4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Keadaan Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan kota pendukung DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara Republik Indonesia. Letak geografis Kota Bogor antara 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 30 Lintang Selatan. Udara Kota Bogor cukup sejuk dengan rerata suhu harian 25 o C dan kelembaban udaranya sekitar 70%. Luas Kota Bogor adalah ha yang terbagi dalam 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa. Jumlah penduduk kota ini pada tahun 2002 dan 2003 masing-masing berjumlah orang, orang dan pada tahun 2005 sebanyak orang (Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2006). Kota ini terletak pada daerah perbukitan yang bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara m dpl. Kemiringan lahan antara 0-2% seluas 1.763,94 ha, kemiringan 2-15% seluas 8.091,27 ha, 15-25% seluas 1.109,89 ha, % seluas 764,96 ha, serta lahan dengan kemiringan lebih dari 40% seluas 119,94 ha. Tipe iklim Kota Bogor menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk wilayah dengan tipe iklim A. Curah hujan tahunannya antara mm serta hari hujan hari dalam setahun. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi pada bulan Januari sebanyak 629 mm/bulan dan terendah pada bulan September 118 mm/bulan Kependudukan Penduduk merupakan aspek yang penting dalam perencanaan dan pengelolaan kota, karena banyak permasalahan lingkungan berawal dari masalah kependudukan. Oleh sebab itu, data-data mengenai kependudukan ini sangat diperlukan dalam program penyusunan pengelolaan kota. Perkembangan jumlah penduduk di Kota Bogor dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2005 mengalami perkembangan yang berbeda-beda setiap tahunnya, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini. Rerata pertambahan penduduk di Kota Bogor pada tahun sekitar 3,06% per tahun (Bapeda Kota Bogor 2005). 53

2 Tabel 15. Jumlah dan laju pertambahan penduduk Kota Bogor No. Jumlah Penduduk Jumlah Pertambahan Penduduk Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2006). Pertambahan penduduk selain dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian juga dipengaruhi oleh migrasi. Rerata jumlah pendatang per tahun sebanyak orang dan yang pindah sebanyak orang (Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2004). Penyebaran penduduk cenderung agak merata di seluruh wilayah Kota Bogor. Jumlah penduduk pada tahun 2004 terbesar di Kecamatan Bogor Barat orang yang menempati wilayah seluas 32,85 Ha yang mengelompok di Kelurahan Menteng sebanyak orang dan terendah di Kelurahan Pasir Mulya sebanyak orang. Berdasarkan kecamatan, jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Bogor Timur yaitu sebesar orang yang menempati wilayah seluas 10,15 Ha. Kepadatan penduduk Kota Bogor pada tahun 1999 sebesar orang/km 2 dan tahun 2004 menjadi orang/km 2. Pada tahun 1999 kepadatan terbesar di Kecamatan Bogor Tengah sebesar orang/km 2, dan pada tahun 2004 kepadatan terbesar masih di Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar orang/km 2. Kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar orang/km 2. Pada tahun 2004 jumlah penduduk berdasarkan pengelompokan usia di Kota Bogor adalah sebagai berikut: usia sekolah (0-14 tahun) mencapai orang 54

3 (28,23 %), usia produktif (15-55 tahun) orang (63,7 %), usia lanjut usia (55 tahun keatas) hanya orang (8,07%). Jika dilihat dari pengelompokan jumlah penduduk menurut struktur umur, sebarannya relatif merata di setiap kecamatan (Bapeda Kota Bogor 2004). Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, tanpa adanya perubahan nilai laju pertambahan penduduk sampai tahun 2100 yakni sebesar 3,06%, maka dengan perhitungan secara time series diperkirakan jumlah penduduk Kota Bogor di masa yang akan datang adalah sebagai berikut: Tabel 16. Perkiraan jumlah penduduk Kota Bogor sampai tahun 2100 Jumlah Penduduk (orang) Dari Tabel 16 dapat dinyatakan bahwa penduduk Kota Bogor dengan laju pertambahan penduduk sebesar 3,06% per tahun tetap sampai tahun 2100, diperkirakan jumlah penduduknya pada tahun 2100 akan menjadi 15 juta orang Transportasi Kota Bogor merupakan kota penghubung antara Jakarta, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Rangkas Bitung dan Tangerang. Oleh sebab itu, transportasi yang ada di dalam Kota Bogor selain angkutan dalam kota, dan angkutan perkotaan juga ada angkutan kota dalam propinsi dan angkutan kota antar propinsi. Jumlah setiap jenis angkutan dari tahun terdapat pada Gambar berikut ini. 55

4 Angkutan Perkotaan Angkutan Kota Jumlah Jumlah Angkutan AKDP Angkutan AKAP Jumlah Jumlah Gambar 10. Perkembangan jumlah kendaraan angkutan kota, angkutan perkotaan, angkutan kota dalam propinsi dan angkutan kota antar propinsi tahun Khusus untuk angkutan kota yang beroperasi di dalam Kota Bogor pada tahun 2006 saja dapat dilihat pada Tabel berikut ini. 56

5 Tabel 17. Rute dan jumlah angkutan kota di wilayah Kota Bogor No. Kode Jurusan Jumlah 1 01 Cipinang Gading - Cipaku - Term Merdeka A Baranang Siang Ciawi Sukasari - Terminal Bubulak Baranangsiang Bubulak Ramayana Rancamaya Ramayana - Pangrango - Cimahpar Ramayana - Jl. Bangka - Ciheuleut Warung Jambu - H. Juanda - Merdeka A Ps. Anyar - Air Mancur - Pondok Rumput Warung Jambu - H. Juanda - Ramayana Warung Jambu - Pajajaran - Sukasari Bantar Kemang - Sukasari - Merdeka Pajajaran - Pasar Bogor Cimanggu - Ma. Salmun Pasar Anyar Bantar Kemang - Jl. Bangka - Ramayana Sukasari Cibalagung Pasir Kuda - Bubulak Terminal Merdeka - Bubulak Sndang Barang Jero Pasar Anyar Salabenda Pomad - Tanah Baru- Bina Marga Ramayana Mulyaharja Terminal Bobolak - Kencana Pasar Anyar - Kencana 56 Jumlah Sumber : DLLAJ Kota Bogor (2006a) Pertambahan jumlah kendaraan pribadi, sepeda motor dan angkutan kota di Kota Bogor terjadi pesat. Wijaya (2004) telah meneliti jumlah kendaraan dan laju pertambahannya untuk memperkirakan jumlahnya di masa yang akan datang. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor Jumlah Kendaraan Mobil Pribadi Mobil Penumpang Truk dan Bus Motor Sumber: Wijaya (2004). 57

6 Pola jaringan jalan di Kota Bogor cenderung berbentuk radial dengan Istana Presiden dan Kebun Raya Bogor sebagai pusatnya. Hal ini mengakibatkan bertumpuknya perjalanan di daerah tersebut. Pergerakan kendaraan dari satu daerah ke daerah yang lain di Kota Bogor cenderung melalui pusat kota, karena jalan utama yang ada mengarah ke pusat kota, sementara jalan antar wilayah tidak dilengkapi dengan jalan pendukung. Mengingat panjang jalan relatif tidak bertambah, maka belakangan ini terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan panjang jalan dengan jumlah kendaraan yang ada. Hal ini ditandai dengan sering terjadinya kemacetan lalu lintas, terutama pada saat berangkat kerja dan sekolah serta ketika saat pulang. Data tentang panjang jalan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Panjang jalan di Kota Bogor pada tahun 2004 No Wewenang Pembinaan Kecamatan Jumlah Nasional Propinsi Kota (km) (km) (km) (km) Bogor Tengah Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan Bogor Barat Tanah Sareal JUMLAH Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Binamarga Kota Bogor (2004) Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bahan bakar minyak yang berupa bensin dan solar banyak dipergunakan untuk kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, kendaraan bermotor merupakan pengemisi gas CO 2 yang terbesar. Semakin banyak jumlah kendaraan, maka emisi gas CO 2 akan semakin banyak pula. Wijaya (2004) menyatakan jumlah kendaraan yang berlalu-lalang di Kota Bogor sampai tahun 2014 akan meningkat seperti terlihat pada Tabel

7 Tabel 20. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor tahun Jumlah Kendaraan Mobil Pribadi Mobil Penumpang Truk dan Bus Motor Sumber: Wijaya (2004) Berdasarkan data dari Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta penggunaan bahan bakar minyak dan gas untuk Kota Bogor pada tahun 2003 dan 2004 adalah sebagai berikut : Tabel 21. Pemakaian bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor tahun Bensin (KI) Solar (Kl) M. Tanah (Kl) M.Diesel (Kl) LPG (TON) Gas *) (m 3 ) Sumber : PT. Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta (2004) *) PT Gas Negara (2004). Penjualan bensin dan solar dilakukan oleh 14 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang tersebar di seluruh Kota Bogor. Penjualan minyak tanah melalui 12 agen penjualan, sedangkan untuk penjualan LPG dilakukan oleh 2 agen saja (PT Pertamina Unit III 2004). Dengan melihat jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2003 sebanyak orang dan tahun 2004 sebanyak orang, maka dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa rerata penggunaan masing-masing bahan bakar minyak dan gas per orang sebanyak 134,19 l/orang/tahun untuk bensin, 33,55 l/orang/tahun untuk solar, 6,24 l/orang/tahun untuk minyak diesel, 84,17 l/orang/tahun untuk minyak tanah, 5,14 kg/orang/tahun untuk LPG dan 0,28 m 3 /orang/tahun untuk penggunaan gas dari PT Gas Negara. 59

8 Jika diasumsikan bahwa penggunaan bahan bakar pada saat penelitian dilakukan tidak berbeda dengan penggunaan bahan bakar di masa yang akan datang, maka kebutuhan bahan bakar pada tahun adalah sebagai berikut : Tabel 22. Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas untuk tahun Bensin Solar M. Tanah M. Diesel LPG (x 10 6 l) (x 10 6 l) (x 10 6 l) (x 10 6 l) (x 10 6 kg) ,04 31,51 79,06 5,86 4, ,60 35,66 89,44 6,63 5, ,09 38,53 96,65 7,17 5, ,06 40,52 101,65 7,54 6, ,59 41,91 104,83 7,79 6, ,43 42,86 107,53 7,97 6, ,09 43,53 109,22 8,10 6, ,93 43,99 110,35 8,18 6, ,22 44,31 111,16 8,24 6, ,10 44,53 111,72 8,28 6,82 Mengingat bahan bakar yang dipergunakan di Kota Bogor selain bensin, solar, minyak tanah dan LPG juga dipergunakan gas kota yang dikelola oleh PT Gas Negara, maka pembahasan khusus mengenai masalah ini akan dibahas berikut ini. Gas Negara Distribusi gas oleh PT. Gas Negara melalui jaringan pipa gas dengan tekanan 15 bar sepanjang km yang dikendalikan oleh 2 unit stasiun gas penerima di Cibinong dan Cimanggis. Jaringan pipa distribusi gas dengan tekanan sebesar 2 bar sepanjang km yang dikendalikan oleh 2 unit stasiun gas penyalur. Sedangkan jaringan pipa distribusi bertekanan 0,1 bar sepanjang km yang dikendalikan oleh 23 stasiun gas penyalur yang tersebar di wilayah Kota Bogor. Sampai bulan September 2003, jumlah pelanggan sebanyak yang terdiri dari pelanggan rumah tangga, 187 pelanggan komersil dan 98 pelanggan industri. Volume pemakaian energi gas bagi masyarakat kota yang dilayani oleh PT. Gas Negara Distrik Bogor telah mencapai 3,6 juta m 3 untuk rumah tangga, 1,2 juta m 3 untuk komersil dan 204 juta m 3 untuk industri dengan total pemakaian gas sebanyak 208,8 juta m 3 (Badan Pusat Statistik Kota 60

9 Bogor 2005). Berikut ini disajikan data tentang jumlah pelanggan gas dari tahun Tabel 23. Jumlah pelanggan PT Gas Negara Sumber : Walikota Bogor (2003) Jumlah Pelanggan Tabel 24. Banyaknya gas yang terjual melalui pipa Kota Bogor No. Bulan Jumlah (m 3 ) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2005) Mengingat jumlah emisi gas CO 2 dari gas negara kurang dari 1% dari keseluruhan emisi dari bahan bakar minyak dan gas, maka dalam perhitungan selanjutnya emisi dari gas negara tidak dimasukkan dalam perhitungan. 61

10 Emisi Gas CO 2 Antropogenik Penggunaan bensin, solar, minyak tanah, minyak diesel dan LPG menghasilkan gas CO 2. Emisi gas CO 2 pada tahun 2006 dari masing-masing bahan bakar dapat dilihat pada Gambar 11. Emisi Gas CO 2 tahun % 2% 33% 48% 14% Bensin Solar M. tanah M. Diesel LPG Gambar 11. Emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun 2006 Dari Gambar 11 dapat dikemukakan bahwa emisi terbesar berasal dari bensin 48%, minyak tanah 33%, solar 14%, minyak diesel 3% dan LPG 2%. Prediksi jumlah emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun sebagai berikut: Tabel 25. Jumlah emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun Emisi CO 2 Ton Setara ppmv (x 10-5 ) , , , , , , , , , ,90 62

11 Dari Tabel 25 dapat dinyatakan bahwa emisi gas ini terus bertambah emisinya ton, sedangkan tahun 2100 menjadi ton. Dari simulasi emisi gas CO 2 di Kota Bogor pada tahun 2007 sebanyak 0,57 juta ton. Sementara Syakuroh (2004) memperkirakan emisi gas ini dari bahan bakar minyak dan gas tahun 2007 di Kabupaten Bogor sebanyak 15,36 juta ton. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa emisi gas CO 2 antropogenik di Kota Bogor lebih kecil daripada emisi gas ini di Kabupaten Bogor. Walaupun demikian, Kota Bogor harus ikut dalam program pengembangan hutan kota, agar gas CO 2 antropogenik sebagian atau seluruhnya dapat diserap oleh pepohonan hutan kota. Dengan demikian laju penambahan gas ini dapat ditekan serendah mungkin Konsentrasi Gas CO 2 Ambien 2006/2007 Data kepadatan lalu lintas menurut waktu khususnya mobil diperlukan untuk menentukan waktu pengambilan sampel ambien gas CO 2. Data kepadatan di 5 lokasi dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini (a) 63

12 (b) Gambar 12. Rerata jumlah mobil yang melewati 5 jalur lokasi penelitian selama 1 Minggu pada (a) musim kemarau tahun 2006 dan (b) musim penghujan tahun Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa kepadatan lalu lintas tertinggi terjadi antara pukul pada musim kemarau maupun musim penghujan. Rerata jumlah kendaraan yang melewati kelima jalur jalan tersebut pada musim kemarau antara kendaraan per hari, sedangkan pada musim penghujan antara kendaraan per hari. Rerata kepadatan kendaraan tertinggi di Baranang Siang dan terendah di pertigaan Ekalokasari. Data selengkapnya tentang jumlah kendaraan yang melewati ke lima jalur jalan dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini. Tabel 26. Jumlah kendaraan di 5 lokasi pada musim kemarau 2006 dan musim penghujan 2007 Jumlah Kendaraan Lokasi 2006 (kemarau) 2007 (penghujan) Rerata Warung Jambu Baranang Siang Ekalokasari Pasar Bogor Jembatan Merah

13 Dari data pada Tabel 26 dapat dikemukakan bahwa pada musim kemarau tahun 2006 jumlah kendaraan yang melewati Baranang Siang merupakan kepadatan tertinggi yang kemudian diikuti oleh Pasar Bogor. Kepadatan kendaraan paling rendah terdapat di Ekalokasari. Pada musim penghujan di tahun 2007 juga mempunyai kecenderungan yang sama yakni tertinggi di Baranang Siang dan terkecil di Ekalokasari. Hasil pengukuran kandungan gas CO 2 ambien yang diukur pada jam bulan Februari 2006 di 5 lokasi dapat dilihat pada Tabel 27. Rerata kandungan CO 2 ambiennya dari 5 lokasi siang dan malam hari adalah 387,49 ppmv. Rerata konsentrasi gas CO 2 siang hari sebesar 389,87 ppmv dan malam hari sebesar 385,11 ppmv. Rendahnya konsentrasi gas CO 2 di malam hari nampaknya ada hubungannya dengan rendahnya jumlah kendaraan di malam hari. Hasil pengukuran konsentrasi gas CO 2 di 5 lokasi siang dan malam hari, sebagai penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Konsentrasi gas CO 2 di 5 lokasi pengukuran siang dan malam hari di bulan Februari 2006 (ppmv) Lokasi Waktu Pengukuran Siang hari Malam hari Warung Jambu Baranang Siang Ekalokasari Jembatan Merah Hutan Penelitian Dramaga Rerata Data ini dianggap sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Hawaii pada tahun Keeling dan Whorf (2005) menyatakan hasil pengukuran pada 4 buah menara dengan ketinggian 7 meter dan 1 buah menara dengan ketinggian 27 meter di Mauna Loa, Hawaii menunjukkan bahwa konsentrasi gas CO 2 pada tahun 1959 sebesar 315,98 ppmv dan pada tahun 2004 menjadi 377,38 ppmv ( dioxide 2006). Penelitian berikutnya dilakukan pada bulan Juni 2006 dan Februari Berdasarkan data kepadatan kendaraan tertinggi terjadi pada pukul sampai pukul masih tinggi juga. Oleh sebab itu, pengukuran gas CO 2 ambien 65

14 berikutnya dilakukan antara pukul Hasil pengukuran kandungan gas CO 2 di 10 lokasi dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Konsentrasi gas CO 2 ambien pada lokasi padat dan kurang padat kendaraan bermotor No Lokasi Juni 2006 Februari 2007 (Kemarau) (Penghujan) 1 Warung Jambu 401,06 398,05 2 Baranang Siang 403,64 403,44 3 Ekalokasari 380,72 379,32 4 Jembatan Merah 401,06 400,05 5 Pasar Bogor 399,87 397,61 6 Hutan Penelitian Dramaga 382,77 380,88 7 Lapangan bola Indraprasta 383,57 383,83 8 Bogor Lake Side 383,38 383,77 9 Taman Wisata Cimanggu 387,14 383,12 10 Ciremai Ujung 385,91 387,85 Rerata 390,91 388,87 Dari data pada Tabel 27 dan 28 dapat disimpulkan bahwa konsentrasi gas CO 2 bervariasi berdasarkan tempat dan waktu. Selanjutnya dari Tabel 29 dapat dikemukakan bahwa rerata konsentrasi gas CO 2 pada tahun 2006/2007 sebesar 389,89 ppmv. Di lokasi yang potensial tercemar yaitu di tengah jalan raya di Warung Jambu, Baranang Siang, Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 397,27 ppmv dan pada musim hujan 395,11 ppmv. Sedangkan di 5 lokasi yang kurang padat kendaraan yaitu Hutan Penelitian Dramaga, Lapangan bola Indraprasta, Bogor Lake Side, Ciremai ujung dan Taman Koleksi Cimanggu rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 384,55 ppmv dan pada musim hujan 383,89 ppmv. Nilai konsentrasi gas CO 2 di Kota Bogor sudah melebihi angka 350 ppmv. Dengan semakin tingginya jumlah emisi gas CO 2, maka diperlukan pengendalian jumlah emisi dan atau memperbesar kapasitas sink, agar konsentrasi ambiennya tidak terus meningkat. Hal ini dimaksudkan agar pemanasan global melalui efek rumah kaca dapat dikendalikan. Metro TV pada tanggal 18 Agustus menyiarkan bahwa kutub Selatan mengalami penyusutan permukaan es yang terparah. Jika hal ini dibiarkan, maka diperkirakan es yang menyelimuti kutub Selatan akan hilang pada tahun

15 Nilai rerata konsentrasi gas CO 2 sebesar 389,89 ppmv akan digunakan sebagai nilai level dalam program Powersim. Level lainnya yang digunakan dalam program ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bab tentang Analisis Kecukupan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Daya Sink Gas CO Penggunaan Lahan Kota Bogor terletak 60 km dari DKI Jakarta dan merupakan salah satu alternatif permukiman untuk para penglaju (commutter) yang bekerja di Jakarta. Oleh sebab itu, jumlah rumah meningkat secara nyata yang ditunjukkan oleh meningkatnya penggunaan lahan untuk permukiman, ruko dan lahan terbangun lainnya. Akibatnya, banyak terjadi alih fungsi sawah, kebun dan ruang terbuka hijau lainnya menjadi lahan permukiman dan lahan terbangun lainnya. Data tentang lahan terbangun dan tidak terbangun pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Luas lahan Kota Bogor berdasarkan keterbangunan tahun 2003 Kecamatan Luas Lahan (Ha) Terbangun Tak Terbangun Total Persentase Terbangun Tak Terbangun Bogor Selatan ,99 43,01 Bogor Timur ,77 18,23 Bogor Utara ,55 31,45 Bogor Tengah ,14 0,86 Bogor Barat ,12 32,88 Tanah Sareal ,26 26,74 Total ,14 30,86 Sumber: Bapeda Kota Bogor (2004). Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa persentase lahan tak terbangun sangat bervariasi berdasarkan kecamatan. Tingginya persentase lahan terbangun nampaknya disebabkan karena Kota Bogor merupakan penyangga ibukota negara yang sangat membutuhkan lahan untuk permukiman, pemerintahan, tempat pendidikan, olahraga, perdagangan dan jasa serta beberapa kegiatan lainnya. Oleh sebab itu, rencana pemanfaatan lahan sampai tahun 2009 perlu disusun. Rencana pemanfaatan lahan sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel

16 Tabel 30. Pemanfaatan lahan tahun 1996 dan rencana pemanfaatan lahan pada tahun Jenis Pemanfaatan Lahan Pemanfaatan Lahan ) Rencana Pemanfaatan ) Ha % Ha % Permukiman 7.517,90 63, ,89 73,35 Jasa dan Perdagangan 237,68 2,00 437,41 3,69 Industri 94,74 0,80 167,96 1,42 Pertanian 2.888,24 24,37 249,21 2,10 Kebun Raya 87,00 0,73 87,00 0,73 Taman/Olahraga 49,15 0,41 342,33 2,89 Kuburan 186,64 1,57 305,96 2,58 Penggunaan lain 788,65 6, ,24 12,81 Jumlah Sumber: 1) Bapeda Kota Bogor (1997). 2) DLLAJ (2006b). Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengalihan peruntukkan lahan menjadi lahan permukiman sangat tinggi. Sebaliknya alokasi lahan untuk pertanian menjadi sangat rendah. P4W LPPM IPB (2006) menyatakan, lahan terbangun yang dianalisis berdasarkan citra pada tahun 2005 sebesar 52,9% ( ha) dan jumlah penduduk pada waktu itu orang. Ini berari kebutuhan lahan terbangun per orang sebesar 73,02 m 2 /orang. Namun dengan melihat kecenderungan penggunaan lahan permukiman yang semakin menyempit, maka dalam perhitungan nilai kebutuhan lahan terbangun digunakan angka 70 m 2 /orang Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Telah dijelaskan terdahulu bahwa peralihan peruntukan lahan dari lahan bervegetasi ke lahan terbangun sangat tinggi. Hal ini telah mengakibatkan luasan ruang terbuka hijau yang semula berupa sawah, kebun dan hutan berubah menjadi lahan terbangun. Walaupun demikian, Pemerintah Kota Bogor masih sangat peduli akan kebutuhan ruang terbuka hijau. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan ruang terbuka hijau Kota Bogor yang mengacu pada Perda Kota Bogor nomor tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Perda nomor tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota. 68

17 Sebaran penutupan lahan di 6 kecamatan di Kota Bogor berdasarkan analisis citra yang telah diteliti oleh Indriyani tahun 2006, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 31 berikut ini. Tabel 31. Luas dan persentase tipe penutupan lahan pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor Tipe Penutupan Lahan Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Bogor Utara Bogor Timur Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Barat Tanah Sareal Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % 45,04 2,52 16,08 1,48 62,01 7,82 113,44 3,60 107,74 4,70 56,52 2,69 420,14 23,55 277,03 25,50 75,28 9, ,74 55,77 447,17 19,51 532,55 25,30 Ladang 350,87 19, ,00 39,45 4,98 163,52 5,19 185,97 8,11 214,61 10,20 Sawah 88,11 4,94 69,06 6,36 45,09 5,69 127,15 4,04 339,74 14,82 200,22 9,51 Semak dan rumput 75,29 4,22 16,99 1,56 25,90 3,27 91,07 2,89 96,86 4,22 138,32 6,57 Area Terbangun 686,11 38,46 481,54 44,33 511,57 64,54 712,54 22,64 832,40 36,31 737,70 35,05 Tanah kosong 88,10 4,94 47,94 4,41 8,98 1,13 166,13 5,28 40,10 1,75 45,91 2,18 Badan air 0,78 0,04 0,21 0,02 0,35 0,04 3,35 0,11 10,37 0,45 2,18 0,10 Awan 29,09 1,63 8,74 0,80 19,26 2,43 8,45 0,27 133,14 5,81 125,95 5,98 Bayangan awan 0,43 0,02 0,18 0,02 4,79 0,60 6,56 0,21 99,08 4,32 51,04 2,42 Total 1783, , , , , Sumber: Indriyani (2005). Keadaan tutupan lahan pada tahun 2005 yang dibedakan menjadi: vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput adalah sebagai berikut. 1. Vegetasi rapat Vegetasi rapat luasnya 613,83 ha (5,18% dari luasan kota). Vegetasi rapat antara lain terdapat di: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Cimanggu 44,60 ha, Istana Presiden 24,00 ha, Hutan Penelitian Dramaga 57,75 ha, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Gunung Batu 5,00 ha, Kebun Raya Bogor 87,00 ha dan sisanya berupa kebun bebuahan dan hutan rakyat seluas 395,48 ha. Nilai rerata kerapatan pada vegetasi rapat adalah 236,78 pohon/ha. 69

18 (a) (b) Gambar 13. Foto vegetasi hutan kota di (a) Hutan Penelitian Dramaga dan (b) Kebun Raya Bogor. 2. Vegetasi Jarang Vegetasi jarang luasannya 2.495,06 Ha (21,06% dari luasan kota) terdiri dari kuburan (299,28 ha), kebun bebuahan dan hutan rakyat (1.995,84 ha), taman kota (19,35 ha), taman jalur (17,18 ha) dan pohon peneduh jalan (163,41 ha). Vegetasi jarang terdiri dari tanaman tahunan yang berumur relatif muda kurang dari 20 tahun yang terdiri dari kebun buah-buahan, tanaman halaman rumah, jalur hijau, pemakaman, sempadan sungai dan sempadan danau. Tanaman tahunan dan tanaman halaman rumah menyebar pada wilayah Bogor Utara, Bogor Selatan (Mulyaharja, Pamoyanan, Rancamaya, Bojongkerta, Kertamaya, Genteng, Muara Sari dan pemakaman Dreded) dan Tanah Sareal (pemakaman Kebon Pedes). Rerata kerapatan pohon pada kerapatan jarang adalah 87,61 pohon/ha. (a) (b) Gambar 14. Foto vegetasi non hutan kota di (a) Jalur hijau di Jalan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur (b) Jalur hijau di Jalan Heulang, Kecamatan Tanah Sareal. 70

19 (a) (b) Gambar 15. Foto vegetasi non hutan kota di: (a) pemakaman di Dreded, Kecamatan Bogor Selatan. (b) kebun pembibitan di Sempur, Kecamatan Bogor Tengah. 3. Sawah Luasan sawah mencapai 825,22 ha (6,96% dari luasan kota) dari total penutupan lahan. Lahan persawahan banyak ditemukan pada wilayah Kecamatan Bogor Barat (Situgede, Balumbang Jaya, dan Margajaya) serta beberapa di wilayah Bogor Selatan (Cikaret). (a) (b) (c) (c) Gambar 16. Foto sawah di (a) dan (b) Balumbangjaya, Kecamatan Bogor Barat (c) Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat. 71

20 4. Semak dan rumput Penutupan lahan oleh semak dan rumput tahun 2005 luasnya 720,68 Ha (6,08 % dari luas Kota Bogor). Tipe penutupan ini ditemukan di Bogor Barat (Kelurahan Menteng) berupa lapangan golf, Bogor Tengah (halaman Istana Presiden dan taman rumput Kebun Raya Bogor) dan Tanah Sareal (Mekarwangi). (a) (b) (c) Gambar 17. Foto semak dan rumput di (a) halaman Istana Bogor di Kebun Raya Bogor, Kecamatan Bogor Tengah (b) jalan Malabar, Kecamatan Bogor Tengah (c) semak di Menteng, Kecamatan Bogor Barat. Menurut P4W LPM IPB (2006), kondisi keadaan luasan ruang terbuka hijau dan ruang terbangun tahun 1983, 1990, 2001 dan 2005 dapat dilihat pada Gambar berikut ini. 72

21 Ruang Terbuka Hijau Built Up/ Ruang Terbangun Gambar 18. Perubahan perimbangan persentase ruang terbuka hijau dan ruang terbangun. Sumber: P4W LPPM, IPB (2006). Dari penelitian yang dilakukan oleh Indriyani (2005) demikian juga Herdiansyah (2006) dan P4W LPM IPB (2006) dapat disarikan data penggunaan lahan dan laju perubahannya seperti yang disajikan pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32. Penggunaan lahan dan laju perubahannya tahun No Tipe Penutupan Lahan Luasan Laju Penurunan 2005 (Ha) (% per tahun) 1 Vegetasi Rapat 613,83 0,33 2 Vegetasi Jarang 2.495,06 1,15 3 Sawah 825,22 1,23 4 Semak dan rumput 720,68 1,77 5 Area Terbangun 6.268,65-3,30 6 Lahan kosong 606,05 2,82 7 Situ 109,33 0,00 8 Sungai 211,18 0,00 Keterangan: Tanda negatif (-) berarti terjadi pertambahan luasan Sumber: Indriyani (2005) dan Herdiansyah (2006): data telah diolah *) P4W LPM IPB (2007): data telah diolah Dari data ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan luasan lahan sebesar 3,30 % per tahun untuk lahan terbangun, namun sebaliknya terjadi penurunan luasan lahan pada vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput, serta lahan kosong masing-masing sebesar 0,33 %; 1,15 %; 1,23 %; 1,77 % dan 2,82 %. Sangat tingginya angka konversi lahan kosong menjadi lahan 73

22 terbangun karena memang lahan tersebut nampaknya sudah siap untuk dibangun. Sedangkan untuk situ dan sungai tidak mengalami perubahan. Hutan kota yakni di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga merupakan jenis tutupan lahan vegetasi rapat. Keadaan luasan dan karakteristiknya masing-masing akan dijelaskan berikut ini. Tabel 33. Lokasi dan luasan hutan kota di Kota Bogor No. Lokasi Luas (ha) 1. Kebun raya Bogor 87,00 2. Hutan Penelitian Dramaga 57,75 Total luas 144, 75 Keadaan topografi Kebun Raya Bogor secara umum datar dengan kemiringan 3-5 %. Koleksi tanaman di Kebun Raya Bogor berdasarkan registrasi periode bulan Juni 2007 sebanyak 223 famili, jenis, marga dan spesimen. Beberapa jenis koleksi merupakan koleksi unik, spesifik dan langka seperti tanaman tua yang berumur lebih dari 100 tahun. Tanaman langka terdiri atas 91 jenis. Hutan kota yang kedua terdapat di Hutan Penelitian Dramaga yang termasuk dalam wilayah Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat. Jumlah jenis tanaman di hutan penelitian ini sebanyak 130 jenis, yang terdiri dari 88 marga dan 43 famili. Jenis tanaman tersebut terdiri dari 42 jenis asing dan 88 jenis asli Indonesia. Jenis asing tersebut semuanya adalah pohon, sedangkan jenis asli Indonesia terdiri dari 85 jenis pohon, 1 jenis bambu, 1 jenis rotan dan 1 jenis palmae. Jenis tanaman asli Indonesia yang terdapat di kawasan ini terdiri dari marga Agathis (famili Araucariaceae), Podocarpus (famili Podocarpaceae), dan Pinus (famili Pinaceae). Selain itu, juga terdapat 82 jenis yang termasuk ke dalam kelompok daun lebar yang mencakup 56 marga dan 34 famili. Jenis yang dominan dari marga Shorea (10 jenis), Eugenia (5 jenis), Dipterocarpus (4 jenis) dan Hopea (4 jenis). 74

23 Daya Sink Gas CO Penelitian di Rumah Kaca Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis Hasil penelitian di rumah kaca dengan menggunakan alat ADC LCA-4 berupa kurva hubungan laju fotosintesis dan intensitas cahaya yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 19. Kurva respon cahaya pada jati (T. grandis). 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 20. Kurva respon cahaya pada kenari (C. commune). 75

24 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r= Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 21. Kurva respon cahaya pada mangga (M. indica). 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 22. Kurva respon cahaya pada sawo duren (C. cainito). 76

25 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 23. Kurva respon cahaya pada tanjung (M. elengi). Dari kurva respon di atas kemudian dihitung beberapa parameter turunan seperti yang tersaji pada Tabel 34 berikut ini. Tabel 34. Parameter-parameter turunan: efisiensi kuantum, laju fotosintesis maksimum dan respirasi No Jenis Tanaman ε A maks θ R gelap 1 Jati 0,7 11,025 0,061 2,155 2 Kenari 0,7 8,225 0,066 1,258 3 Mangga 0,7 12,572 0,036 0,44 4 Sawo Duren 0,7 7,525 0,043 0,763 5 Tanjung 0,7 8,366 0,022 2,689 Keterangan: (ε) : kemiringan kurva (A maks ) : laju fotosintesis maksimum (µ mol CO 2 m -2 s -1 ) (θ) : Efisiensi kuantum (µ mol foton m -2 s -1 ) (R gelap ) : respirasi (µ mol CO 2 m -2 jam -1 ) 77

26 Data pada Tabel 35 menyatakan laju fotosintesis maksimum terdapat pada mangga kemudian jati, dan efisiensi kuantumnya tertinggi terdapat pada kenari kemudian jati, sedangkan respirasi tertinggi terdapat pada tanjung yang diikuti oleh jati. Dari nilai tersebut kemudian dibuat persamaan laju fotosintesis dari kelima jenis tanaman seperti dijelaskan berikut ini : 1. Jati (T. grandis) 0,061Q + 11,025 - (0,061Q+11,025) 2-1,883Q A = - 2,155 1,4 2. Kenari (C. commune) A = 0,066Q + 8,225 - ( 0,066Q+8,225)2-1,520Q 1,4-1, Mangga (M. indica) A = 0,036Q + 12,572 - (0,036Q+12,572)2-1,267Q 1,4 4. Sawo Duren (C. cainito) - 0,44 A = 0,043Q + 7,525 - (0,043Q+7,525)2-0,906Q 1,4-0, Tanjung (M. elengi) A = 0,022Q + 8,366 - (0,022Q+8,366)2-0,515Q 1,4-2,689 Dari persamaan ini kemudian dihitung kemampuan sink gas CO 2 -nya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel

27 Tabel 35. Kemampuan sink gas CO 2 per m 2 daun Jenis Sink CO 2 Sink CO 2 Sink CO 2 Tanaman (µmol m -2 jam -1 ) (g m -2 jam -1 ) (10-3 g lembar daun -1 jam -1 ) Jati ,23 3,76 Kenari ,79 0,52 Mangga ,46 1,87 Sawo Duren ,00 0,33 Tanjung ,46 0,86 Dari Tabel 35 dapat disimpulkan bahwa berdasarkan daya sink gas CO 2 per m 2 luasan daun susunan dari tertinggi ke terendah adalah tanjung, mangga kemudian diikuti jati, sawo duren dan terkecil kenari. Berdasarkan daya sink per lembar daun susunan dari terbesar ke terkecil adalah sebagai berikut: jati, mangga, tanjung, kenari dan sawo duren. Data hasil penelitian berdasarkan daya sink per m 2 per jam ini kemudian akan digunakan sebagai pembanding daya sink tanaman yang diukur dengan metode karbohidrat seperti yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya Penelitian Pendahuluan dengan Metode Karbohidrat Metode yang digunakan untuk mengukur laju sink gas CO 2 selanjutnya adalah pengukuran kadar karbohidrat pada daun dan ranting. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Hasil pengukuran massa karbohidrat 5 jenis tanaman Jenis Massa Karbohidrat Sampel Daun (g C 6 H 12 O 6 ) Tanaman T-0 T-2 jam T-4 jam Krey Payung 4,40 ± 0,51 5,03 ± 0,68 6,01 ± 0,12 Manggis 4,66 ± 0,58 4,87 ± 0,74 5,66 ± 0,57 Melinjo 4,08 ± 0,35 4,45 ± 0,18 4,95 ± 0,13 Sawo kecik 5,31 ± 0,15 5,62 ± 0,12 6,22 ± 0,05 Trengguli 4,17 ± 0,25 4,35 ± 0,38 4,60 ± 0,07 Setelah dihitung kemampuan sink gas CO 2 untuk setiap jenis tanaman diperoleh data sebagai berikut: 79

28 Tabel 37. Kemampuan sink gas CO 2 dengan metode karbohidrat Jenis Tanaman Sink gas CO 2 (g m -2 jam -1 ) (10-3 g daun -1 jam -1 ) Krey Payung 0,95 4,39 Manggis 1,28 7,18 Melinjo 1,31 9,15 Sawo kecik 0,97 5,98 Trengguli 0,72 3,82 Untuk mendapatkan kepastian apakah metode karbohidrat dapat dipergunakan untuk menggantikan metode pengukuran dengan alat, maka dilakukan uji beda nyata parameter sink gas CO 2 per m 2 per jam. Hasil uji beda nyata dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 38. Uji beda nilai tengah dengan menggunakan uji-t Ulangan Metode yang dipergunakan Alat Karbohidrat 1 1,23 0,95 2 0,79 1,28 3 1,46 1,31 4 1,00 0,97 5 1,46 0,72 Rerata 1,18 1,05 Simpangan baku 0,30 0,25 Ragam 0,09 0,06 Ragam Gabungan 0,08 Standar gabungan 0,28 Derajat bebas (db) 8 t hitung = 0,77 One-tail t 0.05;8 = 1,86 Two-tail t 0.025;8 = 2,30 80

29 Ini berarti bahwa metode pengukuran dengan alat tidak berbeda nyata dengan metode karbohidrat. Dengan demikian, metode karbohidrat dapat dipergunakan untuk menggantikan metode pengukuran dengan alat. Oleh sebab itu, pada penelitian selanjutnya untuk mengukur daya sink gas CO 2 di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga digunakan metode karbohidrat Penelitian di Kebun Raya Bogor Kadar karbohidrat pada daun dari 25 jenis pohon yang diambil pada pukul dan pukul dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Massa karbohidrat pada ranting dan daun yang diambil pada pukul dan Nama Jenis Nama Latin Massa Karbohidrat (g) Selisih Flamboyan Delonix regia 4,34 5,34 1,00 Johar Cassia grandis 2,84 4,50 1,66 Merbau Pantai Intsia bijuga 4,87 5,68 0,82 Asam Tamarindus indica 2,93 3,05 0,12 Kempas Coompasia excelsa 1,91 2,44 0,53 Sapu tangan Maniltoa grandiflora 2,05 2,21 0,16 Bunga merak Caesalpinia pulcherrima 3,77 5,35 1,58 Cassia Cassia sp. 3,07 4,13 1,60 Krey Payung Fellicium decipiens 3,68 3,72 0,04 Matoa Pometia pinnata 3,20 3,27 0,08 Rambutan Nephelium lappaceum 3,18 3,23 0,05 Tanjung Mimusops elengi 3,59 4,13 0,54 Sawo kecik Manilkara kauki 3,21 3,71 0,50 Angsana Pterocarpus indicus 2,15 2,97 0,83 Dadap Erythrina cristagalli 2,70 3,92 1,22 Trembesi Samanea saman 3,45 4,57 1,20 Saga Adenanthera pavonina 4,10 5,10 1,00 Asam Kranji Pithecelobium dulce 3,71 4,47 0,76 Mahoni Swietenia macrophylla 2,88 3,69 0,81 Khaya Khaya anthotheca 2,70 3,06 0,27 Pingku Dysoxylum excelsum 3,48 3,58 0,11 Beringin Ficus benjamina 2,45 3,70 0,62 Nangka Arthocarpus heterophyllus 2,63 2,91 0,29 Kenanga Canangium odoratum 3,65 6,93 3,29 Sirsak Annona muricata 1,76 3,26 1,50 81

30 Dari tabel di atas kemudian dihitung daya sink-nya per cm 2, per daun dan per pohon, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Daya sink gas CO 2 oleh tanaman di Kebun Raya Bogor Nama Jenis Sink Gas CO 2 (g m -2 jam -1 ) Sink Gas CO 2 per daun (10-3 g daun -1 jam -1 ) Sink CO 2 (kg pohon -1 tahun -1 ) Flamboyan 2,51 4,39 0,20 Johar 2,92 7,18 1,49 Merbau Pantai 1,13 9,15 2,19 Asam 0,60 5,98 4,55 Kempas 0,98 3,82 8,26 Sapu tangan 0,33 4,39 8,48 Bunga merak 2,80 7,18 11,12 Cassia 8,90 9,15 19,25 Krey Payung 0,08 5,98 21,90 Matoa 0,12 3,82 30,95 Rambutan 0,12 4,39 34,29 Tanjung 1,21 7,18 41,78 Sawo kecik 1,64 6,15 42,20 Angsana 1,19 5,98 75,29 Dadap 2,71 3,82 114,03 Trembesi 1,94 4,39 116,25 Saga 2,05 7,18 126,51 Asam Kranji 1,44 9,15 221,18 Mahoni 1,33 5,98 329,76 Khaya 0,55 3,82 404,83 Pingku 0,22 4,39 535,90 Beringin 1,58 7,18 720,49 Nangka 0,57 9,15 756,59 Kenanga 7,26 5, ,47 Sirsak 3,80 3, ,39 Hasil dari penelitian ini akan digabungkan dengan hasil penelitian di Hutan Penelitian Dramaga (Bab ) yang kemudian akan dibahas dalam Bab tentang daya sink gas CO 2 dan klasifikasi daya sink tanaman hutan kota Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga Hasil analisis kandungan karbohidrat pada daun tanaman yang diambil pada pukul 5.00 dan pukul di Hutan Penelitian Dramaga kemudian dihitung daya sink-nya. Hasil perhitungan daya sink dari 21 jenis tanaman dapat dilihat pada Tabel

31 Tabel 41. Daya sink gas CO 2 tanaman di Hutan Penelitian Dramaga Jenis Tanaman Sink Gas CO 2 (g m -2 jam -1 ) ( 10-3 g daun -1 jam -1 ) (kg pohon -1 tahun -1 ) Pachira affinis 0,18 0,96 0,42 Sapium indicum 0,35 0,17 4,23 Shorea selanica 0,17 0,22 5,28 Hopea mengarawan 0,01 0,002 12,63 Hopea odorata 0,44 0,13 15,19 Dipterocarpus retusa 0,15 0,33 16,50 Beilschmiedia roxburghiana 3,31 4,37 24,24 Cinnamomum parthenoxylon 1,01 1,79 30,95 Swietenia macrophylla 0,44 6,98 34,15 Swietenia mahagoni 0,61 3,46 36,19 Khaya senegalensis 0,43 1,56 48,68 Carapa guineensis 0,06 0,99 63,31 Acacia mangium 0,25 0,29 83,86 Acacia auriculiformis 0,92 0,29 135,27 Trachylobium verrucossum 0,69 5,09 160,14 Arthocarpus heterophyllus 0,12 0,09 227,21 Pterygota alata 0,13 0,86 295,73 Schima wallichii 1,51 0,97 365,79 Lagerstroemia speciosa 0,53 2,98 442,63 Tectona grandis 1,97 15,99 562,09 Strombosia zeylanica 5,36 4, ,20 Seperti telah dijelaskan terdahulu bahwa hasil penelitian ini akan digabungkan dengan hasil penelitian di Kebun Raya Bogor yang akan dibahas dalam Bab tentang daya sink gas CO 2 dan klasifikasi daya sink tanaman hutan kota. Daya sink tanaman akan diklasifikasikan menjadi 6 yakni: sangat tinggi, tinggi, agak tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah yang kemudian dihitung nilai rerata untuk setiap kelas daya sink. Nilai rerata sink gas CO 2 sangat tinggi, tinggi dan agak tinggi akan digunakan sebagai nilai konstanta sink per pohon hutan kota guna menghitung jumlah pohon dan luasan hutan kota yang dibutuhkan sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas dengan menggunakan program Powersim

32 Ukuran dan Kerapatan Stomata Penelitian tentang ukuran dan kerapatan stomata tidak masuk dalam permodelan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan ada tidaknya hubungan antara sifat morfologis daun berupa kerapatan dan ukuran stomata daun dengan daya sink-nya. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa kerapatan stomata daun berkisar antara per mm 2, panjang antara 3,75-18,75 μm, sedangkan lebarnya antara 2,50-18,75 μm. Sebagai pembanding dapat dilihat hasil penelitian Agustini tahun 1994 (Lampiran 9). Hasil penelitian tentang kerapatan dan ukuran stomata pada daun tanaman di Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Tabel 42 di bawah ini. Tabel 42. Panjang, lebar dan kerapatan stomata tumbuhan di Kebun Raya Bogor Nama Jenis Ukuran (μm) Kerapatan Panjang Lebar per mm 2 D. regia C. grandis I. bijuga T.indica C. excelsa M. grandiflora C. pulcherrima Cassia sp F. decipiens P. pinnata N.lappaceum M. elengi M. kauki P. indicus E. cristagalli S. saman A.pavonina P. dulce S.macrophylla K. anthotheca D. excelsum F. benjamina A. heterophyllus C. odoratum A. muricata

33 Menurut Agustini (1994) kerapatan stomata <300 per mm 2 dinyatakan sebagai kategori rendah, per mm 2, sedang dan >500 per mm 2 termasuk kategori tinggi. Sedangkan ukuran panjang stomata < 20 µ dinyatakan sebagai kurang panjang, µ, panjang dan >25 µ termasuk kategori sangat panjang. Foto-foto stomata daun pada tanaman di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga terdapat pada Lampiran 7 dan 8. Hasil penelitian dari tanaman yang terdapat di dalam kawasan Hutan Penelitian Dramaga adalah sebagai berikut: Tabel 43. Panjang dan lebar serta kerapatan stomata pada daun tumbuhan di areal Hutan Penelitian Dramaga Nama Jenis Panjang (µm) Lebar (µm) Kerapatan (per cm 2 ) P. affinis S. indicum H. mengarawan H. odorata D. retusa B. roxburghiana C. parthenoxylon S. macrophylla S. mahagoni K. senegalensis C. guineensis A. mangium A. auriculiformis T. verrucossum A. heterophyllus P. alata S. wallichii L. speciosa T. grandis S. zeylanica Dari Tabel 42 dan 43 dapat dinyatakan bahwa jenis yang memiliki kerapatan stomata yang tinggi (>500 stomata/mm 2 ) tanaman di Kebun Raya Bogor adalah N. lappaceum, C. grandis, E. cristagalli, C. excelsa, C. odoratum, A. pavonina, P. dulce, C. pulcherrima dan Cassia sp., sedangkan untuk tanaman di Hutan Penelitian Dramaga adalah S. macrophylla dan A. auriculiformis. 85

34 Dengan menggunakan program DataFit version dapat dicari keeratan hubungan antara daya sink gas CO 2 dengan panjang stomata, lebar stomata dan kerapatannya seperti dapat dilihat pada Tabel 44. Dari Tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa daya sink gas CO 2 kurang mempunyai hubungan yang erat baik dengan panjang stomata, lebar stomata maupun dengan kerapatan stomata. Artinya stomata yang semakin rapat dan atau stomata yang semakin panjang dan lebar tidak selalu menghasilkan daya sink yang semakin besar. Data selengkapnya hasil analisis dengan menggunakan program DataFit dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Sementara foto tentang daun tanaman di Kebun Raya Bogor dan stomatanya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan foto stomata daun tanaman di Hutan Penelitian Dramaga terdapat pada Lampiran 8. Tabel 44. Hubungan antara nilai sink gas CO 2 dengan stomata Persamaan Regresi Linier Koefisien Determinasi Kebun Raya Bogor Panjang Y = 0,56X 1-3,26 0,27 Lebar Y = 0,59X 2-3,24 0,33 Kerapatan Y = 0,00X 3 + 1,21 0,04 Panjang dan Y = 0,14X 1 + 0,17X 2 0,02 lebar Panjang dan Y=0,004X 1 + 0,64X 3 +0,31 0,01 Kerapatan Lebar dan Y = 0,03X 2 + 0,86X 3 + 0,29 0,06 Kerapatan Panjang, lebar dan kerapatan Y = 5,33X 1 + 2,35X 2 2,35X 3 0,18 Hutan Penelitian Dramaga Panjang Y = 4,29X 1 + 0,24 0,03 Lebar Y = 0,28X 2 + 0,85 0,00 Kerapatan Y = -3,11 X 3 + 0,99 0,00 Panjang dan Y = 0,27X 1 + 1,63X 2-1,64 0,00 lebar Panjang dan Y = 0,83X 1 + 0,26X 3 0,04 0,00 Kerapatan Lebar dan Y = 0,28X 2-0,12X 3 + 1,33 0,00 Kerapatan Panjang, lebar dan kerapatan Y = 23,20X 1-26,36 X 2 + 0,001X 3 0,14 86

35 Simulasi Konsentrasi Gas CO 2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota sebagai Sink Gas CO 2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas Luasan hutan kota yang diperlukan untuk menyerap gas CO 2 antropogenik hasil pembakaran bahan bakar minyak dan gas perlu ditentukan, agar kadar gas CO 2 ambien tidak terus meningkat. Pada keadaan yang ideal semua emisi gas CO 2 dari bahan bakar minyak dan gas dapat diserap oleh vegetasi yang ada. Data penggunaan lahan dari tahun yang tercantum pada Tabel 33 menunjukkan bahwa telah terjadi konversi lahan sebesar 3,30 % per tahun menjadi lahan terbangun, namun sebaliknya terjadi penurunan pada vegetasi rapat, vegetasi jarang, ladang, sawah, semak dan rumput, dan lahan kosong masingmasing sebesar 0,33 %; 1,15 %; 1,23 %; 1,77 % dan 2,82 %. Sedangkan untuk situ dan sungai tidak mengalami perubahan. Kebutuhan penambahan luasan hutan kota sebagai penyerap gas CO 2 sangat penting diperhatikan mengingat luasan ruang terbuka hijau yang terus menurun dari tahun ke tahun. Data lainnya yang diperlukan untuk menganalisis kebutuhan lahan untuk hutan kota adalah kadar gas CO 2 ambien. Konsentrasi CO 2 ambien pada tahun 2006/2007 adalah 389,89 ppmv. Data nilai rerata ini yang akan digunakan sebagai level dalam simulasi dengan sistem dinamik. Diagram alir dan nilai konstanta yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Berikut ini disajikan hasil simulasi jumlah emisi gas CO 2 dan luasan ruang terbuka hijau (lihat Gambar 24). Emisi Gas CO2 (kg) Luas RTH (ha) (a) (b) Gambar 24. Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO 2, dan (b). Luasan RTH. 87

36 Dari Gambar 24 ini dapat dinyatakan kualitas lingkungan Kota Bogor, jika dilihat dari emisi dan kapasitas sink gas CO 2 oleh ruang terbuka hijau semakin mengkhawatirkan, karena terjadi semakin tidak seimbangnya antara emisi dan sink. Di satu pihak emisi yang terus meningkat, namun di lain pihak kapasitas sink ruang terbuka hijau yang terus menurun. Emisi gas CO 2 dari bahan bakar antropogenik pada tahun 2010 sebanyak ton dan pada tahun 2100 menjadi ton. Luasan ruang terbuka hijau tahun 2006 seluas 4.484,62 ha sedangkan pada tahun 2100 tinggal 233,36 ha (1,97%). Akibat terjadinya pengurangan luasan ruang terbuka hijau, maka jumlah sink oleh ruang terbuka hijau juga mengalami penurunan. Jumlah sink oleh ruang terbuka hijau tahun 2006 sebesar 546,46 ton gas CO 2, sedangkan pada tahun 2100 sebanyak 26,71 ton. Oleh sebab itu, perlu penambahan jumlah pohon dan luasan hutan kota. Masalah ini akan dibahas dan disajikan dalam Bab 4.2. dan beberapa skenario penanggulangan yang dapat dilakukan Pembahasan Sebelum membahas tentang skenario penanggulangan dan pengelolaan gas CO 2 yang berkaitan dengan kebutuhan luasan hutan kota yang penentuannya berdasarkan analisis emisi dan sink menggunakan simulasi model, berikut ini akan dibahas terlebih dahulu masalah emisi dan daya sink gas CO 2 di Kota Bogor serta hal-hal yang berkaitan dengan permodelan Analisis Emisi Gas CO 2 dan Konsentrasi Gas CO 2 Seperti telah dijelaskan dalam Bab yang menyatakan bahwa rerata konsentrasi gas CO 2 di Kota Bogor pada tahun 2006/2007 sebesar 389,89 ppmv. Di lokasi yang potensial tercemar yaitu di Warung Jambu, Baranang Siang, Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 397,27 dan pada musim hujan 395,11 ppmv, sedangkan di 5 lokasi lainnya yakni: Hutan Penelitian Dramaga, Lapangan bola Indraprasta, Bogor Lake Side, Ciremai ujung dan Taman Koleksi Cimanggu rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 384,55 dan pada musim hujan 383,89 ppmv. 88

37 Rendahnya konsentrasi gas ini pada musim penghujan, nampaknya karena sebagian gas ini larut di dalam air hujan menjadi asam karbonat. Adanya gas CO 2 yang larut dalam air hujan mengakibatkan ph air hujan pada kondisi alami sekali pun selalu kurang dari 7,0 (Manahan 2000). Lebih lanjut Manahan (2000) menjelaskan jumlah CO 2 yang terlarut dalam air hujan pada keadaan setimbang dengan konsentrasi CO 2 di udara sebesar 350 ppmv pada suhu udara 25 o C sebanyak 1,146 x 10-5 M atau setara dengan 5,04 x 10-7 kg/l. Pembahasan masalah ini selanjutnya akan dibahas khusus pada Bab tentang pengaruh hujan. Kota Bogor terkenal dengan sebutan Kota Hujan. Rerata curah hujan sebesar mm/tahun. Artinya jumlah volume air hujan yang jatuh di Kota Bogor yang luasnya ha selama satu tahun sebanyak 47,4 x l. Dengan demikian jumlah gas CO 2 yang larut dalam air hujan setahun sebanyak 239 ton/tahun. Selain dari penyebab yang telah disebutkan terdahulu, rendahnya gas CO 2 di musim penghujan, karena jumlah kendaraan yang melewati ke lima jalur pada lokasi itu lebih rendah. Pada musim kemarau rerata jumlah kendaraan yang melewati ke lima jalur jalan tersebut antara kendaraan per hari, sedangkan pada musim penghujan kendaraan per hari. Gambar 25. Fluktuasi konsentrasi gas CO 2 yang diukur pada menara dengan ketinggian 496 m di Kota Carolina Utara. Sumber: Backwin, et al., (1998). Hasil pengukuran konsentrasi gas CO 2 ambien di Kota Bogor tahun 2006/2007 masih sejalan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Backwin 89

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT JUMLAH EMISI GAS CO 2 DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN BERDAYA ROSOT SANGAT TINGGI: STUDI KASUS DI KOTA BOGOR (The Amount of CO 2 Gasses Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability:

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Komponen 4 PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Bimbingan Teknis Adiwiyata 2014, Jakarta 25-27 Maret 2014 Linda Krisnawati & Stien J. Matakupan 1 Lader of Participation developed by Hart (1992)

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan)

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) Oleh : Soegih Ratri Widyanadiari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fotosintesis Menurut Dwijoseputro (1980), fotosintesis adalah proses pengubahan zatzat anorganik berupa H 2 O dan CO 2 oleh klorofil (zat hijau daun) menjadi zat-zat organik

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Tanaman Sebagai Penyerap Karbondioksida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Tanaman Sebagai Penyerap Karbondioksida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karbondioksida Gas CO 2 adalah bahan baku bagi fotosintesis dan laju fotosintesis dipengaruhi oleh kadar CO 2 di udara (Ardiansyah 2009). June (2006) menyatakan peningkatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Kota merupakan pusat berbagai kegiatan yakni: pemerintahan, perdagangan, pendidikan, permukiman dan kegiatan lainnya dengan intensitas dan jumlah kegiatan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2005 sampai dengan Juni 2007 di Kota Bogor Pengukuran konsentrasi gas CO 2 ambien sebagai penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS : SURABAYA UTARA DAN TIMUR) Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Kota yang ada di Kota Samarinda Menurut PP RI No. 63 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 24 BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 4.1 Profil Wilayah Kota Bogor Kota Bogor secara geografis terletak pada 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 36 Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta. Wilayah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3 Pendugaan Emisi CO 2 dan Kebutuhan O 2 Serta Daya Serap CO 2 dan Penghasil O 2 Pada Taman Kota dan Jalur Hijau di Kota Medan 1 Esstimation Emissions of CO 2 and needs of O 2 and Absorption of CO 2 and

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI 4.1. Batas Administrasi Kota Bogor terletak pada 106º43 30-106º51 00 Bujur Timur dan 6º30 30-6º41 00 Lintang Selatan. Kota Bogor berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Negara

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012 PENYEIMBANGAN LINGKUNGAN AKIBAT PENCEMARAN KARBON YANG DITIMBULKAN INDUSTRI WARUNG INTERNET DI KOTA PEKANBARU Nobel Aqualdo, Eriyati dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA Muhimmatul Khoiroh 3310

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Emisi CO 2 di Dunia terhadap Peningkatan Pencairan Es di Berbagai Benua Peningkatan Emisi CO 2 yang menyebabkan pemanasan global secara fakta

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. Kota Bogor Kotamadya DT II Bogor dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 18 tahun 1965 serta Undang-undang nomor 5 tahun 1974, dengan luas wilayah administratif sebesar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Jalan Perkotaan 1. Klasifikasi Jenis Jalan Menurut UU No 38 Tahun 2004 tentang jalan, definisi jalan adalah sebagai berikut : Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Karakteristik Responden

Karakteristik Responden LAMPIRAN 1 Lampiran 1 Kuesioner Supir Angkot Karakteristik Responden Nama : Usia : Tahun Domisili : Suku : Pendidikan Terakhir : [1] Tidak sekolah/belum tamat SD [2] Tamat SD dan SMP [3] Tamat SMA [4]

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas secara administratif terletak di Kota Depok, Jawa Barat. Luas Tahura Pancoran Mas berdasarkan hasil pengukuran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau.

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau. ANALISA KEMAMPUAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN GENTENG SURABAYA ANALYSIS OF THE ABILITY OF

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014 Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota Serang, 14 Oktober 2014 Hutan kota : pepohonan yg berdiri sendiri / berkelompok / vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yg pada

Lebih terperinci

FOR SALE.

FOR SALE. SOLD OUT READY FOR SALE www.i-gist.com 2 Pendahuluan Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan merupakan salah satu dari 6 (enam) Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan 2009-2014. Menteri

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Administratif Berdasarkan data BAPPEDA Kota Bogor (2009), secara geografis Kota Bogor terletak pada 106º 48 Bujur Timur dan 6º 36 Lintang Selatan. Wilayah penelitian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kecamatan Bogor Barat Wilayah administrasi Kecamatan Bogor Barat hingga akhir Desember 2008 yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG PEMERINTAH KOTA BOGOR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2016 AUDITED

REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG PEMERINTAH KOTA BOGOR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2016 AUDITED REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG PEMERINTAH KOTA BOGOR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2016 AUDITED GOLONGAN ASET TETAP NO NAMA OPD TANAH PERALATAN DAN MESIN GEDUNG DAN BANGUNAN JALAN, IRIGASI DAN JARINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR)

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR) ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR) ADEQUACY ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE AS CO 2 EMISSION

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI

KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI 114 Lampiran 1. Format Kuesioner Analytical Hierarchy Process KUESIONER AHP KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI IDENTITAS PAKAR Nama : Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan Umur : Tingkat

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm pada bulan Juni 1972. Permasalahan lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Denpasar Hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM bulan Oktober tahun 2009, Kota Denpasar mempunyai luas wilayah 12.891,6 ha. Berdasarkan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI Disusun Oleh Inti Pramitha Nolasari 3305.100.047 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Larnpiran 1 Nama kelurahanldesa di Kota Bogor pada tahun 2005 No. Nama Kecamatan Nama Kelurahan 1 Bogor Selatan 1. Mulyaharia 2. pamoya"an 3.

Larnpiran 1 Nama kelurahanldesa di Kota Bogor pada tahun 2005 No. Nama Kecamatan Nama Kelurahan 1 Bogor Selatan 1. Mulyaharia 2. pamoyaan 3. Larnpiran 1 Nama kelurahanldesa di Kota Bogor pada tahun 2005 No. Nama Kecamatan Nama Kelurahan 1 Bogor Selatan 1. Mulyaharia 2. pamoya"an 3. Ranggamekar 4. Genteng 5. Kertamaya 6. Rancamaya 7. Bojongkerta

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci