau yang nilai presipitasinya lebih kecil dari nilai evapotranspirasi potensial (P<PE) dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai selisih (P-PE) setiap bulan dengan nilai (P-PE) bulan sebelumnya. Pada bulan-bulan basah (P>PE), maka nilai APWL sama dengan nol. 7. Kelengasan Tanah Untuk menghitung kelengasan tanah, nilai didapatkan dengan memperhitungkan bulan basah dan bulan kering. Pada bulan-bulan basah (P>PE), nilai St untuk tiap bulannya sama dengan WHC. Pada bulan-bulan kering (P<PE), nilai St untuk tiap bulannya dihitung dengan Persamaan 8. St = Sto.e -(APWL/Sto) (8) St = kelengasan tanah (mm) Sto = kelengasan tanah pada kapasitas lapang (mm) e = Bilangan navier (e = 2,718) APWL = akumulasi hilangnya air potensial (mm) 8. Perubahan Kelengasan Tanah Perhitungan penambahan air ( St) dilakukan dengan cara mengurangi nilai St pada bulan yang bersangkutan dengan nilai St pada bulan sebelumnya. 9. Evapotranspirasi Aktual Nilai bisa didapat dengan memperhitungkan bulan basah dan bulan kering Untuk bulan-bulan basah (P>E), maka nilai AE=PE Untuk bulan-bulan kering (P<E), maka nilai AE=P- St 10. Perhitungan Defisit Defisit atau kekurangan lengas tanah yang terjadi didapat dengan menghitung selisih antara PE dengan AE (lihat Persamaan 9). dimana, D = Defisit PE = Evapotranspirasi Potensial AE = Evapotranspirasi Aktual D = PE AE (9) 11. Perhitungan Indeks Kekeringan Indeks kekeringan dihitung dengan nilai prosentase perbandingan antara nilai defisit air dengan Potensial Evaporasi (lihat Persamaan 10). dimana, =!" 100 (10) 3

5 Ia D PE = Indeks Kekeringan = Defisit = Evapotranspirasi Potensial Selanjutnya nilai indeks kekeringan rerata disajikan dalam peta tingkat kekeringan. Pembagian daerah tingkat kekeringan rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan kelas indeks kekeringan pada Tabel 2. Tabel 2. Tabel Indeks Kekeringan Thronthwaite Matter Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan (%) <16.77 ringan atau tidak ada sedang >33.33 berat Sumber: Thornthwaite (1957) dalam ILACO (1985) 12. Peta Spasial Peta spasial akan divisualisasikan dengan GIS menggunakan Arc Map untuk memberikan gambaran distribusi keruangan dari kondisi curah hujan dan indeks kekeringan di daerah penelitian. Peta indeks kekeringan dibagi menjadi 3 kelas dengan klasifikasi sebagai berikut : Daerah dengan indeks kekeringan kurang dari 16 % diberi warna pink muda. Daerah dengan indeks kekeringan dengan nilai antara 16% sampai dengan 33% diberi warna pink. Daerah dengan indeks kekeringan lebih dari 33 % diberi warna merah. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Profil Curah Hujan Wilayah Garut Garut merupakan suatu kabupaten yang terbagi menjadi beberapa daerah, yaitu Garut Utara, Garut Tengah, dan Garut Selatan. Dalam kajian penelitian ini, sembilan stasiun yang telah tersebar merupakan kecamatan bagian dari Garut Utara, Tengah, dan Selatan. Gambar 2 merupakan grafik rata-rata curah hujan Cibatu, Leles dan Bungbulang yang tersebar di Garut. Grafik rata-rata curah hujan di tiap kecamatan menunjukkan pola hujan monsunal dengan curah hujan minimum pada bulan Agustus dan curah hujan maksimum pada bulan Maret untuk wilayah Cibatu dan Leles. Untuk wilayah Bungbulang pola monsun tidak terlalu terlihat jelas yang disebabkan curah hujan di wilayah tersebut terpengaruh oleh faktor lokal, seperti efek orografi karena letak topografinya. Utara dan Tengah, yaitu Cibatu dan Leles. Sedangkan bulan kering di wilayah Bungbulang yang merupakan wilayah Garut Selatan terjadi pada bulan Juni sampai dengan Agustus. Cibatu merupakan wilayah dengan curah hujan paling rendah jika dibandingkan dengan Leles dan Bungbulang. Bulan Agustus merupakan bulan dimana Cibatu memiliki curah hujan rata-rata paling minimum, yaitu sebesar 11 mm/bulan. Sedangkan Bungbulang merupakan wilayah Garut yang memiliki curah hujan yang paling tinggi dengan Desember sebagai bulan yang memiliki rata-rata curah hujan paling tinggi sebesar mm/bulan. Untuk mengetahui sebaran curah hujan di seluruh Kabupaten Garut dilakukan analisis spasial. Curah Hujan (mm/bulan) Curah Hujan (mm/bulan) Curah Hujan (mm/bulan) Curah Hujan Rata-rata Cibatu Tahun Curah Hujan Rata-rata Bungbulang Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Bulan (a) Curah Hujan Rata-rata Leles Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Bulan (b) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Bulan (c) Gambar 2. Profil Curah Hujan Wilayah Garut di (a)cibatu, (b) Leles, dan (c) Bungbulang Berdasarkan kriteria Oldeman, dimana bulan kering merupakan bulan yang curah hujannya memiliki nilai kurang dari 100mm/bulan, maka secara klimatologis bulan kering di kabupaten Garut terjadi antara bulan Mei sampai dengan September untuk wilayah Garut 4

6 3.2. Analisis Spasial Curah Hujan Wilayah Garut Gambar 3. Spasial curah hujan untuk bulan (a) Januari, (b) Februari, (c) Maret, (d) April, (e) Mei, (f) Juni, (g) July, (h) Agustus, (i) September, (j) Oktober, (k) November, (l) Desember di Wilayah Garut. 5

7 Analisis spasial curah hujan dilakukan untuk melihat daerah mana saja yang memiliki potensi kekeringan dilihat dari besar kecilnya nilai curah hujan itu sendiri. Selain itu, analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan besar kecilnya curah hujan di tiap titik pos hujan. Analisis spasial ini juga bertujuan untuk mengetahui kapan saat terjadinya bulan kering. Hasil analisis spasial curah hujan musiman di wilayah Garut dapat dilihat pada peta kontur isohyet Gambar 3 dari bulan Januari sampai dengan Desember. Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa curah hujan di Garut Utara memiliki nilai curah hujan lebih kecil dibandingkan dengan Garut Selatan.Dari gambar di atas juga terlihat bahwa wilayah yang memiliki curah hujan minimum secara keseluruhan terjadi pada bulan Juli, Agustus, September (lihat Gambar 3f, 3g, 3h). Bungbulang dan Pamegatan yang terletak di Garut Selatan memiliki nilai curah hujan yang paling tinggi sedangkan Cibatu yang terletak di Garut Utara memiliki curah hujan paling minimum. Curah hujan maksimum yang terdapat di wilayah Bungbulang, Garut Selatan terjadi pada bulan November dan Desember (lihat Gambar 3k dan Gambar 3l). Sedangkan curah hujan minimum yang terdapat pada wilayah Cibatu meiliki nilai curah hujan sebesar mm/bulan pada bulan Agustus. Secara keseluruhan di tiap kecamatan Garut memiliki curah hujan maksimum pada bulan Maret dan curah hujan minimum pada bulan Agustus. Wilayah Garut memiliki topografi yang bervariasi dengan orografis yang lebat dan presentase hutannya di atas 30%. Hal ini menyebabkan curah hujan yang terjadi di Garut, selain dipengaruhi oleh angin muson, juga dipengaruhi oleh angin lokal. Seperti pada titik pos hujan Pamegatan yang terletak di kecamatan Cikajang, yang hujannya lebih banyak dipengaruhi oleh iklim lokal Grafik Produksi Padi dan Luas Panen Wilayah Garut Pada gambar 3 grafik produksi padi dan luas panen di bawah bisa dilihat pada tahun 2003 dan 2006 yang merupakan tahun-tahun El Nino, produksi dan luas panen padi mengalami penurunan. Pada tahun 2003, nilai produksi padi merupakan yang terendah selama sepuluh tahun terakhir dimana hal tersebut berbanding dengan luas panen padi tahun 2003 yang juga paling rendah selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2010 nilai produksi padi merupakan yang terbesar selama sepuluh tahun terakhir. Untuk produksi padi pada tahun 2010, besar produksi padi mencapai ton, sedangkan luas panennya mencapai ha. Untuk tahun 2003, nilai produksi padi di wilayah Garut hanya sebesar ton dan luas panennya bernilai ha. Pada tahun ini, produksi dan luas panen padi merupakan yang terkecil dalam sepuluh tahun terakhir. Selain tahun 2003, pada tahun 2006 produksi padi dan luas panen di wilayah ini mengalami penurunan. Untuk produksi padi pada tahun ini nilainya sebesar ton dan luas panennya bernilai sebesar ha. Besar Grafik Produksi Padi Garut Tahun kecilnya nilai produksi padi dan luas panen padi disebabkan oleh banyak factor, mislnya faktor meteorologis, hidrologis maupun antropogenik. Untuk faktor meteorologis, seperti besar kecilnya curah hujan yang turun sangat mempengaruhi tingktat produksi dan luas panen padi karena semua air yang terdapat di permukaan bumi yang dimanfaatkan para petani berasal dari air hujan. Faktor hidrologis berhubungan dengan air permukaan, sungai, danau yang bisa dimanfaatkan biasanya sebagai irigasi oleh para petani. Faktor antropogenik merupakan faktor yang disebabkan oleh manusia. Besar kecilnya nilai produksi padi dan luas panen bisa dipengaruhi oleh faktor manusia, misalnya lalai dalam memberikan pupuk, lalai dalam memberikan pestisida sehingga hama dapat merusak padi itu sendiri, kurangnya memberikan pengairan pada padi dan lain-lain. Namun dari semua itu, faktor meteorologis yang paling kuat mempengaruhi produksi dan luas panen padi di Garut. Grafik Luas Panen Wilayah Garut Tahun ton Tahun ha Tahun (a) Gambar 4. Grafik (a)produksi padi dan (b) Luas Panen Padi Wilayah Garut (b) 6

8 3.4. Analisis Spasial Indeks Kekeringan Tahun 2003 Pada tahun ini merupakan tahun El Nino dimana jumlah produksi dan luas panen padi mengalami penurunan. Pada gambar 5 bulan-bulan kering di tahun ini, kekeringan skala berat mulai terlihat di Garut Utara kecamatan Cibatu, Talagasari, Karangpawitan dan Wanaraja. Kekeringan tersebut semakin meluas ke Garut Selatan. Namun, hanya Singajaya saja yang tidak terkena dampak kekeringan di bulan-bulan ini (lihat Gambar 5). Kekeringan di Garut mencapai puncaknya pada bulan Agustus dimana kekeringan maksimum terjadi di Garut bagian utara dengan indeks kekeringan skala berat mencapai 74 % di Cibatu dan Wanaraja (lihat Gambar 5c). Hanya Singajaya saja yang tidak mengalami indeks kekeringan skala berat. (a) (b) (c) (d) Gambar 5. Spasial Indeks Kekeringan Tahun 2003 untuk bulan (a) Juni, (b) July, (c) Agustus, (d) September 3.5. Analaisis Spasial Indeks Kekeringan Tahun 2006 Pada tahun ini, terjadi fenomena El Nino menurut As-Syakur dan Tjasyono yang mengakibatkan penurunan produksi padi dan luas panen. Pengaruh El Nino tidak terlihat pada bulan Juni. Pengaruh tersebut mulai terlihat pada bulan Juli dimana seluruh kecamatan di Garut mengalami indeks kekeringan skala berat (lihat gambar 6b). Rata-rata indeks kekeringan pada bulan Juli sebesar 44.37%. Pada bulan Agustus dan September di tahun 2006 ini, indeks kekeringan untuk seluruh titik stasiun daerah kajian mengalami kekeringan yang berat. Pada tabel indeks di tahun 2006, indeks kekeringan bernilai di atas 33,33 %. Dengan daerah Cibatu merupakan daerah yang memiliki indeks kekeringan terbesar. Rata-rata Indeks kekeringan maksimum terjadi pada bulan September dengan nilai %. (a) (b) (c) (d) Gambar 6. Spasial Indeks Kekeringan Tahun 2006 untuk bulan (a) Juni, (b) July, (c) Agustus, (d) September 3.6. Analisis Spasial Indeks Kekeringan Tahun 2010 Menurut As-Syakur (2011), pada tahun ini Indonesia mengalami fenomena La Nina dimana nilai curah hujan mengalami peningkatan dari normalnya. Untuk wilayah Garut sendiri fenomena tersebut memiliki dampak signifikan untuk wilayah tersebut. Untuk seluruh kecamatan di Garut pada bulan Mei indeks menunjukkan angka nol yang berarti tidak ada kekeringan/ringan. Untuk bulan Juni dan Juli pada gambar 7 hanya kecamatan Cibatu saja yang terdapat indeks kekeringan sedang. Spasial indeks kekeringan di tahun ini menunjukkan curah hujan yang rendah yang berkorelasi dengan kecilnya tingkat kekeringan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya luas panen dan tingkat produksi padi pada tahun ini yang dihasilkan di Garut. Selain itu, tingkat produksi dan luas panen padi pada tahun ini merupakan yang terbesar dalam 10 tahun terakhir. 7

9 (a) (b) (c) (d) Gambar 7. Spasial Indeks Kekeringan Tahun 2010 untuk bulan (a) Juni, (b) July, (c) Agustus, (d) September 4. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah: Berdasarkan rata-rata curah hujan (tahun 2001 hingga 2010), kekeringan meteorologis di sebagian besar wilayah Kabupaten Garut terjadi pada periode Mei hingga September. Sedangkan, untuk Garut bagian Selatan bulan kering terjadi pada bulan Juni hingga September. Garut bagian Utara merupakan wilayah Garut yang paling kering karena kecilnya curah hujan. Sedangkan Garut Selatan merupakan wilayah terbasah karena besarnya nilai curah hujan. Pada tahun 2006 yang merupakan tahun El Nino, produksi padi menurun berkorelasi dengan nilai indeks kekeringan yang besar pada tahun itu. Pada tahun 2010, produksi padi merupakan yang terbesar selama 10 tahun terakhir dari tahun 2001 sampai dengan 2010 berkorelasi dengan rendahnya nilai indeks kekeringan yang rataratanya hanya bernilai 1.9%. Fenomena atmosfer seperti El Nino dan La Nina mempunyai dampak pada kondisi cuaca di Wilayah Garut. REFERENSI Anggraeni, Y Analisis Kekeringan Menggunakan Metode Standardized Precipitacion Index (SPI) di Indonesia. Tugas Akhir S1 Institut Teknologi Bandung. NOAA Drought, National Oceanic and Atmosphere Administration National Weather Service. Rakheja,P.r.2009.Aplied Hydrometeorology. New Delhi: Capital Publishing Company. Suseno, W Pola Kekeringan Pertanian di Pulau Jawa. Skripsi : Departemen Geografi FMIPA UI. Tjasyono, Bayong H.K,. Klimatologi Bandung: Penerbit ITB. Institut Teknologi Bandung Tjasyono, B. H. K. dan Bannu Dampak ENSO pada Faktor Hujan di Indonesia, Jurnal Matematika dan Sains, Vol.8, No.1, Maret 2003, hal Tjasyono, Bayong H.K, Dampak Variasi Temperatur Samudra Pasifik dan Hindia Ekuatorial terhadap Curah Hujan di Indonesia Triatmoko, D Penggunaan Metode Standardized Precipitacion Index Untuk Identifikasi Kekeringan Meteorologi di Wilayah Pantura Jawa Barat. Tugas Akhir S1 Intstitut Teknologi Bandung. As-syakur, A.R., Identifikasi Hubungan Fluktuasi Nilai SOI Terhadap Curah Hujan Bulanan Di Kawasan Batukaru-Bedugul, Bali. Jurnal Bumi Lestari, 7(2), pp Hidayat, Tatang Pikiran Rakyat. Halaman 1. Nasution, Ch Analisis Spasial Indeks Kekeringan Daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat. Jurnal BPPT. National Drought Mitigation Center What is Drought? Understanding and Defining Drough, 8

A. Metode Pengambilan Data

A. Metode Pengambilan Data 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Data Dalam penelitian ini prosedur yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan mengambil data suhu dan curah hujan bulanan dari 12 titik stasiun

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian Kondisi curah hujan di DAS Citarum Hulu dan daerah Pantura dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990-2009) dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER RAHARDYAN NUGROHO ADI (dd11lb@yahoo.com) BPTKPDAS Pendahuluan Analisis Neraca Air Potensi SDA Berbagai keperluan (irigasi, mengatur pola

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 2013 Herin Hutri Istyarini 1), Sri Cahyo Wahyono 1), Ninis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena El Nino merupakan peristiwa peningkatan suhu rata-rata permukaan air laut di Pasifik Ekuator tengah yang di atas normal. Hal ini biasanya diikuti dengan penurunan

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Wenas Ganda Kurnia, Laura Prastika Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: gaw.lorelindubariri@gmail.com

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN DAERAH PANTAI UTARA (PANTURA) JAWA BARAT

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN DAERAH PANTAI UTARA (PANTURA) JAWA BARAT ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN DAERAH PANTAI UTARA (PANTURA) JAWA BARAT Oleh : Ch. Nasution dan Djazim Syaifullah Peneliti UPTHB - BPPT Abstract Spatial analysis for water deficit in Pantura was done

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE THORNTHWAITE MATHER DALAM ANALISA KEKERINGAN DI DAS DODOKAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH NUSA TENGGARA BARAT

PENERAPAN METODE THORNTHWAITE MATHER DALAM ANALISA KEKERINGAN DI DAS DODOKAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH NUSA TENGGARA BARAT PENERAPAN METODE THORNTHWAITE MATHER DALAM ANALISA KEKERINGAN DI DAS DODOKAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH NUSA TENGGARA BARAT Marisdha Jauhari 1, Donny Harisuseno 2, Ussy Andawayanti 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan BPTKPDAS 212 Solo, 5 September 212 Pendahuluan

Lebih terperinci

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life Klasifikasi Iklim Klimatologi Klasifikasi?? Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri tetapi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Terdapat kecenderungan dan pola yang serupa apabila faktor utama

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR

JURNAL TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR PERBANDINGAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX (SPI) DAN THORNTHWAITE MATHER DALAM MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN PADA DAS RONDONINGU KABUPATEN PROBOLINGGO JURNAL TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PEMANFAATAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan dan ketersediaan air tanah merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Terutama untuk tanaman pertanian. yang

Lebih terperinci

STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU

STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU Jl. Hunitetu, Kec.Kairatu, Seram Bagian Barat 97756 e-mail : Staklim.kairatu@bmkg.go.id BULETIN DESEMBER 2016 PROVINSI MALUKU KAIRATU, DESEMBER 2016 KATA PENGANTAR Puji dan

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, Monsun, Analisis OLR Analisis

Lebih terperinci

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH OUTLINE Kondisi Dinamika Atmosfir Terkini Prakiraan Cuaca di Jawa Tengah Prakiraan Curah hujan pada bulan Desember 2015 dan Januari Tahun 2016 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Data Land Surface Temperature (LST) MODIS pada Wilayah Penelitian 5.1.1 Gambaran Umum Data Land Surface Temperature (LST) MODIS LST MODIS merupakan suatu

Lebih terperinci

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011

PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011 BMKG KEPALA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Dr. Sri Woro B. Harijono PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011 Kemayoran Jakarta, 27 Mei 2011 BMKG 2 BMKG 3 TIGA (3) FAKTOR PENGENDALI CURAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015

USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015 1 USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015 INTENSITAS KEKERINGAN DI WILAYAH KABUPATEN BENGKULU UTARA Oleh : Drs. Nofirman, MT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS Prof. Dr. HAZAIRIN,

Lebih terperinci

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen 7 radiasi surya, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara dalam penentuan evapotranspirasi. Sedangkan faktor tanah yang mempengaruhi seperti tekstur, kedalaman tanah, dan topografi. Kebutuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu. Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu. Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta II yang mempunyai luas 1.364.072 ha, terutama pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu yang merupakan Daerah

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 Provinsi Jawa Barat PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan

Lebih terperinci

Malang Jawa Timur. ABSTRAK. Indeks kekeringan, Thornthwaite, El-Nino, Neraca Air, Perubahan Iklim ABSTRACT

Malang Jawa Timur.   ABSTRAK. Indeks kekeringan, Thornthwaite, El-Nino, Neraca Air, Perubahan Iklim ABSTRACT STUDI IDENTIFIKASI INDEKS KEKERINGAN HIDROLOGIS PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus pada DAS Brantas Hulu : Sub-DAS Upper Brantas, Sub-DAS Amprong dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) BERDASARKAN METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI PENMAN DI KABUPATEN GORONTALO Widiyawati, Nikmah Musa, Wawan Pembengo ABSTRAK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan Skripsi... ii Halaman Pernyataan... iii Halaman Persembahan... iv Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI KETERSEDIAN AIR MENGGUNAKAN MODEL NERACA AIR BULANAN THORNTHWAITE-MATHER (STUDI KASUS : SUB DAS SUBAYANG KAMPAR KIRI HULU)

KAJIAN POTENSI KETERSEDIAN AIR MENGGUNAKAN MODEL NERACA AIR BULANAN THORNTHWAITE-MATHER (STUDI KASUS : SUB DAS SUBAYANG KAMPAR KIRI HULU) KAJIAN POTENSI KETERSEDIAN AIR MENGGUNAKAN MODEL NERACA AIR BULANAN THORNTHWAITE-MATHER (STUDI KASUS : SUB DAS SUBAYANG KAMPAR KIRI HULU) Cuprtino Tamba 1),Manyuk Fauzi,Imam Suprayogi 2) 1) Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan posisi geografis diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX)

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX) ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX) Rahmanita Lestari, Nurul Hidayah, dan Ambar Asmoro Fakultas Geografi UMS E-mail: rahmanovic1993@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

UPDATE HASIL MONITORING EL NINO DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN AGUSTUS DESEMBER 2015

UPDATE HASIL MONITORING EL NINO DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN AGUSTUS DESEMBER 2015 BMKG UPDATE HASIL MONITORING EL NINO DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN AGUSTUS DESEMBER 15 Status Perkembangan 18 Agustus 15 RINGKASAN, VERSI 18 AGUSTUS 15 Monitoring kolam hangat di Laut Pasifik menunjukkan konsistensi

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN AIR TANAH DI WILAYAH BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA AIR THORNTHWAITE-MATTER

ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN AIR TANAH DI WILAYAH BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA AIR THORNTHWAITE-MATTER ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN AIR TANAH DI WILAYAH BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA AIR THORNTHWAITE-MATTER Annisa Tsamrotul Fu'adah 1, Mimin Iryanti 2*, Muhammad Iid Mujtahiddin 2* 1,2Jurusan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini. KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan

Lebih terperinci

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci