BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Gambaran Umum Puskesmas Global Mongolato Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang terletak di Kabupaten Gorontalo, tepatnya terletak di Kecamatan Telaga. Wilayah kerja puskesmas Global Mongolato terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah Ha. Jumlah penduduk yang tercatat adalah jiwa dengan KK dan jumlah balita sebanyak 2071 balita. Adapun yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato adalah Desa Mongoloato, Desa Bulila, Desa Hulawa, Desa Luhu, Desa Pilohayanga, Desa Dulamayo Selatan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas Global Mongolato antara lain : pelayanan rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat inap, pelayanan kesehatan gigi, persalinan, pusat pemulihan gizi buruk, pelayanan PTM Distribusi Variabel Responden Adapun hasil penelitian ini disajikan secara berurutan sesuai dengan pola analisis yang telah direncanakan yaitu umur, jenis kelamin, status imunisasi dasar, status gizi dan pemberian ASI. Distribusi hubungan umur dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan jenis kelamin dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan

2 status gizi dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan pemberian ASI dengan kejadian pneumonia. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Kejadian Jumlah % Tidak ,5 TOTAL ,0 Sumber : data sekunder Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bukan pneumonia sebanyak 18 orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Sumber : data primer Umur (bln) Jumlah % < ,3 69,7 TOTAL ,0 Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi umur pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bayi < 12 sebanyak 10 orang (30,3%) dan responden sebanyak 23 orang (69,7%).

3 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Sumber : data primer Jenis Kelamin Jumlah % Laki-laki Perempuan ,6 36,4 TOTAL ,0 Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi jenis kelamin pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden laki-laki sebanyak 21 orang (63,6%) dan responden perempuan sebanyak 12 orang (36,4%). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Sumber : data primer Status Imunisasi Dasar Jumlah % Tidak Lengkap Lengkap ,4 57,6 TOTAL ,0 Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status imunisasi dasar pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak lengkap sebanyak 14 orang (42,4%) dan responden lengkap sebanyak 19 orang (57,6%).

4 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Status Gizi Jumlah % Gizi Normal / Baik Gizi Rendah / Kurang ,5 51,5 TOTAL ,0 Sumber : data sekunder Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status gizi pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden gizi normal sebanyak 16 orang (48,5%) dan responden gizi rendah sebanyak 17 orang (51,5%) Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Sumber : data primer Pemberian ASI Jumlah % Tidak Ekslusif Ekslusif ,8 24,2 TOTAL ,0 Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi pemberian ASI ekslusif pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak ASI ekslusif sebanyak 25 orang (75,8%) dan ASI ekslusif sebanyak 8 orang (24,2%) Hubungan Variabel Responden Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor(variabel independent) dengan kejadian pneumonia(variabel dependent). Untuk menganalisis digunakan analisis dengan uji Chi Square. Adanya hubungan faktor-faktor dengan

5 kejadian pneumonia dengan taraf signifikasi ditunjukan dengan p < 0,05. Hasil analisis dari masing-masing variabel tersebut adalah : a. Hubungan Umur Dengan Kejadian Pada Balita Tabel 4.7 Distribusi Hubungan Umur Dengan Kejadian pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013 Kejadian Jumlah Umur Bukan (bln) N % N % N % < ,0 4 40, ,0 12- < , , ,0 Total 18 54, , ,0 Sumber : data primer P Value 0,678 Berdasarkan tabel diatas didapatkan umur (< 12 bulan) yang pneumonia sebanyak 4 orang (40,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (60,7%). Kemudian umur (12- < 60 bulan) yang pneumonia sebanyak 11 orang (47,8%), yang bukan pneumonia sebesar 12 orang (52,2%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,678. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

6 b. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pada balita Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013 No Jenis Kelamin Kejadian Jumlah P Bukan Value N % N % N % Laki-laki 10 47, , ,0 Perempuan 8 66,7 4 33, ,0 0,290 Total 18 54, , ,0 Sumber : data primer Berdasarkan tabel diatas didapatkan laki-laki yang pneumonia sebanyak 10 orang (47,6%), yang bukan pneumonia sebanyak 11 orang (52,4%). Kemudian perempuan yang pneumonia seba nyak 4 orang (33,3%), yang bukan pneumonia sebesar 8 orang (66,7%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,290. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

7 c. Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian Pada Balita Tabel 4.9 Distribusi Hubungan Status Imunisasi Dasar Dengan Kejadian pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 No Status Imunisasi Dasar Kejadian Jumlah P Bukan N % N % N % Value Tidak lengkap sesuai umur 7 50,0 7 50, ,0 Lengkap sesuai umur 11 57,9 8 42, ,0 0,653 Total 18 54, , ,0 Sumber : data primer Berdasarkan tabel diatas didapatkan status imunisasi dasar tidak lengkap sesuai umur yang pneumonia sebanyak 7 orang (50,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 7 orang (50,0%). Kemudian status imunisasi dasar lengkap sesuai umur yang pneumonia sebanyak 8 orang (42,1%), yang bukan pneumonia sebesar 11 orang (57,9%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,653. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

8 d. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pada Balita Tabel 4.10 Distribusi Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Kejadian Jumlah P No Status Gizi Bukan N % Value N % N % Gizi rendah/kurang 6 35, , ,0 Gizi normal/baik 12 75,0 4 25, ,0 0,022 Total 18 54, , ,0 Sumber : data sekunder Berdasarkan tabel diatas didapatkan gizi rendah/kurang yang pneumonia sebanyak 11 orang (64,7%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (35,3%). Kemudian gizi normal/baik yang pneumonia sebanyak 4 orang (25,0%), yang bukan pneumonia sebesar 12 orang (75,0%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p < 0,05 dengan nilai signifikasi 0,022. Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

9 e. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian Pada Balita Tabel 4.11 Distribusi Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013 Kejadian Jumlah P No Pemberian ASI Bukan N % Value N % N % Tidak ekslusif 13 52, , ,0 ASI ekslusif 5 62,5 3 37, ,0 Total 18 54, , ,0 Sumber : data primer 0,604 Berdasarkan tabel diatas didapatkan tidak ekslusif yang pneumonia sebanyak 12 orang (48,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 13 orang (52,0%). ASI ekslusif yang pneumonia sebanyak 3 orang (37,5%), yang bukan pneumonia sebanyak 5 orang (62,5%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,604. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

10 4.2 Pembahasan Gambaran Kejadian di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Hasil penelitian ini menunjukan responden bukan pneumonia sebanyak 18 orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%) Hubungan Faktor-faktor Dengan Kejadian Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato 1. Umur Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden umur < 12 bulan sebanyak 10 orang yang terdiri dari 6 orang (60,0%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 4 orang (40,0%). Dan jumlah responden umur 12 - < 60 bulan sebanyak 23 orang yang terdiri dari 12 orang (52,2%) bukan pneumonia dan 11 orang (47,8%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,678 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita < 12 dan 12 - < 59 mempunyai resiko yang sama untuk terkena pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato walaupun secara proporsi pneumonia pada balita lebih banyak pada rentang umur 12 - < 59 bulan yang berarti rentang umur 12 - < 59 lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan umur < 12, hal ini

11 karena umur 12 - < 59 bulan sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan tapi pada penelitian ini factor lingkungan tidak diteliti Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Annisa (2009) juga menunjukan hubungan yang tidak bermakna secara statistic antara umur balita dengan kejadian pneumonia ( PR=0,82 ; 95% CI=0,12-5,52 p value = 1,00). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Rizka di Kota Payakumbuh (2011). Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Susi (2011) yang menunjukan hubungan yang bermakna antara umur balita dengan kejadian pneumonia di RSUD Pasar Rebo Jakarta (p value = 0,002). Gambaran proporsi pneumonia yang lebih tinggi pada anak usia bulan juga ditunjukan pada hasil riset Ditjen PP&PL & Profil Kesehatan Indonesia (2009) dimana prevalensi pneumonia pada anak usia 1-4 tahun (39,38%) dibandingkan prevalensi pada anak dibawah 1 tahun (20,41%)(Kemenkes RI, 2010). Beberapa teori menyebutkan bahwa anak berumur < 1 tahun lebih rentan untuk terkena pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit namun angka tersebut terus menurun seiring dengan pertambahan usia(rahmat, 2013). Ini menunjukan umur 12 - < 60 juga merupakan umur yang paling rawan dalam pertumbuhan, dikarenakan pada usia tersebut anak mulai

12 berinteraksi dan bereksplorasi dengan lingkungan. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan resiko anak terkena pajanan beberapa penyakit baik itu disebabkan oleh virus, bakteri ataupun jamur(suparyanto, 2011). Fakta dilapangan menunjukan balita yang berumur 12 - < 60 bulan lebih banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan balita umur < 12 bulan 2. Jenis Kelamin Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden laki-laki sebanyak 21 orang yang terdiri dari 10 orang (47,6%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 11 orang (52,4%). Dan jumlah responden perempuan sebanyak 12 orang yang terdiri dari 8 orang (66,7%) bukan pneumonia dan 4 orang (33,3%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,290 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama untuk terkena pneumonia karena yang lebih menentukan adalah status gizi masing-masing balita. Namun secara proporsi lebih besar laki-laki dibandingkan perempuan yang terkena pneumonia yang berarti bahwa laki-laki setidaknya lebih beresiko dibandingkan dengan perempuan, karena untuk perkembangan sel-sel tubuh laki-laki lebih lambat dibandingkan

13 dengan perempuan ditambah dengan aktifitas laki-laki lebih sering bermain dengan lingkungan, apalagi lingkungan yang kotor Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rimasati (2013) di Puskesmas Miroto Provinsi Jawa Tengah juga menunjukan hubungan yang tidak bermakna secara stastistik antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita dengan P value = 0,111. Hal yang sama terjadi pula pada penelitian Farida di Puskesmas Perbaungan Kabupaten Serdang (2012). Meskipun demikian Depkes RI menyebutkan bahwa laki-laki adalah salah satu factor resiko kejadian pneumonia pada balita. Beberapa penelitian menemukan sejumlah penyakit saluran pernafasan dipengaruhi oleh adanya perbedaan fisik anatomi saluran pernafasan pada anak laki-laki dan perempuan(annisa, 2009). Anak laki-laki juga memiliki aktifitas lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki cenderung lebih sering bermain dan berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga mereka akan lebih rentan kuman atau agent infeksi lain yang dapat menyebabkan penyakit. Akan tetapi, hubungan yang tidak bermakna antara jenis kelamin dengan tidak ada perbedaan proporsi pneumonia antara laki-laki dan perempuan. Fakta dilapangan menunjukan balita laki-laki paling banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini menunjukan balita laki-laki banyak terkena penyakit, begitupun dengan pneumonia.

14 3. Status Imunisasi Dasar Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden tidak lengkap sesuai umur sebanyak 14 orang yang terdiri dari 7 orang (50,0%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 7 orang (50,0%). Dan jumlah responden umur lengkap sesuai umur sebanyak 19 orang yang terdiri dari 11 orang (57,9%) bukan pneumonia dan 8 orang (42,1%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,653 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan status imunisasi dasar lengkap memiliki resiko yang sama untuk terkena pneumonia di wilayah kerja puskesmas Global Mongolato karena imunisasi untuk pneumonia lebih ditekankan pada imunisasi pneumokokus (PCV), sebagai agent penyebab terjadinya pneumonia, namun pemerintah belum memasukkan imunisasi ini kedalam imunisasi dasar atau wajib. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2012) di Puskesmas Mijen Kota Semarang juga menemukan bahwa imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada balita secara statistic tidak berhubungan bermakna dengan p value = 1,00 (P > 0,05). Lain halnya dengan penelitian Hartati di Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara imunisasi dasar terhadap kejadian pneumonia (p value = 0,002 ; p < 0,05). Hal ini diasumsikan bahwa status imunisasi dasar tidak berpengaruh terhadap

15 pencegahan pneumonia, mungkin lebih mengarah pada imunisasi BCG, DPT, dan pneumokokus (PCV). Akan tetapi imunisasi Pneumokus (PCV) tidak termasuk dalam imunisasi wajib oleh pemerintah. Pada dasarnya penyakit infeksi dapat dicegah dengan imunisasi. Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan bahwa kekebalan oleh imunisasi dapat digantikan oleh zat lain, termasuk ASI, nutrisi, maupun suplemen herbal, karena kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, nutrisi, suplemen herbal, maupun kebersihan dapat memperkuat pertahanan tubuh secara umum, namun tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya. Apabila jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih dapat sakit berat, cacat atau mati. Fakta dilapangan menunjukan bahwa kebanyakan para responden memahami kelengkapan imunisasi dasar itu hanya berakhir sampai pada imunisasi campak yakni pada saat balita berumur 9 bulan. Imunisasi dasar yang diwajibkan pada balita yakni sampai berusia 5 tahun 4. Status Gizi Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden status gizi rendah/kurang sebanyak 17 orang yang terdiri dari 6 orang (35,3%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 11 orang (64,7%). Dan jumlah responden status gizi normal/baik sebanyak 16 orang yang terdiri dari 12 orang (75,0%) bukan pneumonia dan 4 orang (25,0%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic

16 menunjukan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,022 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan status gizi rendah/kurang lebih beresiko terkena pneumonia dibandingkan dengan balita dengan status gizi normal/baik di Wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, karena status gizi balita sangat menentukan pada balita untuk terkena pneumonia, pentingnya pemberian nutrisi sangat perlu untuk perkembangan dan pertumbuhan sel-sel sehingga tubuh bisa mempertahankan diri dari penyakit pneumonia Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Ghozali (2010) juga menunjukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. Berbeda dengan penelitian Hartati (2009) yang menemukan tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistic antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita (p value = 0,67 ; p > 0,05). Pada dasarnyaa penyakit infeksi saling berhubungan. Keadaan status gizi kurang bahkan malnutrisi dapat disebabkan oleh adanya penyakit infeksi. Demikian juga dengan penyakit infeksi yang keberadaannya tidak lepas dari status gizi seseorang. Sebagian besar kematian anak dinegara berkembang disebabkan oleh adanya infeksi yang menjadi berat akibat kekurangan gizi(parlin, 2012). Anak dengan gizi kurang atau buruk memang lebih mudah terserang

17 penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang dan balita cenderung tidak memiliki nafsu makan, sehingga berdampak pada kurang gizi dan malnutrisi. Fakta dilapangan menunjukan balita dengan status gizi rendah/kurang banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan balita dengan status gizi normal/baik 5. Pemberian ASI Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden ASI tidak ekslusif sebanyak 25 orang yang terdiri dari 13 orang (52,0%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 12 orang (48,0%). Dan jumlah responden ASI ekslusif sebanyak 8 orang yang terdiri dari 5 orang (62,5%) bukan pneumonia dan 3 orang (37,5%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,604 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan pemberian ASI ekslusif dengan tidak ekslusif memiliki resiko yang sama untuk terkena penyakit pneumonia di Wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.ini dikarenakan bahwa untuk pemberian ASI lebih ditekankan kepada status gizi balita tersebut. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rizka (2011) di Kota Payakumbuh juga menunjukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian pneumonia. Berbeda dengan penelitiann Hartati ( 2011) yang

18 menunjukan adanya hubungan ASI ekslusif balita dengan kejadian pneumonia ( p = 0,003 ; < 0,05). Fakta di lapangan menunjukan berdasarkan pedoman manajemen laktasi (2010) yang dimaksud pemberian ASI ekslusif disini adalah bayi hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lain termasuk air putih kecuali obat, vitamin, mineral, dan ASI yang diperas. Dari observasi 33 responden, 14 orang yang menggunakan ASI selama 6 bulan dengan tambahan makanan dan minuman dan 10 orang yang menyusui < 6 bulan. Alasan 14 responden memberikan ASI dengan memberikan makanan ataupun minuman tambahan yaitu terbentur dengan pekerjaan yang harus meninggalkan anaknya dirumah sehingga diberikan susu formula. Hal ini diasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman ibu balita terhadap ASI peras masih kurang untuk mensiasatinya. Kandungan dalam ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI ekslusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai kesehatan bayi. Bahkan bayi baru lahir hanya mendapat sedikit ASI pertama (koloustrum) tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan didalam tubuhnya. ASI mengandung zat kekebalan terhadap infeksi diantaranya protein, laktoferin, imunoglobin dan antibody terhadap bakteri, virus, jamur dll. Bayi dibawah usia 6 bulan yang tidak diberi ASI ekslusif beresiko 5 kali mengalami kematian akibat pneumonia dibanding bayi yang mendapat ASI ekslusif untuk enam bulan pertama kehidupan(unicef-who, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa dan pada kelompok usia lanjut. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diobati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah pneumonia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah bayi dan balita merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus mendapat perhatian, karena akan sangat menentukan dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK Volume 1, Nomor 1, Juni 2016 HUBUNGAN STATUS IMUNISASI, STATUS GIZI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN UPTD PUSKESMAS SEKAR JAYA KABUPATEN OGAN KOM ERING ULU TAHUN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah observasional analitik menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara sekelompok orang terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

SUMMARY ABSTRAK BAB 1 SUMMARY ABSTRAK Sri Rahmawati, 2013. Hubungan Umur Dan Status Imunisasi Dengan Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bulawa. Jurusan Keperawatan. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merujuk pada kebijakan umum pembangunan kesehatan nasional, upaya penurunan angka kematian bayi dan balita merupakan bagian penting dalam program nasional bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA SKRIPSI Disusun oleh: WAHYU PURNOMO J 220 050 027 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, didapatkan bahwa penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi yang nilainya tidak bisa digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam menghasilkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas dalam pemeliharaan status kesehatan holistik manusia telah dimulai sejak janin, bayi, anak, remaja, dewasa, sampai usia lanjut. Dalam setiap tahapan dari siklus

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Hasil analisa univariat menggambarkan karakteristik responden yang terdiri dari jenis pekerjaan orang tua, jenis kelamin serta usia balita. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling sensitif untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan anak, biasanya digunakan untuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini diare masih menjadi masalah kesehatan di dunia sebagai penyebab mortalitas dan morbiditas. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pengambilan data sekunder dari rekam medis di RS KIA Rachmi Yogyakarta 2015. Pengambilan sampel data dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa bayi antara usia 6 24 bulan merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena itu, masa ini merupakan kesempatan yang baik bagi orang tua untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI TIDAK EKSKLUSIF DAN KETIDAKLENGKAPAN IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT) DENGAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di beberapa Posyandu Balita Wilayah Binaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh kali sehari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga Negara Indonesia, termasuk anak-anak. Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sehat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). diberikan sampai usia bayi 2 tahun atau lebih (Wiji, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). diberikan sampai usia bayi 2 tahun atau lebih (Wiji, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ASI adalah suatu cairan yang terbentuk dari campuran dua zat yaitu lemak dan air yang terdapat dalam larutan protein, laktosa dan garamgaram anorganik yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi badannya. Pendek atau yang dikenal dengan istilah stunting masih menjadi masalah gizi yang prevalensinya

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI PENELITIAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI Soraya Rika Sari*, Anita Puri**, El Rahmayati** Manajemen laktasi diperlukan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan menyusui. Kegagalan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERGAS KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERGAS KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERGAS KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN OLEH: FEBIYANTI ARMININGRUM 020112a010 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di Negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada umatnya melalui ibu yang menyusui bayinya dengan ASI (Irawati, 2007). ASI sangat penting untuk

Lebih terperinci

Puskesmas Guntung Payung Tahun 2013

Puskesmas Guntung Payung Tahun 2013 Jurkessia, Faktor-Faktor Vol. IV, yang No. 2, Mempengaruhi Maret 2014 Kejadian pada Balita di Wilayah M.Noor, Kerja dkk. Puskesmas Guntung Payung Tahun 2013 The Factors Which Influenced Occurrence On Children

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebanyak 6,6 juta anak di bawah lima tahun meninggal pada tahun 2012 di seluruh dunia, dari data tersebut malnutrisi merupakan penyebab dasar pada sekitar 45% kematian.

Lebih terperinci

DEA YANDOFA BP

DEA YANDOFA BP SKRIPSI HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PEMBERIAN ASI PADA BALITA TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMBACANG KECAMATAN KURANJI PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Anak DEA YANDOFA BP.07121016

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita adalah penerus masa depan kita, anak balita juga menentukan masa depan bangsa, anak balita sehat akan menjadikan anak balita yang cerdas. Anak balita salah

Lebih terperinci

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati Hubungan Pengetahuan, Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Pada Bayi Di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado Kusmiyati, 1, Syuul Adam 2, Sandra Pakaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Erni Yuliastuti Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan email : yuliastutierni @ymail.com Abstrak Latar Belakang : Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah masyarakat di Indonesia. Angka kesakitan 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012) setiap tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka kesakitan diare pada tahun 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini berada jauh dari yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi yang masih perlu diwaspadai menyerang balita adalah diare atau gastroenteritis. Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dalam kandungan disertai dengan pemberian Air susu ibu (ASI) sejak usia

PENDAHULUAN. dalam kandungan disertai dengan pemberian Air susu ibu (ASI) sejak usia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air susu ibu (ASI) sejak usia dini, terutama rohani dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan sebagai penyebab kesakitan dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan sebagai penyebab kesakitan dan kematian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan sebagai penyebab kesakitan dan kematian terbesar pada balita, salah satunya yaitu pneumonia. Pneumonia terjadi karena rongga alveoli paru-paru

Lebih terperinci

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh: MUJI RAHAYU J.

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh: MUJI RAHAYU J. HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DAN PENDAPATAN ORANG TUA DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA ANAK USIA 6 24 BULAN DI KELURAHAN PUCANGAN KECAMATAN KARTASURA Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan Heledulaa Utara. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Faktor risiko penderita ISPA balita di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia merupakan salah satu dari infeksi saluran napas yang sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara berkembang. Pneumonia adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas baik seperti yang diharapkan, dan dapat memberikan pengaruh

Lebih terperinci

Jurnal Siklus Volume 6 No 1 Januari 2017

Jurnal Siklus Volume 6 No 1 Januari 2017 HUBUNGAN ANTARA VULVA HYGIENE DENGAN LAMA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI BPS NY S DESA GROBOG WETAN KECAMATAN PANGKAH KABUPATEN TEGAL TAHUN 2015 Seventina Nurul Hidayah 1 Email: seventinanurulhidayah@yahoo.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 Nia¹, Lala²* ¹Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prima

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 Nurjanatun Naimah 1, Istichomah 2, Meyliya Qudriani 3 D III Kebidanan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satupun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA HARJOBINANGUN PURWOREJO GITA APRILIA ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA HARJOBINANGUN PURWOREJO GITA APRILIA ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA HARJOBINANGUN PURWOREJO GITA APRILIA ABSTRAK Data dari profil kesehatan kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

Kata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita

Kata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita PERAN KELUARGA PRASEJAHTERA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI DESA DEPOK KECAMATAN KANDEMAN KABUPATEN BATANG 7 Cipto Roso ABSTRAK Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2000 sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan menempati kisaran ke dua sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM GRINGSING BATANG 5 Anjar Puji Hastuti ABSTRAK World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas anak di dunia. Kematian bayi dengan diare di negara berkembang sekitar 18% yang artinya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia adalah gizi. Gizi merupakan faktor penting yang memegang peranan dalam siklus kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di Puskesmas Bonepantai Kabupaten Bone Bolango dan waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai tanggal

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (2008), pada hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Virus campak menular melalui udara ketika penderita batuk atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan gizi bayi sampai berusia 2 tahun sangat penting sehingga harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah dengan pemberian Air Susu

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI Diajukan Oleh : Devi Pediatri J500040023 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN Lampiran I Summary FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 Cindy Pratiwi NIM 841409080

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita merupakan anak kurang dari lima tahun sehingga bayi usia anak dibawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat tubuh semestinya)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah sindrom penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melambat sampai mencair, serta bertambahnya frekuensi buang air besar dari

Lebih terperinci

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Campak Pada Bayi Di Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu Indriyati Mantang 1, Maria Rantung 2, FreikeLumy 3 1,2,3 Jurusan Kebidanan Polekkes Kemenkes Manado

Lebih terperinci

SUMMARY. Jihan S. Nur NIM :

SUMMARY. Jihan S. Nur NIM : SUMMARY HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PENATALAKSANAAN DIARE PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS TILOTE KECAMATAN TILANGOKABUPATEN GORONTALO Jihan S. Nur NIM : 841 409 024 Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration 31 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Campak merupakan penyakit infeksi yang sangat menular dan disebabkan oleh virus, pada umumnya menyerang anak anak serta merupakan penyakit endemis di banyak belahan

Lebih terperinci