BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata. Pembangunan sarana dan prasana untuk mendukung ekowisata yang berupa jalan setapak dari bambu, dan pos pengamatan dapat merusak kawasan sekitar mangrove. Dengan adanya kegiatan tersebut maka penebangan pohon mangrove tidak bisa dihindarkan. Sehingga keberadaan manusia yang kian banyak dapat mempengaruhi daerah hutan mangrove. Di daerah mangrove Wonorejo banyak sekali sampah-sampah dari kegiatan manusia baik yang organik maupun yang anorganik (Lampiran 4 gambar b). Kawasan ini memiliki jenis tanah yang berwarna hitam dan berlumpur. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia marina, adapun jenis Rhizophora apiculata dan Rhizophora stylosa dijumpai berada disekitar pos pengamatan. Daerah wonorejo juga terdapat banyak tambak milik penduduk lokal. Hutan mangrove di lokasi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk mencegah abrasi supaya tambah-tambak tidak hancur atau terlindungi. Selain itu, kayu mangrove dimanfaatkan untuk kayu bakar dan membangun rumah.

2 Vegetasi di daerah hutan mangrove Wonorejo ini beraneka ragam seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu mulai dari jenis Avicennia marina yang mendominasi daerah tersebut, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylos, dan Avicennia alba. Sebagian pohon mangrove dijumpai di sepanjang pantai terlindung yang berlumpur, bebas dari angin yang kencang dan arus (misalnya di sekitar muara sungai). Penentuan lokasi transek ditentukan dari lokasi yang mempunyai kerapatan mangrove yang berbeda-beda. Mulai dari transek 1 di dekat muara sungai Jagir Wonorkomo bagian utara yang dipenuhi dengan sampah yang terbawa dari arus pasang surut air laut maupun dari aktivitas manusia, transek 2, transek 3, transek 4 merupakan daerah yang dijumpai dengan memiliki 1 jenis tegakan mangrove, dan transek 5 yang terdapat 2 jenis tegakan mangrove. Pada setiap transek memiliki 3 plot yang setiap plotnya menunjukan kerapatan mangrove yang berbeda-beda mulai dari arah pantai menuju kedaratan. Struktrur mangrove di daerah penelitian ini didominasi oleh pancang yang tersebar disemua transek adapun pohon-pohon yang berada pada transek 4 dan transek 5. Pada transek 4 dan 5 kerapatan pohon terlihat lebih rapat dibandingkan pada transek lainnya (gambar 3.4). Data tersebut diharapkan dapat membantu menunjukkan kondisi umum daerah mangrove di Wonorejo Parameter fisik dan kimia Hasil di lapangan didapatkan data sekunder dari tempat penelitian yang berupa parameter fisik dan kimia tabel 4.1 dibawah ini.

3 Tabel 4.1. Data parameter fisik dan kimia selama 4 minggu. Transek Parameter Minggu ke Kelembapan (%) ph Salinitas ( ) Intensitas cahaya (lux) >3000 >3000 >3000 >3000 Kelembapan (%) ph Salinitas ( ) Intensitas cahaya (lux) >3000 >3000 >3000 >3000 Kelembapan (%) ph Salinitas ( ) Intensitas cahaya (lux) >3000 >3000 >3000 >3000 Kelembapan (%) ph 6,5 6,5 6,5 6,5 Salinitas ( ) Intensitas cahaya (lux) >3000 >3000 >3000 >3000 Kelembapan (%) ph 6,5 6,5 6,5 6,5 Salinitas ( ) Intensitas cahaya (lux) >3000 >3000 >3000 >3000 Sumber : data primer oleh peneliti (2011). Kelembapan udara di daerah penelitian pada siang hari berkisar antara 76%-80%. Suhu udara yang tergolong tinggi pada waktu pengambilan data yaitu sebesar C. Suhu yang relatif tinggi didukung juga dengan tempat

4 pengambilan data merupakan tempat yang intensitas cahayanya tinggi. Suhu dan kelembapan udara mempengaruhi jatuhan serasah tumbuhan. Naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembapan udara sehingga transpirasi kan meningkat dan untuk menguranginya maka daun harus segera digugurkan. Derajat keasaman (ph) adalah jumlah ion hidrogen yang terdapat pada larutan. Nilai ph di daerah penelitian bernilai 6,0-6,5, nilai tersebut tersebut menunjukan nilai yang normal untuk permukaan perairan Indonesia yang pada umumnya berkisar antara 6,0-8,5 (Aksornkoae, 1993 dalam Indriani, 2008). Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove (Aksornkoae, 1993 dalam Indriani, 2008). Hasil nilai salinitas antara Nilai salinitas bervariasi diduga karena daerah pada transek 1 berdekatan dengan muara Wonorejo bagian utara sehingga masukkan air tawarnya masih tinggi sedangkan pada transek lainnya berada jauh dari muara sungai. Intensitas cahaya, merupakan faktor penting bagi tumbuhan. Umumnya tumbuhan mangrove membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi. Tempat penelitian termasuk kawasan yang terbuka sehingga cahaya matahari dapat masuk di lantai hutan mangrove. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah lux. Intensitas cahaya yang didapatkan di daerah penelitian adalah 3000 lux.

5 4.3. Kerapatan hutan mangrove Kerapatan hutan mangrove merupakan salah satu faktor penting produktivitas serasah mangrove, dimana perbedaan kerapatan tiap plot mulai dari transek 1 sampai dengan transek 5 menjadikan pembanding dari hasil serasah tersebut. Kerapatan pohon mangrove di Wonorejo yang menjadi tempat penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4.2. Kerapatan pohon mangrove daerah Wonorejo Jenis mangrove Tran Avicennia marina Avicennia alba Total sek kerapatan Pancang Tegakan Pancang Tegakan Total kerapatan /100m 2 Total kerapatan /ha , , , , , Sumber : data primer oleh peneliti (2011). Kerapatan pohon mangrove di daerah Wonorejo memperlihatkan hasil hampir sama. Transek yang mempunyai kerapatan tertinggi adalah transek 4 dengan nilai kerapatan 104 pohon dengan menghasilkan total serasah sebesar 1167 g/100m 2 /minggu pada minggu ke-4 sedangkan kerapatan terendah dijumpai di transek 2 dengan kerapatan 89 pohon yang menghasilkan total serasah 844 g/100m 2 /minggu pada minggu ke-4. Perbedaan hasil yang sangat jelas membuktikan bahwa kerapatan pohon mangrove mempengaruhi produksi serasah, semakin tinggi kerapatan pohon, maka semakin tinggi pula produksi serasahnya.

6 Begitu pula sebaliknya semakin rendah kerapatan pohon mangrove maka semakin rendah produksi serasahnya Produksi serasah Produksi serasah adalah jumlah serasah yang jatuh ke lantai hutan pada periode tertentu persatuan luas areal tertentu. Produksi serasah dalam penilitian ini selama 4 minggu disajikan dalam tabel 4.3 sedangkan rata-rata produksi komponen serasah mangrove (gram/100m 2 /minggu) dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.3. Hasil produksi serasah (daun, ranting, buah, dan bunga) mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya (gram/100m 2 /minggu). Produksi serasah mangrove Minggu ke - Rata Tran Komponen (gram/100m 2 /minggu) rata sek Daun ,50 Ranting ,75 Buah dan Bunga ,25 Total ,50 2 Daun ,50 Ranting ,50 Buah dan Bunga ,00 Total ,00 3 Daun ,00 Ranting ,25 Buah dan Bunga ,75 Total ,25 4 Daun ,50 Ranting ,25 Buah dan Bunga ,75 Total ,50 5 Daun ,00 Ranting ,00 Buah dan Bunga ,75 Total ,75 Rata rata ,00 Sumber : data primer oleh peneliti (2011).

7 Tabel 4.4. Rata-rata produksi komponen serasah mangrove kawasan Wonorejo pantai timur Surabaya (g/100m 2 /minggu). Rerata produksi komponen serasah mangrove tiap transek Komponen (gr/100m 2 /minggu) Transek-1 Transek-2 Transek-3 Transek-4 Transek-5 Ratarata Daun 767,5 727, , Ranting 75,75 43,5 73,35 80, ,2 Buah dan bunga 3, ,75 6,75 30,75 19,5 Total 846, ,25 813,5 1042, Sumber : data primer oleh peneliti (2011) Produktivitas serasah Pada transek 1 total produksi serasah mangrove memiliki nilai terbesar pada minggu ke-4 yaitu 903 g/100m 2 /minggu. Total hasil produksi serasah mangrove terdiri dari serasah daun sebesar 823 g/100m 2 /minggu, serasah ranting sebesar 80 g/100m 2 /minggu untuk serasah buah dan bunga tidak ada. Pada transek 2 total produksi serasah mangrove memiliki nilai terbesar pada minggu ke-4 yaitu 844 g/100m 2 /minggu. Total hasil produksi serasah mangrove terdiri dari serasah daun sebesar 717 g/100m 2 /minggu, serasah ranting sebesar 97 g/100m 2 /minggu, serasah buah dan bunga 30 g/100m 2 /minggu. Pada transek 3 total produksi serasah mangrove memiliki nilai terbesar pada minggu ke-4 yaitu 1070 g/100m 2 /minggu. Total hasil produksi serasah mangrove terdiri dari serasah daun sebesar 853 g/100m 2 /minggu, serasah ranting sebesar 130 g/100m 2 /minggu, serasah buah dan bunga 90 g/100m 2 /minggu. Pada transek 4 total produksi serasah memiliki nilai terbesar pada minggu ke-4 yaitu 1167 g/100m 2 /minggu. Total hasil produksi serasah mangrove terdiri dari serasah

8 daun sebesar 1060 g/100m 2 /minggu, serasah ranting sebesar 107 g/100m 2 /minggu, untuk serasah buah dan bunga tidak ada. Total produksi serasah mangrove di transek 5 memiliki nilai terbesar pada minggu ke-4 yaitu 1376 g/100m 2 /minggu yang terdiri atas serasah daun sebesar 1170 g/100m 2 /minggu, serasah ranting sebesar 113 g/100m 2 /minggu, serasah buah dan bunga sebesar 93 g/100m 2 /minggu. Total rata-rata produksi serasah per minggu sebesar 864 g/100m 2 /minggu setara dengan 44,9 ton/ha/tahun. Produksi serasah pada minggu ke-4 tertinggi, hal ini disebabkan oleh faktor cuaca karena pada minggu ke-4 turun hujan. Berdasarkan data dari BMKG pada tanggal tersebut nilai curah hujan sebesar 6,2 mm (Lampiran 7). Hal ini sejalan dengan pernyataan Khairijon (1981) dalam Indriani (2008), yaitu bahwa produksi serasah tertinggi terjadi pada saat musim hujan/pada saat curah hujan mencapai tinggi. Selain itu faktor yang mengakibatkan tingginya produksi serasah adalah faktor angin. Beradasarkan data dari BMKG (lampiran 8) pada minggu ke-4 kecepatan angin lebih besar dibandingkan dengan kecepatan angin pada minggu lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Cuevas dan Sajise (1978) dalam Wibisana (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kecepatan angin dengan produksi serasah. Bila kecepetan angin tinggi maka produksi yang dihasilkan diduga akan tinggi pula Produktivitas komponen serasah Setiap mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan jatuhan serasah. Jatuhan serasah yang paling banyak adalah daun.

9 Total rata-rata jatuhan serasah daun berkisar antara 714 g/100m 2 /minggu sampai dengan 944 g/100m 2 /minggu. Serasah ranting, buah, dan bunga mempunyai nilai lebih kecil dari nilai serasah daun. Untuk serasah ranting mulai dari transek 1 sampai dengan transek 5 berkisar antara 43,5 g/100m 2 /minggu sampai 80,25 g/100m 2 /minggu. Sedangkan untuk serasah buah dan bunga berkisar antara 3,25 g/100m 2 /minggu sampai 36,75 g/100m 2 /minggu. Secara umum produksi komponen serasah bisa ditunjukkan pada diagram dibawah ini (gambar 4.1). Gambar 4.1. Diagram persentase rata-rata produksi komponen serasah mangrove per minggu di kawasan hutan mangrove Wonorejo. daun daun (89,9%) ranting ranting (8,08%) buah buah dan dan bunga bunga (2,02%) Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa jatuhan komponen serasah terbanyak adalah daun sebesar 89,9% kemudian komponen ranting sebesar 8,08%, dan komponen buah dan bunga sebesar 2,02%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deshmukh pada tahun 1992, bahwa komponen daun paling banyak (72%), kemudian kayu (16%), dan paling sedikit buah dan bunga (7%). Untuk data lebih jelasnya mengenai rata-rata persentase produksi komponen serasah

10 mangrove kawasan Wonorejo tiap transek g/100m 2 /minggu dapat dilihat pada (Lampiran 3). Perbedaan yang sangat jauh antara serasah daun dengan serasah ranting maupun buah dan bunga diduga erat karena kondisi lingkungan serta ciri biologis. Ciri biologis diantaranya ukuran daun yang kecil dan buah yang berbentuk bulat. Perbedaan yang didapatkan untuk tiap transek diakibatkan adanya perbedaan kerapatan, umur dari tumbuhan, dan kesuburan yang dapat mempengaruhi secara tidak langsung. Menurut Soenardjo (1999) semakin tua tumbuhan makan produksi serasahnya semakin menurun, begitu pula sebaliknya. Selain faktor-faktor tersebut morfologi daun juga mempengaruhi produksi serasah. Produksi serasah daun sebagian kecil terbawa arus dan sebagian besar tetap di daratan atau di hutan. Serasah daun yang tertinggal di daratan menjadi makanan binatang seperti kepiting ataupun ikan dan sebagian besar akan mengalami penguraian atau sepenuhnya yang dilakukan oleh jasad-jasad renik maupun bakteri. Semakin tinggi produksi serasah maka semakin tinggi pula sumbangan nutrien di kawasan mangrove tersebut. Jenis mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya adalah Avicenia marina dan Avicenia alba, yang mendominasi adalah tegakan Avicennia marina. Produksi serasah dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 berbeda-beda mulai dari transek 1, transek 2, transek 3, transek 4, dan transek 5. Perbedaan ini bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jenis pohon/vegetasi, lingkungan, perlakuan (aktivitas masyarakat), musim, dan dari komponen serasah itu sendiri.

11 1. Jenis vegetasi Perbedaan vegetasi pada hutan mangrove akan menghasilkan jatuhan serasah yang berbeda pula, baik dalam jumlah, jenis komponen maupun kualitasnya. Perbedaan ini disebabkan karena setiap jenis pohon mempunyai sifat fisiologis yang berbeda-beda dalam menggugurkan daun. Selain itu, produktivitas serasah juga dipengaruhi oleh jumlah jenis, keragaman jenis, kerapatan dan dominansi. Lindeman (1942) dalam Munir (2004) mengatakan bahwa produktivitas serasah hutan akan mempunyai nilai maksimal pada keadaan vegetasi klimaks, dimana dalam kondisi seperti ini pohon mempunyai kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan dan nilai produktivitasnya akan berubah sesusai dengan proses suksesi tumbuhan. 2. Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas serasah adalah iklim (curah hujan, kecepatan angin) dan kesuburan tanah. Curah hujan dan kecepatan angin sangat dominan mempengaruhi produktivitas serasah di lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cuevas dan Sajise (1978) dalam Munir (2004) yang menyebutkan bahwa hubungan curah hujan dengan produksi serasah adalah linier, dimana semakin tinggi curah hujan menyebabkan produksi serasah meningkat. Curah hujan di lokasi penelitian pada saat pengamatan minggu ke-4 rata-rata sebesar 6,2 mm/hari. Selain curah hujan, kecepatan angin/hembusan angin di desar Wonorejo tinggi daripada minggu-minggu sebelumnya (Lampiran 8).

12 Salinitas merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi serasah. Salinitas yang mencapai 30 menunjukkan bahwa transek sering terkena genangan pasang air laut yang memberikan pengaruh sangat besar pada minggu ke-4 di transek 5 dengan produksi serasah 1376 g/100m 2 /minggu. Salinitas terendah terdapat pada transek 1 pada minggu ke- 2 sebesar 22 dengan produksi serasah yang dihasilkan 780 g/100m 2 /minggu. Kesuburan tanah di tempat penelitian juga berpengaruh terhadap produksi serasah. Pada umumnya produksi serasah akan berkurang dengan menurunnya kualitas tanah. Hal ini berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dari pohon yang bersangkutan. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah jenis tanah berlumpur yang terbentuk karena endapan bahan organik yang terbawa air laut. Kawasan hutan mangrove dengan aktivitas pasang surut yang tinggi, biasanya produktivitas serasahnya lebih besar jika dibandingkan dengan kawasan hutan mangrove yang aktivitas pasang surutnya rendah. Suhu dan kelembapan udara mempengaruhi jatuhan serasah mangrove. Naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembapan udara sehingga transpirasi akan meningkat, dan untuk menguranginya maka daun harus segera digugurkan. 3. Perlakuan/aktivitas masyarakat Masyarakat sekitar hutan mangrove di desa Wonorejo merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jatuhan serasah. Daerah hutan mangrove di desa Wonorejo sudah menjadi tempat mencari nafkah bagi petani tambak

13 sekitar. Sehingga di daerah tersebut banyak dijumpai tambak-tambak milik masyarakat. Sehingga masyarakat sekitar turut menjaga kawasan mangrove guna untuk melindungi tambak mereka. Kegiatan masyarakat yang rutin dilakukan seperti melakukan penanaman bibit mangrove guna menjaga pelestarian kawasan mangrove tetap terjaga. Dan juga pemerintah Surabaya mengambil keputusan yang menetapkan kawasan hutan mangrove Wonorejo sebagai kawasan konservasi pantai. Dengan demikian, kondisi hutannya masih relatif baik sehingga mampu menghasilkan guguran serasah yang tinggi. 4. Musim Penelitian yang dilakukan pada musim kemarau dan musim penghujan akan menghasilkan produktivitas serasah yang berbeda. Pada musim penghujan, terpaan air hujan yang mengenai daun dan ranting dapat meningkatkan guguran serasah, ini terlihat pada pengamatan minggu ke-4 dimana curah hujan sebesar 6,2 mm/hari menghasilkan total serasah terbesar sebanyak 1376 g/100m 2 /minggu. Pada musim penghujan diduga produksi serasah meningkat pada bulan November-Desember. 5. Daun Komponen serasah daun lebih sering jatuh dibandingkan dengan komponen serasah yang lain, dikarenakan bentuk dan ukuran daun yang lebar dan tipis sehingga mudah digugurkan oleh hembusan angin dan terpaan air hujan. Selain itu juga disebabkan oleh sifat fisiologis dari daun, dimana daun memegang peranan penting dalam prosesn fotosintesis dalam memproduksi

14 karbohidrat, daun yang tua akan gugur dan digantikan oleh daun yang relatif muda. Daun tua yang letaknya berada dibagian bawah atau bagian dalam tajuk kurang mendapatkan cahaya, sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan fotosintesis dengan sempurna, akibatnya akan menguning dan jatuh. Jatuhan serasah yang berupa daun-daun bisa dilihat pada (Lampiran 5). 6. Cabang dan ranting Serasah untuk cabang dan ranting lebih sedikit dibanding dengan jatuhan serasah daun. Hal ini dikarenakan jatuhnya serasah cabang dan ranting tidak sesering serasah daun. Kondisi ini disebabkan sifat fisiologis dari ranting dan cabang yang cenderung menempel lebih kuat pada batang utama, sehingga sulit untuk jatuh. Adapun jatuhnya serasah cabang dan ranting ini, karena adanya curah hujan yang tinggi disertai dengan hembusan angin yang kuat atau disebabkan oleh kondisi cabang dan ranting yang sudah melapuk karena ketuaan atau serangan hama dan penyakit. Jatuhan serasah yang berupa cabang dan ranting bisa dilihat pada (Lampiran 5). 7. Bunga dan buah Serasah bunga dan buah lebih sedikit dibanding dengan jatuhan serasah daun dan jatuhan serasah ranting. Produksi serasah bunga ini tergantung pada umur tegakan, keadaan tegakan, adanya pengaruh musim dan sifat fisiologis dari pohon, sedangkan jatuhnya bunga dipengaruhi oleh kecepatan angin, curah hujan, sifat fisiologis dari tumbuhan tersebut dan serangan hama penyakit. Jatuhan serasah yang berupa bunga dan buah bisa dilihat pada (Lampiran 5).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya

Lampiran 1 Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya Lampiran 1 Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya Trans ek Komponen Produksi serasah mangrove Minggu ke - (gram/100m 2 /minggu) Rata - rata (gram/100m 2 /min ggu) Rata rata (ton/ha/tahu

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah hasil stok karbon Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah Biomassa Mangrove di Zona Pasang Tertinggi 0% Batang Nekromassa 16% 0% Akar seresah Biomassa Mangrove di zona Pasang Terendah

Lebih terperinci

Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti

Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumber daya pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xi xv

Lebih terperinci

ANWAR SADAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004

ANWAR SADAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004 29 KONDISI EKOSISTEM MANGROVE BERDASARKAN INDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN DAN PENGUKURAN MORFOMETRIIC DAUN DI WAY PENET, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROPINSI LAMPUNG ANWAR SADAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR PETA... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Amna dajafar, 2 Abd Hafidz Olii, 2 Femmy Sahami 1 amanjadjafar@yahoo.co.id 2 Jurusan Teknologi Perikanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan mangrove Pulau Panjang secara geografis masih terletak pada daerah tropis yang mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memilkiki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Mangrove dan Ekosistem Pantai Koordinator : Judul Kegiatan : Teknologi Penanaman Jenis Mangrove dan Tumbuhan Pantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman 301-308 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE MENGGUNAKAN METODE NDVI CITRA LANDSAT

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU CORRELATION BETWEEN DENSITY OF AVICENNIA WITH SEDIMENT CHARACTERISTIC IN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memiliki diversitas mikroorganisme dengan potensi yang tinggi namun belum semua potensi tersebut terungkap. Baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indramayu merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang mempunyai potensi perikanan dan kelautan yang cukup tinggi. Wilayah pesisir Indramayu mempunyai panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai penahan ombak dan penyelamatan hayati pantai. Ada beberapa jenis Mangrove/ bakau yang dibudidayakan di Indonesia. Dua jenis

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE DI KAWASAN VEGETASI MANGROVE PASAR BANGGI, REMBANG - JAWA TENGAH

PRODUKTIVITAS DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE DI KAWASAN VEGETASI MANGROVE PASAR BANGGI, REMBANG - JAWA TENGAH PRODUKTIVITAS DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE DI KAWASAN VEGETASI MANGROVE PASAR BANGGI, REMBANG - JAWA TENGAH Satria Sakti Budi Leksono *), Nirwani, Rini Pramesti Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR

HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI vi HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xi INTISARI... xii

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo 1,2 Yulinda R.Antu, 2 Femy M. Sahami, 2 Sri Nuryatin Hamzah 1 yulindaantu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas yang hidup didalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas yang hidup didalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah Pohon- pohon yang tumbuh didaerah pantai, yang memiliki ciri yaitu tidak terpengaruh iklim, dipengaruhi oleh pasang surut, tanah terus tergenang air

Lebih terperinci