II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemasan Polikarbonat Pangan yang beredar saat ini praktis tidak lepas dari penggunaaan kemasan dengan berbagai maksud. Dari sisi keamanan pangan, kemasan pangan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Namun tidak semua kemasan pangan aman bagi makanan yang dikemasnya (Sulchan, 2007). Berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dan peraturanperaturannya, yang dimaksud dengan kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/ atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Sedangkan menurut Manurung (2010), kemasan pangan adalah wadah (pembungkus) yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan yang dikemas. Saat ini, ada banyak jenis bahan yang digunakan untuk mengemas makanan diantaranya adalah berbagai jenis plastik, kertas, fibreboard, gelas, tinplate, dan aluminium. Kemasan yang banyak dijumpai adalah plastik dan berbagai jenis polimer yaitu Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE), Polipropilen (PP), Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara kemasan plastik tersebut, salah satu jenis yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah jenis polikarbonat. Polikarbonat adalah suatu kelompok polimer termoplastik, mudah dibentuk dengan menggunakan panas. Plastik jenis ini digunakan secara luas dalam industri kimia saat ini. Plastik ini memiliki banyak keunggulan, yaitu bening dan jernih seperti air, kekuatan benturan yang bagus, ketahanan terhadap pengaruh cuaca tinggi, suhu penggunaan tinggi, mudah diproses, dan tingkat flameabilitas yang rendah. Dari keunggulan tersebut membuat polikarbonat sering digunakan sebagai pengganti kaca dalam peralatan, pengolahan, dan aplikasinya. Dalam identifikasi plastik, polikarbonat berada pada nomor 7. Polikarbonat disebut demikian karena plastik ini terdiri dari polimer dengan gugus karbonat dalam rantai molekuler yang panjang (Gambar 1). Polikarbonat dibentuk dari hasil polimerisasi dari garam natrium bisphenolic dengan fosgen. Berdasarkan materi pengikat tipe polikarbonat yang paling umum adalah bisfenol-a (BPA). bisfenol-a merupakan tipe polikarbonat paling umum yang terdapat dalam plastik. Polikarbonat sendiri adalah material yang tahan lama dan dapat dilaminasi menjadi Kaca Anti Peluru, sedangkan sifat polikarbonat mirip dengan polimetil metakrilat (akrilik) namun polikarbonat lebih kuat dan dapat digunakan pada suhu tinggi. Polikarbonat akan mengalami transisi gelas pada temperatur 150 o C sehingga polikarbonat akan menjadi lembek secara bertahap di atas temperatur ini, dan mulai mencair pada temperatur 300 o C. Sehingga banyak digunakan dalam kemasan botol, termasuk kemasan botol susu bayi (Chapin, 2007). Gambar 1. Struktur polimer polikarbonat (Sun, 2003). Pembuatan produk kemasan berbahan polikarbonat biasanya menggunakan proses dengan tehnik pengolahan termoplastik pada umumnya, yaitu : cetak injeksi, ekstruksi, cetak tiup, dan structural foam moulding. Salah satu teknik yang banyak digunakan dalam pembuatan botol polikarbonat di industri, yaitu dengan menggunakan metode extrusion blow mold. Keunggulan dari penggunaan metode ini adalah metode yang lebih sederhana dari metode blow mold yang terdiri dari 3

2 extruder dan blow, metode ini juga bisa digunakan untuk botol yang bervariasi dari bentuk, ukuran, bukaan leher botol, maupun bentuk handle. Tahapan-tahapan proses didalam pembuatan botolnya adalah sebagai berikut (Norman, 2008) : 1. Cairan plastik dikeluarkan dari ekstruder masuk kedalam cetakan tiup dengan pengarah lubang. 2. Cetakan ditutup. 3. Fluida (udara) dialirkan melalui pengarah lubang kedalam cairan plastik untuk menekan cairan plastik sehingga terbentuk cairan plastik seperti bentuk cetakan. 4. Cetakan dibuka untuk pengeluaran produk. Skema tahapan proses pembentukan botol polikarbonat dengan menggunakan metode extrusion blow mold dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tahapan proses pembuatan botol polikarbonat menggunakan metode extrusion blow mold (Norman, 2008) Botol polikarbonat dari proses pencetakan selanjutnya dapat dilanjutkan keproses akhir seperti pelarutan dan adhesive bonding, pengecatan, printing, hot-stamping, dan ultrasonic welding (Iman Mujiarto, 2005). Didalam pengaplikasiannya kedalam sebuah produk, polikarbonat banyak digunakan diberbagai macam bidang, antara lain (Iman Mujiarto, 2005) : 1. Otomotif. Polikarbonat memberi performance tinggi pada lensa lampu depan/belakang. Polikarbonat opaque grade digunakan untuk rumah lampu dan komponen elektrik. Dan polikarbonat glass reinforced grade biasa digunakan untuk grill. 2. Pangan. Polikarbonat digunakan untuk tempat minuman, mangkuk pengolah makanan, alat makan/minum, microvwave, dan peralatan lain yang memerlukan produk yang jernih. 3. Medis Pada bidang ini polikarbonat biasa digunakan untuk pembuatan filter housing, tubing connector, dan berbagai macam peralatan operasi yang harus disterilisasai. 4. Industri elektrikal. Polikarbonat pada bidang ini biasa digunakan untuk pembuatan konektor, pemutus arus, tutup baterai, dan light concentrating panels untuk display kristal cair. 5. Alat/mesin bisnis. Polikarbonat pada bidang ini dapat digunakan untuk membuat : rumah dan komponen bagian dalam dari printer, mesin fotokopi, dan konektor telepon. 4

3 2.2 Bisfenol-A (BPA) Bisfenol-A (2,2-bis (4-hydroxyphenyl) propane) atau BPA merupakan bagian terpenting dalam pembuatan plastik polikarbonat. bisfenol-a memiliki persamaan dengan senyawa kimia diethyl sylbestrat (DES) dan hormon estrogen. DES ini ternyata merupakan senyawa yang kurang baik karena dapat menyebabkan kanker dan masalah yang berhubungan dengan reproduksi. Selain itu juga merupakan zat kimia yang menyerupai hormon estrogen pada perempuan. BPA dapat digunakan sebagai hormon buatan yang bekerja seperti hormon estrogen untuk mengatai masalah kehamilan (Colborn et. al., 1997). Bahan ini apabila digunakan dalam jumlah yang tidak teratur dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan. Sehingga beberapa tahun terakhir ini mulai berkembang isu bahaya penggunaan BPA pada berbagai kemasan. Saat ini BPA banyak digunakan dalam pembuatan plastik polikarbonat dan beberapa untuk pembuatan resin epoxy yang sebagian besar banyak digunakan sebagai wadah makanan, minuman, dan sealant gigi (Alonso-Magdalena et. al., 2006). BPA merupakan salah satu bahan kimia yang paling berlimpah diproduksi di seluruh dunia dan memiliki kapasitas global pada tahun 2003 sebesar 6,4 miliar pounds dengan peningkatan produksinya sebesar 6-10% pertahun. Karena meluasnya penggunaan BPA dalam plastik polikarbonat serta lapisan kaleng, maka manusia terus-menerus terpapar bahan kimia ini, terutama di negara-negara maju (Calafat et. al., 2005). Dalam proses produksinya, plastik polikarbonat dihasilkan melalui proses kondensasi antara BPA dengan karbonil klorida (Gambar 3) (Sun, 2003). Penggunaan BPA pada plastik polikarbonat banyak diaplikasikan untuk berbagai produk plastik seperti kemasan makanan dan minuman, botol susu, botol air, kaleng susu formula, dan pipa-pipa saluran air. Penggunaan BPA dalam pembuatan plastik polikarbonat cukup diminati oleh industri karena botol yang dihasilkan tahan lama dan tampil lebih mengkilat. Sedangkan aplikasi BPA dalam pembuatan resin epoxy banyak digunakan pada bahan pelapis logam seperti kaleng makanan, botol air minum, kertas thermal, alat kesehatan, dan saluran air (Aschberger et.al., 2010). Penggunaan BPA semakin lama semakin meluas tidak hanya untuk produk pangan, tetapi juga digunakan sebagai bahan penambal gigi, pembuatan kepingan CD atau DVD, dan dalam pembuatan kacamata. Bisfenol-A Carbonyl Chloride Polikarbonat formation Gambar 3. Proses pembentukan polikarbonat (Sun, 2003). Beberapa penelitian telah berhasil mengetahui bahaya BPA bagi kesehatan. Saat ini banyak badan-badan kesehatan negara yang melihat potensi resiko kesehatan yang disebabkan oleh BPA. Oleh karena itu, negara-negara yang telah membuktikan bahaya BPA mulai melarang penggunaan bahan tersebut pada berbagai bentuk kemasan. Pusat Riset Toksikologi Nasional FDA bekerja sama dengan National Toxicology Program (NTP) saat ini melakukan kajian yang mendalam untuk mengklarifikasi dugaan tersebut. Sementara itu, US-FDA mengambil langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi paparan BPA pada makanan, seperti mendorong industri untuk berhenti memproduksi botol bayi yang mengandung BPA dan peralatan makan bayi untuk pasar AS, memfasilitasi pengembangan alternatif untuk BPA, dan mendukung upaya untuk mengganti atau meminimalkan tingkat BPA dalam pelapis kaleng makanan (Lailya, 2010). Di lain sisi, Badan Kesehatan Kanada (The Health Canada) memilih kebijakan untuk mengambil tindakan pencegahan dan menyimpulkan bahwa BPA harus dianggap sebagai zat atau bahan yang dapat menimbulkan bahaya pada kehidupan atau kesehatan manusia. Sebagai langkah awal Pemerintah Kanada berencana 5

4 untuk membuat peraturan untuk melarang import, iklan, dan penjualan botol bayi berbahan polikarbonat (Joaquim Maia et.al., 2010). Selanjutnya, Organisasi kesehatan dunia (WHO) melalui forum panel yang beranggotakan 30 pakar dari Kanada, Eropa, dan Amerika Serikat pada 10 November 2010 di Ottawa, Kanada, menyampaikan bahwa kadar BPA yang terkandung dalam urine seseorang ternyata relatif sama dengan kadar BPA yang masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Hal ini berarti sebagian besar atau bahkan mungkin semua BPA dapat diekskresikan secara alamiah dari dalam tubuh. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa berbagai penelitian yang telah dilakukan membuktikan meskipun dalam kadar yang rendah, BPA tetap dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan (Anonim, 2010) 1. Menurut Sun (2003), terdapat korelasi antara BPA masalah biologis pada laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, dapat menyebabkan penurunan produksi sperma, penambahan berat prostat, dan kanker testis. Sementara itu, pada perempuan dapat menyebabkan perkembangan endometrium yang tidak normal sehingga dapat menimbulkan infertilitas dan meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Sun (2003) juga memaparkan bahwa bayi dan anak-anak juga akan terkena dampak negatif dari BPA ini. Pada anak-anak, terutama pada bayi yang masih dalam kandungan maupun bayi yang baru lahir, dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon yang berdampak buruk selama periode emas pertumbuhan anak, meskipun akibatnya tidak langsung tampak. Penelitian juga dilakukan oleh para peneliti di University of Missouri-Columbia untuk menentukan dampak dari BPA pada organ reproduksi tikus. Penelitian dilakukan adalah dengan cara menyuntikan BPA pada dua tikus betina yang sedang hamil dengan dua dosis yang berbeda (2 ppb dan 20 ppb). Setelah dua tikus betina tersebut lahir selanjutnya, dipilih secara acak anak tikus yang berkelamin jantan dari kedua tikus betina tersebut untuk dibesarkan dan diteliti pengaruhnya terhadap organ reproduksi tikus jantan. Hasilnya ditemukan bahwa pemberian dua dosis BPA yang berbeda pada indukan dapat memberikan efek yang berbeda pada kemampuan reproduksi anaknya. Untuk anak tikus betina yang diberikan dosis BPA sebesar 2 ppb memperlihatkan adanya efek peningkatan ukuran kelenjar preputial sebesar 35%, kelenjar preputial ini bertanggung jawab atas perilaku sociosexual pada tikus jantan. Sebaliknya, dosis yang sama mengurangi ukuran epididimis, organ yang menyimpan sperma pada tikus jantan. Hal ini juga yang akan mengurangi ukuran vesikula seminalis yang berguna untuk mengalirkan sperma saat ejakulasi dan hal ini yang menggambarkan tingkat kesuburan pada tikus jantan. Selanjutnya, untuk anak tikus betina yang diberikan dosis BPA sebesar 20 ppb secara signifikan menurunkan efisiensi produksi sperma sebesar 20% dibandingkan dengan kelompok tikus jantan kontrol. Dalam studi sebelumnya oleh kelompok ilmuwan yang sama, kelenjar prostat pada tikus jantan yang diberi dosis BPA yang sama (2 ppb dan 20 ppb) meningkat sebesar 30% dibandingkan dengan tikus jantan kontrol. Kedua hasil peneltian ini membuktikan bahwa pemberian berbagai dosis BPA pada tikus memberikan efek menurunkan fungsi pada organ reproduksinya. Dari dasar hasil penelitian inilah maka beberapa ilmuwan menduga sementara bahwa sangat mungkin BPA juga dapat mempengaruhi perkembangan bayi pada manusia (Vom Saal et. al., 1998). Setelah terbukti bahwa BPA memiliki efek negatif pada organ tikus, dilakukan lagi penelitian mengenai efek samping BPA terhadap manusia dan terlihat adanya suatu korelasi antara paparan BPA dengan penyakit ovarium pada wanita, kanker prostat pada pria, dan berkurangnya sistem kekebalan tubuh (Vom Saal et. al., 2005) Meskipun telah banyak penelitian mengenai bisfenol-a dan pelarangan penggunaannya tersebut didalam pembuatan kemasan pangan tetapi, penggunaan bisfenol-a sebagai bahan dasar pembuatan kemasan pangan masih banyak digunakan oleh beberapa industri. Hal ini terjadi karena kemasan pangan yang mengandung senyawa bisfenol-a masih di nyatakan aman oleh berbagai 6

5 lembaga internasional dan baru akan dinyatakan berbahaya apabila kadar bisfenol-a yang terkandung dalam pangan melebihi 0,03 µg/ml (30 ppb). 2.3 Migrasi Bisfenol-A (BPA) Menurut Balai Besar Kimia dan Kemasan (2011), migrasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu global migrasi dan spesifik migrasi. Global migrasi atau migrasi total merupakan hasil perpindahan komponen dari kemasan, dimana komponen tersebut tidak dibedakan antara yang berbahaya (toksik) dengan yang tidak berbahaya (non-toksik) pada kesehatan. Global migrasi ini dinyatakan dalam satuan mg bahan yang berpindah per satuan luas (mg/dm 2 ) atau mg/kg bahan kemasan. Sementara spesifik migrasi merupakan proses perpindahan komponen-komponen dalam kemasan yang telah diketahui dapat membahayakan kesehatan manusia. Nasiri et.a.l (2009) menyatakan bahwa jumlah migrasi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu kontak, peningkatan waktu kontak, peningkatan kandungan bahan kimia dalam kemasan, peningkatan luas permukaan kontak, dan peningkatan agresifitas pangan yang dikemas. Suhu dan waktu kontak yang semakin meningkat akan mempercepat proses migrasi bahan kimia ke bahan makanan sehingga nilai migrasi yang dihasilkan akan lebih tinggi. Mudahnya terjadi migrasi BPA kepada makanan atau minuman dikarenakan ikatan kimia antar monomer BPA dalam polimer plastik sangat lemah dan tidak stabil. Apabila kemasan tersebut terus menerus kontak dengan pangan, maka senyawa BPA yang ada dalam bahan kemasan akan terlepas. BPA ini dapat bekerja dalam konsentrasi yang sangat kecil (dalam ppb atau ppt) sekalipun sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Sebenarnya potensi migrasi ini dapat menurun apabila bobot molekul dari bahan kemasan tinggi, kontak antara pangan dan kemasan tidak langsung atau kering, daya difusi bahan kemasan rendah (inert), dan adanya lapisan pembatas yang inert (Barnes et. al. 2007). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui migrasi senyawa kimia yang berasal dari plastik polikarbonat, yaitu senyawa bisfenol-a (BPA). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Biedermann-Brem dan Grob pada tahun 2009, tentang pengaruh suhu terhadap migrasi BPA dalam air ledeng, menunjukan bahwa konsentrasi BPA dalam air ledeng pada suhu 50 C sebesar < µg/ml meningkat menjadi µg/ml ketika air mendidih. Kemudian konsentrasi BPA dalam air pada ph 9.5 (50 o C) sebesar <0.002 µg/ml meningkat menjadi µg/ml ketika air mendidih. Menurut Biles et. al. (1997), konsentrasi terbesar migrasi BPA dari kemasan polikarbonat dalam air deionisasi dan air ledeng adalah sebesar 1 mg/l pada suhu 65 C selama 10 hari. Suhu merupakan salah satu faktor penyebab mudahnya BPA bermigrasi. BPA akan sangat mudah bermigrasi apabila suhunya dinaikkan atau dipanaskan. Sementara botol susu dalam penggunaannya selalu bersentuhan panas baik untuk sterilisasi dengan cara direbus, dipanaskan dengan microwave, hingga dituang dengan air mendidih atau air panas. Oleh karena itu peluang berpindahnya BPA dari kemasan kedalam produk yang dikemas sangat besar. Penelitian lain dilakukan oleh Sung-Hyun Nam et.al. (2010) yang menghitung kadar migrasi bisfenol-a dari botol bayi berbahan polikarbonat baru yang diisi dengan air bersuhu 40 o C hingga 95 o C. Konsentrasi migrasi yang terukur pada suhu 40 C dan 95 C masing-masing adalah 0,03 µg/ml (0,03 ppb) dan 0,13 µg/ml (0,13 ppb). Kemudian masih menggunakan botol yang sama namun setelah digunakan selama 6 bulan menunjukan konsentrasi migrasi yang terukur pada suhu 40 C dan 95 C masing-masing adalah 0,18 µg/ml (0,18 ppb) dan 18,47 µg/ml (18,47 ppb). Tingkat migrasi akan semakin meningkat ketika suhu air lebih dari 80 o C. Sun (2003) juga melakukan penelitian mengenai migrasi BPA dalam botol susu botol susu bayi. Dalam penelitiannya digunakan simulan pangan berupa minyak dan etanol 10%. Inkubasi dilakukan pada suhu tinggi selama 8 jam, 72 jam, dan 240 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah migrasi BPA dalam minyak berkisar antara 7

6 ND (not detected) hingga 0.37 mg/inch 2, sedangkan jumlah migrasi BPA dalam etanol 10 % berkisar ND hingga 1.92 mg/inch 2 (Sun, 2003). Penelitian lain juga dilakukan oleh Wong et. al. (2005) yang menghitung jumlah migrasi yang terjadi pada 28 sampel botol susu polikarbonat dengan menggunakan simulant pangan ethanol 10% dan minyak jagung. Ethanol 10% digunakan sebagai food simulant yang mewakili makanan yang berair dan makanan yang mengandung asam. Sedangkan minyak jagung untuk mewakili makanan yang mengandung lemak. Inkubasi dilakukan pada suhu 70 o C pada ethanol 10% dan 100 o C pada minyak jagung. Sedangkan lama waktu inkubasi untuk kedua food simulant adalah selama 8, 72, dan 240 jam. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata migrasi BPA didalam ethanol 10% pada suhu 70 o C untuk masing-masing lama waktu inkubasi adalah ; ; (µg/in 2 ). Sedangkan untuk nilai rata-rata migrasi BPA didalam minyak jagung pada suhu C untuk masingmasing lama waktu inkubasi adalah ; ; (µg/in 2 ). Dari hasil penelitian Wong et. al. (2005) dapat dilihat bahwa semakin lama waktu inkubasi, maka jumlah BPA yang bermigrasipun semakin meningkat. Sama halnya dengan suhu inkubasi, semakin tinggi suhu inkubasi, maka BPA yang bermigrasipun semakin banyak. Dan dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa besarnya BPA yang bermigrasi kedalam food simulant berbanding lurus dengan lamanya waktu dan suhu kontak. 2.4 Survei Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok (kebutuhan dasar) manusia untuk hidup sehat (Harper et. al., 1985). Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu (Suhardjo, 1989). Menurut Suhardjo (1990), penilaian konsumsi pangan dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi yang dimakan melalui survei secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan yang dikonsumsi, sedangkan survei secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperolehnya (Vegan, 2009). Secara umum survei konsumsi pangan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Vegan, 2009). Oleh karena itu, survei konsumsi pangan dapat menghasilkan data atau informasi yang bersifat kualitatif atau kuantitatif atau kedua-duanya. Dalam suatu survei konsumsi pangan jelas mempunyai tujuan tertentu baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Masalahnya adalah siapa yang menjadi sasaran dari survei tersebut. Pada dasarnya sasaran survei ini dapat digolongkan yaitu individu/ kelompok individu, keluarga/ kelompok keluarga, dan penduduk (secara nasional/ regional). Survei konsumsi pangan terhadap individu dimaksudkan untuk memperoleh data konsumsi pangan individu atau kelompok individu yang diamati. Kadang-kadang tujuan survei ingin mengetahui keadaan tingkat konsumsi keluarga atau kelompok keluarga menurut suatu kriteria. Biasanya dalam survei konsumsi pangan keluarga ingin pula diketahuui pembagian antar anggota keluarga. Oleh karena itu, metode survei yang digunakan untuk individu juga digunakan dalam bentuk kombinasi. Pada dasarnya untuk mengetahui tingkat konsumsi pangan penduduk secara nasional atau regional dapat menggunakan metode yang sama dengan survei keluarga maupun individu. Masalahnya adalah bagaimana memperolah contoh yang representatif bagi seluruh penduduk skala nasional atau regional. Selain itu, data konsumsi yang dikumpulkan harus dapat mewakili keadaan yang nyata (Suhardjo et al., 1988). 8

7 2.5 Kuisioner Frekuensi Pangan atau Food Frequency Questionnaire (FFQ) Tidak ada metode baku untuk mengumpulkan data konsumsi pangan. Data konsumsi pangan secara luas tersedia dan mungkin semua metode survei yang ada dapat digunakan. Metode pengambilan data konsumsi dapat dilakukan secara langsung pada tingkat individu dan secara tidak langsung dengan mengumpulkan informasi konsumsi dari pembelian produk pangan atau produksi suatu jenis pangan di industri. Salah satu metode langsung yang dapat digunakan adaah kuisioner frekuensi pangan atau food frequency questionnaire (FFQ) (Warsiki, 2010). Food Frequency Questionnaire (FFQ) adalah metode survei konsumsi pangan yang bertujuan untuk mendapatkan pola konsumsi bahan pangan tertentu. FFQ yang juga disebut kuisioner frekuensi pangan sering mengacu pada riwayat diet berdasarkan daftar (list-based diet history) yang terdiri dari daftar diet. Untuk setiap jenis pangan dalam daftar, responden ditanya untuk memperkirakan berapa kali makan dalam sehari, minggu, bulan atau tahun. Jumlah atau jenis pangan mungkin bervariasi seperti jumlah dan tiap kategori frekuensi. Validitas pola diet yang dikaji dengan FFQ tergantung pada keterwakilan pangan yang tercatat dalam kuesioner. Meskipun beberapa telah menyimpulkan bahwa FFQ menghasilkan data yang valid untuk pengkajian paparan diet, selebihnya telah ditemukan bahwa FFQ tidak menghasilkan estimasi yang nyata dari asupan beberapa nutrisi makro karena responden tidak ingat dengan pasti. FFQ biasanya digunakan untuk menentukan peringkat individu melalui konsumsi pangan atau nutrisi pilihan. Meskipun FFQ dirancang untuk digunakan mengukur paparan diet absolute, metode ini mungkin lebih akurat dibandingkan metode lain yang digunakan dalam mengestimasi paparan diet rata-rata untuk zat kimia dengan variabilitas hari ke hari dan yang relatif sedikit sebagai sumber survei (Nasiri et al., 2009). Kuesioner frekuensi pangan memberi daftar kelompok pangan untuk diisi frekuensi pangannya dan ditimbang, data grup pangan biasanya telah disiapkan pilihan frekuensi konsumsi dan ukuran penyajian. Metode ini merupakan metode yang paling sedikit membutuhkan tenaga dan dapat menangani banyak sampel. FFQ dapat bersifat khusus atau umum. Akan tetapi, data grup pangan yang disajikan sering kurang detail dalam penilaian paparan zat kimia, misalnya ikan tidak menunjukkan detail apakah ikan berminyak atau kerang. Selain itu, data level merk tidak dapat dikumpulkan (Warsiki, 2010). 2.6 Purposive Sampling Secara sederhana, sampling adalah pengambilan sampel atau contoh dari populasi untuk diamati atau diteliti. Tetapi jika pengamatan atau penelititan dilakukan terhadap seluruh elemen atau anggota populasi maka kegiatan tersebut mempunyai istilah khusus, yaitu sensus. Keuntungan ekonomis sampling dibandingkan sensus adalah sangat besar, dan hal ini merupakan salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan mengapa kita melakukan sampling tersebut. Salah satu metode sampling yang biasanya digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel non probability dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Penarikan sampel dengan non probability pada umumnya dilakukan untuk suatu penelitian yang populasinya tidak diketahui (Gulo, 2002). Menurut Sugiyono (2010), sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampling yang purposive adalah sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian. Dengan demikian diusahakan agar sampel itu memiliki ciri-ciri yang esensial dari populasi sehingga dapat dianggap cukup representatif. Keuntungan metode purposive sampling ialah sampel itu dipilih sedemikian rupa sehingga relevan dengan desain penelitian. Selain itu, cara ini relatif lebih mudah dan 9

8 murah untuk dilaksanakan. Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut pertimbangan peneliti dapat didekati. Sedangkan kelemahannya adalah tidak ada jaminan sepenuhnya bahwa sampel itu representatif seperti halnya dengan sampel acakan atau random. Kriteria yang digunakan atas dasar pertimbangan peneliti harus didasarkan atas pengetahuan yang mendalam tentang populasi agar dapat dipertanggungjawabkan. Sekalipun demikian, pertimbangan itu tidak bebas dari unsur subyektifitas (Nasution, 2007). Menurut Hadi (1977), dalam purposive pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifatsifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Sebutan purposive menunjukkan bahwa teknik ini digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Semua sampling pasti bertujuan, karena itu sebutan purposive sampling untuk sesuatu teknik sampling sebenarnya kurang tepat. Akan tetapi yang lebih penting adalah mempunyai pengertian yang jelas tentang maksudnya dan memastikannya apakah yang dilakukan benar-benar memenuhi kriteria purposive sampling. 2.7 Paparan Zat Kontak Pangan Akibat Migrasi dari Kemasan Pangan Sejak ditangani sampai digunakan konsumen, pangan harus tetap bersifat aman untuk dikonsumsi. Pangan yang aman dikonsumsi adalah pangan yang bebas (di bawah toleransi maksimum yang dipersyaratkan) dari cemaran berbahaya seperti cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Fardiaz, 1994). Lebih lanjut Hariyadi (2007) juga menjelaskan bahwa produk pangan yang mempunyai tingkat keamanan yang baik adalah produk pangan yang bebas cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat mengganggu, merµgikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Menurut UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan. Menurut Wirakartakusumah (1994), keamanan pangan merupakan masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologi, toksisitas kimiawi, dan status gizi. Hal ini, sangat berkaitan dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap status gizinya. Keamanan yang menurun pada suatu produk dapat memberikan efek keracunan pangan atau foodborne disease bagi konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut. Menurut Nasiri et al. (2009), bahan kimia berbahaya atau cemaran merupakan salah satu penyebab berbagai masalah kesehatan yang serius dan menimbulkan dampak permanen atau bahkan kronis. Oleh karena itu diperlukan studi kesehatan masyarakat yang ditimbulkan dari adanya bahan kimia toksik (berbahaya) dalam pangan, dengan mengestimasikan paparan kontaminan asupan pangan harian yang kemudian dibandingkan dengan referensi toksisitas zat yang dimakan seperti Asupan Harian yang Ditoleransi (Tolerable Daily Intake, TDI) atau Asupan Mingguan yang Ditoleransi Sementara (Provisional Tolerable Weekly Intake, PWTI). Kajian tersebut bertujuan untuk memonitor kesesuaian paparan kontaminan dengan standar maksimum yang tercantum dalam peraturan. Penilaian paparan kontaminan sangat penting dalam membuat keputusan tentang status keamanan pangan. Paparan didefinisikan sebagai total bahan kimia yang dikonsumsi oleh manusia. Untuk memperkirakan tingkat paparan bahan kimia JECFA (joint FAO/ WHO Expert Committe on Food Additives) menggunakan tiga tipe pendekatan yaitu perkiraan per kapita, perkiraan dari survei konsumsi pangan dan analisis bahan kimia menggunakan metode TDS (Total Diet Study) (WHO, 1987). Kajian paparan mempelajari proses yang terjadi karena adanya interaksi antara lingkungan yang mengandung kontaminan dengan manusia. Kajian ini akan mengukur seberapa besar paparan kontaminan dapat diterima oleh organisme (manusia atau hewan) yang ditargetkan atau berapa banyak 10

9 paparan kontaminan akan mengakibatkan efek biologis pada organisme tersebut. Walaupun secara konsep kajian paparan berlaku untuk semua jenis kehidupan, namun dalam hal ini hanya akan diaplikasikan untuk kesehatan manusia sehingga kajian paparan merupakan salah satu alat bagi pengukuran kesehatan masyarakat (Warsiki, 2010). Kajian paparan adalah dasar untuk menetapkan asupan harian yang dapat ditoleransi (TDI), yang berdasarkan bahaya (toksisitas). Meskipun kadang suatu zat toksik tidak berbahaya bagi kesehatan manusia jika zat tersebut dikonsumsi dalam jumlah kecil, namun risiko kontaminan makanan tidak tergantung dari sumbernya tetapi dari kombinasi bahaya suatu zat (toksisitas) tersebut dan banyaknya zat tersebut dikonsumsi atau memapari konsumen. Keamanan pangan tidak hanya ditentukan hanya semata-mata pada toksisitas zat yang bermigrasi, tetapi juga jumlah zat berbahaya tersebut yang dikonsumsi (estimasi keberadaan) yang dikonsumsi (Warsiki, 2010). Kajian paparan (diet) akan mengombinasikan data konsumsi dengan data kadar zat kimia dalam pangan. Hasil dari estimasi paparan ini kemudian dibandingkan dengan data referensi nutrisi atau toksikologi terhadap zat kimia yang dikaji. Kajian paparan mungkin dilakukan untuk jangka pendek (akut) dan jangka panjang (kronis). Kajian paparan jangka pendek hanya menggunakkan data paparan selama 24 jam, sedangkan kajian paparan jangka panjang menggunakan data rata-rata paparan harian selama hidup seseorang. Adakalanya kajian paparan nutrien menggunakan asumsiasumsi dasar yang cenderung menghasilkan nilai estimasi paparan kurang dari sebenarnya sedangkan kajian paparan zat kimia toksik harus menggunakan asumsi-asumsi yang menghasilkan nilai estimasi paparan yang lebih tinggi dari sebenarnya (kasus terburuk). Persamaan umum untuk kajian paparan dapat dilihat berikut ini: Satuan paparan diet adalah milligram zat per kilogram berat badan per hari. Pengguna terminologi standar sangat dianjurkan untuk memastikan konsistensi di dalam aplikasi dan pemahaman. Konsumsi mengacu pada jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang baik dalam bentuk padatan maupun cairan dan paparan diet adalah jumlah zat kimia dalam pangan yang dikonsumsi (Warsiki, 2010). 11

KAJIAN PAPARAN BISFENOL-A (BPA) DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT PADA BAYI. STUDI KASUS : WILAYAH DKI JAKARTA SKRIPSI MOCHAMAD HADHITIA PRASETYO F

KAJIAN PAPARAN BISFENOL-A (BPA) DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT PADA BAYI. STUDI KASUS : WILAYAH DKI JAKARTA SKRIPSI MOCHAMAD HADHITIA PRASETYO F KAJIAN PAPARAN BISFENOL-A (BPA) DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT PADA BAYI. STUDI KASUS : WILAYAH DKI JAKARTA SKRIPSI MOCHAMAD HADHITIA PRASETYO F34080088 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satunya

Lebih terperinci

KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI SKRIPSI I.K. MARLA LUSDA F

KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI SKRIPSI I.K. MARLA LUSDA F KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI SKRIPSI I.K. MARLA LUSDA F34080035 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 EXPOSURE STUDY ON

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Survei Konsumsi Pangan Hasil dari survei konsumsi pangan dari lima daerah di Jakarta adalah data konsumsi pangan yang akan digunakan untuk menghitung nilai estimasi paparan

Lebih terperinci

BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012

BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 FUNGSI KEMASAN WADAH PERLINDUNGAN FISIK PERLINDUNGAN BARRIER KOMUNIKASI KEAMANAN KENYAMANAN Identifikasi dan informasi produk Isi Ukuran Keamanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan plastik sebagai pengemas telah mengalami perkembangan

I. PENDAHULUAN. Penggunaan plastik sebagai pengemas telah mengalami perkembangan I. PENDAHULUAN Penggunaan plastik sebagai pengemas telah mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 1970. Hal ini dikarenakan plastik memiliki massa jenis yang rendah sehingga lebih ringan dan dapat

Lebih terperinci

Roadmap Pengawasan Kemasan Pangan. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 2015

Roadmap Pengawasan Kemasan Pangan. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 2015 Roadmap Pengawasan Kemasan Pangan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 2015 Latar Belakang Merupakan salah satu prioritas harmonisasi standar dalam Asean Economic Comunity (AEC) Sangat dinamis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Survei Konsumsi Pangan Hal yang diharapkan dari survei konsumsi pangan ini adalah data konsumsi pangan yang digunakan untuk menghitung estimasi besarnya paparan bisphenol-a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plastik, maka akan berkurang pula volume sampah yang ada di Tempat

BAB I PENDAHULUAN. plastik, maka akan berkurang pula volume sampah yang ada di Tempat 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sampah plastik adalah salah satu komponen terbanyak yang ada dalam sampah yang berbahaya apabila tidak ditindaklanjuti dengan bijaksana dan dukungan dari infrastruktur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No.550, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Sutrisno Koswara, Bahaya di balik Kemasan Plastik, <ebookpangan.com> 2 Ibid.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Sutrisno Koswara, Bahaya di balik Kemasan Plastik, <ebookpangan.com> 2 Ibid. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik merupakan bahan kemasan pangan yang paling populer digunakan. Banyak pelaku usaha yang memilih plastik sebagai kemasan bagi produk mereka. Hal ini karena

Lebih terperinci

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati UJI TOKSISITAS Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Sebelum percobaan toksisitas dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaannya Pengujian toksisitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. Ada berbagai alasan sehingga orang menggunakan kemasan plastik sebagai pembungkus pada makanan

Lebih terperinci

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine BOTOL PLASTIK Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine Botol Plastik wadah untuk benda cair, yg berleher sempit dan terbuat dari plastik. Jenis-jenis botol plastik 1. PETE atau PET (polyethylene

Lebih terperinci

PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi)

PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi) PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi) 1. PENDAHULUAN Pengembangan industri plastik mempunyai peranan yang besar dalam menunjang cabang industri lainnya, mulai

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PERMASALAHAN

BAB 4 ANALISIS PERMASALAHAN 54 BAB 4 ANALISIS PERMASALAHAN 4.1 Permasalahan Yang Dihadapai Konsumen Akibat Penggunaan Produk Plastik Sebagai Kemasan Pangan Plastik merupakan kemasan pangan yang banyak digunakan oleh pelaku usaha

Lebih terperinci

Pertanyaan yang sering ditanyakan. Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak?

Pertanyaan yang sering ditanyakan. Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak? Pertanyaan yang sering ditanyakan Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak? 1 2 Bagaimana ASI diproduksi? Ibaratnya pabrik: 1. Pabrik 2. Jalur distribusi

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN 6.1. Bahan Pengemas Dan Metode Pengemasan Menurut Suyitno (1990), pengemasan adalah penempatan produk didalam suatu kemasan untuk memberikan proteksi atau perlindungan

Lebih terperinci

terhadap lingkungan (Khomsan, 2003). Kemasan polistirena foam atau Styrofoam

terhadap lingkungan (Khomsan, 2003). Kemasan polistirena foam atau Styrofoam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia selain sandang dan papan yang sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan hidup manusia. Pangan yang dimaksud dapat

Lebih terperinci

Identitas Responden. Lampiran 2: Kuesioner Penelitian

Identitas Responden. Lampiran 2: Kuesioner Penelitian Lampiran 2: Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Mahasiswa Dalam Menggunakan Plastik dan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan Di Fakultas Kesehatan Masrakat, Universitas Sumatera Utara Tahun 2012 No. Responden

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gaya hidup manusia yang kian praktis mendorong makin meningkatnya konsumsi plastik dalam berbagai sisi kehidupan. Akibatnya ketergantungan manusia terhadap kemasan plastik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepadatan penduduk tertinggi. Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia menurut provinsi tahun 2011 sekitar 241.182.182

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan hanya

Lebih terperinci

PEMILIHAN KEMASAN DAN PERALATAN MAKAN BERBAHAN PLASTIK YANG AMAN BAGI KESEHATAN

PEMILIHAN KEMASAN DAN PERALATAN MAKAN BERBAHAN PLASTIK YANG AMAN BAGI KESEHATAN Pendahuluan PEMILIHAN KEMASAN DAN PERALATAN MAKAN BERBAHAN PLASTIK YANG AMAN BAGI KESEHATAN Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY siti_marwati@uny.ac.id Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Logo Tara. Kode. Kemasan Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Logo Tara. Kode. Kemasan Pangan. No.92, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Logo Tara. Kode. Kemasan Pangan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-IND/PER/2/2010 TENTANG PENCANTUMAN

Lebih terperinci

Segitiga pada Plastik. 5 April 2013 Linda Windia Sundarti

Segitiga pada Plastik. 5 April 2013 Linda Windia Sundarti Segitiga pada Plastik 5 April 2013 Mutu Kemasan Industri Kemasan Daya saing Pasar Global Pilar Industri Pangan interaksi kontaminasi Kemasan produk Memahami kemasan solusi Kebijakan penggunaan kemasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permen merupakan suatu produk makanan yang dibuat dari campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa (Buckle, K.A,2007). Permen sangat diminati

Lebih terperinci

Ilmu Bahan. Bahan Polimer

Ilmu Bahan. Bahan Polimer Ilmu Bahan Bahan Polimer Bahan Polimer Polimer disebut juga makromolekul merupakan molekul besar yang dibentuk dengan pengulangan molekul sederhana yang disebut monomer. Polimer berasal dari dua kata :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Angket Penelitian

Lampiran 1. Angket Penelitian Lampiran 1. Angket Penelitian GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN POSISI TAWAR KONSUMEN TENTANG PENGGUNAAN KEMASAN STYROFOAM SEBAGAI WADAH MAKANAN DI AMALIUN FOODCOURT TAHUN 2015 No. Responden :. I.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sistem pengolahan limbah botol diharapkan dapat dimanfaatkan kembali sebagai suatu bahan baru. Dengan suatu teknologi pembuatan, hasil pemanfaatan sampah secara

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan hanya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian mutu industri produk berbasis makanan dan minuman perlu

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian mutu industri produk berbasis makanan dan minuman perlu BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kualitas produk berperan penting terhadap keberhasilan dalam menjalankan suatu bisnis terutama industri makanan dan minuman. Penerapan pengendalian mutu industri produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Aspek Perlindungan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.545,2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pembawa. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta dikemas dengan berbagai kemasan

Lebih terperinci

PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN

PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan kepada konsumen.

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta (3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta Perkembangan ilmu dan teknologi pangan mengalami kemajuan yang pesat dewasa ini. Salah satu inovasi yang banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

PLASTIK SEBAGAI KEMASAN PANGAN

PLASTIK SEBAGAI KEMASAN PANGAN PLASTIK SEBAGAI KEMASAN PANGAN Dalam kehidupan sehari-hari, pangan merupakan salah satu. kebutuhan primer manusia. Seiring dengan perkembangan teknologi, produk pangan pun mengalami perkembangan, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah; dan harganya yang sangat murah (InSWA). Keunggulan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. berubah; dan harganya yang sangat murah (InSWA). Keunggulan yang dimiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik berasal dari gas alam dan minyak bumi yang dibuat melalui proses polimerisasi. Plastik mempunyai beberapa sifat istimewa yaitu mudah dibentuk sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pewarna sintesis yang digunakan dalam makanan adalah aman. bahan yang diwarnai berwarna merah. Penyalahgunaan Rhodamine B pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pewarna sintesis yang digunakan dalam makanan adalah aman. bahan yang diwarnai berwarna merah. Penyalahgunaan Rhodamine B pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan kimia tak lagi menjadi bahan asing yang beredar di masyarakat luas dalam bentuk bahan kimia mentah ataupun dalam bentuk obat-obatan. Zat pewarna makanan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi Produksi kedelai (ton) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan salah satu makanan tradisional di Indonesia yang terbuat dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H

Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H POLIMER BAHAN TEKNIK 1 PENGERTIAN Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H C = C C C C H H H H H Etilen Monomer Polietilen Polimer Susunan molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.565, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Klasifikasi. Label. Bahan Kimia. Harmonisasi Global. Sistem. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50 TOKSIKOMETRIK TOKSIKOMETRIK Toksikologi erat hubungannya dengan penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek toksik sehubungan dengan terpaparnya mahluk hidup. Sifat spesifik dan efek suatu paparan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pasti membutuhkan makanan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Berbagai jenis makanan dikonsumsi agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan karbohidrat, protein,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.543, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Penambahan Pangan. Pengkarbonasi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.547, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka berkembang pula dengan pesat bidang industri yang berdampak positif guna untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena makanan berguna untuk menjaga kelangsungan proses fisiologis tubuh dapat berjalan dengan lancar. Makanan

Lebih terperinci

Oleh : Endang Warsiki

Oleh : Endang Warsiki PENJAMINAN PANGAN AMAN MELALUI Bogor Agricultural University (IPB) PEMILIHAN BAHAN, PROSES DAN KEMASAN Oleh : Endang Warsiki Disampaikan pada Workshop Standar Food Safety Untuk Bisnis Makanan, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode usia bulan (toddler and preschooler) merupakan periode

BAB I PENDAHULUAN. Periode usia bulan (toddler and preschooler) merupakan periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode usia 12-36 bulan (toddler and preschooler) merupakan periode yang rentan akan kurang gizi. Brown (2005) mengelompokkan usia 2-3 tahun ke dalam masa toddler.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian ASI eksklusif sejak hari pertama tidak selalu mudah karena banyak wanita menghadapi masalah dalam melakukannya. Keadaan yang sering terjadi pada hari

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu dilaksanakan berbagai upaya kesehatan termasuk pengawasan kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.555, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gizi seperti diabetes mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et al., 2006 dalam Sacks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN. 31 Oktober

PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN. 31 Oktober PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN 31 Oktober 2014 1 OUTLINE Aturan Kemasan Pangan STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Aturan Jepang Aturan Amerika Aturan Uni Eropa Label Makanan Tindakan Administratif

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG

PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG Nama : Mokhammad Roiful Anis NPM : 24411599 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Doddi Yuniardi, ST., MT. Latar Belakang Saat ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari dipakai sebagai air minum, air untuk

PENDAHULUAN. oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari dipakai sebagai air minum, air untuk PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi ini sebagian besar terdiri atas air. Makhluk hidup yang ada dimuka bumi ini tidak akan dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi pengolahan pangan, industri produksi pangan semakin berkembang. Industri skala kecil, sedang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam, dan sebagainya sedang merebak di seluruh dunia. Menurut Green

BAB I PENDAHULUAN. daya alam, dan sebagainya sedang merebak di seluruh dunia. Menurut Green BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun ini, isu mengenai pencemaran alam, kekurangan sumber daya alam, dan sebagainya sedang merebak di seluruh dunia. Menurut Green Peace, di sebelah

Lebih terperinci

Botol Plastik. Sustainable Design Monica Tjenardi Putri Anastasia Sonia Olivia Sylvia Bellani

Botol Plastik. Sustainable Design Monica Tjenardi Putri Anastasia Sonia Olivia Sylvia Bellani Botol Plastik Sustainable Design Monica Tjenardi Putri 10120210198 Anastasia Sonia 10120210208 Olivia Sylvia Bellani 10120210320 Definisi Definisi, Material, Proses Pembuatan, Sistem Segel Sebuah wadah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena

Lebih terperinci