BAB 2 LANDASAN TEORI. Sebuah graf G fully weighted didefinisikan sebagai quadruple G = (V, E, f, g)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. Sebuah graf G fully weighted didefinisikan sebagai quadruple G = (V, E, f, g)"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Graf Dinamis (Dynamic Graph) Sebuah graf G fully weighted didefinisikan sebagai quadruple G = (V, E, f, g) dimana V adalah himpunan terhingga titik (verteks), E adalah himpunan terhingga garis (edge) yang menghubungkan titik satu dengan lainnya, f merupakan fungsi yang diberikan pada himpunan titik sebagai f : V N, dan g merupakan fungsi yang diberikan pada himpunan edge sebagai g : E N. Sebuah graf G dinamis diperoleh dengan mengubah sembarang V, E, f atau g. Harary (Harary, 1997) mengklasifikasikan graf dinamis dengan mengubah satu atau lebih kondisi berikut ini: 1. Node dynamic (di)/graph dimana himpunan verteks V berubah dari waktu ke waktu 2. Edge/Arc dynamic (di)/graph dimana himpunan garis E berubah dari waktu ke waktu 3. Node weighted dynamic (di)/graph dimana fungsi f berbeda dari waktu ke waktu 4. Edge/Arc weighted dynamic (di)/graph dimana fungsi g berbeda dari waktu ke waktu 8

2 9 Sebuah graf disebut dinamis penuh (fully dynamic), jika perubahan yang dimungkinkan adalah penambahan dan penghapusan verteks dan/atau garis. Sebaliknya sebuah graf disebut dinamis sebagian (partially dynamic), jika perubahan yang dimungkinkan hanya penambahan atau penghapusan garis dan/atau verteks. Selanjutnya, sebuah graf dinamis disebut incremental jika operasi yang dimungkinkan hanya penambahan dan disebut decremental jika operasi yang dimungkinkan hanya penghapusan. Dalam penggunaannya, graf dinamis dimungkinkan untuk berubah dari waktu ke waktu seperti penambahan dan penghapusan garis dan verteks serta perubahan informasi/atribut dari garis dan verteks. Dalam masalah graf dinamis, terdapat sejumlah pertanyaan seperti: apakah graf tersebut terhubung atau tidak (connectivity), bagaimana mendapatkan lintasan terpendek antar verteks (shortest path), bagaimana melakukan clustering, bagaimana menghasilkan spanning forest, bagaimana memastikan keterjangkauan (reachability) dan lain-lain. Tujuan dari algoritma graf dinamis adalah memperbaharui solusi atas masalah secara efisien setelah terjadinya perubahan tanpa harus menghitungnya kembali dari awal. Operasi penambahan verteks mengharuskan penambahan garis dengan menghubungkan verteks baru ke salah satu verteks yang ada pada graf sebelumnya. Sementara operasi penghapusan garis mengharuskan penghapusan titik, jika ada titik yang terisolasi. Sedangkan operasi pembaharuan atribut dapat dilakukan dengan mengubah informasi pada dua buah titik yang dihubungkan oleh satu garis

3 10 dan perubahan bobot pada garis tertentu. Dengan kemampuan yang fleksibilitas tersebut, maka pengembangan dan analisis algoritma serta struktur data dinamis untuk graf dinamis biasanya lebih sulit dibandingkan dengan graf statis Operasi Dinamis untuk Graf Tak Berarah Pada sub bab ini dijelaskan teknik yang utama yang digunakan untuk menyelesaikan masalah pada graf dinamis tak berarah seperti partisi garis / titik dan dekomposisi graf serta perubahan pohon secara dinamis Clustering. Teknik clustering didasarkan pada partisi graf menjadi kumpulan subgraf terhubung yang sesuai, yang disebut cluster, sedemikian hingga setiap operasi perubahan hanya melibatkan sebagian kecil clusters. Biasanya operasi dekomposisi didefinisikan secara rekursif dan informasi tentang subgraf dikombinasikan dengan topologi pohon. Perbaikan teknik clustering dalam konsep struktur data bersifat ambivalen (Frederikson, 1997), dimana garis dapat merupakan bagian dari grup berbeda, dan hanya satu grup yang terpilih tergantung pada topologi pohon telusur (spanning tree). Aplikasi clustering terhadap masalah mempertahankan sebuah minimum spanning forest seperti dijelaskan oleh Frederikson (Frederickson, 1985). Misalkan G = (V, E) sebuah graf dengan sebuah spanning tree S. Clustering digunakan untuk menghasilkan partisi verteks V ke dalam subpohon yang terhubung dalam

4 11 S, sedemikian hingga setiap subpohon hanya terhubung dengan beberapa subpohon yang lain. Sebuah pohon topologi digunakan untuk merepresentasikan partisi pohon S secara rekursif. Algoritma dinamis penuh yang hanya didasarkan pada level clustering tunggal dapat dilakukan dengan kompleksitas waktu O(m 2/3 ) - (lihat pada Galil dan Italiano, 1992, dan Rauch, 1995). Jika partisi dapat dilakukan secara rekursif, maka diperoleh kompleksitas waktu yang lebih baik yakni O(m 1/2 ) dengan menggunakan pohon topologi 2-dimensi (Frederickson, 1985, Frederickson, 1997). Teorema 2.1 Minimum spanning forest dari sebuah graf tak berarah dapat dihitung dalam waktu O( m) untuk setiap update, dimana m adalah jumlah garis pada graf tersebut. Dengan teknik yang sama, kompleksitas waktu O( m) dapat juga diperoleh untuk masalah konektivitas dinamis penuh dan konektivitas 2-dimensi (Frederickson, 1985, Frederickson, 1997). Akan tetapi, jenis clustering yang digunakan sangat tergantung masalah yang ingin diselesaikan Sparcification. Menurut Epstein et al. (Epstein et al., 1997), sparsification merupakan teknik umum yang dapat digunakan sebagai black box (tanpa mengetahui internal secara rinci) untuk menghasilkan algoritma graf dinamis. Sparsification merupakan teknik yang bersifat divide-and-conquer yang memungkinkan mengu-

5 12 rangi ketergantungan terhadap jumlah garis dalam sebuah graf, sedemikian hingga kompleksitas waktu untuk mempertahankan sifat tertentu dalam graf sebanding dengan waktu untuk menghitungnya dalam graf jarang (sparse graph). Lebih rinci, bila teknik tersebut dapat digunakan, kompleksitas waktu T(n, m) untuk sebuah graf dengan n verteks dan m garis dapat ditingkatkan menjadi T(n, O(n)) yakni waktu yang dibutuhkan jika graf merupakan sparse graph Randomisasi. Clustering dan sparsification memungkinkan untuk menghasilkan algoritma deterministik yang efisien untuk masalah dinamis penuh. Berikut ini dijelaskan cara kerja teknik randomisasi dengan input masalah konektivitas dinamis penuh. Misalkan G = (V, E) sebuah graf yang ingin dipertahankan secara dinamis dan misalkan F merupakan sebuah spanning tree dari G.Dinyatakan sebuah garis pada F sebagai garis pohon dan garis pada E\F adalah garis non-tree. Algoritma oleh Henzinger dan King (Henzinger dan King, 1999) didasarkan pada pertimbangan berikut: 1. Maintaining spanning forest: pohon dipertahankan menggunakan struktur data Euler Tour yang memungkinkan untu mendapatkan waktu logaritma untuk algoritma update dan query 2. Random sampling: jika garis e dihapus dari graf pohon T, maka digunakan random sampling diantara garis dari non-tree T untuk menghasilkan garis

6 13 pengganti e secara cepat 3. Graph decomposition: pertimbangan terakhir adalah menggabungkan randomisasi dengan dekomposisi graf. Dekomposisi garis pada graf G yang ada dipertahankan dengan menggunakan waktu O(log n) Teorema 2.2 (Henzinger dan King,1999). Misalkan G merupakan graf dengan m 0 garis dan n verteks dengan operasi yang dimungkinkan hanya penghapusan garis. Sebuah spanning forest F dari G dapat dipertahankan dalam waktu O(log 3 n) untuk setiap penghapusan, jika terdapat setidaknya Ω(m 0 ) penghapusan. Waktu untuk query adalah O(log n) Operasi Dinamis untuk Graf Berarah Pada sub bab ini dijelaskan teknik yang utama yang digunakan untuk menyelesaikan masalah lintasan dinamis pada graf berarah yakni algoritma transitive closure dan lintasan terpendek. Kedua masalah tersebut memainkan peran penting dalam sejumlah aplikasi seperti optimisasi jaringan dan transportasi, sistem informasi lalu lintas, database, compiler, garbage collection, interactive verification systems, robotik, analisis aliran data dan lain-lain Kleene Closure. Masalah lintasan seperti transitive closure dan lintasan terpendek sangat terkait dengan perjumlahan dan perkalian matriks dalam satu semiring tertutup

7 14 (Cormen et al., 2001). Transitive closure dari sebuah digraf dapat diperoleh dari matriks tetangga dari graf tersebut melalui operasi pada semiring dari matriks Boolean, yang dinotasikan dengan {+,, 0, 1}. Operasi + dan menyatakan perjumlahan dan perkalian dalam matriks Boolean. Lemma 2.3 Misalkan G = (V, E) sebuah digraf dan T C(G) merupakan transitive closure dari G. Jika X adalah matriks tetangga Boolean dari graf G, maka matriks tetangga Boolean dari T C(G) adalah Kleene closure dari X pada {+,, 0, 1} Boolean semiring: n 1 X = X i (2.1) i=0 Dengan cara yang sama, jarak lintasan terpendek dalam sebuah digraf dengan bobot bilangan riel dapat diperoleh dari matriks bobot dari graf melalui operasi-operasi pada semiring dari matriks bilangan riel, yang dinotasikan dengan {,, R} atau lebih sederhana dengan {min, +}. Dalam hal ini R adalah himpunan nilai riel dimana dan didefinisikan sebagai berikut. Misalkan dua buah matriks bernilai riel A dan B, maka C = A B adalah matriks perjumlahan sedemikian hingga C[u, v] = min{a[u, w], B[w, v]} dan D = A B dalah matriks perkalian sedemikian hingga D[u, v] = min 1 w n {A[u, w]+b[w, v]} yang juga dapat dinotasikan dengan AB dimana AB[u, v] merupakan entry dari matriks AB. Lemma 2.4 Misalkan G = (V, E) sebuah digraf berbobot tanpa bobot negatif sik-

8 15 lus. Jika X adalah matriks bobot sedemikian hingga X[u, v] merupakan bobot dari garis (u, v) dalam G, maka matriks jarak dari G adalah Kleene closure dari X pada semiring {,, R} n 1 X = X i (2.2) i=0 Berikut dijelaskan dua metode yang biasa digunakan untuk menghitung Kleene closure X dari X dengan asumsi X adalah matriks n n. 1. Logarithmic decomposition: merupakan metode untuk menghitung X berdasarkan operasi kuadrat berulang yang membutuhkan waktu terburuk sebesar O(n µ log n), dimana O(n µ ) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menghitung perkalian dua buah matriks pada sebuah semiring tertutup dan µ 2, 38 (pangkat terbaik untuk perkalian matriks saat ini). Metode ini melakukan log 2 n perjumlahan dan perkalian dalam bentuk X i+1 = X i +Xi 2, dimana X = X 0 dan X = X log2 n 2. Recursive decomposition: metode lain seperti dikemukakan Munro (Munro, 1971) yang didasarkan pada strategi divide-and-conquer dan menghitung X dalam O(n mu ) untuk waktu terburuk. Munro menjelaskan bahwa jika X dipartisi ke dalam 4 submatriks A, B, D, C dengan ukuran n/2 n/2 (susunan submatriks sesuai dengan arah jarum jam), dan matriks X dipartisi menjadi E, F, H, G dengan ukuran n/2 n/2, makax diperoleh secara

9 16 rekursif sesuai dengan persamaan berikut: E = (A + BD C) F = EB G = D CE H = D + D CEBD (2.3) Terkait dengan closure didefinisikan fully dynamic transitive closure problem, dimana ingin dipertahankan sebuah digraf G = (V, E) dengan operasi gabungan berikut: 1. Insert(u, v): sisipkan (tambah) sebuah garis (u, v) dalam G; 2. Delete(u, v): hapus garis (u, v) dari G; 3. Query (u, v): output yes jika ada lintasan dari u ke v dalam G, dan no jika tidak. Solusi sederhana atas masalah di atas terdiri dari mempertahankan graf dengan operasi sisip dan hapus, kemudian mengecek apakah v terjangkau dari u setelah masing-masing operasi. Operasi insert dan delete membutuhkan waktu O(1) serta O(m) untuk operasi query, dimana m adalah jumlah garis saat ini pada graf setelah operasi Locality. Demetreseu dan Italiano (Demetreseu dan Italiano, 2003) mengajukan pendekatan baru untuk masalah lintasan dinamis berdasarkan pada pemeliharaan

10 17 kelas lintasan yang ditentukan oleh sifat-sifat lokal, yakni, sifat-sifat yang tetap berlaku untuk semua sublintasan sempurna, meskipun sifat-sifat tersebut mungkin tidak berlaku untuk keseluruhan lintasan. Mereka menunjukkan bahwa pendekatan tersebut memainkan peranan penting dalam memepertahan-kan lintasan terpendek. Definisi 2.1 Sebuah lintasan π dalam sebuah graf disebut locally shortest jika dan hanya jika setiap sublintasan sempurna dari π adalah lintasan terpendek. Definisi 2.1 diinspirasi oleh sifat substruktur optimal dari lintasan terpendek yakni: semua sublintasan dari sebuah lintasan terpendek adalah terpendek. Akan tetapi, lintasan terpendek secara lokal mungkin tidak terpendek. Fakta bahwa lintasan terpendek lokal merupakan sebuah kasus khusus memungkin-kan lintasan terpendek lokal tersebut menjadi alat yang berguna dalam menghitung dan mempertahankan jarak dalam sebuah digraf. Pada dasarnya lintasan terpendek yang diperoleh secara lokal mempunyai sifat-sifat kombinatorial menarik dalam graf yang berubah secara dinamis. Sebagai contoh, tidak sulit membuktikan bahwa jumlah lintasan terpendek lokal yang mungkin berubah akibat dari perubahan bobot sebuah garis adalah O(n 2 ) jika perubahan yang terjadi adalah perubahan parsial (hanya penambahan atau penghapusan) Teorema 2.5 Misalkan G merupakan sebuah graf yang mengalami perubahan bobot garis berupa increase-only atau decrease-only, maka jumlah lintasan yang

11 18 start dan stop yang terpendek secara lokal pada setiap operasi adalah O(n 2 ) Definisi 2.2 Sebuah lintasan terpendek historis (historical shortest path) adalah lintasan yang telah menjadi terpendek paling tidak sekali setelah perubahan terakhir Dalam hal ini diasumsikan bahwa sebuah lintasan diperbaharui bila bobot dari salah satu garis pada lintasan tersebut berubah. Dengan menggunakan teknik locality terhadap lintasan historis, akan diperoleh lintasan historis secara lokal. Dengan demikian sebuah lintasan p disebut historis secara lokal jika dan hanya jika setiap sublintasan sempurna dari p juga adalah historis. Lintasan lokal yang historis juga termasuk di dalam lintasan terpendek, dan fakta ini memberikan kemudahan dalam menghitung dan mempertahankan jarak dalam graf. Lemma 2.6 Jika himpunan lintasan terpendek, lintasan terpendek lokal dan lintasan terpendek historis dalam sebuah digraf dinotasikan SP, LSP dan LHP secara berturut-turut, maka berlaku hubungan SP LSP LHP Berbeda dengan lintasan terpendek lokal, lintasan terpendek historis mempunyai sifat kombinatorial yang menarik dalam digraf yang dapat digunakan untuk operasi dinamis penuh. Secara khusus, dimungkinkan untuk membuktikan bahwa jumlah lintasan yang menjadi historis secara lokal dalam digraf pada setiap operasi perubahan bobot garis tergantung pada jumlah lintasan historis dalam graf tersebut.

12 19 Teorema 2.7 Misalkan G merupakan sebuah graf dengan urutan operasi perubahan (update). Jika pada saat tertentu selama perubahan terdapat paling banyak O(h) lintasan historis dalam graf tersebut, maka jumlah lintasan renumerasi yang menjadi historis secara lokal pada setiap update adalah O(h) Untuk membuat perubahan dalam lintasan historis lokal kecil, diharapkan untuk memiliki lintasan historis sesedikit mungkin. Pada dasarnya, dimungkinkan untuk mentransformasikan setiap urutan update ke dalam sebuah barisan yang lebih panjang yang ekivalen dengan yang menghasilkan sedikit lintasan historis. Secara khusus, terdapat sebuah strategi yang halus dengan urutan update S dengan panjang k menghasilkan sekuens F(Σ) yang secara operasional ekivalen dengan panjang O(k log k) yang hanya menghasilkan O(log k) lintasan terpendek historis antara masing-masing verteks dalam graf (Demetreseu dan Italiano, 2003). Menurut teorema 2.7 di atas, teknik ini mengakibatkan bahwa hanya O(n 2 log k) lintasan historis lokal yang berubah pada setiap update dalam smoothed sequence F(Σ). Dengan lemma 2.3, lintasan historis lokal terdapat dalam lintasan terpendek, sehingga ini adalah algoritma yang efisien untuk all pairs shortest path yang dinamis penuh Fully Dynamic Single-Source Shortest Paths Problem. Tujuan dari Fully Dynamic Single-Source Shortest Paths Problem adalah mempertahankan graf G = (V, E, w) dengan operasi campuran berikut:

13 20 1. Increase (u, v, ɛ): meningkatkan bobot garis (u, v) sebesar ɛ 2. Decrease (u, v, ɛ): mengurangi bobot garis (u, v) sebesar ɛ) 3. Query (v): output lintasan terpendek antara verteks asal tertentu dengan verteks v dalam graf G jika ada Algoritma insert (incremental): semua algoritma incremental mempunyai waktu eksekusi O(1) untuk operasi query, sepanjang transitive closure dari graf dapat dipertahankan. Solusi incremental pertama diberikan oleh Ibaraki dan Katoh (Ibaraki dan Katoh, 1983) yang didasarkan ide sangat sederhana: ketika menambahkan garis (x, y), apakah ada lintasan dari u ke x dan lintasan dari x ke v, maka v terjangkau (reachable) dari u, jika sebelumnya tidak. Kompleksitas waktu dari algoritma adalah O(n 3 ) untuk sembarang operasi sisip. Batas waktu tersebut kemudian diperbaiki menjadi O(n) oleh Italiano (Italiano, 1986) dimana algoritma tersebut juga dapat menghasilkan sebuah lintasan antara sembarang pasangan verteks, jika ada, dalam waktu linier dalam panjang lintasan itu sendiri. Waktu O(n) per operasi dan O(1) per query juga didapatkan oleh La Poutre dan Leeuwen (La Poutre dan Leeuwen, 1988). Akhirnya, Yellin (Yellin, 1993) memberikan algoritma dengan waktu eksekusi yang baik pada graf dengan degree terbatas dengan kompleksitas waktu O(m D) untuk m sisi, dimana m adalah jumlah garis dalam transitive closure akhir dan D adalah out-degree dari graf akhir.

14 21 Algoritma delete (decremental): solusi hapus diberikan oleh Ibaraki dan Katoh (Ibaraki dan Katoh, 1983) dimana mereka mengajukan algoritma depthfirst dengan waktu eksekusi O(n 2 ) per operasi hapus. Batas tersebut diperbaiki oleh La Poutre dan Leeuwen (La Poutre dan Leeuwen, 1988) dengan waktu O(m) per operasi hapus. Italiano (Italiano, 1988) mengajukan algoritma decremental pada acyciclic digraph dengan waktu penghapusan O(n). Berikutnya, Yellin (Yellin, 1993) memberikan algoritma dengan waktu O(m D) untuk m sisip, dimana m adalah jumlah garis dalam transitive closure akhir dan D adalah outdegree dari graf awal. Terakhir, Henzinger dan King (Henzinger dan King, 1995) mengajukan algoritma decremental transitive closure dengan kompleksitas waktu O( n ) untuk query dan O(nlog n) untuk operasi update. log n 2.2 Algoritma Kunang-kunang (Firefly Algorithm) Pengenalan Algoritma Fireflies (kunang-kunang), merupakan jenis kumbang ukuran kecil (termasuk dalam keluarga Lampyridae) yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan cahaya (cold light) untuk menarik perhatian pasangannya. Kunangkunang diyakini mempunyai satu mekanisme seperti kapasitor yang dialiri arus dengan ukuran tertentu sampai batas tertentu, dimana mereka dapat memancarkan energi dalam bentuk cahaya, kemudian siklus berulang. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa tanpa stimulus eksternal, individu kunang-kunang memancarkan cahaya dengan durasi siklus yang konsisten. Selanjutnya, masing-masing

15 22 individu mempunyai kesamaan frekuensi pancaran cahaya. Meskipun mekanisme pasti tidak diketahui, diyakini bahwa individu kunang-kunang tersebut merespon pancaran cahaya dari individu lain dengan cara menyesuaikan muatan listrik dalam kapasitornya. Dengan cara seperti ini, masing-masing individu secara perlahan menyesuaikan pancaran cahaya dengan kunang-kunang yang ada di sekitarnya untuk menciptakan pancaran cahaya yang sinkron dan robust. Mekanisme tersebut sederhana dalam basis individu, namun perilaku yang terjadi akan sangat kompleks dalam kelompok dimana perubahan sedikit saja dari satu individu memberikan akibat yang sangat signifikan terhadap sinkronisasi grup. Studi telah menunjukkan bahwa kunang-kunang dari spesies berbeda menggunakan satu dari dua mekanisme utama untuk mencapai sinkronisasi, yakni: fase tunda dan fase lanjut (Smith, 2008, Durkota, 2011). Algoritma Kunang-kunang (Firefly Algorithm) yang selanjutnya disingkat dengan FA merupakan salah satu perkembangan terbaru sebagai metode dalam kecerdasan kelompok (swarm intelligence) yang dikembangkan oleh Xin-She Yang pada tahun 2008 dari Cambridge University (Yang, 2008). Algoritma ini termasuk algoritma meta-heuristik, yang terinspirasi dari alam dan bersifat stokastik berdasarkan pada pola pancaran cahaya (seperti: bentuk, warna, ukuran, intensitas,irama dan frekuensi) kunang-kunang dalam bersosialisasi (Sayadi et al., 2010). Stokastik dalam arti menggunakan randomisasi dalam mencari himpunan solusi, sementara meta-heuristik mengandung makna bahwa berada pada level yang lebih

16 23 tinggi dimana proses pencarian yang digunakan dalam algoritma dipengaruhi oleh pilihan antara randomisasi dan pencarian lokal. Setiap proses pencarian metaheuristik tergantung pada keseimbangan antara dua komponen utama yakni eksplorasi dan ekploitasi (Fister et al., 2013). Kedua komponen didefinisikan secara implisit dan tergantung penentuan parameter kendali dari algoritma. Algoritma FA telah menjadi alat yang semakin penting dalam kecerdasan kelompok (swarm intelligence) yang telah diaplikasikan dalam hampir semua masalah optimisasi. Banyak masalah dari berbagai bidang telah sukses diselesaikan dengan menggunakan algoritma FA dan variannya. Algoritma FA didasarkan pada pola pancaran cahaya yang dilakukan oleh kunang-kunang untuk menarik pasangan atau memberikan peringatan pada calon pemangsa. Algoritma FA telah banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi kontinu, kombinatorial, multi-objektif dan kendala, dan optmisasi dalam lingkungan yang noisy dan dinamis. Di samping itu, algoritma FA juga dapat diaplikasikan dalam bidang machine learning, data mining, dan jaringan syaraf tiruan (Fister et al., 2013). Pada dasarnya algoritma FA menggunakan aturan ideal berikut: 1. Kunang-kunang merupakan hewan unisex sehingga seekor kunang-kunang hanya tertarik pada kunang-kunang lain terlepas dari jenis kelamin 2. Daya tarik (attractiveness) proporsional pada intensitas cahaya antar keduanya, dan cahaya tersebut akan meredup apabila jarak semakin jauh. Jika

17 24 dua kunang-kunang yang saling memancarkan cahaya, maka kunang-kunang dengan cahaya redup akan mendekat pada yang memancarkan cahaya yang lebih terang. 3. Kecerahan cahaya yang dipancarkan tergantung pada lingkungan terkait dengan bentuk analitik dari fungsi objektif. Untuk permasalahan maksimum, kecerahan dapat dianggap proporsional terhadap nilai fungsi biaya (Yang, 2008) Daya tarik (attractiveness) dari seekor kunang-kunang ditentukan oleh intensitas cahaya yang pada gilirannya diasosiasikan dengan fungsi objektif. Dalam kasus sederhana untuk masalah optimisasi, intensitas I dari kunang-kunang pada posisi x tertentu dapat dinyatakan sebagai I(x) f(x). Akan tetapi daya tarik β adalah relatif dan tergantung pada jarak antara kunang-kunang i dengan kunangkunang j. Intensitas cahaya akan meredup seiring dengan pertambahan jarak dan diserap oleh lingkungan. Intensitas cahaya I(r) bervariasi sesuai dengan jarak r secara monotonik dan eksponensial, sebagai berikut: I(r) = I 0 e γr2 (2.4) dimana I 0 adalah intensitas cahaya mula-mula dan γ adalah koefisien penyerapan cahaya. Karena daya tarik kunang-kunang proporsional pada intensitas cahaya yang

18 25 dilihat oleh kunang-kunang lain di sekitarnya, maka variasi daya tarik β dapat didefinisikan untuk jarak r dengan rumus: β = β 0 e γr2 (2.5) dimana β 0 adalah nilai daya tarik pada saat r = 0. Secara umum digunakan β 0 [0, 1], Nilai γ memengaruhi variasi ketertarikan dengan pertambahan jarak dari kunang-kunang yang berkomunikasi. Secara umum nilai γ yang digunakan adalah [0, 10] meskipun dimungkinkan untuk menggunakan nilai [0, ). Karena menghitung 1 (1+r 2 ) lebih cepat dibandingkan dengan fungsi eksponensial, maka nilai β dapat didekati dengan : β = β γr 2 (2.6) Pergerakan kunang-kunang i yang tertarik pada kunang-kunang dengan intensitas cahaya yang lebih tinggi j ditentukan oleh persamaan : x t+1 i = x t i + β 0e γr2 i (x t j x t i ) + α tε t i (2.7) Suku kedua dari persamaan (2.7) tergantung pada daya tarik, suku ketiga adalah randomisasi dengan α 0 [0, 1] merupakan parameter acak, dan ε t i adalah sebuah vektor bilangan acak yang didapatkan dari distribusi Gauss atau distribusi

19 26 uniform lainnya pada saat t. Jika β 0 = 0, maka akan terjadi pencarian acak sederhana (simple random walk). Jika γ 0, maka daya tarik β = β 0 artinya daya tarik menjadi konstan di setiap titik dalam ruang pencarian. Perilaku ini menjadi kasus khusus dari particle swarm optimization (PSO). Sebaliknya, jika γ, maka suku kedua dari persamaan (2.7) menjadi hilang dan kunangkunang akan bergerak secara acak yang pada prinsipnya menjadi sebuah versi paralel dari simulated annealing. Faktanya, setiap implementasi algoritma FA akan berada pada dua sifat asimtotis tersebut (Fister et al., 2013). Jarak antara kunang-kunang i dan j didefinisikan dengan : r ij = x i x j = n (x i,k x j,k ) 2 (2.8) k=1 dimana x i,k adalah komponen dari koordinat spasial x i dari kunang-kunang ke-k. Dalam kasus 2 D, r i,j diperoleh : r i,j = (x i x j ) 2 (y i y j ) 2 (2.9) Penentuan Parameter dan Deskripsi Algoritma FA Seperti disebutkan di atas, algoritma FA dikendalikan oleh tiga buah parameter yakni: parameter randomisasi α, attaractiveness β dan koefisien penyerapan (absorpsi) γ. Sesuai dengan pengaturan parameter, algoritma FA membedakan

20 27 dua karakteristik asimtotis yakni γ 0 dan γ. Jika γ 0, maka parameter β = β 0 yakni attractiveness menjadi konstan di dalam ruang pencarian. Parameter α t pada prinsipnya mengendalikan keacakan (dalam hal tertentu, keragaman solusi), yang dapat disesuaikan parameter ini pada saat iterasi sedemikian hingga dapat bervariasi sesuai dengan iterasi t. Dengan demikian cara yang baik menyatakan α t adalah menggunakan: α t = α 0 δ t ; 0 < δ < 1 (2.10) dimana α 0 merupakan faktor skala keacakan awal, dan δ merupakan faktor penyejuk (cooling factor). Untuk kebanyakan aplikasi, biasanya digunakan nilai δ = 0, 95 sampai 0, 97. Terkait dengan nilai awal α 0, simulasi menunjukkan bahwa FA akan lebih efisien jika α 0 dikaitkan dengan skala peubah rancangan. Misalkan L merupakan skala rata-rata problema, maka dapat diberikan nilai awal α 0 = 0, 01L. Faktor 0,01 bermula dari fakta bahwa random walk membutuhkan sejumlah langkah untuk mencapai target sambil menyeimbangkan eksploitasi lokal tanpa melompat terlalu jauh dalam beberapa langkah (Yang, 2009, Das, 2011). Parameter β mengendalikan ketertarikan, dan studi menunjukkan bahwa nilai β = 1 dapat digunakan untuk kebanyakan aplikasi. Akan tetapi, γ harus dikaitkan dengan skala L dengan nilai γ = 1 L. Jika variasi skala tidak signifikan, maka dapat diberikan nilai γ = O(1).

21 28 Untuk jumlah kunang-kunang (n) yang besar, jika n m, dimana m adalah jumlah optima lokal dari problema optimisasi, konvergensi algoritma dicapai. Dalam hal ini lokasi awal dari n kunang-kunang terdistribusi secara merata pada semua ruang pencarian, dan selama iterasi algoritma berlangsung sampai semua optimum lokal mencapai konvergensi. Dengan membandingkan solusi terbaik diantara optima lokal yang ada, optima global akan diperoleh. Dengan penyesuaian parameter γ dan α, algoritma FA dapat melebihi algoritma Harmony Search dan PSO. Algoritma FA juga mungkin memperoleh optimal global serta optimal lokal secara bersamaan dan efektif. Algoritma FA didasarkan pada formula fisik dari intensitas cahaya I yang melemah sebanding dengan kuadrat jarak (r 2 ). Akan tetapi, jika jarak bertambah maka daya serap cahaya mengecil yang mengakibatkan cahaya tersebut semakin lemah. Fenomena tersebut dapat diasosiasikan dengan fungsi objektif yang ingin dioptimalkan. Dengan demikian, algoritma FA dasar dapat diformulasikan dalam pseudocode seperti pada Gambar 2.1 berikut ini (Fister et al., 2013). Populasi kunang-kunang diinisialisasi oleh fungsi InitialisasiFA (biasanya fungsi ini dilakukan secara acak). Proses pencarian oleh kunang-kunang dilakukan di dalam loop while (baris 3 10) yang terdiri dari langkah-langkah berikut: Mula-mula, fungsi AlphaNew digunakan untuk memodifikasi nilai awal parameter α (perlu dicatat bahwa langkah ini bersifat opsional). Berikutnya, fungsi EvaluateFA mengevaluasi kualitas solusi (implementasi fungsi fitness f(s) di-

22 29 Gambar 2.1 Algoritma Dasar FA lakukan di dalam fungsi ini). Selanjutnya, fungsi OrderFA mengurutkan populasi kunang-kunang berdasarkan nilai fitness-nya. Setelah itu, fungsi FindTheBest memilih individu terbaik di dalam populasi. Terakhir, fungsi MoveFA melakukan pergerakan posisi kunang-kunang dalam ruang pencarian ke arah individu yang lebih atraktif. Proses pencarian kunang-kunang dikendalikan oleh maksimum jumlah fungsi evaluasi fitness (MAX FES ). Dekripsi lain dari algoritma FA diberikan pada Gambar 2.2 berikut (Saibal et al., 2012) Kompleksitas dan Klasifikasi Algoritma FA Hampir semua algoritma meta-heuristik sederhana dalam hal kompleksitas, sehingga algoritma tersebut mudah untuk diimplementasikan. FA mempunyai 2 buah inner loops pada saat menjalani semua populasi n, dan satu buah outer loop

23 30 Gambar 2.2 Algoritma FA Lebih Lengkap untuk iterasi t. Sehingga kompleksitas algoritma dalam keadaan ekstrim adalah O(n 2 t). Dengan n kecil (biasanya n = 40), dan t besar (misalnya t = 5000), waktu komputasi relatif murah karena kompleksitas algoritma linier dalam t. Biaya komputasi utama terjadi pada evaluasi fungsi objektif, khususnya untuk fungsi objektif kotak hitam eksternal. Untuk masalah optimisasi, waktu paling besar digunakan untuk mengevaluasi fungsi objektif (Yang dan He, 2013). Jika n relatif besar, dimungkinkan untuk menggunakan satu buah inner loop dengan memberikan peringkat terhadap ketertarikan atau intensitas cahaya dari semua kunang-kunang dengan menggunakan algoritma pengurutan. Dalam hal ini, kompleksitas algoritma FA adalah O(nt log(n)). Algoritma FA mempunyai

24 31 waktu eksekusi lebih efisien dibandingkan dengan algoritma swarm lainnya dengan alasan: 1. Algoritma FA dapat secara otomatis membagi populasi ke dalam subgrup, karena fakta bahwa ketertarikan lokal lebih kuat dibandingkan dengan ketertarikan jarak jauh. Sebagai akibatnya, algoritma FA dapat menangani masalah optimisasi dengan non-linier yang tinggi dan multi-modal secara alamiah dan efisien 2. Algoritma FA tidak menggunakan historis individu terbaik s, dan juga tidak mempunyai global terbaik g. Hal ini dapat mencegah terjadinya konvergensi yang prematur seperti pada algoritma PSO. Selanjutnya, algoritma FA tidak menggunakan kecepatan sehingga tidak mengalami masalah yang berhubungan dengan kecepatan seperti pada PSO 3. Algoritma FA mempunyai kemampuan untuk mengendalikan modalitas dan menyesuaikan dengan cakupan masalah dengan mengendalikan penskalaan parameter seperti γ. Dalam kenyataannya, algoritma FA merupakan generalisasi dari SA, PSO dan DE (Fister et al., 2013). Algoritma FA mempunyai sejumlah varian dalam literatur, sehingga dibutuhkan skema klasifikasi tertentu untuk membedakannya. Cara termudah adalah berdasarkan penentuan parameter algoritma (strategi penentuan parameter). Penentuan parameter tersebut menjadi krusial untuk mendapatkan kinerja algoritma yang lebih baik, sehingga harus ditentukan dengan cermat. Pada sisi penyesuaian parameter, kemungkinan nilai yang baik dapat diperoleh sebelum algoritma dijalankan. Di sisi lain, pengendalian parameter dilakukan dengan memodifikasi nilai parameter selama eksekusi algoritma. Lebih lanjut, sifat dari algoritma FA tidak hanya tergantung pada nilai parameter, tetapi juga pada komponen atau fitur yang diberikan. Berikut ini merupakan aspek-aspek penting dalam menentukan klasifikasi algoritma FA, yakni:

25 32 1. Apa yang dimodifikasi 2. Bagaimana melakukan modifikasi 3. Berapa luas cakupan modifikasi Berdasarkan aspek yang pertama, algoritma FA dapat diklasifikasikan menurut komponen atau fitur mana yang dimiliki, yakni: a. Representasi kunang-kunang (biner atau riil) b. Skema populasi (swarm atau multi-swarm) c. Evaluasi fungsi fitness d. Penentuan solusi terbaik (non-elitism atau elitism) e. Pergerakan kunang-kunang (uniform, Gauss, Levy flight, atau distribusi chaos) Sementara menurut aspek yang kedua, kategori parameter algoritma FA dapat dibedakan menjadi: deterministik, adaptif, atau self-adaptive. Kemudian untuk aspek ketiga, modifikasi algoritma FA dapat memengaruhi: satu kunangkunang, seluruh kunang-kunang atau keseluruhan populasi. Pada tahap awal, algoritma FA digunakan untuk menyelesaikan masalah global, seperti masalah optimisasi kontinu. Untuk itu diperkenalkan ide hibrida / penggabungan dengan algoritma optimisasi lainnya, teknik machine learning, heuristik dan lain-lain. Penggabungan dapat terjadi pada hampir semua komponen algoritma FA, seperti prosedur inisialisasi, fungsi evaluasi, fungsi pergerakan dan sebagainya. Dalam perkembangannya, algoritma FA telah mengalami modifikasi dan penggabungan seperti terlihat pada Gambar 2.3

26 33 Gambar 2.3 Taksonomi Algoritma FA Intelligent Firefly Algorithm Pada algoritma FA di atas, pergerakan (persamaan 2.7) ditentukan oleh daya tarik dari kunang-kunang lainnya dimana ketertarikan adalah sebuah fungsi jarak antar kunang-kunang. Akibatnya, seekor kunang-kunang dapat tertarik pada yang lain hanya karena kedekatan yang mungkin menjauhkan minimum global. Kunang-kunang diurutkan berdasarkan intensitas cahaya yang dihasilkan yakni berdasarkan nilai dari fungsi objektif pada lokasi di mana dia berada. Akan tetapi pengurutan (yang merupakan informasi penting) tersebut tidak digunakan untuk menentukan dalam persamaan pergerakan. Seekor kunang-kunang tertarik satu sama lain sehingga keduanya memberikan kontribusi pada pergerakan dengan tingkat daya tarik masing-masing. Kondisi ini dapat mengakibatkan penundaan dalam pergerakan kolektif menuju minimum global. Ide dari algoritma

27 34 FA cerdas (IFA) adalah menggunakan hasil pengurutan sedemikian hingga setiap kunang-kunang digerakkan oleh daya tarik sebagian kunang-kunang bukan keseluruhannya. Partisi ini merepresentasikan bagian paling atas dari kunang-kunang berdasarkan urutannya. Dengan demikian, seekor kunang-kunang bertindak cerdas bergerak berdasarkan urutan teratas bukan hanya sekedar berdasarkan daya tarik. Pseudocode algoritma IFA dikembangkan oleh Fateen et. al (Fateen et al., 2014) dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini. Parameter baru φ merupakan bagian dari kunang-kunang yang digunakan untuk menentukan pergerakan. Parameter ini digunakan sebagai batas atas untuk indeks j dalam inner loop. Dengan demikian setiap kunang-kunang digerakkan hanya oleh bagian teratas φ. Algoritma FA biasa menggunakan φ = 1 Kekuatan dari algoritma IFA adalah bahwa lokasi terbaik kunang-kunang tidak memengaruhi arah dari pencarian, sehingga tidak terjebak pada minimum lokal. Akan tetapi, pencarian atas minimum global membutuhkan komputasi tambahan karena ada kemungkinan banyak kunangkunang yang bergerak tak tentu arah pada daerah yang kurang menarik. Dengan modifikasi yang cerdas, nilai parameter φ yang sesuai dapat mempertahankan kelebihan yang tidak terjebak dalam minimum lokal, serta dapat meningkatkan kecepatan mendapatkan minimum global. Nilai φ yang sesuai memberikan keseimbangan antara kemampuan algoritma terhindar dari jebakan minimum lokal dan kemampuan mengeksploitasi solusi terbaik yang diperoleh. Prosedur secara

28 35 Gambar 2.4 Algoritma Intelligent FA iteratif dapat digunakan untuk mencapai nilai φ yang baik untuk masalah yang dioptimalkan. Modifikasi algoritma FA ini dapat meningkatkan kinerja algoritma secara signifikan. Dengan pilihan parameter α, β, γ dan jumlah iterasi k yang lebih besar dapat mengurangi keacakan sampai solusi minimum global ditemukan. Algoritma IFA dapat meningkatkan reliabilitas dan efektifitas dari algoritma. Dalam beberapa kasus minimum global tidak dapat ditemukan dengan algoritma FA biasa, tetapi dengan modifikasi ini menjadi mungkin (Fateen et al., 2014). 2.3 Manajemen Rantai Pasokan Menurut Global Supply Chain Forum (GSCF), manajemen rantai pasokan (supply chain manajemen) didefinisikan sebagai integrasi proses bisnis kunci dari

29 36 pengguna akhir hingga pemasok awal yang menyediakan produk, layanan, dan informasi yang menambahkan nilai bagi pelanggan dan stakeholder lainnya (Chan et al., 2003). Christoper (Christoper, 1998) menyatakan bahwa rantai pasokan adalah jaringan organisasi yang melibatkan keterkaitan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas berbeda yang menghasilkan nilai dalam bentuk produk dan servis. Rantai pasokan memainkan peran penting dalam sumber daya korporasi, yang pada gilirannya memengaruhi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dari bisnis (Tate et al., 2010). Dengan asumsi demikian, korporasi semakin melihat isu rantai pasokan sebagai bagian dari program berkelanjutan. Koplin et al. (Koplin et al., 2007) mengidentifikasikan dua alasan besar untuk hal ini. Alasan pertama adalah bahwa korporasi saat ini diwajibkan bertanggung jawab untuk masalah sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh operasional rantai pasokan. Alasan kedua adalah bahwa peningkatan saham dalam nilai korporasi diciptakan pada level pemasok. Dalam lingkungan bisnis saat ini yang sangat kompetitif, manajemen rantai pasokan yang efektif akan menjadi faktor penting untuk mencapai keunggulan kompetitif. Akan tetapi, bagaimana integrasi dilakukan, artinya masih terdapat jurang terkait dengan pengukuran kinerja rantai pasokan berkelanjutan (Vermeule dan Seuring, 2009; Krause et al., 2009; Seuring dan Muller, 2008a). Storey et al. (Storey et al., 2006) lebih lanjut menjelaskan bahwa manajemen rantai pasokan dapat dilihat sebagai tren yang lebih jauh melibatkan kerangka outsourcing, cross-boundary dan bentuk organisasi baru yang membentuk hirarki, tim, pemberdayaan dan seterusnya sehingga bukan lagi

30 37 sebagai komando dan kendali yang kaku. Sejumlah tantangan dan kendala dalam penerapan sustainable supply chain manajemen(sscm) terkait dengan: (1) kurangnya pemahaman keterkaitan yang kompleks antara aktivitas ekonomi, lingkungan dan sosial dan bagaimana hal tersebut memengaruhi ekonomi, (2) komitmen investasi modal, (3) memonitor dan mengelola risiko, (4) pengukuran kinerja, (5) transparansi informasi dan pengetahuan, (6) penyesuaian strategi korporasi dengan inisiatif sscm dan (7) budaya korporasi (Christoper, 1998; Linton et al., 2007; Seuring dan Muller, 2008b; Storey et al., 2006). Kebanyakan riset tentang rantai pasokan berkelanjutan hanya membahas tentang ekonomi dan lingkungan, sangat sedikit yang memasukkan aspek sosial dalam kajiannya. Manajemen rantai pasokan berkelanjutan Sustainable Supply Chain Management (sscm) berawal dari akarnya yakni manajemen rantai pasokan (SCM). Harland (Harland, 1996) mendefinisikan supply chain management sebagai manajemen jaringan saling terkait dalam bisnis untuk penyediaan produk akhir dan paket layanan yang dibutuhkan oleh pelanggan akhir. Pada tahap berikutnya SCM diperluas dengan menambahkan aspek sustainability. Aspek tersebut merupakan integrasi isu sosial, lingkungan dan ekonomi (Carter dan Roger, 2008). Carter dan Roger (Carter dan Roger, 2011) mengidentifikasi empat faktor pendukung atau fasilitator dari sscm, yakni: (1) strategi secara holistik dan kontinu mengidentifikasikan inisiatif sscm secara individu yang menyelaraskan dan

31 38 mendukung strategi keseluruhan rantai pasokan, (2) manajemen risiko, termasuk contingecy planning untuk upstream dan downstream dalam rantai pasokan, (3) budaya organisasi yang secara mendalam yang berakar dan mencakup organizational citizenship, dan mengandung standar etis yang tinggi dan ekspektasi dengan memberi respek terhadap masyarakat (di dalam maupun di luar organisasi) dan lingkungan alam, serta (4) transparansi dalam hal partisipasi proaktif dan mengkomunikasikannya dengan pemangku kepentingan kunci dan mempunyai traceability dan visibility baik upstream maupun downstream dalam rantai pasokan, seperti terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini. Gambar 2.5 Sustainable Supply Chain Management (Carter dan Roger, 2011) Shrivasta (Shrivasta, 2007) mendefinisikan sustainability sebagai potensi untuk mengurangi risiko jangka panjang terkait dengan penurunan sumber daya, fluktuasi harga energi, obligasi produk, dan polusi serta pengelolaan limbah.

32 39 Selanjutnya, Sikdar (Sikdar, 2003) mengungkapkan sudut pandang makro yang mengandung aspek sosial, lingkungan dan ekonomi yang mendefinisikan sustainability sebagai keseimbangan yang bijaksana antara kinerja ekonomi, perlindungan lingkungan dan tanggung jawab sosial. Dari sudut pandang makro rantai pasokan sefta untuk mencapai keseimbangan antara dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial (dikenal dengan triple bottom line) yang dikembangkan oleh Elkington (Elkington, 2004), Teuteber dan Wittstruck (Teuteber dan Wittstruck, 2010) sscm didefinisikan sebagai pencapaian strategis dan terintegrasi oleh satu perusahaan dalam tujuan sosial, lingkungan dan ekonomi. Hal tersebut dicapai melalui koordinasi sistemik dari proses bisnis yang saling terkait antar organisasi untuk meningkatkan kinerja ekonomi jangka panjang dari perusahaan secara individu dan jaringan nilainya, seperti dikemukakan oleh Carter dan Roger (Carter dan Roger, 2008). Gambar 2.6 berikut ini merupakan area dan cakupan dari sscm yang disebut dengan House of Sustainable Supply Chain Management. Rumah tersebut dibangun di atas triple bottom line yakni kinerja ekonomi, perlindungan lingkungan dan tanggung jawab sosial (Carter dan Roger, 2008; Elkington, 2004). Ketiga dimensi sustainability divisualisasikan sebagai pilar yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan bangunan. Manajemen risk and compliance membentuk fondasi dari bangunan. Untuk mencapai keuntungan jangka panjang, risiko harus diidentifikasikan dan diperkecil. Hukum, acuan dan standar

33 40 Gambar 2.6 House of sscm (Carter dan Roger, 2008) digunakan sebagai titik awal untuk implementasi prinsip dan praktik sustainability sepanjang rantai pasokan. Sebagai tambahan, sscm juga membutuhkan pengembangan nilai dan etika di seluruh organisasi, lingkungan teknologi informasi yang efisien, fleksibilitas dan konsep green serta penyesuaian strategi korporasi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Jika ukuran-ukuran tersebut dapat dijalankan, maka organisasi dapat melindungi jaringan terhadap ancaman dan risiko terkait lingkungan dan sosial. Rumah sscm tidak terbatas hanya pada pengendalian jaringan rantai pasokan, tetapi juga menerapkan manajemen teknologi informasi, manajemen kepatuhan dan lingkungan serta sosial (Teuteber dan Wittstruck, 2010). Kajian manajemen rantai pasokan terkait erat dengan green supply chain, reverse logistics, closed-loop supply chain management, environmentally conscious

34 41 manufacturing dan product recovery, dan lain-lain (Bloemhof, 2005). Area manajemen rantai pasokan dapat dibagi menjadi dua bidang yakni: (i) konsep triple-p yang terdiri dari optimisasi profit (aspek ekonomi), people (aspek sosial) dan kinerja terkait dengan planet (aspek lingkungan), yang merupakan metrik untuk mengukur kinerja dari forward supply chain tradisional, dan (ii) konsep closed-loop supply chain management (CLSC) yang mengkombinasikan forward dan reverse supply chain dengan menutup aliran materi untuk membatasi emisi gas dan limbah (Bloemhof, 2005). Perubahan cuaca, kelangkaan energi, dan pertumbuhan penduduk yang pesat serta perkembangan teknologi memberikan tekanan luar biasa terhadap kemampuan rantai pasokan global untuk menyediakan barang dan layanan secara efektif dan efisien (Beamon, 2008). Dalam literatur disebutkan bahwa terdapat dua kebutuhan riset lanjutan dalam sscm. Pertama, adanya kebutuhan berkelanjutan guna mengeksplorasi pendekatan untuk mengintegrasikan ketiga pilar sustainability dari manajemen rantai pasokan yakni dimensi lingkungan, ekonomi dan sosial. Kedua, adanya kebutuhan untuk mengembangkan sistem pengukuran kinerja untuk sscm. Selanjutnya, studi literatur mengharapkan bahwa riset lanjutan harus bergerak di luar dari kedua area pembahasan secara terpisah, melainkan harus mengarah kepada pendekatan yang lebih terintegrasi. Pendekatan ini menekankan integrasi strategis terhadap dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi dari proses bisnis kunci secara inter-organizational (Morali dan Searcy, 2010).

35 Fleksibilitas dalam Rantai Pasokan Sejak tahun 1990-an, banyak perusahaan mencoba meningkatkan kinerja ekonominya dengan menerapkan berbagai inisiatif dalam rantai pasokan. Inisiatif tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan (misalnya dengan menawarkan produk lebih bervariasi, perkenalan produk baru yang lebih cepat, memperbanyak saluran pemasaran), mengurangi biaya (dengan mengurangi pasokan, e-commerce, lelang online, produksi off-shore manufacturing, sistem pasokan just-in-time, dan vendor-managed inventory, mengurangi aset (dengan outsourcing manufacturing), pemanfaatan RFID dan GPS, serta logistik. Inisiatif tersebut akan bekerja efektif dalam kondisi stabil. Akan tetapi, dengan meningkatnya jumlah jaringan rantai pasokan dan banyaknya pihak yang terlibat dalam rantai pasokan, mengakibatkan rantai pasokan global tersebut menjadi lebih panjang dan lebih kompleks yang pada akhirnya membuat manajemen rantai pasokan semakin rumit dan membutuhkan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi (Tang dan Tomlin, 2008). Rantai pasokan beroperasi dalam lingkungan dinamis yang terdiri dari sekumpulan tujuan rantai pasokan, strategi keseluruhan rantai pasokan, dan sistem ukuran kinerja. Sejumlah penulis telah meneliti masalah bagaimana menggunakan proses fleksibilitas dalam rantai pasokan. Iravani et al. (Iravani et al., 2005) memperkenalkan konsep fleksibilitas untuk menyatakan kemampuan struktur fleksibilitas untuk merespons variabilitas permintaan. Graves dan Tomlin (Graves dan

36 43 Tomlin, 2003) memberikan kerangka kerja untuk menganalisis keuntungan dari fleksibilitas dalam sebuah rantai pasokan multistage dan mengembangkan ukuran fleksibilitas dan panduan untuk fleksibilitas investasi. Paper mereka menjawab pertanyaan tentang struktur fleksibilitas seperti apa yang paling efisien dengan syarat semua tahapan dalam rantai pasokan menggunakan struktur fleksibilitas yang sama. Studi lain, diantaranya Fine dan Freund (Fine dan Freund, 1990), Gupta et al. (Gupta et al., 1992), Suarez et al. (Suarez et al., 1995) dan Van Mieghem (Van Mieghem, 1998). Tantangan yang dihadapi rantai pasokan saat ini antara lain: pelanggan menuntut harga yang lebih murah, pergantian yang lebih cepat, tingkat layanan yang tinggi, keterbukaan dan visibility terhadap semua proses yang terjadi (Microsoft, 2009). Fleksibilitas telah dianggap sebagai faktor utama untuk memenangkan persaingan dalam persaingan pasar yang semakin tinggi. Pujawan (Pujawan, 2004) mengidentifikasikan lima dimensi penting dalam fleksibilitas yakni: sourcing flexibility, product development flexibility, production flexibility, supply flexibility dan delivery flexibility. Fleksibilitas dalam pengiriman produk terdiri dari: (1) terdapat mode transportasi berbeda dalam pengiriman barang ke pelanggan akhir, (2) secara teknis dan ekonomis mudah menggabungkan beberapa produk dalam satu kali pengiriman, (3) jumlah pengiriman minimum diperkecil, (4) tidak ada batasan jumlah pengiriman dalam sebuah truk, kontainer atau angkutan lain, (5) dalam hal darurat, percepatan pengiriman produk dimungkinkan dengan memilih mode

37 44 transportasi berbeda, (6) dimungkinkan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang berasal dari gudang berbeda atau dimungkinkan untuk pengiriman barang antar gudang atau antar retailer yang dikenal dengan istilah transhipment, (7) pelanggan dimungkinkan untuk mengubah jumlah, jenis dan/atau tanggal pengiriman dalam waktu yang singkat dengan biaya pengiriman yang minimum. Menurut Angel dan Perez (Angel dan Perez, 2005) dimensi fleksibilitas terdiri dari: (1) product flexibility, yakni kemampuan untuk menangani pesanan yang tidak standar guna memenuhi spesifikasi pelanggan khusus dan menghasilkan karakteristik produk dengan sejumlah fitur, opsi, ukuran dan warna, (2) volume flexibility, yakni kemampuan dalam menaikkan dan menurunkan volume produksi secara efektif untuk memenuhi permintaan pelanggan yang secara langsung memengaruhi kinerja rantai pasokan dengan mencegah kondisi out-of-stock untuk produk dengan permintaan tinggi atau menghindarkan persediaan yang terlalu tinggi, (3) routing flexibility, yakni kemampuan untuk memroses bagian tertentu menggunakan mesin berbeda, penanganan material yang fleksibel, dan jaringan transportasi yang berbeda; fleksibilitas ini mengurangi dampak negatif dari ketidakpastian lingkungan dan inefisiensi yang tak terlihat dalam proses produksi, (4) delivery flexibility, yakni kemampuan untuk beradaptasi terhadap waktu tunda atas permintaan pelanggan jika pemasok mengirimkan produk ke pelanggan dalam jumlah, tempat dan waktu yang tepat, (5) transhipment flexibility melibatkan perpindahan stok antar lokasi pada level eselon yang sama dimana jarak

38 45 fisik antara lokasi permintaan dan sumber tidak terlalu jauh, (6) sourcing flexibility terkait dengan kemampuan perusahaan untuk mencari sumber lain untuk komponen atau material khusus, (7) postponement flexibility mengimplikasikan kemampuan untuk menyimpan produk selama mungkin untuk memenuhi kebutuhan pelanggan pada level berikutnya, (8) launch flexibility, yakni kemampuan untuk memperkenalkan produk baru dari ragam produk dengan cepat yang mengintegrasikan sejumlah aktivitas nilai sepanjang rantai pasokan, (9) access flexibility, yakni kemampuan perusahaan menyediakan cakupan distribusi yang intensif dan meluas, serta (10) dimensional flexibility yang cocok terhadap sejumlah industri yakni tingkat respons terhadap pasar target. Lee (Lee, 2004) dalam Triple-A Supply Chain, menekankan bahwa rantai pasokan terbaik bukan hanya cepat dan cost effective, tetapi harus agile, adaptable dan semua kepentingan perusahaan harus tetap aligned. Agility mempunyai tujuan untuk merespon perubahan jangka pendek dalam pasokan dan permintaan dengan cara: (1) tetap memberikan informasi secara kontinu terkait pasokan dan permintaan terhadap semua partner dalam rantai pasokan, (2) berkolaborasi dengan pemasok dan pelanggan untuk mendesain ulang proses, komponen dan produk sedemikian hingga memberikan keunggulan dari saingan, (3) menyelesaikan produksi hanya apabila diperoleh informasi yang akurat tentang keinginan pelanggan, dan (4) menyimpan persediaan yang sedikit untuk komponen yang tidak mahal dan ukuran kecil untuk menghindarkan penundaan produksi. Sementara itu,

39 46 adaptability mempunyai tujuan menyesuaikan rantai pasokan terhadap perubahan pasar yang ditempuh melalui: (a) menelusuri perubahan ekonomi, khususnya di negara berkembang, (b) menggunakan perantara untuk mendapatkan penjual terpercaya di daerah yang kurang dikenal, (c) menciptakan fleksibilitas untuk menjamin produk berbeda menggunakan komponen berbeda dan proses berbeda, dan (d) menciptakan rantai berbeda untuk produk berbeda guna mengoptimalkan kemampuan masing-masing. Kemudian alignment mempunyai tujuan untuk mengembangkan insentif kepada mitra dalam rantai pasokan, sehingga meningkatkan kinerja keseluruhan rantai dengan cara: (i) menyediakan akses yang sama kepada semua mitra terkait dengan data penjualan, perencanaan dan perkiraan, (ii) memperjelas peran masing-masing mitra untuk menghindarkan konflik, (iii) mendefinisikan ulang kemitraan untuk menanggung bersama risiko, biaya dan penghargaan untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan, dan (iv) menyusun ulang insentif sehingga semua pemain dalam rantai pasokan memaksimalkan kinerja rantai dan juga memaksimalkan keuntungan masing-masing dari kemitraan tersebut. 2.5 Tantangan dalam Manajemen Rantai Pasokan Ciri khas pasar global saat ini adalah tak terduga dan penuh risiko (IBM, 2010). Globalisasi mengakibatkan rantai pasokan semakin kompleks dan selanjutkan akan mengakibatkan terbukanya rantai pasokan terhadap gangguan dan risiko. Kesalahan perhitungan dan keputusan sekecil apa pun dapat mengaki-

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk merespon perubahan yang sangat cepat sebagai akibat dari ketidakpastian

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk merespon perubahan yang sangat cepat sebagai akibat dari ketidakpastian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk merespon perubahan yang sangat cepat sebagai akibat dari ketidakpastian lingkungan dan kuatnya tuntutan dari pemerintah, komunitas dan pasar untuk menerapkan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graf Definisi Graf Suatu graf G terdiri atas himpunan yang tidak kosong dari elemen elemen yang disebut titik atau simpul (vertex), dan suatu daftar pasangan vertex

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis dan usaha, suatu perusahaan dituntut untuk meningkatkan efisiensi dalam segala bidang dengan menerapkan prinsip ekonomi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat dan peningkatan permintaan pelayanan lebih dari pelanggan. Dalam memenangkan persaingan tersebut

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) Rezki Susan Ardyati dan Dida D. Damayanti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelum sampai pada pendefenisian masalah lintasan terpendek, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan mengenai konsep-konsep dasar dari model graph dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini menjelaskan tentang hal-hal yang erat kaitannya dengan masalah m- ring star. Salah satu cabang matematika yang cukup penting dan sangat luas penerapannya di banyak bidang

Lebih terperinci

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya,

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT Multi Makmur Indah Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dengan produk berupa kaleng kemasan. Sehingga keberadaan warehouse sangat

Lebih terperinci

Analisis Komparasi Genetic Algorithm dan Firefly Algorithm pada Permasalahan Bin Packing Problem

Analisis Komparasi Genetic Algorithm dan Firefly Algorithm pada Permasalahan Bin Packing Problem Analisis Komparasi Genetic Algorithm dan Firefly Algorithm pada Permasalahan Bin Packing Problem Adidtya Perdana Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan Jl. H.M. Jhoni No. 70 C Medan adid.dana@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Optimalisasi Optimalisasi merupakan suatu proses untuk mengoptimalkan suatu solusi agar ditemukannya solusi terbaik dari sekumpulan alternatif solusi yang ada dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Job shop scheduling problem (JSSP) adalah permasalahan optimasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Job shop scheduling problem (JSSP) adalah permasalahan optimasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Job Shop Scheduling Problem (JSSP) Job shop scheduling problem (JSSP) adalah permasalahan optimasi kombinatorial. Misalkan terdapat n buah job atau pekerjaan, yaitu J 1, J 2,,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Teori Graf Teori graf merupakan pokok bahasan yang sudah tua usianya namun memiliki banyak terapan sampai saat ini. Graf digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi merupakan proses penyaluran produk dari produsen sampai ke tangan masyarakat atau konsumen. Kemudahan konsumen dalam menjangkau produk yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tidak dapat lepas dari persoalan transportasi, baik untuk pengadaan bahan baku ataupun dalam mengalokasikan barang jadinya. Salah satu metode yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf pohon dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 2.1 KONSEP DASAR GRAF Konsep

Lebih terperinci

merupakan himpunan sisi-sisi tidak berarah pada. (Yaoyuenyong et al. 2002)

merupakan himpunan sisi-sisi tidak berarah pada. (Yaoyuenyong et al. 2002) dari elemen graf yang disebut verteks (node, point), sedangkan, atau biasa disebut (), adalah himpunan pasangan tak terurut yang menghubungkan dua elemen subset dari yang disebut sisi (edge, line). Setiap

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik pada abad ini sudah merupakan kebutuhan primer yang tidak bisa tergantikan. Karena pentingnya listrik ini, sistem yang menyuplai dan mengalirkan listrik ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Simulasi 2.1.1. Pengantar Simulasi Dalam dunia manufaktur, simulasi digunakan untuk menentukan schedule produksi, inventory level, dan prosedur maintenance, merencanakan

Lebih terperinci

BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL. Masalah optimisasi merupakan suatu proses pencarian varibel bebas yang

BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL. Masalah optimisasi merupakan suatu proses pencarian varibel bebas yang BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL 2.1 Masalah Model Optimisasi Kombinatorial Masalah optimisasi merupakan suatu proses pencarian varibel bebas yang memenuhi kondisi atau batasan yang disebut kendala dari

Lebih terperinci

OPTIMISASI PARTICLE SWARM PADA PEMASANGAN JARINGAN PIPA AIR PDAM"

OPTIMISASI PARTICLE SWARM PADA PEMASANGAN JARINGAN PIPA AIR PDAM OPTIMISASI PARTICLE SWARM PADA PEMASANGAN JARINGAN PIPA AIR PDAM" Izak Habel Wayangkau Email : izakwayangkau@gmail.com Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik Universitas Musamus Merauke Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Graf Definisi 2.1.1 Sebuah graf didefinisikan sebagai pasangan terurut himpunan dimana: 1. adalah sebuah himpunan tidak kosong yang berhingga yang anggotaanggotanya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori graf 2.1.1 Defenisi graf Graf G adalah pasangan {,} dengan adalah himpunan terhingga yang tidak kosong dari objek-objek yang disebut titik (vertex) dan adalah himpunan pasangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Simulasi Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan entitas baik manusia ataupun mesin yang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam prakteknya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Graph Graf adalah struktur data yang terdiri dari atas kumpulan vertex (V) dan edge (E), biasa ditulis sebagai G=(V,E), di mana vertex adalah node pada graf, dan edge adalah rusuk

Lebih terperinci

Pemanfaatan Algoritma Hybrid Ant Colony Optimization dalam Menyelesaikan Permasalahan Capacitated Minimum Spanning Tree. Tamam Asrori ( )

Pemanfaatan Algoritma Hybrid Ant Colony Optimization dalam Menyelesaikan Permasalahan Capacitated Minimum Spanning Tree. Tamam Asrori ( ) Pemanfaatan Algoritma Hybrid Ant Colony Optimization dalam Menyelesaikan Permasalahan Capacitated Minimum Spanning Tree Tamam Asrori (5104 100 146) Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Dan Manfaat Rumusan

Lebih terperinci

Disain Jejaring (Network Design)

Disain Jejaring (Network Design) Disain Jejaring (Network Design) McGraw-Hill/Irwin Copyright 2013 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Gambaran Disain Jejaring Jejaring Fasilitas Perusahaan Kebutuhan pergudangan Analisis

Lebih terperinci

BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL

BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL Optimisasi kombinatorial merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencari semua kemungkinan nilai real dari suatu fungsi objektif. Proses pencarian dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB VII PRODUK Apa itu produk? Barang dan Jasa

BAB VII PRODUK Apa itu produk? Barang dan Jasa BAB VII PRODUK Apa itu produk? Produk adalah sesuatu yang diciptakan untuk tujuan transaksi. Produk memuaskan kebutuhan dan keinginan tertentu dari pelanggan dan memberikan pendapatan pada penjual atau

Lebih terperinci

Gambar 1. Hop multi komunikasi antara sumber dan tujuan

Gambar 1. Hop multi komunikasi antara sumber dan tujuan Routing pada Jaringan Wireless Ad Hoc menggunakan teknik Soft Computing dan evaluasi kinerja menggunakan simulator Hypernet Tulisan ini menyajikan sebuah protokol untuk routing dalam jaringan ad hoc yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. waktu yang diperlukan. Pengukuran waktu yang diperlukan dalam mengeksekusi suatu

BAB 2 LANDASAN TEORI. waktu yang diperlukan. Pengukuran waktu yang diperlukan dalam mengeksekusi suatu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permasalahan NP-Hard dan NP-Complete Salah satu ukuran biaya dalam pengeksekusian sebuah algoritma adalah lamanya waktu yang diperlukan. Pengukuran waktu yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN Di susun oleh: Bayu Saputra 09.11.3160 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Advance supply chain planning Tinjauan sekarang banyak perubahan yang cepat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan optimasi kombinatorial yang terkenal dan sering dibahas adalah traveling salesman problem. Sejak diperkenalkan oleh William Rowan Hamilton

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

Mata Kuliah Penelitian Operasional II OPERATIONS RESEARCH AN INTRODUCTION SEVENTH EDITION BY HAMDY A. TAHA BAB 6.

Mata Kuliah Penelitian Operasional II OPERATIONS RESEARCH AN INTRODUCTION SEVENTH EDITION BY HAMDY A. TAHA BAB 6. Mata Kuliah Penelitian Operasional II OPERATIONS RESEARCH AN INTRODUCTION SEVENTH EDITION BY HAMDY A. TAHA BAB 6 Analisis Jaringan Dipresentasikan oleh: Herman R. Suwarman, S.Si Pendahuluan- Ilustrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaringan komputer yang terdiri dari beberapa intercommunicating

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaringan komputer yang terdiri dari beberapa intercommunicating BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wireless Sensor Network (WSN) atau Jaringan Sensor Nirkabel merupakan jaringan komputer yang terdiri dari beberapa intercommunicating computers yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Traveling Salesmen Problem (TSP) Travelling Salesman Problem (TSP) merupakan sebuah permasalahan optimasi yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan seperti routing. Masalah

Lebih terperinci

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN UTAMA MATA UJIAN : LOGIKA DAN ALGORITMA JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN INI TERDIRI DARI 80 SOAL PILIHAN GANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi telah berkembang dengan cukup pesat. Perkembangan teknologi mengakibatkan pemanfaatan atau pengimplementasian teknologi tersebut dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf (Graph) Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E) yang dinotasikan dalam bentuk G = {V(G), E(G)}, dimana V(G) adalah himpunan vertex (simpul) yang tidak kosong

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Bin Packing Problem Menurut Wu, Li, Goh, & Souza (2009, p. 2), memasukkan kemasan barang ke dalam suatu tempat merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Bin Packing Problem Menurut Wu, Li, Goh, & Souza (2009, p. 2), memasukkan kemasan barang ke dalam suatu tempat merupakan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Bin Packing Problem Menurut Wu, Li, Goh, & Souza (2009, p. 2), memasukkan kemasan barang ke dalam suatu tempat merupakan suatu material handling yang penting dalam manufaktur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar dan beberapa definisi yang akan digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian ini sehingga mempermudah penulis untuk

Lebih terperinci

Aplikasi Teori Graf dalam Manajemen Sistem Basis Data Tersebar

Aplikasi Teori Graf dalam Manajemen Sistem Basis Data Tersebar Aplikasi Teori Graf dalam Manajemen Sistem Basis Data Tersebar Arifin Luthfi Putranto (13508050) Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10, Bandung E-Mail: xenoposeidon@yahoo.com

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain, mendukung suatu rantai pasokan menjalankan fungsi pengiriman barang dari hulu (pemasok)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Defenisi Graf Graf G didefenisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Lintasan Terpendek Lintasan terpendek merupakan lintasan minumum yang diperlukan untuk mencapai suatu titik dari titik tertentu (Pawitri, ) disebutkan bahwa. Dalam permasalahan pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah masyarakat dengan aktivitas yang tinggi, mobilitas menjadi hal yang penting.

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah masyarakat dengan aktivitas yang tinggi, mobilitas menjadi hal yang penting. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di tengah masyarakat dengan aktivitas yang tinggi, mobilitas menjadi hal yang penting. Namun pada kenyataannya, terdapat banyak hal yang dapat menghambat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, selalu dilakukan perjalanan dari satu titik atau lokasi ke lokasi yang lain dengan mempertimbangkan efisiensi waktu dan biaya sehingga

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA UNIVERSITAS GUNADARMA SK No. 92 / Dikti / Kep /1996 Fakultas Ilmu Komputer, Teknologi Industri, Ekonomi,Teknik Sipil & Perencanaan, Psikologi, Sastra Program Diploma (D3) Manajemen Informatika, Teknik

Lebih terperinci

Cara Kerja B-tree dan Aplikasinya

Cara Kerja B-tree dan Aplikasinya Cara Kerja B-tree dan Aplikasinya Paskasius Wahyu Wibisono - 13510085 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

Solusi UTS Stima. Alternatif 1 strategi:

Solusi UTS Stima. Alternatif 1 strategi: Solusi UTS Stima 1. a. (Nilai 5) Representasikanlah gambar kota di atas menjadi sebuah graf, dengan simpul merepresentasikan rumah, dan bobot sisi merepresentasikan jumlah paving block yang dibutuhkan.

Lebih terperinci

Merancang Jaringan Supply Chain

Merancang Jaringan Supply Chain Merancang Jaringan Supply Chain Pendahuluan Perancangan jaringan supply chain juga merupakan satu kegiatan penting yang harus dilakukan pada supply chain management. Implementasi strategi supply chain

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik Bab 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai pengantar proses stokastik dan rantai Markov, yang akan digunakan untuk analisis pada bab-bab selanjutnya. 2.1 Pengantar Proses

Lebih terperinci

MODEL PROGRAM STOKASTIK DALAM TRANSPORTASI DAN LOGISTIK

MODEL PROGRAM STOKASTIK DALAM TRANSPORTASI DAN LOGISTIK MODEL PROGRAM STOKASTIK DALAM TRANSPORTASI DAN LOGISTIK Chairunisah Abstrak Problema transportasi dan logistik dikarakteristikkan dengan proses informasi yang sangat dinamis, seperti : pesanan konsumen

Lebih terperinci

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION Bab ini akan menjelaskan tentang penanganan jaringan untuk komunikasi antara dua sumber yang berpasangan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Menurut Hall (2009), Sistem adalah kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan yang saling berfungsi dengan tujuan yang sama.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan pasar modal yang pesat, menuntut investor untuk memiliki banyak strategi dalam berinvestasi. Dalam berinvestasi dituntut untuk selalu mengelola

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Peramalan Peramalan adalah penggunaan data masa lalu dari sebuah variabel atau kumpulan variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Jasa (service) merupakan suatu atau serangkaian aktivitas yang tidak berwujud dan yang biasanya, tidak selalu, berhubungan dengan interaksi antara customer (pelanggan) dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Algoritma Menurut (Suarga, 2012 : 1) algoritma: 1. Teknik penyusunan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam bentuk kalimat dengan jumlah kata terbatas tetapi tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit Listrik di Indonesia pada umumnya merupakan pembangkit listrik thermal. Kebutuhan pembangkit thermal terhadap bahan bakar fosil dengan jumlah ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem informasi adalah suatu sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka ini berisi tentang konsep aktivitas supply chain, Inventory Raw material, Inventory Cost, dan formulasi Basnet dan Leung. 2.1 Supply Chain Semua perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Persediaan Merujuk pada penjelasan Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan

Lebih terperinci

Optimasi pada Rute Truk Peti Kemas dengan Algoritma Optimasi Koloni Semut

Optimasi pada Rute Truk Peti Kemas dengan Algoritma Optimasi Koloni Semut E-journal Teknik Elektro dan Komputer (tahun), ISSN : 20-8402 7 Optimasi pada Rute Truk Peti Kemas dengan Algoritma Optimasi Koloni Semut Feisy D. Kambey feisy.kambey@yahoo.co.id Abstrak Perdagangan global

Lebih terperinci

Optimisasi Kontroler PID dan Dual Input Power System Stabilizer (DIPSS) pada Single Machine Infinite Bus (SMIB) menggunakan Firefly Algorithm (FA)

Optimisasi Kontroler PID dan Dual Input Power System Stabilizer (DIPSS) pada Single Machine Infinite Bus (SMIB) menggunakan Firefly Algorithm (FA) Optimisasi Kontroler PID dan Dual Input Power System Stabilizer (DIPSS) pada Single Machine Infinite Bus (SMIB) menggunakan Firefly Algorithm (FA) TEKNIK SISTEM TENAGA PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS

Lebih terperinci

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )} GRAF Graf G(V,E) didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan berhingga dan tidak kosong dari simpul-simpul (verteks atau node). Dan E adalah himpunan berhingga dari busur (vertices

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fokus dalam bidang teknologi saat ini tidak hanya berada pada proses pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dapat membantu manusia

Lebih terperinci

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN (Achieving Operational Excellence and Customer Intimacy: Enterprise Applications) Rangkuman ini akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG Achmad Hambali Jurusan Teknik Informatika PENS-ITS Kampus PENS-ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60 Telp (+6)3-59780, 596, Fax. (+6)3-596 Email : lo7thdrag@ymail.co.id

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori dan terminologi graph, yaitu bentukbentuk khusus suatu graph dan juga akan diuraikan penjelasan mengenai shortest path. 2.1 Konsep Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem logistik yang bertanggungjawab akan perpindahan material antar fasilitas. Distribusi berperan dalam membawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh individu-individu dalam populasi berkaitan dengan perubahan tahap-tahap dalam kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng Analisis Model dan Simulasi Hanna Lestari, M.Eng Simulasi dan Pemodelan Klasifikasi Model preskriptif deskriptif diskret kontinu probabilistik deterministik statik dinamik loop terbuka - tertutup Simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan

Lebih terperinci

Matematika dan Statistika

Matematika dan Statistika ISSN 1411-6669 MAJALAH ILMIAH Matematika dan Statistika DITERBITKAN OLEH: JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER Majalah Ilmiah Matematika dan Statistika APLIKASI ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA CHEAPEST

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Gerard Edwin Theodorus - 13507079 Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung, email: if17079@students.if.itb.ac.id Abstract Makalah ini

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 6 II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada sub bab ini akan diberikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Algoritma Algoritma adalah teknik penyusunan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam bentuk kalimat dengan jumlah kata terbatas tetapi tersusun secara logis dan sitematis

Lebih terperinci

BAB 2 PROGRAM STOKASTIK

BAB 2 PROGRAM STOKASTIK BAB 2 PROGRAM STOKASTIK 2.1 Pengertian Program Stokastik Banyak persoalan keputusan yang dapat dimodelkan dengan menggunakan program stokastik dengan tujuan menentukan nilai maksimum atau minimum. Tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan banyak pihak dan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Ervianto, 2005). Proses ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi suatu produk mempunyai peran yang penting dalam suatu mata rantai produksi. Hal yang paling relevan dalam pendistribusian suatu produk adalah transportasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Optimasi Menurut Nash dan Sofer (1996), optimasi adalah sarana untuk mengekspresikan model matematika yang bertujuan memecahkan masalah dengan cara terbaik. Untuk tujuan bisnis,

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

SAP PRODUCT LIFECYCLE MANAGEMENT

SAP PRODUCT LIFECYCLE MANAGEMENT Karya Ilmiah E-Business SAP PRODUCT LIFECYCLE MANAGEMENT Manajemen Siklus Hidup Produk SAP Disusun oleh : Nama : Achmad Mustagfiri NIM : 09.11.2962 Kelas : 09-S1TI-06 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Rahadian Dimas Prayudha - 13509009 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERMASALAHAN MULTI-OBJECTIVE HYBRID FLOW SHOP SCHEDULING DENGAN ALGORITMA MODIFIED PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

PENYELESAIAN PERMASALAHAN MULTI-OBJECTIVE HYBRID FLOW SHOP SCHEDULING DENGAN ALGORITMA MODIFIED PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PENYELESAIAN PERMASALAHAN MULTI-OBJECTIVE HYBRID FLOW SHOP SCHEDULING DENGAN ALGORITMA MODIFIED PARTICLE SWARM OPTIMIZATION Fiqihesa Putamawa 1), Budi Santosa 2) dan Nurhadi Siswanto 3) 1) Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci