BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. Kota Bogor Kotamadya DT II Bogor dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 18 tahun 1965 serta Undang-undang nomor 5 tahun 1974, dengan luas wilayah administratif sebesar ha, meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, dan Kecamatan Bogor Tengah. Lalu sejak tahun 1995, Kotamadya DT II Bogor mengalami perluasan wilayah menjadi ha dan mengalami pemekaran menjadi enam kecamatan dengan penambahan kecamatan Tanah Sareal. Senada dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 22 tahun tentang pemerintahan daerah nama Kotamadya Bogor diubah menjadi Kota Bogor. Batas batas administratif Kota Bogor adalah sebagai berikut : Sebelah utara : Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Sebelah barat : Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Sebelah timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106º BT - 106º 51'00 BT dan 6º LS - 6º LS. Kota Bogor berjarak lebih kurang 56 Km dari selatan Jakarta. Curah hujan kota Bogor rata-rata mm/ tahun, tingginya curah hujan di kota Bogor menyebabkan kota ini dijuluki kota hujan". 25

2 3.2. Pembagian Fungsi Daerah Per Kecamatan Kota Bogor Berdasarkan pembagian fungsi daerah Kabupaten Bogor diketahui bahwa posisi Kota Bogor adalah merupakan daerah yang ditempatkan di tengah sebagai pusat, sehingga membawa implikasi Kota Bogor adalah merupakan kota yang melayani Kabupaten Bogor; terutama sebagai pusat pelayanan jasa. Ini juga didukung dengan Peraturajn Daerah Kota Bogor nomor 1 tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah di mana kota Bogor memiliki fungsi sebagai kota perdagangan, kota industri, kota pemukiman, kota wisata ilmiah dan kota pendidikan. Pembagian fungsi daerah Kota Bogor sendiri menggunakan Model Sistem Kota Satelit, yaitu pusat yang dikelilingi kota satelitnya ( soe/deskripsi wilayah/17.kota Bogor.pdf). Pusat Kota adalah Kecamatan Bogor Tengah sedangkan kota satelitnya adalah Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara dan Kecamatan Bogor Timur. Adapun fungsi dari masing masing kecamatan atau satelitnya adalah sebagai berikut : a. Kecamatan Bogor Tengah Sebagai Pusat Kota Satelit Fungsi utamanya sebagai pusat kegiatan perkantoran/pemerintahan yang ditunjang oleh kegiatan perdangan dan jasa, permukiman dan wisata. b. Kecamatan Bogor Selatan sebagai Kota Satelit I Fungsi utamanya sebagai kegiatan permukiman dengan KDB rendah yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa. c. Kecamatan Bogor Barat sebagi Kota Satelit II Fungsi utamanya sebagai kegiatan permukiman yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa serta merupakan daerah objek wisata dan daerah konservasi. d. Kecamatan Tanah Sareal sebagi Kota Satelit III Fungsi utamanya sebagai kegiatan perkantoran/pemerintahan yang ditunjang oleh kegiatan permukiman serta perdagangan dan jasa.

3 e. Kecamatan Bogor Utara sebagi Kota Satelit IV Fungsi utamanya sebagai kegiatan industri non-polutan, yang ditunjang oleh kegiatan permukiman serta perdagangan dan jasa. f. Kecamatan Bogor Timur sebagai Kota Satelit V Fungsi utamanya sebagai kegiatan permukiman yang ditunjang oleh kegiatan industri non-polutan serta perdagangan dan jasa. Kegiatan di pusat kota satelit adalah kegiatan yang tingkat pelayanannya berskala regional dan skala kota, sedangkan untuk kegiatan di satelitnya adalah kegiatan yang tingkat pelayanannya berskala kota dan skala lokal Penggunaan Tanah Kota Bogor Kegiatan penduduk akan mencerminkan pola penggunaan tanah yang terjadi. Secara garis besar, penggunaan tanah Kota Bogor dapat dibedakan menjadi dua bagian (DLLAJ Kota Bogor, 2006), yaitu: 1. Kawasan Terbangun: dengan luas total penggunaan sebesar 7.855,616 ha atau sekitar 66.3 % dari total luas Kota Bogor, berupa permukiman teratur dan tidak teratur, industri, serta komersial dan lainnya. 2. Kawasan Belum Terbangun: dengan luas total sebesar 3994,384 atau 33.7 %. Berupa lahan pertanian, badan air, dan daerah terbuka hijau. Kota Bogor pada dasarnya berbentuk monosentris walaupun terdapat juga pusat-pusat pelayanan yang telah dikembangkan di wilayah sekitar pusat kota (seperti Warung Jambu dan Sukasari), serta pusat-pusat kegiatan yang tumbuh mengikuti jaringan jalan (seperti di sepanjang Jalan Tajur dan Jalan Raya Baru). Pusat Kota Bogor terdiri dari empat lokasi kegiatan yang semuanya saling berdekatan (DLLAJ Kota Bogor, 2006), yaitu: a. Bogor (Kebun Raya) b. Merdeka c. Ramayana d. Pasar Anyar

4 Tabel 3.1. Penggunaan Tanah di Kota Bogor Serta Pada Buffer 200 meter Dari Jalan-jalan yang Mengelilingi Kebun Raya Bogor Jenis Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase Penggunaan Tanah (%) Buffer Kota Buffer Kota terhadap Bogor 200m Bogor Bogor Buffer terhadap PT masing2 No PT Buffer 200m 1 Daerah komersil Permukiman teratur Permukiman tidak teratur Daerah industri Pertanian dan lahan terbuka Badan air Hutan Lain-lain Jumlah Sumber : Pengolahan Data Peta Penggunaan Tanah Tahun 2005 Dilihat dari tabel di atas, tampak bahwa kota Bogor masih banyak di dominasi oleh pemukiman tidak teratur serta pertanian dan lahan terbuka. Jika untuk keseluruhan kota Bogor jenis penggunaan tanah yang paling mendominasi adalah penggunaan tanah untuk permukiman tidak teratur, begitu pula pada buffer 200 meter dari jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya bogor. Untuk penggunaan tanah pertanian dan lahan terbuka, jika di kota Bogor persentasenya mencapai 31,6 %, maka pada Buffer 200 meter hanya mencapai 0,01 % atau hanya 0.77% dari luas wilayah yang dilakukan buffer. Daerah komersil hanya menempati area sebesar 1 ha dan 12,48% nya berada pada buffer 200 meter dari jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya bogor. Sebenarnya daerah yang paling banyak digunakan untuk kegiatan komersial adalah daerah di sekitar pasar anyar yang juga terdapat stasiun kereta api bogor. Namun daerah komersial ini adalah berupa pasar beserta pertokoannya dan pedagang kaki lima. Sedangkan jika memenuhi pendapat Burgess bahwa pusat kota merupakan CBD (Central Business District) dengan ciri penggunaan tanahnya adalah untuk gedung perkantoran pemerintah dan atau swasta, serta pusat perbelanjaan, maka dari ke empat lokasi kegiatan tersebut, yang paling memenuhi sebagai pusat kota Bogor adalah jalan-jalan yang mengelilingi kebun

5 raya di mana selain terdapat daerah komersial juga terdapat kantor-kantor penting pemerintah kota Bogor serta kantor-kantor untuk swasta Transportasi Kota Bogor Jaringan jalan di Kota Bogor mempunyai pola radial konsentris dengan karakteristik sebagai berikut (DLLAJ, 2006): 1. Pada kawasan pusat kota terdapat jaringan jalan melingkari Kebun Raya Bogor (ring). Jaringan jalan yang melingkar tersebut merupakan gabungan dari ruas Jalan Juanda, Jalan Otista, sebagian Jalan Pajajaran dan Jalan Jalak Harupat. 2. Jaringan jalan yang berasal dari kawasan lainnya terhubung secara konsentris ke jaringan jalan melingkar ini. Beberapa jalan tersebut di antaranya adalah Jalan Suryakencana, Jalan Sudirman, Jalan Pajajaran, Jalan Muslihat, serta Jalan Empang. 3. Pada bagian timur Kota Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor, terdapat Jalan Tol Jagorawi, yang menghubungkan pusat Kota Bogor dan Ciawi dengan Jakarta maupun daerah lainnya. Jaringan jalan dengan pola radial konsentris memiliki konsekuensi berupa terakumulasinya seluruh pergerakan ke kawasan pusat kota, sebab kawasan ini merupakan satu-satunya akses untuk mencapai daerah lain. Pergerakan ini tidak hanya berupa pergerakan internal kota saja, tetapi termasuk juga pergerakan internal-eksternal dan eksternal-internal yang melintas Kota Bogor, misalnya dari arah Ciawi (di bagian selatan) ke arah Rangkasbitung dan Ciomas (di bagian barat) atau ke arah Depok dan Cibinong (di bagian utara), maupun arah sebaliknya. Besar pergerakan ini mencapai perjalanan-orang/hari (DLLAJ Kota Bogor, 2000:9). Adanya akumulasi pergerakan ini (baik internal maupun eksternal) akan menyebabkan beban lalu lintas yang tinggi di kawasan pusat kota. Oleh sebab itu, dengan adanya jalan lingkar tersebut, pergerakan yang memasuki kawasan pusat kota dapat dikurangi.

6 Sebagian besar trayek angkutan kota yang ada di Kota Bogor memiliki lintasan yang menuju pusat kota. Jika dilihat lebih jauh lagi berdasarkan pusatpusat kegiatan yang dihubungkannya, secara umum ada empat tipe rute trayek angkutan kota di Kota Bogor 1. Menghubungkan pusat kegiatan di pinggir kota secara radial ke pusat kota, sesuai pola jaringan jalan. Trayek-trayek yang lintasan termasuk ke dalam tipe ini adalah trayek 01A yang menghubungkan pusat kota (Terminal Baranangsiang dengan Ciawi), trayek 02 dan 03 yang menghubungkan pusat kota dengan Terminal Bubulak, trayek 15 yang menghubungkan daerah Merdeka dengan Terminal Bubulak, serta trayek 16 yang menghubungkan pusat kota dengan pusat-pusat kegiatan yang muncul di sepanjang Jalan Raya Baru (ring road). 2. Menghubungkan antarpusat kegiatan di sekitar pusat kota. Yang termasuk ke dalam tipe trayek ini adalah trayek 07 yang menghubungkan pusat kegiatan di Warung Jambu dengan daerah Merdeka dan trayek 08 yang menghubungkan Warung Jambu dengan daerah Ramayana. 3. Menghubungkan antarpusat kegiatan di sekitar pusat kota. Yang termasuk ke dalam tipe trayek ini adalah trayek 09 yang menghubung-kan Warung Jambu dengan Sukasari. 4. Menghubungkan daerah pemukiman dengan kawasan pusat kota. Ada banyak trayek yang memiliki tipe ini, seperti trayek 01, 04, 05, 06, 10, 11, 12, dan Trayek Angkutan Kota Bogor Kota Bogor yang selain dikenal sebagai kota hujan dikenal pula sebagai kota sejuta angkot memiliki banyak trayek angkutan umum. Pada awalnya hanya terdapat 13 trayek angkutan kota yang beroperasi di Kota Bogor (berdasarkan SK Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bogor No 551.2/SK.225-Ekon/97). Pada tahun 1995 terjadi perluasan Kota Bogor yang mengakibatkan wilayah operasi tiga trayek angkutan perkotaan, yakni trayek 01A, trayek 04, dan trayek 16 masuk keseluruhannya ke dalam wilayah Kota Bogor. Kemudian pada awal

7 tahun 2006 dilakukan penambahan trayek angkutan kota berdasarkan Keputusan Walikota Bogor No Tahun 2006 Tanggal 17 Februari 2006, menjadi 22 trayek. Rute semua trayek angkutan kota di Kota Bogor merupakan fixed route, dimana kendaraan hanya diperkenankan melewati jalur yang telah ditetapkan. Dari hasil pengamatan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, didapatkan hasil bahwa rata-rata panjang trayek berkisar 4.81 Km. Trayek terpanjang adalah trayek 04-AK dari Rancamaya-Ramayana dengan panjang trayek 8.12 Km. Trayek terpendek adalah trayek Trayek 15-AK dengan rute Merdeka-Bubulak dan jarak trayek 3.1 Km. Seluruh operasi angkutan umum di Kota Bogor dilayani oleh 3358 kendaraan dengan jumlah rata-rata kendaraan tiap trayek 174 kendaraan. Berikut adalah data trayek angkutan kota Bogor: Tabel 3.2. Trayek, Rute, Panjang Lintasan dan Jumlah Kendaraan Angkutan Kota NO TRAYEK Bogor ASAL - TUJUAN PJG LINTASAN PP (KM) JML KDR SAAT INI AK-01 Cipinang Gading - Ps Bogor AK-01A Baranangsiang - Ciawi AK-02 Sukasari - Bubulak AK-03 Baranangsiang - Bubulak AK-04 Rancamaya - Ramayana AK-05 Cimahpar - Ramayana AK-06 Ciheuleut - Ramayana AK-07 Warung Jambu - Merdeka AK-07A Pasar Anyar - Pondok Rumput AK-08 Warung Jambu - Ramayana AK-09 Warung Jambu - Sukasari AK-010 Bantar Kemang - Merdeka AK-011 Pajajaran Indah - Ramayana AK-012 Pasar Anyar - Cimanggu AK-013 Bantar Kemang - Ramayana AK-015 Merdeka - Bubulak AK-016 Pasar Anyar - Salabenda AK-017 Pomad - Tanah Baru - Bina Marga AK-018 Ramayana - Mulyaharja AK-019 Terminal Bubulak - Kencana AK-020 Pasar Anyar - Kencana TOTAL/RATA-RATA Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2006

8 Angkutan Kota di Kota Bogor ini menunjukkan beragam perbedaan, tidak hanya dari panjang lintasan maupun jumlah armada, namun juga dari segi banyaknya penumpang, seperti ditunjukkan pada tabel berikut; Tabel 3.3. Kapasitas Angkutan Kota di Kota Bogor NO TRAYEK ASAL - TUJUAN FREKWENSI KAPASITAS ANGKUT (KDR/JAM) (PNP/JAM) AK-01 Cipinang Gading - Ps Bogor AK-01A Baranangsiang - Ciawi AK-02 Sukasari - Bubulak AK-03 Baranangsiang - Bubulak AK-04 Rancamaya - Ramayana AK-05 Cimahpar - Ramayana AK-06 Ciheuleut - Ramayana AK-07 Warung Jambu - Merdeka AK-07A Pasar Anyar - Pondok Rumput AK-08 Warung Jambu - Ramayana AK-09 Warung Jambu - Sukasari AK-010 Bantar Kemang - Merdeka AK-011 Pajajaran Indah - Ramayana AK-012 Pasar Anyar - Cimanggu AK-013 Bantar Kemang - Ramayana AK-015 Merdeka - Bubulak AK-016 Pasar Anyar - Salabenda AK-017 Pomad - Tanah Baru - Bina Marga AK-018 Ramayana - Mulyaharja AK-019 Terminal Bubulak - Kencana AK-020 Pasar Anyar - Kencana TOTAL/RATA-RATA , Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2006 Dari ke semua trayek angkutan kota Bogor tersebut, berikut adalah jenis angkutan kota yang melewati jalan penelitian a. Jalan Jenderal Sudirman AK 07. Warung Jambu Merdeka : 236 unit AK 07 A.Pasar Anyar Pondok Rumput : 53 unit AK 08. Warung Jambu - Ramayana : 212 unit AK 16. Pasar Anyar Salabenda : 265 unit b. Jl. Kapten Muslihat AK 07. Warung Jambu - Merdeka : 236 unit AK 02. Sukasari Bubulak : 660 unit

9 AK 03. Baranangsiang Bubulak : 382 unit AK 10. Bantar Kemang - Merdeka : 92 unit c. Jl. Empang AK 04. Rancamaya Ramayana : 184 unit AK 10. Bantar Kemang-merdeka : 92 unit AK 02. Sukasari-Bubulak : 660 unit d. Jl. Suryakencana AK 02: Sukasari-bubulak : 660 unit AK 01: Cipinang Gading - Pasar Bogor : 13 unit 3.6. Penduduk Kota Bogor Jumlah penduduk di Kota Bogor pada tahun 2005 adalah sebanyak jiwa, terdapat kenaikan rata-rata pertahun sebesar 3,85 %. Kenaikan tersebut diduga karena adanya faktor-faktor penarik, antara lain semakin banyaknya fasilitas sosial-ekonomi, juga merupakan kota penyangga Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal di Kota Bogor. Kepadatan penduduk Kota Bogor pada tahun 2005 sebesar jiwa/km 2. Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Timur yang hanya berjumlah jiwa. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan dengan luas wilayah terkecil (8,33 Km 2 ) dan mempunyai kepadatan tertinggi, yaitu sebesar jiwa/km 2, hal ini disebabkan karena Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kegiatan sosial, perekonomian dan pemerintahan. Untuk lebih jelasnya mengenai penyebaran dan kepadatan penduduk di Kota Bogor dapat dilihat pada tabel berikut ini.

10 Tabel 3.4. Data Penduduk Kota Bogor per Kecamatan Tahun 2005 No Kecamatan /Kelurahan Luas (Km 2 ) Wilayah Jumlah (Jiwa) Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) 1 Bogor Selatan 30, Bogor Timur 10, Bogor Utara 17, Bogor Tengah 8, Bogor Barat 32, Tanah Sareal 18, Jumlah 118, Sumber: Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2005/2006, BPS Kota Bogor Berdasarkan hasil survey data instansional, diketahui bahwa perkembangan penduduk di Kota Bogor pada tahun pertumbuhan terbesar adalah di Kecamatan Tanah Sareal dengan rata-rata pertumbuhan terhadap kota sebesar 5,18% sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Bogor Tengah dengan pengaruh pertambahan terhadap kota adalah sebesar 0,51%. Untuk lebih jelas mengenai perkembangan penduduk di Kota Bogor dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.5. Persentase Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor No Kecamatan / Pertumbuhan Penduduk (Tahun) (%) Rata-Rata Kelurahan Pertumbuhan 1 Bogor Utara 2,02 1,52 4,30 2, Bogor Timur 1,32 4,83 3,79 0, Bogor Selatan 1,98 2,88 3,36 2, Bogor Tengah 10,62 3,52 4,11 1, Bogor Barat 1,60 5,09 3,66 1, Tanah Sareal 11,64 5,19 3,89 0, Sumber: Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2005/2006, BPS Kota Bogor

11 3.7. RTRW Kota Bogor Pengembangan Sistem Perwilayahan Pengembangan sistem pusat pelayanan di Kota Bogor didasari oleh pedoman yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang terkait dengan perencanaan fasilitas pelayanan umum yaitu: 1. Pedoman Perencanaan Lingkungan Perumahan Kota, Ditjen. Cipta Karya, Departemen. Pekerjaan Umum, tahun 1979 dan 2. Pedoman Penelitian SPM hasil Kepmen Kimpraswil, No. 378/KPTS/M/2001, Tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Pemukiman Kota. Di dalam pedoman tersebut dijelaskan mengenai penyediaan fasilitas pelayanan umum minimal untuk suatu kawasan yang didukung oleh sejumlah penduduk tertentu. Setiap kelompok fasilitas terdiri dari beberapa jenjang/hirarki pelayanan yang didasari oleh jumlah penduduk maksimum yang harus dilayani. Berdasarkan hal tersebut, maka sistem perwilayahan pelayanan di Kota Bogor adalah sebagai berikut: 1. Wilayah Kota Bogor, dengan penduduk yang dilayani maksimum jiwa 2. Bagian wilayah kota (BWK), dengan penduduk yang dilayani maksimum jiwa 3. Sub bagian wilayah kota (Sub BWK), dengan penduduk yang dilayani maksimum jiwa 4. Kawasan, dengan penduduk yang dilayani maksimum jiwa 5. Lingkungan, dengan penduduk yang dilayani maksimum jiwa Dalam perkembangannya wilayah Kota Bogor mengalami perubahan dalam proses perencanaan kotanya. Sebelumnya berdasarkan RTRW Kota Bogor Tahun 1999/2009 terlihat bahwa perencanaan Kota Bogor mengarah ke pendekatan pola satelit terukur. Perkembangan Kota Bogor yang demikian cepat dan mengikuti perkembangan DKI Jakarta sebagai wilayah utama di kawasan Jabodetabek mengakibatkan perubahan strategi perencanaan Kota Bogor. RTRW

12 2006/2015 menyatakan bahwa perencanaan Kota Bogor diarahkan ke sistem radial konsentris. Sistem radial konsentris ini merupakan sistem yang melegitimasi adanya sub-sub pusat BWK yang dikembangkan secara bersamaan dengan Pusat Kota. Sub-sub pusat BWK ini akan direncanakan menjadi pusat-pusat pendukung pusat kota. Pengembangan di sub-sub pusat BWK ini akan disesuaikan sesuai arahan selanjutnya. Transportasi hanya akan menggunakan legitimasi keberadaan sub-sub pusat BWK ini dalam penentuan simpul-simpul transportasi dan lintas-lintas strategis yang menghubungkan ketiga simpul ini. Gambar 3.1. memperlihatkan pola perencanaan Kota Bogor berdasarkan RTRW dan perubahannya pada revisi RTRW Gambar 3.1. Perubahan Pola Perencanaan Kota Bogor Sumber: Revisi RTRW Kota Bogor 2006, versi November 2006 dalam DLLAJ 2006 Dasar pertimbangan yang digunakan dalam pengembangan sistem jaringan transportasi Kota Bogor adalah: 1. Rencana sistem pusat-pusat kegiatan Bagian Wilayah Kota Bogor 2. Sistem hierarki jaringan jalan yang didasarkan pada UU No 38 Tahun Rencana persebaran penduduk Kota Bogor

13 Hasil analisis dari masalah transportasi Kota Bogor, diantaranya: (a) Rasio luas jaringan jalan yang tersedia berbanding luas wilayahnya baru mencapai 5 % dari ketentuan 25 %. (b) Pertumbuhan kendaraan sebesar 7,51 % / tahun (c) Pertumbuhan penduduk sebesar 3,5 % / tahun (d) Pertumbuhan PDRB sebesar 5,89 % / tahun (e) Pertumbuhan bangkitan sebesar 100 % / tahun 1) Rencana Sistem Jaringan Jalan Rencana pengembangan jaringan jalan Kota Bogor dicirikan untuk mengembangkan struktur kota dengan konsep konsentrik. Untuk mengimbangi perkembangan Kota Bogor yang direncanakan dibagi kedalam 3 BWK, maka dibangun jaringan jalan baru yang menghubungkan jaringan jalan hingga ke jalan menuju Tajur. Hal ini diantisipasi untuk pergerakan akibat kegiatan yang dikembangkan di pusat BWK baru di Kelurahan Tanah Baru akan tidak mengganggu kegiatan yang bersifat internal perkotaan. Lebar jaringan jalan yang direncanakan untuk fungsi tersebut disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. 2) Rencana Pengembangan Angkutan Umum Simpul-simpul terminal yang dikembangkan di Kota Bogor didasari pada pertimbangan fungsi dan peranan jaringan jalan yang dikembangkan di Kota Bogor. Di mana Kota Bogor pada tahun 2015 untuk kegiatan yang berfungsi primer dikembangkan mengikuti jaringan yang berfungsi primer seperti Soleh Iskandar dan R2 serta poros Pajajan atau poros R2 menuju Tajur. Selain itu pusat kegiatan terbagi 3 bagian di kawasan Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara maupun Bogor Selatan. Jumlah angkutan umum penumpang yang secara legal beroperasi di kota Bogor merupakan angkutan yang berdaya angkut 14 penumpang. Sementara hingga tahun 2015 jumlah penduduk Kota Bogor akan melebihi satu juta jiwa.

14 Dengan jumlah penduduk sebanyak itu maka sudah selayaknya Kota Bogor mengembangkan moda angkutan umum masal. Salah satu rencana pengembangan angkutan umum masal untuk Kota Bogor adalah Jenis Bus 3/4. Rute tersebut merupakan rute untuk mereduksi angkutan-angkutan kota yang bermuatan kecil menjadi angkutan bus. Disamping itu untuk mengantisipasi perpindahan moda angkutan kereta api ke bis dan dari moda-moda kecil ke bis. Angkutan bis ini didesain seperti bus way di Jakarta. Dengan demikian jaringan jalannya memanfaatkan lajur paling kanan dari jaringan jalan yang tersedia. Dan tiap 500 meter disediakan shelter busnya. Untuk angkutan yang berdaya angkut kecil disarankan melayani pusat-pusat BWK Bidang Transportasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan acuan dari arahan tata ruang yang harusnya dianut oleh sistem perencanaan lainnya. Perencanaan bangunan dan struktur bangunan, perencanaan fasilitas kesehatan, perencanaan wilayah lindung dan transportasi harus mengikuti arahan tata ruang tersebut. Sistem perencanaan baik tata ruang maupun transportasi sebenarnya selalu berdasarkan dua prinsip utama yaitu Servicing Demand and Promoting Area. Servicing demand atau pelayanan kebutuhan transportasi dilakukan bagi wilayah yang sudah berkembang dan cenderung tinggi kebutuhan perjalanannya. Promoting area digunakan untuk wilayah yang belum berkembang agar disparitas wilayah dan ekonomi tidak terlalu terasa dalam suatu kawasan atau wilayah. Dalam suatu wilayah pasti ada suatu wilayah yang berkembang dengan pesat dan wilayah yang marjinal perkembangannya. Kedua jenis wilayah ini harus disiasati dengan suatu sistem perencanaan yang baik dan terpadu. Setelah sistem perencanaan yang baik ini, sebaiknya dilanjutkan dengan sistem monitoring yang baik terutama untuk tata ruang. Kontrol terhadap tata ruang dan homogenisasi dari tata guna lahan sangat penting dalam perencanaanperencanaan lain yang mengikuti dibawahnya termasuk transportasi. Tata ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah akan mengusulkan suatu perencanaan transportasi yang spesifik. Contoh jaringan transportasi yang

15 menghubungkan antar pusat BWK dan antar pusat BWK dengan pusat kota merupakan jaringan yang bersifat mobilitas dengan hambatan samping yang tinggi. Sangat berbeda dengan jaringan transportasi yang berada di dalam wilayah pusat atau sub pusat BWK dimana hambatan samping dan akses di kanan-kiri prasarana transportasi dapat direncanakan tinggi. Perencanaan angkutan umum juga harus mengikuti perencanaan tata ruang dan prinsip ideal transportasi. Angkutan umum sebaiknya menghubungkan wilayah-wilayah antar Pusat BWK dan antara Pusat Kota dengan Pusat BWK. Jaringan-jaringan rute yang langsung sebaiknya dibatasi. Arahan jaringan rute ini juga harus disesuaikan dengan kesesuaian armada. Pusat KegiatanWilayah Terminal/ Prasarana Transportasi Jaringan Jalan Fasilitas Ekonomi Fasilitas Perdagangan Jaringanangkutan umum Efisiensi Gambar 3.2. Hubungan Antara RTRW dengan Sistem Perencanaan Lainnya di Bawahnya Sumber: Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2006

16 BAB IV KEMACETAN DI PUSAT KOTA BOGOR 4.1. Volume Kendaraan Berdasarkan kriteria jalan yang akan diteliti, terdapat empat jalan kolektor yang bersimpangan dengan jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya Bogor, yaitu jalan Jenderal Sudirman, jalan Kapten Muslihat, jalan Pulo Empang, serta jalan Suryakencana. Dari survey yang telah dilakukan terhadap volume kendaraan pada jalan-jalan yang diteliti, volume kendaraan dibagi menjadi lima kelas yaitu ; Sangat Rendah (SR) : smp Rendah (R) Sedang (S) Tinggi (T) Sangat Tinggi (ST) : smp : smp : smp : smp Masing-masing jalan penelitian menunjukkan perbedaan tingkat volume kendaraan yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Tingkat Volume Kendaraan Pada Jalan Penelitian Pagi Sore Nama Jalan ke kebun dari kebun ke kebun dari kebun raya raya raya raya Tingkat Sudirman Tinggi Sedang Sedang Sangat Tinggi Volume Muslihat Tinggi Sedang Sedang Sedang Kendaraan Empang Tinggi Rendah Sedang Rendah Suryakencana - Sedang - Sedang Sumber : Pengolahan Data, 2008 Berdasarkan tabel tersebut di atas, tampak bahwa pada pagi hari, volume kendaraan lebih tinggi di jalan yang 40 arahnya ke kebun raya, sedangkan pada sore hari, volume kendaraan lebih tinggi pada jalan dengan arah dari kebun raya,

17 itupun hanya pada jalan Sudirman saja, sedangkan pada jalan lain volume kendaraannya rata-rata adalah sedang. Jumlah kendaraan pada masing-masing arah jalan adalah sebagai berikut: Pagi Hari Volume kendaraan pada pagi hari dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4.1. Volume Berdasarkan Jenis Kendaraan Pagi Hari Sumber : Pengolahan Data, 2008 Berdasarkan gambar di atas, pada pagi hari, di setiap jalan volume kendaraannya lebih tinggi pada jalan yang arahnya ke kebun raya di banding pada arah sebaliknya. Pada jalan Suryakencana yang hanya merupakan jalan satu arah yaitu dari kebun raya, volume kendaraannya lebih besar dibanding jalan-jalan dengan arah sama lainnya. Persentase penggunaan kendaraan tiap unitnya dapat dilihat pada gambar berikut;

18 Tabel 4.2. Persentase Penggunaan Kendaraan Pagi Hari Persentase penggunaan kendaraan (%) Nama Jalan Dari Pusat Kota Ke Pusat Kota Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis A B C D A B C D Sudirman Muslihat Empang Suryakencana Sumber : Pengolahan Data, 2008 Dari penggunaan jenis kendaraan, pada setiap jalan penelitian, sepeda motor selalu menjadi moda transportasi utama yang dipilih oleh para pengguna jalan yaitu sekitar 50% dari keseluruhan jenis kendaraan, sedangkan kendaraan berat merupakan kendaraan yang paling jarang melintas pada setiap jalan penelitian dengan persentase penggunaan tidak pernah lebih dari 2%. Sedangkan untuk jenis kendaraan ringan yaitu mobil plat kuning dan plat hitam serta merah berbeda-beda pada masing-masing jalan. Pada jalan Sudirman, mobil plat hitam dan merah selalu menjadi pillihan utama bagi para pengguna jalan, begitu pula dengan jalan Empang pada arah ke kebun raya. Sedangkan pada ke dua jalan lainnya serta jalan Empang dengan arah dari kebun raya, mobil plat kuning yang di dominasi oleh angkutan kota lebih banyak dipilih oleh para pengguna jalan. Setiap jalan penelitian didominasi oleh jenis kendaraan yang berbedabeda. Angkutan kota (kendaraan jenis A) paling besar terdapat pada jalan Muslihat, kendaraan pribadi (jenis B) paling besar terdapat pada jalan Sudirman, sedangkan persentase penggunaan sepeda motor dan truk terbesar adalah pada jalan Empang. Berikut persentase penggunaan kendaraan setelah disamakan dalam satuan smp per jalan penelitian:

19 Tabel 4.3. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Ke Kebun Raya Pada Pagi Hari Jenis Kendaraan Persentase per Jalan (%) Sudirman Muslihat Empang Mobil plat kuning Mobil plat hitam dan merah Sepeda motor Kendaraan berat Total Sumber : Pengolahan Data, 2008 Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya ke kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman yaitu sebesar 18% dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian. Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor. Sedangkan di jalan Muslihat jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning yang pengaruhnya hampir sama besar dengan sepeda motor di jalan Sudirman. Tabel 4.4. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Dari Kebun Raya Pada Pagi Hari Jenis Kendaraan Persentase per Jalan (%) Sudirman Muslihat Empang Suryakencana Mobil plat kuning Mobil plat hitam dan merah Sepeda motor Kendaraan berat Total Sumber : Pengolahan Data, 2008

20 Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya dari kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman yaitu sebesar 12.9% dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian. Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling banyak berpengaruh adalah mobil plat kuning. Di jalan Suryakencana, jenis kendaraan yang paling mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor dan mobil plat kuning. Sedangkan di jalan Muslihat, sama seperti pada pagi hari, jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning Sore Hari Volume kendaraan masing-masing jalan pada sore hari dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4.2. Volume Berdasarkan Jenis Kendaraan Sore Hari Sumber : Pengolahan Data,2008

21 Pada sore hari, tidak tampak adanya perbedaan volume kendaraan yang besar antara tiap arah jalan, namun jalan Sudirman merupakan yang paling mencolok dibanding jalan lainnya di mana volume kendaraan pada jalan arah dari kebun raya jauh lebih besar dibanding pada arah sebaliknya. Pada jalan Muslihat, ke dua arah menunjukkan tingkat volume yang samasama berada pada tingkat sedang. Tidak tampak ada perbedaan yang mencolok antara ke dua arah jalan. Pada jalan Empang, volume kendaraan justru lebih tinggi pada jalan arah ke kebun arah dibanding sebaliknya, hal ini berarti sama dengan pada pagi hari di mana volume kendaraan pada jalan ke arah kebun raya lebih tinggi dari arah sebaliknya. Persentase penggunaan kendaraan tiap unitnya dapat dilihat pada gambar berikut; Tabel 4.5. Presentase Penggunaan Kendaraan Sore Hari Persentase penggunaan kendaraan (%) Dari Pusat Kota Ke Pusat Kota Nama Jalan Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis A B C D A B C D Sudirman Muslihat Empang Suryakencana Sumber : Pengolahan Data, 2008 Untuk penggunaan jenis kendaraan, tampak bahwa sama halnya dengan pada pagi hari, pada sore hari ini pada setiap jalan sepeda motor selalu menjadi pilihan utama moda transportasi terutama pada jalan Empang. Sebaliknya, kendaraan berat selalu merupakan jenis kendaraan yang paling jarang melintas pada masing-masing jalan penelitian di mana persentase penggunaannya tidak pernah melebihi 3% dari penggunaan seluruh jenis kendaraan, hal ini berkaitan dengan fakta bahwa jalan penelitian merupakan jalan perkotaan sehingga kendaraan berat jarang melintasi jalan-jalan tersebut. Sedangkan untuk penggunaan kendaraan ringan, baik yang berupa mobil plat kuning maupun mobil

22 plat hitam dan merah yang merupakan mobil pribadi, berbeda-beda pada masingmasing jalan. Pada jalan Sudirman, sama dengan pada pagi hari, penggunaan mobil plat hitam dan merah selalu lebih tinggi dibanding mobil plat kuning baik pada arah ke kebun raya maupun sebaliknya. Selisih antara kedua jenis kendaraan ini pun relatif besar. Berbeda dengan jalan Sudirman, pada jalan Muslihat dan Empang penggunaan kendaraan ringan lebih didominasi oleh mobil plat kuning atau angkutan umum, meskipun selisihnya dengan mobil plat hitam tidaklah terlalu signifikan. Jalan Suryakencana merupakan jalan dengan satu arah saja, yaitu arah menjauhi kebun raya. Pada jalan ini, penggunaan kendaraan ringan lebih didominasi oleh mobil plat kuning meskipun selisihnya dengan kendaraan berplat hitam dan merah tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari setiap jalan penelitian didominasi oleh jenis kendaraan yang berbeda-beda. Angkutan kota (kendaraan jenis A) paling besar terdapat pada jalan Muslihat, kendaraan pribadi (jenis B) paling besar terdapat pada jalan Sudirman, sedangkan persentase penggunaan sepeda motor dan truk terbesar adalah pada jalan Empang. Berikut persentase penggunaan kendaraan setelah disamakan dalam satuan smp per jalan penelitian: Tabel 4.6. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Ke Kebun Raya Pada Sore Hari Persentase per Jalan (%) Jenis Kendaraan Sudirman Muslihat Empang Mobil plat kuning Mobil plat hitam dan merah Sepeda motor Kendaraan berat Total Sumber: Pengolahan Data, 2008 Dari tabel di atas, tampak bahwa pada sore hari, di jalan yang arahnya ke kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor di jalan Sudirman yaitu sebesar

23 22.7 % dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian. Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan, tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor baru kemudian kendaraan plat kuning. Sedangkan di jalan Muslihat jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning.. Tabel 4.7. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Dari Kebun Raya Pada Sore Hari Persentase per Jalan (%) Jenis Kendaraan Sudirman Muslihat Empang Suryakencana Mobil plat kuning Mobil plat hitam dan merah Sepeda motor Kendaraan berat Tota Sumber : Pengolahan Data, 2008 Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya ke kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman yaitu sebesar 18.8 % dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian. Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor. Di jalan Muslihat jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning. Sedangkan untuk di jalan Suryakencana, jenis kendaraan yang paling banyak mempengaruhi adalah mobil plat kuning. Dilihat dari volume kendaraan pada jalan-jalan penelitian, tampak bahwa pada pagi hari, pada semua jalan penelitian volume kendaraannya lebih tinggi pada jalan dengan arah ke kebun raya dibanding dengan arah sebaliknya yaitu dari kebun raya. Sedangkan pada sore hari, hampir pada semua jalan penelitian kecuali

24 jalan Empang, volume kendaraannya lebih padat pada jalan dengan arah dari kebun raya dibanding dengan arah sebaliknya yaitu ke kebun raya. Hal ini menunjukkan bahwa jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya merupakan pusat kota di mana pada jam-jam sibuk pagi hari kendaraan kebanyakan menuju jalan ini dan meninggalkan jalan ini pada jam-jam sibuk sore hari Hambatan Samping Berdasarkan survey yang telah dilakukan, masing-masing jalan penelitian menunjukkan perbedaan tingkat hambatan samping. Tingkat hambatan samping dibuat berdasarkan klasifikasi Manual Klasifikasi Jalan Indonesia (1997) dengan tingkat hambatan samping mulai dari Sangat Rendah(SR), Rendah (R), Sedang (S), Tinggi (T), hingga Sangat Tinggi (ST), klasifikasi hambatan samping pada masing-masing jalan dapat dilihat pada tabel berikut: Tingkat Hambatan Samping Tabel 4.8. Hambatan Samping Pada Jalan Penelitian Pagi Sore Nama Jalan ke kebun raya dari kebun raya ke kebun raya dari kebun raya Sudirman Rendah Rendah Rendah Rendah Muslihat Sangat Sangat Sangat Sangat Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Empang Rendah Rendah Rendah Rendah Suryakencana - Sumber : Pengolahan Data, 2008 Sangat Tinggi Tinggi Pagi Hari Pada masing-masing jalan, hambatan samping menunjukkan perbedaan. Perbedaan ini terutama tampak jelas pada jalan Muslihat seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut;

25 Gambar 4.3. Jenis Hambatan Samping Pagi Hari Sumber : Pengolahan Data, 2008 Seperti terlihat pada grafik di atas, pada pagi hari, jalan Muslihat memiliki hambatan samping paling tinggi di mana tingkat hambatan samping-nya baik pada arah ke kebun raya maupun sebaliknya selalu sangat tinggi. Tingginya jumlah pejalan kaki yang menyeberang serta berjalan kaki di badan jalan paling banyak mempengaruhi tingginya hambatan samping di jalan ini. Lokasinya yang dekat dengan stasiun kereta api Bogor membuat tingginya jumlah pejalan kaki pada jam-jam sibuk. Jalan Sudirman dan Empang tidak banyak memiliki perbedaan dalam hambatan sampingnya. Ke dua jalan ini, baik pada arah ke kebun raya maupun sebaliknya, tingkat hambatan sampingnya rata-rata adalah rendah. Kedua jalan ini sama-sama memiliki trotoar yang lebar sehingga pejalan kaki hanya mengganggu arus lalu lintas dalam jumlah pejalan kaki yang menyeberang di badan jalan saja. Jalan Sudirman sendiri merupakan kawasan yang cukup bersih dari pedagang kaki lima, sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas. Sedangkan jalan Suryakencana memiliki hambatan samping yang sangat tinggi karena lokasi jalan ini yang sangat dekat dengan pasar Bogor di mana aktivitasnya terutama pejalan kaki paling ramai pada pagi hari

26 Jika dihitung hambatan samping antara keseluruhan jalan, maka akan terlihat pada tabel berikut; Tabel 4.9. Persentase Hambatan Samping Antar Jalan Penelitian Pada Pagi Hari Persentase (%) Nama Arah Ke Kebun Raya Arah Dari Kebun Raya Jalan Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Sudirman Muslihat Empang Suryakencana Sumber : Pengolahan Data, 2008 Pada pagi hari dengan arah jalan ke kebun raya, untuk keseluruhan tipe hambatan samping, jalan Muslihat selalu memiliki persentase tertinggi dibanding ke dua jalan lainnya, yaitu di atas 50%, sedangkan ke dua jalan lainnya berbedabeda untuk setiap tipe hambatan samping. Untuk hambatan samping tipe I yaitu jumlah pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang di badan jalan dan tipe II yaitu jumlah kendaraan parkir, angkot ngetem, serta jumlah pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan, jalan Empang memiliki jumlah kejadian yang lebih besar dibanding jalan Sudirman. Sedangkan untuk hambatan samping tipe III yaitu jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dari lahan samping serta persimpangan dan tipe IV yaitu jumlah kendaraan tidak bermotor yang melewati jalan penelitian, jumlah kejadiannya lebih tinggi pada jalan Sudirman dibanding pada jalan Empang. Pada jalan dengan arah dari kebun raya, persentase kejadian hambatan samping antara jalan penelitian, berbeda-beda untuk setiap tipe hambatan samping. Untuk hambatan samping tipe I, yaitu jumlah pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang di badan jalan, kejadiannya paling banyak terjadi pada jalan Suryakencana yaitu sebesar 48,2%, kemudian pada jalan Muslihat yaitu sebesar 37,9%, disusul oleh jalan Empang dan terakhir jalan Sudirman. Lokasi jalan Suryakencana yang dekat dengan pasar Bogor dan jalan Muslihat yang dekat

27 dengan stasiun kereta api Bogor serta trotoar yang sempit turut mempengaruhi tingginya jumlah pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang di jalan ini Untuk hambatan samping tipe II yaitu berupa kendaraan parkir, angkutan kota ngetem serta pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan, jumlah kejadian terbesar terjadi pada jalan Muslihat dengan persentase sebesar 72,5%, kemudian jalan Suryakencana dan Empang yang presentasenya sama-sama sebesar 10,2%, dan terakhir jalan Sudirman yaitu sebesar 7,1%. Terdapat banyak rute serta unit angkutan kota yang melewati jalan Muslihat, sehingga banyak pula angkutan kota yang berhenti dalam waktu lama untuk menarik penumpang (ngetem) di badan jalan. Di jalan Suryakencana hanya ada dua rute angkutan kota yang melewatinya, sehingga jumlah angkutan kota yang ngetem di jalan ini pun tidak sebanyak di jalan Muslihat. Besarnya hambatan samping di jalan ini lebih disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang parkir di badan jalan. Pada jalan Empang tidak terdapat adanya bangunan penting yang menyebabkan angkutan kota mengetem pada jalan ini seperti halnya stasiun kereta api di jalan Muslihat serta pasar di jalan Suryakencana sehingga hambatan samping tipe II di jalan ini tidak terlalu tinggi. Begitu pula di jalan Sudirman yang rute serta unit angkutan kota yang melintas adalah sedikit. Untuk hambatan samping tipe III yaitu jumlah kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan samping serta persimpangan, kejadiannya justru paling banyak terjadi di jalan Sudirman dibanding jalan-jalan lainnya yaitu sebesar 65,3%, disusul oleh jalan Muslihat yaitu sebesar 16,3%, lalu jalan Suryakencana dengan persentase sebesar 15,9%, dan terakhir jalan Empang dengan persentase kejadian sebesar 2,5%. Pada arah dari kebun raya ini, pada jalan Sudirman terdapat sebuah persimpangan di mana arus kendaraan masuk serta keluar persimpangan ini cukup tinggi. Pada jalan Muslihat, kendaraan yang keluar dan masuk hambatan samping adalah menuju ke sekolah Budi Mulia dan Plasa Matahari sehingga jumlah kejadiannya tidak terlalu tinggi. Pada jalan Empang, bangunan penting yang menyebabkan aktivitas keluar masuk lahan samping hanyalah Bogor Trade Mall (BTM) dan beberapa pertokoan kecil sehingga kejadian hambatan samping untuk tipe ini hanya sedikit. Begitu pula dengan jalan Suryakencana yang bangunan pentingnya hanya Plasa Yogya Lama.

28 Untuk hambatan samping tipe IV yaitu kendaraan lambat/ tidak bermotor yang melewati jalan penelitian, jumlah kejadiannya paling banyak terjadi pada jalan Muslihat yaitu sebesar 74,2%, disusul kemudian oleh jalan Suryakencana 11,5%, lalu jalan Sudirman sebesar 10,5% dan terakhir adalah jalan Empang yaitu sebesar 3,8%. Jenis kendaraan lambat yang paling banyak melintas pada jalan penelitian adalah becak Sore Hari Pada sore hari, selain jalan Muslihat jalan Suryakencana yang merupakan jalan satu arah ini juga memiliki hambatan samping yang juga tinggi seperti tampak pada gambar berikut ini; Gambar 4.4. Jenis Hambatan Samping Sore Hari Sumber : Pengolahan Data, 2008 Pada sore hari, jalan muslihat masih merupakan jalan dengan hambatan samping terbesar, yaitu sangat tinggi. Sedangkan jalan Suryakencana berada pada urutan ke dua, dengan tingkat hambatan samping yaitu rata-rata tinggi dengan jalan arah dari kebun raya. Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari faktor pejalan kaki masih menyumbang nilai terbesar untuk tingginya jumlah hambatan

29 samping di jalan Muslihat. Untuk jalan Suryakencana, tingginya hambatan samping juga paling banyak dipengaruhi oleh tingginya jumlah pejalan kaki di jalan ini. Persis di samping jalan, terdapat pasar tradisional yaitu pasar bogor yang membuat tingginya jumlah pejalan kaki yang lalu lalang dan cukup menganggu arus lalu lintas di jalan ini. Selain itu, banyaknya kendaraan yang di parkir di badan jalan juga mempersempit ruang gerak kendaraan lain. Tingginya jumlah pejalan kaki yang berjalan serta menyeberang di badan jalan pada setiap jalan disebabkan oleh tidak adanya jembatan penyeberangan bagi para pejalan kaki yang akan menyeberang, akibatnya pejalan kaki hanya dapat menyeberangi jalan melalui badan jalan. Bahkan pada jalan-jalan seperti jalan Muslihat dan jalan Suryakencana, trotoar yang disediakan kurang memadai bagi para pejalan kaki. Sedangkan pada jalan Sudirman dan jalan Pulo Empang trotoar yang ada sudah cukup memadai. Tipe hambatan samping yang lain tidak banyak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Namun, hambatan samping tipe II yaitu berupa angkutan ngetem, kendaraan parkir di badan jalan serta pedagang kaki lima termasuk yang paling banyak terjadi pada masing-masing jalan, kecuali pada jalan Muslihat yang arahnya dari kebun raya. Pada jalan dengan arah tersebut, hambatan samping tipe III yaitu kendaraan yang keluar dan masuk lahan samping serta persimpangan menempati urutan ke dua dalam jumlah hambatan samping. Pada jalan dan arah ini, terdapat persimpangan yang harus dilewati oleh angkutan kota sehingga banyak angkutan kota (angkot) yang keluar dari persimpangan tersebut. Sedangkan untuk hambatan samping tipe IV yaitu kendaraan lambat/tak bermotor yang melewati jalan penelitian merupakan jenis hambatan samping yang jumlah kejadiannya paling sedikit. Biasanya jenis kendaraan tak bermotor yang melewati jalan penelitian adalah berupa becak, yang terutama paling banyak terdapat di jalan Muslihat. Jika dihitung hambatan samping antara keseluruhan jalan, maka akan terlihat pada tabel berikut;

30 Tabel Persentase Hambatan Samping Antar Jalan Penelitian Pada Sore Hari Persentase (%) Nama Jalan Arah Ke Kebun Raya Arah Dari Kebun Raya Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Sudirman Muslihat Empang Suryakencana Sumber : Pengolahan Data, 2008 Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari untuk jalan dengan arah ke kebun raya, semua tipe hambatan samping menunjukkan jumlah kejadian terbesar pada jalan Muslihat dengan jumlah persentase kejadian semuanya lebih dari 50%. Sedangkan pada jalan Sudirman dan Empang, besarnya kejadian setiap tipe hambatan samping berbeda-beda. Untuk hambatan samping tipe I, jumlah kejadiannya lebih besar pada jalan Empang dibanding dengan pada jalan Sudirman. Sedangkan untuk hambatan samping tipe II,III, dan IV jumlah kejadiannya lebih besar pada jalan Sudirman dibanding dengan pada jalan Empang. Untuk jalan dengan arah dari kebun raya, persentase kejadian antar jalan nya lebih bervariasi dibanding dengan pada arah sebaliknya. Untuk hambatan samping tipe I, jumlah kejadiannya paling besar pada jalan Muslihat yaitu sebesar 45,8%, kemudian pada jalan Suryakencana sebesar 39,9%, lalu jalan Empang sebesar 9,4% dan terakhir jalan Sudirman sebesar 4,9%. Untuk hambatan samping tipe I ini, berbeda dengan pada pagi hari di mana hambatan sampingnya lebih besar pada jalan Suryakencana dibanding jalan Muslihat, maka pada sore hari yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini karena berkurangnya aktivitas masyarakat di pasar bogor yang menyebabkan pada pagi hari jumlah pejalan kakinya sangat banyak yang tidak didukung oleh fasilitas pedestrian yang memadai. Untuk hambatan samping tipe II yaitu jumlah kendaraan yang parkir, angkutan kota ngetem serta pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan jumlah kejadian tertinggi berada pada jalan Muslihat dengan presentase jumlah kejadian sebesar 66%, disusul kemudian oleh jalan Sudirman yaitu sebesar 13%,

31 lalu jalan Suryakencana sebesar 13%, dan terakhir adalah jalan Empang yaitu sebesar 8,2%. Hambatan samping tipe III yaitu jumlah kendaraan yang keluar/masuk dari lahan samping dan persimpangan, seperti pada pagi hari, justru paling banyak terjadi pada jalan Sudirman yaitu sebesar 70,3%, kemudian pada jalan Suryakencana yaitu sebesar 15,2%, lalu jalan Muslihat yaitu sebesar 12,7%, dan terakhir pada jalan Empang yaitu sebesar 1,8%. Hambatan samping tipe IV yaitu jumlah kendaraan lambat/tidak bermotor yang melewati jalan penelitian, jumlah kejadiannya paling banyak pada jalan Muslihat yaitu sebesar 77%. Sedangkan persentase kejadian hambatan tipe IV untuk jalan Sudirman dan Suryakencana adalah sama-sama sebesar 9,9%. Sedangkan jalan Empang memiliki jumlah kejadian hambatan samping tipe ini hanya sebesar 3,2% Perbandingan Tingkat Kemacetan Dalam Kondisi Normal dan Dengan Hambatan Samping Berdasarkan survey yang telah dilakukan, berikut adalah data tingkat kemacetan pada masing-masing jalan penelitian pada kondisi normal, yang dibagi menjadi tidak macet, kemacetan tingkat rendah, kemacetan tingkat sedang, dan kemacetan tingkat tinggi seperti berikut; Tabel Tingkat Kemacetan Jalan Penelitian Dalam Kondisi Normal Tingkat Kemacetan Nama Jalan Pagi Sore ke kebun raya dari kebun raya ke kebun raya dari kebun raya Sudirman Sedang Tidak macet Tidak macet Tinggi Muslihat Tidak macet Tidak macet Tidak macet Tidak macet Empang Tidak macet Tidak macet Tidak macet Tidak macet Suryakencana - Tidak macet - Tidak macet Sumber : Pengolahan Data, 2008 Pada kondisi normal hampir semua jalan dengan volume kendaraan yang diperoleh dari hasil survey lapang tidak mengalami kemacetan kecuali pada jalan

32 Sudirman pada pagi hari pada arah ke kebun raya serta pada sore hari dengan arah dari kebun raya. Sedangkan pada kondisi dengan adanya hambatan samping, tingkat kemacetan pada masing-masing jalan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Tingkat Kemacetan Jalan Penelitian Dalam Kondisi Dengan Hambatan Samping Tingkat Kemacetan Jalan Pagi Sore ke kebun raya dari kebun raya ke kebun raya dari kebun raya Sudirman Sedang Tidak macet Tidak macet Tinggi Muslihat Sedang Tidak macet Tidak macet Tidak macet Empang Rendah Tidak macet Tidak macet Tidak macet Suryakencana Tidak macet Tidak macet Sumber : Pengolahan Data, 2008 Dari tabel di atas, tampak bahwa kemacetan lebih banyak terjadi pada pagi hari di mana pada arah ke kebun raya semua jalan penelitian mengalami kemacetan meskipun pada tingkat yang berbeda-beda. Sedangkan pada sore hari kemacetan hanya terjadi pada jalan Sudirman dengan arah menjauhi kebun raya, sedangkan pada jalan lainnya sama sekali tidak mengalami kemacetan. Jika dibandingkan dengan pada kondisi normal tanpa hambatan samping, maka tampak adanya peningkatan tingkat kemacetan pada beberapa jalan tertentu setelah faktor hambatan samping dimasukan dalam penghitungan, yaitu pada jalan Muslihat dan Empang arah ke kebun raya pada pagi hari. Pada jalan Muslihat yang hambatan sampingnya sangat tinggi, tingkat kemacetannya langsung meningkat dari yang seharusnya tidak mengalami kemacetan menjadi mengalami kemacetan dengan tingkat sedang. Pada jalan Empang yang seharusnya tidak mengalami kemacetan, maka setelah faktor hambatan samping dimasukkan dalam penghitungan, maka jalan tersebut mengalami kemacetan namun masih dalam tingkat rendah karena hambatan samping di jalan ini yang juga rendah. Perbedaan tingkat kemacetan jika dilihat dari perubahan Level of Service nya dapat dilihat lebih jelas pada grafik berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan bagian integral dari masyarakat. Ia menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI 4.1. Batas Administrasi Kota Bogor terletak pada 106º43 30-106º51 00 Bujur Timur dan 6º30 30-6º41 00 Lintang Selatan. Kota Bogor berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Negara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Administratif Berdasarkan data BAPPEDA Kota Bogor (2009), secara geografis Kota Bogor terletak pada 106º 48 Bujur Timur dan 6º 36 Lintang Selatan. Wilayah penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah wilayah. Menurut Nasution (1996), transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan

Lebih terperinci

Karakteristik Responden

Karakteristik Responden LAMPIRAN 1 Lampiran 1 Kuesioner Supir Angkot Karakteristik Responden Nama : Usia : Tahun Domisili : Suku : Pendidikan Terakhir : [1] Tidak sekolah/belum tamat SD [2] Tamat SD dan SMP [3] Tamat SMA [4]

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam menentukan keberhasilan perkembangan daerah. Kebutuhan akan transportasi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 31 BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 15 SERI E

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 15 SERI E BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ANGKUTAN UMUM MASSAL (SAUM) DI KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bagian ini diuraikan mengenai latar belakang studi; rumusan persoalan; tujuan dan sasaran studi; ruang lingkup studi, yang meliputi ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah;

Lebih terperinci

timbul akibat adanya pemisahan lokasi aktivitas. Dengan demikian, sistem kegiatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan transportasi

timbul akibat adanya pemisahan lokasi aktivitas. Dengan demikian, sistem kegiatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan transportasi Evaluasi Kinerja Angkutan Umum Di Kota Bogor (Studi Kasus: Trayek Angkutan Kota Nomor 03,08, dan 09) 1 Desti Mayyanti 1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Tekik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan Melisa Margareth 1, Papia J.C. Franklin 2, Fela Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi Manado 2 & 3

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA JALAN MARGONDA RAYA KOTA DEPOK Endang Susilowati Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

ANALISA KINERJA JALAN MARGONDA RAYA KOTA DEPOK Endang Susilowati Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma ANALISA KINERJA JALAN MARGONDA RAYA KOTA DEPOK Endang Susilowati Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma 1. Abstrak Jalan Margonda Raya memiliki fungsi jalan kolektor primer dengan panjang jalan 4.895

Lebih terperinci

Merasakan Perjalanan di Jalan Sholeh Iskandar

Merasakan Perjalanan di Jalan Sholeh Iskandar Merasakan Perjalanan di Jalan Sholeh Iskandar Oleh : Octadian Pratiwanggono Pendahuluan Pagi itu, hari Rabu tanggal 17 Februari 2016, waktu penunjukan pukul 07.00 wib, perjalanan setiap hari yang dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B)

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B) KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B) Dede Sarwono Program Studi Teknik Sipi, Fakultas Teknik, Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl.K.H. sholeh Iskandar

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada V. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Keadaan Umum Kecamatan Cicurug Kecamatan Cicurug berada di bagian Sukabumi Utara. Kecamatan Cicurug memiliki luas sebesar 4.637 hektar.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Salah satu permasalahan penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Kota Bandung adalah permasalahan transportasi. Transportasi adalah penunjang fungsi sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK A.R. Indra Tjahjani 1, Gita Cakra 2, Gita Cintya 3 1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pancasila Jakarta, Lenteng Agung Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA BOGOR

BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA BOGOR BAB I PENDAHULUAN Kota Bogor merupakan Kota yang pesat pembangunan serta terdekat dengan Ibu Kota Negara. Disisi lain merupakan kota dengan tujuan wisata dari berbagai sudut daerah dimana semua daerah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Simpang antara Jalan Laksda Adisucipto dengan Jalan Ring Road Utara Jogjakarta berada pada wilayah desa Maguwoharjo kecamatan Maguwoharjo kabupaten Sleman DIY. Simpang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia, seperti pergerakan dari rumah (asal) sekolah, tempat kerja, dan lain-lain

Lebih terperinci

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA Ratih Widyastuti Nugraha 3108 100 611 Abstrak Pemerintah kota Surabaya membangun beberapa terminal baru. Salah satu terminal

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar datang ke Yogyakarta untuk sekedar berwisata maupun menetap untuk melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN. luar datang ke Yogyakarta untuk sekedar berwisata maupun menetap untuk melanjutkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota yang dikenal sebagai kota budaya dan kota pelajar karena banyak terdapat tempat wisata maupun sekolah atau perguruan tinggi. Banyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Alur Kerja Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Kegiatan III - 1 3.2 Pelaksanaan Survey Lalu Lintas 3.2.1 Definisi Survey Lalu Lintas Survey lalu lintas merupakan kegiatan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam tingkat pertumbuhan suatu wilayah. Wilayah yang mampu menata sarana dan prasarana dengan baik maka daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK U. Winda Dwi Septia 1) Abstrak Jalan-jalan yang ada di Kota Pontianak merupakan salah satu sarana perhubungan bagi distribusi arus lalu lintas, baik angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG Wilton Wahab (1), Delvi Gusri Yendra (2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang proses kehidupan manusia sebagai penunjang media perpindahan arus barang, orang, jasa serta informasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya adalah kota metropolis dengan mobilitas penduduk sangat tinggi. Kota Surabaya saat ini tumbuh menjadi kota besar yang modern. Jumlah penduduk kota Surabaya

Lebih terperinci

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 24 BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 4.1 Profil Wilayah Kota Bogor Kota Bogor secara geografis terletak pada 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 36 Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta. Wilayah

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR Riyadi Suhandi, Budi Arief, Andi Rahmah 3 ABSTAK Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA pada ruas jalan yang melingkari Istana Kepresidenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor transportasi dengan sarana dan prasarana yang memadai, sangatlah diperlukan adanya untuk pertumbuhan dan perkembangan wilayah sebagai tempat kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Semarang sebagai ibu kota propinsi di Jawa Tengah mempunyai banyak potensi yang bisa dikembangkan. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara pulau Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG Jalan raya merupakan bagian dari sarana transportasi darat yang memiliki peranan penting untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lain. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan seiring laju pesat pertumbuhan pembangunan dalam segala bidang serta mobilitas yang cukup tinggi untuk melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari, menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, 130 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Cihampelas termasuk

Lebih terperinci

Tingkat pelayanan pada ruas jalan berdasarkan hasil

Tingkat pelayanan pada ruas jalan berdasarkan hasil BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1. Umum Secara garis besar masalah lalulintas yang ada di kota Yogyakarta pada umumnya dan daerah studi kasus pada khususnya mempunyai kondisi sebagai berikut : a. Bercampurnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dalam sebuah kota, maupun pendapatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dalam sebuah kota, maupun pendapatan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mobilitas yang tinggi menjadikan transportasi sebagai prasarana yang sangat penting dalam aktivitas sehari-hari. Transportasi terus berkembang seiring dengan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104):

I. PENDAHULUAN. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104): I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Jakarta merupakan Kota Megapolitan yang ada di Indonesia bahkan Jakarta menjadi Ibu Kota Negara Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada dibawah kekuasaan

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota negara dan sebagai pusat pemerintahan Indonesia. Menurut Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi (2010), Jakarta mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan jasa angkutan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan jasa angkutan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan jasa angkutan yang cukup serta memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang tidak dapat diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 1.1.1. Data Non Fisik Sebagai stasiun yang berdekatan dengan terminal bus dalam dan luar kota, jalur Busway, pusat ekonomi dan pemukiman penduduk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era modern seperti sekarang ini, alat transportasi merupakan suatu kebutuhan bagi setiap individu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 6 BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 2.1. Latar Belakang Kemacetan lalu lintas adalah salah satu gambaran kondisi transportasi Jakarta yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan secara tuntas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Kota Bogor Kedudukan geografis Kota Bogor berada di tengah wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Jakarta, sehingga merupakan potensi

Lebih terperinci

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah disertai pertambahan penduduk dengan pergerakan yang tinggi mempengaruhi peningkatan mobilitas antar Propinsi, Kabupaten, Kecamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 UMUM Analisa kinerja lalu lintas dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan, dan dimaksudkan untuk melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv viii x xi xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari beberapa lokasi kemacetan lalu-lintas, jalan Kampung Melayu sampai

BAB I PENDAHULUAN. Dari beberapa lokasi kemacetan lalu-lintas, jalan Kampung Melayu sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari beberapa lokasi kemacetan lalu-lintas, jalan Kampung Melayu sampai Tanah Abang merupakan jalan yang paling mudah terjadi kemacetan lalu lintas, jalan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana kota untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. maka pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana kota untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Medan sebagai kota sentral ekonomi di daerah Sumatera Utara adalah kota yang mempunyai perkembangan yang tumbuh dengan pesat, oleh karena itu maka pemerintah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam RTRW Kota Bandar Lampung tahun 2011-2030 Jalan Raden Intan sepenuhnya berfungsi sebagai jalan arteri sekunder, jalan ini cenderung macet terutama pagi dan sore

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi didefinisikan sebagai kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di dalamnya terdapat unsur pergerakan (movement).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. B. PENGERTIAN JUDUL v Terminal : Perhentian (bus, kereta api, dan sebagainya) penghabisan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Sementara itu fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking)

Lebih terperinci

EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA

EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA Rian Doto Gumilar 1), Slamet Widodo 2), Siti Mayuni 2) ABSTRAK Bukaan median dengan fasilitas u-turn tidak secara keseluruhan mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabel Analisis Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja Ruas Jalan Otto Iskandardiata Kota Bandung akibat pertumbuhan lalu lintas selama 10 tahun mendatang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR

PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 192-201 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : A. Karakteristik kecelakaan berdasarkan beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN SISTEM ANGKUTAN KOTA BOGOR UNTUK MENGURANGI KEMACETAN

USULAN PERBAIKAN SISTEM ANGKUTAN KOTA BOGOR UNTUK MENGURANGI KEMACETAN USULAN PERBAIKAN SISTEM ANGKUTAN KOTA BOGOR UNTUK MENGURANGI KEMACETAN Robby Hartono 1, Bagus Made Arthaya 2, Alfian 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci