BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Denpasar Hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM bulan Oktober tahun 2009, Kota Denpasar mempunyai luas wilayah ,6 ha. Berdasarkan kombinasi band 5, band 4, dan band 3 melalui klasifikasi terbimbing (supervised classification), penutupan lahan di Kota Denpasar diklasifikasikan menjadi: 1. Lahan Terbangun (pemukiman, area perdagangan, kawasan industri, perkantoran, dan jalan raya) 2. Sawah 3. Vegetasi jarang (kebun campuran, jalur hijau, dan taman) 4. Vegetasi rapat (hutan adat) 5. Lahan terbuka (tanah terbuka yang ditumbuhi rumput atau alang-alang, atau lahan yang akan dijadikan area proyek pembangunan) 6. Mangrove 7. Badan air (sungai, dan pantai) 8. Tidak ada data (awan dan bayangan awan) Proses klasifikasi yang dilakukan pada citra Landsat 7 ETM tahun 2009 menghasilkan tingkat akurasi berdasarkan overall clasification accuracy dan overall kappa statistics sebesar 89,04 % dan 0,8496. Menurut USGS (2002), tingkat akurasi ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak kurang dari 85 %. Tipe penutupan lahan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut: Lahan terbangun Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun meliputi pemukiman, area perdagangan, kawasan industri, perkantoran, dan jalan raya. Tipe penutupan lahan terbangun ini mendominasi kawasan di Kota Denpasar dengan luasan 6.375,110 ha. Hasil sensus yang dilakukan BPS Denpasar (2008), jumlah penduduk di Kota Denpasar meningkat dari tahun yaitu sebesar jiwa. Seiring pertumbuhan penduduk di Kota Denpasar diperkirakan luas lahan terbangun ini

2 21 akan semakin bertambah. Hasil klasifikasi citra Landsat untuk tipe penutupan lahan terbangun dicirikan dengan warna merah. Gambar 4 Tipe penutupan lahan terbangun berupa pemukiman Sawah Sawah di Kota Denpasar berupa sawah irigasi (subak). Sawah juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu sawah belum ditanami dan sawah siap panen. Sawah belum ditanami pada umumnya tegenang air, hal ini menyebabkan pada citra Landsat ETM terdeteksi sebagai badan air. Sawah dengan warna biru keunguan untuk sawah basah, dan warna hijau muda untuk sawah dengan tanaman padi, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna kuning. Lahan persawahan tersebar pada empat kecamatan di Kota Denpasar. (a) (b) Gambar 5 Tipe penutupan lahan berupa sawah. (a) Sawah belum ditanami; (b) Sawah siap panen Vegetasi jarang Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang di Kota Denpasar berupa kebun campuran, jalur hijau, dan taman (jarak antar pohon 5-7 m dan pohon berdiameter 20 cm). Berdasarkan interpretasi citra Landsat, vegetasi jarang

3 22 dicirikan dengan warna hijau muda. Dalam pengklasifikasian vegetasi jarang juga dicirikan dengan warna hijau muda. Pada vegetasi jarang jenis tumbuhan yang tumbuh atau ditanam seperti bambu (Bambusa sp.), pisang (Heliconia sp.), kelapa (Cocos nucifera), angsana (Pterocarpus indicus), mahoni (Swietenia mahagoni), palem raja (Roystonea regia), krey payung (Filicium decipiens), mangga (Mangifera indica), kelor (Moringa oliefera Lamk.), asam (Tamarindus indica L.), turi (Sesbania grandiflora), dan kelor (Moringa oliefera Lamk.) (a) (b) Gambar 6 Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang. (a) Kebun campuran di Kec. Denpasar Timur (b) Jalur hijau di Puputan Vegetasi rapat Tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat meliputi hutan adat (tempat pemakaman). Vegetasi rapat merupakan pohon-pohon yang tumbuh dengan jarak antar pohon 2-5 m dan pohon berdiameter 20 cm. Penutupan lahan berupa vegetasi rapat berdasarkan interpretasi hasil citra Landsat dicirikan dengan warna hijau tua. Pada vegetasi rapat, jenis tumbuhan yang tumbuh seperti mangga (Mangifera indica), meranti (Shorea macrophylla), ketapang (Terminalia cattapa L.), nangka (Artocarpus heterophyllus), beringin (Ficus benjamina), pule (Alstonia scholaris R.Br.), asam (Tamarindus indica L.), dan mahoni (Swietenia mahagoni).

4 23 (a) (b) Gambar 7 Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat. (a) Hutan adat Kec. Denpasar Barat (b) Hutan adat Kec. Denpasar Timur Lahan terbuka Tipe penutupan lahan ini merupakan lahan dalam kondisi tidak bervegetasi seperti lapangan, tanah gundul, dan tempat-tempat yang direncanakan menjadi lahan pemukiman atau area proyek pembangunan. Untuk penutupan lahan berupa lahan terbuka, pada citra Landsat dicirikan dengan warna merah muda kekuningan, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna cokelat keputihan. (a) (b) Gambar 8 Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka. (a) Daerah Serangan (Kec. Denpasar Selatan). (b) Lapangan Margarana (daerah Renon) Mangrove Tipe penutupan lahan ini merupakan tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Jenis mangrove yang ada di Mangrove Information Centre yaitu

5 24 Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhyza, Avecinia marina, dan Ceriops tagal. Penutupan lahan berupa mangrove ini pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau kekuningan. (a) (b) Gambar 9 Tipe penutupan lahan berupa mangrove. (a) Sonneratia alba; (b) Rhizophora mucronata Badan air Tipe penutupan lahan yang termasuk badan air adalah sungai dan pantai. Badan air berupa pantai berada di sepanjang Kecamatan Denpasar Timur- Kecamatan Denpasar Selatan, sedangkan sungai berada di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Barat. Contoh gambar badan air dapat dilihat pada Gambar 10. Untuk badan air pada citra Landsat wilayah Kota Denpasar dicirikan dengan warna biru muda dan biru tua. (a) (b) Gambar 10 Tipe penutupan lahan badan air berupa sungai. (a). Kec. Denpasar Selatan; (b). Kec. Denpasar Barat.

6 Tidak ada data (awan dan bayangan awan) Tipe penutupan lahan tidak ada data berupa penutupan lahan yang tertutup oleh awan dan bayangan awan sehingga tidak dapat diketahui kondisi sesungguhnya. Tipe penutupan ini disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan citra, yaitu dipengaruhi oleh sudut kemiringan matahari terhadap bumi, jenis awan, dan ketinggian awan pada saat perekaman atau pengambilan citra dilakukan. 5.2 Luas Penutupan Lahan Kota Denpasar Tahun 2009 Hasil klasifikasi citra Landsat 7 ETM diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 yang tersaji pada Tabel 1. Luas total wilayah Kota Denpasar pada tahun 2009 berdasarkan pengolahan citra adalah ,605 ha. Kota Denpasar terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Utara dengan luas 2.640,34 ha, Kecamatan Denpasar Timur dengan luas 2.786,27 ha, Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas 5.012,73 ha, dan Kecamatan Denpasar Barat dengan luas 2.416,30 ha. Tabel 1 Luas penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 No Penutupan lahan Luas ha % Lahan terbangun 6.375,110 49,45 Sawah 2.968,080 23,02 Vegetasi jarang 1.625,330 12,61 Lahan terbuka 588,011 4,56 Mangrove 545,972 4,24 Vegetasi rapat 418,694 3,25 Badan air 342,560 2,66 Tidak ada data 27,848 0,22 Total , Luas penutupan lahan terbesar di Kota Denpasar tahun 2009 adalah pada tipe lahan terbangun yaitu seluas 6.375,110 ha dengan persentase 49,45 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Tipe penutupan lahan ini tesebar pada seluruh kecamatan di Kota Denpasar. Sebagian besar wilayah pada masing-masing kecamatan merupakan tipe penutupan lahan terbangun. Hal ini dikarenakan Kota Denpasar merupakan pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kota Denpasar. Kota Denpasar merupakan pusat kota dan pusat perekonomian. Hal ini menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk tinggal di kota atau di sekitar kota, dengan tujuan mendapatkan akses yang mudah untuk melakukan kegiatan

7 26 ekonomi. Hasil sensus yang dilakukan BPS Denpasar (2008), menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2000 sampai tahun 2008 sebanyak jiwa. Jumlah penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2000 yaitu jiwa, sedangkan pada tahun 2008 yaitu jiwa. Penutupan lahan berupa sawah mempunyai luas sebesar 2.968,080 ha atau menempati 23,02 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Sawah yang tersebar di wilayah Kota Denpasar berupa sawah irigasi. Luasan penutupan lahan ini diperkirakan akan mengalami penurunan. Menurut BPS Denpasar (2008), sebagian besar tenaga kerja di Kota Denpasar bekerja pada sektor lapangan kerja usaha yaitu sektor perdagangan, hotel dan restauran sebesar %, dan sektor jasa industri sebesar 12,46 %. Tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar 2,57 %. Rendahnya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian dan terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan terbangun, akan mempengaruhi luasan penutupan lahan sawah. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang di Kota Denpasar mempunyai luas sebesar 1.625,330 ha atau mencapai 12,61 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Penutupan lahan vegetasi jarang di Kota Denpasar merupakan wilayah penutupan lahan berupa kebun campuran (jarak antar pohon 5-7 m dan pohon berdiameter 20 cm), jalur hijau, dan taman. Penutupan lahan berupa vegetasi jarang tersebar merata pada wilayah Kota Denpasar. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 11 yaitu peta penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009, ditandai dengan warna hijau muda. Penutupan lahan terbuka mempunyai luas wilayah sebesar 588,011 ha atau 4,56 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Berdasarkan klasifikasi citra Landsat, Kecamatan Denpasar Selatan yaitu Desa Serangan merupakan daerah penutupan lahan berupa lahan terbuka yang terluas. Lahan terbuka di Kecamatan Denpasar Selatan akan dijadikan areal penghijauan yang ditanami tumbuhan volunteer seperti kelapa (Cocos nucifera), ketapang (Terminalia catapa), dan waru (Hibiscus tiliaceus). Tipe penutupan lahan berupa mangrove di Kota Denpasar pada tahun 2009 memiliki luasan 545,972 ha atau mencapai 4,24 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Kecamatan Denpasar Selatan adalah kecamatan satu-satunya yang

8 27 memiliki tutupan lahan mangrove. Hal ini disebabkan sebagian luasan di Kecamatan Denpasar Selatan ditetapkan sebagai Tahura yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat (jarak antar pohon 2-5 m, dan pohon berdiameter 20 cm) meliputi hutan adat (tempat pemakaman). Vegetasi rapat mempunyai luas sebesar 418,694 ha atau menempati 3,25 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Rendahnya luas lahan vegetasi rapat dikarenakan hampir seluruh wilayah pada masing-masing kecamatan tertutupi tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun, sehingga peruntukkan penutupan lahan vegetasi rapat meliputi hutan adat (tempat pemakaman) tidak terlalu luas. Luasan tipe penutupan lahan berupa badan air di Kota Denpasar yaitu 342,560 ha atau menempati 2,66 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Badan air di Kota Denpasar berupa pantai di wilayah pinggiran Kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Selatan. Tipe penutupan lahan badan air lainnya yaitu berupa sungai yang terletak di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Barat. Tipe penutupan lahan berupa awan dan bayangan awan dikategorikan tidak ada data. Awan merupakan penutupan lahan yang disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Tipe penutupan lahan berupa awan ini mempunyai luas 17,673 ha atau 0,14 % dari luas keseluruhan Kota Denpasar, sedangkan untuk tipe penutupan bayangan awan dipengaruhi karena adanya awan, dengan luas bayangan awan sebesar 10,175 ha atau menempati 0,08 % dari luas keseluruhan Kota Denpasar.

9 Gambar 11 Peta penutupan lahan Kota Denpasar

10 Distribusi Suhu Permukaan Distribusi suhu permukaan di lapangan pada berbagai tipe penutupan lahan Menurut Tursilowati (2006), peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya akan menyebabkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berubah menjadi kawasan terbangun, sehingga perubahan penggunaan lahan tersebut mengakibatkan peningkatan suhu permukaan kota. Berdasarkan hasil pengukuran suhu permukaan di lapangan pada berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar, diperoleh nilai suhu permukaan yang tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Suhu permukaan Kota Denpasar pada berbagai tipe penutupan lahan No Kelas Penutupan Lahan Suhu Permukaan ( C) 1 Lahan Terbuka 30,00 2 Lahan Terbangun 29,81 3 Vegetasi Jarang 29,33 4 Mangrove 29,22 5 Badan Air 28,89 6 Sawah 28,78 7 Vegetasi Rapat 27,89 8 Tidak ada data (awan dan bayangan awan) - Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dilakukan pengukuran di dua lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Timur dan di Kecamatan Denpasar Selatan. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran (Kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Selatan) berturut-turut adalah 30,00 C dan 30,00 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan lahan terbuka sebesar 30,00 C. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun dilakukan pengukuran di tiga lokasi yang berbeda untuk mewakili tipe penutupan lahan terbangun yaitu di Kecamatan Denpasar Selatan, di Stasiun Geofisika Sanglah ( LS, BT), dan di Kecamatan Denpasar Timur. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran (Kecamatan Denpasar Selatan, Stasiun Geofisika Sanglah, dan Kecamatan Denpasar Timur) berturut-turut adalah 29,78 C, 30,31 C, dan 29,56 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan lahan terbangun sebesar 29,81 C. Penutupan lahan vegetasi jarang dilakukan pengukuran di dua lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Timur pada jalur hijau dan di Kecamatan Denpasar Selatan berupa kebun campuran. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran di Kecamatan Denpasar Timur (28,78 C) dan Kecamatan Denpasar

11 30 Selatan (29,89 C). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata suhu permukaan vegetasi jarang sebesar 29,33 C. Pada tipe penutupan lahan mangrove, dilakukan pengukuran hanya di lokasi Mangrove Center Kecamatan Denpasar Selatan. Nilai rata-rata suhu permukaan mangrove selama tiga hari adalah 29,22 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan mangrove sebesar 29,22 C. Tipe penutupan lahan berupa badan air dilakukan pengukuran hanya di Kecamatan Denpasar Barat berupa sungai. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari adalah 28,89 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan sungai sebesar 28,89 C. Tipe penutupan lahan berupa sawah dilakukan pengukuran di empat lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Barat. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran di Kecamatan Denpasar Utara (28,67 C), Kecamatan Denpasar Timur (28,78 C), Kecamatan Denpasar Selatan (29,00 C), dan Kecamatan Denpasar Barat (28,67 C), sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan sawah sebesar 28,78 C. Penutupan lahan vegetasi rapat dilakukan pengukuran di tiga lokasi yaitu dua lokasi di Kecamatan Denpasar Timur (daerah yang diperuntukkan sebagai hutan kota oleh Pemkot Denpasar) dan satu lokasi di Kecamatan Denpasar Selatan berupa hutan adat. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran pada dua lokasi di Kecamatan Denpasar Timur yaitu sebesar 28,00 C dan 27,89 C. Sedangkan di Kecamatan Denpasar Selatan yaitu sebesar 27,78 C. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata suhu permukaan vegetasi rapat sebesar 27,89 C. Sedangkan untuk tipe penutupan lahan tidak ada data (awan dan bayangan awan) tidak dilakukan pengukuran karena awan dan bayangan awan merupakan penutupan lahan yang disebabkan kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Tabel 2 menunjukkan nilai suhu permukaan pada penutupan lahan sawah, vegetasi jarang, vegetasi rapat, dan mangrove lebih rendah dibandingkan dengan nilai suhu permukaan pada lahan terbuka dan lahan terbangun. Hal ini menunjukkan bahwa, penutupan lahan bervegetasi khususnya hutan kota dapat

12 31 menekan terjadinya dampak dari fenomena alam seperti terjadinya peningkatan suhu permukaan Distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat 7 ETM Suhu permukaan yang diperoleh merupakan suhu permukaan hasil pendugaan menggunakan satelit pada satu waktu, dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan kondisi. Nilai suhu permukaan yang diperoleh merupakan dugaan nilai suhu permukaan yang terekam pada pukul waktu setempat, tepatnya saat pencitraan satelit 15 Oktober Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat pada wilayah Kota Denpasar, diperoleh klasifikasi suhu dan luasannya yang tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Luasan suhu permukaan di Kota Denpasar tahun 2009 No Kelas Suhu ( C) Luas (ha) (%) < 18,0 73,71 0,84 18,0 18,9 31,50 0,36 19,0 19,9 80,64 0,91 20,0 20,9 112,23 1,27 21,0 21,9 250,02 2, ,9 663,30 7,52 23,0 23,9 545,67 6,19 24,0 24,9 665,73 7,55 25,0 25, ,99 14,20 26,0 26, ,71 11,86 27,0 27, ,97 18,30 28,0 28,9 965,97 10,95 29,0 29, ,40 12,51 30,0 30,9 324,72 3,68 31,0 31,9 82,71 0,94 32,0 32,9 3,15 0,04 33,0 34,0 3,69 0,04 Total 8.818,11 100,00 Tabel 3 menunjukkan klasifikasi suhu permukaan dibedakan menjadi 17 kelas suhu permukaan yaitu dengan selang nilai suhu antara 17,9 C sampai 34 C. Nilai suhu permukaan yang tertinggi yaitu C dengan luasan wilayah 3,69 ha dari luas keseluruhan Kota Denpasar pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan), yang merupakan tipe penutupan lahan terbuka. Sedangkan nilai suhu permukaan yang terendah yaitu 17,9 C dengan luasan wilayah 73,71 ha dari luas keseluruhan Kota Denpasar pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa. Kelas suhu ini berada pada tipe penutupan lahan berupa mangrove. Radiasi sinar matahari akan menembus permukaan air yang bersifat lebih lama dalam menyerap kalor

13 32 kemudian dilepaskan dalam bentuk panas, sehingga pada daerah tersebut mempunyai suhu yang lebih rendah. Gambar 12 menunjukkan kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan di Kota Denpasar tahun Luas (Ha) Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Lahan terbuka Vegetasi rapat Mangrove Badan air Tidak ada data Kelas Suhu Permukaan ( C) Gambar 12 Kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun mempunyai kisaran suhu tinggi pada selang antara 27,0 sampai 29,9 C dengan luasan 2.645,42 ha dari luas total wilayah Kota Denpasar. Suhu ini tersebar merata di seluruh wilayah Kota Denpasar, khususnya di daerah pusat kota, pemukiman, area industri, perdagangan, perkantoran, dan jalan raya. Nilai suhu permukaan dengan selang 25,0 sampai 27,9 C dengan luas sebesar 3.911,67 ha, didominasi tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang yang tersebar merata di wilayah Kota Denpasar terutama di tepi penutupan lahan sawah. Penutupan lahan berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang tidak menunjukkan perbedaan selang nilai suhu yang jauh, dikarenakan bahwa jenis lahan bervegetasi rapat dan jenis lahan bervegetasi jarang memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap perubahan suhu. Kelas suhu antara 22,0 sampai 25,9 C dengan luasan 1.461,46 ha, menyebar merata di wilayah rural (pinggiran) Kota Denpasar yang merupakan tipe penutupan lahan berupa sawah. Kecamatan Denpasar Utara selain memiliki tutupan lahan berupa sawah juga merupakan areal RTH yang ditetapkan oleh Pemkot Denpasar. Tipe penutupan lahan berupa badan air mempunyai selang nilai suhu antara 22,0 sampai 22,9 C dengan luas 61,50 ha.

14 Gambar 13 Peta distribusi suhu permukaan di Kota Denpasar tahun

15 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun 2009 Penutupan lahan RTH berupa penutupan lahan sawah, vegetasi rapat, vegetasi jarang, dan mangrove. Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat diperoleh luas penutupan lahan RTH di Kota Denpasar, yang tersaji pada Tabel 4. Pengukuran luasan dilakukan untuk melihat kecukupan RTH di Kota Denpasar. Tabel 4 Luasan penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 No Penutupan Lahan Luas ha % Lahan terbangun 6.375,110 49,45 Ruang Terbuka Hijau 5.558,076 43,11 Lahan terbuka 588,011 4,56 Badan air 342,560 2,66 Tidak ada data (awan dan bayangan awan) 27,848 0,22 Total , Tabel 4 menunjukkan proporsi RTH Kota Denpasar mempunyai luasan area 5.558,076 ha atau mencapai 43,11 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Luasan RTH sudah mencukupi berdasarkan luasan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Pada Gambar 14 terlihat bahwa distribusi keberadaan luasan RTH untuk Kota Denpasar cukup merata. Tabel 5 Luas penutupan lahan pada masing-masing kecamatan Kota Denpasar No Penutupan Lahan Luas Kecamatan Denpasar Utara Timur Selatan Barat ha % ha % ha % ha % 1.405,6 53, ,0 48, ,5 41, ,7 66,5 1 Lahan terbangun 2 Ruang terbuka 1.220,6 46, ,6 49, ,6 44,5 746,8 30,9 hijau 3 Lahan terbuka 14,1 0,5 40,7 1,5 459,5 9,2 53,8 2,2 4 Badan air 0,0 0,0 13,9 0,5 242,1 4,8 3,5 0,1 5 Tidak ada data 0,1 0,0 0,0 0,0 21,1 0,4 6,5 0,3 Total 2.640,3 100, ,3 100, ,7 100, ,0 Tabel 5 menunjukkan luasan RTH pada masing-masing kecamatan di Kota Denpasar sudah mencukupi berdasarkan luasan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun Jumlah penduduk Kota Denpasar dari tahun terus mengalami peningkatan ditandai dengan adanya peningkatan sebesar jiwa, sehingga semakin bertambah jumlah penduduk maka berbanding lurus

16 35 dengan peningkatan luasan lahan terbangun untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal. Hal ini akan berpengaruh pada luasan RTH khususnya hutan kota di Kota Denpasar Pengaruh keberadaan RTH dengan suhu permukaan Menurut hasil penelitian Effendy (2007), setiap laju pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan atau berkurangnya suhu udara dengan laju yang tidak sama. Setiap pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara lebih besar dibandingkan dengan penambahan RTH. Setiap pengurangan 50 % RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 sampai 1,8 C, sedangkan penambahan RTH 50 % hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 sampai 0,5 C. Hasil pengukuran suhu permukaan di lapangan pada berbagai penutupan lahan Kota Denpasar, menunjukkan nilai suhu permukaan pada lahan bervegetasi (sawah, vegetasi jarang, vegetasi rapat, dan mangrove) lebih rendah dibandingkan dengan tutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka, yang merupakan daerah dengan nilai suhu permukaan tinggi. Pada lahan terbangun diperoleh nilai suhu permukaan sebesar 29,81 C, pada lahan terbuka sebesar 30 C, sedangkan pada lahan bervegetasi sebesar 28,80 C. Suhu permukaan yang diperoleh dari hasil pendugaan menggunakan citra Landsat juga menunjukkan, keberadaan lahan bervegetasi sangat mempengaruhi nilai distribusi suhu permukaan Kota Denpasar. Pada penutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka memiliki nilai suhu permukaan berkisar antara 27 sampai 33 C, yang lebih besar dibandingkan dengan lahan bervegetasi yaitu antara 18 sampai 26 C. Hasil ini membuktikan pentingnya mempertahankan keberadaan lahan bervegetasi khususnya hutan kota, sehingga pengembangan hutan kota lebih ke arah mempertahankan dan menambah yang sudah ada.

17 Gambar 14 Peta ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun

18 Pengembangan Hutan Kota Penutupan lahan Kota Denpasar didominasi oleh penutupan lahan terbangun, sehingga salah satu usaha untuk menekan laju perubahan RTH menjadi lahan terbangun adalah dengan membangun bangunan secara vertikal (bertingkat). Selain itu, untuk menekan peningkatan suhu permukaan sebaiknya dengan menanam berbagai tanaman di beberapa space di Kota Denpasar. Kegiatan perencanaan penataan ruang, pengembangan hutan kota termasuk ke dalam sektor RTH. Pengembangan hutan kota pada dasarnya merupakan pendayagunaan RTH, walaupun tidak semua yang tergolong dalam RTH itu termasuk hutan kota. Menurut Dahlan (1992), tipe hutan kota yang akan dibangun di suatu kawasan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat serta tujuan dari dibangunnya hutan kota. Pada kawasan pemukiman, hutan kota yang dibangun bertujuan untuk pengelolaan lingkungan pemukiman, sehingga harus dibangun hutan kota dengan tipe pemukiman, yang menunjukkan nilai estetika, penyejukan, tempat bersantai dan bermain, serta dapat menjadi habitat satwa seperti burung. Pada kawasan kota yang memiliki kuantitas air tanah sedikit dan terancam terjadi intrusi air laut, hutan kota yang sesuai yaitu berupa hutan lindung yang memiliki kemampuan sebagai penyerap atau penyimpan air di daerah tangkapan airnya. Hutan kota yang dibangun dan dikembangkan guna memperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik adalah tipe pengaman. Jalur hijau di sepanjang tepi jalan raya berfungsi sebagai peneduh jalan raya, mampu menyerap dan menjerap polutan, menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan, selain itu dapat juga berfungsi sebagai penahan silau cahaya matahari serta mempercantik kota. Pada kawasan industri yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi dan terjadi polusi udara, sehingga perlu dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang bertujuan untuk dapat menyerap dan menjerap pencemar, memiliki nilai estetika, dan sebagai tempat beristirahat bagi pekerja. Berdasarkan peta distribusi suhu permukaan, diperoleh daerah-daerah dengan kisaran suhu permukaan tertentu, sebagai acuan alternatif daerah pengembangan hutan kota, yang tersaji pada Tabel 6.

19 38 Tabel 6 Alternatif bentuk dan tipe hutan kota di Kota Denpasar I Daerah Pengembangan Kec. Denpasar Utara Kec. Denpasar Timur Kec. Denpasar Barat Kawasan Perdagangan, industri, dan perkantoran Alternatif Tipe Hutan Kota Pengamanan, industri, dan rekreasi II Kec. Denpasar Selatan Lahan terbuka Pelindungan Taman III Kec. Denpasar Barat Padat Pemukiman, dan Kec. Denpasar Selatan pemukiman dan pengamanan IV V Desa Sumerta Kelod (daerah Renon) Jalan arteri kota: Jl. Gatot Subroto Jl. By Pass Ngurah Rai Alternatif Bentuk Hutan Kota Jalur hijau, taman (halaman gedung), dan taman atap Taman pekarangan, jalur hijau perdagangan Taman kota Rekreasi Taman kota Jalur padat kendaraan Pengamanan dan rekreasi Alternatif daerah pengembangan hutan kota di Kota Denpasar yaitu: 1. Daerah pengembangan I Jalur hijau (peneduh jalan raya) Peta distribusi suhu permukaan menunjukkan daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 30 sampai 31,9 C yaitu pada Kecamatan Denpasar Utara (Desa Pemecutan Kaja, Desa Dauh Puri Kaja, Desa Dangin Puri Kaja, dan Desa Dangin Puri Kauh), Kecamatan Denpasar Timur (Kelurahan Sumerta, Kelurahan Kesiman, dan Desa Sumerta Kauh), dan Kecamatan Denpasar Barat (Desa Dangin Puri Kediri, Desa Dauh Puri, Desa Pemecutan, Desa Tegal Kresna, dan Desa Tegal Harum). Daerah-daerah tersebut merupakan kawasan perdagangan, industri garment (pakaian, tenun ikat, sarung, batik), dan perkantoran. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Hutan kota yang sesuai dikembangkan pada kawasan ini berupa taman di halaman bangunan dan taman atap. Perlu dilakukan peningkatan dari segi kualitas maupun kuantitas jenis tanaman yang ditanam. Tujuannya memberikan kenyamanan sebagai tempat istirahat para pekerja. Jenis tanaman yang sesuai yaitu tanaman hias dan pepohonan yang teduh dan indah, seperti palem raja (Oreodoxa regia), bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea), cempaka (Michelia champaka), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima). Pengembangan hutan kota pada daerah industri sebagai penepis bau dapat ditanam jenis tanaman seperti cempaka (Michelia champaka) tanjung (Mimosops elengi), dan pandan hias (Pandanus dubius) (Dephut 2004).

20 39 Pengembangan hutan kota yang lain berupa jalur hijau, sebagai peneduh jalan raya serta mampu menyerap dan menjerap polutan. Menurut Dephut (2004), jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan dalam menurunkan kandungan timbal dari udara adalah dammar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), pala (Myristica fragrans), dan johar (Cassia siamea). Gambar 15 Ilustrasi optimalisasi lahan perkantoran. 2. Daerah pengembangan II Peta distribusi suhu permukaan menunjukkan daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 32 sampai 34 C yaitu pada Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan dan Desa Serangan) yang merupakan lahan terbuka. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Daerah di Kelurahan Sesetan merupakan lahan terbuka, sehingga pengembangan hutan kota yang sesuai berupa pelestarian air tanah. Menurut Dephut (2004) jenis vegetasi yang sesuai seperti cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus benjamina), karet (Hevea brasiliensis), dan kelapa (Cocos nucifera). Desa Serangan merupakan daerah pesisir, sebaiknya ditanaman vegetasi yang bersifat sebagai pengaman pantai dari abrasi seperti, mangrove, avicennia, bruguiera, dan nipah. 3. Daerah pengembangan III Daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 29 sampai 30,9 C berdasarkan distribusi suhu permukaan, yaitu Kecamatan Denpasar Barat (Desa Dauh Puri, Desa Dauh Puri Kelod, dan Desa Dauh Puri Kauh) serta Kecamatan

21 40 Denpasar Selatan (Kelurahan Panjer, Desa Sidakarya, dan Kelurahan Sesetan), merupakan daerah padat pemukiman dan kawasan perdagangan. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengembangan hutan kota yang sesuai untuk daerah pemukiman dapat berbentuk pekarangan atau halaman rumah, dengan komposisi tanaman pepohonan yang dikombinasikan dengan tanaman hias, semak dan rerumputan, yang dapat memberikan keindahan. Jenis tanaman yang sesuai seperti palem raja (Oreodoxa regia), kamboja putih (Plumeria alba), cempaka (Michelia champaka), mangga (Mangifera indica), dan rambutan (Nephelium lappaceum) (Dephut 2004). Pada daerah perdagangan pengembangan hutan kota sebaiknya dengan penanaman vegetasi di sekitar bangunan berupa taman. Jenis tanaman yang sesuai yaitu tanaman hias dan pepohonan yang teduh dan indah, seperti palem raja (Oreodoxa regia), bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea), cempaka (Michelia champaka), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima). Gambar 16 Pengoptimalan lahan pekarangan. 4. Daerah pengembangan IV Desa Sumerta Kelod daerah Renon merupakan daerah pengembangan kawasan hutan kota berupa taman kota yang mengarah pada tujuan rekreasi dan estetika. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

22 41 Daerah ini berupa ruang terbuka yang dibangun Monumen Bajra Sandhi sebagai monumen perjuangan rakyat Bali dan sekaligus menjadi taman kota. Hasil pengolahan pada citra Landsat terlihat bahwa daerah ini memiliki nilai suhu permukaan antara 22 sampai 25,9 C yang menunjukkan daerah tersebut dapat menekan peningkatan suhu permukaan. Pada daerah ini perlu dilakukan penambahan jenis tanaman yang memiliki nilai estetika, seperti cempaka (Michelia champaka), trembesi (Samanea saman), beringin (Ficus benjamina), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima). Sumber: Pemkot Denpasar (2008) Gambar 17 Monumen Bajra Sandhi. 5. Daerah pengembangan V Pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau di sepanjang jalan-jalan arteri yang terdapat di Kota Denpasar, seperti Jalan By Pass Ngurah Rai dan Jalan Gatot Subroto. Jalan tersebut adalah jalur utama di Kota Denpasar dan merupakan jalur padat kendaraan. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu berupa jalur hijau, dengan penambahan jumlah dan jenis tanaman yang mampu menyerap dan menjerap polutan, mengurangi terjadinya peningkatan suhu permukaan, selain itu dapat juga berfungsi sebagai penahan silau cahaya matahari serta mempercantik kota. Jenisjenis tanaman yang dapat ditanam pada jalur hijau diantaranya tanjung (Mimusops elengi), mahoni (Swietenia macrophylla), palem raja (Oreodoxa regia), angsana (Pterocarpus indicus), dan krey payung (Filicium decipiens).

23 42 Gambar 18 Ilustrasi pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau. Penataan lahan terbangun ke arah vertikal dalam pembangunan pemukiman di wilayah Denpasar, seharusnya mulai dilaksanakan untuk menekan alih fungsi ruang terbuka menjadi lahan terbangun. Pembatasan lahan terbangun ke arah horizontal akan menyediakan ruang yang cukup bagi ketersediaan RTH, sehingga dapat menekan peningkatan suhu permukaan. Selain penataan lahan terbangun dan pengoptimalan lahan (penghijauan di pekarangan rumah, sekitar gedung, taman kota, sisi jalan, tempat pemakaman umum, sempadan sungai, dan pembuatan taman atap), hal lain yang dapat dilakukan guna menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan adalah penyediaan transportasi publik yang nyaman di Kota Denpasar, untuk dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAGIAN KEENAM PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN PENGHIJAUAN KOTA GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KEENAM PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN PENGHIJAUAN KOTA GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 A. Latar Belakang BAGIAN KEENAM PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN PENGHIJAUAN KOTA GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN

Lebih terperinci

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1)  ; (2)  (3) 48 PERENCANAAN LANSKAP Konsep dan Pengembangannya Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan fungsi kanal dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA Muhimmatul Khoiroh 3310

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau. 1. Jalur Balai Kota Kecamatan Medan Barat

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau. 1. Jalur Balai Kota Kecamatan Medan Barat Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau 1. Jalur Balai Kota Kecamatan Medan Barat No Jenis Jumlah D ratarata (cm) (Kg/L.jalan) Karbon Serapan CO 2 1 Palem Raja (Oreodoxa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Laporan Kegiatan Tahun Buku II BPK Palembang 111

ABSTRAK. Laporan Kegiatan Tahun Buku II BPK Palembang 111 Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengembangan Hutan Kota Koordinator : Dr.Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Si. Judul Kegiatan : Hasil Kajian dan Rekomendasi tentang Aspek

Lebih terperinci

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB V LAHAN DAN HUTAN BAB LAHAN DAN HUTAN 5.1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan Kota Denpasar didominasi oleh permukiman. Dari 12.778 ha luas total Kota Denpasar, penggunaan lahan untuk permukiman adalah 7.831 ha atau 61,29%.

Lebih terperinci

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt 68 PERENCANAAN Perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan industri mencakup perencanaan tata hijau, rencana sirkulasi, dan rencana fasilitas. Perencanaan tata hijau mencakup tata hijau penyangga (green

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi 05 33 LS dan 105 15 BT. Pantai Sari Ringgung termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka

TINJAUAN PUSTAKA. ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka TINJAUAN PUSTAKA Ruang Terbuka Hijau Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2007 ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan. Lampiran 2. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan Pada RTH Hutan Kota Taman Beringin a.

Lampiran 1. Perhitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan. Lampiran 2. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan Pada RTH Hutan Kota Taman Beringin a. Lampiran 1. Perhitungan dan Karbon Tersimpan Contoh : Diketahui Angsana (Pterocarpus indicus) yang memiliki berat jenis 0,65 gr/cm 3 terdapat pada RTH Ahmad Yani dengan diameter 40 cm, maka nilai biomassa

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 10 Peta Lokasi Sentul City

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 10 Peta Lokasi Sentul City 21 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak, Luas, dan Aksesibilitas Kawasan Sentul City mempunyai akses langsung yang terdekat yaitu Tol Jagorawi dan Tol Ringroad Sentul City. Selain itu, terdapat akses menuju kawasan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Uji akurasi klasifikasi lahan

Lampiran 1 Uji akurasi klasifikasi lahan LAMPIRAN Lampiran 1 Uji akurasi klasifikasi lahan CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------- Image File : e:/prof r pradipta/peta peta/end landsat 7 etm 2011 28

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 3 (2) (2014) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage KAJIAN CEMARAN UDARA PADA TAMAN KOTA KB DAN SIMPANG LIMA KECAMATAN SEMARANG SELATAN KOTA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA 6.1. Konsep Hutan Kota Perencanaan hutan kota ini didasarkan pada konsep hutan kota yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kota Banjarmasin terhadap ruang publik. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: Abdullah Deny Fakhriza Ferdi Ikhfazanoor M. Syamsudin Noor Nor Arifah Fitriana

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tutupan Lahan dan Vegetasi Terdapat 6 jenis tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ada dalam Tabel 4. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin

BAB V PEMBAHASAN. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin 27 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin Analisis ini dilakukan pada empat area CBD di Sentul City, yakni Marketing Office, Plaza Niaga I, Graha Utama dan Graha

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta posisi strategis Kota Selatpanjang diantara jalur perdagangan internasional

Lampiran 1 Peta posisi strategis Kota Selatpanjang diantara jalur perdagangan internasional LAMPIRAN 50 51 Lampiran 1 Peta posisi strategis Kota Selatpanjang diantara jalur perdagangan internasional Sumber: Bappeda Kab. Kepulauan Meranti. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau. 1. Jalur Setia Budi Kecamatan Medan Selayang

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau. 1. Jalur Setia Budi Kecamatan Medan Selayang 48 Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO 2 per jalur hijau 1. Jalur Setia Budi Kecamatan Medan Selayang No Jenis Jumlah D ratarata (cm) (Kg/L.jalan) Karbon Serapan CO 2 1 Palem Raja

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Kota yang ada di Kota Samarinda Menurut PP RI No. 63 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm pada bulan Juni 1972. Permasalahan lingkungan yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. A. Foto Wilayah Studi Jalan Kom. Noto Sumarsono. B. Foto Wilayah Studi Jalan Ahmad Yani

LAMPIRAN A. A. Foto Wilayah Studi Jalan Kom. Noto Sumarsono. B. Foto Wilayah Studi Jalan Ahmad Yani LAMPIRAN A A. Foto Wilayah Studi Jalan Kom. Noto Sumarsono B. Foto Wilayah Studi Jalan Ahmad Yani VEGETASI UNTUK MEREDUKSI POLUSI B Angsana (Pterocarpus indicus) Dapat mereduksi 0.5937 (µg/g) polutan

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Komponen 4 PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Bimbingan Teknis Adiwiyata 2014, Jakarta 25-27 Maret 2014 Linda Krisnawati & Stien J. Matakupan 1 Lader of Participation developed by Hart (1992)

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 4.1. Identifikasi Penggunaan Lahan Identifikasi penggunaan lahan di Citra Lansat dilakukan dengan membuat contoh (training area) penggunaan lahan yang mewakili tiap kelas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Form Tally Sheet Data Lapangan Jalan Luas Jalan Ha No. Spesies Tinggi (m) DBH (cm) Biomassa (Kg)

Lampiran 1. Form Tally Sheet Data Lapangan Jalan Luas Jalan Ha No. Spesies Tinggi (m) DBH (cm) Biomassa (Kg) Lampiran 1. Form Tally Sheet Data Lapangan Jalan Luas Jalan Ha No. Spesies Tinggi (m) DBH (cm) Biomassa (Kg) 1 2 3 4 5 Total Biomassa (Kg/Jalur) Lampiran 2. Data Nilai Berat Jenis Tanaman No. Jenis Famili

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR PANDE MADE WISNU TEMAJA

PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR PANDE MADE WISNU TEMAJA a PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR PANDE MADE WISNU TEMAJA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

Studi Home Range Penggunaan Taman Kota Studi Kasus Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala, Denpasar, Bali

Studi Home Range Penggunaan Taman Kota Studi Kasus Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala, Denpasar, Bali Studi Home Range Penggunaan Taman Kota Studi Kasus Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala, Denpasar, Bali NI PUTU ARI CANDRA MANI GEDE MENAKA ADNYANA NANIEK KOHDRATA *) PS Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

JADWAL PELAYANAN MOBIL KELILING DALAM RANGKA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI dan BANGUNAN DI MASING- MASING DESA/ KELURAHAN KOTA DENPASAR TAHUN 2015

JADWAL PELAYANAN MOBIL KELILING DALAM RANGKA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI dan BANGUNAN DI MASING- MASING DESA/ KELURAHAN KOTA DENPASAR TAHUN 2015 JADWAL PELAYANAN MOBIL KELILING DALAM RANGKA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI dan BANGUNAN DI MASING- MASING DESA/ KELURAHAN KOTA DENPASAR TAHUN 2015 NO HARI/TANGGAL JAM TEMPAT ALAMAT KECAMATAN DENPASAR TIMUR 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fotosintesis Menurut Dwijoseputro (1980), fotosintesis adalah proses pengubahan zatzat anorganik berupa H 2 O dan CO 2 oleh klorofil (zat hijau daun) menjadi zat-zat organik

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lampung Selatan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lampung Selatan LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lampung Selatan 117 Lampiran 2. Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Lampung Selatan. 118 119 Lampiran 3. Peta Kondisi Kawasan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Tuban Kabupaten Tuban merupakan kabupaten dari 29 kabupaten dan 9 kota di Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Tuban berada di jalur pantai utara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan Dari 9 pekarangan dengan masing-masing 3 pekarangan di setiap bagiannya diketahui bahwa luasan rata-rata pekarangan pada bagian pertama 303 m 2, pada bagian ke-dua

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman 301-308 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE MENGGUNAKAN METODE NDVI CITRA LANDSAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

I Wayan Nuarsa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar Abstrak

I Wayan Nuarsa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar   Abstrak PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGHITUNG PERSENTASE RUANG TERBUKA HIJAU DI DAERAH PERMUKIMAN KOTA DENPASAR I Wayan Nuarsa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. dilakukan dari bulan Mei hingga Juni Peneliti. mengambil lokasi penelitian di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan.

BAHAN DAN METODE. dilakukan dari bulan Mei hingga Juni Peneliti. mengambil lokasi penelitian di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2015. Peneliti mengambil lokasi penelitian di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan. Adapun lokasi yang dijadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Tanaman di Beberapa Jalur Hijau Jalan Kota Medan 1 (Identification of Plant Species at a Few Street Green Belt of Medan City)

Identifikasi Jenis Tanaman di Beberapa Jalur Hijau Jalan Kota Medan 1 (Identification of Plant Species at a Few Street Green Belt of Medan City) Identifikasi Jenis Tanaman di Beberapa Jalur Hijau Jalan Kota 1 (Identification of Plant Species at a Few Street Green Belt of City) Hafsah Purwasih 2, Siti Latifah 3, Asep Sukmana 4 1 Bagian dari skripsi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...2 B. Tujuan Penelitian...3 C. Manfaat Penelitian...3

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...2 B. Tujuan Penelitian...3 C. Manfaat Penelitian...3 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN PERNYATAAN...iv HALAMAN PERSEMBAHAN...v KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR LAMPIRAN...xiii INTISARI...xiv

Lebih terperinci

Gambar 58. Konsep ruang sebagai habitat burung

Gambar 58. Konsep ruang sebagai habitat burung 92 BAB V PERENCANAAN LANSKAP 5.1 Konsep Perencanaan Konsep dasar dalam penelitian ini adalah untuk merencanakan lanskap ruang terbuka hijau ekologis sebagai habitat burung di kawasan permukiman. Berdasarkan

Lebih terperinci