V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Pada penelitian ini, Tabel Input-Output Provinsi NTB termutakhir adalah tahun Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005 terdiri dari 25 klasifikasi sektor. Berdasarkan data-data yang telah diuraikan pada bagian struktur ekonomi Provinsi NTB, walaupun perekonomian Provinsi NTB berkembang (nilai PDRB meningkat), namun proporsi masing-masing sektor perekonomian dapat diasumsikan tidak banyak berubah atau dapat dikatakan bahwa selama tahun 2005 sampai 2010 tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian yang signifikan. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan untuk memperkirakan struktur perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 dengan melihat data PDRB penggunaan Provinsi NTB tahun 2010 yang telah disesuaikan dengan proporsi perekonomian Provinsi NTB tahun Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor Bangunan (Bandara) di Provinsi NTB Berdasarkan perkiraan jumlah permintaan sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010, total permintaan merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 20,312 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 55,710 triliun atau perkiraan total permintaan barang dan jasa yang dihasilkan Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 76,023 triliun (Tabel 5.1). Selain itu, dapat diketahui pula bahwa total permintaan sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 6,55 triliun atau sebesar 8,62 persen dari total permintaan (Tabel 5.1). 52

2 Dilihat dari permintaan akhir, tampak bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 6,12 triliun atau sebesar 11 persen menempati urutan kelima dari total permintaan akhir. Dilihat dari permintaan antara, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 432,6 milyar atau sebesar 2,13 persen dari total permintaan antara. Untuk total permintaan barang dan jasa di Provinsi NTB, jumlah permintaan terbesar dipegang oleh sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan yang terkecil adalah sektor angkutan laut. Tabel 5.1 Perkiraan Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Permintaan Antara (180) Permintaan Akhir (309) Jumlah Permintaan (310) Sektor Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian , , ,45 2. Pertambangan dan Penggalian , , ,38 3. Industri , , ,24 4. Listrik dan Air Bersih , , ,86 5. Bangunan , , ,62 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel , , ,22 7. Angkutan Jalan Raya , , ,77 8. Angkutan Laut , , ,23 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan , , , Angkutan Udara , , , Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain , , , , , , Jasa lain , , ,42 TOTAL Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 53

3 5.1.2 Struktur Konsumsi Rumah Tangga Berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi rumah tangga sektor-sektor perekonomian tahun 2010 yang mengacu pada Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005, total konsumsi rumah tangga Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 20,13 triliun. Peran terbesar dari total konsumsi rumah tangga ini adalah sektor pertanian dengan nilai Rp 5,88 triliun dan yang terkecil adalah sektor bangunan (bandara) (Table 5.2). Tabel 5.2 Perkiraan Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Konsumsi Rumah Tangga (301) Sektor Jumlah (Ribu Rupiah) Persen (%) 1. Pertanian 5,887,242, Pertambangan dan Penggalian 56,375, Industri 6,515,430, Listrik dan Air Bersih 426,845, Bangunan Perdagangan, Restoran, dan 2,738,252, Hotel 7. Angkutan Jalan Raya 916,106, Angkutan Laut 70,469, Angkutan Sungai, Danau, dan 235,570, Penyebrangan 10. Angkutan Udara 209,395, Jasa Penunjang Angkutan dan 368,456, Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 769,126, Jasa lain 1,938,924, TOTAL 20,134,209, Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 54

4 5.1.3 Struktur Konsumsi Pemerintah Jumlah konsumsi pemerintah berdasarkan perkiraan permintaan akhir Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 7,10 triliun. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa Rp 7,10 triliun atau 100 persen dari total konsumsi pemerintah dialokasikan pada sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa pada Tabel Input- Output Provinsi NTB tahun 2005 sebelum agregasi (klasifikasi 25 sektor) terdiri dari berbagai jenis jasa, diantaranya sewa bangunan dan jasa perusahaan, jasa pemerintahan, dan jasa lainnya. Tabel 5.3 Perkiraan Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Konsumsi Pemerintah (302) Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan 0 0 Penyebrangan 10. Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain 7,101,505, TOTAL 7,101,505, Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 55

5 5.1.4 Struktur Investasi Investasi dalam Tabel Input-Output merupakan jumlah dari pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Perkiraan nilai investasi seluruh sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 sebesar Rp 12,16 triliun. Peranan terbesar di pegang oleh sektor bangunan (bandara) yaitu sebesar Rp 7,98 triliun atau 65,63 persen dari total nilai investasi seluruh sektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai investasi tersebut terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 10,80 triliun dengan nilai perubahan modalnya Rp 1,35 triliun (Tabel 5.4). Tabel 5.4. Perkiraan Pembentukan Modal Tetap, Struktur Perubahan Modal dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Pembentukan Modal Tetap (Ribu Rupiah) 303 Perubahan Modal (Ribu Rupiah) 304 Investasi ( ) (Ribu Rupiah) Investasi (%) 1. Pertanian ,53 2. Pertambangan dan Penggalian ,07 3. Industri ,69 15,61 4. Listrik dan Air Bersih Bangunan ,33 65,63 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel ,45 7,00 7. Angkutan Jalan Raya ,13 1,26 8. Angkutan Laut ,03 0,04 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan ,76 0, Angkutan Udara ,07 0, Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain ,62 0, Jasa lain ,16 1,72 TOTAL ,00 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 56

6 5.1.5 Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan perkiraaan nilai ekspor dan impor Provinsi NTB tahun 2010, total ekspor di Provinsi NTB sebesar Rp 16,32 triliun. Sektor yang memegang peran terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp 14,37 triliun atau 88,06 persen dari total ekspor Provinsi NTB. Sedangkan untuk urutan terkecil adalah sektor listrik dan air bersih serta sektor bangunan (bandara). Dilihat dari sisi selisih ekspor dan impor, Provinsi NTB mengalami surplus perdagangan sebesar Rp 12,94 triliun (Tabel 5.5). Tabel 5.5 Perkiraan Ekspor dan Impor Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Ekspor Impor Ekspor Netto Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian , , ,42 2. Pertambangan dan Penggalian , , , ,55 3. Industri , , ,55 4. Listrik dan Air Bersih , ,39 5. Bangunan , ,27 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel , , ,74 7. Angkutan Jalan Raya , , ,69 8. Angkutan Laut , , ,25 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan , , , Angkutan Udara , , , Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain , , , , , , Jasa lain , , ,27 TOTAL Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 57

7 5.2 Analisis Keterkaitan Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke depan (forward linkage) dibagi menjadi dua kategori, yaitu keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Besarnya nilai keterkaitan langsung ke depan diperoleh dari nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan diperoleh dari matriks kebalikan Leontief. Pada penelitian ini, matriks kebalikan Leontief yang digunakan adalah matriks kebalikan Leontief terbuka, artinya komponen konsumsi rumah tangga termasuk faktor eksogen. Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Pada tabel 5.6, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung sebesar 0,00570 dan keterkaitan langsung dan tidak langsung sebesar 1, Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan baik langsung maupun langsung dan tidak langsung terbesar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor penyedia input bagi sektor lainnya sehingga sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan yang besar. 58

8 Tabel 5.6 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Depan Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Keterkaitan ke Depan Langsung Langsung dan Tak Langsung 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Nilai keterkaitan langsung ke depan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan (bandara) yang dijual atau dialokasikan secara langsung pada sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 0,00570 juta. Sementara nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung dari sektor bangunan (bandara) tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan yang dijual atau dialokasikan baik 59

9 secara langsung maupun tak langsung terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 1,12588 juta Keterkaitan ke Belakang Keterkaitan ke belakang (backward linkage) terdiri dari dua kategori, yaitu keterkaitan secara langsung ke belakang dan keterkaitan secara langsung dan tak langsung ke belakang. Besarnya nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri untuk menciptakan kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa di antara sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB, sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,44144 dan keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang sebesar 1, Dapat dilihat pula untuk nilai keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung yang terbesar adalah sektor industri. Hal tersebut disebabkan karena sektor industri memerlukan input yang banyak, dimana input tersebut didapat dari output yang dihasilkan sektor lain. Nilai keterkaitan ke belakang tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan secara langsung meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri sebesar Rp 0,44144 juta. Sementara itu, arti dari keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang dari sektor bangunan (bandara) adalah apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan meningkatkan permintan inputnya terhadap 60

10 sektor lainnya baik secara langsung maupun tak langsung sebesar Rp 1,66559 juta. Tabel 5.7 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Belakang Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Keterkaitan ke Belakang Langsung Langsung dan Tak Langsung 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 10. Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Analisis Dampak Penyebaran Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran menunjukkan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output di sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagi input sektor tersebut baik 61

11 secara langsung maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran bisa disebut juga sebagai daya penyebaran ke belakang. Tabel 5.8 menunjukkan nilai koefisien penyebaran dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi NTB. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki koefisien penyebaran yang lebih dari satu yaitu sebesar 1, Tabel 5.8 Koefisien Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Koefisien Penyebaran 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Nilai Koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sementara nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini berarti sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan yang erat 62

12 terhadap sektor-sektor hulunya atau sektor yang secara langsung maupun tidak langsung berperan sebagai penyedia input sektor bangunan (bandara) Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menggunakan output dari sektorsektor hilirnya. Kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Tabel 5.9 Kepekaan Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Kepekaan Penyebaran 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Restoran, dan Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keu.lain Jasa lain Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kepekaan penyebaran sektor bangunan (bandara) sebesar 0, Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor bangunan (bandara) masih kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor 63

13 hilirnya. Nilai kepekaan penyebaran yang terbesar adalah sektor angkutan jalan raya. Hal itu menunjukkan bahwa sektor angkutan jalan raya sering digunakan oleh sektor lainnya untuk membantu dalam proses produksi. 5.3 Analisis Pengganda (Multiplier) Tipe multiplier effect atau efek pengganda terdiri dari dua jenis yaitu efek pengganda tipe I dan tipe II. Analisis pengganda ini digunakan untuk melihat dampak perubahan dari variabel-variabel endogen tertentu, seperti output sektoral apabila terjadi perubahan dalam variabel-varibael eksogen, seperti permintaan akhir. Efek pengganda tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks koefisien Leontif terbuka, dan nilai pengganda ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan maka variabel endogen diseluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Sedangkan nilai pengganda tipe II menunjukkan jika sektor rumah tangga dijadikan sebagai faktor endogen, maka dengan terjadinya kenaikan variabel eksogen satu satuan maka variabel endogen seluruh sektor akan meningkat sebesar nilai tersebut. Penambahan efek rumah tangga menyebabkan nilai pengganda tipe II selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai pengganda tipe I Pengganda Output Berdasarkan Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa nilai pengganda output tipe I sektor bangunan (bandara) sebesar 1, Hal ini menunjukkan bahwa, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor bangunan (bandara) sebesar 64

14 Rp 1 juta, maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,66559 juta. Jika rumah tangga dimasukkan ke dalam model sebagai faktor endogen, maka akan diperoleh nilai pengganda tipe II yang nilainya selalu lebih besar dari nilai multiplier tipe I. Berdasarkan tabel 5.10 nilai pengganda output tipe II sektor bangunan (bandara) sebesar 1, Artinya, dengan memasukkan efek rumah tangga, apabila terjadi peningkatan pemintaan akhir di sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,91301 juta. Tabel 5.10 Pengganda Output Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Awal Pertama Industri Kons Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,51310 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Pengganda Pendapatan Nilai yang terdapat dalam analisis pengganda pendapatan rumah tangga tipe I dan tipe II menunjukkan bahwa ada peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir suatu 65

15 sektor tertentu sebesar satu satuan. Tabel 5.11 menunjukkan nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe I sektor bangunan (bandara) sebesar 1, Nilai tersebut berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar Rp 1,32248 juta. Tabel 5.11 juga memperlihatkan nilai-nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe II sektorsektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai pengganda tipe II dari sektor bangunan (bandara) adalah sebesar 1, Hal tersebut berarti, dengan memasukkan efek pengeluaran rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,4073 juta. Tabel 5.11 Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Awal Pertama Industri Kons Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,46685 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 66

16 5.4 Analisis Simulasi Investasi Pada bagian 3.3 telah dijelaskan bahwa akan dilakukan simulasi investasi terhadap pembangunan BIL di daerah Lombok Tengah, Provinsi NTB. Simulasi investasi ini dilakukan untuk menunjukkan dampak yang akan timbul dengan adanya investasi pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga. Investasi pembangunan BIL senilai Rp 946,35 milyar dibiayai oleh PT. Angkasa Pura I, Pemerintah Provinsi NTB, dan Pemerintah Kabupaten Lombok. Nilai investasi tersebut akan dikalikan dengan nilai pengganda output dan pendapatan rumah tangga untuk melihat dampak adanya investasi tersebut terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di Provinsi NTB. Anggaran investasi untuk pembangunan BIL akan menghasilkan tambahan output untuk Provinsi NTB sebanyak 1,66559 x (Rp 946,35 milyar) = Rp 1.576,23 milyar atau sekitar 7,85 persen dari total PDRB. Gambar 5.1 menunjukkan bahwa keberadaan BIL dapat meningkatkan PDRB Provinsi NTB dibandingkan dengan tidak adanya investasi pembangunan BIL. (Juta Rupiah) Gambar 5.1 Perkiraan Peningkatan PDRB Provinsi NTB 67

17 Investasi ini juga akan menaikkan pendapatan rumah tangga sebesar 1,32248 x (Rp 946,35 milyar) = Rp 1.251,53 milyar. Jumlah total rumah tangga di Provinsi NTB adalah sebanyak , sehingga jumlah pendapatan rumah tangga akan meningkat rata-rata sebesar Rp per tahun. 5.5 Dampak Ekonomi Pembangunan BIL Tahun 2008 Provinsi NTB genap berusia separuh abad. Pada usia ini, jika melihat pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), posisi NTB masih tergolong daerah tertinggal. Hal ini terasa ironis mengingat posisi Provinsi NTB begitu strategis. Provinsi NTB memiliki keragaman iklim yang menguntungkan bagi pengembangan aneka rupa komoditas pertanian. Provinsi NTB ini juga berada pada jalur selatan transnasional yang diapit dua alur pelayaran internasional dan segitiga wisata dunia yaitu Toraja, Bali, dan Komodo. Letak strategis ini membuat NTB dijuluki The Heaven on The Planet. Dengan posisi geografis yang strategis dan keragaman modal sosial yang dimilikinya, Provinsi NTB berpeluang besar menjadi daerah maju yang berdaya saing. Agar perekonomian tidak sekedar tumbuh, tetapi dapat mengakomodasi masa depan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada aspek lingkungan, maka strategi pemerintah Provinsi NTB dalam mencapai hal tersebut diperlukan percepatan pembangunan melalui optimalisasi potensi sumberdaya lokal dan mendorong masuknya investasi yang berkelanjutan. Salah satu syarat untuk mempercepat pembangunan adalah dukungan infrastruktur wilayah yang memadai. Fakta menunjukkan terjadinya kesenjangan pembangunan infrastruktur antarwilayah dan antarsektoral. Kondisi ini menjadikan salah satu pemicu 68

18 ekonomi biaya tinggi yang menghambat pertumbuhan ekonomi rakyat dan masuknya investasi strategi kebijakan dan program pembangunan daerah. (RPJMD Provinsi NTB, 2009). Pada bidang infrastruktur, beberapa program terobosan yang dilakukan pemerintah Provinsi NTB adalah bekerjasama dengan pihak terkait menambah frekuensi penerbangan, yaitu maskapai Silk Air untuk jurusan Singapura-Mataram menjadi lima kali seminggu Singapura-Lombok, serta penerbangan jurusan Mataram-Bima dan Mataram-Sumbawa, menjadi setiap hari mulai Januari Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTB 2009, disebutkan Pemerintah Provinsi NTB bekerjasama dengan PT. Angkasa Pura I mempercepat penyelesaian pembangunan BIL. Penambahan frekuensi penerbangan sangat ditunjang dengan keberadaan BIL yang baru beroperasi. Pada hasil analisis dampak penyebaran, telah disebutkan bahwa sektor bangunan (bandara) lebih mampu untuk mengembangkan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Hal yang dimaksud dengan sektor hulu tersebut adalah karena pada kegiatan operasional bandara, tentunya diperlukan berbagai input untuk dapat menggerakkan aktivitas bandara tersebut dengan pasokan nilai input yang tidak kecil dari sektor lain. PT. Angkasa Pura I bekerja sama dengan PT. PLN untuk menerima pasokan listrik yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional BIL. Selain itu, PT. Angkasa Pura I juga bekerja sama dengan PT. PDAM untuk menyediakan air bersih bagi keperluan aktivitas BIL. Pada kawasan BIL ini juga dibangun Depo pengisian bahan bakar pesawat udara oleh PT. Pertamina. Hal tersebut 69

19 menunjukkan bahwa keberadaan BIL mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulunya dalam meningkatkan output yang lebih banyak lagi. Pada perkembangannya, Provinsi NTB diharapkan mampu menjadi salah satu embarkasi haji bagi kawasan timur Indonesia. Letak BIL yang berada di Desa Tanak Awu, Lombok Tengah membutuhkan transportasi penunjang untuk menjangkaunya. Keberadaan BIL pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap sektor lain salah satunya adalah angkutan darat. Pengelola BIL bekerjasama dengan Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia (DAMRI) sebagai salah satu transportasi penunjang menuju BIL. Untuk itu, keberadaan BIL ini mampu mendorong produksi sektor lain yang memberikan input bagi BIL dalam beroperasi. Saat ini, bandara bukan hanya sebagai tempat datang dan perginya penumpang yang menggunakan angkutan udara, tapi juga ditunjang dengan fasilitas seperti restoran. Walaupun keberadaan restoran dan toko-toko lainnya belum terlalu banyak di BIL, nantinya diharapkan semakin banyak investor yang mau berinvestasi untuk membangun restoran ataupun hotel di kawasan BIL sebagai salah satu upaya pengembangan sektor pariwisata Provinsi NTB. Output dari BIL yang dapat dimanfaatkan salah satunya adalah seperti adanya ruangan-ruangan yang disediakan bagi para investor atau pengusaha untuk membuka usaha, misalnya restoran, toko baju, toko aksesoris, toko souvenir, toko buku dan sebagainya. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini bandara bukan sekedar sebagai tempat datang dan berangkatnya penumpang dengan pesawat udara, akan tetapi juga dijadikan tempat bisnis bagi sebagian pihak. Selain itu, kapasitas BIL yang lebih besar untuk menampung jumlah penumpang yang lebih 70

20 banyak serta landasan pacu yang lebih luas untuk menampung lebih banyak jenis pesawat, membuat pemerintah Provinsi NTB optimis terbukanya pintu investasi bagi Provinsi NTB dan berkembangnya sektor angkutan udara. Dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Provinsi NTB merupakan salah satu bagian koridor ekonomi. Provinsi NTB masuk kedalam koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara yang difokuskan sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Keberadaan BIL ini merupakan salah satu penunjang keberhasilan program-program terobosan lain terutama di bidang ekonomi. Dalam program terobosan bidang ekonomi, salah satu program unggulannya adalah Visit Lombok-Sumbawa 2012 dengan target kunjungan wisatawan sejumlah satu juta orang. Program ini merupakan langkah strategis untuk meletakkan pijakan guna mengelola segenap potensi dan daya tarik wisata Provinsi NTB agar menjadi daerah tujuan wisata utama nasional maupun internasional. Dipilihnya 2012 sebagai tahun kunjungan didasarkan atas sejumlah asumsi seperti telah beroperasinya BIL. Salah satu sektor yang paling terkait dengan bandara adalah transportasi udara. Pemerintah Provinsi NTB bekerja sama dengan PT. Garuda Indonesia untuk memasarkan potensi NTB ke seluruh Indonesia dan kawasan Timur Tengah. (RPJMD Provinsi NTB, 2009). Provinsi NTB memiliki daya tarik sebagai tujuan wisata, hal tersebut karena karakteristik budaya yang multietnik dengan tiga suku utamanya Sasak di Pulau Lombok, Samawa di bagian tengah hingga barat Pulau Sumbawa dan Mbojo di bagian tengah hingga timur Pulau Sumbawa, serta diperkuat dengan 71

21 budaya etnik Bali, Jawa, Melayu, Bugis, Timor, Banjar, Cina, dan Arab menjadikan NTB ibarat miniatur Indonesia dan mozaik budaya nusantara. Berbagai tempat wisata yang masih alami dan tradisional dengan panorama alam dari puncak pegunungan, lembah, dan ngarai serta hamparan lahan pertanian yang mempesona, hingga bentangan pantai laut dan gugusan terumbu karang terdapat di Provinsi NTB. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 1989 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata di Daerah NTB, terdapat lima belas kawasan pengembangan pariwisata. Sembilan kawasan tersebar di Pulau Lombok, enam kawasan lainnya terdapat di Pulau Sumbawa. Lima belas kawasan tersebut adalah: 1. Kawasan Pariwisata Suranadi dan sekitarnya (96 Ha). 2. Kawasan Pariwisata sire, Gili Air, Senggigi, dan sekitarnya (1.800 Ha). 3. Kawasan Gili Gede dan sekitarnya (2.590 Ha). 4. Kawasan Pariwisata Kuta, Seger, A an dan sekitarnya (2.590 Ha). 5. Kawasan Pariwisata Selong Belanak dan sekitarnya (480 Ha). 6. Kawasan Pariwisata Rinjani dan sekitarnya ( Ha). 7. Kawasan Pariwisata Gili Indah dan sekitarnya (650 Ha). 8. Kawasan Pariwisata Gili Sulat dan sekitarnya (1.317 Ha). 9. Kawasan Pariwisata Dusun Sade dan sekitarnya (315 Ha). 10. Kawasan Pariwisata Pulau Moyo dan sekitarnya (1.528 Ha). 11. Kawasan Pariwisata Pantai Maluk dan sekitarnya (376 Ha). 12. Kawasan Pariwisata Pantai Hu u dan sekitarnya (2.756 Ha). 13. Kawasan Pariwisata Sape dan sekitarnya (203 Ha). 72

22 14. Kawasan Pariwisata Teluk Bima dan sekitarnya (203 Ha). 15. Kawasan Pariwisata Tambora dan sekitarnya (2.526 Ha). Salah satu tempat wisata yang juga berada di daerah Lombok Tengah atau tidak jauh dari BIL adalah Pantai Kuta Lombok. Pantai ini memang belum seramai dengan pantai-pantai yang ada di Bali. Akan tetapi keindahannya tidak kalah dengan pantai-pantai di Bali. Kebanyakan pantai-pantai yang ada di Pulau Lombok berpasir putih. Pantai Kuta sendiri saat ini masih terus dikembangkan sebagai salah satu tujuan wisata utama di Lombok Tengah. Keberadaan BIL sekaligus sebagai promosi tempat-tempat wisata di Pulau Lombok. Tempat wisata lain yang tidak kalah adalah Pantai Senggigi, pantai yang letaknya memang agak jauh dari BIL tetap menjadi pilihan para wisatawan asing maupun domestik. Melalui Pantai Senggigi ini, wisatawan bisa menyebrang ke Gili Trawangan dan Gili Air dengan kapal motor. Gili Trawangan dan Gili Air terkenal dengan pantai pasir putih yang sangat jernih. Selain itu, didekat kaki Gunung Rinjani juga terdapat wisata mata air Narmada. Mata air Narmada ini diproduksi menjadi air mineral kemasan yang tahun ini telah diekspor ke Melbourne, Australia. Berbagai potensi yang dimiliki oleh Provinsi NTB diharapkan semakin terjangkau oleh masyarakat terutama setelah beroperasinya BIL. BIL membuat akses menuju Provinsi NTB terutama Pulau Lombok menjadi mudah. Penerbangan langsung dari berbagai daerah telah dibuka seiring dengan semakin besarnya kapasitas daya tampung baik penumpang maupun pesawat di BIL. Susilo Bambang Yodhoyono dalam Suara Merdeka (2011) mengatakan bahwa ada tiga alasan pembangunan BIL menggantikan Bandara Selaparang 73

23 dinilai tepat. Pertama, secara nasional jasa atau bisnis angkutan udara meningkat. Kedua, pariwisata di Provinsi NTB akan terdorong seiring pembangunan BIL karena maningkatkan kelancaran arus masuk dan keluar penumpang. Ketiga, BIL mendorong konektivitas di seluruh Indonesia sekaligus menggarisbawahi keperluan untuk memastikan pembebasan tanah tidak merugikan warga. Jumlah penumpang yang datang melalui penerbangan domestik pada bulan Desember 2011 sebanyak orang, naik 30,68 persen dari bulan Nopember Sedangkan melalui penerbangan internasional sebesar 1.784, turun 17,86 persen dari bulan Nopember Akan tetapi di bulan Januari, jumlah penerbangan internasional kembali meningkat 1,78 persen dari bulan Desember yaitu sebesar orang. Banyaknya penumpang yang datang ke Provinsi NTB melalui BIL terutama untuk mengunjungi tempat wisata, akan berdampak pada pertumbuhan sektor ekonomi pariwisata. Pertumbuhan sektor tersebut tentunya akan berdampak pada perekonomian Provinsi NTB karena bisa menambah penerimaan pemerintah dari devisa dan retribusi pengelolaan tempat wisata. Perkembangan sektor pariwisata juga bisa menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar tempat pariwisata. Oleh karena itu, seperti yang dijelaskan pada teori pendapatan nasional dan pengeluaran agregrat bahwa jika terjadi kenaikan variabel investasi ceteris paribus maka akan meningkatkan pendapatan nasional riil. Dengan kata lain, adanya investasi pembangunan BIL nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 74

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan). Selain itu pariwisata juga merupakan salah satu sub ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan). Selain itu pariwisata juga merupakan salah satu sub ekonomi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas dan layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Disampaikan dalam RATAS Presiden RI, 21 Februari 2017 bappeda.ntbprov.go.id NUSA TENGGARA BARAT Kemajuan Nyata,Tantangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal yang melatarbelakangi pengambilan judul penelitian, rumusan masalah, yang membahas permasalahan yang muncul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai latar belakang kegiatan penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik pembahasan yang akan diteliti, serta tujuan dan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai macam kebudayaan dan karakteristik yang memiliki potensi terhadap pengembangan pariwisata. Kekuatan sektor periwisata Indonesia terletak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB. Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB. Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB 4.1 Gambaran Umum Wilayah Provinsi NTB terdiri atas dua pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taroepratjeka (dalam Bagus 2002: 11), menjelaskan bahwa. pembangunan pariwisata pada hakikatnya merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Taroepratjeka (dalam Bagus 2002: 11), menjelaskan bahwa. pembangunan pariwisata pada hakikatnya merupakan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pariwisata di Indonesia secara regional dan nasional telah menjadi sumber penghasil devisa, menambah kesempatan kerja, merangsang penanaman

Lebih terperinci

12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah

12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah 12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah http://tempatwisatadaerah.blogspot.com/2015/01/12-tempat-wisata-terindah-di-lombok.html 12 Tempat Wisata Terindah di Lombok Nusa Tenggara Barat - Lombok merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. Lautan merupakan barang sumber daya milik

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 57 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi NTB 1. Geografis Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115'45-119 10 BT dan antara 8 5-9 5 LS. Wilayahnya di utara berbatasan dengan Laut

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi pada saat ini menjadi bagian yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Hal tersebut didasarkan pada perkembangan jaman menuju arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

Denpasar, Juli 2012

Denpasar, Juli 2012 Denpasar, 12-14 Juli 2012 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Sasaran 3. Perkembangan Kegiatan 4. Hasil Yang Diharapkan LATAR BELAKANG MP3EI antara lain menetapkan bahwa koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB II POTENSI DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II POTENSI DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BAB II POTENSI DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Ekonomi dan pembangunan merupakan komponen penting yang menentukan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Dalam era otonomi daerah dewasa ini, masing

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam pembangunan daerah berada pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2009

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2009 No. 20/05/51/Th. III, 15 Mei PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I Pertumbuhan ekonomi Bali yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan I dibanding triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dieksplorasi sejak

BAB I PENDAHULUAN. Potensi pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dieksplorasi sejak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dieksplorasi sejak tahun 1980-an. Daya tarik wisata tidak hanya terdapat di Pulau Lombok dengan potensi wisata

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisai saat ini, sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan pendorong utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pariwisata di Indonesia memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka kesempatan kerja

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA BARAT! bappeda.ntbprov.go.id Kemajuan Nyata,Tantangan Baru 38 36 36 36 37 36 33 31 Gini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pariwisata Dan Wisatawan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata adalah kegiatan melaksanakan perjalanan untuk memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, mencari kepuasan, mendapatkan kenikmatan,

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah Secara ringkas hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Seperti yang dituangkan dalam konsep Masterplan Percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi NTB 1. Geografis Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115'45-119 10 BT dan antara 8 5-9 5 LS. Wilayahnya di utara berbatasan dengan Laut Jawa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki perananan penting bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism Organization (WTO) sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Objek dan Subjek Penelitian 1. Gambaran umum Pulau Lombok Pulau Lombok merupakan sebuah pulau yang terletak di provinsi Nusa Tenggara barat dengan luas wilayah mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beribu pulau dengan area pesisir yang indah, sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata bahari. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci