BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Self regulated learning Pengertian Self regulated learning Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self regulated dan learning. Self regulated berarti terkelola, sedangkan learning berarti belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa self regulated learning secara keseluruhan berarti belajar mengatur diri atau pengelolaan atau pengaturan diri dalam belajar (Haryu, 2004) Barry J. Zimmerman yang merupakan salah satu tokoh yang dianggap paling otoritatif dalam membahas self-regulated learning mengatakan (1990), bahwa istilah tersebut dapat didefinisikan sebagai proses spesifik tertentu di mana peserta didik mengonseptualisasikan metakognisi, motivasi dan perilaku partisipatifnya dalam proses belajar. Dalam hal ini Zimmerman (1990) menjelaskan bahwa : When defining self-regulated learning, it is important to distinguish between self-reglation procesess, such as perceptions of self-efficacy, and strategies designed to optimize these processes, such as intermediate goal-setting. Selfregulated learning strategies refer to actions and processes directed at acquisition of information or skill that involve agency, purpose, and instrumentality perceptions by learners. Undoubtedly, all learners use regulatory processes use to some degree, but self-reegulated learners are distinguished by (a) their awareness of strategic relations between regulatory processes or responses and learning outcomes and (b) their use of these strategic to achieve their academic goals. Penekanan yang ditunjukkan Zimmerman dalam uraian tersebut adalah pelaku self-regulated learning selalu menyadari relasi strategis antara proses 9

2 meregulasi diri atau respon dalam belajar dengan hasil belajar, serta penggunaan strategi regulasi diri untuk mencapai tujuan. Self regulated learning merupakan suatu proses pengaturan diri dan strategi yang melibatkan metakognisi, motivasional, behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran. Secara metakognisi peserta didik membuat perencanaan, mengatur, mengorganisir, mengontrol, dan mengevaluasi tujuan. Peserta didik bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan mereka sendiri, memiliki ketertarikan intrinsik dalam mengahadapi tugas yang mengacu kepada motivasional. Secara behavioral, peserta didik mencari bantuan dan masukan, menciptakan lingkungan belajar optimal, dan memberikan instruksi serta penguatan terhadap dirinya (Aronson, 2002). Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor lingkungan, personal, dan perilaku memainkan peran penting dalam proses pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Santrock (2009) mengatakan bahwa pembelajaran (learning) dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui pengalaman. Salah satu faktor yang melibatkan faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku adalah self regulated learning. Self regulated learning terdiri atas pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran, perasaan, dan perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran. Menurut Pintrich (1995) self regulated learning adalah cara belajar peserta didik aktif secara individu untuk mencapai tujuan akademik dengan cara pengontrolan perilaku, memotivasi diri sendiri dan menggunakan kognitifnya 10

3 dalam belajar. Pintrich (dalam Yulkselturk, Eman, & Safture Bulut, 2009) mendefinisikan self regulated learning sebagai (a) berusaha keras untuk mengontrol perilaku, motivasi dan affect, dan kognisi mereka, (b) berusaha keras untuk mencapai tujuan tertentu, (c) individu harus mengendalikan tindakannya. Eggen (2004) menjelaskan bahwa peserta didik yang belajar dengan regulasi diri akan berpikir dan bertindak untuk mencapai tujuan pembelajaran akademik, dengan mengidentifikasi tujuan-tujuannya, menerapkan, dan mempertahankan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut, serta mengaktifkan, mengubah, dan mempertahankan cara belajarnya dalam lingkungan. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa self regulated learning adalah proses belajar di mana peserta didik mengaktifkan kognisi, tindakan dan perasaan secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self regulated learning Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura (Zimmerman, 1989) bahwa self regulated learning ditentukan oleh 3 faktor yakni faktor personal, perilaku dan lingkungan. 1).Faktor Personal Self regulated learning terjadi di mana peserta didik menggunakan proses personal (kognitif) untuk mengatur perilaku dan lingkungan belajar di sekitarnya secara strategis. Self efficacy merupakan salah satu faktor personal dari self 11

4 regulated learning yang mengacu pada penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Menurut Bandura dkk, 1997 (dalam Slavin 2011) Self efficacy atau daya hasil pribadi sering disebut dengan lokus kendali internal atau locus of control internal. Persepsi self-efficacy peserta didik tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang yaitu pengetahuan peserta didik, proses metakognitif, tujuan dan afeksi. Pengetahuan self regulated learning harus memiliki kualitas pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat.pengetahuan prosedural mengacu kepada pengetahuan bagaimana menggunakan strategi,sedangkan pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Pengetahuan self regulated learning tidak hanya tergantung kepada pengetahuan peserta didik tetapi juga proses metakognitif pada pengambilan keputusan dan performa yang dihasilkan dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar. Pengambilan keputusan metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang peserta didik dalam belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy dan afeksi. Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir dalam mencapai tujuan. 12

5 2).Faktor Perilaku Faktor perilaku mengacu pada upaya individu menggunakan kemampuan yang dimiliki. Upaya yang besar dan optimal yang dilakukan individu dalam mengatur dan mengorganisasikan proses belajar akan meningkatkan self regulated learning pada diri individu. Menurut Bandura (dalam Nugroho, 2004) ada tiga tahap perilaku yang berkaitan dengan self regulated learning yaitu peserta didik mengatur pelajaran mereka sendiri dengan pengamatan yamg mereka lakukan (self-observation), kemudian membandingkannya dengan apa yang sudah mereka amati pada suatu standar dan membuat pertimbangan tentang mutu dari pencapaian ini (self-judgement), dan akhirnya membuat perencanaan mengenai harus berbuat apa berikutnya (self-reaction). 3).Faktor Lingkungan Lingkungan memiliki peran terhadap pengelolaan diri dalam belajar, yaitu sebagai tempat individu melakukan aktivitas belajar dan memberikan fasilitas kepada aktivitas belajar yang dilakukan, apakah fasilitas tersebut cenderung mendukung atau menghambat aktivitas belajar khususnya self-regulated learning. Strategi ini menunjuk pada sikap proaktif peserta didik untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, penataan cahaya yang tepat, dan pencarian bantuan dari sumber yang relevan. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya, faktor pribadi digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan lingkungan belajar dengan segera. Individu diperkirakan memahami dampak lingkungan selama proses penerimaan 13

6 dan mengetahui cara mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang bervariasi. Individu yang menerapkan self-regulated learning biasanya menggunakan strategi untuk menyusun lingkungan, mencari bantuan dari dosen dan mencari sumber informasi Aspek-aspek Self-Regulated Learning Menurut Zimmerman (1990) self-regulated learning mencakup tiga aspek umum dalam pembelajaran akademis. Aspek-aspek tersebut antara lain : 1). Kognisi Kognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan mahasiswa merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan. Proses ini memungkinkan mereka menjadi menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam belajar. 2).Motivasi Motivasi dalam self-regulated learning pada mahasiswa diketahui saat mahasiswa merasakan self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan beminat pada tugas intrinsik. 3).Perilaku Perilaku dalam self-regulated learning ini merupakan upaya mahasiswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan belajar optimal. Mereka mencari nasehat, informasi dan tempat untuk belajar. 14

7 Pintrich, et. al (1991) juga menyebutkan bahwa ada dua aspek penting dalam self-regulated learning, yaitu : 1.Motivational strategies Motivational strategies adalah strategi-strategi yang digunakan peserta didik untuk mengatasi stres dan emosi-emosi yang kadang kala menguasai saat mereka lelah mengatasi kegagalan-kegagalan dan lelah menjadi pembelajar yang baik. Komponen-komponen yang termasuk dalam aspek ini adalah : a.value component 1).Intrinsic goal orientation adalah persepsi peserta didik terhadap alasan-alasan yang membuatnya melibatkan diri dalam tugas belajar. Dalam Motivated Strategies for Learning Quesionare (MSLQ), goal orientation dimaksudkan sebagai tujuan umum atau orientasi peserta didik terhadap detail-detail sebagai bagian dari keseluruhan. Intrinsic goal orientation adalah tingkat di mana peserta didik merasa berpartisipasi dalam alasan-alasan semacam tantangan, rasa ingin tahu dan penguasaan. 2).Extrinsic goal orientation adalah pelengkap bagi intrinsic goal orientation, dan merupakan kondisi di mana alasan peserta didik untuk terlibat dalam tugas adalah hal-hal seperti nilai, ganjaran, unjuk diri, nilai baik dari orang lain, dan kompetisi. 3).Task value. Task value berbeda dengan goal orientation. Perbedaannya terletak pada evaluasi peserta didik tentang seberapa menarik, seberapa penting dan seberapa bergunanya tugas yang hendak ia kerjakan. 15

8 b.expectancy component 1).Control of learning beliefs adalah keyakinan peserta didik bahwa upayanya dalam belajar akan berubah positif. Dengan ini ia percaya bahwa hasil yang ia peroleh merupakan bagian dari usahanya, dibandingkan akibat faktor-faktor eksternal seperti pendidik. 2).Self efficacy for learning and performance. Item-item dalam skala ini mencakup dua aspek dari ekspektasi, yaitu harapan kesuksesan dan self efficacy. Harapan kesuksesan mengacu pada harapan akan prestasi, dan secara spesifik berhubungan dengan prestasi tugas. Self efficacy adalah sebuah penghargaan terhadap kemampuannya menguasai tugas. c.affective component Test anxiety. Test anxiety merupakan sisi negatif yang berhubungan dengan ekspektasi terhadap prestasi belajar. Test anxiety memiliki dua komponen, yaitu komponen kekhawatiran dan emosi.komponen kekhawatiran adalah pikiran negatif peserta didik yang mengganggu prestasinya. Komponen emosi adalah sisi afektif dan fisiologis yang merupakan menifestasi dari kecemasan. 2.Learning strategies Learning strategies adalah metode-metode yang digunakan oleh peserta didik untuk mengembangkan pemahaman, integrasi dan retensi terhadap informasi-informasi baru yang mereka terima dalam proses belajar. Komponen-komponen yang termasuk dalam strategi ini adalah : a.cognitive and metakognitive strategies 1). Rehearsal 16

9 Strategi dasar rehearsal (latihan) mencakup menerangkan kembali atau menamai item-item dari daftar hal-hal yang dipelajari. 2).Elaboration Strategi elaboration membantu peserta didik menempatkan informasi dalam long-term memory-nya dengan cara membangun hubungan internal di antara hal-hal yang dipelajari. Elaboration mencakup menginterpretasi, meringkas, membuat analogi dan membuat catatan umum. 3).Organization. Strategi organization membantu peserta didik memilih informasi yang tepat sambil membangun koneksi di antara wawasan yang dipelajari. Misalnya adalah mengelompokkan, outlining, dan memilih gagasan utama dari bacaan. 4).Critical thinking. Critical thinking dimaksudkan sebagai kesadaran, pengetahuan dan kontrol kognisi. MSLQ memfokuskan diri pada aspek kontrol dan self-regulation dari metakognisi. Bukan pada aspek pengetahuan. Ada tiga proses general pembangkit aktivitas self-regulatory metakognisi, yaitu planning, monitoring, dan regulating. Aktivitas perencanaan seperti menentukan tujuan belajar dan analisis tugas membantu mengaktivasi aspek relevan dari pengetahuan utama yang mengorganisasi dan menginterpretasi materi menjadi lebih mudah. Aktivitas monitoring mencakup menelusuri perhatian peserta didik layaknya ketika ia membaca, menguji diri dan bertanya. Regulating berarti menyetel dan menyesuaikan aktivitas kognisi secara continue. 17

10 b.resource management strategies 1).Time and study environtment. Di samping meregulasi sendiri kondisi, peserta didik harus mampu mengatur serta meregulasi waktu dan lingkungan belajarnya. Manajemen waktu mencakup penjadwalan, perencanaan dan mengatur waktu belajarnya. 2).Effort regulation. Self regulation mencakup kemampuan peserta didik untuk mengontrol usaha dan perhatiannya dalam menghadapi gangguan tugas yang tidak menarik. Upaya manajemen adalah self-management, dan mempunyai komitmen untuk menyelesaikan tujuan belajarnya, meski menghadapi kesulitan atau gangguan. 3).Peer learning. Bekerjasama dengan teman seangkatan terbukti memberi efek positif bagi prestasi. Dialog dengan teman seangkatan membantu menjelaskan materi dan mendalamkan pengertian yang mungkin tidak dapat diperoleh ketika belajar sendirian. 4).Help seeking. Aspek yang penting dari lingkungan yang mesti dipelajari untuk diatur oleh peserta didik adalah dukungan orang lain, termasuk teman dan guru. Peserta didik yang baik tahu ketika ia tidak memahami sesuatu, lalu mampu mengidentifikasi seseorang yang mampu memberi bantuan kepadanya Pengukuran self-regulated learning Untuk mengukur self-regulated learning peneliti menggunakan instrumen MSLQ (Motivated Strategies for Learning Questionnare) yang dibuat oleh Paul 18

11 R.Pintrich dan kawan-kawan (1991). MSLQ adalah pengukuran yang diisi sendiri oleh responden untuk mengetahui tiga aspek dalam motivational strategies dan dua aspek dalam learning strategies (Pintrich dalam Kosnin, 2007). Pada jurnal assessing for regulated learning oleh Wolters, dkk (2003) menggunakan pengembangan pengukuran MSLQ. MSLQ merupakan jenis instrumen self-report yang memberikan pertanyaan kepada mahasiswa mengenai strategi kognitif dan metakognitifnya untuk pembelajaran. MSLQ menggunakan 7 point skala Likert yang memiliki rentangan 1 sampai 7, di mana 1 menyatakan sangat tidak sesuai, 7 menyatakan sangat sesuai Strategi Self-Regulated Learning Zimmerman dan Martinez-Pon akan memaparkan lebih jauh mengenai tipe-tipe strategi self-regulated learning (dalam Zimmerman, 1989). Strategi tersebut dikelompokkan menjadi 15 tipe : 1). Evaluasi diri (self-evaluating) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif mengevaluasi kualitas atau kemajuan pekerjaan yang dilakukan. 2). Pengorganisasian dan perubahan (organizing and transforming) Pernyataan yang mengindikasikan perserta didik berinisiatif menyusun kembali materi instruksional untuk meningkatkan proses belajar baik secara jelas maupun tersembunyi. 3). Penetapan tujuan perencanaan (goal-setting and planning) 19

12 Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik menetapkan tujuan pendidikan atau subtujuan dan menrencanakan langkah selanjutnya, pengaturan waktu dan menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan tujuan. 4). Pencarian informasi (seeking information) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan tugas selanjutnya dari sumber-sumber non-sosial ketika mengerjakan tugas. 5). Latihan mencatat dan memonitor (keeping records and monitoring) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif mencatat kejadian atau hasil-hasil selama proses belajar. 6). Penyusunan lingkungan (environmental structuring) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif menyusun kondisi lingkungan fisik untuk mempermudah belajar. 7). Pemberian konsekuensi diri (self-consequating) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik memiliki susunan dan daya khayal (imagination) untuk memperoleh reward atau punishment apabila mengalami keberhasilan atau kegagalan. 8). Latihan dan mengingat (rehearsing and memorizing) Pernyataan yang mengidikasikan peserta didik berinisiatif mengingat materi dengan cara latihan secara overt maupun covert. 9). Pencarian bantuan sosial-teman sebaya (seeking social assistance-peers) Pernyataan yang mengindikasikan individu mencoba mendapatkan dari guru. 10). Pencarian bantuan sosial-dosen (seeking social assistance-lecturers) 20

13 Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik mencoba mendapatkan bantuan dari dosen. 11). Pencarian bantuan sosial-orang dewasa (seeking social assistance-adult) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik mencoba mendapatkan bantuan dari orang dewasa. 12). Pemeriksaan ulang catatan (reviewing records-notes) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik memiliki inisiatif membaca kembali catatan. 13). Pemeriksaan ulang soal-soal ujian (reviewing records-tests) Pernyataan yang menidikasikan peserta didik memiliki inisiatif membaca kembali soal-soal ujian. 14). Pemeriksaan ulang buku teks (reviewing textbooks) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik memiliki inisiatif membaca kembali buku teks untuk mempersiapkan kelas atau ujian berikutnya. 15). Lain-lain Berupa pernyataan yang mnunjukkan perilaku belajar yang diajukan oleh orang lain seperti dosen atau orang tua, dan semua respon verbal yang tidak jelas Karakteristik Mahasiswa yang Memiliki Self-Regulated Learning Berdasarkan penjelasan Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2004), secara umum mahasiswa yang menerapkan strategi self-regulaated learning 21

14 memiliki perbedaan dengan mereka yang tidak menerapkannya. Karakteristik yang membedakan mereka antara lain adalah : 1). Mengenali dan tahu bagaimana cara menggunakan aspek-aspek dari strategi kognitif (pengulangan, elaborasi, oganisasi), yang mampu membantu bertransformasi, mengalaborasi dan me-recover informasi. 2). Mengetahui cara merencanakan, mengontrol dan mengorientasi proses mentalnya untuk mencapai prestasi dalam tujuan belajarnya. 3). Memiliki perangkat motivasi dan emosi yang adaptif, seperti self-efficacy, adopsi terhadap tujuan belajar, mengmbangkan emosi positif dalam mengerjakan tugas, serta memiliki kapasitas untuk mengontrol. 4). Mampu merencanakan upaya dan waktu dalam melaksanakan tugas, serta mampu menciptakan dan menstrukturisasi lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti menemukan tempat yang nyaman untuk belajar, serta mau meminta bantuan dosen dan teman kelasnya ketika mengalami kesulitan. 5). Menunjukkan upaya untuk berpartisipasi dalam kontrol dan pengaturan tugas akademik, iklim dan struktur kelas. 6). Mampu mangatur kemauannya untuk menghindari gangguan internal demi mempertahankan konsentrasi, upaya dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akademik. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik mahasiswa yang menerapkan self-regulated learning, dapat dikatakan bahwa mereka adalah proses proaktif, mampu memotivasi diri dan menjalankan strategi untuk mencapai hasil belajar yang diinginkannya. 22

15 2.2. Locus of Control Pengertian Locus of Control Konsep mengenai locus of control berasal dari teori konsep Julian Rotter atas dasar teori belajar sosial. Menurutnya, perilaku dan kepribadian dalam diri individu dilihat dari reinforcement dari luar dan proses kognitif dari dalam. Rotter (dikutip Schultz & Schultz, 2005), menjelaskan locus of control sebagai berikut : when people believe that their reinforcers are controlled by another people and outside forces, it s called locus of control Pada saat individu yakin bahwa penguat (reinforcement) perilaku mereka dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan dari luar dirinya, maka hal ini disebut locus of control Menurut Rotter (1966) dalam Feist & Feist 2012, locus of control adalah keyakinan individu mengenai sumber penentu perilaku. Locus of control terdiri dari dua bagian yaitu internal locus of control dan external locus of control. Internal locus of control adalah cara individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari kemampuannya, perilaku yang terjadi akibat perilaku dan tindakannya sendiri, memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil, aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. External locus of control adalah cara bagaimana individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari luar kemampuannya yang meliputi keyakinan individu bahwa kekuasaan orang lain,takdir, dan kesempatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi apa yang dialami, memiliki kendali yang kurang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dipengaruhi oleh orang lain, seringkali tidak yakin 23

16 bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil, kurang aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. Lebih lanjut Rotter (dalam Nowicky, 1982) mengatakan bahwa locus of control adalah anggapan seseorang tentang sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukan dengan akibat yang diterima. Seseorang yang merasakan adanya hubungan tersebut dikatakan mempunyai locus of control internal, sementara orang yang mempunyai locus of control eksternal akan beranggapan bahwa akibat yang diterima berasal dari kesempatan, keberuntungan, nasib, atau campur tangan orang lain. Slavin (2011) menyebutkan bahwa pengertian locus of control adalah ciri kepribadian yang menentukan apakah orang menghubungkan tanggungjawab atas kegagalan atau keberhasilan mereka sendiri ke faktor internal atau eksternal. Orang yang memiliki locus of control internal adalah orang yang percaya bahwa keberhasilan atau kegagalan terjadi karena upaya atau kemampuan sendiri. Seseorang yang mempunyai locus of control external lebih mungkin percaya bahwa faktor lain, seperti keberuntungan, kesulitan tugas, atau tindakan orang lain, menyebabkan keberhasilan atau kegagalan. Locus of control pada hakekatnya dapat mempengaruhi individu dalam mengamati dan berinteraksi dengan lingkungannya. Individu yang diminta pendapatnya mengenai pencapaian hasil perilakunya akan menghubungkan antara locus of control yang dimiliki dengan proses kognitif yang terjadi. Locus of control berdasarkan pada apa yang diamati dan hal ini telah dimiliki selama masa anak-anak dan cenderung berubah ke arah eksternal daripada internal selama masa 24

17 remaja dan dewasa. Orientasi locus of control selama masa remaja cenderung lebih internal daripada orang dewasa (Skinner et al, 1998). Secara lebih lanjut (Skinner et al) melaporkan bahwa individu yang memiliki locus of control internal lebih berhubungan dengan penalaran kognitif secara kongkrit. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah keyakinan individu mengenai sumber penentu perilaku yang menjadi ciri kepribadian yang menentukan apakah orang menghubungkan tanggungjawab atas kegagalan atau keberhasilan mereka sendiri ke faktor internal atau eksternal Aspek Locus of Control Rotter (dalam Phares, 1992) menyatakan ada 2 aspek dalam locus of control, yaitu aspek internal dan eksternal. 1).Aspek Internal Seseorang yang memiliki apek internal percaya bahwa hasil dan perilaku mereka disebabkan faktor dari dalam dirinya. Faktor dalam aspek internal adalah kemampuan, minat dan usaha. a. Kemampuan Individu yang memiliki internal locus of control percaya pada kemampuan yang mereka miliki. Kesuksesan dan kegagalan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka. b. Minat Individu yang memiliki locus of control internal memiliki minat yang besar terhadap kontrol perilaku, peristiwa dan tindakan mereka. 25

18 c. Usaha Individu yang memiliki locus of control internal bersikap pantang menyerah dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengontrol perilaku mereka. 2).Aspek eksternal Seseorang yang memiliki external locus of control percaya bahwa hasil dan perilaku mereka disebabkan faktor dari luar dirinya. Faktor dalam aspek ekternal adalah nasib, keberuntungan, sosial ekonomi, dan pengaruh orang lain. a. Nasib Individu yang memliki external locus of control percaya akan firasat baik dan buruk. Mereka menganggap kesuksesan dan kegagalan yang meraka peroleh sudah ditakadirkan dan meraka tidak dapat mengubah kembali peristiwa yang telah terjadi. b. Keberuntungan Individu yang memliki external locus of control menganggap setiap orang memiliki keberuntungan dan mereka sangat mempercayai adanya keberuntungan. c. Sosial ekonomi Individu yang memiliki external locus of control bersifat materialistik dan menilai orang lain berdasarkan tingkat kesejahteraan. d. Pengaruh orang lain 26

19 Individu yang memiliki external locus of control sangat mengharapkan bantuan dari orang lain dan menganggap bahwa orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari mereka, mempengaruhi perilakunya Faktor yang mempengaruhi Locus of Control 1).Stimulus Menurut Monks (2001), jika kekurangan stimulasi dari lingkungan maka hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami deprivasi persepsual (tidak memperoleh stimulasi yang memadai). 2).Respon Menurut Monks (2001), memberikan respon dan reaksi pada saat-saat yang tepat terhadap tingkah laku dapat memberikan pengaruh penting terhadap rasa diri. Aspek ini sangat berpengaruh dalam pembentukan locus of control internal atau eksternal, karena ketika lingkungan selalu merespon perilaku maka seseorang akan merasa bahwa dirinyalah yang menguasai reinforcement. 3).Usia Rotter dan para ahli juga menemukan bahwa usia mempengaruhi locus of control yang dimiliki individu. Locus of control internal akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini berkaitan dengan tingkat kematangan berpikir dan kemampuan mengambil keputusan. Teori Rotter menitikberatkan pada penilaian kognitif terutama persepsi sebagai penggerak tingkah laku dan tentang bagaimana tingkah laku dikendalikan dan diarahkan melalui fungsi kognitif. 27

20 Karakteristik Locus of Control Menurut Crider (1983) perbedaan karakteristik antara locus of control internal dan eksternal adalah sebagai berikut : 1).Internal locus of control a. Suka bekerja keras b. Memiliki inisiatif yang tinggi c. Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah d. Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. f. Lebih bertanggungjawab terhadap kesalahan dan kegagalannya. g. Memiliki kepercayaan tinggi akan kemampuan dirinya. h. Rajin, ulet, mandiri dan tidak mudah terpengaruh begitu saja terhadap pengaruh dari luar. i. Merasa mampu untuk mengatur segala tindakan, perbuatan dan lingkungannya. j. Lebih efektif dalam menyelesaikan tugas. 2).External locus of control a. Kurang memiliki inisiatif b. Mudah menyerah, kurang suka berusaha karena percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol. c. Kurang mencari informasi d. Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan e. Lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain. f. Kurang bertanggungjawab terhadap kesalahan yang diperbuat. 28

21 g. Kurang percaya diri terhadap kemampuannya Karakteristik Mahasiswa Reguler 2 Pada usia sekitar 18 tahun, seseorang mulai mulai memasuki dunia mahasiswa. Mahasiswa adalah individu yang berusia 18 tahun atau lebih yang menempuh pendidikan di dalam lingkungan universitas atau perguruan tinggi (Handianto, 2006). Mahasiswa adalah individu dalam usia dewasa awal dan atau usia lanjut dengan karakteristiknya yang sedang menempuh pendidikan di suatu perguruan tinggi ( Papalia & Olds, 2001 ). Dalam teori perkembangan, mahasiswa dikategorikan ke dalam masa dewasa awal. Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa awal adalah mereka yang berusia antara 20 tahun sampai 40 tahun. Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggungjawabnya tentu semakin bertambah besar. Menurut UU No. 12 Tahun 2012 Pasal 13 ayat 1, mahasiswa merupakan akademika yang diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di Perguruan tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuan, praktisi, dan/atau profesional. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian mahasiswa adalah seorang peserta didik yang berusia 18 tahun sampai 40 tahun yang sedang menempuh pendidikan di dalam universitas atau perguruan tinggi dan aktif dalam mengikuti semua kegiatan perkuliahan untuk menjadi intelektual, ilmuan, praktisi, dan/atau profesional.. 29

22 Mahasiswa reguler 2 pada masa ini berada pada masa dewasa awal yang merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas - tugas baru ini. Sebagai orang dewasa mereka diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri. Sebagian besar mahasiswa reguler 2 adalah sudah menikah, memiliki anak dan memiliki pekerjaan. Mahasiswa dengan jadwal kerja penuh (full time) cenderung memiliki waktu yang lebih sulit untuk bisa kuliah. Stamina yang terkuras setelah bekerja seringkali mendatangkan rasa malas ketika dihadapkan dengan setumpuk tugas. Mahasiswa kesulitan membagi waktu antara kuliah, bekerja, mengurus keluarga, mengurus anak dan istirahat. Mahasiswa kelas reguler 2 menggunakan sisa-sisa waktu dan tenaganya untuk mengerjakan tugas kuliah di mana kondisi seperti ini sangat bertolak belakang dengan mahasiswa kelas reguler 1 yang memiliki banyak waktu luang untuk belajar. Mahasiswa reguler 2 di Universitas Mercu Buana melaksanakan perkuliahan setiap hari sabtu dan minggu jam sampai jam sesuai jadwal masing-masing mahasiswa. Perkuliahan sabtu minggu merupakan perkuliahan tatap muka di mana mahasiswa bertemu dengan dosen dan mahasiswa lainnya di dalam kelas. Universitas juga mengadakan kelas elearning yang diadakan setiap Senin sampai Jumat di mana mahasiswa dapat memilih hari sesuai dengan mata kuliah yang diambil. Sistem kuliah elearning akan meringankan 30

23 beban bagi mahasiswa kelas reguler 2 di tengah-tengah kesibukannya di mana mahasiswa tidak harus jauh-jauh datang ke kampus untuk kuliah. Kelas elearning dibagi menjadi dua yaitu online dan tatap muka. Saat perkuliahan dilakukan online, mahasiswa wajib mengikuti kegiatan forum dan kuis yang diberikan oleh dosen. Forum dan kuis dapat dikerjakan kapan saja dalam waktu 24 jam dan diberi batas waktu pengerjaan selama satu minggu. Forum dan kuis akan ditutup setelah satu minggu di mana mahasiswa tidak dapat mengerjakan forum dan kuis lagi dan dosen akan memberikan forum dan kuis baru. Saat ada jadwal elearning tatap muka, mahasiswa diwajibkan datang ke kampus untuk mengikuti perkuliahan. Jadwal tatap muka dimulai dari jam Kerangka Pemikiran Menurut Soldwedel (dalam Natakusuma, 2005) keberhasilan pada tingkat kuliah ditentukan oleh kemandirian seorang mahasiswa untuk mengatur dirinya atau yang biasa disebut dengan self regulation untuk mencapai tujuan seorang mahasiswa yaitu dalam belajar dan bersosialisasi. Dengan self regulation, mahasiswa dapat mencapai tujuannya dengan baik dan sistematis. Mahasiswa yang memiliki self regulated learning tinggi dan yang memiliki self regulated learning rendah dapat dibedakan melalui kemandirian mahasiswa melalui usaha untuk mengatur diri mereka sendiri secara aktif dan mandiri yang meliputi pengaturan kognisi, motivasi, dan perilaku. Self regulated learning memiliki dua aspek penting yang akan menentukan tinggi rendahnya tingkat self 31

24 regulated learning. Pertama, yaitu aspek motivational strategies adalah strategistrategi yang digunakan peserta didik untuk mengatasi stres dan emosi-emosi yang kadang kala menguasai saat mereka lelah mengatasi kegagalan-kegagalan dan lelah menjadi pembelajar yang baik. Kedua yaitu aspek learning strategies adalah metode-metode yang digunakan oleh peserta didik untuk mengembangkan pemahaman, integrasi dan retensi terhadap informasi-informasi baru yang mereka terima dalam proses belajar (Pintrich, et., al (1991). Setiap mahasiswa pada dasarnya sudah memiliki self-regulated learning, namun dalam tingkatan yang berbeda-beda. Salah satu penyebabnya adalah adanya daya kendali atau locus of control yang berbeda yang dimiliki mahasiswa. Sebagaimana disebutkan dalam Crider (1983) bahwa ciri-ciri locus of control internal antara lain suka bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah, selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin, selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil, lebih bertanggungjawab terhadap kesalahan dan kegagalannya, memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuannya, rajin, ulet mandiri dan tidak mudah terpengaruh dari luar. Locus of control eksternal memiliki ciriciri kurang memiliki inisiatif, mudah menyerah, kurang suka berusaha karena percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol, kurang mencari informasi, mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan, lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain, kurang bertanggungjawab terhadap kesalahan yang diperbuat, kurang percaya diri terhadap kemampuannya. 32

25 Cassidy dan Eachus (2000) yang dikutip oleh Parry (2006) menemukan bahwa locus of control eksternal dikaitkan dengan pembelajaran apatis, sedangkan locus of control internal dikaitkan dengan penerapan pendekatan strategis. Studi lain menunjukkan bahwa mahasiswa dengan locus of control internal lebih mungkin mengejar strategi belajar yang sukses dan mencapai nilai yang berorientasi eksternal seperti teman sekelas mereka. Rotter (1973) dan Owie (1978) (dalam Karwono dkk, 2007) menyimpulkan bahwa unsur-unsur orientasi locus of control yang dimiliki peserta didik berkorelasi positif dengan prestasi belajar yang dicapai. Seseorang yang memiliki locus of control internal mempunyai kecenderungan sifat lebih aktif dalam mencari, mengolah dan memanfaatkan berbagai informasi, serta memiliki motivasi intrinsik untuk berprestasi tinggi, sehingga akan memiliki peluang lebih besar untuk berprestasi lebih baik jika dibandingkan mereka yang memiliki locus of control eksternal. Mahasiswa dengan locus of control internal tinggi, akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sehingga mampu untuk menerapkan teori dan ilmu yang diperoleh ke dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dengan adanya self-regulated learning diharapkan mahasiswa mampu menunjukkan langkah nyata yang ditujukan untuk pencapaian tujuan belajar dengan melakukan perncanaan secara terarah sesuai dengan tipe kepribadian masing-masing, yaitu locus of control internal atau locus of control eksternal. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa antara self regulated learning dengan locus of control berkorelasi. Mahasiswa yang memiliki locus of control internal diduga akan memiliki self regulated learning yang tinggi, 33

26 sebaliknya mahasiswa yang memiliki locus of control eksternal akan memiliki self regulated learning yang rendah. Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara locus of control dengan locus of control di atas, maka dapat dibuat sebuah kerangka pemikiran berikut : Kerangka Pemikiran Locus of Control 1. Internal 2. External Self Regulated Learning 2.6. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara locus of control dengan self regulated learning pada mahasiswa kelas reguler 2 Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta. 34

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning menyangkut self generation dan self monitoring pada pemikiran, perasaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanakkanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern, persaingan untuk mendapatkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang handal semakin ketat. Setiap perusahaan, membutuhkan tenaga-tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prestasi Akademik 1.1.Pengertian Prestasi Akademik Menurut Chaplin (2006) prestasi adalah suatu tingkatan khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu digunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan remaja seperti tidak akan pernah ada habisnya, hal ini disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kemampuan Penalaran Logis Menurut Wahyudi (2008,h.3) mengungkapkan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta atau

Lebih terperinci

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Amelia Elvina Dr. Awaluddin Tjalla Fakultas Psikologi Universiyas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan perawatan kepada pasien yang berada di ruang rawat

Lebih terperinci

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bervariasi. Manusia terkadang merasa semangat untuk melakukan sesuatu dan

BAB I PENDAHULUAN. yang bervariasi. Manusia terkadang merasa semangat untuk melakukan sesuatu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memiliki beragam aktivitas dan tugas yang bervariasi. Manusia terkadang merasa semangat untuk melakukan sesuatu dan terkadang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan

Lebih terperinci

SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION. (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang)

SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION. (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang) SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang) SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB 2 Kajian Teori A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning

BAB 2 Kajian Teori A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning BAB 2 Kajian Teori A Self Regulated Learning 1 Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman dan Martinez-Pons mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Abstraksi Penelitian ini adalah penelitian tentang regulasi belajar yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini lebih spesifik dibanding tingkat SMA. Disiplin ilmu yang disediakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social

BAB II KAJIAN TEORI. teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social 14 BAB II KAJIAN TEORI A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Pengelolaan diri bila dalam bahasa Inggris adalah self regulation. Self artinya diri dan regulation adalah terkelola.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Lauster (Fasikhah, 1994), menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian. A. Latar Belakang Masalah Sebagai lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali BAB II LANDASAN TEORI A. Internal Locus Of Control 1. Definisi Internal Locus of Control Locus of control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self-Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII M Di SMP Terbuka 27 Bandung A Descriptive Study of Self-Regulated Learning of VIII M Grade Students

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian self regulated learning. social dari bbandura. Menurut teori triadic kognisi social, manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian self regulated learning. social dari bbandura. Menurut teori triadic kognisi social, manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian self regulated learning Self regulated learning dalam istilah bahasa indonesia dapat disebut pengelolaan diri dalam belajar merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara demi kelangsungan kesejahteraan rakyatnya, dan untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu bentuk dari organisasi adalah perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Angkatan 2012 Description Study of Self Regulated Learning in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting saat ini dimana masyarakat dituntut menjadi SDM yang berkualitas. Hal tersebut bisa didapat salah satunya melalui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi Akademik a. Definisi Motivasi berasal dari kata Latin movere diartikan sebagai dorongan atau menggerakkan (Hasibuan, 2006). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma

Lebih terperinci

Key words: self-regulated learning on homeschooling students, social support

Key words: self-regulated learning on homeschooling students, social support HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA SMP HOMESCHOOLING (Correlation Between Social Support and Self Regulated Learning Among Homeschooling Students) Nur Inayatul Fauziah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN Hubungan Penggunaan Strategi Self-regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas VIII... 71 HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Kemampuan Self- Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2009, di Universitas X Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian

Lebih terperinci

PERBEDAAN REGULASI DIRI SISWA DALAM BELAJAR DILIHAT DARI POLA ASUH AUTHORITATIVE, AUTHORITARIAN DAN PERMISIF

PERBEDAAN REGULASI DIRI SISWA DALAM BELAJAR DILIHAT DARI POLA ASUH AUTHORITATIVE, AUTHORITARIAN DAN PERMISIF Perbedaan Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Dilihat Dari Pola Asuh Authoritative,... Dan Permisif PERBEDAAN REGULASI DIRI SISWA DALAM BELAJAR DILIHAT DARI POLA ASUH AUTHORITATIVE, AUTHORITARIAN DAN PERMISIF

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

Educational Psychology Journal

Educational Psychology Journal EPJ 2 (1) (2013) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION Anggi Puspitasari, Edy Purwanto, Dyah Indah Noviyani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian meningkat. Pertumbuhan pesat ini menciptakan persaingan yang ketat antara berbagai pihak. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada penelitian-penelitian psikologi yang terdahulu ditemukan bahwa inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para peneliti tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Self regulated learning atau kemandirian belajar siswa merupakan kemampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Self regulated learning atau kemandirian belajar siswa merupakan kemampuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Self Regulated Learning (SRL) Self regulated learning atau kemandirian belajar siswa merupakan kemampuan siswa dalam mengatur strategi belajarnya secara mandiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh seseorang menjadi bekal untuk masa depannya. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana penelitian ini ditujukan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

kebutuhan khusus seperti itu saja, bisa terjadi juga pada anak yang sulit bersosialisasi dengan banyak orang. Anak dengan kesulitan sosialisasi sepert

kebutuhan khusus seperti itu saja, bisa terjadi juga pada anak yang sulit bersosialisasi dengan banyak orang. Anak dengan kesulitan sosialisasi sepert SELF REGULATED LEARNING PADA ANAK HOMESCHOOLING TUNGGAL MOHAMMAD HALILINTAR Program Sarjana, Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Homeschooling tunggal adalah konsep pendidikan sekolah rumah pada satu keluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Belajar dengan Regulasi Diri. mengelola diri dalam kegiatan belajar yang mereka jalani (Omrod, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Belajar dengan Regulasi Diri. mengelola diri dalam kegiatan belajar yang mereka jalani (Omrod, 2009). 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dengan Regulasi Diri 1. Definisi belajar dengan regulasi diri Suatu kegiatan belajar membutuhkan strategi atau cara tertentu untuk dapat berjalan dengan optimal. Teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Perbedaan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Tingkat Akhir yang Bekerja dan Tidak Bekerja SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting bagi generasi muda bangsa untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting bagi generasi muda bangsa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting bagi generasi muda bangsa untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta menambah wawasan. Oleh karena itu setiap orang berlomba-lomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. didefinisikan sebagai pemikiran tentang pemikiran (thinking about

BAB II KAJIAN TEORI. didefinisikan sebagai pemikiran tentang pemikiran (thinking about BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Metakognisi Istilah metakognisi diperkenalkan oleh John Flavell, seorang psikolog dari Universitas Stanford pada sekitar tahun 1976 dan didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Koneksi Matematis Dalam pembelajaran matematika, materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi materi lainnya, atau konsep yang satu diperlukan untuk

Lebih terperinci

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Robert Donmoyer (Given, 2008), adalah pendekatan-pendekatan

Lebih terperinci