V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun 2002, persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat dan menurut UU No 6 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang merupakan pengganti UU No 24 Tahun 1992 setiap kota metropolitan harus memiliki ruang terbuka hijau minimal 30% dari luasan wilayah. Jika mengacu kepada Peraturan Pemerintah No 62 tahun 2002 dimana luas hutan kota yang harus dipenuhi oleh setiap daerah adalah minimal 10 % dari luas wilayah, dengan demikian Kotamadya Jakarta Pusat harus menyediakan lahan untuk hutan kota sebanyak 14,57 KM 2. Sedangkan jika mengacu UU No 24 Tahun 2007, Kotamadya Jakarta Selatan harus menyediakan lahan ruang terbuka hijau minimal seluas 43,719 KM 2. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Jakarta Selatan tahun 2006, penggunaan lahan di Kotamadya Jakarta Selatan terluas adalah penggunaan untuk perumahan dengan persentase areal yang digunakan 71,56 % dari luas Kotamadya Jakarta Selatan. Secara lengkap penggunaan lahan di Kotamadya Jakarta Selatan adalah sebagai berikut Tabel 4. Persentase Penggunaan Tanah di Kotamadya Jakarta Selatan Kawasan Persentase (%) Perumahan 71,56 Industri 1,62 Kantor dan Gudang 12,06 Taman 1,31 Pertanian 1,93 Lahan tidur 1,04 Pertokoan 10,48 Total 100 Sumber : Kotamadya Jakarta Selatan dalam Angka (2007) Pada tabel 4 dapat diketahui bahwa luas ruang terbuka hijau yang ada di Kotamadya hijau belum memenuhi peraturan yang ada, baik PP No 62 tahun 2002 maupun UU No 6 tahun Pemenuhan ruang terbuka hijau di Kotamadya Jakarta Selatan secara peraturan masih sulit untuk dicapai, hal ini disebabkan nilai ekonomi

2 36 tanah yang dipandang sebagian orang masih menganggap bahwa tanah lebih ekonomis untuk membangun bangunan bertingkat dibandingkan harus dijadikan ruang terbuka hijau Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Segala aktifitas kehidupan yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan tidak terlepas dari kebutuhan Oksigen. Konsumen Oksigen terbesar yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan adalah kendaraan bermotor, manusia dan hewan ternak. Manusia dan hewan ternak membutuhkan Oksigen untuk metabolisme tubuhnya dan kendaraan membutuhkan Oksigen untuk pembakaran bahan bakarnya. Dalam perhitungan kebutuhan Oksigen yang akan menjadi dasar dalam penentuan luas hutan kota akan menggunakan tiga parameter tersebut, yaitu kendaraan, manusia dan industri Kebutuhan Oksigen Penduduk Penghitungan kebutuhan oksigen oleh manusia menggunakan data sekunder, yaitu setiap orang mengkonsumsi Oksigen dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu ± 0,864 Kg/hari (Smith et al,1981). Dalam melakukan perhitungan terhadap Oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk perlu diperhatikan jumlah penduduk yang melakukan aktifitas di Kotamadya Jakarta Selatan, tetapi tidak tinggal di Kotamadya Jakarta Selatan. Oleh sebab itu dalam perhitungan kebutuhan Oksigen oleh penduduk akan menggunakan dua variabel penentu yaitu jumlah penduduk yang terdaftar di Kotamadya Jakarta Selatan dan penduduk yang hanya melakukan aktivitas di Kotamadya Jakarta Selatan. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata rata pertumbuhan penduduk mulai tahun 2003 sampai dengan tahun Jumlah penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan dari tahun 2003 sampai dengan 2007 adalah sebagai berikut

3 37 Tabel 5. Jumlah Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Penduduk Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Sumber: Kotamadya Jakarta Selatan Dalam Angka (2007) Kecamatan di Kotamadya Jakarta Selatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 adalah Kecamatan Pasar Minggu, dengan jumlah penduduk di tahun 2003 sebanyak jiwa dan pada tahun 2006 sebanayak jiwa. Setiap tahun jumlah penduduk yang terdaftar di Kotamadya Jakarta Selatan meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari peningkatan laju pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Laju Pertumbuhan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Laju Pertambahan Penduduk Rata Rata (r) Kecamatan Jagakarsa 0,024 0,024 0,035 0,0278 Kecamatan Pasar Minggu 0,005 0,012 0,001 0,0059 Kecamatan Cilandak 0,008 0,004 0,008 0,0069 Kecamatan Pesanggrahan 0,005 0,006 0,005 0,0052 Kecamatan Kebayoran Lama -0,002 0,004 0,005 0,0024 Kecamatan Kebayoran Baru -0,003-0,002-0,004-0,0026 Kecamatan Mampang Prapatan 0,001 0,009 0,005 0,0049 Kecamatan Pancoran -0,001 0,010 0,005 0,0046 Kecamatan Tebet -0,002 0,003 0,006 0,0021 Kecamatan Setiabudi - 0,003 0,001 0,003 0,00005 Total 0,004 0,008 0,008 0,0064 Berdasarkan data diatas dapat dilakukan perhitungan estimasi jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010, 2015 dan Perhitungan jumlah penduduk pada tahun tahun tersebut menggunakan rumus perhitungan bunga berganda. Data

4 38 estimasi jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010, 2015 dan 2020 dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Estimasi Jumlah Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk yang terbanyak adalah Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Mampang Prapatan.Selain estimasi mengenai jumlah penduduk yang terdaftar di Kotamadya Jakarta Selatan, dilakukan juga estimasi mengenai jumlah penduduk yang melakukan aktifitasnya di Kotamadya Jakarta Selatan tetapi tidak terdaftar sebagai penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan. Dasar perhitung jumlah penduduk aktif didasarkan pada data sekunder. Menurut BKKBN (2007) jumlah penduduk yang keluar masuk Propinsi DKI Jakarta adalah sebanyak 1,3 juta jiwa. Pada penentuan jumlah penduduk aktif, digunakan asumsi yaitu jumlah penduduk aktif sebanding dengan luas wilayah Kotamadya dan Kecamatan. Data Estimasi jumlah penduduk aktif tahun 2008,2010,2015 dan 2020 di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 8.

5 39 Tabel 8. Estimasi Jumlah Penduduk Aktif di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Berdasarkan data jumlah penduduk aktif yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan, Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk aktif terbesar adalah Kecamatan Jagakarsa. Jumlah penduduk yang akan menjadi dasar perhitungan kebutuhan oksigen oleh penduduk adalah pertambahan antara jumlah penduduk yang terdaftar ditambah dengan penduduk aktif dan dikalikan lama aktifitas penduduk aktif di Kotamadya Jakarta Selatan. Data jumlah penduduk yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan setiap harinya, termasuk penduduk terdaftar dan penduduk aktif adalah sebagai berikut Tabel 9. Estimasi Jumlah Penduduk Di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar setiap harinya adalah Kecamatan Jagakarsa. Berdasarkan data jumlah penduduk tersebut diatas, maka dapat diketahui jumlah oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan. Data

6 40 jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 10 dan peta penyebaran Oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun 2008,2010, 2015 dan 2020 dapat dilihat pada gambar 6 sampai dengan gambar 9. Tabel 10 Estimasi Jumlah Oksigen Yang Dibutuhkan Oleh Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Total Oksigen Penduduk (Kg) Kecamatan Jagakarsa , , , ,55 Kecamatan Pasar Minggu , , , ,24 Kecamatan Cilandak , , , ,62 Kecamatan Pesanggrahan , , , ,18 Kecamatan Kebayoran Lama , , , ,94 Kecamatan Kebayoran Baru , , , ,91 Kecamatan Mampang Prapatan , , , ,35 Kecamatan Pancoran , , , ,00 Kecamatan Tebet , , , ,77 Kecamatan Setiabudi , , , ,86 Total , , , ,4 Gambar 6. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008

7 41 Gambar 7. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2010 Gambar 8. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2015

8 42 Gambar 9. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2020 Jumlah Oksigen yang dihasilkan oleh penduduk setiap tahunnya berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang terdapat disuatu Kecamatan. Kecamatan yang membutuhkan Oksigen terbesar adalah Kecamatan Pasar Minggu. Hal ini disebabkan jumlah penduduk terdaftar yang berada di Kecamatan Pasar Minggu lebih banyak dibandingkan Kecamatan lainnya. Kecamatan Pasar Minggu membutuhkan Okigen pada tahun 2008 sebanyak ,05 Kg dan tahun 2020 membutuhkan Oksigen sebanyak ,24 Kg. Tingginya jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Pasar Minggu, disebabkan karena Kecamatan Pasar Minggu terletak cukup strategis. Hal tersebut didukung oleh kedekatan terhadap pusat kota dan fasilitasnya seperti pusat pertokoan, pusat perkantoran, pusat pendidikan dan rumah sakit. Berdasarkan peta penyebaran jumlah kebutuhan oksigen penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan, Kecamatan yang masuk kedalam kelas penyebaran tertinggi adalah Kecamatan Pasar Minggu, Jagakarsa, Tebet dan Kebayoran Lama, sedangkan Kecamatan yang masuk kedalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Kebayoran Baru dan Pancoran.

9 Kebutuhan Oksigen Kendaraan Kendaraan membutuhkan Oksigen dalam proses pembakaran di dalam mesin. Tingginya jumlah penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan tidak terlepas dari kegiatan mobilasasi penduduknya dalam melakukan aktifitas sehari harinya. Mobilasisasi yang dilakukan penduduk tersebut sebagian besar menggunakan kendaraan bermotor, dampak yang ditimbulkan dari penggunaan kendaraan bermotor tersebut adalah tingginya Oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran dan bahan pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan. Tingginya Oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan tergantung pada jenis kendaraan dan lama penggunan kendaraaan tersebut. Oleh sebab itu perhitungan jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan menjadi faktor yang sangat penting, karena jumlahnya yang selalu meningkat setiap tahunnya. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah kendaraan yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan yaitu jumlah keluar masuk kendaraan yang menuju dan keluar serta lama penggunaan kendaraan. Data lama penggunaan kendaraan merupakan hasil dari penyebaran kuesioner kepada responden. Hasil dari jawaban para responden adalah rata rata penggunaan kendaraan penumpang adalah selama 1,90 Jam, kendaraan bis selama 9,41 Jam, kendaraan beban 8,2 Jam dan kendaraan motor selama 1,7 Jam. Data jumlah dan laju pertumbuhan kendaraan di Kotamadya Jakarta Pusat dapat dilihat pada tabel 11 dan tabel 12, sedangkan data jumlah dan laju pertumbuhan setiap jenis kendaraan pada setiap tahunnya dapat dilihat pada lampiran 4. Tabel 11. Jumlah Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan Pada Tahun Kecamatan Jumlah Kendaraan (Unit) Kecamatan Jagakarsa ,482 Kecamatan Pasar Minggu ,129 Kecamatan Cilandak ,895 Kecamatan Pesanggrahan ,614 Kecamatan Kebayoran Lama ,997 Kecamatan Kebayoran Baru ,299 Kecamatan Mampang Prapatan ,229 Kecamatan Pancoran ,395 Kecamatan Tebet ,402 Kecamatan Setiabudi ,771 Total ,605,213

10 44 Tabel 12. Laju Pertumbuhan Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan Pada Tahun Laju Pertambahan Jumlah Kendaraan (Unit) Kecamatan Kecamatan Jagakarsa 0,13 0,06 0,05 (0,01) 0,06 Kecamatan Pasar Minggu 0,11 0,05 0,02 0,03 0,05 Kecamatan Cilandak 0,11 0,04 0,03 0,02 0,05 Kecamatan Pesanggrahan 0,11 0,04 0,02 0,03 0,05 Kecamatan Kebayoran Lama 0,10 0,04 0,02 0,03 0,05 Kecamatan Kebayoran Baru 0,10 0,03 0,01 0,04 0,05 Kecamatan Mampang Prapatan 0,11 0,04 0,02 0,03 0,05 Kecamatan Pancoran 0,10 0,04 0,02 0,03 0,05 Kecamatan Tebet 0,10 0,04 0,02 0,03 0,05 Kecamatan Setiabudi 0,10 0,03 0,02 0,03 0,05 Rata - Rata Laju Pertumbuhan 0,11 0,04 0,02 0,02 0,05 r Kecamatan yang memiliki jumlah kendaraan terbanyak adalah Kecamatan Pasar Minggu, dengan jumlah kendaraan pada tahun 2008 sebanyak unit dan pada tahun 2020 sebanyak unit. Rata rata laju peningkatan kendaraan yang terjadi setiap tahunnya mencapai 5 % setiap tahunnya, dengan kecamatan yang memiliki pertumbuhan tertinggi adalah Kecamatan Jagakarsa dengan peningkatan sebesar 6 %. Peningkatan jumlah kendaraan yang terjadi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi, selain itu mudahnya pengajuan kredit kendaraan bermotor khususnya motor turut mendorong pertumbuhan kendaraan bermotor. Secara visual dapat terlihat setiap pagi hari dan sore hari kemacetan terlihat di setiap sudut di Kotamadya Jakarta Selatan. Seperti halnya dalam perhitungan penduduk, perhitungan kendaraan bermotor juga memperhitungkan arus keluar masuk kendaraan. Perhitungan arus keluar masuk dilakukan dengan metode trafic count pada empat titik perbatasan di Kotamadya Jakarta Selatan selama tujuh hari setiap titiknya. Hasil pengambilan data trafic count dapat dilihat pada lampiran 3. Dengan diperolehnya angka rata rata jumlah kendaraan yang keluar masuk di empat titik perbatasan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai jumlah kendaraan yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan setiap harinya pada saat ini dan masa yang akan datang serta tidak terbatas pada jumlah kendaraan yang terdaftar di Kotamadya Jakarta Selatan. Estimasi jumlah kendaraan pada tahun 2008, 2010, 2015 dan 2020 dapat dilihat pada tabel 13.

11 45 Tabel 13. Estimasi Jumlah Kendaraan Yang Terdapat Di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Kendaraan (Unit) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Sama seperti kondisi pertumbuhan jumlah kendaraan yang ada saat ini, jumlah kendaraan dimasa yang akan datang akan terus mengalami pertumbuhan. Berdasarkan data estimasi jumlah kendaraan pada masa yang akan datang Kecamatan yang memiliki jumlah kendaraan terbanyak adalah Kecamatan Pasar Minggu. Estimasi jumlah kendaraan di Kecamatan Pasar Minggu pada tahun 2008 adalah unit dan pada tahun 2020 berjumlah unit. Dengan menggunakan data estimasi jumlah kendaraan yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan setiap harinya, maka dapat diketahui estimasi jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan setiap harinya pada tahun 2008, 2010, 2015 dan Estimasi jumlah Oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 14 sedangkan peta penyebaran Oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada gambar 10 sampai dengan gambar 13.

12 46 Tabel 14. Estimasi Jumlah Oksigen Yang Dibutuhkan Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Oksigen (Kg) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Gambar 10. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008

13 47 Gambar 11. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2010 Gambar 12. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2015

14 48 Gambar 13. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2020 Jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh Kendaraan, berbanding lurus dengan jumlah kendaraan yang terdapat di Kotamadya Jakarta Selatan. Kecamatan yang membutuhkan jumlah Oksigen untuk kendaraan terbesar adalah Kecamatan Pasar Minggu dengan jumlah Oksigen yang dibutuhkan pada tahun 2008 sebanyak Kg dan pada tahun 2020 membutuhkan Oksigen sebanyak Kg Berdasarkan peta penyebaran kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan, Kecamatan yang termasuk kedalam kelas penyebaran tertinggi adalah Kecamatan Kebayoran Lama, Tebet, Pasar Minggu dan Jagakarsa, sedangkan Kecamatan yang termasuk kedalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Setiabudi, Mampang Prapatan dan Pancoran Kebutuhan Oksigen Hewan Ternak Hewan ternak membutuhkan Oksigen setiap harinya untuk bernapas, setiap jenis ternak membutuhkan oksigen dalam jumlah yang sama setiap harinya. Kerbau dan sapi membutuhkan Oksigen liter/hari, kuda sebesar liter/hari, kambing dan domba sebesar 218 liter/hari dan ayam sebesar 116 liter/hari (Wisesa, 1988). Agar perhitungan jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh ternak memiliki

15 49 satuan yang sama dengan parameter lainnya, maka satuan liter tersebut diatas dirubah menjadi kilogram. Berat jenis oksigen di udara adalah 1,2 Kg/m 3, dengan dasar tersebut maka jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak tersebut adalah sebagai berikut kerbau dan sapi membutuhkan 1,4184 kg/hari, kuda sebesar 1,5456 kg/hari, kambing dan domba sebesar 0,2616 kg/hari dan ayam sebesar 0,1392 kg/hari. Perhitungan jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak menggunakan data dasar jumlah hewan ternak. Data dasar jumlah hewan ternak menggunakan data sekunder, yaitu hasil sensus BPS. Jumlah hewan ternak di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 15 dan jumlah setiap jenis hewan ternak dapat dilihat pada lampiran 2. Tabel 15. Jumlah Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Hewan (Ekor) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran , Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Sumber : Kotamadya Jakarta Selatan dalam Angka Tahun 2007 Tabel 16 Laju Pertumbuhan Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Hewan (Ekor) Kecamatan Jagakarsa - 0,001-0,482-0,561 Kecamatan Pasar Minggu - 0,021-0,488-0,576 Kecamatan Cilandak - 0,018-0,492-0,573 Kecamatan Pesanggrahan - 0,021-0,492-0,575 Kecamatan Kebayoran Lama - 0,027-0,493-0,574 Kecamatan Kebayoran Baru - 0,028-0,495-0,578 Kecamatan Mampang Prapatan - 0,025-0,490-0,574 Kecamatan Pancoran - 0,027-0,489-0,574 Kecamatan Tebet - 0,027-0,493-0,574 Kecamatan Setiabudi - 0,029-0,494-0,575

16 50 Jumlah hewan di setiap Kecamatan jumlah cenderung terus menurun dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari menurunnya laju pertumbuhan jumlah hewan ternak. Penyebab menurunnya jumlah hewan ternak adalah semakin menurunnya lahan untuk dipergunakan sebagai tempat berternak. Kecamatan yang memiliki hewan ternak terbanyak adalah Kecamatan Pasar Minggu. Jumlah hewan ternak di Kecamatan Pasar Minggu pada tahun 2003 sebanyak ekor dan pada tahun 2020 sebanyak ekor. Berdasarkan data laju pertumbuhan dengan menggunakan rumus bunga berganda dapat dilakukan perhitungan estimasi jumlah hewan ternak yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan. Estimasi jumlah hewan ternak di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 17. Estimasi Jumlah Hewan di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Hewan Ternak (Ekor) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Berdasarkan hasil perhitungan estimasi jumlah hewan ternak di Kotamadya Jakarta Selatan, jumlah hewan ternak akan terus menurun sampai tahun Kecamatan yang memiliki hewan ternak terbanyak pada tahun 2020 adalah Kecamatan Jagakarsa dengan jumlah hewan sebanyak 358 Ekor. Dengan menggunakan data estimasi jumlah hewan ternak di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilakukan perhitungan estimasi kebutuhan Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak. Estimasi jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak dapat dilihat pada tabel 18 dan peta penyebaran kebutuhan Oksigen Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada gambar 14 sampai dengan gambar 17.

17 51 Tabel 18. Estimasi Oksigen Yang Dibutuhkan Oleh Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Total Oksigen Hewan (Kg) Kecamatan Jagakarsa , , , ,60 Kecamatan Pasar Minggu , , , ,27 Kecamatan Cilandak , , , ,03 Kecamatan Pesanggrahan , , , ,79 Kecamatan Kebayoran Lama , , , ,61 Kecamatan Kebayoran Baru , , , ,91 Kecamatan Mampang Prapatan , , , ,45 Kecamatan Pancoran , , , ,27 Kecamatan Tebet , , , ,57 Kecamatan Setiabudi , , , ,93 Total , , , ,43 Gambar 14. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008

18 52 Gambar 15. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2010 Gambar 16. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2015

19 53 Gambar 17. Peta Penyebaran Jumlah Oksigen Yang dibutuhkan Hewan Ternak di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2020 Jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2020 terus mengalami penurunan terus menerus setiap tahunnya, hal tersebut berbanding lurus dengan jumlah hewan ternak yang terus menurun jumlahnya. Kecamatan yang membutuhkan Oksigen paling banyak untuk kebutuhan hewan adalah Kecamatan Pasar Minggu, dengan jumlah Oksigen yang dibutuhkan pada tahun 2008 sebanyak ,59 Kg dan pada tahun 2020 membutuhkan Oksigen sebanyak ,27 Kg. Kebutuhan Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak tidak sebanyak Oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan dalam proses pembakaran bahan bakarnya, tetapi Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan lebih banyak dibandingkan kebutuhan Oksigen penduduk. Berdasarkan peta penyebaran jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak di Kotamadya Jakarta Selatan, Kecamatan yang termasuk kedalam kategori kelas penyebaran tertinggi adalah Kecamatan Kebayoran Lama, Tebet, Pasar Minggu dan Jagakarsa, sedangkan Kecamatan yang termasuk kedalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Setiabudi, Mampang Prapatan dan Pancoran.

20 Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Komponen hutan kota yang berupa jalur hijau, hutan raya, struktur vegetasi dan taman taman kota akan mampu meningkatkan Oksigen. Vegetasi menghasilkan Oksigen melalui proses fotosintesis. Perhitungan luas hutan kota yang dibutuhkan menggunakan metode kunto yang telah dimodifikasi oleh Dahlan (2003). Komponen yang digunakan dalam menentukan luas kebutuhan hutan kota adalah Oksigen yang dibutuhkan oleh manusia, Oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan dan Oksigen yang dibutuhkan oleh hewan ternak. Komponen Oksigen yang dibutuhkan oleh industri tidak diperhitungkan dalam penelitian ini, hal ini disebabkan karena industri yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan bukan merupakan industri besar yang menggunakan bahan bakar berupa bahan bakar minyak. Oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 19 dan luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan Oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 20. Tabel 19. Jumlah Oksigen yang Dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Oksigen (Kg) Kecamatan Jagakarsa , , , ,87 Kecamatan Pasar Minggu , , , ,76 Kecamatan Cilandak , , , ,76 Kecamatan Pesanggrahan , , , ,60 Kecamatan Kebayoran Lama , , , ,33 Kecamatan Kebayoran Baru , , , ,70 Kecamatan Mampang Prapatan , , , ,88 Kecamatan Pancoran , , , ,78 Kecamatan Tebet , , , ,29 Kecamatan Setiabudi , , , ,04 Total , , , ,00

21 55 Tabel 20. Luas Hutan Kota yang dibutuhkan Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Luas Hutan Kota (Ha) Kecamatan Jagakarsa , , , ,58 Kecamatan Pasar Minggu , , , ,17 Kecamatan Cilandak , , , ,31 Kecamatan Pesanggrahan , , , ,38 Kecamatan Kebayoran Lama , , , ,06 Kecamatan Kebayoran Baru , , , ,84 Kecamatan Mampang Prapatan , , , ,39 Kecamatan Pancoran , , , ,11 Kecamatan Tebet , , , ,60 Kecamatan Setiabudi , , , ,39 Total , , , ,84 Gambar 18 Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008

22 56 Gambar 19. Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2010 Gambar 20. Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2015

23 57 Gambar 21. Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2020 Oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan meningkat dari tahun ke tahun. Oksigen yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan paling besar dibutuhkan oleh kendaraan dengan kontribusi terhadap total Oksigen yang dibutuhkan sebesar 93 %, kemudian hewan ternak sebesar 5 % dan penduduk 2 %. Kecamatan yang membutuhkan Oksigen terbanyak adalah Kecamatan Pasar Minggu, dengan kebutuhan Oksigen pada tahun 2008 sebanyak , 46 Kg dan pada tahun 2020 sebanyak ,76 Kg. Luas Hutan Kota yang dibutuhkan cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan semakin menurunnya populasi hewan ternak di Kotamadya Jakarta Selatan. Luas hutan kota yang dibutuhkan oleh Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun 2008 adalah seluas ,67 Ha dan pada tahun 2020 sebanyak ,84 Ha. Walaupun mengalami penurunan, luas hutan kota yang dibutuhkan masih melebihi luas administrasinya. Luas administrasi Kotamadya Jakarta Selatan adalah seluas Ha, maka pada tahun 2008 mengalami defisit luas sebesar Ha dan pada tahun 2020 seluas Ha. Berdasarkan peta penyebaran kebutuhan luas hutan, Kecamatan yang termasuk kedalam kategori kelas penyebaran tertinggi adalah Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan yang termasuk

24 58 kedalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Pesanggrahan, Kebayoran Baru, Mampang, Pancoran dan Setiabudi. Kecamatan yang paling banyak membutuhkan hutan kota adalah Kecamatan Pasar Minggu, dengan kebutuhan luas hutan sebanyak , 89 Ha di tahun 2008 dan pada tahun 2020 sebanyak ,17 Ha. Luas tersebut melebihi luas administrasi Kecamatan Pasar Minggu. Luas administrasi Kecamatan Pasar Minggu adalah seluas Ha. Dengan kondisi yang ada saat ini Kecamatan Pasar Minggu masih mengalami defisit luas Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Semua tumbuhan hijau baik dalam bentuk hutan kota, hutan alam, tanaman pertanian maupun lainnya akan membutuhkan Karbondioksida (CO 2 ) dari udara dalam melakukan proses fotosintesis dan hasil sampingan dari proses tersebut adalah Oksigen yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia dan mahluk lain di dunia. Di sisi lain Karbondioksida akan berubah sifatnya menjadi racun dan berbahaya bagi kehidupan manusia serta dapat mengakibatkan efek rumah kaca dan pemanasan global bila konsentrasinya meningkat melebihi ambang batas yang ditentukan. Menurut (Bernatzky,1978) satu hektar lahan hijau dengan total luas permukaan 5 Ha akan membutuhkan 900 kg CO 2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam dan akan menghasilkan 600 kg O 2. Estimasi kebutuhan luas hutan kota dihitung berdasarkan total emisi Karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas penduduk dan kendaraan bermotor. Seperti pada perhitungan kebutuhan Oksigen, komponen industri tidak dimasukan dalam perhitungan Karbondioksida yang dihasilkan karena pada wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Selatan tidak terdapat industri besar yang menggunakan bahan bakar untuk produksinya. Masing masing daerah mempunyai kebutuhan luas hutan kota yang berbeda beda sesuai dengan Karbondioksida yang dihasilkan Karbondioksida yang dihasilkan Penduduk Data jumlah penduduk yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penduduk yang terdaftar di Kotamadya Jakarta Selatan dan penduduk aktif yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan. Data jumlah penduduk yang akan digunakan adalah sama dengan jumlah penduduk yang menjadi dasar dalam perhitungan Oksigen. Dasar

25 59 penghitungan Karbondioksida yang dihasilkan oleh manusia menggunakan data sekunder. Setiap manusia menghasilkan Karbondioksida dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu 0,96 Kg/hari (Grey and Denake,1978). Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk dapat dilihat pada tabel 21, serta peta penyebaran Karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk dapat dilihat pada gambar 22 sampai dengan gambar 25. Tabel 21. Estimasi Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan Oleh Penduduk Kecamatan Karbondioksida yang dihasilkan Penduduk (Kg) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Gambar 22. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008

26 60 Gambar 23. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2010 Gambar 24. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2015

27 61 Gambar 25. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2020 Estimasi jumlah Karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan terus meningkat dari tahun ke tahun jumlahnya. Jumlah Karbondiksioda yang dihasilkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun 2008 adalah sebanyak Kg dan meningkat pada tahun 2020 sebanyak Kg. Kecamatan yang menghasilkan jumlah Karbondioksida oleh Penduduk terbesar pada tahun 2008 adalah Kecamatan Pasar Minggu dengan Karbondioksida yang dihasilkan adalah sebanyak Kg dan pada tahun 2020 Kecamatan yang menghasilkan Karbondioksida terbesar adalah Kecamatan Jagakarsa dengan jumlah Karbondiokasida yang dihasilkan sebesar Kg. Berdasarkan peta penyebaran jumlah Karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kotamadya Jakarta Selatan dari tahun 2008 sampai dengan 2020, Kecamatan yang termasuk kedalam kelas penyebaran jumlah Karbondioksida tertinggi yang dihasilkan oleh penduduk adalah Kecamatan Pasar Minggu dan yang termasuk dalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Setiabudi, Mampang dan Pancoran

28 Karbondioksida yang dihasilkan Oleh Kendaraan Data kendaraan bermotor yang digunakan merupakan data dari Samsat Polda Metro Jaya kendaraan yang terdaftar di Kotamadya Jakarta Selatan ditambah dengan hasil perhitungan trafic count di empat titik perbatasan Kotamadya Jakarta Selatan dengan wilayah Kotamadya lainnya. Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat diketahui dengan mengetahui jumlah, data lama rata - rata penggunaan setiap jenis kendaraan dan jenis kendaraan bermotor. Data jumlah kendaraan yang digunakan adalah data yang sama digunakan pada perhitungan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan. Estimasi jumlah Karbondioksdia yang dihasilkan oleh kendaraan dapat dilihat pada tabel 22 dan peta penyebaran estimasi jumlah Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan dapat dilihat pada gambar 26 sampai dengan gambar 29. Tabel 22. Estimasi Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan Kendaraan Kecamatan Karbondioksida yang di Hasilkan Kendaraan (Kg) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total

29 63 Gambar 26. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Kendaraan Bermotor di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008 Gambar 27. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Kendaraan Bermotor di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2010

30 64 Gambar 28. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Kendaraan Bermotor di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2015 Gambar 29. Peta Penyebaran Jumlah Karbondioksida Yang dihasilkan Kendaraan Bermotor di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2020

31 65 Jumlah Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan terus menurun dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena jumlah kendaraan beban memiliki trend cenderung menurun. Namun walaupun memiliki kecenderungan terus menurun tetapi Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan masih memiliki kontribusi yang sangat besar. Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan pada tahun 2008 sebanyak Kg dan menurun pada tahun 2020 sebanyak Kg. Kecamatan yang menghasilkan Karbondioksida dari kendaraan yang terbesar adalah Kecamatan Pasar Minggu, dengan Karbondioksida yang dihasilkan sebanyak Kg pada tahun 2008 dan pada tahun 2020 sebanyak Kg. Berdasarkan peta penyebaran jumlah Karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaran, Kecamatan yang masuk kedalam kelas penyebaran tertinggi adalah Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan yang masuk dalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Setiabudi, Mampang Prapatan dan Pancoran Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida Kebutuhan luas hutan kota diestimasi berdasarkan total emisi Karbondioksida yang dihasilkan dari aktifitas penduduk, kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Pendekatan ini digunakan dengan asumsi bahwa emisi Karbondioksida yang dihasilkan adalah sama dan Karbondioksida hanya diserap oleh tanaman. Data total Karbondioksida dan luas hutan kota yang diperlukan berdasarkan kemampuan menyerap Karbondioksida dapat dilihat pada tabel 23 dan tabel 24 Tabel 23. Total Karbondioksida yang dihasilkan di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Total Karbondioksida yang dihasilkan (Kg) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak , Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total

32 66 Tabel 24. Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Luas Hutan Kota Yang Dibutuhkan (Ha) Kecamatan Jagakarsa Kecamatan Pasar Minggu Kecamatan Cilandak Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Kebayoran Lama Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Mampang Prapatan Kecamatan Pancoran Kecamatan Tebet Kecamatan Setiabudi Total Gambar 30. Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008

33 67 Gambar 31. Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2010 Gambar 32. Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2015

34 68 Gambar 33. Peta Penyebaran Estimasi Luas Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Menyerap Karbondioksida di Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2020 Luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan semakin menurun luasnya dari tahun ke tahun. Luas hutan kota yang dibutuhkan di Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun 2008 adalah seluas Ha dan pada tahun 2020 adalah seluas Ha. Penurunan tersebut disebabkan karena semakin berkurangnya Karbondioksida yang dihasilkan kendaraan beban. Kecamatan yang membutuhkan luas hutan kota berdasarkan kemampuan menyerap Karbondioksida adalah Kecamatan Pasar Minggu, dengan luas kebutuhan hutan kota pada tahun 2008 seluas Ha dan menurun pada tahun 2020 seluas Ha. Komponen yang menghasilkan Karbondioksida terbesar adalah Kendaraan dengan kontribusi terhadap Karbondioksida yang dihasilkan sebesar 97 % dan sisa merupakan kontribusi kendaraan. Berdasarkan peta penyeberan kebutuhan luas hutan kota Kecamatan yang masuk kedalam kelas penyebaran tertinggi adalah Kecamatan Kebayoran Lama, Pasar Minggu dan Jagakarsa, sedangkan yang Kecamatan yang termasuk kedalam kelas penyebaran terendah adalah Kecamatan Tebet, Setiabudi dan Mampang Prapatan.

35 Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Selatan Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Selatan Pendekatan yang digunakan dalam mencermati kondisi hutan kota di Kotamadya Jakarta Selatan adalah dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data yang berasal dari instansi pemerintah terkait dan hasil penelitian Lauhatta (2007). Suku Dinas Pertamanan dan Keindahan Kotamadya Jakarta Selatan merupakan instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam mengelola ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau yang dikelola oleh Suku Dinas Pertamanan dan Keindahan Kotamadya Jakarta Selatan adalah taman kota, jalur hijau, taman bangunan umum, taman rekreasi dan taman tepian air. Data jumlah ruang terbuka hijau yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan dapat dilihat pada tabel 25. Tabel 25. Sebaran Jumlah Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan Taman Kota Jalur Hijau Taman Bangunan Taman Rekreasi Taman Tepian Air Jagakarsa Pasar Minggu Cilandak Pesanggrahan Kebayoran Lama Kebyoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setiabudi Sumber : Suku Dinas Pertamanan dan Keindahan Kotamadya Jakarta Selatan Hasil penelitian Lauhatta (2007) membagi kelas penutupan lahan kedalam beberapa kelas yaitu lahan bervegetasi (terdiri dari pohon, semak belukar, padang rumput dan sawah), tanah kosong, badan air, non vegetasi (pemukiman, bangunan dan jalan) dan non data (awan atau bayangan awan). Data dasar penelitian tersebut adalah citra Ikonos tahun 2003 dengan ground cek dilakukan pada tahun Secara rinci hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

36 70 Tabel 26. Klasifikasi Penutupan Lahan di Kotamadya Jakarta Selatan Luas Beberapa Penutupan Lahan (ha) Kecamatan Pohon Semak Rumput Sawah Tanah Kosong Non Veg. Kecamatan Jagakarsa 1.219,51 36,28 63,46 30,58 38, ,94 Kecamatan Pasar Minggu 886,10 20,28 58,91 3,76 21, ,82 Kecamatan Cilandak 673,76 19,73 49,73 20,64 30,10 999,25 Kecamatan Pesanggrahan 362,34 66,36 11,47 20,17 71,88 801,56 Kecamatan Kebayoran Lama 506,90 81,03 41,59 0,87 60, ,94 Kecamatan Kebayoran Baru 369,43 14,33 10,50 0,95 14,49 923,46 Kecamatan Mampang Prapatan 176,28 9,13 9,13 0,16 6,03 586,63 Kecamatan Pancoran 232,21 7,55 15,71 0,41 9,03 624,26 Kecamatan Tebet 191,00 6,81 4,81-13,04 746,66 Kecamatan Setiabudi 197,98 21,23 34, ,73 562,5 Total 3.596,00 282,73 300,07 77,54 303, ,02 Luas lahan bervegetasi di Kotamadya Jakarta Selatan seluas 4, Ha terdiri dari pohon seluas Ha (84,49 %), semak belukar 282,73 Ha (6,64 %), padang rumput 300,07 ha (7,05 %) dan sawah 77,54 ha (1,82 %). Kecamatan yang memiliki luas lahan bervegetasi yang terluas adalah Kecamatan Jagakarsa dan Kecamatan yang memiliki luas lahan bervegetasi terendah adalah Kecamatan Tebet. Luas lahan kosong yang terdapat di Kotamadya Jakarta Selatan yang tersedia masih cukup banyak apabila dibandingkan dengan kotamadya yang ada di Propinsi DKI Jakarta. Luas lahan kosong yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan yaitu seluas 303,17 Ha, Kecamatan yang memiliki lahan kosong yang terluas adalah Kecamatan Pesanggrahan yaitu seluas 19,17 Ha dan Kecamatan yang memiliki luas tanah kosong terkecil adalah Kecamatan Mampang Prapatan dengan luas seluas 6,03 Ha. Luas lahan terbangun di Kotamadya Jakarta Selatan yaitu seluas 8.879,02 ha atau sekitar 60,94 % dari luas wilayah administratif Kotamadya Jakarta Pusat. Kelas lahan tidak bervegetasi merupakan kelas lahan yang paling luas. Kecamatan yang memiliki luas terbangun terluas adalah Kecamatan Kebayoran Lama dengan luas 1344,94 Ha dan Kecamatan yang memiliki luas terkecil adalah Kecamatan Setiabudi dengan luas terbangun seluas 562,50 Ha.

37 71 Gambar 34. Citra Ikonos Kotamadya Jakarta Selatan Kebijakan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Jakarta Selatan Ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka yang berkanopi hijau vegetasi yang ditanam dilahan dan memiliki strata serta fungsi sosial, ekologi dan estetika. Ruang terbuka hijau tidak dapat dilihat secara parsial, tetapi harus dilihat secara spatial dan holistik, baik berupa lahan publik maupun private. Berdasarkan RTRW Propinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 arahan luas pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Jakarta Pusat meliputi : 1. Menata kawaasan resapan air di Kecamatan Pasar Minggu, Cilandak dan Jagakarsa secara terpadu dengan pengembangan budidaya tanaman hias dan pertanian; 2. Mempertahankan lahan pemakaman dan lapangan olahraga yang ada; 3. Mengembangkan hutan kota di Taman Margasatwa Ragunan, Blok P Kebayaoran Baru, Kampus Universitas Indonsia dan sekitar situ situ lainnya. 4. Prosentase luas RTH tahun 2010 di Kotamadya Jakarta Selatan ditargetkan sebesar 2,94 % dari luas kota Jakarta; 5. Mendorong penanaman pohon besar atau pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, pinggir sungai terutama pada lingkungan padat.

38 72 Sedangkan berdasarkan Rencana Induk Ruang Terbuka Hijau Propinsi DKI Jakarta 2010, pemanfaatan ruang kawasan hijau binaan yang perlu mendapatkan perhatian disetiap kecamatan di Kotamadya Jakarta Seltan adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan tanaman hias dan tanaman produktif di Kecamatan Pasar Minggu, Jagakarsa dan Cilandak; 2. Pengembangan hutan kota di Taman Margasatwa Ragunan dan Blok P Kebayoran Baru; 3. Pengembangan areal budidaya perikanan terutama di Situ Manggabolong, Situ Babakan, Situ Ulujami, Situ Kalibata dan Situ Pancoran; 4. Penanaman pohon pelindung diareal pemakaman yang berfungsi sebagai peneduh; 5. Pengembangan hutan kota disekitar Situ Babakan, Situ Manggalabong dan Situ Kampus UI Jagakarsa. 6. Pelaksanaan refungsionalisasi taman pada 18 lokasi seluas ± 7.63 Ha; 7. Pengadaan lahan kawasan ruang terbuka hijau dikawasan pemukiman padat penduduk; 8. Penanaman pohon pelindung yang mengikuti sempada sungai. Rencana penyebaran ruang terbuka hijau fasilitas umum Kotamadya Jakarta Selatan ditarget seluas 810,37 ha Ha untuk pengembangan hutan kota/taman kota/taman lingkungan tahun 2010, 176,80 ha untuk lapangan olah raga dan 228,26 Ha untuk pemakaman. Berikut uraian secara rinci rencana sebaran ruang terbuka hijau fasilitas umum dan pemakaman : Tabel 27 Rencana Sebaran RTH Fasilitas Umum dan Pemakaman di Kotamadya Jakarta Selatan Kecamatan RTH Fasilitas Umum HutKot/Tamkot/Tamling Lapangan Olahraga Pemakaman Tebet 56,77 24,55 31,69 Setiabudi 28,6 12,37 15,97 Mampang Prapatan 24,5 10,59 13,67 Pasar Minggu 58,84 25,44 32,85 Kebayoran Lama 53,83 23,27 30,05 Cilandak 36,23 15,66 20,22 Kebayoran Baru 34, ,37 Pancoran 28,89 12,49 16,13 Jagakarsa 49,92 21,58 27,87 Pesanggarahan 36,63 15,84 20,45 Total 408,91 176,79 228,27 Sumber : Rencana Induk Ruang Terbuka Hijau Propinsi DKI Jakarta (2004)

39 73 Gambar 35. Peta Arahan Rencana Pemanfaatan Ruang Kotamadya Jakarta Selatan Inventarisasi Jenis Tanaman Hutan Kota Guna mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup diperkotaan, jenis tanaman yang dipilih dalam program pembangunan dan pengembangan hutan kota hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di kota tersebut. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik serta pemanfaatan yang maksimal maka perlu diperhatikan beberapa persyaratan yaitu persyaratan edaphis, persyaratan meteorologis, persyaratan silvikultur, persyaratan umum tanaman, persyaratan untuk pohon peneduh jalan, persyaratan estetika dan persyaratan pemanfaatan khusus. Jenis vegetasi yang terdapat di hutan kota Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebanyak 29 (dua puluh sembilan pohon) jenis.. Berdasarkan hasil inventarisasi jenis

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 34 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi hutan kota yang akan dibangun terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, dengan luas 5400 m 2. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Land Mark Hutan Kota Srengseng Kantor Pemasaran Pedagang/Pembudidaya Embrio/jenis Tanaman i Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53 70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak 1 TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU () PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya alam hayati yang memiliki peranan fungsi jasa

Lebih terperinci

Data Agregat per Kecamatan

Data Agregat per Kecamatan KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN Data Agregat per Kecamatan Jumlah Penduduk Kota Administrasi Jakarta Selatan berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 2,06 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amsyari, F Prinsip Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Mutiara. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Amsyari, F Prinsip Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Mutiara. Jakarta DAFTAR PUSTAKA Affandi, M. J. 1994. Pengembangan Hutan Kota dalam Kaitannya dengan Pembangunan Wilayah di Kotamadya Bandar Lampung. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Amsyari, F. 1977. Prinsip Prinsip

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan

Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan 1 KONSEPSI DASAR ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TERPADU DI DKI JAKARTA *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan Hasil telaah RUTR-2005 DKI Jakarta (Perda No. 4 tahun 1984), bagian dari RTH-nya,

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : 55-69 (2005) Artikel (Article) PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA: (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung

Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung Risna Rismiana Sari 1, Yackob Astor 2, Tenni Nursyawitri 3 1,2 Staff PengajarJurusan Teknik Sipil,Politeknik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP Tugas Akhir Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo Dimas Fikry Syah Putra NRP. 3310 100 111 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D Program Sarjana

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : 55-69 (2005) Artikel (Article) PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA: (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2 : (2004)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2 : (2004) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2 : 47-57 (2004) Artikel (Article) PREDIKSI KEBUTUHAN HUTAN KOTA BERBASIS OKSIGEN DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT (Predicting Oxygen-base Urban Forest Needs in

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI Disusun Oleh Inti Pramitha Nolasari 3305.100.047 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian: 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni antara lain : a. Berdasarkan UU No. 26/2007 standar Kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang merupakan framework dari penyusunan laporan ini. Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Dibahas pula ruang lingkupnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, seperti pada Gambar 2. Analisis spasial maupun analisis data dilakukan di Bagian

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin bertambahnya penduduk dan makin tingginya aktifitas ekonomi. Tingginya intensitas pergerakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA

KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA Oleh: Ratri Adiastari 3306 100 069 Dosen Pembimbing: Susi Agustina Wilujeng,ST.,MT Latar Belakang Semakin menurunnya

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak, Batas, dan Luas Tapak TPU Tanah Kusir merupakan pemakaman umum yang dikelola oleh Suku Dinas Pemakaman Jakarta Selatan di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Oleh: Tarsoen Waryono **)

Oleh: Tarsoen Waryono **) 1 PENYERASIAN DAN IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan 1. Latar Belakang Tumbuh berkembangnya wilayah perkotaan, pada hakekatnya disebabkan oleh lajunya tingkat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci