BAB V TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG
|
|
- Yohanes Yuwono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG Pada bab ini, dijabarkan beberapa hal yang terkait dengan tingkat ketahanan pangan, antara lain: tingkat ketahanan pangan rumahtangga Komunitas Jembatan Serong, tingkat ketahanan pangan rumahtangga yang dikepalai pria (RTKP), tingkat ketahanan pangan rumahtangga yang dikepalai wanita (RTKW), perbandingan tingkat ketahanan pangan RTKP dan RTKW, dan upaya yang dilakukan rumahtangga untuk mengatasi kekurangan pangan. 5.1 Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Komunitas Jembatan Serong Tingkat ketahanan pangan rumahtangga Komunitas Jembatan Serong termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Hal tersebut dikarenakan persentase rumahtangga yang tingkat ketahanan pangannya termasuk ke dalam kategori tahan pangan lebih banyak dibandingkan dengan persentase rumahtangga yang tingkat ketahanan pangannya termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa terdapat 55,9 persen tingkat ketahanan pangan rumahtangga termasuk ke dalam kategori tahan pangan dan 44,1 persen tingkat ketahanan pangan rumahtangga termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga Komunitas Jembatan Serong merupakan hasil dari penggabungan tingkat ketahanan pangan pada dua tipe rumahtangga, yaitu RTKP dan RTKW. tingkat ketahanan pangan RTKP yang termasuk ke dalam kategori tahan pangan lebih banyak dibandingkan dengan persentase tingkat ketahanan pangan RTKW yang termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Tabel 17. Sebaran dan Rumahtangga Berdasarkan Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga, Komunitas Jembatan Serong, 2010 Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga (Rumahtangga) Tidak Tahan Pangan 41 44,1 Tahan Pangan 52 55,
2 54 Jika dilihat berdasarkan tipe rumahtangga, tingkat ketahanan pangan RTKP berbeda dengan tingkat ketahanan pangan RTKW, dimana tingkat ketahanan pangan RTKP termasuk ke dalam kategori tahan pangan sedangkan tingkat ketahanan pangan RTKW termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa terdapat 59,4 persen tingkat ketahanan pangan RTKP termasuk ke dalam kategori tahan pangan dan 45,8 persen tingkat ketahanan pangan RTKW termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase tingkat ketahanan pangan RTKP yang termasuk ke dalam kategori tahan pangan lebih banyak dibandingkan dengan persentase tingkat ketahanan pangan RTKW yang termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Perbedaan persentase tingkat ketahanan pangan RTKP dan RTKW, tidak menimbulkan ketimpangan ketahanan pangan. Dalam hal ini, ketimpangan ketahanan pangan adalah kondisi kurang terpenuhinya pangan yang tercermin dari tidak meratanya jumlah pangan yang tersedia, distribusi, dan konsumsi pangan. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square diketahui bahwa tingkat ketahanan pangan RTKP sama dengan tingkat ketahanan pangan RTKW, artinya tidak terjadi ketimpangan ketahanan pangan di RTKP dan RTKW. Hasil perhitungan Chi Square menunjukkan bahwa χ 2 0 (χ hitung) adalah 1,034 dan χ 2 (χ tabel) adalah 3,84. Sesuai dengan hipotesa uji, jika χ hitung lebih kecil daripada χ tabel maka H 0 diterima, artinya tingkat ketahanan pangan RTKP sama dengan tingkat ketahanan pangan RTKW. Tabel 18. Sebaran dan Rumahtangga Berdasarkan Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga dan Tipe Rumahtangga, Komunitas Jembatan Serong, 2010 Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga RTKP (rumahtangga ) Tipe Rumahtangga RTKW (rumahtangga ) Tidak Tahan Pangan 28 40, ,2 41 Tahan Pangan 41 59, ,
3 55 Perbedaan tingkat ketahanan pangan pada RTKP dan RTKW berhubungan dengan tingkat pendidikan pengelola pangan dan tingkat pendapatan yang diperoleh kedua rumahtangga tersebut. Tingkat pendidikan pengeola pangan RTKW lebih banyak yang termasuk ke dalam kategori rendah jika dibandingkan dengan RTKP bahkan di RTKW tidak ada pengelola pangan yang tingkat pendidikannya termasuk ke dalam kategori tinggi. Pengelola pangan dalam penelitian ini umumnya adalah wanita (ibu). Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alderman dan gracia (1994) dalam Antang (2002) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan ketahanan pangan melalui konsumen pangan rumahtangga. Selain tingkat pendidikan pengelola pangan rumahtangga, tingkat pendapatan rumahtangga juga berhubungan dengan tingkat ketahanan pangan rumahtangga. Tingkat pendapatan RTKP lebih banyak yang termasuk ke dalam kategori tinggi sedangkan pada RTKW tingkat pendapatannya lebih banyak yang termasuk ke dalam kategori rendah. Pada RTKP sebesar 36 persen rumahtangga termasuk ke dalam kategori berpendapatan tinggi dan sedang sedangkan pada RTKW sebesar 50 persen rumahtangga termasuk ke dalam kategori berpendapatan rendah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susiana (2009), bahwa rumahtangga yang dikepalai oleh wanita pada umumnya lebih miskin daripada rumahtangga yang dikepalai oleh pria karena tenaga kerja wanita umumnya dibayar lebih rendah dibandingkan dengan pria sehingga pendapatan yang diperoleh oleh wanita sedikit yaitu US$ 1 per harinya, dengan rata-rata lima orang anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. 5.2 Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga yang Dikepalai Pria (RTKP) Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat ketahanan pangan RTKP termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Hal tersebut disebabkan karena tingkat pendidikan pengelola pangan dan tingkat pendapatan rumahtangganya lebih banyak yang termasuk ke dalam kategori sedang dan tinggi. Tingkat pendidikan pengelola pangan yang termasuk ke dalam kategori sedang dan tinggi mengakibatkan rumahtangga tersebut mampu mengkonsumsi pangan yang bergizi dan pengelola pangan rumahtangga memiliki strategi untuk
4 56 dapat mengakses pangan dengan gizi tinggi dengan anggaran yang sesuai untuk pangan. Selain tingkat pendidikan pengelola pangan, tingkat pendapatan yang termasuk ke dalam kategori sedang dan tinggi juga mengakibatkan rumahtangga tersebut mampu mengakses berbagai jenis pangan. Tingkat ketahanan pangan RTKP termasuk ke dalam kategori tahan pangan tetapi ditemukan peristiwa yang struktur rumahtangganya termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan, yaitu RTKP lajang sedangkan struktur rumahtangga lainnya, yaitu RTKP tanpa anak, RTKP tahap ekspansi demografis awal, dan RTKP tahap ekspansi demografis lanjut tingkat ketahanan pangannya teramsuk ke dalam kategori tahan pangan. Tingkat ketahanan pangan RTKP lajang termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan karena tingkat pendidikan pengelola pangan rumahtangganya termasuk ke dalam kategori rendah dan tidak memiliki pengetahuan mengenai pangan dan gizi sehingga tidak mampu menyediakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi. Meskipun tingkat pendapatan yang diperoleh oleh RTKP lajang termasuk ke dalam kategori tinggi namun pendapatannya tersebut tidak diprioritaskan untuk mengakses pangan yang lebih banyak. Tingkat pendidikan pengelola pangan pada RTKP tanpa anak, RTKP tahap ekspansi demografis awal, dan RTKP tahap ekspansi demografis lanjut termasuk ke dalam kategori sedang dan tinggi dan memiliki pengetahuan mengenai pangan dan gizi sehingga mampu mengakses dan menyediakan pangan yang bergizi untuk anggota rumahtangganya. Selain itu, ketiga RTKP tersebut tingkat pendapatannya lebih banyak yang termasuk ke dalam kategori tinggi sehingga dengan pendapatan yang tinggi mampu mengakses berbagai jenis pangan dengan kandungat zat gizi yang baik sehingga tingkat ketahanan pangannya dapat lebih tahan pangan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Hunger Site (2003) dalam Tanziha (2005) yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga dapat memperbaiki ketahanan pangan keluarga melalui peningkatan akses mereka terhadap pangan dan konsumsi pangan sangat berhubungan dengan tingkat pendapatan, berdasarkan hasil penelitiannya baik di perkotaan maupun di pedesaan menunjukkan bahwa pendapatan berhubungan nyata dengan konsumsi kalori.
5 Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga yang Dikepalai Wanita (RTKW) Tingkat ketahanan pangan RTKW termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Hal tersebut disebabkan karena tingkat pendidikan pengelola pangan dan tingkat pendapatan rumahtangganya lebih banyak yang termasuk ke dalam kategori rendah. Tingkat pendidikan pengelola pangan yang termasuk ke dalam kategori rendah mengakibatkan rumahtangga tersebut kurang mampu mengkonsumsi pangan yang bergizi karena tidak memiliki pengetahuan mengenai pangan dan gizi pada berbagai jenis bahan pangan. Pengelola pangan rumahtangga juga tidak memiliki strategi untuk dapat mengakses pangan gizi tinggi dengan anggaran yang sesuai untuk pangan. Selain itu, tingkat pendapatan rumahtangga yang termasuk ke dalam kategori rendah juga turut mengakibatkan rumahtangga tersebut menjadi lebih tidak tahan pangan. Hal tersebut terjadi karena pendapatan yang diperoleh rumahtangga tersebut tidak hanya digunakan untuk pangan tetapi juga digunakan untuk non pangan. Kebutuhan non pangan yang meningkat berdampak pada penurunan anggaran pangan yang pada akhirnya menurun juga aksesnya terhadap berbagai jenis pangan. Tingkat ketahanan pangan RTKW termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Begitu pula tingkat ketahanan pangan RTKW dengan struktur RTKW tahap ekspansi demografis lanjut termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Hal tersebut terjadi karena lebih banyak pendidikan pengelola pangan dan tingkat pendapatan rumahtangga yang termasuk ke dalam kategori rendah. Tingkat pendidikan pengelola pangan rumahtangga yang rendah menggambarkan bahwa pengelola pangan tersebut tidak memiliki pengetahuan pangan dan gizi yang baik sehingga tidak mampu menentukan pangan yang kaya akan gizi yang diperlukan tubuh. Tingkat pendapatan rumahtangga turut pula mempengaruhi tingkat ketahanan pangan karena tingkat pendapatan yang termasuk ke dalam kategori rendah ini tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan akan pangan. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat FAO (1997) dalam Tanziha (2005) yang menyatakan bahwa determinan utama dari ketahanan pangan/ketidaktahanan pangan adalah pendapatan yang memadai atau daya beli untuk memenuhi biaya hidup.
6 58 Peristiwa lain yang juga terjadi pada RTKW, yaitu tingkat ketahanan pangan RTKW ada yang termasuk ke dalam kategori tahan pangan, seperti yang terjadi pada struktur RTKW tanpa anak dan RTKW tahap ekspansi demografis awal. Hal tersebut terjadi karena tingkat pendidikan pengelola pangan rumahtangga termasuk ke dalam kategori rendah dan sedang serta tingkat pendapatan rumahtangga termasuk ke dalam kategori rendah dan tinggi. Tingkat pendidikan pengelola pangan dan tingkat pendapatan rumahtangga RTKW tanpa anak meskipun termasuk ke dalam kategori rendah tetapi tingkat ketahanan pangannya termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Hal tersebut terjadi karena di rumahtangga tersebut tidak ada anggota rumahtangga lain sehingga ia dapat menentukan sendiri pangan yang ingin dikonsumsi dan seluruh pendapatan yang ia miliki digunakan untuk mengakses pangan yang ia inginkan. Tingkat pendidikan pengelola pangan RTKW tanpa anak termasuk ke dalam kategori sedang dan tingkat pendapatannya termasuk ke dalam kategori tinggi. Hal tersebut terjadi karena rumahtangga tersebut memiliki pengetahuan mengenai pangan dan gizi sehingga mampu menyediakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi. Selain itu, tingkat pendapatan rumahtangga yang tinggi menjadikan rumahtangga tersebut mudah mengakses berbagai jenis pangan yang memiliki kandungan gizi yang baik untuk tubuh. 5.4 Perbandingan Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga yang Dikepalai Pria (RTKP) dengan Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga yang Dikepalai Wanita (RTKW) Tingkat ketahanan pangan RTKP jika dibandingkan dengan RTKW maka RTKP lebih tahan pangan dibandingkan dengan RTKW. Hal tersebut disebabkan karena tingkat pendidikan pengelola pangan dan tingkat pendapatan rumahtangganya RTKW lebih banyak yang termasuk ke dalam kategori rendah. Tingkat pendidikan pengelola pangan yang termasuk ke dalam kategori rendah mengakibatkan rumahtangga tersebut kurang mampu mengkonsumsi pangan yang bergizi karena tidak memiliki pengetahuan mengenai pangan dan gizi pada berbagai jenis bahan pangan. Selain itu, pengelola pangan rumahtangga juga tidak memiliki strategi untuk dapat mengakses pangan gizi tinggi dengan anggaran yang sesuai untuk pangan. Tingkat pendapatan rumahtangga yang termasuk ke
7 59 dalam kategori rendah juga turut mengakibatkan rumahtangga tersebut menjadi tidak lebih tahan pangan. Hal tersebut terjadi karena pendapatan yang diperoleh rumahtangga tersebut tidak hanya digunakan untuk pangan tetapi juga digunakan untuk non pangan. Kebutuhan non pangan yang meningkat berdampak pada penurunan anggaran pangan yang pada akhirnya menurun juga aksesnya terhadap berbagai jenis pangan. 5.5 Upaya Rumahtangga Mengatasi Kekurangan Pangan Setiap rumahtangga memiliki upaya tersendiri untuk mengatasi kekurangan pangan. Tabel 19. menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan oleh RTKP yang lebih tidak tahan pangan dalam mengatasi kekurangan pangan dari yang paling sering hingga jarang dilakukan adalah dengan mengutang ke warung, meminjam uang, membeli makanan yang murah, meminta ke saudara, dan bekerja lebih keras. Berbeda dengan RTKP, pada RTKW yang lebih tidak tahan pangan upaya yang dilakukan dari yang paling sering hingga jarang dilakukan untuk mengatasi kekurangan pangan adalah dengan meminjam uang, meminta ke saudara, mengutang ke warung, membeli makanan yang murah, bekerja lebih keras, mengurangi makanan jajanan, dan mengurangi frekuensi makan. Tidak semua rumahtangga yang lebih tidak tahan pangan di lokasi penelitian melakukan upaya tersebut karena ada beberapa rumahtangga yang lebih tidak tahan pangan belum pernah mengalami kekurangan pangan sehingga tidak sampai melakukan upaya-upaya tersebut. Upaya untuk mengatasi kekurangan pangan yang paling sering dilakukan RTKP yang lebih tidak tahan pangan sebesar 36 persen adalah dengan mengutang ke warung sedangkan pada RTKW yang lebih tidak tahan pangan sebesar 28,6 persen adalah dengan meminjam uang. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa RTKP yang lebih tidak tahan pangan lebih senang mengutang ke warung dan langsung mendapatkan jenis bahan pangan yang diinginkan sedangkan pada RTKW yang lebih tidak tahan pangan lebih senang meminjam uang karena dengan meminjam uang dapat membuat anggaran untuk pangan yang sesuai dengan pinjaman uang yang diperoleh.
8 60 Tabel 19. Upaya Rumahtangga dalam Mengatasi Kekurangan Pangan Berdasarkan Rumahtangga yang lebih tidak tahan pangan Upaya Rumah Tangga Mengatasi RTKP n = 28 RTKW n = 13 Kekurangan Pangan (orang) (upaya) Membeli makanan yang murah 7 14,6 3 10,7 Meminjam uang ,6 Mengutang ke warung ,8 Meminta ke saudara ,4 Mengurangi makanan jajanan ,6 Mengurangi frekuensi makan ,6 Bekerja lebih keras 1 2,1 3 10,7 Tidak Melakukan apa-apa 3 6,3 1 3,6 Tabel 20 menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh RTKP dan RTKW untuk mengatasi kekurangan pangan berbeda-beda. Pada RTKP, sebesar 15,9 persen rumahtangga melakukan strategi meminjam uang dan mengutang ke warung sedangkan pada RTKW, sebesar 20,8 persen rumahtangga melakukan strategi meminjam uang dan meminta ke saudara. Baik RTKP maupun RTKW sama-sama mempunyai strategi dengan meminjam uang karena strategi tersebut paling mudah untuk dilakukan. Peminjaman uang umumnya kepada bank keliling yang setiap hari berkeliling di wilayah Jembatan Serong. Jika meminjam kepada tetangga atau saudara kondisi keuangannya sama sehingga meminjam kepada bank keliling. Pengembalian uang ke bank keliling dilakukan dengan cara mengangsurnya setiap hari hingga hutangnya lunas. Besaran angsurannya adalah Rp 2.000/hari. Jika yang meminjam tidak memiliki uang maka bisa libur mengangsur tetapi di hari berikutnya dilakukan pembayaran dua kali Meminjam uang, membeli makanan yang murah, dan mengutang ke warung merupakan strategi lain yang dilakukan oleh RTKP dan RTKW. Sebesar 2,8 persen RTKP dan 8,3 persen RTKW yang melakukan strategi tersebut. Membeli makanan murah, yaitu dengan membeli sembako murah di ketua RT (Rukun Tetangga) yang berasal dari kantor kepala desa. Sembako murah tersebut berupa beras miskin (raskin) yang disubsidi oleh pemerintah. Sembako murah ini hanya diperuntukkan bagi rumahtangga yang kurang mampu mengakses pangan pokok dan setiap rumahtangga mendapatkan kesempatan membeli sembako murah ditentukan banyaknya beras yang akan dibeli agar rumahtangga lainnya
9 61 yang kurang mampu dapat memperoleh pangan pokok tersebut. Selain itu, terdapat rumahtangga yang tidak melakukan strategi untuk mengatasi kekurangan pangan karena belum pernah mengalami kondisi kekurangan pangan. Sebesar 30,4 persen RTKP dan 29,2 persen RTKW tidak melakukan strategi apapun. Tabel 20. Sebaran dan Rumahtangga Berdasarkan Strategi Rumahtangga Mengatasi Kekurangan Pangan, Komunitas Jembatan Serong, Ikhtisar RTKP RTKW Strategi Rumahtangga Mengatasi Kekurangan Pangan (rumahtangga) (rumahtangga) Membeli makanan yang murah 6 8,7 0 0 Meminjam uang 2 2,9 1 4,2 Mengutang ke warung 2 2,9 2 8,3 Meminta ke saudara 1 1,5 1 4,2 Bekerja lebih keras 1 1,5 0 0 Menabung 1 1,5 0 0 Pemberian dari anak/saudara 1 1,5 0 0 Meminjam uang dan meminta ke saudara 3 4,3 5 20,8 Meminjam uang dan mengutang ke warung 11 15,9 2 8,3 Meminjam uang, mengutang ke warung, dan meminta ke saudara 4 5,7 0 0 Meminjam uang, mengutang ke warung, meminta ke saudara, mengurangi makanan jajanan, mengurangi frekuensi makan ,2 Meminjam uang dan membeli makanan yang murah 3 4,3 0 0 Meminjam uang, membeli makanan yang murah, dan mengutang ke warung 2 2,8 2 8,3 Meminjam uang, mengutang ke warung, dan bekerja lebih keras 1 1,5 0 0 Membeli makanan yang murah dan bekerja lebih keras 1 1,5 1 4,2 Membeli makanan murah dan mengutang ke warung 2 2,9 0 0 Mengutang ke warung dan meminta ke saudara 5 7,2 0 0 Mengutang ke warung dan bekerja lebih keras 1 1,5 0 0 Meminta ke saudara dan bekerja lebih keras ,3 Meminta ke saudara dan pemberian anak/saudara 1 1,5 0 0 Tidak melakukan apa-apa 21 30,4 7 29,2 Total
10 62 Tingkat ketahanan pangan rumahtangga Komunitas Jembatan Serong termasuk ke dalam kategori tahan pangan. Hal tersebut dikarenakan persentase rumahtangga yang tingkat ketahanan pangannya termasuk ke dalam kategori tahan pangan lebih banyak dibandingkan dengan persentase rumahtangga yang tingkat ketahanan pangannya termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Jika dilihat berdasarkan tipe rumahtangga, tingkat ketahanan pangan RTKP berbeda dengan tingkat ketahanan pangan RTKW, dimana tingkat ketahanan pangan RTKP termasuk ke dalam kategori tahan pangan sedangkan tingkat ketahanan pangan RTKW termasuk ke dalam kategori lebih tidak tahan pangan. Perbedaan tingkat ketahanan pangan tersebut tidak menimbulkan ketimpangan ketahanan pangan. Dalam hal ini, ketimpangan ketahanan pangan adalah kondisi kurang terpenuhinya pangan yang tercermin dari tidak meratanya jumlah pangan yang tersedia, distribusi, dan konsumsi pangan. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square diketahui bahwa tingkat ketahanan pangan RTKP sama dengan tingkat ketahanan pangan RTKW. Hasil perhitungan Chi Square menunjukkan bahwa χ 2 0 (χ hitung = 1,034) lebih kecil daripada χ 2 (χ tabel = 3,84). Sesuai dengan hipotesa uji, jika χ hitung lebih kecil daripada χ tabel maka H 0 diterima, artinya tingkat ketahanan pangan RTKP sama dengan tingkat ketahanan pangan RTKW. Oleh karena itu, tidak terjadi ketimpangan ketahanan pangan di kedua rumahtangga tersebut. Setiap rumahtangga memiliki upaya tersendiri untuk mengatasi kekurangan pangan. Upaya yang dilakukan RTKP lebih tidak tahan pangan dalam mengatasi kekurangan pangan dari yang paling sering hingga jarang dilakukan adalah dengan mengutang ke warung, meminjam uang, membeli makanan yang murah, meminta ke saudara, dan bekerja lebih keras. Berbeda dengan RTKP, pada RTKW yang lebih tidak tahan pangan upaya yang dilakukan dari yang paling sering hingga jarang dilakukan untuk mengatasi kekurangan pangan adalah dengan meminjam uang, meminta ke saudara, mengutang ke warung, membeli makanan yang murah, bekerja lebih keras, mengurangi makanan jajanan, dan mengurangi frekuensi makan. Tidak semua rumahtangga yang lebih tidak tahan pangan di lokasi penelitian melakukan upaya tersebut karena ada beberapa rumahtangga yang lebih tidak tahan pangan
11 63 belum pernah mengalami kekurangan pangan sehingga tidak sampai melakukan upaya-upaya tersebut. Strategi yang dilakukan oleh RTKP dan RTKW untuk mengatasi kekurangan pangan berbeda-beda. Pada RTKP, strategi yang sering dilakukan dengan meminjam uang dan mengutang ke warung sedangkan pada RTKW strategi yang sering dilakukan dengan meminjam uang dan meminta ke saudara. Umumnya mereka meminjam uang kepada bank keliling. Menurut mereka, peminjaman uang kepada bank keliling merupakan upaya yag mudah dan cepat untuk mengatasi kekurangan pangan mengingat kondisi tetangga dan saudara yang sama dengan kondisinya. Strategi lain yang dilakukan oleh RTKP dan RTKW adalah dengan meminjam uang, membeli makanan yang murah, dan mengutang ke warung. Membeli makanan murah, yaitu dengan membeli sembako murah di ketua RT (Rukun Tetangga) yang berasal dari kantor kepala desa. Membeli makanan yang murah dilakukan untuk menekan pengeluaran pangan pokok dan dapat dialokasikan untuk keperluan bahan pangan lainnya. Selain itu, terdapat rumahtangga yang tidak melakukan strategi untuk mengatasi kekurangan pangan karena belum pernah mengalami kondisi kekurangan pangan.
BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG
BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG Rumahtangga di Indonesia terbagi ke dalam dua tipe, yaitu rumahtangga yang dikepalai pria (RTKP) dan rumahtangga yang dikepalai
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuntitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang dilakukan adalah dengan penelitian
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR 4.1 Gambaran Umum Desa 4.1.1 Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Ketahanan Pangan BAB II TINJAUAN TEORITIS Ketahanan pangan merupakan komitmen Indonesia pada sektor pembangunan pangan. Komitmen tersebut dituangkan dalam beberapa kebijakan,
Lebih terperinciTINGKAT KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA YANG DIKEPALAI PRIA DAN RUMAHTANGGA YANG DIKEPALAI WANITA
ISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 02 TINGKAT KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA YANG DIKEPALAI PRIA DAN RUMAHTANGGA YANG DIKEPALAI WANITA Food Security Level of Male Headed Households and Female Households
Lebih terperinciBAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM
BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM 7.1 Pemanfaatan Dana Pinjaman SPP PNPM yang Didapatkan oleh Responden di Desa Gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan
Lebih terperinciDAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Bab KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN... iv vi vii viii x xii xiii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi
Lebih terperinciTINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN
65 VII. TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 7.1 Akses dan Kontrol Peserta Perempuan Program Terhadap Sumberdaya Tingkat keberdayaan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan program PNPM Mandiri
Lebih terperinci5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA
5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5.1 Determinan Ketahanan Pangan Regional Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui determinan ketahanan pangan regional di 38 kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS
92 BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS Kelembagaan menurut Uphoff (1993) dikutip Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia, masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Masalah
Lebih terperinciBAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA
105 BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA 7.1 Supply Bahan Baku Pangan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Munculnya usaha yang diakibatkan oleh adanya kegiatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah
1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah wajib menjamin kehidupan fakir miskin, anak-anak terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial,
Lebih terperinciLEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah
Lebih terperinciBAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS
86 BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai hubungan perilaku konsumsi dengan sikap terhadap singkong, jagung, dan ubi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan
Lebih terperinciVII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI
84 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 7.1. Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sebelum melakukan simulasi untuk menangkap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA
31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti
Lebih terperinciPEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam
55 II. PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam pengembalian Kredit Mikro Utama diidentifikasi
Lebih terperinciBAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN
BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsumsi beras sebesar 113,7 kg/jiwa/tahun. Tingkat konsumsi tersebut jauh di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pangan adalah kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Di Indonesia, pangan diidentikan dengan beras. Hampir 95% dari penduduknya
Lebih terperinciBALITA PADA RUMAHTANGGA MISKIN DI KABUPATEN PRIORITAS KERAWANAN PANGAN DI INDONESIA LEBIH RENTAN MENGALAMI GANGGUAN GIZI
BALITA PADA RUMAHTANGGA MISKIN DI KABUPATEN PRIORITAS KERAWANAN PANGAN DI INDONESIA LEBIH RENTAN MENGALAMI GANGGUAN GIZI 1 Annis Catur Adi dan Dini Ririn Andrias Departemen Gizi FKM UNAIR Child Poverty
Lebih terperinciBAB VI PEMANFAATAN REMITAN
49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan
Lebih terperinciBAB VII SUMBER BERITA EKONOMI RAKYAT PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN JURNAL BOGOR
BAB VII SUMBER BERITA EKONOMI RAKYAT PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN JURNAL BOGOR 7.1 Perbandingan Frekuensi Sumber Berita Pertanian pada SKH Kompas dan Jurnal Bogor Sumber berita ekonomi rakyat menunjukkan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Secara umum, pendidikan ayah dan pendidikan ibu berpengaruh positif terhadap probabilitas bersekolah bagi anaknya, baik untuk jenjang SMP maupun SMA. Jika dibandingkan,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendidikan juga bergerak dalam bidang perekonomian. Sesuai dengan tujuan
91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Diantara kegiatan pengajian An-Naml di Kelurahan Giwangan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, selain bergerak dalam pemberdayaan bidang pendidikan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO tahun 2001 dalam buku karangan Haryadi, beras merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primer tersebut adalah makanan. Salah satu
Lebih terperinciV. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI
54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8
Lebih terperinciWorld Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat
yang terkait. Masalah kekurangan gizi juga merupakan masalah kesehatan tertinggi di dunia, terutama di negara negara berkembang. Menurut data dari pada World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis
Lebih terperinciBAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau
Lebih terperinciFood Coping Strategy : Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Status Gizi Balita
16 KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik sebuah rumah tangga akan mempengaruhi strategi dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Karakteristik rumah tangga itu antara lain besar rumah tangga, usia kepala rumah tangga
Lebih terperinci1.1. Tabel Luas Wilayah Kabupaten Aceh Utara menurut Kecamatan Tabel Tata Guna Lahan... 5
DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... viii Ikhtisar Eksekutif... x BAB I PENDAHULUAN... 1 I. Latar Belakang... 1 II. Maksud dan Tujuan... 2 III. Gambaran
Lebih terperinciSMK MGMP MATEMATIKA SMK NEGERI / SWASTA NEGERI DAN SWASTA MATEMATIKA KELOMPOK BISNIS MANAGEMEN PAKET II A KOTA SURABAYA
LATIHAN UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 009-00 SMK NEGERI DAN SWASTA KOTA SURABAYA MATEMATIKA KELOMPOK BISNIS MANAGEMEN PAKET II A MGMP MATEMATIKA SMK NEGERI / SWASTA KOTA SURABAYA M A T E M A T I K A S
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA
BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA 6.1 Karakteristik Responden Responden untuk penelitian ini berjumlah 90 responden yang terdiri dari 30 orang yang bergerak di sektor perdagangan, 30 orang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Dussenbery mengungkapkan bahwa bukan pendapatan mutlak
BAB II y TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka Dussenbery mengungkapkan bahwa bukan pendapatan mutlak melainkan pendapatan relatiflah yang menentukan konsumsi suatu keluarga. Keluarga-keluarga
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurang persediaan
Lebih terperinciBAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN
BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.
1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara berkembang yang telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar negeri baik dalam bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,
Lebih terperincikonsumsi merupakan salahsatu indikator pengukuran tingkat ketahanan pangan. Dengan demikian, bila tingkat konsumsi rumahtangga sudah terpenuhi maka
21 KERANGKA PEMIKIRAN Ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik rumahtangga (meliputi ukuran rumahtangga, pendidikan kepala dan ibu rumahtangga, dan
Lebih terperinciMATEMATIKA Modus dari data diatas adalah. A. Rp B. Rp C. Rp D. Rp E. Rp
MATEMATIKA 1. Tabel dibawah ini menunjukkan besarnya penghasilan pegawai di suatu komplek perumahan dalam ratusan ribu rupiah Uang saku (ribuan rupiah) F 21 25 9 26 30 12 31 35 16 36-41 Modus dari data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Konsumsi merupakan kegiatan menghabiskan nilai guna suatu benda baik barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciKEANDALAN PROSEDUR DAN EFEKTIVITAS PENYALURAN KREDIT PADA WANITA PEDESAAN MELALUI PENDEKATAN BERKELOMPOK
KEANDALAN PROSEDUR DAN EFEKTIVITAS PENYALURAN KREDIT PADA WANITA PEDESAAN MELALUI PENDEKATAN BERKELOMPOK (Studi Kasus Karya Usaha Mandiri Cabang Nanggung, Bogor) Oleh IKA ANGGIE WIASTI H24103901 DEPARTEMEN
Lebih terperinciV. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP
65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciKERAGAAN KETAHANAN PANGAN DAN STATUS GIZI KELUARGA PETANI DESA KOLELET WETAN KECAMATAN RANGKASBITUNG-BANTEN. Oleh: ASTRI PERMATASARI A
A/&M'f '2Ooq 0% KERAGAAN KETAHANAN PANGAN DAN STATUS GIZI KELUARGA PETANI DESA KOLELET WETAN KECAMATAN RANGKASBITUNG-BANTEN Oleh: ASTRI PERMATASARI A05496034 DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT DAN SUi\1BERDAYA
Lebih terperinciBAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia agar bisa hidup sehat dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan yang lainnya, pangan
Lebih terperinciBantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012
1. Pendahuluan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012 Pemerintah akan mengalokasikan dana tunai sebesar Rp 25,6 triliun kepada 18,5 juta keluarga miskin atau 74 juta jiwa sebagai kompensasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diakui bahwa usaha kecil dan menengah mempunyai peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang mutlak yang
Lebih terperinciEvaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional TAHUN 1990 Matematika
Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional TAHUN 0 Matematika EBTANAS-IPS-0-0 x Nilai x R yang memenuhi ( ) = 8 EBTANAS-IPS-0-0 Bentuk sederhana dari + ( + ) 5 ( + 7 + EBTANAS-IPS-0-0 Ordinat titik balik grafik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Cikahuripan merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 702 Ha, ketinggian diatas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu timbul di Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu timbul di Negara Sedang Berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Kemiskinan adalah persoalan yang universal pengertiannya
Lebih terperinciVI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN
VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum responden beras organik SAE diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2014
Nomor : 005/07/63/Th. XIX, 02 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2014 Tingkat kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan pada Bulan September 2014 adalah sebesar 4,81
Lebih terperincitempat sebelumnya anda bekerja? Apabila ada apa saja?
PANDUAN WAWANCARA 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Alamat Rumah : 6. Agama : 7. Suku : 8. Jabatan : 9. Jumlah Anggota Keluarga : A. Data Dasar 1. Sebelum anda di PHK,
Lebih terperinci(Damanik dan Sasongko. 2003). dimana TR adalah total penerimaan dan C adalah total biaya. TR didapat dari P x Q
II. TINJAUAN PUSTAKA Setiap pedagang berusaha untuk memaksimalkan laba usaha dagangnya. Untuk mencapai hal tersebut maka pedagang perlu menambah modal untuk memperbanyak jenis maupun jumlah dagangannya.
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH SURAT PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ANTARA BANK ---------------------------------------------- DAN ---------------------------------- Nomer: ----------------------------------
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. masa pemerintahan Bapak Hasto ini di pengaruhi oleh : 2. Pemerintah pada masa kepemimpinan Bapak Hasto Wardoyo sudah
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pada bab ini peneliti akan menjabarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti dengan melakukan wawancara terhadap pemerintah Kabupaten Kulon Progo yaitu Kepala
Lebih terperinciBAB X RELASI GENDER DALAM P2KP
BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP 10.1. Hubungan Antara Karakteristik Stimulan P2KP dengan Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Tingkat bantuan dana fisik yang terdiri dari tiga kegiatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi asupan gizi tubuh. Susu
PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil peternakan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi asupan gizi tubuh. Susu adalah hasil sekresi dari ambing ternak mamalia seperti
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa
Lebih terperinciOleh Pathamavathy Naicker
Oleh Pathamavathy Naicker Pendahuluan Afrika Selatan adalah negara berpendapatan menengah. Populasinya diperkirakan sebesar 56,5 juta pada tahun 2017. PDB Afsel sekitar R4 triliun (R12-R13 :$1). Pendapatan
Lebih terperinciLatar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun
Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 1990-2000,
Lebih terperinciPENGGUNAAN RASKIN OLEH KELUARGA MISKIN DI DUSUN PAKIS KIDUL, DESA PAKIS, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MAGELANG
i PENGGUNAAN RASKIN OLEH KELUARGA MISKIN DI DUSUN PAKIS KIDUL, DESA PAKIS, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MAGELANG Disusun Oleh : V. Nunung Irmayanti 02127 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,
Lebih terperinciVII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA
161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir
Lebih terperinci2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu maupun masyarakat luas selalu berusaha dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Baik individu maupun masyarakat
Lebih terperinciPOLA KONSUMSI MASYARAKAT PERKOTAAN BERDASARKAN TINGKAT PENDAPATAN DAN UKURAN KELUARGA STUDI KASUS DI KOTA MATARAM
ABSTRAK GaneÇ Swara Vol. 5 No.2 September 2011 POLA KONSUMSI MASYARAKAT PERKOTAAN BERDASARKAN TINGKAT PENDAPATAN DAN UKURAN KELUARGA STUDI KASUS DI KOTA MATARAM IDA BGS EKA ARTIKA Fak. Ekonomi Univ. Mahasaraswati
Lebih terperinciRegulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1
Ringkasan Eksekutif Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1 Perum Bulog didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2003. Merujuk pada PP tersebut, sifat usaha, maksud, dan tujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Luasnya lahan pertanian di Indonesian pada kenyataannya belum mampu
Lebih terperinciBAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita
BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita Makanan jajanan menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak terjadinya krisis moneter dan ekonomi pada tahun 1997, jumlah persentase penduduk miskin meningkat secara drastis. Berbagai upaya penanggulangan selama sekitar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang,
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAM UMUM OPERASIONAL CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA / KELURAHAN KOTA KEDIRI TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA KEDIRI Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB VI ARAH BERITA EKONOMI RAKYAT PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN JURNAL BOGOR
BAB VI ARAH BERITA EKONOMI RAKYAT PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN JURNAL BOGOR 6.1 Perbandingan Frekuensi Arah Berita Pertanian pada SKH Kompas dan Jurnal Bogor Arah berita menunjukkan bagaimana masing-masing
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan pada beras menimbulkan masalah baru bagi pemerintah daerah karena harus menyediakan dana untuk subsidi biaya transportasi ke wilayah-wilayah terpencil. Peran
Lebih terperinci