HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Survei Konsumsi Pangan Hasil dari survei konsumsi pangan dari lima daerah di Jakarta adalah data konsumsi pangan yang akan digunakan untuk menghitung nilai estimasi paparan bisfenol-a (BPA) pada kemasan botol susu polikarbonat. Survei konsumsi pangan ini juga memberikan informasi terkait sebaran responden. Selain itu, juga dapat memberikan informasi terkait cara penanganan botol susu polikarbonat yang dilakukan oleh responden. Rekapan hasil survei untuk daerah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara disajikan pada Lampiran 2, 3, 4, 5, dan Sebaran Responden Data informasi mengenai responden yang diambil dalam kegiatan survey konsumsi pangan pada penelitian ini dilakukan pengelompokan berdasarkan karakteristik dari responden yang terdiri dari pekerjaan responden, pendidikan responden. Selain itu dilakukan pengelompokan juga terhadap karakteristik bayi dari responden yang terdiri dari umur bayi, dan jenis kelamin pada bayi. Kriteria pengelompokan yang dipilih diharapkan dapat memberi gambaran sebaran penggunaan botol susu polikarbonat pada bayi. Pengelompokan-pengelompokan ini untuk mempermudah melihat seberapa besar penggunaan botol susu berbahan dasar polikarbonat. Informasi ini nantinya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk upaya pencegahan ataupun kebijakan yang lain sebagai bentuk kewaspadaan karena merujuk pada populasi yang paling berpotensi terkena paparan bisfenol-a (BPA) Karakteristik Responden Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Tingkat pendidikan terutama pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas tumbuh kembang anak. Menurut Khomsan (02), orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih respon dalam mencari informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengasuhan anak. Namun, menurut Syarief dan Husaini (00) dalam Fitrisia (02) proporsi pemberian ASI pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih rendah dibandingkan yang berpendidikan rendah. Berdasarkan hasil survey diperoleh sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan pada lima kota di Jakarta adalah sebagai berikut : a. Jakarta Barat, responden dengan tingkat pendidikan diploma / sarjana ke atas sebesar 53%, SMA sebesar 47%, sedangkan SMP dan SD sebesar 0%. Hal ini memberikan gambaran bahwa tidak ditemuinya responden dengan tingkat pendidikan SMP dan SD yang menggunakan botol polikarbonat. b. Jakarta pusat, responden dengan tingkat pendidikan diploma / sarjana ke atas sebesar 65%, SMA sebesar 30%, SMP sebesar 5%, dan SD sebesar 0%. c. Jakarta selatan, responden dengan tingkat pendidikan diploma / sarjana ke atas sebesar 55%, SMA sebesar 27%, SMP sebesar 3% dan SD sebesar 15%. 14

2 Persentase Tingkat Pendidikan (%) d. Jakarta Timur, responden dengan tingkat pendidikan diploma / sarjana ke atas sebesar 58%, SMA sebesar 42%, sedangkan SMP dan SD sebesar 0%. e. Selanjutnya, di kota Jakarta Utara responden berdasakan tingkat pendidikan diploma / sarjana ke atas dan SMA sebesar %, SMP sebesar 5% dan SD sebesar 4%. Hal ini memberikan gambaran bahwa kedua kelompok responden yang memiliki tingkat pendidikan diploma / sarjana ke atas dan SMA besarnya relative sama atau tidak memiliki selisih yang jauh. Secara keseluruhan dari responden memberi gambaran bahwa pengguna kemasan botol susu polikarbonat yang paling banyak ditemui berdasarkan taraf pendidikan adalah diploma / sarjana keatas sebesar 54%, SMA sebesar 37%, SMP sebesar 5%, dan SD sebesar 4%. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi peluang penggunaan botol polikarbonat dan akan semakin tinggi pula bayi terpapar BPA. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi tidak menjamin terlepas atau terbebas dari penggunaan botol susu polikarbonat dan terhindar dari bahaya resiko paparan zat berbahaya, tingkat pendidikan ternyata tidak berpengaruh terhadap penggunaan dan pemahaman akan bahaya kemasan polikarbonat. Oleh karena itu, upaya atau tindakan pencegahan seperti penyuluhan terkait bahaya BPA harus dilakukan disemua kalangan baik di kalangan pendidikan maupun masyarakat luas. Diagram sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan di setiap kota dan diseluruh kota disajikan pada Gambar Diploma / Sarjana keatas SMA SMP SD Gambar 4. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Sebaran responden berdasarkan pekerjaan Jenis pekerjaan orang tua menentukan jumlah pendapatan yang diterima keluarga. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas dari botol susu yang digunakan. Kurangnya pendapatan akan berpengaruh terhadap jenis pangan yang dikonsumsi sertakualitas dari botol susu yang digunakan. Hasil survey menunjukan sebaran responden berdasarkan pekerjaan dari responden yang diambil di kota Jakarta Barat memberi gambaran bahwa penggunaan botol susu polikarbonat dikota 15

3 Persentase Pekerjaan (%) ini yang paling banyak adalah ibu rumah tangga sebesar 53%, sedangkan untuk pekerja sebesar 47%. Di kota Jakarta Pusat, Sebaran responden yang paling banyak ditemui adalah ibu rumah tangga sebesar 62%, sedangkan untuk pekerja sebesar 38%. Selanjutnya untuk sebaran responden yang diambil di Jakarta Selatan penggunaan botol susu polikarbonat yang paling banyak adalah pekerja sebesar 55%, sedangkan untuk ibu rumah tangga sebesar 45%. Kemudian untuk sebaran responden di Jakarta Timur penggunaan botol susu polikarbonat yang paling banyak adalah ibu rumah tangga sebesar 61%, sedangkan untuk pekerja sebesar 39%. Sebaran responden di kota Jakarta Utara memberikan gambaran bahwa penggunaan botol susu polikarbonat yang paling banyak adalah ibu rumah tangga sebesar 65%, sedangkan untuk pekerja 35%. Hal ini memberikan gambaran bahwa penggunaan botol susu polikarbonat relative lebih banyak digunakan oleh responden ibu rumah tangga dibandingkan oleh pekerja. Secara keseluruhan dari responden memberi gambaran bahwa pengguna kemasan botol susu polikarbonat yang paling banyak ditemui berdasarkan pekerjaanya adalah ibu rumah tangga sebesar 57%, sisanya adalah pekerja sebesar 43%. Hal ini mungkin disebabkan karena lebih mahalnya harga botol susu non BPA yang ada dipasaran dibandingkan dengan botol polikarbonat yang mengandung BPA, sehingga responden yang tidak memiliki pekerjaan akan cenderung lebih memilih botol susu yang harganya lebih murah. Selain itu, banyaknya penggunaan botol susu polikarbonat juga disebabkan oleh banjirnya penjualan botol susu polikarbonat di pasar. Berbeda halnya dengan botol susu non BPA, botol ini biasanya hanya dapat ditemukan di apotik atau pasar swalayan modern. Banjirnya penjualan botol susu polikarbonat di pasaran pun diakibatkan karena masih diperbolehkannya pembuatan botol susu polikarbonat menggunakan bahan tambahan BPA, asalkan kadarnya tidak melebihi 0,03 µg/ml (30 ppb) (Anonim, 12) 2. Diagram sebaran responden berdasarkan pekerjaan di setiap kota dan diseluruh kota disajikan pada Gambar Pekerja Ibu rumah tangga 0 Gambar 5. Sebaran responden berdasarkan pekerjaan. 16

4 Persentase Jenis Kelamin (%) Karakteristik Bayi Sebaran bayi berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin merupakan salah faktor yang digunakan dalam survey. Berdasarkan jenis kelamin, hasil survey bayi laki-laki di kota Jakarta Barat sebesar 56% dan perempuan sebesar 44%. Kota Jakarta Pusat, jenis kelamin laki-laki sebesar 55% dan perempuan 45%. Untuk sebaran responden yang memiliki bayi dengan jenis kelamin laki-laki di Jakarta Selatan sebesar 45% dan perempuan sebesar 55%. Kota Jakarta Timur sebaran responden jenis kelamin laki-laki sebesar 44% dan perempuan sebesar 56%, serta Jakarta Utara responden yang memiliki bayi dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 37% dan perempuan sebesar 63%. Ditinjau dari kelima kota tersebut, bayi yang paling banyak ditemui adalah bayi perempuan sebesar 52%, sedangkan laki-laki sebesar 48%. Data statistik tahun 10 menunjukan bahwa tingkat persentase kelahiran bayi dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sebesar 51,22% dan 48,78% (Herdaru Purnomo, 10). Perbandingan tingkat angka kelahiran bayi berdasarkan jenis kelamin dari data statistik tersebut tidak berbeda nyata dengan dengan data yang diperoleh dari hasil survey selama penelitian, akan tetapi karena rasio perbedaannya tidak terlalu besar antara tingkat kelahiran bayi jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang diperoleh dari survey dan perbandingan dari data statistik, maka perbedaan tersebut masih dianggap wajar karena mungkin saja ada peningkatan angka kelahiran bayi berjenis kelamin perempuan pada tahun 12. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelahiran bayi berdasarkan jenis kelamin diantaranya faktor makanan, faktor waktu, faktor penetrasi, faktor rangsangan, faktor persiapan istri, dan faktor posisi (Anonim. 07) 3. Karena bayi dengan jenis kelamin perempuan meiliki jumlah persentase lebih besar maka bayi perempuan memiliki peluang resiko yang lebih tinggi terhadap paparan BPA dibandingkan bayi laki-laki. Sehingga perlu diwaspadai dan perlu upaya pencegahan dari orang tua bayi maupun penentu kebijakan untuk meminimalisir atau bahkan mengeliminir potensi resiko paparan BPA. Gambar 6 menunjukan diagram sebaran bayi berdasarkan jenis kelamin disetiap kota dan diseluruh kota Perempuan Laki - laki 0 Gambar 6. Sebaran bayi berdasarkan jenis kelamin 17

5 Persentase Umur (%) Sebaran bayi berdasarkan umur Berdasarkan umur, hasil survey menujukan sebaran responden yang memiliki bayi berdasarkan umur dari responden yang diambil di kota Jakarta Barat yang paling banyak adalah bayi dengan umur dan bulan sebesar 26%. Hal ini memberikan gambaran bahwa kedua kelompok bayi yang memiliki umur dan bulan besarnya relative sama atau tidak memiliki selisih yang jauh berbeda. Untuk kota Jakarta Pusat yang paling banyak adalah bayi dengan umur bulan sebesar 28%. Selanjutnya untuk kota Jakarta Selatan yang paling banyak adalah bayi dengan umur 7 12 bulan sebesar %. Kemudian di kota Jakarta Timur yang paling banyak adalah bayi dengan umur 6 dan bulan sebesar 22%. Dan yang terakhir di kota Jakarta Utara yang paling banyak adalah bayi dengan umur bulan sebesar 33%. Secara umum, hasil survey di lima kota memberikan gambaran bahwa umur bayi terbanyak berada pada interval bulan yaitu sebesar 23%. Karena pada jarak interval umur bulan memiliki persentase yang terbesar diantara umur yang lainnya maka umur tersebut dianggap memiliki resiko yang paling rentan terhadap paparan BPA sehingga memiliki resiko bahaya yang paling tinggi. Bayi pada umur bulan merupakan umur terjadinya peningkatan berat badan dan tinggi badan serta pertumbuhan otak telah mencapai 90-95% (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Menurut Tri Gozali (08) interval umur merupakan salah satu periode emas pertumbuhan otak pada bayi. Periode ini adalah tahap paling cepat dan paling kritis dalam perkembangan otak. Tahap ini terjadi pada trimester ketiga kehamilan dan selesai diantara ulang tahun kedua dan ketiga seorang anak. Di masa ini, pertumbuhan otak sangat rapuh akan konsekuensi yang merugikan dari malnutrisi. Penelitian menunjukan bahwa jika jumlah sel otak yang tepat tidak berkembang di masa ini, kecacatan pada otak akan terjadi secara permanen. Menurut Saal Vom et. al. (05) bahaya terkonsumsinya BPA oleh bayi diantaranya adalah dapat mengganggu kerja kelenjar hormon yang dapat mempengaruhi perkembangan otak dari bayi. Oleh karena itu perlu diwaspadai dan perlu adanya upaya pencegahan dari orang tua bayi maupun penentu kebijakan untuk meminimalisir atau bahkan mengeliminir potensi resiko paparan BPA. Gambar 7 menunjukan diagram sebaran bayi berdasarkan umur disetiap kota dan diseluruh kota Bulan Bulan Bulan 7-12 Bulan 6 Bulan Gambar 7. Sebaran bayi berdasarkan umur 18

6 Persentase Berat Badan (%) Sebaran bayi berdasarkan berat badan Berdasarkan berat badan, hasil survey menujukan sebaran responden yang memiliki bayi berdasarkan berat badan dari responden yang diambil di kota Jakarta Barat yang paling banyak adalah bayi dengan berat badan kg sebesar 35%. Untuk kota Jakarta Pusat yang paling banyak adalah bayi dengan berat badan kg sebesar 43%. Kemudian dari kota Jakarta Selatan bayi yang paling banyak adalah bayi dengan berat badan 7 9 kg sebesar 34%. Selanjutnya di kota Jakarta Timur bayi yang paling banyak adalah bayi dengan berat badan kg sebesar 44%. Dan yang terakhir untuk kota Jakarta Utara bayi yang paling banyak adalah bayi dengan berat badan kg sebesar 45%. Secara keseluruhan dari responden yang diambil di lima kota Jakarta, memberikan gambaran bahwa responden yang memiliki bayi terbanyak adalah dengan interval berat badan kg sebesar %. Karena memiliki persentase yang terbesar maka bayi yang memiliki berat badan kg dianggap sebagai populasi yang paling rentan terhadap paparan BPA sehingga memiliki resiko bahaya yang paling tinggi. Bila ditinjau dari rumus perhitungan estimasi nilai paparan maka akan menunjukan bahwa seseorang yang memiliki berat badan lebih rendah maka resiko paparannya lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki berat badan lebih tinggi. Gambar 8 menunjukan diagram sebaran bayi berdasarkan berat badan disetiap kota dan diseluruh kota >13 Kg Kg 7-9 Kg 4-6 Kg 3 Kg Gambar 8. Sebaran bayi berdasarkan berat badan Sebaran Merk Botol Susu Polikarbonat yang Digunakan Responden Berdasarkan hasil survey diperoleh sebaran merk botol susu polikarbonat yang digunakan oleh responden pada lima kota di Jakarta adalah sebagai berikut: a. Jakarta Barat, responden menggunakan botol susu polikarbonat dengan merk A sebesar 88%, merk B sebesar 12%, sedangkan merk C dan D sebesar 0%. Hal ini memberikan gambaran bahwa tidak ditemuinya responden yang menggunakan botol polikarbonat dengan merk C dan D. 19

7 b. Jakarta pusat, responden menggunakan botol susu polikarbonat dengan merk A sebesar 82%, merk B sebesar 18%, sedangkan merk C dan D sebesar 0%. c. Jakarta selatan, responden menggunakan botol susu polikarbonat dengan merk A sebesar 85%, merk B sebesar 15%, sedangkan merk C dan D sebesar 0%. d. Jakarta Timur, responden menggunakan botol susu polikarbonat dengan merk merk A sebesar 89%, merk B sebesar 8%, merk C sebesar 3%, sedangkan D sebesar 0%. e. Selanjutnya, responden yang diambil di kota Jakarta Utara menggunakan botol susu polikarbonat dengan merk A sebesar 72%, merk B sebesar 25%, merk D sebesar 3%, sedangkan untuk merk C sebesar 0%. Bila ditinjau secara keseluruhan dari banyaknya merk botol susu polikarbonat yang digunakan oleh responden di lima kota Jakarta yang paling banyak digunakan adalah merk A sebesar 83%. Gambar 9 menunjukan diagram sebaran merk botol susu polikarbonat yang digunakan oleh responden disetiap kota dan diseluruh kota. Pemilihan responden dalam penggunaan botol susu polikarbonat dengan merk A ini sangatlah besar, dalam hal ini beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya persentase pemilihan merk A, diantaranya adalah merk botol susu yang sudah terkenal dimasyarakat luas akan kualitasnya, harga dari merk botol susu yang dapat terjangkau oleh masyarakat dari kalangan kelas ekonomi manapun, serta kemudahan dalam mendapatkannya. Menurut Rachmandianto (10) Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pemilihan produk, diantaranya adalah kebudayaan, kelas social, kelompok referensi kecil, keluarga, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan, dan konsep diri. Sedangkan dalam melakukan pembeliannya dikelompokan lagi menjadi empat berdasarkan tingkat keterlibatan diferensiasi merk, yaitu budget allocation (Pengalokasian budget), product purchase or not (Membeli produk atau tidak), store patronage (Pemilihan tempat untuk mendapatkan produk), dan brand and style decision (Keputusan atas merk dan gaya). Pengertian merk (merk) menurut American Marketing Association, didefinisikan sebagai nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merk adalah untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Suatu produk yang menggunakan brand cenderung akan lebih menjamin produk mereka, sehingga dalam hal kemasan pun akan memilih kualitas yang lebih bagus. Dalam hal ini untuk menguji kualitas dari kemasan botol susu polikarbonat yang memiliki merk dapat dilakukan dengan menguji besarnya jumlah residu yang bermigrasi ke dalam pangan yang dikemas. Kemasan botol polikarbonat yang memiliki jumlah jumlah residu yang lebih tinggi dapat dikatakan kemasan yang memiliki kualitas yang rendah. Tidak mudah untuk menentukan jenis plastik yang baik untuk wadah atau kemasan pangan. Dipasaran diperkirakan banyak dijumpai bahan kemasan yang sebetulnya tidak cocok dengan jenis makanan yang dikemas. Setiap jenis makanan memiliki sifat yang perlu dilindungi, yang harus dapat ditanggulangi oleh jenis kemasan tertentu. Kesalahan material kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan makanan yang dikemas. Selain dari hasil uji laboratorium, kualitas dari suatu kemasan, aman atau tidaknya wadah pelastik (food grade dan non-food grade) bisa diketahui dari simbol atau tanda khusus yang tertera di wadah plastik tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Simbol kemasan wadah pelastik berdasarkan keamanan penggunaannya Simbol Nama Simbol Arti Simbol Food Grade Bergambar gelas dan garpu yang artinya wadah tersebut aman digunakan untuk tempat makanan dan minuman

8 Tabel 1. Simbol kemasan wadah pelastik berdasarkan keamanan penggunaannya (lanjutan) Simbol Nama Simbol Arti Simbol Non-Food Grade Microwave Save Non Microwave Oven Save Non-Oven Save Bergambar gelas dan garpu yang dicoret, Artinya tidak didesain sebagai wadah makanan ataupun minuman karena zat kimia yang terkandung didalamnya akan berbahaya bagi kesehatan Bergambar garis bergelombang yang menandakan bahwa wadah ini aman digunakan sebagai wadah penghangat makanan didalam microwave karena tahan terhadap suhu tinggi di dalam microwave Bergambar garis bergelombang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk menghangatkan makanan di dalam microwave karena tidak tahan suhu yang tinggi Bergambar oven (kotak dengan dua garis horisontal) menandakan bahwa wadah ini aman digunakan sebagai wadah makanan untuk dihangatkan di dalam oven. Meski hanya terbuat dari plastik tapi wadah jenis ini tahan terhadap suhu yang tinggi Seperti simbol Oven Save yang dicoret yang artinya wadah tidak tahan terhadap suhu tinggi Freezer Save Bergambar bunga salju yang artinya wadah plastik ini aman sebagai wadah makanan dalam suhu Non-Frezeer Save Cut Save Non-cut save Bergambar bunga salju yang dicoret menandakan bahwa wadah makanan ini tidak aman digunakan sebagai wadah makanan yang disimpan didalam lemari es atau freezer Bergambar Pisau artinya wadah tersebut aman sebagai alas untuk memotong bahan makanan karena tahan terhadap gor esan Bergambar pisau yang dicoret yang artinya kebalikan dari Cut save Dishwasher save Bergambar gelas terbalik berarti wadah tersebut aman untuk dicuci didalam mesin pencuci Non-dishwasher save Grill save Non-grill save Bergambar gelas terbalik yang dicoret. Artinya wadah tersebut hanya boleh dicuci manual Bergambar pemanggang atau grill (tiga segitiga terbalik), artinya wadah aman digunakan untuk memanggang didalam suhu tinggi Bergambar pemanggang atau grill dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk memanggang Sumber : Ardhi Poernomo (12) 21

9 Persentase Merk Botol (%) D C B A 0 Gambar 9. Sebaran merk botol susu polikarbonat yang digunakan oleh responden Sebaran Responden berdasarkan Proses Sterilisasi Botol Susu Polikarbonat. Proses sterilisasi botol susu polikarbonat perlu diperhatikan, karena dengan proses sterilisasi yang salah dapat mengakibatkan terlepasnya BPA dari kemasan botol susu ke dalam pangan. Berdasarkan hasil survey diperoleh sebaran responden berdasarkan proses sterilisasi botol susu pada lima kota di Jakarta adalah sebagai berikut: a. Jakarta Barat, responden merebus botol sebesar 59%, merendam dengan air panas sebesar %, menggunakan steamer sebesar 12%, dan dengan cara dituang desinfektan sebesar 9%. b. Jakarta pusat, responden merebus menggunakan air sebesar 80%, merendam dengan air panas sebesar 12%, menggunakan steamer sebesar 5%, dan dengan cara dituang desinfektan sebesar 3%. c. Jakarta selatan, responden merebus menggunakan air sebesar 82%, merendam dengan air panas sebesar 12%, menggunakan steamer dan dituang desinfektan sebesar 3%. d. Jakarta Timur, responden merebus menggunakan air sebesar 77%, merendam dengan air panas sebesar 13%, menggunakan steamer sebesar 10%, sedangkan untuk yang dituang desinfektan sebesar 0%. Hal ini memberikan gambaran bahwa tidak ditemuinya responden yang mensterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara dituang dengan desinfektan. e. Selanjutnya, responden yang diambil di kota Jakarta Utara memberikan gambaran sebaran dari proses sterilisasi botol susu, diantaranya yaitu dengan cara direbus menggunakan air sebesar 77%, direndam dengan air panas sebesar 13%, dan menggunakan steamer sebesar 10%, sedangkan untuk yang dituang desinfektan sebesar 0%. Bila ditinjau secara keseluruhan proses sterilisasi yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah dengan cara direbus sebesar 75%. Gambar 10 menunjukan diagram sebaran responden berdasarkan cara sterilisasi botol susu polikarbonat disetiap kota dan diseluruh kota. Menurut Sandra Biedermann-Brem dan Grob (09) beberapa proses yang dapat mengakibatkan terlepasnya BPA dari kemasan botol susu polikarbonat ke dalam pangan, diantaranya yaitu : 22

10 1. Botol bayi disterilkan dengan air berada di dalamnya, biasanya menggunakan microwave. Pada proses ini, botol bayi tersterilisasi bersamaan dengan air mendidih di dalamnya. Biasanya sterilisasi dengan cara ini memakan waktu 5 menit. Proses sterilisasi semacam ini akan menyebabkan lepasnya bisfenol-a dari botol bayi sebanyak 3-10 µg/l. Konsentrasi bisfenol-a yang lepas dari botol bayi besarnya tergantung dari lamanya sterilisasi, semakin lama waktu sterilisasi semakin banyak Bisfenol-A yang terlepas. 2. Air dididihkan di luar botol (dengan cara mendidihkannya menggunakan panci selama 10 menit), kemudian air mendidih itu dituang ke dalam botol bayi. Proses semacam ini akan menyumbang bisfenol-a sebanyak 6 µg/l. 3. Konsentrasi lepasnya bisfenol-a tertinggi didapat dengan cara mendidihkan air di dalam botol, tetapi air tersebut telah dididihkan sebelumnya. Proses ini akan menyumbang bisfenol-a sebanyak lebih dari 100 µg/l. 4. Mencuci botol bayi menggunakan mesin pencuci piring (dishwasher) akan membebaskan bisfenol- A sebanyak kurang lebih 10 µg/l 5. Menyiapkan susu bayi dengan cara biasa juga turut menyumbangkan pelepasan bisfenol-a. Misalkan proses penyiapannya seperti ini, air dididihkan di dalam panci lalu dimasukkan ke dalam botol kemudian ditambahkan air minum biasa secukupnya. Proses ini menyumbang pelepasan bisfenol-a tidak lebih dari 0.5 µg/l. Dari hasil penelitian Sandra Sandra Biedermann-Brem dan Grob bila dibandingkan dengan hasil survey yang telah dilakukan di kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara memberikan gambaran bahwa masyarakat di kota tersebut masih belum memahami proses sterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara yang benar, sehingga dalam hal ini perlu diadakannya penyuluhan mengenai informasi proses sterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara yang benar dari instansi yang terkait agar resiko paparan BPA dapat diminimalisir. Beberapa tips yang dapat dilakukan agar pelepasan BPA dapat ditekan seminimal mungkin, diantaranya yaitu (Anonim, 10) 4 : 1. Jangan memanaskan air di dalam botol polycarbonat untuk menyiapkan susu formula. 2. Hindari mengisi air panas langsung ke dalam botol bayi (botol polikarbonat). 3. Dalam mencuci botol bayi gunakan cairan sabun yang memang khusus diperuntukkan untuk peralatan bayi, jangan gunakan sembarang sabun karena cairan sabun yang keras akan memicu lepasnya bisfenol-a dari botol bayi. 4. Gunakan air sabun hangat dan juga sponge dalam mencuci botol bayi, hal tersebut dapat mencegah pelepasan bisfenol-a. Jika anda ingin menggunakan sikat dalam mencuci, maka gunakanlah sikat yang halus agar gesekan yang terjadi dengan botol bayi ketika mencuci tidak sampai menyebabkan lepasnya bisfenol-a. 5. Bilaslah botol bayi dengan sempurna setelah selesai dicuci, apabila perlu lakukan berulang kali. Hindari pemanasan susu di dalam botol polikarbonat pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi memudahkan terjadinya pelepasan bisfenol-a dari strktur dinding botol. 23

11 Persentase Cara Sterilisasi (%) Dituang Desinfektan Menggunakan steamer Direndam air panas Direbus 0 Gambar 10. Sebaran responden berdasarkan cara sterilisasi botol susu Sebaran Responden Berdasarkan Proses Penyiapan Susu Formula Kedalam Botol Susu Polikarbonat Dari survey konsumsi pangan juga diperoleh sebaran responden berdasarkan proses penyiapan susu formula kedalam botol susu polikarbonat. Hasil yang diperoleh untuk wilayah Jakarta Barat, 100% responden memilih penyiapan susu formula dilakukan dengan cara langsung dibuat didalam botol susu. Begitu juga dengan hasil survey di Jakarta Pusat, hanya 5% responden memilih penyiapan susu formula dibuat di gelas, dan 95% langsung dibuat didalam botol susu. Hasil survey di Jakarta Selatan, 97% penyiapan susu formula dilakukan dengan cara langsung dibuat di dalam botol susu, sedangkan 3% responden susu formula dibuat di dalam gelas. Hasil survey untuk wilayah Jakarta Timur sebanyak 94% dan 90% untuk Jakarta Utara menyiapkan susu formula dengan cara dibuat langsung di dalam botol susu, sedangkan sisanya penyiapan susu formula dibuat terlebih dahulu di dalam gelas. Bila ditinjau secara keseluruhan bahwa responden yang melakukan penyiapan susu formula dengan cara yang terbanyak adalah dengan cara langsung dibuat didalam botol susu polikarbonat sebesar 95%, sedangkan untuk penyiapan susu formula yang terlebih dahulu dibuat digelas hanya sebesar 5%. Bila dilihat dari besarnya persentase penyiapan susu formula dengan cara langsung dibuat kedalam botol susu polikarbonat memberikan gambaran bahwa masih banyak masyarakat di wilayah DKI Jakarta yang belum paham mengenai cara penyiapan susu formula kedalam botol susu polikarbonat dengan benar, sehingga hal ini akan mengakibatkan tingginya tingkat resiko bahaya terpaparnya bayi oleh BPA. Besarnya persentase sebaran responden berdasarkan cara penyiapan susu formula kedalam botol susu polikarbonat disetiap kota dan diseluruh kota dapat dilihat pada Gambar

12 Persentase Cara Penyiapan Susu Formula (%) Terlebih dahulu dibuat digelas Langsung dibuat di botol susu 84 Gambar 11. Sebaran responden berdasarkan cara penyiapan susu formula kedalam botol susu Sebaran Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Botol Susu Bayi Tempat penyimpanan botol susu bayi penting untuk diperhatikan. Penyimpanan botol yang sembarangan dapat menyebabkan adanya kontaminasi bakteri dan kuman. Hasil survey memberikan gambaran bahwa sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi untuk kota Jakarta Barat antara lain untuk yang disimpan di dalam tempat tertutup sebesar 76%, sedangkan untuk yang disimpan ditempat terbuka sebesar 24%. Di kota Jakarta Pusat, sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi persentasenya sebesar 77% untuk yang disimpan ditempat tertutup, sedangkan untuk yang disimpan ditempat terbuka sebesar 23%. Selanjutnya sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi untuk kota Jakarta Selatan besar persentasenya adalah untuk yang disimpan ditempat tertutup sebesar 85%, sedangkan untuk yang ditempat terbuka sebesar 15%. Kemudian untuk kota Jakarta Timur sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi besar persentasenya, yaitu untuk yang disimpan ditempat tertutup sebesar 64%, sedangkan untuk yang ditempat terbuka sebesar 36%. Dan yang terakhir sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi untuk kota Jakarta Utara besar persentasenya adalah untuk yang disimpan ditempat tertutup sebesar 67%, sedangkan untuk yang ditempat terbuka sebesar 33%. Bila ditinjau secara keseluruhan dari responden di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara memberikan gambaran bahwa sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi yang paling banyak adalah yang menyimpan botol susu bayi ditempat tertutup, yaitu sebesar 74%. Dilihat dari besarnya persentase sebaran responden yang memilih tempat tertutup untuk tempat penyimpanan susu bayi maka hal ini memperlihatkan bahwa sudah tingginya tingkat kesadaran dari masyarakat mengenai masalah higienitas dari botol susu bayi. Walaupun tempat penyimpanan botol susu bayi tidak menjadi faktor penentu dari besar atau kecilnya jumlah paparan BPA, akan tetapi kebersihan dari tempat penyimpanan botol susu sendiri perlu di perhatikan karena bila lingkungan tempat penyimpanan botol susu kotor maka botol susunya pun akan 25

13 Persentase Tempat Penyimpanan Botol Susu (%) terkontaminasi oleh bakteri dan kuman yang ada disekitarnya. Dan hal ini dapat menjadi sumber penyakit untuk bayi yang menggunakan botol tersebut. Beberapa penyakit yang dapat menyerang bayi bila kebersihan tempat peyimpanan botol susu tidak terjaga diantaranya yaitu diare yang disebabkan oleh kuman seperti S. Aureus, E. Colli, dan Pseudomonas. Besarnya persentase sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi disetiap kota dan diseluruh kota dapat dilihat pada Gambar Tempat Terbuka Tempat Tertutup 0 Gambar 12. Sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol susu bayi Waktu Kontak Kemasan Botol Susu Polikarbonat Dengan Susu Formula Lama kontak botol susu polikarbonat dengan susu formula perlu untuk diperhatikan. Adanya kontak yang terlalu lama antara kemasan botol polikarbonat dengan susu formula dapat mengakibatkan kenaikan jumlah migrasi BPA masuk ke dalam susu formula yang dikemas. Hasil survey yang telah dilakukan pada lima kota di Jakarta memberikan informasi lama waktu kontak kemasan botol susu polikarbonat dengan susu formula. Lama waktu kontak ini mengindikasikan seberapa besarnya resiko yang akan memapari karena semakin lama kontak antara kemasan botol susu polikarbonat dengan susu formula yang dikemasnya maka residu BPA yang masuk ke dalam susu formula akan semakin tinggi. Lamanya waktu kontak antara kemasan botol susu polikarbonat dengan susu formula dari hasil survey dapat dilihat pada Tabel 2, dengan rata-rata lama waktu kontak dari keseluruhan kota sebesar 16,74 menit. Besarnya lama waktu kontak ini dapat digunakan sebagai acuan dalam uji komposit susu formula yang dikemas botol susu polikarbonat untuk perlakuan seperti pada kondisi lapang. Semakin lama waktu kontak antara kemasan botol susu polikarbonat dengan susu formula yang dikemas maka semakin tinggi pula nilai migrasi BPA yang masuk kedalam susu formula yang dikemas, artinya residu BPA yang mengkontaminasi susu formula juga semakin banyak dan resiko paparannya pun juga semakin tinggi. Besarnya paparan tergantung dari migrasi BPA yang masuk ke dalam susu formula. Selain lamanya waktu kontak, faktor lain seperti suhu dan cara sterilisasi botol pun sangat berpengaruh terhadap besar paparan. Informasi mengenai suhu dan cara 26

14 sterilisasi botol pun dapat diperoleh dari survey yang dilakukan dengan cara bertanya kepada responden. Tabel 2. Waktu kontak kemasan botol susu polikarbonat dengan susu formula Waktu Kontak (menit) Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara Rata-rata C. Hugnes dan F. vom Saal (05) melakukan studi penentuan migrasi BPA dari beberapa kemasan botol susu polikarbonat menggunakan air. Pengujian migrasi ini menggunakan perlakuan waktu selama 24 jam, serta suhu pada suhu ruang dan suhu 80 o C. Hasil uji pada perlakuan suhu dan waktu yang diperoleh, antara lain untuk ke empat sampel botol susu yang disimpan pada suhu ruang menunjukan bahwa tidak terdektesinya migrasi BPA pada air air yang dikemasnya, sedangkan untuk ke empat botol susu yang yang disimpan pada suhu 80 o C terdektesi bahwa ada BPA yang termigrasi dari kemasan botol susu ke air yang dikemasnya. Besarnya BPA yang termigrasi untuk merk A ssebesar 5,64 µg/ml, merk B sebesar 7,08 µg/ml, merk C sebesar 6,26 µg/ml, dan merk D sebesar 6,41 µg/ml. Dari hasil pengujian ini menunjukan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu kontak maka residu BPA yang bermigrasi ke pangan pun semakin banyak Hubungan Tingkat Pendidikan Responden Dengan Perilaku Responden Dalam Memilih Merk Botol Susu, Proses Sterilisasi Botol Susu, dan Proses Penyiapan Susu Formula Tingkat pendidikan akan menentukan besar kecilnya penggunaan pendapatan keluarga serta berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki. Faktor pendidikan ibu sangat mempengaruhi dalam penentuan gizi anak baik segi kualitas maupun kuantitasnya. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan menimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari. Salah satu faktor yang berhubungan dengan pendidikan yaitu didalam melihat tingkat kesadaran dari responden dalam memahami resiko bahaya paparan BPA dari botol polikarbonat. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku responden dalam memilih merk botol polikarbonat, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula. Untuk mencari hubungan antar variable ini digunakan uji hipotesis asosiatif dengan alat pengujian dalam perhitungannya menggunakan korelasi Kendal Tau. Menurut D.A. De Vaus (02) Uji korelasi Kendal Tau adalah uji statistik yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variable berskala ordinal dengan jumlah sampel 30. Kemudian untuk mempermudah perhitungannya digunakan software SPSS (Statistical Products and Solution Services). Hasil dari perhitungan uji korelasi Kendal Tau menggunakan SPSS dapat dilihat pada Tabel 3. 27

15 Kendall's tau_b Tabel 3. Hasil perhitungan uji korelasi Kendal Tau menggunakan SPSS 1 Tingkat Pendidikan responden Tingkat pendidikan merk botol susu Proses sterilisasi botol susu Proses penyiapan susu formula ** ** ** Sig. (2-tailed) N Merkbotol susu.358 ** ** Sig. (2-tailed) N Proses sterilisasi botol susu ** -.4 ** ** Sig. (2-tailed) N Proses penyiapan susu formula ** ** ** is significant at the 0.01 level (2tailed). Sig. (2-tailed) N Hipotesis awal (H0) dari pengujian ini adalah tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula. Sedangkan hipotesis bandingan (H1) untuk pengujian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula. Berdasarkan hasil keluaran SPSS di atas menunjukan untuk korelasi variable tingkat pendidikan responden dengan variable merk botol susu memiliki nilai koefisien korelasi sebesar yang memiliki arti hubungan korelasinya lemah dan signifikan pada level 0,000 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 1% (H0 ditolak dan H1 diterima). Selanjutnya untuk korelasi variable tingkat pendidikan responden dengan variable proses sterilisasi botol susu memiliki nilai koefisien korelasi sebesar yang memiliki arti hubungan korelasi kuat dengan hubungan yang terbalik dan signifikan pada level 0,000 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 1% (H0 ditolak dan H1 diterima). Kemudian korelasi variable tingkat pendidikan responden dengan variable proses penyiapan susu formula memiliki nilai koefisien korelasi sebesar yang memiliki arti hubungan korelasi lemah dengan hubungannya yang terbalik dan signifikan pada level 0,000 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 1% (H0 ditolak dan H1 diterima). Bila ditinjau secara keseluruhan dari ketiga variable yang dicari korelasinya dengan variable tingkat pendidikan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula. 28

16 4.1.8 Hubungan Pekerjaan Responden Dengan Perilaku Responden Dalam Memilih Merk Botol Susu, Proses Sterilisasi Botol Susu, dan Proses Penyiapan Susu Formula. Status pekerjaan ibu merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Masuknya wanita dalam dunia kerja akan mengubah peran ibu dalam mengasuh anak. Turut sertanya ibu bekerja untuk mencari nafkah khususnya ibu yang masih menyusui anaknya menyebabkan bayi tidak dapat menyusui dengan baik dan teratur. Oleh karena itu, susu sapi atau formula merupakan salah satu jalan keluar dalam memenuhi asupan gizi anak. Dalam hal ini, sangat perlu diperhatikan perilaku responden dengan melihat pekerjaan responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan penyiapan susu formula. Dari hasil analisis uji Kendal Tau menggunakan SPSS untuk mencari hubungan antara pekerjaan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4. Kendall's tau_b Tabel 4. Hasil perhitungan uji korelasi Kendal Tau menggunakan SPSS 2 Jenis Pekerjaan Merk botol susu Proses sterilisasi botol susu Proses penyiapan susu formula Jenis pekerjaan Merk botol susu Proses sterilisasi botol susu Proses senyiapan susu formula **.627 **.245 ** Sig. (2-tailed) N ** ** Sig. (2-tailed) N ** -.4 ** ** Sig. (2-tailed) N ** ** Sig. (2-tailed) N ** is significant at the 0.01 level (2tailed). Hipotesis awal (H0) dari pengujian ini adalah tidak terdapat hubungan antara pekerjaan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula. Sedangkan hipotesis bandingan (H1) untuk pengujian ini adalah terdapat hubungan antara pekerjaan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula. Berdasarkan hasil output SPSS di atas menunjukan untuk korelasi variable pekerjaan responden dengan variable merk botol susu memiliki nilai koefisien korelasi sebesar yang memiliki arti hubungan korelasi lemah dengan hubungannya yang terbalik dan signifikan pada level 0,000 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 1% (H0 ditolak dan H1 diterima). Selanjutnya untuk korelasi variable pekerjaan responden dengan variable proses sterilisasi botol susu memiliki nilai koefisien korelasi 29

17 sebesar yang memiliki arti hubungan korelasi kuat dan signifikan pada level 0,000 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 1% (H0 ditolak dan H1 diterima). Kemudian korelasi variable pekerjaan responden dengan variable proses penyiapan susu formula memiliki nilai koefisien korelasi sebesar yang memiliki arti hubungan korelasi lemah dan signifikan pada level 0,000 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 1% (H0 ditolak dan H1 diterima). Bila ditinjau secara keseluruhan dari ketiga variable yang dicari korelasinya dengan variable pekerjaan responden maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula Hubungan Antara Umur dan Berat Badan Bayi Terhadap Konsumsi Pangan Secara umum untuk bayi yang sehat seiring bertambahnya umur dan berat badan, konsumsi pangan bayi pun akan semakin bertambah dikarenakan kebutuhan asupan nutrisinya yang ikut bertambah. Oleh karena itu, tentu saja untuk setiap rentang umur dan berat badan bayi yang berbeda jumlah paparan bisfenol-anya pun akan berbeda karena hal ini dipengaruhi oleh konsumsi pangannya. Semakin banyak pangan yang dikonsumsi, maka paparan bisfenol-a pun akan semakin tinggi. Untuk itu perlu dilakukan uji korelasi antara umur dan berat badan bayi terhadap konsumsi pangan bayi untuk mengetahui apakah benar ada hubungan antara ketiga variable tersebut, yang akan berpengaruh terhadap besar paparan bisfenol-a. Dari hasil analisis uji Kendal Tau menggunakan SPSS untuk mencari hubungan antara umur bayi dan konsumsi pangan terhadap berat badan bayi didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5. Kendall's tau_b Tabel 5. Hasil perhitungan uji korelasi Kendal Tau menggunakan SPSS 3 Umur bayi (Bulan) Umur bayi (Bulan) Berat badan bayi(kg) Konsumi pangan (L/hari) **.123 Sig. (2-tailed) N Berat badan bayi (Kg).657 ** ** Sig. (2-tailed) N Konsumi pangan (L/hari) ** Sig. (2-tailed) **. is significant at the 0.05 level (2-tailed) N Uji korelasi yang pertama adalah umur bayi dengan konsumsi pangan. Hipotesis awal (H0) dari pengujian ini adalah tidak terdapat hubungan antara umur dan berat badan bayi terhadap konsumsi pangan. Sedangkan hipotesis bandingan (H1) untuk pengujian ini adalah terdapat hubungan antara umur dan berat badan bayi terhadap konsumsi pangan. Berdasarkan hasil output SPSS di atas 30

18 menunjukan untuk korelasi variable umur bayi dengan konsumsi pangan memiliki nilai koefisien korelasi sebesar yang memiliki arti hubungan korelasinya sangat lemah dan signifikan pada level yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 5% (H0 ditolak dan H1 diterima). Selanjutnya untuk korelasi variable berat badan bayi dengan konsumsi pangan memiliki nilai koefisien korelasi sebesar yang memiliki arti hubungan sangat lemah dan signifikan pada level 0,002 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 5% (H0 ditolak dan H1 diterima) Dari besarnya nilai signifikansi kedua variable yang telah diuji korelasi maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan berat badan bayi terhadap konsumsi pangan. Dalam hal ini hubungan yang terjadi adalah berbanding lurus dengan semakin tinggi umur dan berat badan bayi maka konsumsi pangannya pun akan semakin banyak Estimasi Nilai Paparan Bisfenol-A Hasil survey konsumsi pangan yang dilakukan di kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara menunjukan bahwa rata-rata berat makanan yang dikemas botol polikarbonat yaitu sebesar 133 ml, konsumsi pangan rata-rata sebesar 6 L/orang/hari, sedangkan berat badan rata-rata bayi yang mengkonsumsi susu formula yang dikemas botol polikarbonat adalah 10 kg. dari data tersebut kemudian dilakukan perhitungan estimasi nilai paparan senyawa bisfenol-a dari kemasan botol polikarbonat ke pangan yang dikemasnya. Dalam estimasi nilai paparan ini, kadar zat kimia dalam pangan yang dalam hal ini adalah residu bisfenol-a yang diasumsikan besarnya sama dengan batas aman yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan EN-14350, yaitu sebesar 0,03 mg/l. Estimasi nilai paparan ini juga menggunakan asumsi bahwa telah terjadi migrasi 100% senyawa bisfenol-a masuk ke dalam pangan untuk menunjukan kasus terburuk dari resiko yang paling besar yang diterima dari senyawa bisfenol-a yang masuk ke dalam pangan yang dikonsumsi. Hasil estimasi dari survei yang dilakukan di lima kota DKI Jakarta memberi gambaran bahwa nilai paparan senyawa bisfenol-a sebesar 0,0023 mg bisfenol-a/kg berat badan/hari. Besarnya nilai paparan senyawa bisfenol-a dari lima kota DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6. Estimasi nilai paparan bisfenol-a Berat makanan rata-rata (ml) Konsumsi pangan (L/orang/hari) Berat badan bayi (kg) Nilai paparan (mg bisfenol-a/kg berat badan/hari Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara Rata-rata Dari hasil estimasi nilai paparan senyawa bisfenol-a sebesar 0,0023 mg bisfenol-a/kg berat badan/hari masih dibawah nilai Tolerable Daily Intake (TDI) bisfenol-a yang sebesar 0,05 mg bisfenol-a/kg berat badan/hari, artinya masih di bawah nilai asupan maksimum harian yang ditoleransi sementara atau dengan kata lain masih aman. Akan tetapi hal ini belum sepenuhnya aman karena nilai paparan senyawa bisfenol-a yang didapatkan berasal dari asumsi-asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya dan belum sesuai dengan kondisi riil di lapang, sehingga bila dilakukan pengujian lagi yang sesuai dengan kondisi riil di lapang hasil estimasi paparannya mungkin akan berbeda. 31

19 Hal-hal yang mempengaruhi nilai paparan senyawa bisfenol-a, diantaranya besarnya porsi dan frekuensi konsumsi, kadar residu bisfenol-a yang bermigrasi ke pangan, dan berat badan. Pada Lampiran 2, 3, 4, 5, dan 6 menunjukan bahwa porsi dan frekuensi pangan berbanding lurus dengan nilai paparan, artinya semakin besar porsi dan frekuensi konsumsi pangan yang dikonsumsi maka nilai paparannya pun semakin tinggi dan sebaliknya. Kadar residu juga berbanding lurus dengan nilai paparan, akan tetapi dalam memprediksi kasus terburuk digunakan satu nilai kadar residu yaitu nilai yang paling tinggi untuk menunjukan kualitas kemasan yang paling rendah. Berbeda dengan berat badan, seseorang yang memiliki berat badan yang lebih tinggi maka nilai paparannya malah semakin rendah. Besarnya kadar residu senyawa bisfenol-a yang masuk ke pangan tergantung dari tingkat migrasinya. Hasil survei juga dimaksudkan untuk memberi informasi terkait faktor yang berpengaruh terhadap migrasi senyawa bisfenol-a ini terutama mewakili kondisi riil di lapangan, diantaranya waktu lama kontak, merk botol susu polikarbonat yang digunakan, proses sterilisasi botol susu polikarbonat, dan proses penyiapan susu formula. Sedangkan informasi terkait terkait pendidikan dan pekerjaan responden, umur, dan jenis kelamin bayi secara langsung memang tidak berpengaruh terhadap estimasi nilai paparan. Akan tetapi secara tidak langsung mungkin mempengaruhi tingkat kesadaran dalam memahami resiko bahaya paparan BPA dari botol polikarbonat, serta mempengaruhi tingkat konsumsi dari bayi, yang tentunya besarnya konsumsi akan mempengaruhi paparan yang diterima. Berdasarkan studi terkait uji paparan migrasi bisfenol-a yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang dirangkum pada Tabel 6. Dari tabel terlihat bahwa nilai residu berbanding lurus dengan lama waktu kontak dan suhu, semakin lama waktu kontak dan semakin tinggi suhu maka residu yang bermigrasi ke pangan juga semakin besar. Walaupun waktu kontak rata-rata hasil penelitian ini adalah 17,74 menit, namun hal ini merupakan informasi yang penting untuk mengetahui lama kontak riil dilapangan, sehingga dapat dijadikan pembanding dengan studi lain yang pernah dilakukan. Pada dasarnya migrasi bisfenol-a pada botol susu polikarbonat tidak dapat 100% dihilangkan, akan tetapi dengan melakukan penanganan yang benar besarnya migrasi bisfenol-a dapat ditekan dan dikurangi seminimal mungkin. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya bisfenol-a yang bermigrasi, diantaranya yaitu : 1. Jangan memanaskan cairan di dalam botol polikarbonat untuk menyiapkan susu formula. 2. Hindari mengisi cairan panas langsung kedalam botol polikarbonat. Sebaiknya didinginkan terlebih dahulu di dalam gelas hingga hangat, selanjutnya baru dimasukan kedalam botol polikarbonat. 3. Dalam mencuci botol bayi gunakan cairan sabun yang memang khusus diperuntukkan untuk peralatan bayi, jangan gunakan sembarang sabun karena cairan sabun yang keras akan memicu lepasnya bisfenol-a dari botol bayi. 4. Gunakan air sabun hangat dan juga sponge dalam mencuci botol bayi, hal tersebut dapat mencegah pelepasan bisfenol-a. Jika ingin menggunakan sikat dalam mencuci, maka gunakanlah sikat yang halus agar gesekan yang terjadi dengan botol bayi ketika mencuci tidak sampai menyebabkan lepasnya bisfenol-a. 5. Bilaslah botol bayi dengan sempurna setelah selesai dicuci, apabila perlu lakukan berulang kali. 6. Hindari pemanasan susu di dalam botol polikarbonat pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi memudahkan terjadinya pelepasan bisfenol-a dari strktur dinding botol. 32

20 Tabel 7. Hasil uji paparan migrasi bisfenol-a dari beberapa peneliti Kondisi Pengujian Konsentrasi BPA Sumber Formula susu bayi pada kemasan kaleng 6 sampel formula Rata-rata 5.3 ppb, maks 17 ppb EWG 07a 14 sampel formula Rata-rata 5 ppb, maks 13 ppb FDA 1997 Botol diuji pada suhu 25 C hingga 80 C 25 C selama 5 jam Tidak terdeteksi (<2 ppb) Hanai C selama 72 jam Tidak terdeteksi (<5 ppb) FDA 1996 C selama 24 jam Tidak terdeteksi (<2-5 ppb) FCPSA C Tidak terdeteksi (<10 ppb) Simouneau C selama 1 jam, digunakan juga air dan minuman berasam sebagai simulasi pangannya 80 C selama 30 detik dan 2 menit Tidak terdeteksi (<1 ppb) ppb CSL 04 Tidak terdeteksi (<1 ppb) ppb D'Antuono C selama 24 jam 4-10 ppb, rata-rata 7 ppb Botol diuji pada suhu >95 C Environment California C selama 30 menit Tidak terdeteksi (<0.5) to 0.75 ppb Sun C selama 30 menit Tidak terdeteksi (<0.05) to 3.9 ppb Miyamoto C selama 30 menit, lalu dilakukan penyimpanan selama 72 jam Tidak terdeteksi (<5 ppb) FDA C selama 1 jam ppb, rata-rata 7 ppb dengan botol yang dicuci selama periode pengujian Brede C lalu didinginkan 3 to 55 ppb Hanai C lalu didinginkan, lalu dipanaskan kembali C Tidak terdeteksi (<10) to 50 ppb Earls 00 Sumber : 33

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Survei Konsumsi Pangan Hal yang diharapkan dari survei konsumsi pangan ini adalah data konsumsi pangan yang digunakan untuk menghitung estimasi besarnya paparan bisphenol-a

Lebih terperinci

Philips NL9206AD-4 Drachten

Philips NL9206AD-4 Drachten Philips NL9206AD-4 Drachten 4213.354.3927.1 Keterangan umum Dot Natural terletak pada bagian atas botol Natural dan merupakan tempat keluarnya cairan. Dot terbuat dari silikon yang memiliki 1 atau beberapa

Lebih terperinci

Philips NL9206AD-4 Drachten

Philips NL9206AD-4 Drachten Philips NL9206AD-4 Drachten 4213.354.3925.1 Keterangan umum Botol Natural adalah botol minum dengan dot untuk bayi dan anak. Botol ini terdiri atas 4 bagian: yaitu wadah plastik, cincin berulir, dot, dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI) STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI) Elok Zubaidah *, Joni Kusnadi *, dan Pendik Setiawan ** Staf Pengajar Jur. Teknologi Hasil

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian ASI eksklusif sejak hari pertama tidak selalu mudah karena banyak wanita menghadapi masalah dalam melakukannya. Keadaan yang sering terjadi pada hari

Lebih terperinci

Philips NL9206AD-4 Drachten

Philips NL9206AD-4 Drachten Philips NL9206AD-4 Drachten 4213.354.3923.1 Keterangan umum Botol Classic+ adalah botol minum dengan dot untuk bayi dan anak. Botol ini terdiri atas 4 bagian: yaitu wadah plastik, cincin berulir, dot,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan badan dan otak.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan badan dan otak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan, tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan dapat membantu manusia dalam mendapatkan

Lebih terperinci

MENGAPA IBU HARUS MEMBERIKAN ASI SAJA KEPADA BAYI

MENGAPA IBU HARUS MEMBERIKAN ASI SAJA KEPADA BAYI 1 AIR SUSU IBU A. PENDAHULUAN Dalam rangka pekan ASI (Air Susu Ibu) yang jatuh pada minggu I bulan Agustus Tahun 2012 ini, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur berupaya untuk memberikan informasi yang memadai

Lebih terperinci

mem bentuk formasi yang khas. Pada air biasa sejumlah gaya yang memungkinkan molekul H

mem bentuk formasi yang khas. Pada air biasa sejumlah gaya yang memungkinkan molekul H ALMARHUM DR. Mu SHIK JHON, ahli struktur air Korea Selatan pernah melakukan riset terhadap penduduk Himalaya, Pa kistan Utara, dan Okinawa yang dikenal memiliki harapan hidup tinggi alias awet muda. Ternyata

Lebih terperinci

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. 2 Klaten. Try Out ini dimaksud untuk mengetahui adanya item-item yang. tidak memenuhi validitas dan realibilitas.

BAB III PENYAJIAN DATA. 2 Klaten. Try Out ini dimaksud untuk mengetahui adanya item-item yang. tidak memenuhi validitas dan realibilitas. BAB III PENYAJIAN DATA A. Hasil Uji Coba Angket Sebelum angket digunakan sebagai instrumen penelitian, terlebih dahulu dilakukan try out ( uji coba ) kepada 30 responden di SMP Negeri 2 Klaten. Try Out

Lebih terperinci

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti MODUL 6 SELAI RUMPUT LAUT Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah selai rumput laut dengan baik dan benar. Indikator Keberhasilan: Mutu selai rumput laut yang

Lebih terperinci

KAJIAN PAPARAN BISFENOL-A (BPA) DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT PADA BAYI. STUDI KASUS : WILAYAH DKI JAKARTA SKRIPSI MOCHAMAD HADHITIA PRASETYO F

KAJIAN PAPARAN BISFENOL-A (BPA) DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT PADA BAYI. STUDI KASUS : WILAYAH DKI JAKARTA SKRIPSI MOCHAMAD HADHITIA PRASETYO F KAJIAN PAPARAN BISFENOL-A (BPA) DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT PADA BAYI. STUDI KASUS : WILAYAH DKI JAKARTA SKRIPSI MOCHAMAD HADHITIA PRASETYO F34080088 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Karakteristik subyek yang diamati adalah karakteristik individu dan karakteristik keluarga. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN ASI PADA BAYI BARU LAHIR ASI adalah satu-satunya makanan bayi yang paling baik, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Produk Sayur Organik Untuk mensuplai kebutuhan sayur, pihak Super Indo menjalin kerjasama dengan petani setempat. Sebut saja Kelompok Tani Tranggulasi Magelang,

Lebih terperinci

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Sanitasi Peralatan Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Definisi Sanitasi Peralatan : Tujuan : membunuh mikroba vegetatif yg tinggal di permukaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel 15 METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji pengetahuan

Lebih terperinci

ETAWA BEAUTY SOAP PRODUK SABUN MANDI SUSU KAMBING ETAWA DESA KALIGESING

ETAWA BEAUTY SOAP PRODUK SABUN MANDI SUSU KAMBING ETAWA DESA KALIGESING PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM ETAWA BEAUTY SOAP PRODUK SABUN MANDI SUSU KAMBING ETAWA DESA KALIGESING BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN Diusulkan oleh: 1. WITRI SETIYANI (D0114105/2014)

Lebih terperinci

Pokok Bahasan. Ruang Lingkup. Gizi Bagi Pekerja. Kebutuhan Gizi Pekerja. ASI di Tempat Kerja 31/03/2014 2

Pokok Bahasan. Ruang Lingkup. Gizi Bagi Pekerja. Kebutuhan Gizi Pekerja. ASI di Tempat Kerja 31/03/2014 2 Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 22 Kesehatan Kerja Tahun Ajaran 2013 / 2014 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS JAMBI 31/03/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat

Lebih terperinci

MANISAN BASAH BENGKUANG

MANISAN BASAH BENGKUANG MANISAN BASAH BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 8 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai hubungan konsumsi susu dan kebiasaan olahraga dengan status gizi dan densitas tulang remaja di TPB IPB dilakukan dengan menggunakan desain

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Pengalengan nasi beserta lauk telah dilakukan di Filipina. Di Filipina nasi dan sosis babi kaleng diproduksi untuk kebutuhan anggota militer saat

Lebih terperinci

III.Materi penyuluhan a. Pengertian nifas b. Tujuan perawatan nifas c. Hal-hal yang perlu diperhatikan masa nifas d. Perawatan masa nifas

III.Materi penyuluhan a. Pengertian nifas b. Tujuan perawatan nifas c. Hal-hal yang perlu diperhatikan masa nifas d. Perawatan masa nifas SATUAN ACARA PENYULUHAN Topik : Perawatan Masa Nifas Hari Tanggal : Waktu : Sasaran : Ibu nifas Tempat : I. Latar belakang Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh kali sehari,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1) Total bakteri Rancangan penelitian total bakteri menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan waktu penyimpanan selama 0, 3, 6, 9, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain

Lebih terperinci

CABE GILING DALAM KEMASAN

CABE GILING DALAM KEMASAN CABE GILING DALAM KEMASAN 1. PENDAHULUAN Cabe giling adalah hasil penggilingan cabe segar, dengan atau tanpa bahan pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20 %, bahkan ada mencapai

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 NURHAYATI WADJAH 811408078 ABSTRAK Di Indonesia TBC merupakan masalah

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Pelaksanaan Survey 1.1. Foto Survey di SMP Yohanes XXIII Semarang

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Pelaksanaan Survey 1.1. Foto Survey di SMP Yohanes XXIII Semarang 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Pelaksanaan Survey 1.1. Foto Survey di SMP Yohanes XXIII Semarang 38 1.2. Foto Survey di SMA Nusaputera Semarang 39 1.3. Foto Survey di SMP Nusaputera Semarang 40 41 Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian mutu industri produk berbasis makanan dan minuman perlu

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian mutu industri produk berbasis makanan dan minuman perlu BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kualitas produk berperan penting terhadap keberhasilan dalam menjalankan suatu bisnis terutama industri makanan dan minuman. Penerapan pengendalian mutu industri produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara adalah air (Chandra, 2012). Air merupakan sumber kehidupan yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan mortalitas pada anak usia kurang dari dua tahun di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang,

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu kedelai adalah cairan hasil ekstraksi protein biji kedelai dengan menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan mengandung tinggi protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Tomulabutao berlokasi di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan modernisasi bangsa guna peningkatan kualitas hidup

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bogor. Penentuan

Lebih terperinci

Metode penelitian Rancangan penelitian (reseach Design) Rancangan Percobaan

Metode penelitian Rancangan penelitian (reseach Design) Rancangan Percobaan Abstrak Wedang cor merupakan minuman khas jember yang biasanya di jual dipenggiran jalan. Minuman ini sangat diminati oleh kalangan Mahasiswa maupun mayarakat. Wedang cor ini terdiri dari jahe, ketan dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU Bambang Kusmartono 1, Merita Ika Wijayati 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta e-mail : bkusmartono@ymail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi manusia dan diminati berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja,

Lebih terperinci

7. Lampiran Formulir Kuisioner

7. Lampiran Formulir Kuisioner 7. Lampiran 7.1. Formulir Kuisioner KUISIONER PERSEPSI DAN POLA KONSUMSI SUSU SAPI DI KALANGAN REMAJA USIA 1618 TAHUN DI KOTA SURAKARTA. Salam sejahtera! Saya adalah mahasiswi fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

MANISAN KERING BENGKUANG

MANISAN KERING BENGKUANG MANISAN KERING BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

Pertanyaan yang sering ditanyakan. Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak?

Pertanyaan yang sering ditanyakan. Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak? Pertanyaan yang sering ditanyakan Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak? 1 2 Bagaimana ASI diproduksi? Ibaratnya pabrik: 1. Pabrik 2. Jalur distribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan (makanan dan minuman) Intake energi. Persentase tingkat konsumsi cairan. Kecenderungan dehidrasi

Konsumsi Pangan (makanan dan minuman) Intake energi. Persentase tingkat konsumsi cairan. Kecenderungan dehidrasi KERANGKA PEMIKIRAN Kebiasaan didefinisikan sebagai pola perilaku yang diperoleh dari pola praktek yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan dapat didefinisikan sebagai seringnya (kerap kalinya) makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan.

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

STUDI PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENANGANAN PANGAN DI RUSUN BANDARHARJO, SEMARANG, DITINJAU DARI ASPEK KEAMANAN PANGAN DAN GIZI

STUDI PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENANGANAN PANGAN DI RUSUN BANDARHARJO, SEMARANG, DITINJAU DARI ASPEK KEAMANAN PANGAN DAN GIZI VII. LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner STUDI PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENANGANAN PANGAN DI RUSUN BANDARHARJO, SEMARANG, DITINJAU DARI ASPEK KEAMANAN PANGAN DAN GIZI Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI SKRIPSI I.K. MARLA LUSDA F

KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI SKRIPSI I.K. MARLA LUSDA F KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI SKRIPSI I.K. MARLA LUSDA F34080035 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 EXPOSURE STUDY ON

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Global Mongolato Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang terletak di Kabupaten Gorontalo,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN` Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai hasil penelitian mengenai penyebab stres

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN` Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai hasil penelitian mengenai penyebab stres BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN` Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai hasil penelitian mengenai penyebab stres kerja dan kepuasan kerja yang meliputi hasil penelitian data, hasil pembahasan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseduh dengan teh ditambah gula dan es. Minuman es teh banyak digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. diseduh dengan teh ditambah gula dan es. Minuman es teh banyak digemari oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es teh merupakan salah satu jenis minuman dengan bahan baku air yang diseduh dengan teh ditambah gula dan es. Minuman es teh banyak digemari oleh konsumen karena harganya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan SKRT 2003, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, usia harapan hidup serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya

Lebih terperinci

Roadmap Pengawasan Kemasan Pangan. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 2015

Roadmap Pengawasan Kemasan Pangan. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 2015 Roadmap Pengawasan Kemasan Pangan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 2015 Latar Belakang Merupakan salah satu prioritas harmonisasi standar dalam Asean Economic Comunity (AEC) Sangat dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Makalah Manajemen Kewirausahaan USAHA PRODUKSI MINUMAN YOGURT KACANG MERAH. Disusun Oleh : Mega Ayu Puspitasari ( )

Makalah Manajemen Kewirausahaan USAHA PRODUKSI MINUMAN YOGURT KACANG MERAH. Disusun Oleh : Mega Ayu Puspitasari ( ) Makalah Manajemen Kewirausahaan USAHA PRODUKSI MINUMAN YOGURT KACANG MERAH Disusun Oleh : Mega Ayu Puspitasari ( 08307144033 ) PROGRAM STUDI KIMIA JURDIK KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGATAHUAN

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PRODUKTIF ASI DIKAITKAN DENGAN ANATOMI PAYUDARA DI POSYANDU DESA WADUNG PAKISAJI KABUPATEN MALANG

STUDI TENTANG PRODUKTIF ASI DIKAITKAN DENGAN ANATOMI PAYUDARA DI POSYANDU DESA WADUNG PAKISAJI KABUPATEN MALANG STUDI TENTANG PRODUKTIF ASI DIKAITKAN DENGAN ANATOMI PAYUDARA DI POSYANDU DESA WADUNG PAKISAJI KABUPATEN MALANG dr. Andre, Feni Wilarsih Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta dikemas dengan berbagai kemasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Starter Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah bogor meliputi langkah-langkah sebagai berikut, dapat dilihat pada Gambar 1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemasan Polikarbonat Pangan yang beredar saat ini praktis tidak lepas dari penggunaaan kemasan dengan berbagai maksud. Dari sisi keamanan pangan, kemasan pangan bukan sekedar bungkus

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian dan pengukuran yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Data Sampel Penelitian. 1. Teknik Komputer Jaringan siswa. 2. Multimedia siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Data Sampel Penelitian. 1. Teknik Komputer Jaringan siswa. 2. Multimedia siswa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Negeri 1 Pringsurat. Peneliti mengambil 126 siswa sebagai sampel penelitian

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL Pada bab berikut ini akan dibahas mengenai hasil yang didapatkan setelah melakukan pengumpulan data dan analisis dari hasil. Dalam sub bab ini akan dijabarkan terlebih dahulu

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan di bahas yang pertama mengenai ASI Eksklusif, air susu ibu yang meliputi pengertian ASI, komposisi asi dan manfaat asi. Kedua mengenai persepsi yang meliputi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Jakarta selama delapan bulan sejak bulan Agustus 2007 sampai dengan Maret 2008. Data awal diperoleh dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Limboto Barat Desa Daenaa selama ± 1 minggu. Sampel dihitung dengan menggunakan tabel penentuan besarnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci