BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian ASI eksklusif sejak hari pertama tidak selalu mudah karena banyak wanita menghadapi masalah dalam melakukannya. Keadaan yang sering terjadi pada hari pertama menyusui yaitu sulitnya ASI keluar (Varney, dkk., 2007). Hal ini membuat ibu berpikir bayi mereka tidak akan mendapat cukup ASI sehingga ibu sering mengambil langkah berhenti menyusui dan menggantinya dengan susu formula. Disamping itu, ada juga ibu yang merasa takut dan menghindar menyusui, akibatnya akan terjadi pembendungan dan statis ASI karena akan mengurangi isapan bayi pada payudara maka jumlah ASI yang dikeluarkan sedikit. Sedangkan di negara berkembang banyak ibu yang merasa cemas dalam pemberian ASI kepada anaknya karena sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat kerja sehingga kuantitas ASI yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan bayi (Derek, 2005). Pada kondisi dengan indikasi medis tertentu, yaitu kondisi medis bayi atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan pemberian ASI eksklusif, maka susu formula boleh diberikan. Pemerintah telah menyampaikan informasi untuk para pemakai susu bubuk formula bahwa susu bubuk formula bukanlah suatu produk yang steril dan dapat terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penyakit. Oleh karena itu perlu memperhatikan cara penyajian susu formula yang benar agar efek dari kontaminasi tersebut dapat diminimalisir sekecil mungkin. Menjaga sanitasi dan hygiene sangat penting untuk mencegah kontaminasi dari bakteri khususnya terkait dengan penyiapan, penyimpanan, dan penyajian produk formula bayi (Nasir, 2011). Rekomendasi WHO tentang penyajian susu formula harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi yakni cara penyajian yang baik dan benar. Cara penyajian susu formula yang baik dan benar diantaranya adalah menyajikan hanya dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap 1

2 2 kali minum untuk mengurangi kuantitas dan waktu susu formula terkontaminasi dengan udara kamar. Meminimalkan hang time atau waktu antara kontak susu dengan udara kamar hingga saat pemberian. Waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu tersebut meningkatkan resiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut. Tetapi apabila susu tersebut telah diminum sebaiknya bila lewat 2 jam dibuang. Hal lain yang penting adalah memperhatikan dengan baik dan benar cara penyajian susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum. Peningkatan pengetahuan orang tua, perawat bayi dan praktisi klinis lainnya tentang prosedur persiapan dan pemberian susu formula yang baik dan benar harus terus dilakukan (Anonim, 2011). Pengetahuan tentang cara penyajian susu formula yang baik dan benar pada orang tua atau pengasuh anak merupakan modal utama untuk terbentuknya kebiasaan yang baik demi kualitas kesehatan bayi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over Behavior) (Notoatmodjo, 2003). Didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan berlangsung lama, suatu contoh pengasuh bayi yang memiliki pengetahuan serta kesadaran positif yang baik tentang praktik penyajian susu formula terhadap bayi diharapkan akan membawa dampak positif bagi kesehatan bayi dan mengurangi resiko terjadinya penyakit akibat kesalahan penyajian susu karena resiko kesalahan dalam praktik penyajiannya dapat dieliminasi seminimal mungkin. Penyakit yang timbul dari kontaminasi bakteri akibat kesalahan penyajian susu formula salah satunya adalah penyakit diare pada bayi. Data Departemen Kesehatan menunjukkan, diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun atau balita di Indonesia, setelah radang paru atau pneumonia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa prevalensi penyakit diare sebesar 9,2% dengan penderita anak berumur 1 4 tahun sebesar 16,4%. Prevalensi diare Kota Semarang menunjukkan angka sebesar 13,2% penduduk menderita diare.

3 3 Hampir semua diare akut secara umum dapat dianggap karena infeksi bakteri, terkecuali ditemukan bukti adanya sebab-sebab lain. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2008) tentang analisis pemberian ASI tidak eksklusif dan susu formula sebagai penyebab growth faltering (goncangan pertumbuhan) pada bayi didapatkan hasil bahwa pemberian ASI tidak eksklusif memiliki resiko 3,30 kali kejadian growth faltering pada bayi dan pemberian susu formula memiliki risiko 2,96 kali kejadian growth faltering pada bayi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2006) dengan judul hubungan kuantitas konsumsi susu formula dengan status gizi bayi usia 4-12 bulan ditemukan bukti empiris bahwa frekuensi pemberian susu formula tidak status gizi bayi dan infeksi tidak status gizi bayi. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti dengan metode observasi di Rumah Sakit AKPOL Semarang ditemukan bahwa di wilayah Asrama AKPOL Semarang pada tahun 2011 terdapat 14 anak menderita diare, 8 anak menderita typus dan 5 anak menderita radang tenggorokan. Penderita diare dan gangguan saluran perncernaan disebabkan oleh masuknya kuman dari makanan dan minuman, kuman dapat masuk melalui praktik penyajian susu formula dalam botol yang salah. Hasil observasi yang dilakukan terhadap 10 orang pengasuh anak tentang praktik penyajian susu formula dalam botol menunjukkan bahwa berdasarkan cara penyajian yang benar yakni cuci tangan terlebih dahulu dengan menggunakan sabun, menggunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 0 C, menyiapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi dan sesuai takaran yang dianjurkan pada label, mengaduk hingga tercampur merata, segera menutup kemasan dengan rapat untuk menghindari paparan udara, menyimpan susu di tempat yang kering dan bersih, tidak di tempat yang lembab, dan selalu memperhatikan batas kadaluwarsa kemasan untuk menghindari keracunan dan kontaminasi, ditemukan 8 dari 10 orang pengasuh anak masih salah dalam penyajian susu formula dalam botol.

4 4 Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan pengetahuan dan keterampilan penyajian susu dalam botol pada pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sebelum dan sesudah pemberian pelatihan. B. Perumusan Masalah Pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam penyajian susu formula yang dilakukan oleh pengasuh yang diberikan kepada anak, sebaiknya mendapatkan perhatian yang serius oleh berbagai pihak khususnya pemerintah melalui penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan di unit pelayanan kesehatan dan peran orang tua anak untuk memberikan pengetahuan yang benar tentang penyajian susu formula kepada pengasuh anaknya sehingga efek negatif dari kontaminasi bakteri dapat diminimalisir. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah adakah perbedaan pengetahuan dan keterampilan penyajian susu dalam botol oleh pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sebelum dan sesudah pemberian pelatihan?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan keterampilan penyajian susu dalam botol pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sebelum dan sesudah pemberian pelatihan. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan pengetahuan penyajian susu dalam botol pada pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sebelum pemberian pelatihan b. Mendiskripsikan keterampilan penyajian susu dalam botol pada pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sebelum pemberian pelatihan.

5 5 c. Mendiskripsikan pengetahuan penyajian susu dalam botol pada pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sesudah pemberian pelatihan d. Mendiskripsikan keterampilan penyajian susu dalam botol pada pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sesudah pemberian pelatihan. e. Menganalisis perbedaan pengetahuan penyajian susu dalam botol pada pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sebelum dan sesudah pemberian pelatihan. f. Menganalisis perbedaan keterampilan penyajian susu dalam botol pada pengasuh anak di Asrama AKPOL Semarang sebelum dan sesudah pemberian pelatihan. D. Manfaat Penelitian 1. Masyarakat Memberikan informasi tentang arti penting cara penyajian susu formula yang baik dan benar kepada bayi dan pemberian pelatihan penyajian susu formula, sehingga efek negatif dari kesalahan penyajian susu formula dapat diminimalisir sedini mungkin untuk kesehatan anak yang lebih baik. 2. Dinas Kesehatan Kota Semarang Memberi informasi / gambaran sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam upaya penyusunan strategi, kebijakan dan pengambilan keputusan tentang peningkatan kesehatan anak di wilayah Kota Semarang. 3. Ilmu Pengetahuan Menambah informasi terutama dalam ilmu keperawatan komunitas yang terkait dengan perbedaan pengetahuan dan keterampilan penyajian susu formula pada pengasuh anak. 4. Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang.

6 6 E. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu keperawatan komunitas dan anak. F. Orisinalitas Penelitian Peneliti / Tahun Judul Desain Penelitian Sampel Penelitian Hasil Galih Wuly Perilaku ibu Studi korelasi Stratifikasi Ibu yang mencuci dan Paramitha pengguna botol dengan desain sampling menyiapkan botol (2010). susu dengan cross sectional. sebanyak 160 susu dengan baik kejadian diare orang ibu yang memiliki hasil negatif pada balita di memiliki balita terhadap keberadaan Kelurahan Kayuringin Jaya pengguna botol susu. bakteri e coli. Tidak ada hubungan Kecamatan antara keberadaan Bekasi Selatan bakteri e coli dalam Kota Bekasi. botol susu dengan kejadian diare. Heni Susilowati (2006) Hubungan Kuantitas Jenis penelitian explanatory Systematical random sampling Kontribusi energi susu formula berhubungan Konsumsi Susu research sebanyak 84 dengan tingkat Formula dengan menggunakan sampel dari total konsumsi energi Status Gizi Bayi metode survei populasi 254 bayi harian (p = 0,000;r = Usia 4-12 Bulan dengan diambil dengan 0,657) dan tingkat di wilayah kerja pendekatan cross menggunakan. konsumsi protein Puskesmas Mranggen III. sectional. harian (p-0,000; r = 0,680). Kontribusi protein susu formula energi harian (p = 0,000;r = 0,648) dan protein harian (0,000;r = 0,676). Frekuensi pemberian susu formula energi harian (p = 0,000; r = 0,0648) dan protein harian (p=0,000;r=0,0676). Kontribusi energi dan protein susu formula tidak berhubungan dengan status gizi bayi. Frekuensi pemberian susu formula tidak

7 7 status gizi bayi. Infeksi tidak status gizi bayi. Perbedaan penelitian dengan beberapa penelitian pada tabel diatas adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi komparasi atau perbandingan dengan pendekatan pre test and post test design yakni membandingkan pengetahuan dan keterampilan pengasuh anak dalam menyajikan susu formula dalam botol kepada anak. 2. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2012 di Lingkungan Kompleks Asrama Akademi Polisi (AKPOL) Semarang. 3. Sampel penelitian ini adalah semua pengasuh anak yang setiap hari menyajikan susu formula dalam botol.