SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION. (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION. (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang)"

Transkripsi

1 SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang) SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi oleh Anggi Puspitasari JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013 i

2 PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini dengan judul Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation (Studi Komparasi Siswa SMA N 1 Mertoyudan Kab. Magelang) benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, 22 Agustus 2013 Anggi Puspitasari ii

3 PENGESAHAN Skripsi berjudul Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation (Studi Komparasi Siswa SMA N 1 Mertoyudan Kab. Magelang) telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 22 Agustus Panitia Ketua Sekretaris Drs. Sutaryono M.Pd Liftiah S. Psi, M.Si NIP NIP Penguji utama Luthfi Fathan Dahriyanto S.Psi, M.A NIP Penguji I Penguji II Dr. Edy Purwanto, M.Si. Dyah Indah N., S.Psi., M.Psi. NIP NIP iii

4 MOTTO DAN PERUNTUKAN Motto 1. Bismillahirrahmanirrahim (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) 2. Sedih seperlunya, marah sekedarnya, bersyukur sebanyak-banyaknya PERUNTUKAN: Kupersembahkan karya sederhana ini untuk: Ibu Indah Cahyani Bapak Saptono Adik Rizal Reynaldo Satria W. Teman-teman Psikologi Unnes Angkatan 2009 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat, serta hidayah-nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation (Studi Komparasi Siswa SMA N 1 Mertoyudan Kab. Magelang). Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya: 1. Drs. Hardjono, M. Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang 2. Dr. Edy Purwanto, M.Si., Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran serta arahan dan membantu kelancaran ujian skripsi. 3. Drs. Sutaryono M.Pd., sebagai ketua panitia pengujian skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan 4. Luthfi Fathan Dahriyanto S.Psi, M.A., sebagai penguji utama sidang skripsi 5. Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi. dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, motivasi, dan masukan kepada penulis. 6. Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si sebagai dosen wali, terima kasih atas saran, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan. v

6 7. Seluruh warga sekolah SMA Negeri 1 Mertoyudan Kab. Magelang yang telah banyak membantu serta berpartisipasi dalam penelitian. 8. Mama, Papa dan Adikku, yang selalu mendoakan untuk kesuksesan penulis serta mendukung dalam keadaan apapun, hanya dua kata keajaiban yang selalu ingin aku ucapkan Maaf dan Terima Kasih 9. Teman terdekat penulis, Atika terimakasih untuk segala dukungan dan motivasi yang sudah diberikan selama ini. 10. Teman-teman Psikologi 2009 (khususnya Happy, Riris dan Trias) terima kasih atas pengalaman dan perjuangan bersama kita selama menempuh kuliah di Psikologi ini. 11. Keluarga Semarang tercinta, Om Agus, Mbak Dyah, Nadia, Reza terima kasih untuk kasih sayang dan kebersamaannya selama 4 tahun. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih setulus hati kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini memberikan manfaat dan kontribusi dalam bidang psikologi pada khususnya dan semua pihak pada umumnya. Semarang, 22 Agustus 2013 Penulis vi

7 ABSTRAK Puspitasari, Anggi Self Regulated Learning Ditinjau dari Goal Orientation (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang). Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Edy Purwanto, M.Si., Pembimbing II: Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M. Psi. Kata Kunci : Self Regulated Learning, Goal Orientation, Siswa SMA. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena masih kurangnya pengaturan diri siswa dalam belajar (self regulated learning), di mana hal tersebut dapat berpengaruh negatif pada kualitas dan kuantitas pembelajaran. Perbedaan goal orientation antara mastery goal dengan performance goal dapat menjadi penyebab tinggi rendahnya self regulated learning. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self regulated learning ditinjau dari goal orientation siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang. Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif Komparasi. Subjek penelitian berjumlah 128 siswa yang dibagi menjadi dua kelompok mastery goal dan performance goal. Teknik sampling yang digunakan adalah Probability Sampling berupa Simple Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Data penelitian diambil menggunakan skala self regulated learning dan skala goal orientation. Skala self regulated learning terdiri dari 51 aitem valid dan koefisien alpha cronbach reliabilitasnya 0,939. Skala goal orientation terdiri dari 7 aitem mastery goal valid dan 10 aitem performance goal valid dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,780 untuk aitem mastery goal dan 0,752 untuk aitem performance goal. Berdasarkan uji perbedaan menggunakan teknik uji t dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows diperoleh nilai t = 6,823 dengan nilai signifikansi atau p = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self regulated learning antara siswa mastery goal dengan siswa performance goal. Berdasarkan hasil uji analisis menunjukkan bahwa self regulated learning siswa mastery goal lebih baik daripada siswa performance goal, di mana mean empirik siswa mastery goal lebih tinggi dari mean empirik siswa performance goal (147,03>129,83) vii

8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN... ii PENGESAHAN... iii MOTTO DAN PERUNTUKAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Self Regulated Learning Pengertian Self Regulated Learning Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Regulated Learning Strategi Self Regulated Learning Karakteristik Siswa yang Memiliki Self Regulated Learning viii

9 2.2 Remaja Awal Karakteristik Remaja Awal Tugas-tugas Perkembangan Remaja Awal Goal Orientation Pengertian Goal Orientation Karakteristik Goal Orientation Perbedaan Self Regulatd Learning ditinjau dari Goal Orientation Siswa SMA Hipotesis BAB 3 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Desain Penelitian Variabel Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Definisi Operasional Variabel Hubungan Antar Variabel Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Metode Pengumpulan Data Skala Goal Orientation Skala Self Regulated Learning Validitas dan Reliabilitas ix

10 3.6.1 Validitas Instrumen Penelitian Validitas Reliabilitas Pelaksanaan Uji Coba Metode Analisis Data BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Orientasi Kancah Penelitian Penentuan Subjek Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data Pelaksanaan Skoring Analisis Deskripsi Gambaran Umum Self Regulated Learning pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang ditinjau dari Goal Orientation Hasil Pengujian Hipotesis Hasil Uji Asumsi Uji Perbedaan data T-test Pembahasan Pembahasan Analisis Deskriptif Gambaran Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang x

11 4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Perbedaan Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang Keterbatasan Penelitian BAB 5 PENUTUP Simpulan Saran Daftar Pustaka Lampiran xi

12 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1 Blue Print Skala Goal Orientation Kriteria Mastery Goal Kriteria Performance Goal Blue Print Skala Self Regulated Learning Perbaikan Item Uji Coba Kualitatif Sebaran item Uji Coba Skala Self Regulated Learning Setelah Uji Coba Sebaran Item Penelitian Self Regulated Learning Reliability Statistic Skala Goal Orientation kelompok Mastery goal Reliability Statistc Skala Goal Orientation Kelompok Performance Goal Reliability Statistic Skala Self Regulated Learning Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Hipotetik Kriteria Self Regulated Learning Gambaran Self Regulated Learning Gambaran Rehearsing and Memorizing Deskriptif Statistik Rehearsing and Memorizing Gambaran Goal Setting and Planning Deskriptif Statistik Goal Setting and Planning Gambaran Self Evaluating Deskriptif Statistik Self Evaluating xii

13 4.9 Gambaran Self Consequenting Deskriptif Statistik Self Consequenting Gambaran Seeking Information Deskriptif Statistik Seeking Information Gambaran Keeping Records and Self Monitoring Deskriptif Statistik Keeping Record and Self Monitoring Gambaran Environmental Structuring Deskriptif Statistik Environmental Structuring Gambaran Seeking Social Asisstance Deskriptif Statistik Seeking Social Assistance Rangkuman Penjelasan Deskriptif Self Regulated Learning Ditinjau dari Goal Orientation Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Uji Homogenitas Data Penelitian Hasil Perhitungan Uji Perbedaan T-test Deskriptif Grup Statistik xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Analysis of Self-Regulated Functioning Kerangka Berpikir Hubungan Antar Variabel Gambaran Umum Self Regulated Learning pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Magelang xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Matriks Item Goal Orientation Instrumen Penelitian Gambaran Populasi Penelitian Tabulasi Data Skor Penelitian Uji Validitas & Reliabelitas Instrumen Hasil Uji Asumsi Hasil Uji Perbedaan Dokumentasi Penelitian Surat-Surat Penelitian xv

16 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam UUSPN RI Nomor 20 tahun 2003 : Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan umum dan pendidikan menengah kejuruan yang berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Dalam dunia pendidikan, terdapat istilah kurikulum yang menjadi rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelanggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP, 2006). Menurut BSNP (2006) kurikulum tersebut disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerahnya. Pengembangan kurikulum tersebut sering dinamakan dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pada KTSP jenjang pendidikan menengah, diharapkan dapat meningkatkan kecerdasaan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 1

17 2 Siswa sekolah menengah menurut Monks (2006: 262) termasuk dalam masa remaja awal yang mempunyai usia berkisar 15 sampai dengan 18 tahun. Salah satu karateristik masa remaja awal menurut Slazman adalah perubahan dari sikap tergantung ke arah kemandirian (Pikunas, 1976 dalam Yusuf, 2011: 184). Adapun salah satu tugas perkembangan masa remaja awal menurut Hurlock (1991: ) adalah mencapai kemandirian ekonomi dan sosial. Berdasarkan beberapa pendapat dan tujuan kurikulum pendidikan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) diharapkan dapat mencapai kemandirian, baik dalam sosial ekonomi dan pembelajaran. Siswa yang mandiri akan cenderung memilih dan bertanggung jawab atas dirinya. Kemandirian ini juga diharapkan muncul pada saat proses belajar, dimana siswa seharusnya dapat mengatur jam belajar sendiri, memilih kegiatan-kegiatan mana yang dapat menunjang prestasi akademiknya, menyusun strategi-strategi dalam belajar dan perilaku-perilaku lainnya yang menandakan bahwa siswa bertanggung jawab atas dirinya agar dapat berprestasi. Kecenderungan siswa yang mandiri dalam belajar berbanding lurus dengan kemampuan siswa untuk mengatur dirinya. Siswa yang mengatur dirinya akan mengontrol diri agar mendapatkan prestasi dalam belajar. Kemampuan mengatur diri siswa dalam proses belajar ini sering disebut dengan kemampuan Self Regulated Learning (SRL). SRL sendiri dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan kemandirian belajar atau regulasi diri dalam pembelajaran. Salah satu komponen dalam self regulation, yaitu

18 3 meregulasi usaha yang mempunyai hubungan dengan prestasi dan mengacu pada niat siswa untuk mendapatkan sumber, energi, dan waktu untuk dapat menyelesaikan tugas akademis yang penting (Wolters dkk., 2003: 24). Shunck (1996, dalam Shunck dkk, 2008: 157) juga berpendapat bahwa siswa yang mengeksplorasi bagaimana tujuan dan evaluasi diri akan mempengaruhi hasil prestasinya. Oleh karena itu, tujuan dan evaluasi merupakan bagian dari siklus self regulation. Kemampuan SRL sendiri dibutuhkan siswa agar mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri dalam menghadapi tugas-tugas pembelajaran. SRL merupakan kemampuan individu pemantauan diri, pengaturan, dan pengendalian yang diarahkan oleh tujuan belajar dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, dengan adanya self regulated learning siswa diharapkan lebih bisa menunjukkan perilakuperilaku atau usaha yang dapat menunjang keberhasilannya dalam proses belajar. Siswa yang memiliki self regulated learning tinggi akan lebih memilih kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang cita-citanya. Bukti konkrit siswa harus memilih hal yang dapat menunjang cita-citanya adalah pada saat siswa menduduki bangku SMA. Siswa dituntut untuk mulai memilih jurusan seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial atau Bahasa. Pada masa perkembangan siswa SMA ini, terdapat penguatan dalam mengambil keputusan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Mappiare (1982) bahwa memang pada masa remaja, minat dan cita-cita berkembang, dan hal

19 4 itu bersifat pemilihan dan berarah-tujuan. Pemilihan jurusan seharusnya ditentukan sesuai dengan keinginan yang dicapai, bagaimana nanti menjalankannya, dan bagaimana mempertanggungjawabkan apa yang telah dipilih. Berdasarkan segi kognitif, perkembangan strategi kognitif yang mencakup rehearsal, elaboration, dan organizational pada siswa SMA sudah mencapai pada tahap yang lebih kompleks dari sebelumnya. Pada siswa SMA menurut McDevitt & Ormord (2002, dalam Desmita, 2011: 143), strategi elaboration siswa menggunakan pengetahuan lama guna memperluas atau memperdalam pengetahuan baru sehingga dapat lebih efektif dalam mempelajarinya, digunakan oleh siswa yang memiliki prestasi akademik tinggi. Strategi kognitif elaboration lebih komplek dibandingkan kedua strategi yang lain. Menurut Carol & David R (1995, dalam Desmita, 2011: 94) pada masa remaja, terjadi reorganisasi lingkaran saraf frontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Frontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategi atau kemampuan mengambil keputusan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seharusnya SRL berkembang pada siswa SMA untuk menunjang prestasi belajarnya Hal positif lain dari self regulated learning berada pada penentuan tujuan, perencanaan, dan memonitor diri yang menjadi aspek penting bagi prestasi anak dan remaja (Anderman & Wolters, 2006; Schunk, Pintrich, & Meece, 2008; Wigfield & lainnya, 2006, dalam Santrock, 2009: 498). Oleh

20 5 karena itu, pentingnya siswa memiliki kemampuan self regulated learning untuk menunjang keberhasilan proses belajarnya. Fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa masih rendahnya self regulated learning siswa dalam proses belajar mengajar. Terdapat fenomena yang terjadi di SMP Negeri 2 Rajapolah tahun ajaran 2008/2009 sampai tahun ajaran 2010/2011 dalam penelitian Pujiati (2010) menunjukkan bahwa kemandirian belajar yang belum ajeg mencakup perilaku (1) terlambat ke sekolah, (2) tidak menyelesaikan tugas-tugas sekolah dengan alasan tertinggal di rumah, (3) mencontek pada saat ulangan, (4) kurang memanfaatkan fasilitas perpustakaan sebagai sumber belajar, (5) serta pernyataan beberapa siswa yang mengatakan bahwa belajar di sekolah tidak akan mempengaruhi hasil prestasi yang dicapainya, karena anggapan negatif dari luar tentang dirinya. Penelitian Yoenanto (2010: 92) pada siswa akselerasi di SMP di Jawa Timur menunjukkan data tingkat SRL siswa SMP N 2 Jember memiliki skor rerata = 51,66. Siswa akselerasi SMP N 1 Bondowoso rerata = 51,56 dan siswa SMP N 1 Surabaya dengan rerata 50,85 serta yang paling rendah tingkat SRLnya yaitu siswa SMP N 1 Tuban dengan rerata sebesar 48,36. Apabila rerata siswa SMP akselerasi ini ditotal terdapat tingkat SRL sebesar 50,13. Dengan demikian, hanya sebagian dari total siswa yang memiliki SRL tinggi dari berbagai SMP akselerasi. Penelitian yang dilakukan oleh Widiyastuti (2012) diperoleh data tingkat self regulated learning siswa kelas XI SMA Negeri 1 Nagreg tahun

21 6 pelajaran 2011/2012 sebanyak 2,73% berada pada tingkat SRL tinggi, 15,45% tingkat SRL sedang, 46,36% tingkat SRL rendah dan 35,45% tingkat SRL sangat rendah. Siswa dengan SRL yang rendah seperti tidak tuntasnya nilai KKM siswa, rendahnya keinginan untuk mengerjakan tugas dengan usaha optimal dan tepat waktu, rendahnya usaha dan kemauan siswa dalam meminta perbaikan (remedial) kepada guru mata pelajaran yang nilainya belum tuntas, siswa tidak memiliki jadwal belajar rutin setiap hari, dan siswa belajar saat akan ujian dengan metode klasik belajar kebut semalam (SKS). Indikasi lain yang menunjukkan self regulated learning rendah adalah melakukan kecurangan akademik seperti mencontek. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki self regulated learning tinggi akan mempersiapkan diri dengan berbagai usaha dan strategi dalam belajar, maka kecenderungan melakukan kecurangan akademik akan rendah. Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Ashifa (2011) di SMPN 10 Bandung menyatakan bahwa terdapat hubungan antara self regulated learning dengan perilaku mencontek. Berdasarkan beberapa indikator siswa yang memiliki SRL rendah dari penelitian sebelumnya, peneliti melakukan wawancara pada bulan Februari 2013 terhadap beberapa siswa dan dua guru mata pelajaran. Hasil dari wawancara tersebut menyatakan bahwa beberapa siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang masih memiliki nilai yang belum tuntas, mencontek pada saat ulangan dan pekerjaan rumah teman, kurang memanfaatkan fasilitas perpustakaan, terlambat mengumpulkan tugas, siswa

22 7 suka berbicara atau melakukan kegiatan lain pada waktu diterangkan oleh guru, lebih suka membicarakan hal-hal yang tidak masuk dalam pelajaran. Berdasarkan fenomena di atas kita dapat melihat bahwa masih kurangnya self regulated learning dalam proses pembelajaran. Seharusnya proses pembelajaran dilakukan karena kemauan, pilihan dan tanggung jawab sendiri, bukan untuk sekadar masuk ke sekolah favorit, sarana memperoleh gelar, status sosial yang lebih tinggi atau sekedar menyenangkan orang tua. Self regulated learning (SRL) selalu mengarah pada beberapa tujuan, yang terangkum dalam beberapa tahap yang mencakup (1) memiliki dan menentukan tujuan belajar, (2) membuat perencanaan dan (3) memilih strategi pencapaian tujuan. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa goal orientation menjadi penunjangnya (Markus dan Wurf, dalam Deasyanti dan Anna 2007: 14). Menurut Schunk, Pintrich dan Meece (2008: 142) siswa dengan tujuan dan efikasi diri dalam mencapai keinginannya cenderung akan terlibat dalam kegiatan yang dia percaya dapat menunjang keinginannya tersebut dengan memperhatikan proses, berlatih mengingat informasi, berusaha dan bertahan. Self regulated learning yang dihasilkan mengacu pada pikiran, perasaan dan tingkah laku yang ditujukan untuk pencapaian target dengan melakukan perencanaan terarah (Zimmerman, dalam Schimtz dan Wiese 2006: 66). Kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa goal orientation yang jelas akan meningkatkan kemampuan self regulated learning pula, karena self regulated learning menuntut siswa memiliki perencanaan terarah.

23 8 Perencanaan terarah siswa dalam pembelajaran dapat muncul karena adanya goal orientation siswa, dimana goal orientation akan menjadi pendorong siswa untuk berusaha. Hal ini dapat diperkuat Schunk, Pintrich dan Meece (2008: 174) bahwa ketika individu tidak memiliki komitmen untuk mencapai tujuan maka dia tidak akan bekerja maksimal dan tidak memiliki keinginan untuk berprestasi. Selanjutnya Woolfolk (2009: 198) mengemukakan bahwa goal memotivasi individu untuk berperilaku tertentu (self regulated learning) sebagai usaha mengurangi diskrepansi kondisi antara where the are (di mana mereka berada kini) dan where they want to be (ke mana mereka ingin berada). Menurut Ormord (2004: 327) komponen yang membentuk self regulated learning adalah goal setting, planning, self motivation, attention control, application of learning strategies, self monitoring, self evaluation, self reflection. Beberapa penelitian mendapati bahwa goal orientation berperan aktif dalam membentuk motivasi berprestasi (Anderman dan Wolters, 2006; Pintrich, 2000a, 2000c, 2000d, dalam Pintrich, Schunk dan Meece, 2008 : 183). Kedua pernyataan ini juga menguatkan bahwa goal orientation dapat meningkatkan self regulated learning. Goal orientation ini dapat memicu timbulnya motivasi dan memperjelas tujuan siswa sehingga dapat membantu dalam pembentukan self regulated learning. Berdasarkan faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi regulasi diri menurut Bandura (dalam Alwisol, 2010: 285-7). Faktor internal

24 9 bersumber pada tiga bentuk yaitu observasi diri, proses penilaian atau mengadili tingkah laku, dan reaksi diri afektif, untuk melakukan tiga bentuk ini harus ada tujuan yang menjadi standar siswa tersebut. Adapun faktor eksternal bersumber pada dua hal yaitu interaksi dengan lingkungan dan bentuk penguatan (reinforcement). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa goal orientation termasuk dalam faktor internal. Locke dan Latham (dalam Woolfolk, 2009: ) mengemukakan empat alasan mengapa goal dapat memperbaiki performance atau usaha yang dilakukan yaitu goals mengarahkan perhatian individu terhadap tugas yang dihadapi, goals menggerakkan usaha, goals mengurangi rasa putus asa sebelum mencapai tujuan, dan goals meningkatkan perkembangan strategi baru. Goal orientation dikembangkan secara khusus untuk menjelaskan cara belajar anak dan performance dalam menjalankan tugas-tugas akademiknya. Di dalam goal orientation terdapat dua karakteristik yang membedakan cara belajar dan performance anak, antara lain: mastery goal dan performance goal. Mastery goal adalah orientasi siswa untuk menguasai materi pelajaran, sedangkan performance goal adalah orientasi siswa untuk mendapatkan hasil yang baik. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian Susetyo (2007) tentang orientasi tujuan, atribusi penyebab, dan belajar berdasar regulasi diri siswa Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta, dengan hasil penelitian F = 36,814

25 10 dan p = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan belajar berdasar regulasi diri ditinjau dari orientasi tujuan. Perbedaan goal orientation yang siswa miliki dapat menimbulkan usaha yang berbeda pula. Siswa dengan mastery goal berhenti belajar bila merasa menguasai materi pelajaran dengan baik, sedangkan siswa dengan performance goal berhenti belajar bila merasa nilainya sudah baik. Dalam penelitian Mattern (2005: 30) yang menunjukkan bahwa siswa dengan mastery goal memiliki level prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa dengan performance goal. Siswa yang cenderung mastery goal akan mencari tantangan, menggunakan strategi pembelajaran efektif yang lebih tinggi, termasuk strategi metakognitif, pelaporan dan sikap terhadap sekolah yang lebih positif, dan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi (kepercayaan pada kemampuan diri untuk berhasil dalam situasi tertentu) daripada siswa-siswa yang cenderung performance goal. Beberapa penelitian yang terdapat pada buku Motivation in education: theory, research, and applications yang ditulis oleh Schunk, Pintrich dan Meece (2008: 192-6) menyatakan bahwa approach performance goals dapat memunculkan perilaku-perilaku yang positif menunjang prestasi. Segi afektif approach performance goals memiliki hubungan positif dengan minat, motivasi instrinsik, dan nilai-nilai tugas. Segi kognitif dapat mengarahkan pada penggunaan strategi yang lebih mendalam dan pengaturan kognitif diri. Terakhir dari segi perilaku approach performance goals ini

26 11 menyebabkan kinerja lebih baik karena siswa dengan orientasi tujuan ini ingin memiliki nilai akademis yang lebih tinggi dari siswa lain. Perbedaan goal orientation pada setiap siswa dapat menimbulkan self regulated learning yang berbeda pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Ames dan Archer (1998, dalam Schunk, 2012: 278) bahwa goal orientation menentukan bagaimana siswa belajar dan usaha yang dilakukannya untuk mencapai hasil yang diharapkannya. Usaha-usaha yang dilakukan siswa untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam proses pembelajaran ini salah satunya adalah menunjukkan kemampuan self regulated learning. Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah hubungan antara efikasi diri dengan kemandirian belajar (SRL) siswa pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Ajaran 2010/2011 (Pujiati 2010). Dalam penelitian ini menyatakan bahwa efikasi diri dengan kemandirian belajar (SRL) siswa memiliki derajat hubungan yang sedang (0,559), dengan koefisien korelasi yang bernilai positif, artinya efikasi diri memiliki pengaruh signifikan terhadap kemandirian belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penting untuk mengungkap bagaimana hubungan antara goal orientation dengan self regulated learning siswa di sekolah sebagai upaya membantu mengatasi permasalahan yang sedang terjadi. Self regulated learning lebih ditentukan oleh faktor internal siswa. Penelitian yang dilakukan Pratiwi (2009) menyatakan bahwa hubungan antara kecemasan akademis dengan self regulated learning hanya mempunyai sumbangan sebesar 8,6% walaupun

27 12 kecemasan akademis juga termasuk faktor internal dari self regulated learning. Hal ini menunjukkan bahwa 91,4% keeratannya masih lebih besar ditentukan oleh faktor atau variabel lain, maka peneliti tertarik untuk mencari perbedaan goal orientation sebagai faktor internal siswa yang menentukan self regulated learning. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan self regulated learning ditinjau dari goal orientation pada siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemamparan fenomena pada latar belakang masalah diatas maka terdapat perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah ada perbedaan self regulated learning ditinjau dari goal orientation siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang? 2. Bagaimana gambaran self regulated learning ditinjau dari goal orientation siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka didapat tujuan penelitian ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui perbedaan self regulated learning ditinjau dari goal orientation siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang. 2. Untuk mengetahui gambaran self regulated learning ditinjau dari goal orientation siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang.

28 Manfaat Penelitian Adapun kontribusi penelitian yang akan diperoleh, yaitu : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan tentang perbedaan tingkat self regulated learning antara mastery goal dan performance goal. b. Sarana untuk peneliti selanjutnya dalam memberikan data dan informasi sebagai bahan studi. 2. Manfaat praktis a. Bagi Bimbingan Konseling sekolah, dapat menjadi input yang senantiasa melaksanakan proses Bimbingan dan Konseling di sekolah untuk meningkatkan self regulated learning siswa. b. Dapat mengetahui bagaimana tingkat self regulated learning siswa SMA agar dapat mengembangkan diri menjadi pribadi yang mandiri untuk masa depan.

29 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Regulated Learning Pengertian Self Regulated Learning Dalam bahasa Indonesia self regulated learning sering disamaartikan dengan kemandirian belajar, regulasi-diri pembelajaran, dan pengelolaan diri dalam belajar. Pintrich (dalam Boekaerts et al., 2000: 453), self regulated learning (SRL) didefinisikan sebagai proses konstruktif ketika siswa menetapkan tujuan belajar sekaligus mencoba memantau, mengatur, dan mengendalikan pengamatan motivasi, serta perilakunya yang dibatasi oleh tujuan belajar dan kondisi lingkungan. Zimmerman (dalam Schunk, dkk, 2012: 254) Self-regulation adalah proses dimana siswa mengaktifkan dan mempertahankan kognisi, perilaku, dan pengaruh yang sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan mereka. Self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mendapat hasil belajar yang optimal (Wolters 1998: 4). Menurut Pintrich dan Zusho (dalam Nicol dan Macfarlane-Dick 2006: 202) self regulated learning merupakan proses konstruktif aktif dimana siswa menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya. 14

30 15 Berdasarkan perspektif sosial kognitif, peserta didik yang dapat dikatakan sebagai self regulated learner adalah peserta didik yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka (Zimmerman, 1989: 330). Peserta didik tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain. Konsep self regulated learning dikemukakan pertama kali oleh Bandura dalam latar teori belajar sosial. Menurut Bandura, bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengontrol cara belajarnya dengan mengembangkan langkahlangkah mengobservasi diri, menilai diri dan memberikan respon bagi dirinya sendiri. Self regulated learning sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki self regulated learning, akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Hal ini diperkuat ketika siswa memiliki self regulated learning, mereka menetapkan tujuan akademik yang lebih tinggi untuk diri mereka sendiri, belajar lebih efektif dan berprestasi di kelas (Broson, 2000; Butler dan Winne, 1995; Winne, 1995a; Zimmerman dan Bandura, 1994; Zimmerman dan Risemberg, 1997 dalam Ormord 2004: 327). Bandura (dalam Alwisol, 2009: 286) berpendapat bahwa dinamika proses beroperasinya self regulated learning antara lain terjadi dalam subproses yang berisi self-observation, self judgement, dan self reaction. Ketiganya memiliki hubungan yang sifatnya resiprositas seiring dengan konteks persoalan yang mereka hadapi. Hubungan resiprositas ini tidak selalu bersifat simetris melainkan

31 16 lentur dalam arti bisa terjadi salah satu di konteks tertentu lebih dominan dari aspek lainnya, demikian pula sebaliknya. Menurut Ormord (2008: 38-9) menyatakan bahwa self regulated learning memiliki beberapa komponen di dalamnya, yaitu : 1) Goal Setting Goal setting merupakan pengidentifikasian hasil akhir yang diinginkan untuk kegiatan belajarnya. Siswa yang memiliki self regulated learning tahu apa yang dia ingin capai ketika mereka belajar. Siswa memegang tujuannya untuk kegiatan belajar tertentu untuk tujuan jangka panjang dan aspirasinya. Selanjutnya saat siswa mencapai perguruan tinggi, siswa dapat menetapkan tengang waktu untuk diri mereka sendiri sebagai cara untuk memastikan mereka tidak meninggalkan tugas-tugas belajar yang penting sampai akhir. 2) Planning Planning adalah menentukan atau merencanakan cara terbaik untuk menggunakan waktu yang tersedia untuk belajar. Siswa dengan self regulated learning memiliki rencana ke depan berhubungan dengan tugas belajar dan menggunakan waktu mereka secara efektif untuk mencapai tujuannya. 3) Self-motivation Mempertahankan motivasi instrinsik untuk menyelesaikan tugas belajar. Siswa dengan self regulated learning cenderung memiliki self-efficacy yang tinggi mengenai kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas

32 17 belajar dengan sukses. Selain itu, siswa menggunakan berbagai strategi untuk mempertahankan semangatnya mungkin dengan cara menghiasi tugasnya agar lebih menyenangkan, mengingatkan diri akan pentingnya melakukan dengan baik, akhirnya mereka memvisualisasikan kesuksesan atau menjanjikan sendiri hadiah ketika mereka selesai. 4) Attention control Memaksimalkan perhatian pada tugas belajar. Siswa dengan self regulated learning akan mencoba untuk memusatkan perhatian mereka pada tugasnya dan menghilangkan pikiran mereka yang berpotensi mengganggu pikiran dan emosi. 5) Application of learning strategies Memilih dan menggunakan cara yang tepat pengolahan bahan yang akan dipelajari. Siswa mengatur sendiri memilih strategi pembelajaran yang berbeda tergantung pada tujuan yang spesifik sesuai yang ingin mereka capai, misalnya mereka membaca sebuah artikel majalah berbeda, tergantung pada apakah mereka membacanya untuk hiburan atau belajar untuk ujian. 6) Self-monitoring Siswa akan mengevaluasi secara berkala untuk melihat apa kemajuan mencapai tujuan. Siswa dengan self regulated learning akan terus memantau perkembangannya selama proses belajar dan siswa akan mengubah strategi belajarnya atau tujuannya jika perlu.

33 18 7) Self-evaluation Menilai hasil akhir dari usaha individu. Siswa dengan self regulated learning akan menilai hal yang mereka pelajari cukup untuk tujuan yang telah ditetapkan. 8) Self-reflection Menentukan sejauh mana strategi belajar seseorang telah berhasil dan efisien, dan mungkin mengidentifikasi alternatif yang mungkin lebih afektif dalam situasi belajar masa depan. Self regulated learner menerapkan agency ketika mereka terlibat dalam siklus empat tahap utama : menganalisis tugas, menerapkan tujuan dan merancang rencana, menetapkan taktik dan strategi untuk menyelesaikan tugas, dan meregulasi pembelajaran (Woolfolk 2009: 132). 1 Menganalisis tugas pembelajarannya, yaitu pembelajar memeriksa informasi apa pun yang mereka anggap relevan untuk mengkonstruksikan sense tentang seperti apa tugasnya, sumberdaya apa yang harus dimiliki, dan bagaimana perasaannya tentang tugas yang akan dikerjakan. 2 Menetapkan tujuan dan menyusun rencana, yaitu mengetahui kondisi kondisi yang mempengaruhi hasil kerja dan memberikan informasi yang digunakan oleh pembelajar untuk mencapai tujuan belajar serta mencari cara untuk mengembangkan rencana untuk mencapai tujuannya. 3 Menetapkan taktik dan strategi untuk menyelesaikan tugas. Individu sangat siaga selama tahap ini karena mereka selalu memantau seberapa baikkah rencananya berjalan.

34 19 4 Meregulasi pembelajaran. Dalam tahap ini, pembelajar mengambil keputusan tentang apakah perlu dilakukan perubahan pada ketiga tahap sebelumnya. Menurut Zimmerman (1989: 329) siswa dikatakan telah memiliki self regulated learning bila siswa tersebut telah memiliki strategi untuk mengaktifkan metakognisi, motivasi, dan tingkah laku dalam proses belajar mereka sendiri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa self regulated learning adalah pengetahuan potensial yang dimiliki individu untuk meningkatkan prestasi akademik, merancang strategi belajar, menentukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan belajar, serta mengevaluasi keberhasilan dan kekurangan yang diperoleh. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa self regulated learning adalah usaha individu yang dilakukan secara sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1989: 330) setidaknya terdapat 3 faktor yang mempengaruhi self regulated learning pada gambar 2.1 Triadic Analysis of Self- Regulated Functioning sebagai berikut :

35 20 Person (self) BEHAVIORAL COVERT SELF-REGULATION SELF-REGULATION Environment Behavior ENVIRONMENTAL SELF-REGULATION Gambar 2.1 Analysis of Self-Regulated Functioning Berikut adalah penjelasan dari gambar bagan diatas, antara lain : a. Faktor Pribadi, dalam triadic diatas dilambangkan siswa dapat menggunakan proses pribadi untuk mengatur strategi perilaku dan lingkungan belajar segera. b. Faktor Perilaku, dalam triadic diatas dilambangkan siswa secara proaktif menggunakan strategi self evaluation sehingga mendapatkan informasi tentang akurasi dan apakah harus terus memeriksa melalui umpan balik enactive. c. Faktor Lingkungan, dalam triadic dilambangkan siswa proaktif menggunakan strategi manipulasi lingkungan yang melibatkan intervensi ruang urutan perilaku mengubah respon, seperti menghilangkan

36 21 kebisingan, mengatur pencahayaan yang memadai, dan mengatur tempat untuk menulis. Sedangkan menurut Boekaerts (1996: 101) mengatakan bahwa banyak peneliti sepakat bahwa faktor yang paling mendasar dari self regulated learning adalah keinginan untuk mencapai tujuan. Atribut personal lain yang juga terlibat dalam mempengaruhi self regulated learning antara lain yaitu : (1) Kesadaran akan penghargaan terhadap diri sendiri. (2) Keinginan untuk mencoba. (3) Komitmen. (4) Manajemen waktu. (5) Kesadaran akan metakognitif. (6) Penggunaan strategi yang efisien. Ada pula faktor-faktor yang memunculkan self regulated learning yang buruk antara lain impulsivitas, tujuan akademik yang rendah, penghargaan diri yang rendah, kontrol yang buruk, serta perilaku menghindar. Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2010: 285-7) ada dua faktor yang mempengaruhi regulasi diri, yaitu : a) Faktor Eksternal Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak belajar baik dan buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak

37 22 dihendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang akan dipakai untuk menilai prestasi diri. Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi. b) Faktor Internal Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, yaitu : 1) Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinal tingkah laku diri, dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah lakunya yang lain. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya. 2) Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgemental process): melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan

38 23 tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. 3) Reaksi diri afektif (self response): berdasarkan pengamatan dan judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum dirinya sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual Strategi Self Regulated Learning Zimmerman (1989: 11) menekankan untuk dapat dianggap self-regulated, proses belajar siswa harus menggunakan strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan akademis. Strategi dalam self regulated learning mengarah pada tindakan dan proses yang diarahkan pada perolehan informasi atau keterampilan yang melibatkan perngorganisasian (agency), tujuan (purpose) dan persepsi instrumental seseorang. Agency adalah kemampuan individu untuk memulai dan mengarahkan suatu tindakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Purpose adalah tujuan yang diharapkan untuk tercapai dari pelaksanaa setiap tindakan yang dapat membantu meraih tujuan. Self regulated learning merupakan strategi yang harus dimiliki oleh siswa dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga diperoleh hasil belajar sesuai dengan keinginan dan cita-citanya. Zimmerman dan Martinez-pons (1990: 7) mengindentifikasi strategi-strategi dalam self regulated learning yang diperoleh dari teori kognitif sosial, didalamnya melibatkan unsur-unsur metakognitif,

39 24 lingkungan dan motivasi. Setiap strategi bertujuan meningkatkan regulasi diri siswa pada fungsi personal, behavioral, dan environmental. a. Strategi untuk optimalisasi fungsi personal (personal function), meliputi : 1) Organizing and transforming (pengorganisasian dan transformasi). Siswa menelaah kembali materi-materi pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran. Misalnya, siswa mempelajari materi pembelajaran dari awal sampai akhir. 2) Goal setting and planning (penetapan tujuan dan perencanaan). Siswa menetapkan tujuan belajar serta merencanakan urutan, waktu, dan penyelesaian aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan tujuan. Misalnya siswa menentukan jadwal belajar. 3) Rehearsing and Memorizing (melatih dan menghapal). Siswa berusaha untuk berlatih dan menghapalkan materi. Contohnya siswa mengerjakan soal-soal latihan dan siswa membaca ulang materi pelajaran agar dapat menghapalkannya. b. Strategi untuk optimalisasi fungsi tingkah laku (behavioral function), meliputi : 1) Self-evaluating (evaluasi diri). Siswa melakukan evaluasi terhadap kualitas atau kemajuan dari pekerjaannya. Contohnya siswa meneliti ulang tugas-tugas untuk memastikan sudah dikerjakan dengan baik atau belum, siswa mengevaluasi hasil ujian agar dapat menilai kemampuan belajarnya.

40 25 2) Self-consequenting (konsekuensi diri). Siswa membayangkan reward atau punishment yang didapat jika memperoleh kesuksesan atau kegagalan. Contohnya siswa merasa malu apabila mendapatkan hasil ujian buruk, siswa menganggap keberhasilan sebagai motivasi untuk dapat mempertahankan keberhasilannya. c. Strategi untuk optimalisasi fungsi lingkungan (environmental function), meliputi : 1) Seeking information (pencarian informasi). Siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumber-sumber nonsosial. Contohnya siswa berusaha melengkapi materi pelajaran dari sumber lain atau literature perpustakaan. 2) Keeping records and self monitoring (pembuatan catatan dan mengamati diri). Siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar. Contohnya siswa mencatat hal-hal penting untuk dipelajari, siswa mencatat hal-hal yang tidak dipahami untuk dipelajari ulang. 3) Enviromental structuring (penyusunan lingkungan). Siswa berusaha untuk memilih atau mengatur lingkungan fisik sehingga proses belajar menjadi lebih mudah. Contohnya siswa mematikan televisi saat belajar untuk membantu konsentrasi. 4) Seeking social assistance (pencarian bantuan sosial). Siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu. Contohnya siswa bertanya

41 26 kepada guru saat kesulitan mengerjakan tugas atau memahami pelajaran. 5) Reviewing Records (melihat kembali catatan). Siswa berusaha melihat kembali catatan untuk menghadapi ujian. Contohnya siswa membaca ulang catatan, melihat referensi tugas sebelumnya, dan membaca buku-buku pedoman. Menurut Wolters, et. al (2003, dalam Fasikhah dan Siti 2013: 144) strategi self regulated learning secara umum meliputi tiga macam strategi, yaitu : a. Strategi regulasi kognitif Strategi yang berhubungan dengan pemrosesan informasi yang berkaitan dengan berbagai jenis kegiatan kognitif dan metakognitif yang digunakan individu untuk menyesuaikan dan merubah kognisinya, mulai dari strategi memori yang paling sederhana, hingga strategi lebih rumit. Strategi kognitif meliputi : rehersal, elaborasi dan metakognisi. b. Strategi regulasi motivasional Strategi yang digunakan individu untuk mengatasi stres dan emosi yang dapat membangkitkan usaha mengatasi kegagalan dan untuk meraih kesuksesan dalam belajar. Strategi motivasional meliputi : (1) konsekuensi diri, (2) kelola lingkungan (environmental structuring), (3) mastery self-talk, (4) meningkatkan motivasi ekstrinsik (extrinsic self-talk), (5) orientasi kemampuan (relative ability self-talk), (6) motivasi intrinsik, dan (7) relevansi pribadi (relevance enchancement).

42 27 c. Strategi regulasi behavioral akademik Aspek regulasi diri yang melibatkan usaha individu untuk mengontrol tindakan dan perilakunya sendiri. Strategi regulasi behavioral yang dapat dilakukan oleh individu dalam belajar meliputi : mengatur usaha (effort regulation), mengatur waktu dan lingkungan belajar (regulating time and study environment) serta mencari bantuan (help-seeking). Zumbrunn, et. al. (2011: 9-13) menyatakan bahwa ada 8 strategi pembentukan self regulated learning siswa, yaitu : a. Goal Setting Tujuan dianggap sebagi standar yang mengatur tindakan individu. Tujuan jangka pendek sering digunakan untuk mencapai aspirasi jangka panjang, sebagai contoh jika seorang siswa menetapkan tujuan jangka panjang untuk mengerjakan ujian dengan baik, maka dia menetapkan tujuan seperti menetapkan waktu belajar dan menggunakan strategi khusus untuk keberhasilan ujiannya. b. Planning Planning mirip dengan goal setting, planning dapat membantu siswa mengatur diri sebelum terlibat dalam tugas-tugas belajar. c. Self-Motivation Motivasi diri siswa self-regulated learner terjadi ketika mereka menggunakan satu atau lebih strategi untuk pencapaian tujuannya. Siswa yang termotivasi akan membuat kemajuan menuju tujuannya.

43 28 Siswa lebih bertahan melalui tugas yang sulit dan menemukan proses belajar yang memuaskan. d. Attention Control Siswa dapat mengendalikan perhatian mereka dengan cara menghindari hal-hal yang mengganggu pikiran serta mengkondisikan lingkungan belajar agar kondusif. e. Flexibel Use of Strategies Siswa menggunakan strategi-strategi belajar untuk memfasilitasi kemajuan mereka guna pencapaian tujuan yang meliputi : mencatat, menghafal, berlatih, dan sebagainya. f. Self-Monitoring Siswa memantau sendiri kemajuan mereka menuju pada tujuan pembelajarannya. g. Help-seeking Siswa mencoba mencari bantuan bila diperlukan agar dapat memahami pembelajaran untuk pencapaian tujuan h. Self-Evaluation Siswa dapat mengevaluasi pembelajaran mereka sendiri, terlepas dari penilaian guru. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan ada 8 strategi dalam self regulated learning meliputi rehearsing and memorizing, goal setting and planning, self-evaluating, self-consquenting, seeking information, keeping records and self monitoring, seeking social assistance.

44 Karakteristik Siswa yang Memiliki Self Regulated Learning Beberapa peneliti mengemukakan karakteristik perilaku siswa yang memiliki ketrampilan self regulated learning antara lain sebagai berikut (Montalvo, 2004: 3) : 1 Terbiasa dengan dan tahu bagaimana menggunakan strategi kognitif (pengulangan, elaborasi dan organisasi) yang membantu mereka untuk memperhatikan, mentransformasi, mengorganisasi, mengelaborasi, dan menguasai informasi. 2 Mengetahui bagaimana merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan proses mental untuk mencapai tujuan personal (metakognisi). 3 Memperlihatkan seperangkat keyakinan motivasional dan emosi yang adaptif, seperti tingginya keyakinan diri secara akademik, memiliki tujuan belajar, mengembangkan emosi positif terhadap tugas (senang, puas, antusias), memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasinya, serta menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas dan situasi belajar khusus. 4 Mampu merencanakan, mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaian tugas, tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti mencari tempat belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari guru dan teman jika menemui kesulitan. 5 Menunjukkan usaha yang besar untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mengatur tugas-tugas akademik, iklim, dan struktur kelas.

45 30 6 Mampu melakukan strategi disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal dan eksternal, menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan tugas. Peneliti menyimpulkan bahwa definisi self regulated learning adalah kemampuan siswa dalam proses belajar untuk memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan serta mengutamakan konteks lingkungan. 2.2 Remaja Awal Menurut Mappiare (1982: 25) masa remaja memiliki rentang usia antara tahun, yang dibagi dalam masa remaja awal usia 13/14 sampai dengan 17 tahun, dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun. Menurut Hurlock (1991 dalam Ali dan Asrori 2011: 9) adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Monks (2006: 259) mengatakan bahwa pada masa ini, remaja sebenarnya tidak memiliki tempat yang jelas. Remaja tidak masuk golongan anak, tetapi tidak termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Pada umumnya mereka masih belajar di sekolah Menengah atau Perguruan Tinggi. Sedangkan Desmita (2011: 37) berpendapat masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa ini dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity) Karakteristik Remaja Awal Menurut Slazman karakteristik masa remaja adalah perubahan dari sikap tergantung ke arah kemandirian, minat-minat seksual, perenungan diri, dan

46 31 perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Dalam budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai masa "Strom dan Stress, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Pikunas, 1976 dalam Yusuf, 2011: 184) Mappiare (1982: 32) mengemukakan ciri-ciri remaja awal ditunjukkan pada beberapa indikasi, sebagai berikut : 1. Kestabilan keadaan perasaan dan emosi Perasaan yang sangat peka, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Ini menimbulkan remaja cepat berganti suasana yang sesekali sangat bersemangat dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. 2. Hal sikap dan moral Organ-organ seks yang telah matang menyebabkan remaja mendekati lawan jenis. Ada dorongan-dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan. 3. Hal kecerdasaan atau kematangan mental Alfred Binet mengemukakan bahwa pada usia 12 tahun kemampuan anak untuk mengerti informasi abstrak baru sempurna. Kesempurnaan mengambil kesimpulan dan informasi abstrak dimulai pada usia 14 tahun. Akibatnya remaja awal sering menolak hal-hal yang tidak masuk akal.

47 32 4. Hal status remaja awal sangat sulit ditentukan Adanya keraguan orang dewasa untuk memberi tanggungjawab kepada remaja dengan dalih mereka masih anak-anak. Pada lain kesempatan, remaja awal sering mendapat teguran sebagai orang yang sudah besar jika remaja bertingkah laku kekanak-kanakan. Akibatnya, remaja awal pun mendapat sumber kebingungan tentang statusnya. 5. Memiliki banyak masalah yang dihadapi Dari ciri-ciri sebelumnya menjadikan remaja awal banyak menghadapi masalah. Sebab lain adalah sifat emosional remaja awal. 6. Masa yang kritis Pada masa ini remaja dituntut untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya sendiri. Keadaan remaja yang dapat menghadapi masalahnya dengan baik menjadi modal dasar dalam menghadapi masalah-masalah selanjutnya, sampai ia dewasa. Ketidakmampuan menghadapi masalahnya dalam masa ini akan menjadikannya orang dewasa yang bergantung. Desmita (2011: 37-38) berpendapat masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu : 1 Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya. 2 Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. 3 Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif. 4 Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

48 33 5 Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya. 6 Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak. 7 Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga Negara. 8 Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. 9 Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku. 10 Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas Tugas-tugas Perkembangan Remaja Awal Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991: ) meliputi usaha-usaha sebagai berikut : 1) Mampu menerima keadaan fisiknya. 2) Mampu menerima dam memahami peran seks usia dewasa. 3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis. 4) Mencapai kemandirian emosional. 5) Mencapai kemandirian ekonomi. 6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. 7) Memahami dam menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

49 34 8) Mengembangkan perilaku tanggungjawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa. 9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan. 10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Menurut Mappiare (1982: 106) tugas-tugas perkembangan khusus untuk masa remaja awal yaitu : (1) Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang dewasa Sejak remaja awal diharapkan dapat mengadakan pengontrolan diri sendiri atas perbuatan-perbuatannya. (2) Memperoleh kebebasan Hal ini berarti remaja awal diharapkan belajar dan berlatih bebas membuat rencana, bebas membuat alternatif pilihan, bebas menentukan pilihan dan bebas membuat keputusan-keputusan sendiri, melaksanakan keputusannya itu serta bertanggungjawab sendiri atas keputusan dan pelaksanaan keputusannya. (3) Bergaul dengan teman lawan jenis Remaja awal sadar akan dirinya ada rasa simpati, rasa tertarik untuk selalu bersama-sama dengan lawan jenisnya. (4) Mengembangkan keterampilan-keterampilan baru Pada masa ini remaja mempersiapkan diri memasuki masa dewasa, maka mulai dalam masa remaja awal dan sepanjang masa remaja, seseorang

50 35 diharapkan berlatih dan mengembangkan berbagai tuntutan hidup dan pergaulannya dalam masa dewasa kelak. (5) Memiliki citra diri yang realistik Remaja diharapkan dapat mengukur atau menafsirkan apa yang lebih dan kurang pada diri mereka serta dapat menerima apa adanya diri mereka, memelihara dan memanfaatkannya secara positif. 2.3 Goal Orientation Pengertian Goal Orientation Goal orientation merupakan susunan utama teori tujuan. Goal (sasaran atau tujuan) adalah hasil atau pencapaian yang pemenuhannya diperjuangkan seseorang (Locke dan Latham, 2002 dalam Woolfolk, 2009: 198). Pintrich (2003, dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 184) menyatakan bahwa goal orientation adalah tujuan atau alasan yang melibatkan seseorang untuk berprestasi. Sedangkan Schunk (2012: 513) mengatakan bahwa goal orientation (orientasi tujuan) mengacu pada tujuan dan fokus keterlibatan seseorang dalam aktivitas berprestasi, sedangkan goal setting (penetapan tujuan) lebih berfokus pada bagaimana tujuan dibangun dan diubah serta peran sifat-sifat tujuan itu untuk mendesak dan mengarahkan perilaku. Locke dan Latham s (1990, dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 184) teori goal orientation berkaitan dengan mengapa individu ingin mendapatkan kebenaran, bagaimana cara dan kinerjanya. Goal orientation menentukan bagaimana seseorang berusaha untuk mencapai hasil yang diinginkannya (Ames dan Archer 1998, dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 183).

51 36 Goal orientation adalah konstruk yang menggambarkan bagaimana individu merespon, memberikan reaksi dan menginterpretasikan situasi untuk mencapai suatu prestasi atau kinerja tertentu (Vande Walle, dkk 1999: 250). Hal yang menjadi penentu perbedaan individu terhadap perilaku adalah goal orientation (Button, Mathieu dan Zajac, 1996; Farr, Hofman, dan Ringenbach, 1993 dalam VandeWalle, dkk 1999: 249). Konstruk tentang goal orientation muncul dari program penelitian yang dilakukan oleh Carol Dweck, Dweck memberikan konsep bahwa tujuan secara luas dapat diartikan sebagai dimensi kepribadian individu dan individu tersebut memiliki preferensi goal orientation untuk berprestasi (Dweck dan Leggett, 1988; Elliot dan Dweck, 1988 dalam VandeWalle, dkk 2001: 630). Sedang menurut Ames (dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 184) goal orientation merupakan pola yang terintegrasi dari keyakinan yang mengarah pada cara-cara berbeda dalam proses, perilaku, dan tanggungjawabnya dalam berperilaku untuk berprestasi. Dapat dilihat bahwa goal orientation menjadi alasan individu berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan. Woolfolk (2009: 198) mengemukakan bahwa goal memotivasi individu untuk berperilaku tertentu (self regulated learning) sebagai usaha mengurangi diskrepansi kondisi di antara where the are (di mana mereka berada kini) dan where they want to be (ke mana mereka ingin berada). Sedangkan Urdan (1997 dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 184) mengatakan goal orientation adalah alasan mengapa individu ingin berprestasi, bukan hanya untuk menampilkan perilaku.

52 37 Menurut Ames (dalam Schunk, Pintrich, dan Meece, 2008: 184) goal orientation disebutkan sebagai gambaran integrasi pola belief yang memiliki peranan penting untuk membedakan pendekatan yang dipakai, cara menggunakan, dan respon terhadap situasi prestasi. Selain itu, goal orientation mencerminkan jenis standar dengan mana individu-individu menilai kinerja diri sendiri, keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan (Elliot, 1997; Pintrich, 2000a, 2000c, 2000d dalam Schunk, Pintrich, dan Meece, 2008: 184). Berdasarkan pengertian-pengertian goal orientation di atas, dapat disimpulkan bahwa goal orientation merupakan orientasi yang menjadi alasan individu ketika mencoba berusaha yang mencakup proses dan perilaku untuk mencapai atau memperoleh tujuan tertentu Karakteristik Goal Orientation Karakteristik goal orientation dibagi menjadi dua yaitu learning goal dan performance goal (Dweck dan Legget, 1988; Elliott dan Dweck,1988 dalam Schunk, Pintrich dan Meece 2008: 185). 1. Learning goal Individu dengan learning goals yang kuat cenderung suka dengan tantangan dan menetapkan tujuan yang tinggi serta tidak takut dengan kegagalan pencapaian tujuan. Slavin (2009: 119) siswa yang berorientasi motivasi ke arah sasaran pembelajaran (learning goal) melihat maksud sekolah untuk memperoleh kompetensi dalam kemampuan yang diajarkan dan siswa dengan goal ini kemungkinan akan mengambil mata pelajaran yang sulit dan mencari tantangan.

53 38 2. Performance goal Individu dengan performance goal kuat akan menetapkan tujuan yang kurang menantang dan takut mengalami kegagalan. Menurut Slavin (2009: 119) siswa yang berorientasi ke arah sasaran kinerja (performance goal) berupaya memperoleh penilaian positif atas kompetensi mereka dan menghindari penilai negatif. Menurut Nicholls (1984 dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 184-5) karakteristik goal orientation dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Task-involved goal Merasa sukses ketika mempelajari hal yang disukai, merasa sukses ketika mempelajari hal yang ingin diketahui, merasa sukses ketika mempelajari sesuatu yang memunculkan suatu ide. 2) Ego-involved goal Merasa sukses saat menjadi pintar, lebih mengetahui atau lebih berwawasan luas daripada orang lain, mendapat hasil tes yang tinggi. Berbeda dengan Ames dan Archer (1988 dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 185) menyatakan karakteristik goal orientation sebagai berikut : (1) Mastery goal Mastery goal merupakan suatu orientasi motivasional yang dimiliki individu, yang menekankan diperolehnya pengetahuan dan perbaikan diri. Penguasaan orientasi tujuan didefinisikan sebagai fokus pada pembelajaran, menguasai tugas sesuai dengan standar yang ditetapkan sendiri atau pengembangan diri, mengembangkan keterampilan baru,

54 39 meningkatkan atau mengembangkan kompetensi, mencoba mencapai suatu hal yang menantang, dan mencoba untuk mendapatkan pemahaman atau wawasan. Woolfolk (2009: 201) memaksudkan orientasi ini sebagai intens pribadi untuk memperbaiki kemampuan dan memahami apa yang dipelajari, tanpa memperdulikan buruknya performa yang ditampilkan seorang individu yang memiliki orientasi tujuan penguasaan akan memfokuskan diri pada kegiatan belajar itu sendiri, berusaha menguasai tugas, mengembangkan keterampilan baru, memperbaiki kompetensinya, menyelesaikan tugas yang menantang dan berusaha untuk memperoleh pengalaman terhadap apa yang dipelajari. Menurut Schunk, Pintrich, dan Meece (2008: 185) ciri individu dengan mastery goal yang kuat adalah belajar dengan sungguhsungguh, kesalahan adalah bagian dari belajar. Ormord (2008: 111) memberikan gambaran lebih lengkap mengenai karakteristik siswa dengan mastery goal sebagai berikut : a. Percaya bahwa kompetensi dapat berkembang melalui latihan dan usaha. b. Memilih tugas-tugas yang dapat memaksimalkan kesempatan untuk belajar. c. Bereaksi terhadap tugas yang mudah dengan perasaan yang bosan dan kecewa. d. Memandang usaha sebagai sesuatu yang penting untuk meningkatkan kompetensi.

55 40 e. Lebih termotivasi secara instrinsik untuk mempelajari materi pelajaran. f. Menampilkan perilaku dan belajar yang lebih bersifat self regulated. g. Menggunakan strategi belajar yang mengarah pada pemahaman materi yang sesungguhnya. h. Mengevaluasi kinerja sendiri dalam kerangka kemajuan yang sudah dibuat. i. Memandang kesalahan sebagai sesuatu yang normal dan bagian yang bermanfaat dalam proses belajar, memanfaatkan kesalahan untuk membantu perbaikan kinerja. j. Merasa puas terhadap kinerja jika sudah berusaha keras, meskipun usaha tersebut mengalami kegagalan. k. Menginterpretasikan kegagalan sebagai tanda bahwa diperlukan usaha yang lebih keras. l. Memandang guru sebagai sumber daya dan penuntun untuk membantu individu belajar. (2) Performance goal Performance goal berfokus pada menunjukkan kompetensi atau kemampuan dan bagaimana kemampuan akan dinilai relatif terhadap orang lain, misalnya mencoba untuk melampaui standar kinerja normatif, mencoba untuk menjadi orang terbaik dengan menggunakan standar perbandingan sosial, berjuang untuk menjadi yang terbaik dalam grup atau kelas pada saat mengerjakan tugas, menghindari penilaian kemampuan rendah atau tampak bodoh tentang dirinya, dan mencari regocnition publik

56 41 tingkat kinerja tinggi. Menurut Schunk, Pintrich, dan Meece (2008: 185) individu dengan performance goal yang kuat memiliki karakteristik berusaha untuk mendapatkan peringkat tinggi dan tidak suka membuat kesalahan. Ormord (2008: 111) berpendapat ada beberapa karakteristik performance goal sebagai berikut : a. Percaya bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang bersifat stabil. Ada orang yang memilikinya dan ada yang tidak. b. Memilih tugas yang memaksimalkan kesempatan untuk mendemonstrasikan kompetensi, menghindari tugas dan tindakan (misalnya bertanya) yang membuat terlihat tidak kompeten. c. Bereaksi terhadap tugas yang mudah dengan perasaan bangga. d. Memandang usaha sebagai tanda kompetensi yang rendah, beranggapan bahwa orang yang berkompeten seharusnya tidak perlu berusaha keras. e. Lebih termotivasi secara ekstrinsik, seperti penguat dan hukuman eksternal cenderung menyontek untuk mendapatkan nilai yang tinggi. f. Kurang menampilkan belajar dan perilaku yang self regulated. g. Menggunakan strategi belajar yang hanya bersifat rote learning (misalnya pengulangan, mencontoh, mengingat kata per kata). h. Mengevalusi kinerjanya dalam kerangka perbandingan dengan orang lain. i. Memandang kesalahan sebagai tanda kegagalan dan tidak kompeten. j. Merasa puas dengan kinerja hanya jika berhasil.

57 42 k. Menginterpretasikan kegagalan sebagai tanda rendahnya kemampuan dan karena itu meramalkan kegagalan berulang di waktu yang akan dating. l. Memandang guru sebagai penilai, pemberi hadiah atau hukuman. Kemudian menurut Maehr dan Midgley (1991 dalam Shunck, Pintrich, dan Meece 2008: 185) ada tiga karakteristik goal orientation yaitu : 1 Task-focused Karakteristik siswa dengan task focused suka belajar dari pekerjaan rumahnya bahkan bila dia membuat banyak kesalahan, alasan siswa mengerjakan pekerjaan sekolah karena siswa ingin belajar hal baru, dan alasan terakhir siswa adalah siswa ingin menjadi lebih baik. 2 Performance-approach Siswa dengan performance approach memiliki karakteristik adalah ingin menunjukkan pada guru, bahwa dia lebih pintar dari siswa lain; siswa ingin melakukan hal yang lebih baik daripada siswa lain di kelas; siswa akan merasa sangat baik bila siswa tersebut menjadi satu-satunya siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru di kelas. 3 Performance-avoid Karakteristik siswa dengan performance avoid, di mana siswa sangat penting tidak terlihat bodoh di kelas, alasan siswa mengerjakan tugasnya agar orang lain tidak akan berpikir bahwa siswa itu bodoh, alasan siswa menghindari tugasnya agar siswa tidak terlihat tidak bisa mengerjakannya.

58 43 Berdasarkan beberapa teori tentang karakteristik goal orientation oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik goal orientation terbagi menjadi dua yaitu : mastery/learning/task focused/task involved goals dan performance/ego involved goals. Terdapat perbedaan antara mastery goal dan performance goal. Diterangkan bahwa mastery goal ini lebih memiliki motivasi instrinsik, di mana siswa dengan mastery goal akan cenderung mementingkan bagaimana cara siswa agar dapat memahami materi. Hal ini terjadi sebaliknya pada siswa dengan performance goal, siswa lebih memiliki motivasi ekstrinsik. Siswa cenderung mementingkan mendapatkan nilai baik dan pengakuan secara sosial tentang dirinya yang berkompeten. Cara siswa untuk mendapatkan pengakuan ini terkadang menggunakan usaha yang maladaptif, misalnya menyontek agar mendapat nilai dan dipuji. Berdasarkan pemaparan di atas, menunjukkan bahwa siswa dengan mastery goal lebih baik dibandingkan siswa dengan performance goal. Hal ini sejalan dengan penelitian Mattern (2005: 30) yang menunjukkan bahwa siswa dengan mastery goal orientation memiliki level prestasi belajar yang lebih tinggi dari pada siswa dengan performance goal orientation. Schunk, Pintrich, dan Meece (2008: 287) mengatakan bahwa siswa dengan mastery goal lebih menggunakan strategi pengaturan diri yang seperti perencanaan, kesadaran dan pemonitoran. Berbeda dengan siswa dengan performance goal yang hanya menggunakan strategi yang lebih dangkal seperti penghafalan. Siswa yang cenderung mastery goal akan mencari tantangan, menggunakan strategi pembelajaran efektif yang lebih tinggi, termasuk strategi metakognitif, pelaporan dan sikap terhadap sekolah

59 44 yang lebih positif, dan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi (kepercayaan pada kemampuan diri untuk berhasil dalam situasi tertentu) dibandingkan siswa-siswa yang cenderung performance goal. 2.4 Perbedaan Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang Pendidikan merupakan hal pokok bagi individu, karena dengan adanya pendidikan individu tersebut dapat mengembangkan dirinya. Fakta yang terjadi pendidikan juga menjadi ketakutan bagi peserta didiknya. Hal ini dibuktikan adanya ketidaklulusan siswa, tidak naik kelas karena tidak memenuhi KKM, dan persaingan yang semakin ketat. Siswa SMA masuk dalam kategori masa remaja awal, di mana menurut Mappiare (1982: 25) pada masa ini siswa berusia 13/14 sampai dengan 17 tahun. Di dalam dunia pendidikan, siswa SMA sudah mulai menentukan dan memasuki masa penjurusan. Umumnya jurusan yang terdapat di SMA adalah jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Siswa yang sudah mulai mempersiapkan dan memasuki penjurusan seharusnya dapat mengembangkan ilmu yang sedang dipelajarinya sesuai dengan keinginannya. Selain itu, siswa dituntut dapat mempertanggungjawabkan hal (jurusan) yang dia pilih saat ini. Ormord (2008: 39) menjelaskan pada masa SMA ini terjadi peningkatan perencanaan belajar dan motivasinya. Berdasarkan kenyataan yang ada, tidak semua siswa sesuai dengan harapan. Terdapat beberapa siswa yang sering membolos dengan alasan bosan, tidak mengumpulkan tugas,

60 45 lebih suka membicarakan hal-hal yang tidak termasuk dalam pelajaran, dan lain sebagainya. Self regulated learning adalah proses atau usaha individu yang dilakukan secara sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan. Terdapat beberapa siswa yang tidak memiliki kemampuan self regulated learning sehingga masih ada siswa yang mengalami permasalahan belajar. Kemampuan self regulated learning dalam dunia pendidikan sangat penting karena siswa yang mempunyai self regulated learning yang tinggi akan dengan mudah mencapai prestasi yang optimal. Rencana belajar siswa merupakan salah satu cara yang dibuat untuk mengontrol self regulated learning agar tidak memunculkan perilaku seperti yang dicontohkan sebelumnya dan terdapat pencapaian prestasi yang optimal. Self regulated learning (SRL) selalu mengarah pada beberapa tujuan, yang terangkum dalam beberapa tahap yang mencakup (1) memiliki dan menentukan tujuan belajar, (2) membuat perencanaan dan (3) memilih strategi pencapaian tujuan. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa goal orientation menjadi penunjangnya (Markus dan Wurf, dalam Deasyanti dan Anna 2007: 14). Menurut Schunk, Pintrich dan Meece (2008: 142) siswa dengan tujuan dan efikasi diri dalam mencapai keinginannya cenderung akan terlibat dalam kegiatan yang dia percaya dapat menunjang keinginannya tersebut dengan memperhatikan proses, berlatih mengingat informasi, berusaha dan bertahan. Self regulated learning yang dihasilkan mengacu pada pikiran, perasaan dan tingkah laku yang

61 46 ditujukan untuk pencapaian target dengan melakukan perencanaan terarah (Zimmerman, dalam Schimtz dan Wiese 2006: 66). Kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa goal orientation yang jelas maka akan meningkatkan kemampuan self regulated learning pula, karena komponen dari self regulated learning adalah perencanaan terarah. Perencanaan terarah siswa dalam pembelajaran dapat muncul karena adanya goal orientation siswa, dimana goal orientation akan menjadi pendorong siswa untuk berusaha. Hal ini dapat diperkuat Schunk, Pintrich dan Meece (2008: 174) bahwa ketika individu tidak memiliki komitmen untuk mencapai tujuan maka dia tidak akan bekerja maksimal dan tidak memiliki keinginan untuk berprestasi. Goal orientation terdapat dua karakteristik yang membedakan cara belajar dan performance anak, antara lain: mastery goal dan performance goal. Mastery goal adalah orientasi siswa untuk menguasai materi pelajaran, sedangkan performance goal adalah orientasi siswa untuk mendapatkan hasil yang baik. Perbedaan goal orientation yang siswa miliki dapat menimbulkan usaha yang berbeda pula. Siswa dengan mastery goal berhenti belajar bila merasa menguasai materi pelajaran dengan baik, sedangkan siswa dengan performance goal berhenti belajar bila merasa nilainya sudah baik. Siswa yang cenderung mastery goal akan mencari tantangan, menggunakan strategi pembelajaran efektif yang lebih tinggi, termasuk strategi metakognitif, pelaporan dan sikap terhadap sekolah yang lebih positif, dan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi (kepercayaan pada kemampuan

62 47 diri untuk berhasil dalam situasi tertentu) daripada siswa-siswa yang cenderung performance goal. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan goal orientation siswa dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan siswa. Ames dan Archer (1998, dalam Schunk, 2012: 278) berpendapat bahwa goal orientation menentukan bagaimana siswa belajar dan usaha yang dilakukannya untuk mencapai hasil yang diharapkannya. Usaha-usaha yang dilakukan siswa untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam proses pembelajaran ini salah satunya adalah menunjukkan kemampuan self regulated learning. Mastery goal lebih termotivasi secara instrinsik daripada performance goal. SRL lebih dipengaruhi motivasi secara instrinsik, maka mastery goal lebih berpengaruh dibandingkan performance goal. Perbedaan goal orientation akan berpengaruh positif ataupun negatif untuk meningkatkan self regulated learning. Dapat dikatakan tingkat SRL siswa SMA dengan mastery goal lebih tinggi dibandingkan siswa SMA dengan performance goal.

63 48 Goal Orientation Mastery Goal Performance goal 1. Siswa memilih tugas-tugas yang dapat memaksimalkan pemahaman materi 2. Siswa menganggap usaha sebagai hal yang penting untuk meningkatkan pemahaman atau kompetensi 3. Siswa mementingkan penguasaan materi pelajaran 4. Siswa menganggap kegagalan sebagai tanda diperlukan usaha yang lebih keras 5. Siswa membandingkan kinerja dengan kerangka kemajuan yang sudah dibuat 1. Siswa memilih tugas-tugas yang memaksimalkan kesempatan untuk menunjukkan kompetensinya 2. Siswa menganggap good performance adalah hal yang utama 3. Siswa mementingkan penguatan dari luar 4. Siswa menganggap kegagalan merupakan kinerja yang buruk 5. Siswa membandingkan kinerjanya dengan kinerja orang lain SRL Tinggi SRL Rendah Gambar 2.2 Kerangka Berpikir 2.5 Hipotesis Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu Ada perbedaan self regulated learning antara siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal di SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang. Siswa dengan mastery goal memiliki tingkat self regulated learning dibandingkan siswa dengan performance goal.

64 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif, yakni penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto 2010: 27). Menurut Azwar (2011: 5) penelitian kuantatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika dan dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) serta menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan hipotesis nihil. 3.2 Desain Penelitian Desain penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif komparasi, dengan tujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat melalui pengamatan terhadap konsekuensi yang sudah terjadi dan menengok ulang data penelitian untuk menemukan faktor-faktor penyebab yang mungkin terdapat disana (Azwar 2011: 9). Aswarni (dalam Arikunto 2010: 267) berpendapat bahwa penelitian komparatif merupakan penelitian yang dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu idea atau suatu prosedur kerja. Penelitian komparatif juga membandingkan kesamaan pandangan atau perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau Negara, 49

65 50 terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap suatu ide. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self regulated learning ditinjau dari goal orientation siswa SMA N 1 Mertoyudan Kab. Magelang, maka penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif komparasi. 3.3 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau aspek dari orang maupun objek yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dpelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2009: 38). Variabel menurut Azwar (2011: 59) adalah konsep yang mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif atau secara kualitatif. Arikunto (2010: 118) juga berpendapat bahwa variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam penelitian dan penentuan fungsinya masing-masing (Azwar 2011: 61). Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu : (1) Variabel Bebas Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain (Azwar 2011: 62). Menurut Cozby (2009: 126) variabel yang menjadi sebab disebut dengan variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah goal orientation, di mana goal orientation merupakan variabel diskrit yang membedakan antara mastery goal dan performance goal.

66 51 (2) Variabel Terikat Variabel terikat atau disebut juga variabel tergantung adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Azwar 2011: 62). Cozby (2009: 126) mengatakan bahwa varibel yang merupakan akibat disebut dengan variabel tergantung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah self regulated learning Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional adalah sebuah definisi dari variabel dalam bentuk operasi atau teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur atau memanipulasi (Cozby 2009: 107). Menurut Azwar (2011: 74) definisi operasional sebagai definisi yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bila mana indikator variabel yang bersangkutan tersebut tampak. Berikut adalah definisi operasional dari variabel penelitian : 1) Variabel bebas dalam penelitian ini goal orientation mengacu pada orientasi yang menjadi alasan siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan ketika mencoba berusaha yang mencakup proses dan tindakannya untuk mencapai atau memperoleh tingkat tertentu, dimana klasifikasi skala goal orientation siswa diukur berdasarkan karakteristik goal orientation menurut Ames dan Archer dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. mastery goal (tujuan penguasaan). b. performance goal (tujuan kinerja). 2) Variabel terikat dalam penelitian ini self regulated learning adalah usaha siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan yang dilakukan secara sistematis untuk

67 52 memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan. Dalam penelitian ini, perolehan skor self regulated learning dibuat berdasarkan strategi-strategi untuk melakukan self regulated learning, yaitu : a. fungsi personal (personal function), yang mencakup rehearsing & memorizing dan goal setting & planning. b. fungsi tingkah laku (behavioral function), yang mencakup self-evaluating dan self-consequenting. c. fungsi lingkungan (environment function), yang mencakup keeping records & self monitoring, environmental structuring, dan seeking social assistance Hubungan Antar Variabel Penelitian Hubungan antar dua variabel adalah cara umum di mana nilai-nilai berbeda dari satu variabel diasosiasikan dengan nilai-nilai berbeda dari variabel yang lain (Cozby 2009: 109). Berdasarkan hipotesis penelitian, diasumsikan bahwa variabel goal orientation dapat mempengaruhi variabel self regulated learning. Hubungan antar variabel pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat self regulated learning yang dipengaruhi oleh perbedaan goal orientation individu tersebut. Hubungan antar variabel dapat ditunjukkan dalam bagan sebagai berikut : Variabel bebas Variabel tergantung : goal orientation : self regulated learning

68 53 Goal Orientation SRL Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel 3.4 Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 2010: 173). Definisi lain dari populasi adalah kelompok subjek yang akan diteliti atau dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kab. Magelang tahun ajaran 2012/2013 dari kelas X, XI berjumlah 415 siswa dengan rincian kurang lebih 30 siswa per kelas. Adapun gambaran jumlah 415 siswa yang terbagi menjadi dua karakteristik goal orientation sebagai berikut (1) siswa kelas X 1 terdapat 10 siswa mastery goal, 7 siswa performance goal dan 14 siswa tidak terbedakan, (2) siswa kelas X 3 terdapat 9 siswa mastery goal, 9 siswa performance goal dan 12 siswa tidak terbedakan, (3) Siswa kelas X 4 terdapat 7 siswa mastery goal, 7 siswa performance goal dan 16 siswa tidak terbedakan, (4) Siswa kelas X 5 terdapat 8 siswa mastery goal, 10 siswa performance goal dan 11 siswa tidak terbedakan, (5) Siswa kelas X 6 terdapat 7 siswa mastery goal, 9 siswa performance goal dan 14 siswa tidak terbedakan, (6) Siswa kelas X 7 terdapat 6 siswa mastery goal, 11 siswa performance goal dan 11 siswa tidak terbedakan, (7) Siswa kelas X 8 terdapat 6 siswa mastery goal, 10 siswa performance goal dan 16 siswa tidak terbedakan, (8) Siswa kelas XI IS2 terdapat 9 siswa mastery goal, 9 siswa performance goal dan 12 siswa tidak terbedakan, (9) Siswa kelas XI IS3 terdapat 6 siswa mastery goal, 11

69 54 siswa performance goal dan 10 siswa tidak terbedakan, (10) Siswa kelas XI IS4 terdapat 7 siswa mastery goal, 10 siswa performance goal dan 11 siswa tidak terbedakan, (11) Siswa kelas XI IA1 terdapat 10 siswa mastery goal, 6 siswa performance goal dan 15 siswa tidak terbedakan, (12) Siswa kelas XI IA2 terdapat 8 siswa mastery goal, 8 siswa performance goal dan 14 siswa tidak terbedakan, (13) Siswa kelas XI IA3 terdapat 9 siswa mastery goal, 8 siswa performance goal dan 13 siswa tidak terbedakan, (14) Siswa kelas XI IA4 terdapat 7 siswa mastery goal, 9 siswa performance goal dan 13 siswa tidak terbedakan. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat populasi secara keseluruhan terdiri dari 109 siswa mastery goal, 124 siswa performance goal, dan 182 siswa tidak terbedakan. Data tersebut terangkum pada lampiran halaman 118. Siswa kelas XII tidak digunakan karena sudah mengakhiri masa sekolah tahun ajaran 2012/2013. Karakteristik dari populasi penelitian ini sebagai berikut : 1. siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kab. Magelang Tahun Ajaran 2012/ Siswa yang memiliki mastery goal. 3. Siswa yang memiliki performance goal Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi representasi atau mewakili populasi. Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi (Arikunto 2010: 174). Analisis penelitian didasarkan pada data sampel sedangkan kesimpulannya nanti akan diterapkan pada populasi maka sangatlah penting untuk memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya (Azwar 2011: 79-80).

70 55 Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Probability Sampling berupa Simple Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono, 2010: 120). Berdasarkan hasil penggolongan karakteristik goal orientation diperoleh populasi siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kab. Magelang tahun ajaran 2012/2013 yang memiliki mastery goal berjumlah 109 siswa, sedangkan siswa yang memiliki performance goal berjumlah 124 siswa. Menurut McMillan dan Sally (2011: 177) ukuran sampel penelitian komparasi minimal 30 subjek untuk masing-masing kelompok. Sampel penelitian yang akan diambil untuk masingmasing karakteristik goal orientation sebanyak 64 siswa. Pengambilan sampel dengan cara pengundian. Undian dilakukan pada siswa yang memiliki mastery goal sebanyak 109 siswa dan siswa yang memiliki performance goal sebanyak 124 siswa. Pengambilan undian dilakukan per kelas yang akan diambil 4 s.d. 5 siswa untuk masing-masing karakteristik goal orientation, dengan cara mengambil secara acak melalui nomer absen siswa-siswa per kelas. Siswa yang namanya terpanggil akan menjadi subjek penelitian. 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara pengumpulan data atau disebut dengan instrumen. Menurut Suryabrata (2006: 38) kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya. Bila alat pengambil data cukup reliabel dan valid, maka datanya juga akan cukup reliabel dan valid.

71 56 Pengumpul data dalam penelitian ini adalah menggunakan skala psikologi, karena skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari berbagai bentuk alat pengumpul data lain seperti angket atau yang lainnya, sehingga skala psikologi dapat menggali secara dalam data yang ingin didapat. Menurut Azwar (2011: 3) karakteristik skala psikologi adalah sebagai berikut : 1) Stimulusnya berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dan atribut yang bersangkutan. 2) Skala psikologi selalu berisi banyak item. Jawaban subyek dari satu item baru merupakan bagian dari banyak indikator mengenai atribut yang diukur sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai bila semua item telah direspon. 3) Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah, semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguhsungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula. Skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki empat alternatif jawaban, tanpa menggunakan jawaban netral. Pemilihan empat alternatif jawaban tanpa jawaban netral tersebut berdasarkan pada pertimbangan sebagai berikut (Hadi, 1991: 20) : 1) Kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya), bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu

72 57 2) Adanya pilihan tengah atau netral membuat responden menjadi ragu-ragu 3) Maksud kategorisasi jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju Skala Goal Orientation Skala psikologi goal orientation ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana goal orientation siswa dalam pembelajaran. Skala goal orientation pada penelitian ini dibuat dalam bentuk pernyataan dengan empat alternatif pilihan jawaban, antara lain : STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Aspek-aspek untuk mengungkap goal orientation menggunakan mastery goal dan performance goal. Mastery goal adalah orientasi siswa untuk menguasai materi pelajaran dan performance goal adalah orientasi siswa untuk mendapatkan hasil yang baik. Aitem dari skala goal orientation ini mengadaptasi skala goal orientation yang telah dirumuskan oleh Button, Mathieu, dan Zajac (1996) dan Boyle dan Klimoski (1995, dalam Breland 2001); VandeWalle, Cron, dan Slocum (2000). Aitem-aitem ketiga peneliti tersebut ditunjukkan dengan rincian matriks pada lampiran. Skala goal orientation ini disusun dengan cara membandingkan aítemaitem yang sudah dipaparkan oleh tiga peneliti sebelumnya. Aitem-aitem tersebut digabungkan menjadi satu, dimana aítem yang memiliki maksud sama menjadi satu aítem. Berdasarkan perbandingan kumpulan matriks di atas, maka terdapat 17 aitem untuk skala goal orientation. Aspek mastery goal memiliki 7 aitem dan aspek performance goal memiliki 10 aitem. Perbedaan jumlah aitem pada kedua

73 58 aspek ini didasarkan karena peneliti tidak membedakan aspek performance goal menjadi 2 karakteristik. Tabel 3.1. Blue Print Skala Goal Orientation Aspek Nomor Item Total Mastery Goals 3, 4, 6, 7, 10, 12, 14 7 Performance Goals 1, 2, 5, 8, 9, 11, 13, 15, 16, Total 17 Pengelompokkan antara siswa yang memiliki mastery goal dan siswa yang memiliki performance goal dengan cara membandingkan kriteria kedua kelompok tersebut, di mana kriteria pada masing-masing karakteristik goal orientation siswa dibagi menjadi tiga bagian yaitu tinggi, sedang dan rendah. Adapun perhitungan dan kriteria masing-masing karakteristik goal orientation sebagai berikut : Kelompok Mastery Goal Jumlah aitem : 7 Rentang Maksimum : (jumlah aitem x skor tertinggi) = 7 x 4 = 28 Rentang minimum : (jumlah aitem x skor terendah) = 7 x 1 = 7 Mean teoretis (M) : (skor tertinggi + skor terendah) : 2 : (28 + 7) : 2 = 17,5 Standar Deviasi (Ϭ) : (skor tertinggi - skor terendah) : 6 ) : (28 7) : 6 ) = 3,5 Tabel 3.2 Kriteria Mastery Goal Interval Skor Interval Kriteria (M + 1,0 Ϭ) X 21 X Tinggi (M 1,0 Ϭ ) X < ( M + 1,0 Ϭ ) 14 X < 21 Sedang X < (M 1,0 Ϭ ) X < 14 Rendah

74 59 Kelompok Performance Goal Jumlah aitem : 10 Rentang Maksimum : (jumlah aitem x skor tertinggi) = 10 x 4 = 40 Rentang minimum : (jumlah aitem x skor terendah) = 10 x 1 = 10 Mean teoretis (M) : (skor tertinggi + skor terendah) : 2 : ( ) : 2 = 25 Standar Deviasi (Ϭ) : (skor tertinggi - skor terendah) : 6 ) : (40 10) : 6 ) = 5 Tabel 3.3 Kriteria Performance Goal Interval Skor Interval Kriteria (M + 1,0 Ϭ) X 30 X Tinggi (M 1,0 Ϭ ) X < ( M + 1,0 Ϭ ) 20 X < 30 Sedang X < (M 1,0 Ϭ ) X < 20 Rendah Sesuai dengan kriteria di atas, siswa yang termasuk mastery goal tinggi memiliki skor 21 X, siswa dengan mastery goal sedang memiliki skor 14 X < 21 dan siswa dengan mastery goal rendah X < 14. Siswa yang termasuk performance goal tinggi memiliki skor 30 X, siswa dengan performance goal sedang memiliki 20 X < 30 dan siswa dengan performance goal rendah memiliki skor X < 20. Setelah mengklasifikasikan siswa sesuai dengan kriterianya pada kedua karakteristik goal orientation tersebut, dalam diambil kriteria keputusan sebagai berikut : 1. Siswa dikatakan kelompok mastery goal, apabila kriteria mastery goal lebih dominan atau lebih tinggi daripada kriteria performance goal 2. Siswa dikatakan kelompok performance goal, apabila kriteria performance goal lebih dominan atau lebih tinggi daripada kriteria mastery goal

75 60 3. Siswa dikatakan tidak terbedakan atau tidak termasuk ke dalam kelompok mastery goal maupun performance goal, apabila kriteria kedua kelompok memiliki hasil yang sama Skala Self Regulated Learning Skala psikologi self regulated learning dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap seberapa tinggi usaha siswa yang dilakukan secara sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan. Dalam skala psikologi ini menggunakan empat alternatif jawaban, antara lain : STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Sedangkan jenis pertanyaan atau pernyataan terdiri dari dua jenis antara lain: favorable dan unfavorable. Skor aitem yang digunakan adalah 1, 2, 3, 4. Pemberian skor untuk pertanyaan favorable, untuk jawaban STS diberi skor 1, jawaban TS diberi skor 2, jawaban S diberi skor 3, dan jawaban SS diberi skor 4. Begitu juga sebaliknya untuk pertanyaan unfavorable jawaban STS diberi skor 4, jawaban TS diberi skor 3, jawaban S diberi skor 2, dan jawaban SS diberi skor 1. Aspek-aspek yang digunakan dalam skala self regulated learning siswa adalah (1) personal function, (2) behavior function, (3) environmental function yang diturunkan menjadi beberapa indikator rehearsing & memorizing (siswa berusaha untuk berlatih dan menghapalkan), goal setting & planning (penetapan tujuan belajar serta merencanakan urutan, waktu, dan penyelesaian aktivitasaktivitas yang berhubungan dengan tujuan), self-evaluating (siswa melakukan evaluasi terhadap kualitas atau kemajuan dari pekerjaanya), self-consequenting (siswa membayangkan reward dan punishment yang didapat jika memperoleh

76 61 kesuksesan atau kegagalan), seeking information (siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumber-sumber nonsosial), keeping records & selfmonitoring (siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar), environmental structuring (siswa berusaha untuk memilih atau mengatur lingkungan fisik sehingga proses belajar menjadi lebih mudah), dan seeking social assistance (siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu). Tabel 3.4 Blue Print Skala Self Regulated Learning Aspek Personal Function Behavior Function Environmental Function Indikator Nomor Item F UF Total Rehearsing & memorizing 1,10,14,25 2,11,19,47 8 Goal setting & planning 5,20,32,29 6,15,55,63 8 Self-evaluating 8,34,40,48 4,18,33,36 8 Self-consequenting 17,43,51,56 9,16,41,61 8 Seeking information 12,23,37,45 13,24,44,57 8 Keeping records & selfmonitoring 39,53,58,60 21,26,38,62 8 Environmental structuring 3,7,27,35 28,49,54,59 8 Seeking social assitance 22,31,42,64 30,46,50,52 8 Total Validitas dan Reliabilitas Validitas Intrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan skala psikologi untuk mengukur goal orientation dan self regulated learning siswa SMA. Penelitian ini menggunakan skala dengan jumlah 81 aitem. Dua skala psikologi ini dalam pelaksanaannya telah mengalami beberapa pengembangan. Skala awal diujicobakan pada kelompok kecil subjek, yaitu 4 orang subjek yang kemudian peneliti mencoba

77 62 melihat apakah aitem-aitem dalam skala terdapat kesulitan dalam penggunaan kata-kata, bahasa atau pilihan jawaban yang kurang tepat. Berdasarkan uji coba kualitatif yang dilakukan peneliti, untuk skala goal orientation menurut 4 orang siswa tidak terdapat kata atau kalimat yang sulit dimengerti. Hasil uji coba kualitatif skala self regulated learning terdapat beberapa kata dan kalimat yang kurang tepat, seperti : Tabel 3.5 Perbaikan Item Uji Coba Kualitatif No Item Lama Item Baru 1 Saya menempatkan buku-buku pelajaran di rak agar mudah menemukannya menggunakannya 2 Setelah mendapat tugas dari guru, saya langsung mengerjakannya sesampainya di rumah 3 Jika saya kesulitan mengerjakan tugas dirumah, saya meminta bantuan kakak atau saudara yang mengerti 4 Saya menggunakan media internet untuk jejaring sosial atau game saja 5 Saya membandingkan nilai-nilai ujian dan tugas dengan target nilai yang sudah saya buat Saya menata kembali buku-buku pelajaran, setelah selesai Apabila mendapatkan tugas dari guru, saya langsung mengerjakannya pada hari itu juga Jika saya kesulitan mengerjakan tugas di rumah, saya meminta bantuan anggota keluarga yang mengerti Saya lebih suka menggunakan media internet untuk jejaring sosial tau game daripada mencari bahan untuk materi mata pelajaran Saya membandingkan nilai-nilai ujian dengan target nilai yang sudah dibuat sendiri Skala kemudian direvisi kembali dengan tepat mempertahankan format 81 aitem dengan perubahan pada aitem-aitem yang dianggap kurang tepat. Skala tersebut disusun dalam bentuk booklet dan diujicobakan kepada 56 orang siswa. Pelaksanaan uji coba skala pada hari kamis 30 Mei 2013 dimaksudkan untuk mengujicobakan skala goal orientation dan skala self regulated learning yang disebarkan langsung kepada subjek penelitian yang sebenarnya. Dalam penelitian

78 63 ini dilakukan uji coba murni yaitu mengujicobakan alat ukur terlebih dahulu kepada uji coba yang mempunyai karakteristik sama dengan subjek penelitian. Analisis validitas data uji coba goal orientation dan skala self regulated learning menggunakan teknik uji coba Product Moment dari Pearson, sedangkan analisis reliabilitasnya menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS Versi 17.0 For Windows. Hasil uji coba yang menggunakan SPSS Versi 17.0 For Windows adalah sebagai berikut : 1. Skala Goal Orientation Berdasarkan hasil uji coba, diperoleh hasil bahwa skala goal orientation berjumlah 17 aitem yang terdiri dari 10 aitem performance goals dan 7 aitem mastery goals dinyatakan valid. Aitem dinyatakan valid apabila signifikansi aitem tersebut lebih besar dari p> 0,01 atau p> 0,05. Sebaliknya, apabila signifikansi aitem lebih kecil dari p < 0,01 atau p < 0,05 maka aitem dinyatakan tidak valid. 2. Skala Self Regulated Learning Berdasarkan hasil uji coba, diperoleh hasil bahwa skala self regulated learning yang terdiri dari 64 item terdapat 51 aitem yang valid dan 13 aitem yang tidak valid. Aitem dinyatakan valid apabila signifikansi aitem tersebut lebih besar dari p>0,01 atau p>0,05. Sebaliknya, apabila signifikansi aitem lebih kecil dari p<0,01 atau p<0,05 maka aitem dinyatakan tidak valid. Aitem yang tidak valid terdapat pada nomor 7, 8, 9, 10, 15, 18, 22, 28, 32, 34, 43, 55, dan 61. Aitem yang valid kemudian disusun kembali dan digunakan sebagai alat pengambilan data pada penelitian yang sebenarnya, sedangkan aitem yang

79 64 dinyatakan tidak valid tersebut dibuang, sehingga pada skala self regulated learning yang baru terdapat 51 aitem pernyataan. Aitem-aitem yang gugur dan yang memenuhi syarat selengkapnya dapat dilihat pada hasil uji coba dalam tabel 3.6. Tabel 3.6 Sebaran item Uji Coba Skala Self Regulated Learning Setelah Uji Coba Aspek Personal Function Behavior Function Environmental Function Indikator Nomor Item F UF Total Rehearsing & memorizing 1,10*,14,25 2,11,19,47 8 Goal setting & planning 5,20,32*,29 6,15*,55*,63 8 Self-evaluating 8*,34*,40,48 4,18*,33,36 8 Self-consequenting 17,43*,51,56 9*,16,41,61* 8 Seeking information 12,23,37,45 13,24,44,57 8 Keeping records & selfmonitoring 39,53,58,60 21,26,38,62 8 Environmental structuring 3,7*,27,35 28*,49,54,59 8 Seeking social assitance 22*,31,42,64 30,46,50,52 8 Total Tanda (*) : Nomor item yang tidak valid Penyebaran butir-butir item penelitian variabel self regulated learning dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.7 Sebaran Item Penelitian Self Regulated Learning Aspek Personal Function Behavior Function Environmental Function Indikator Nomor Item F UF Total Rehearsing & memorizing 1,14,25 2,11,19,47 7 Goal setting & planning 5,20,29 6,10 5 Self-evaluating 40,48 4,33,36 5 Self-consequenting 17,32,51 16,41 5 Seeking information 12,23,37,45 13,24,44,57 8 Keeping records & selfmonitoring 39,53,58,60 21,26,38,62 8 Environmental structuring 3,27,35 7,28,49 6 Seeking social assitance 31,34,42 22,30,46,50 7 Total

80 Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto 2010: 168). Suatu instrumen yang sahih mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang sahih berarti memiliki validitas yang rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Validitas skala goal orientation dan skala self regulated learning siswa dalam penelitian ini diukur menggunakan pendekatan validitas konstrak karena mengukur sejauh mana skala goal orientation dan skala self regulated learning siswa mengungkapkan konsep teoritik yang ingin diukur. Liftiah (2013: 104) menyatakan bahwa validitas konstrak ini mempersoalkan sejauh mana skor-skor hasil pengukuran dengan instrumen yang dipersoalkan itu merefleksikan konstruksi teoritis yang mendasari penyusunan alat ukur tersebut. Validitas konstrak tersebut akan dianalisis secara statistika. Adapun cara pengukuran validitas tersebut adalah dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari pearson, karena aitem yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan korelasi antara skor aitem dan skor total aitem Reliabilitas Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto 2010: 178). Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarah responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.

81 66 Apabila datanya memang sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali pun diambil tetap saja hasilnya akan sama. Reliabilitas skala goal orientation dan skala self regulated learning siswa dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas internal karena hanya melakukan perhitungan berdasarkan data dari instrumen saja. Menurut Azwar (2010: 63-64) pendekatan reliabilitas konsistensi internal bertujuan untuk melihat konsistensi antaraitem atau antarbagian dalam tes itu sendiri. Uji tingkat reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach, karena dalam pengambilan data menggunakan skala bertingkat sehingga skornya 1, 2, 3, dan 4. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas dengan rentang angka 0 sampai 1,00. Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti alat ukur yang digunakan memiliki reliabilitas yang tinggi, dan sebaliknya angka yang mendekati 0 berarti memiiki reliabilitas alat ukur yang rendah. Berdasarkan hasil pengujian melalui SPSS Versi 17.0 For Windows diperoleh hasil untuk reliabilitas skala goal orientation kelompok mastery goal sebesar 0,780, sedangkan skala goal orientation kelompok performance goal sebesar 0,752. Berdasarkan hasil tersebut, maka skala goal orientation secara keseluruhan dinyatakan reliabel. Tabel 3.8 Reliability Statistic Skala Goal Orientation kelompok Mastery goal Cronbach's Alpha N of Items.780 7

82 67 Tabel 3.9 Reliability Statistc Skala Goal Orientation Kelompok Performance Goal Cronbach's Alpha N of Items Hasil uji reliabilitas pada skala self regulated learning diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,939. Berdasarkan hasil tersebut, maka skala self regulated learning reliabel. Tabel 3.10 Reliability Statistic Skala Self Regulated Learning Cronbach's Alpha N of Items Pelaksanaan Uji Coba Pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 29 Mei 2013 diberikan kepada 56 siswa, yaitu siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan kelas X 2 dan kelas XI IS1. Pemilihan subjek ini didasarkan pada kesamaan karakteristik populasi sebenarnya. Pelaksanaan uji coba ini menggunakan instrumen penelitian dengan jumlah total 81 aitem. Instrumen tersebut diisi dan dikembalikan saat itu juga, kemudian diolah untuk mengetahui aitem yang valid. Instrumen awal diujicobakan pada kelompok subjek yang kemudian peneliti mencoba melihat adanya kesulitan dalam penggunaan kata-kata dan bahasa yang kurang tepat dalam instrumen penelitian. Setelah aitem diperbaiki kemudian dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan data penelitian.

83 Metode Analisis Data Metode análisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua. Metode análisis data yang pertama adalah análisis deskriptif variabel self regulated learning secara umum dan secara spesifik. Perhitungan análisis deskriptif penelitian ini menggunakan kriteria sebagai berikut : Tabel 3.11 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Hipotetik Keterangan : Interval Skor Kriteria (M + 1,0 Ϭ) X Tinggi (M 1,0 Ϭ ) X < ( M + 1,0 Ϭ ) Sedang X < (M 1,0 Ϭ ) Rendah M Ϭ : mean teoritis : mean deviasi Metode analisis data selanjutnya digunakan untuk mencari perbedaan tingkat self regulated learning ditinjau dari goal orientation siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kab. Magelang yang menggunakan uji coba t (t-test). Perhitungan uji hipotesis dengan teknik komparasi dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS versi 17 for Windows. Umumnya teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Setelah data dalam penelitian terkumpul, untuk membuktikan hipotesisnya maka dapat digunakan rumus t-test sebagai berikut: keterangan : t = M M SD M X M Y = Rerata dari sampel siswa yang memiliki mastery goal = Rerata dari sampel siswa yang memiliki performance goal

84 69 SD bm = Standar kesalahan perbedaan mean sampel siswa yang memiliki mastery goal dan sampel siswa yang memiliki performance goal. Terdapat asumsi dari teknik analisis statistik t-test adalah sebagai berikut : 1. Varian antar dua kelompok adalah homogen 2. Distribusi dari dua kelompok adalah normal Pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik t-test beda kelompok yaitu perbedaan self regulated learning antara siswa yang memiliki mastery goal dan siswa yang memiliki performance goal. Dikatakan beda kelompok karena digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua sampel yang berbeda (tidak berhubungan). Teknik ini digunakan untuk menguji pengaruh suatu variabel independen terhadap variabel dependennya.

85 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian Orientasi Kancah Penelitian Orientasi kancah merupakan salah satu langkah awal sebelum penelitian dilaksanakan. Peneliti perlu memahami kancah atau tempat penelitian. Orientasi kancah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian karakteristik subjek penelitian dengan lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang, beralamatkan Jl. Pramuka 49 Mertoyudan Kabupaten Magelang. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 415 siswa terdiri dari kelas X dan XI yang diambil sampel sebanyak 109 siswa untuk kelompok mastery goal dan sampel sebanyak 124 siswa untuk kelompok performance goal. Peneliti memilih lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang untuk penelitian tentang Perbedaan Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan. Terdapat beberapa fakta bahwa sebagian siswa yang masih memiliki nilai yang belum tuntas, mencontek pada saat ulangan dan pekerjaan rumah teman, kurang memanfaatkan fasilitas perpustakaan atau hanya memanfaatkan fasilitas perpustakaan hanya pada saat diminta guru, terlambat mengumpulkan tugas, sebagian besar siswa suka berbicara atau melakukan 70

86 71 kegiatan lain pada waktu diterangkan oleh guru, lebih suka membicarakan hal-hal yang tidak masuk dalam pelajaran. Fakta-fakta yang terjadi pada siswa tersebut menggambarkan memang terdapat masalah yang sesuai dengan topik penelitian dan memenuhi syarat tercapainya tujuan penelitian Penentuan Subjek Penelitian Subjek dari penelitian adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang tahun ajaran 2012/2013, namun yang menjadi subjek penelitian hanya kelas X dan XI karena siswa kelas XII sudah dinyatakan lulus. Peneliti menetapkan jumlah sampel penelitian untuk kelompok siswa yang memiliki mastery goal sebanyak 64 siswa dari total 109 siswa dan untuk kelompok siswa yang memiliki performance goal sebanyak 64 siswa dari total 124 siswa. Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 128 siswa. Pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu, hal ini dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen. Pengambilan sampel dengan cara pengundian. Undian dilakukan pada siswa yang memiliki mastery goal sebanyak 109 siswa dan siswa yang memiliki performance goal sebanyak 124 siswa. Pengambilan undian dilakukan per kelas yang akan diambil 4 s.d. 5 siswa untuk masing-masing karakteristik goal orientation, dengan cara mengambil secara acak melalui nomer absen siswa-siswa per kelas. Siswa yang namanya terpanggil akan menjadi subjek penelitian.

87 Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan pada hari Sabtu sampai dengan Selasa, Juni Pengumpulan data menggunakan skala goal orientation yang diberikan kepada 415 siswa dan skala self regulated learning yang diberikan kepada 128 siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang tahun ajaran 2012/2013. Skala goal orientation dan skala self regulated learning memiliki empat pilihan jawaban, yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai, sesuai dan sangat sesuai. Setelah melalui pertimbangan, item-item yang tidak valid dibuang. Hal ini dikarenakan setiap aspek masih terwakili oleh item-item yang valid. Item-item yang valid disusun kembali untuk keperluan penelitian dan analisis hasil penelitian kepada subjek penelitian yang sebenarnya, dengan demikian ditetapkan skala goal orientation berjumlah 17 item dan skala self regulated learning berjumlah 51 item dengan total item untuk penelitian sebanyak 68 item Pelaksanaan Skoring Langkah selanjutnya setelah pengumpulan data selesai dilakukan adalah melakukan skoring pada skala goal orientation dan skala self regulated learning berdasarkan jawaban yang diberikan oleh subjek penelitian. Rentang skor skala goal orientation dan self regulated learning berkisar satu sampai empat. Skoring berdasarkan jawaban subjek penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi data yang kemudian dilakukan pengolahan data, yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis

88 Analisis Deskripsi Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparasi. Cara menganalisis hasil penelitian, peneliti menggunakan angka yang dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode statistik. Metode statistik digunakan untuk menghitung besarnya Mean Hipotetik (Mean Teoritik), dan Standard Deviasi (σ) dengan mendasarkan pada jumlah aitem, dan skor maksimal serta skor minimal pada masing-masing alternatif jawaban. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kategorisasi model distribusi normal (Azwar, 2010 : 108-9). Penggolongan subjek ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah Gambaran Umum Self Regulated Learning pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang Ditinjau dari Goal Orientation Self regulated learning adalah usaha yang dilakukan secara sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan. Gambaran self regulated learning pada siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang memiliki mastery goal dan siswa yang memiliki performance goal dapat ditinjau secara umum maupun khusus (ditinjau berdasarkan indikator). Data self regulated learning dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala self regulated learning dengan jumlah aitem sebanyak 51 butir, skor tertinggi 4 dan skor rendah 1 pada masing-masing aitem. Rentang minimumnya adalah 51 dan maksimumnya adalah 204 dengan mean teoretis 127,5 dan standar deviasi 25,5. Berikut perhitungannya :

89 74 Jumlah aitem : 51 Rentang maksimum : (jumlah item x skor tertinggi) = 51 x 4 = 204 Rentang minimum : (jumlah item x skor terendah) = 51 x 1 = 51 Mean Teoretis (M) : (skor tertinggi + skor terendah) : 2 : ( ): 2 = 127,5 Standar Deviasi (Ϭ) : (skor tertinggi - skor terendah) : 6 ) : (204 51) : 6 ) = 25,5 Tabel 4.1. Kriteria Self Regulated Learning Interval Skor Interval Kriteria (M + 1,0 Ϭ) X 153 X Tinggi (M 1,0 Ϭ ) X < ( M + 1,0 Ϭ ) 102 X < 153 Sedang X < (M 1,0 Ϭ ) X < 102 Rendah Sesuai dengan kriteria self regulated learning di atas, maka siswa yang memiliki skor 153 X berarti memiliki tingkat self regulated learning tinggi, skor 102 X < 153 memiliki tingkat self regulated learning sedang dan skor X < 102 memiliki tingkat self regulated learning rendah. Tabel 4.2. Gambaran Self Regulated Learning Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % Tinggi 23 35,94% 5 7,81% Sedang 41 64,06% 59 92,19% Rendah TOTAL % % Berdasarkan kriteria pada tabel 4.2, maka dapat disimpulkan bahwa siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal memiliki tingkat self regulated learning lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang termasuk kelompok performance goal, walaupun keduanya

90 75 rata-rata berada pada skor tingkat self regulated learning sedang dan tidak memiliki skor tingkat self regulated learning rendah. Siswa yang termasuk kelompok mastery goal memiliki tingkat self regulated learning tinggi dengan jumlah 23 siswa (35,94%) dan siswa yang memiliki tingkat self regulated learning sedang dengan jumlah 41 siswa (64,06%), sedangkan siswa yang termasuk kelompok performance goal memiliki tingkat self regulated learning tinggi dengan jumlah 5 siswa (7,81%) dan siswa yang memiliki tingkat self regulated learning sedang berjumlah 59 siswa (92,19%). Data tersebut dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut : Self Regulated Learning 92.19% % % 7.81% 40 0% % Tinggi Mastery Goal Sedang Rendah Performance Goal Gambar 4.1 Gambaran Umum Self Regulated Learning pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Magelang

91 Gambaran Self Regulated Learning pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang Berdasarkan Tiap Indikator Ditinjau dari Goal Orientation Self regulated learning terdiri dari delapan indikator, yaitu rehearsing and memorizing, goal setting and planning, self evaluating, self consequenting, seeking information, keeping records and self monitoring, environmental structuring dan seeking social assistance. Berikut ini merupakan deskripsi self regulated learning berdasarkan masing-masing indikator Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Rehearsing and Memorizing Ditinjau Dari Goal Orientation Rehearsing and memorizing merupakan salah satu strategi dalam self regulated learning, dimana siswa menelaah kembali materi-materi pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran. Guna melihat gambaran self regulated learning siswa berdasarkan indikator rehearsing and memorizing dapat dilihat dari aitem sebanyak 7 butir. Gambaran rehearsing and memorizing siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.3 Gambaran Rehearsing and Memorizing Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 21 X Tinggi 31 48,44% 13 20,31% 14 X < 21 Sedang 33 51,56% 46 71,98% X < 14 Rendah - 0% 5 7,81% TOTAL % % Berdasarkan kriteria pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rehearsing and memorizing siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten

92 77 Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 31 siswa (48,44%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 33 siswa (51,56%) dan tidak terdapat siswa yang berada dalam kriteria rendah. Kemudian siswa yang termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 13 siswa (20,31%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 46 siswa (71,98%) dan berada dalam kriteria rendah 5 siswa (7,81%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa usaha siswa menelaah kembali materi-materi pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran antara siswa dengan mastery goal dengan performance goal sama-sama dominan dalam kriteria sedang yaitu 51,56% untuk siswa dengan mastery goal dan 71,98% untuk siswa dengan performance goal. Mean empirik self regulated learning berdasarkan rehearsing and memorizing untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 20,42, sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 17,48. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator rehearsing and memorizing dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Deskriptif Statistik Rehearsing and Memorizing Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Mastery Goal Performance Goal Valid N (listwise) 64

93 Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Goal Setting and Planning Ditinjau Dari Goal Orientation Strategi lain yang ada dalam self regulated learning yaitu goal setting and planning, dimana siswa berusaha untuk berlatih dan menghapalkan materi. Guna melihat gambaran self regulated learning siswa berdasarkan indikator goal setting and planning dapat dilihat dari aitem sebanyak 5 butir. Gambaran goal setting and planning siswa dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Gambaran Goal Setting and Planning Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 15 X Tinggi 35 54,69% 13 20,31% 10 X < 15 Sedang 29 45,31% 49 76,56% X < 10 Rendah - 0% 2 3,13% TOTAL % % Berdasarkan kriteria pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa goal setting and planning siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 35 siswa (54,69%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 29 siswa (45,31%) dan tidak terdapat siswa yang berada dalam kriteria rendah. Kemudian siswa yang termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 13 siswa (20,31%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 49 siswa (76,56%) dan berada dalam kriteria rendah 2 siswa (3,13%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa usaha siswa yang memiliki mastery goal untuk berlatih dan menghapalkan materi berada pada kriteria tinggi dengan prosentase sebanyak 54,69%, sedangkan siswa yang

94 79 memiliki performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase sebanyak 76,56%. Mean empirik self regulated learning berdasarkan goal setting and planning untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 14,41, sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 12,97. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator goal setting and planning dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Deskriptif Statistik Goal Setting and Planning Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Master Goal Performance Goal Valid N (listwise) Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Self Evaluating Ditinjau Dari Goal Orientation Strategi self regulated learning selanjutnya yaitu self evaluating, dimana siswa melakukan evaluasi terhadap kualitas atau kemajuan dari pekerjaanya. Guna melihat gambaran self regulated learning siswa berdasarkan indikator self evaluating dapat dilihat dari aitem sebanyak 5 butir. Gambaran self evaluating siswa dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Gambaran Self Evaluating Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 15 X Tinggi 33 51,56% 7 10,94% 10 X < 15 Sedang 31 48,44% 53 82,81% X < 10 Rendah - 0% 4 6,25% TOTAL % %

95 80 Berdasarkan kriteria pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self evaluating siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 33 siswa (51,56%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 31 siswa (48,44%) dan tidak terdapat siswa yang berada dalam kriteria rendah. Kemudian siswa yang termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 7 siswa (10,94%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 53 siswa (82,81%) dan berada dalam kriteria rendah 4 siswa (6,25%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa usaha siswa yang memiliki mastery goal untuk melakukan evaluasi terhadap kualitas atau kemajuan dari pekerjaanya berada pada kriteria tinggi dengan prosentase sebanyak 51,56%, sedangkan siswa yang memiliki performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase sebanyak 82,81%. Mean empirik self regulated learning berdasarkan self evaluating untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 14,50, sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 12,27. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator self evaluating dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Deskriptif Statistik Self Evaluating Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Master Goal Performance Goal Valid N (listwise) 64

96 Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Self Consequenting Ditinjau Dari Goal Orientation Strategi self regulated learning yang lain yaitu self consequenting, dimana Siswa membayangkan reward atau punishment yang didapat jika memperoleh kesuksesan atau kegagalan. Guna melihat gambaran self regulated learning berdasarkan indikator self consequenting dapat dilihat dari aitem sebanyak 5 butir. Gambaran self consequenting siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.9. Gambaran Self Consequenting Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 15 X Tinggi 25 39,06% 17 26,56% 10 X < 15 Sedang 38 59,38% 42 65,63% X < 10 Rendah 1 1,56% 5 7,81% TOTAL % % Berdasarkan kriteria pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self consequenting siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 25 siswa (39,06%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 38 siswa (59,38%) dan berada dalam kriteria rendah berjumlah 1 siswa (1,56%). Kemudian siswa yang termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 17 siswa (26,56%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 42 siswa (65,63%) dan berada dalam kriteria rendah 5 siswa (7,81%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa tindakan siswa dalam mengambil keputusan tentang hasil yang diperolehnya antara siswa dengan mastery goal dengan performance goal sama-sama berada dalam kriteria sedang

97 82 yaitu 59,38% untuk siswa dengan mastery goal dan 65,63% untuk siswa dengan performance goal. Mean empirik self regulated learning berdasarkan self consequenting untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 13,94, sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 12,66. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator self consequenting dapat dilihat pada tabel Tabel Deskriptif Statistik Self Consequenting Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Master Goal Performance Goal Valid N (listwise) Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Seeking Information Ditinjau Dari Goal Orientation Strategi self regulated learning selanjutnya yaitu seeking information, dimana siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumbersumber nonsosial. Guna melihat gambaran self regulated learning berdasarkan indikator seeking information dapat dilihat dari aitem sebanyak 8 butir. Gambaran seeking information siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel Gambaran Seeking Information Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 24 X Tinggi 33 51,56% 12 18,75% 16 X < 24 Sedang 30 46,88% 50 78,12% X < 16 Rendah 1 1,56% 2 3,13% TOTAL % %

98 83 Berdasarkan kriteria pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seeking information siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 33 siswa (51,56%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 30 siswa (46,88%) dan berada dalam kriteria rendah berjumlah 1 siswa (1,56%). Kemudian siswa yang termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 12 siswa (18,75%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 50 siswa (78,12%) dan berada dalam kriteria rendah 2 siswa (3,13%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa usaha siswa yang memiliki mastery goal untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumbersumber nonsosial berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 51,56%, sedangkan siswa yang memiliki performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 78,12%. Mean empirik self regulated learning berdasarkan seeking information untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 23,41 sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 20,55. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator seeking information dapat dilihat pada tabel Tabel Deskriptif Statistik Seeking Information Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Master Goal Performance Goal Valid N (listwise) 64

99 Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Keeping Records and Monitoring Ditinjau Dari Goal Orientation Keeping records and self monitoring ini termasuk dalam strategi self regulated learning, dimana siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar. Guna melihat gambaran self regulated learning siswa berdasarkan indikator keeping records and self monitoring dapat dilihat dari aitem sebanyak 8 butir. Gambaran keeping records and self monitoring siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel Gambaran Keeping Records and Self Monitoring Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 24 X Tinggi 36 56,25% 10 15,62% 16 X < 24 Sedang 28 43,75% 51 79,69% X < 16 Rendah - 0% 3 4,69% TOTAL % % Berdasarkan kriteria pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keeping records and self monitoring siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 36 siswa (56,25%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 28 siswa (43,75%) dan tidak terdapat siswa yang berada dalam kriteria rendah. Kemudian siswa yang termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 10 siswa (15,62%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 51 siswa (79,69%) dan berada dalam kriteria rendah 3 siswa (4,69%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa usaha siswa yang memiliki mastery goal untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh

100 85 dalam proses belajar berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 56,25%, sedangkan siswa yang memiliki performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 79,69%. Mean empirik self regulated learning berdasarkan keeping records and self monitoring untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 23,41 sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 20,55. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator keeping records and self monitoring dapat dilihat pada tabel Tabel Deskriptif Statistik Keeping Record and Self Monitoring Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Master Goal Performance Goal Valid N (listwise) Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Environmental Structuring Ditinjau Dari Goal Orientation Enviromental Structuring merupakan strategi selanjutnya dalam self regulated learning, dimana siswa berusaha untuk memilih atau mengatur lingkungan fisik sehingga proses belajar menjadi lebih mudah. Guna melihat gambaran self regulated learning berdasarkan indikator environmental structuring dapat dilihat dari aitem sebanyak 6 butir. Gambaran environmental structuring siswa dapat dilihat pada tabel berikut :

101 86 Tabel Gambaran Environmental Structuring Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 18 X Tinggi 45 70,31% 16 25% 12 X < 18 Sedang 19 29,69% 47 73,44% X < 12 Rendah - 0% 1 1,56% TOTAL % % Berdasarkan kriteria pada tabel di atas menunjukkan bahwa environmental structuring siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 45 siswa (70,31%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 19 siswa (29,69%) dan tidak terdapat siswa yang berada dalam kriteria rendah. Kemudian siswa yang termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 16 siswa (25%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 47 siswa (73,44%) dan berada dalam kriteria rendah 1 siswa (1,56%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa usaha siswa yang memiliki mastery goal untuk memilih atau mengatur lingkungan fisik sehingga proses belajar menjadi lebih mudah berada pada kriteria tinggi sebesar 70,31%, sedangkan siswa dengan performance goal berada pada kriteria sedang sebesar 73,44%. Mean empirik self regulated learning berdasarkan environmental structuring untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 18,77 sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 15,86. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator environmental structuring dapat dilihat pada tabel 4.16.

102 87 Tabel Deskriptif Statistik Environmental Structuring Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Master Goal Performance Goal Valid N (listwise) Gambaran Spesifik Self Regulated Learning Berdasarkan Seeking Social Assistance Ditinjau Dari Goal Orientation Seeking social assistance merupakan strategi self regulated learning yang lainnya, dimana siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu. Guna melihat gambaran self regulated learning berdasarkan indikator seeking social assistance dapat dilihat dari aitem sebanyak 7 butir. Gambaran seeking social assistance siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel Gambaran Seeking Social Asisstance Interval Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % 21 X Tinggi 34 53,12% 9 14,06% 14 X < 21 Sedang 30 46,88% 51 79,69% X < 14 Rendah - 0% 4 6,25% TOTAL % % Berdasarkan kriteria pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seeking social asisstance siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang termasuk kelompok mastery goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 34 siswa (53,12%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 30 siswa (46,88%) dan tidak terdapat siswa yang berada pada kriteria rendah. Kemudian siswa yang

103 88 termasuk kelompok performance goal berada dalam kriteria tinggi berjumlah 9 siswa (14,06%), berada dalam kriteria sedang berjumlah 51 siswa (79,69%) dan berada dalam kriteria rendah 4 siswa (6,25%). Kesimpulan dari hasil di atas menunjukkan bahwa usaha siswa yang memiliki mastery goal untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 53,12%, sedangkan siswa yang memiliki performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 79,69%. Mean empirik self regulated learning berdasarkan seeking social assistance untuk siswa yang memiliki mastery goal sebesar 20,94 sedangkan siswa yang memiliki performance goal sebesar 17,69. Hasil tersebut diperoleh dari uji statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS versi Deskriptif statistik untuk indikator seeking social assistance dapat dilihat pada tabel Tabel Deskriptif Statistik Seeking Social Assistance Descriptive Statistics N Range Mean Std. Deviation Variance Mastery Goal Performance Goal Valid N (listwise) 64 Adapun ringkasan hasil analisis deskriptif variabel self regulated learning ditinjau dari goal orientation dapat dilihat pada tabel 4.19.

104 89 Tabel 4.19 Rangkuman Penjelasan Deskriptif Self Regulated Learning Ditinjau Indikator Rehearsing and Memorizing Goal Setting and Planning dari Goal Orientation Kriteria Mastery Goal Performance Goal F % F % Tinggi 31 48,44% 13 20,31% Sedang 33 51,56% 46 71,98% Rendah - 0% 5 7,81% Tinggi 35 54,69% 13 20,31% Sedang 29 45,31% 49 76,56% Rendah - 0% 2 3,13% Self Evaluating Tinggi 33 51,56% 7 10,94% Sedang 31 48,44% 53 82,81% Rendah - 0% 4 6,25% Self Consequenting Tinggi 25 39,06% 17 26,56% Sedang 38 59,38% 42 65,63% Rendah 1 1,56% 5 7,81% Seeking Information Tinggi 33 51,56% 12 18,75% Sedang 30 46,88% 50 78,12% Rendah 1 1,56% 2 3,13% Keeping Records and Self Monitoring Environmental Structuring Seeking Social Assistance Tinggi 36 56,25% 10 15,62% Sedang 28 43,75% 51 79,69% Rendah - 0% 3 4,69% Tinggi 45 70,31% 16 25% Sedang 19 29,69% 47 73,44% Rendah - 0% 1 1,56% Tinggi 34 53,12% 9 14,06% Sedang 30 46,88% 51 79,69% Rendah - 0% 4 6,25% 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis Hasil Uji Asumsi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan self regulated learning antara siswa yang memiliki mastery goal dengan siswa yang memiliki performance goal. Simpulan yang dihasilkan harus dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hal penting yang perlu diperhatikan sebelum

105 90 memulai keabsahan sampel, yaitu dengan menguji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Uji normalitas dan uji homogenitas data dilakukan sebagai prasyarat untuk melakukan uji perbedaan, dari hasil uji prasyarat tersebut akan diketahui apakah data berdistribusi normal dan homogen atau sebaliknya. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan jenis statistika yang akan digunakan dalam uji beda. Apabila data berdistribusi normal dan homogen maka untuk uji beda dilakukan dengan statistika parametrik dengan menggunakan t-test. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov Test yang dapat dilihat pada tabel Tabel Hasil Uji Normalitas Data Penelitian One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Mastery Goal Performance Goal N Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Berdasarkan tabel 4.21 uji normalitas untuk kelompok self regulated learning siswa yang memiliki mastery goal diperoleh koefisien K-S-Z sebesar 0,432 dengan nilai signifikansi 0,992 (p > 0,01), sedangkan uji normalitas untuk kelompok self regulated learning siswa yang memiliki performance goal diperoleh koefisien K-S-Z sebesar 0,682 dengan nilai signifikansi 0,741 (p >

106 91 0,01), maka dapat disimpulkan bahwa untuk data kelompok self regulated learning siswa yang memiliki mastery goal maupun siswa yang memiliki performance goal berdistribusi normal. Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan Levene Test. Hasil uji homogenitas data penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Uji Homogenitas Data Penelitian Test of Homogeneity of Variances Self Regulated Learning Levene Statistic df1 df2 Sig Terlihat pada tabel 4.21 kolom Levene Statistic dengan signifikansi 0,601 atau signifikansi di atas 0,01 maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini homogen Uji Hipotesis Setelah dilakukan uji homogenitas pada hasil penelitian ini maka langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik statistik t-test bantuan SPSS versi 17.0 for windows. Dengan hasil sebagai berikut : Hasil dari perhitungan uji t-test self regulated learning ditinjau dari goal orientation pada siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang diperoleh dengan taraf signifikansi p = 0,000. Hasil ini p > 0,01, berarti Ha diterima yang artinya ada perbedaan self regulated learning ditinjau dari goal orientation pada siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang.

107 Uji Perbedaan data T-test Hasil perhitungan uji perbedaan dua rata-rata data T-test dapat disajikan pada tabel Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Uji Perbedaan T-test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Equal variances assumed SRL F.274 Sig..601 Equal variances not assumed T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Hipotesis yang digunakan : Ho : Tidak Terdapat perbedaan Self Regulated Learning antara Siswa dengan Mastery Goal dan Siswa dengan Performance Goal. Ha : Terdapat perbedaan Self Regulated Learning antara Siswa dengan Mastery Goal dan Siswa dengan Performance Goal. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t hitung = 6,823 dengan nilai sig = 0,000. Karena nilai sig < 1%, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan self regulated learning antara siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal. Dengan demikian dapat dikatakan tingkat self regulated learning antara siswa dengan mastery goal dan siswa yang memiliki performance goal pada dasarnya berbeda, dimana tingkat self regulated learning

108 93 siswa yang memiliki mastery goal lebih tinggi daripada siswa yang memiliki performance goal. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan mean empirik siswa yang memiliki mastery goal diketahui sebesar 147,03, sedangkan siswa yang memiliki performance goal diketahui sebesar 129,83. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel deskriptif grup statistik berikut : Tabel Deskriptif Grup Statistik Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Self Regulated Learning Mastery Performan ce Pembahasan Pembahasan Analisis Deskriptif Gambaran Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang Self regulated learning dipandang sebagai usaha individu yang dilakukan secara sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan. Di dalam melakukan usaha ini siswa memiliki strategi-strategi untuk mencapai tujuannya tersebut, dimana setiap siswa memiliki orientasi tujuan (goal orientation) berbeda satu sama lain. Ames dan Archer (1998, dalam Schunk, 2012: 278) berpendapat bahwa goal orientation menentukan bagaimana siswa belajar dan usaha yang dilakukannya untuk mencapai hasil yang diharapkannya. Perbedaan goal orientation yang ada pada masing-masing siswa memunculkan tingkat perbedaan

109 94 self regulated learning pula. Dapat dikatakan self regulated learning siswa berbeda-beda berdasarkan kecenderungan goal orientation yang dimilikinya. Goal orientation siswa dalam belajar dapat dibedakan dalam dua karakteristik, yaitu siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal Berdasarkan perhitungan tingkat kriteria diperoleh gambaran umum self regulated learning pada siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang yang memiliki mastery goal dan siswa yang memiliki performance goal samasama berada pada kriteria sedang dengan prosentase 64,06% untuk siswa yang memiliki mastery goal dan 92,19% untuk siswa yang memiliki performance goal. Hasil yang diperoleh tetap menunjukkan bahwa self regulated learning siswa mastery goal yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan skor mean empirik yang ada pada tabel 4.23 yang menunjukkan bahwa skor siswa mastery goal lebih tinggi dibandingkan skor siswa performance goal (147,03>129,83). Self regulated learning memiliki delapan strategi yang dapat dijadikan indikator tingkatannya, yaitu rehearsing and memorizing, goal setting and planning, self evaluating, self consequenting, seeking information, keeping records and self monitoring, environmental structuring dan seeking social assistance. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh gambaran indikator rehearsing and memorizing antara siswa yang memiliki mastery goal dengan siswa yang memiliki performance goal berada dalam kriteria sedang dengan prosentase 51,56% untuk siswa yang memiliki mastery goal dan 71,98% untuk siswa yang memiliki performance goal. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa

110 95 mastery goal dan siswa yang memiliki performance goal sama-sama menggunakan strategi berlatih dan menghapalkan materi. Aspek kedua yaitu goal setting and planning. Berdasarkan hasil analisis deskriptif aspek goal setting and planning siswa yang memiliki mastery goal berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 54,69%, sedangkan siswa yang memiliki performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 76,56%. Hasil data tersebut dapat diartikan cara siswa dengan mastery goal dalam menetapkan tujuan serta merencanakan sistematika aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan tujuan lebih baik daripada siswa dengan performance goal. Aspek ketiga yaitu self evaluating, dapat dilihat dari tabel 4.7 siswa dengan mastery goal berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 51,56%. Siswa dengan performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 82,81%. Data tersebut dapat diartikan usaha untuk mengevaluasi kualitas atau kemajuan pekerjaannya lebih banyak dilakukan oleh siswa mastery goal dibandingkan siswa performance goal. Indikator keempat yaitu self consequenting, yang ditunjukkan pada tabel 4.9 terdapat siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal berada pada kriteria sedang. Prosentase siswa dengan mastery goal sebesar 59,38%, sedangkan prosentase siswa dengan performance goal sebesar 65,63%. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal sama-sama memiliki perencanaan reward atau punishment yang didapat jika memperoleh kesuksesan atau kegagalan.

111 96 Indikator kelima yaitu seeking information, di mana hasil analisis deskriptif statistik pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa siswa dengan mastery goal berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 51,56% dan siswa dengan performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 78,12%. Hal ini dapat artikan siswa dengan mastery goal lebih berusaha mencari informasi lebih lengkap yang berasal dari sumber-sumber nonsosial dibandingkan siswa dengan performance goal. Indikator keenam yaitu keeping records and self monitoring. Berdasarkan hasil analisis deskriptif indikator keeping records and self monitoring diketahui siswa dengan mastery goal berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 56,25%, sedangkan siswa dengan performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 79,69%. Data tersebut dapat artikan usaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar lebih banyak digunakan oleh siswa dengan mastery goal dibandingkan siswa dengan performance goal. Indikator ketujuh pada self regulated learning yaitu environmental structuring. Berdasarkan hasil analisis deskriptif indikator ini yang ada pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa siswa dengan mastery goal berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 70,31%, sedangkan siswa dengan performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 73,44%. Hal ini dimaksudkan siswa dengan mastery goal lebih berusaha untuk memilih atau mengatur lingkungan fisik pada saat belajar dibandingkan siswa dengan performance goal. Indikator kedelapan yaitu seeking social assistance. Berdasarkan hasil analisis deskriptif aspek seeking social assistance yang dipaparkan pada tabel

112 diketahui siswa dengan mastery goal berada pada kriteria tinggi dengan prosentase 53,12%, sedangkan siswa dengan performance goal berada pada kriteria sedang dengan prosentase 79,69%. Data tersebut dapat diartikan bahwa usaha untuk mencari bantuan dari orang lain yang dianggap dapat membantu lebih banyak digunakan oleh siswa dengan mastery goal dibandingkan siswa dengan performance goal Pembahasan Analisis Inferensial Perbedaan Self Regulated Learning ditinjau dari Goal Orientation Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang Berdasarkan hasil uji perbedaan t-test, diketahui bahwa hipotesis kerja berbunyi Ada perbedaan self regulated learning antara siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal diterima. Hasil perbandingan self regulated learning antara siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal, menunjukkan bahwa siswa dengan mastery goal memiliki tingkat self regulated learning lebih tinggi dibandingkan siswa dengan performance goal. Self regulated learning (SRL) selalu mengarah pada beberapa tujuan, yang terangkum dalam beberapa tahap yang mencakup (1) memiliki dan menentukan tujuan belajar, (2) membuat perencanaan dan (3) memilih strategi pencapaian tujuan (Markus dan Wurf, dalam Deasyanti dan Anna 2007: 14). Tujuan untuk menunjang adanya tingkat self regulated learning yang tinggi adalah goal orientation.

113 98 Adanya goal orientation siswa akan mempengaruhi tingkat self regulated learning. Hal ini disebabkan siswa yang memiliki tujuan dalam belajarnya akan membuat siswa mengarahkan dirinya pada aktivitas-aktivitas yang mendukung pencapaian tujuan tersebut. Didukung dengan pendapat Schunk, Pintrich dan Meece (2008: 142) siswa dengan tujuan dan efikasi diri dalam mencapai keinginannya cenderung akan terlibat dalam kegiatan yang dia percaya dapat menunjang keinginannya tersebut dengan memperhatikan proses, berlatih mengingat informasi, berusaha dan bertahan. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa goal orientation menjadi penunjang self regulated learning. Penelitian yang mendukung dengan pendapat tersebut adalah penelitan Susetyo (2007) tentang orientasi tujuan, atribusi penyebab, dan belajar berdasar regulasi diri siswa Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta, dengan hasil penelitian F = 36,814 dan p = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan belajar berdasar regulasi diri ditinjau dari orientasi tujuan. Goal orientation siswa dalam belajar dapat dibedakan dalam dua karakteristik, yaitu siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal. Siswa dengan mastery goal akan lebih memiliki tingkat self regulated learning yang tinggi daripada siswa dengan performance goal. Hal ini disebabkan karena siswa dengan mastery goal cenderung lebih termotivasi secara instrinsik, di mana siswa dengan mastery goal akan mementingkan bagaimana cara atau usahanya agar dapat memahami dan menguasai materi pelajaran. Berbeda dengan siswa yang performance goal yang cenderung lebih termotivasi secara ekstrinsik,

114 99 di mana siswa cenderung berfokus pada cara mendapatkan nilai baik dan pengakuan secara sosial tentang dirinya yang berkompeten. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Bell dan Kozlowski (2002) serta hasil penelitian Vande Walle et al. (1999) yang menyatakan bahwa learning goal orientation berhubungan positif dan signifikan dengan self-efficacy, knowledge, dan performance seseorang, sedangkan performance goal orientation berhubungan negatif dengan individual performance. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2011) yang berjudul Pengaruh Orientasi Tujuan dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Peserta Bimbingan Belajar LBB Primagama menyatakan bahwa ada perbedaan prestasi belajar antara siswa task-involved orientation dengan siswa ego-involved orientation. Prestasi siswa task-involved orientation lebih tinggi dibandingkan dengan siswa ego-involved orientation. Siswa learning goal orientation ditandai dengan kecenderungan menyukai tantangan dan menetapkan tujuan yang tinggi serta tidak takut dengan kegagalan, kemudian siswa task-involved orientation ditandai dengan kecenderungan suka mempelajari hal ingin diketahui dan mempelajari sesuatu yang memunculkan suatu ide. Hal ini sejalan dengan karakteristik siswa dengan mastery goal yang ditandai dengan kecenderungan ingin menguasai tugas sesuai dengan standar yang ditetapkan sendiri, mengembangkan keterampilan baru, menyukai tugas yang menantang dan beranggapan bahwa kegagalan adalah tanda diperlukan usaha yang lebih keras.

115 100 Selanjutnya siswa ego-involved orientation ditandai dengan kecenderungan bangga ketika menjadi pandai dari orang lain dan mengutamakan hasil yang tinggi. Karakteristik tersebut juga sejalan dengan karakteristik siswa performance goal yang mengutamakan hasil dari pada proses dan berusaha menjadi lebih baik dari orang lain. Hasil tersebut juga sejalan dengan teori-teori yang mendukung dalam penelitian ini bahwa siswa-siswa yang memiliki mastery goal akan cenderung mencari tantangan, menggunakan strategi pembelajaran efektif yang lebih tinggi, termasuk strategi metakognitif, pelaporan dan sikap terhadap sekolah yang lebih positif, dan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi (kepercayaan pada kemampuan diri untuk berhasil dalam situasi tertentu) daripada siswa-siswa yang memiliki performance goal. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki mastery goal lebih memiliki motivasi instrinsik, di mana siswa mementingkan bagaimana caranya agar dapat memahami dan menguasai materi pelajaran yang akan membuat tingkat self regulated learning siswa tinggi. Berbeda dengan siswa yang memiliki performance goal. Siswa performance goal lebih memiliki motivasi ekstrinsik, di mana siswa mementingkan cara mendapatkan nilai baik dan pengakuan secara sosial tentang dirinya yang berkompeten yang akan membuat kurangnya tingkat self regulated learning siswa. Menurut Pintrich, Shunck, dan Meece (2008: 185) ciri siswa dengan mastery goal yang kuat adalah belajar dengan sungguh-sungguh, kesalahan adalah bagian dari belajar, sedangkan ciri siswa dengan performance

116 101 goal yang kuat memiliki karakteristik berusaha untuk mendapatkan peringkat tinggi dan tidak suka membuat kesalahan. Siswa dengan mastery goal orientation akan cenderung lebih menyukai tantangan baru dan terus berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya. Hal ini sesuai dengan Dweck (dalam Arias, 2004: 42) bahwa mastery goal memungkinkan siswa mencari peluang untuk meningkatkan kompetensi dan menguasai tantangan baru. Lain halnya siswa dengan performance goal orientation akan lebih fokus pada citra diri, nilai tinggi dan selalu menjadi yang pertama sesuai dengan pendapat Santrock (2008: 523) bahwa performance orientation lebih memperhatikan hasil daripada proses. Bagi siswa yang berorientasi pada kinerja atau prestasi, kemenangan atau keberhasilan itu penting dan kebahagiaan dianggap sebagai hasil dari kemenangan atau keberhasilan. Penyebab lain siswa dengan mastery goal lebih mendapatkan prestasi akademik yang baik dibandingkan siswa dengan performance goal, karena siswa dengan mastery goal akan terus berlatih dan berusaha untuk mengembangkan kompetensinya, sedangkan siswa dengan performance goal memandang berlatih dan berusaha adalah tanda orang memiliki kompetensi yang rendah. Perbedaan pandangan pada siswa yang memiliki mastery goal dengan siswa yang memiliki performance goal membuat usaha-usaha yang ditampilkan berbeda pula. Pandangan siswa yang memiliki mastery goal ini akan membuatnya sukses dalam bidang akademiknya, karena dia akan terus berusaha dan berlatih untuk memahami atau menguasai materi pelajaran. Berbanding terbalik dengan

117 102 pandangan siswa yang memiliki performance goal ini akan menjadi hambatan dalam belajar, karena siswa hanya senang mengerjakan soal-soal yang menurutnya mudah. 4.6 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang disebabkan antara lain sebagai berikut : a. Kurangnya pemberian penjelasan tentang kegunaan pengerjaan skala yang dilakukan secara acak setiap kelas. Hal ini menyebabkan responden takut memberikan gambaran yang sebenarnya, karena dalam setiap kelas hanya beberapa saja yang menjadi subjek penelitian. b. Pada skala self regulated learning tidak mencantumkan indikator transforming and organizing yang ada dalam strategi self regulated learning, sehingga kurang mampu mengungkap kemampuan organisasi materi pembelajaran siswa. c. Pada karakteristik performance goal variabel goal orientation, peneliti tidak membedakan antara siswa yang memiliki performance-approach goal dan siswa yang memiliki performance-avoid goal. Hal ini menyebabkan tidak dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam dengan membedakan tujuan siswa yang ingin terlihat pandai dibandingkan yang lain (performanceapproach goal) dan tujuan siswa yang ingin menghindari hal-hal yang membuatnya terlihat bodoh (performance-avoid goal).

118 BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Dari hasil penelitian, analisis data dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan self regulated learning antara siswa dengan mastery goal orientation dan siswa dengan performance goal orientation. Tingkat self regulated learning siswa dengan mastery goal orientation lebih tinggi dibandingkan tingkat self regulated learning siswa dengan performance goal orientation. 2. Self regulated learning antara siswa dengan mastery goal dan siswa dengan performance goal sama-sama berada dalam kriteria sedang, tetapi tingkat self regulated pada kriteria tinggi lebih didominasi oleh siswa dengan mastery goal daripada siswa dengan performance goal. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka penulis akan mengajukan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Guru Hendaknya guru dapat meningkatkan self regulated learning siswa dengan cara mengarahkan dan menumbuhkan orientasi penguasaan (mastery goal) pada siswa dalam proses belajar. 103

119 Bagi Peneliti Lain a. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melaksanakan penelitian serupa hendaknya pada saat pemberian dapat menjelaskan kegunaan pengerjaan skala dan menjelaskan adanya kerahasiaan data sehingga responden tidak merasa cemas dalam mengisi skala dan dapat memberikan data yang lebih sebenarnya. b. Peneliti selanjutnya dapat mengukur lebih mendalam tentang variabel goal orientation dengan membedakan siswa dalam tiga karakteristik, yaitu mastery goal, performance-approach goal dan performance-avoid goal dan variabel self regulated learning dengan mengungkap indikator organizing and transforming.

120 105 DAFTAR PUSTAKA Alwisol Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press. Arias, J.F Recent perspectives in the studi of motivation: goal orientation theory. Electronic Journal of Research in Educational Psychology. 2(1) : ISSN: Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta. Ashifa Pengaruh Strategi Self Regulated Learning dengan Perilaku Mencontek Pada Siswa Kelas VII SMPN 10 Bandung. Skripsi (online). Bandung : UPI. Azwar, Saifudin Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar. Bell, B., dan Steve W. J. Kozlowski Goal orientation and ability : interactive effects on self-efficacy, performance, and knowledge. Journal of Applied Psychology. 87 : Bokaerts, M., Pintrich, P. R., dan Zeidner, M Handbook of Self regulated. New York : Academic Press. Bokaerts, M., Self regulated learning at the junction of cognition and motivation. European Psychologist. Vol. I, No. 2 : Breland, B. T Learning and Performance Goal Orientations Influence on The Goal Setting Process: Is there an interaction effect. Thesis (online). Virginia Polytechnic Institute and State University. Cozby, P. C Methods In Behavioral Research (9 th Ed.). Translated by Maufur. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Deasyanti dan Anna, A. R Self regulation learning pada mahasiswa fakultas ilmu pendidikan universitas negeri Jakarta. Perspektif Ilmu Pendidikan. 16 : Desmita Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Fasikhah, S. S., dan Siti Fatimah Self-regulated learning dalam meningkatkan prestasi akademik pada mahasiswa. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 01, No. 01 :

121 106 Hadi, S Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai dengan BASICA. Yogyakarta: ANDI OFFSET. Hurlock, E. B Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (5 th Ed.). Translated by Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Liftiah Pengantar Psikodiagnostik. Semarang: UNNES. Mappiare, Andi Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Mattern, R.A College student s goal orientations and achievement. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. USA: University of Delaware. 17 (1) : Mayasari, Dini Pengaruh Orientasi Tujuan dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Peserta Bimbingan Belajar LBB Primagama. Skripsi (online). Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah. McMillan, J. H., dan Sally S Research in Education : A Conceptual Introduction (5 th Ed.). US : Longman Inc. Monks, F.J., dan Knoers A.M.P Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagainya. Translated by Haditono, S. R. Yogyakarta : UGM Press. Montalvo, F, T, dan Torres, M. C. G Self regulated learning : current & future directions. Electronics Journals of Research in Educational Psychology. 2(1) ISSN : Nicol, D.J., dan Macfarlane-Dick, D Formative assessment and selfregulated learning: a model and seven principles of good feedback practice. Studies in Higher Education. 31(2) : Ormrod, J. E Human Learning. (4 th Ed.). Ohio: Pearson. Pratiwi, P.A Hubungan Antara Kecemasan Akademis dengan Self- Regulated Learning Pada Siswa Rintitsan Sekolah Bertaraf Internasional Di SMA Negeri 3 Surakarta. Skripsi (online). Semarang : UNDIP. Pujiati, Indah N Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kemandirian Belajar Siswa : Studi Terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi (online). Bandung : UPI.

122 107 Roebken, H The influence of goal orientation on student satisfaction, academic engagement and achievement. Electronic Journal of Research in Educational Psychology. 13, 5 (3) : Santrock, John W Psikologi Pendidikan (2 nd Ed.). Translated Tri Wibowo, B. S. Jakarta: Kencana. Santrock Child Development. (12 th Companies, Inc. Ed). New York : McGraw Hill Schmitz, B. dan Wiese, B New prespectiv es for the evaluation of training sessions in self-regulated learning : time-series analyses of diary data. Contemporary Educational Psychology. 31 : Schunk. H.D, Pintrich, P. R, dan Mecce. L.J Motivational In Education: theory, research, and application. Ohio : Pearson Press. Schunk, H.D Learning Theories: An educational perspective (6 th Ed). Translated by Hamdiah, E dan Rahmat, F. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Slavin, Robert E Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik (8 th Translated by Samosir, M. Jakarta : PT. Indeks. Ed.) Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktek (9 th Ed.). Translated by Samosir, M. Jakarta : PT. Indeks. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : ALFABETA. Suryabrata, S Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Susetyo, Yuli F Orientasi Tujuan, Atribusi Penyebab, dan Belajar Berdasar Regulasi Diri Siswa Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta : UGM. VandeWalle, D. et al The influence of goal orientation and self-regulation tactics on sales performance : a longitudinal field test. Journal of Applied Psychology. Vol. 84, No. 2 : VandeWalle, D. et al The role of goal orientation following performance feedback. Journal of Applied Psychology. Vol, 86, No. 4 : Widiyastuti, Hessy Program Bimbingan Belajar Melalui Strategi Metakognitif Untuk Meningkatkan Self Regulated Learning Siswa SMA Negeri 1 Nagreg. Tesis (online). Bandung : UPI.

123 108 Wolters, Christopher A Self-regulated learning and college students regulation of motivation. Journal of Educational Psychology. Vol. 90, No. 2 : Woolfolk, A Educational Psychology (10 th Ed.). Translated by Soetjipto, P.H., dan Soetjipto, M. S. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Yusuf, Syamsu Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Yoenanto, N.H Hubungan antara self-regulated learning dengan selfefficacy pada siswa akselerasi sekolah menengah pertama di Jawa Timur. INSAN. 12 (02), Zimmerman, B. J A social cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of Educational Psychology, Vol. 81, No. 3 : Zimmerman, B. J., dan Martinez-Pons, M Student differences in selfregulated learning: relating grade, sex, and giftedness to self-efficacy and strategy use. Journal of Educational Psychology, 82 : Zumbrunn, S., Joseph Tadlock, dan Elizabeth D. R Encoraging selfregulated learning in the classroom : a review of the literature. Metropolitan Educational Research Consortium

124 LAMPIRAN 109

125 110 LAMPIRAN 1 : MATRIKS ITEM GOAL ORIENTATION

126 111 Goal Orientation Boyle, K.A, dkk VandeWalle, dkk Performance goal Mastery goal I am eager to prove to others how good I am at this task I wonder how my score on the next trial will compare with people scores I am eager to show how much I know about the materials and procedures for this task I want to appear competent on the upcoming task I want to do better than others on the next trial I intend to learn as much as I can while performing this task I want to really understand the material and procedures for this task I look forward to mastering the It s important that others know that I am a good student I think that it s important to get good grades to show how intelligent you are It s important for me to prove that I am better than others in the class To be honest, I really like to prove my ability to others I prefer challenging and difficult classes so that I ll learn a great deal I truly enjoy learning for the sake of learning I like classes that really force me to think hard Button, dkk I prefer to do things that I can do well rather than things that I do poorly I m happiest at work when I perform tasks on which I know that I won t make errors The things I enjoy the most are the things I do the best The opinions others have about how well I can do certain things are important to me I feel smart when I do something without making any mistakes I like to be fairly confident that I can successfully perform a task before I attempt it I like to work on tasks that I have done well on in the past I fell smart when I can do something better than most other people The opportunity to do challenging work is important to me When I fail to complete a difficult task, I plan to try harder the next time I work on it I prefer to work on tasks thet force me to learn new things The opportunity to

127 112 challenges of this simulation If I don t understand the components of the task right away, I will keep trying until I do I m willing to enroll in a difficult course if I can learn a lot by taking it learn new things is important to me I do my best when I m working on a fairly difficult task I try hard to improve on my past performance The opportunity to extend the range of my abilities is important to me When I have difficulty solving a problem, I enjoy trying different approaches to see which one will work

128 113 LAMPIRAN 2 : INSTRUMEN PENELITIAN

129 114 SKALA PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

130 115 Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Psikologi FIP UNNES, saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan saya peroleh dengan adanya kerja sama dari anda dalam mengisi skala ini. Skala ini terdiri dari dua bagian yaitu skala I dan skala II. Cara menjawabnya akan dijelaskan pada petunjuk pengisian. Untuk itu saya mengharapkan agar anda memperhatikan petunjuk pengisian dengan baik.bila telah selesai dikerjakan, periksalah kembali jawaban anda agar tidak ada pernyataan yang terlewati untuk dijawab. Dalam mengisi skala ini, tidak ada jawaban yang benar dan salah, karena setiap orang akan memiliki jawaban yang berbeda. Saya mengharapkan jawaban yang paling sesuai dengan diri anda. Dengan demikian anda dapat memberikan jawaban sendiri, jujur, dan tanpa mendiskusikannya dengan orang lain Kesediaan anda untuk mengisi skala ini merupakan bantuan yang amat besar bagi keberhasilan penelitian ini.untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih. Hormat Saya, (Anggi Puspitasari)

131 116 PETUNJUK PENGISIAN SKALA I Pada skala I ini terdapat 51 pernyataan.bacalah dan pahami baik-baik setiap pernyataan.anda diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang tersedia dilembar jawab dari setiap pernyataan berdasarkan pada kondisi anda yang sebenarnya.berilah tanda ( ) pada salah satu alternatif jawaban. Berikut pilihan jawaban yang tersedia: SS : Sangat Sesuai S : Sesuai TS : Tidak Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai Contoh Pengisian Skala: 1. Saya belajar hanya pada saat ada ujian saja Lembar Jawab No SS S TS STS 1 Apabila anda ingin mengganti jawaban yang telah anda berikan sebelumnya, maka berilah tanda (=) pada tanda ( ) dan berikan tanda ( ) pada alternatif jawaban yang menurut anda sesuai. Contoh Koreksi Jawaban No SS S TS STS 1

132 117 No Pernyataan 1 Agar dapat memahami sebuah materi, saya mencoba mengerjakan latihan-latihan soal 2 Pada saat mengerjakan ujian, saya membaca catatan kecil atau buku materi ujian agar dapat membantu saya saat lupa 3 Saya menata kembali buku-buku pelajaran,setelah selesai menggunakannya 4 Setelah mempelajari suatu materi pelajaran, saya merasa itu cukup tanpa harus mengetahui seberapa jauh pemaham saya 5 Apabila mendapatkan tugas dari guru, saya langsung mengerjakannya pada hari itu juga 6 Saya belajar hanya pada saat ada ujian saja 7 Saya lebih senang bercerita dengan teman, ketika guru menerangkan materi 8 Menurut saya LKS dan buku yang dipakai guru sudah cukup untuk mempelajari materi 9 Pada saat guru membahas PR, saya menyimak dan meneliti bagian mana saja yang salah dari PR yang sudah dikerjakan 10 Karena mengikuti banyak kegiatan, saya tidak memiliki waktu untuk belajar di rumah 11 Saya mudah bosan ketika membaca ulang materi yang sudah diterangkan oleh guru 12 Pada saat mengerjakan tugas, saya mencari buku atau media lain yang dapat mendukung pengerjaan tugas tersebut 13 Menurut saya,mencari buku-buku lain selain yang dipakai guru hanya membuat bingung 14 Saya membuat jembatan keledai atau strategi khusus agar mudah menghapalkan materi pelajaran 15 Ketika diskusi kelompok, orang yang perlu mencatat hasil diskusi adalah sekretaris/salah satu dari kelompok tersebut 16 Setelah ujian selesai, saya langsung refresing walaupun hasilnya kurang memuaskan 17 Apabila nilai ujian menurun, saya mengurangi jam kegiatan ekstra 18 Ketika diterangkan oleh guru, saya mencatat hal-hal penting dari materi yang diterangkan 19 Saya belajar semampunya saja tanpa menggunakan strategi-strategi khusus dalam belajar 20 Saya mengatur jam belajar sendiri setiap harinya minimal 2 jam di luar jam sekolah 21 Pada saat pengoreksian jawaban tugas, saya meneliti jawaban tanpa harus mencatat hal-hal yang salah dari jawaban saya

133 118 No Pernyataan 22 Saya malu bertanya kepada guru tentang materi pelajaran yang diterangkan 23 Selain buku atau LKS yang digunakan guru, saya menggunakan buku lain yang mendukung materi mata pelajaran 24 Saya lebih suka menggunakan media internet untuk jejaring sosial/game daripada mencari bahan untuk materi pelajaran 25 Setelah mendapatkan sebuah materi di sekolah, saya membaca ulang materi tersebut di rumah 26 Bila tidak masuk sekolah, saya membiarkan catatan pelajaran yang tertinggal 27 Saya menata tempat/ruang belajar agar saya nyaman pada saat belajar 28 Pada saat di kelas, saya lebih memilih tempat duduk di belakang daripada di depan 29 Saya sudah menentukan target nilai di setiap mata pelajaran 30 Apabila saya kurang memahami tugas yang diberikan guru, saya mengerjakan semampu saya 31 Saya akan berdiskusi dengan teman, apabila saya belum mengerti tentang materi pelajaran 32 Jika mendapatkan nilai ujian yang rendah, saya menambah jam belajar 33 Saya membiarkan hasil ujian yang sudah dikerjakan, karena ujian yang sudah berlalu biarlah berlalu 34 Agar dapat lebih memahami materi yang diterangkan guru, saya bertanya pada guru atau teman tentang materi tersebut 35 Ketika belajar, saya akan mematikan televisi agar dapat berkonsentrasi 36 Saya mengumpulkan tugas, tanpa harus memeriksa jawabannya 37 Saya suka mencari tahu tentang informasi yang menyangkut materi pelajaran dari internet 38 Karena sudah mempunyai buku, saya hanya perlu mengikuti mata pelajaran saja tanpa harus mencatat 39 Saya mencatat peningkatan nilai ujian yang lalu sampai dengan sekarang 40 Sebelum mengumpulkan pekerjaan rumah kepada guru, saya memeriksanya kembali 41 Saya tetap melakukan aktivitas-aktivitas yang disukai, walaupun nilai ujian menurun 42 Setelah guru memberikan tugas, saya membentuk kelompok belajar untuk mengerjakan bersama 43 Setelah hasil ujian diumumkan, saya memeriksa kembali hasil ujian agar tahu pada materi mana yang perlu dipelajari lagi 44 Pada saat mengerjakan tugas, saya hanya menggunakan buku atau LKS yang dipakai guru untuk mengerjakannya 45 Ketika waktu senggang, saya lebih suka menghabiskan waktu untuk membaca buku-buku yang mendukung materi-materi pelajaran di perpustakaan 46 Saya diam saja, walaupun tidak mengerti materi yang diterangkan guru

134 119 No Pernyataan 47 Saya lebih suka bermain dengan teman daripada harus mengerjakan soal-soal latihan 48 Setelah ujian dilaksanakan, saya tertarik membahas kembali soal-soal ujian 49 Saya sulit menemukan tempat belajar yang nyaman di rumah 50 Walaupun tidak mengerti tentang materi suatu pelajaran, saya hanya mempelajari semampunya 51 Saya berjanji memberikan hadiah pada diri sendiri, apabila mendapat nilai tinggi Ψ-Ψ-Ψ-SILAHKAN LANJUT KE SKALA II-Ψ-Ψ-Ψ

135 120 PETUNJUK PENGISIAN SKALA II Pada skala II ini terdapat 17 pernyataan.bacalah dan pahami baik-baik setiap pernyataan.anda diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang tersedia di lembar jawab dari setiap pernyataan berdasarkan pada kondisi anda yang sebenarnya.berilah tanda ( ) pada salah satu alternatif jawaban. Berikut pilihan jawaban yang tersedia: SS : Sangat Sesuai S : Sesuai TS : Tidak Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai Contoh Pengisian Skala: 1. Saya harus lebih baik dari teman-teman di kelas Lembar Jawab No SS S TS STS 1 Apabila anda ingin mengganti jawaban yang telah anda berikan sebelumnya, maka berilah tanda (=) pada tanda ( ) dan berikan tanda ( ) pada alternatif jawaban yang menurut anda sesuai. Contoh Koreksi Jawaban No SS S TS STS 1

136 121 No Pernyataan 1 Mendapatkan peringkat di kelas adalah hal yang penting untuk menunjukkan kepandaian saya 2 Di setiap pelajaran, saya ingin menunjukkan bahwa saya bisa memahami materinya 3 Saya suka mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah, agar saya bisa belajar lebih banyak 4 Pada saat belajar matematika, saya ingin memahami materi dan proses mengerjakannya 5 Rasa percaya diri saya muncul, pada saat saya merasa mampu memahami materi mata pelajaran 6 Saya merasa puas, apabila dapat mengerjakan soal-soal baru dan sulit bagi saya 7 Apabila saya tidak memahami materi pelajaran, saya berusaha mencari informasi agar dapat memahaminya 8 Saya ingin menunjukkan bahwa saya menguasai materi bab selanjutnya 9 Saya merasa pandai, pada saat saya bisa lebih memahami materi pelajaran daripada teman-teman di kelas 10 Pada saat mengerjakan soal yang sulit, saya mengerjakannya sebaik mungkin 11 Pendapat orang lain tentang kepandaian saya merupakan hal yang penting 12 Apabila saya gagal dalam ujian, saya belajar lebih giat lagi 13 Saya lebih suka mengerjakan soal-soal yang sudah saya kuasai 14 Kesempatan belajar di kegiatan ekstrakulikuler sangat penting bagi saya 15 Saya senang, apabila saya bisa mengerjakan soal-soal tanpa ada kesalahan 16 Saya lebih suka mengerjakan soal-soal yang sudah saya kerjakan dengan benar sebelumnya 17 Saya lebih mementingkan meningkatkan nilai-nilai mata pelajaran saya Ψ-Ψ-Ψ-TERIMA KASIH-Ψ-Ψ-Ψ

137 122

138 123 LAMPIRAN 3 : GAMBARAN POPULASI PENELITIAN

139 Kelas Mastery Goal Performance Goal Tidak Terbedakan Total X X X X X X X XI IS XI IS XI IS XI IA XI IA XI IA XI IA Total

140 125 LAMPIRAN 4 : TABULASI DATA SKOR PENELITIAN

141 126 Tabulasi SRL Mastery Goal Sbjk No Item

142

143

144 129 Tabulasi SRL Mastery Goal Subjek No Item Total

145

146

147

148 133 Tabulasi SRL Performance Goal Subjek No Item

149

150

151 136 Tabulasi SRL Performance Goal Subjek No Item TOTAL

152

153

154 139 LAMPIRAN 5 : UJI VALIDITAS & RELIABILITAS INSTRUMEN

155 140 Skala Self Regulated Learning 1. Uji Validitas Correlations total VAR00001 Pearson Correlation.525 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00002 Pearson Correlation.368 ** Sig. (2-tailed).005 N 56 VAR00003 Pearson Correlation.446 ** Sig. (2-tailed).001 N 56 VAR00004 Pearson Correlation.400 ** Sig. (2-tailed).002 N 56 VAR00005 Pearson Correlation.430 ** Sig. (2-tailed).001 N 56 VAR00006 Pearson Correlation.587 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00007 Pearson Correlation Sig. (2-tailed).566 N 56 VAR00008 Pearson Correlation.193 Sig. (2-tailed).153 N 56 VAR00009 Pearson Correlation.124 Sig. (2-tailed).364 N 56 VAR00010 Pearson Correlation.162 Sig. (2-tailed).232 N 56 VAR00011 Pearson Correlation.530 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00012 Pearson Correlation.365 ** Sig. (2-tailed).006 N 56 VAR00013 Pearson Correlation.515 ** Sig. (2-tailed).000

156 141 N 56 VAR00014 Pearson Correlation.512 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00015 Pearson Correlation.093 Sig. (2-tailed).497 N 56 VAR00016 Pearson Correlation.360 ** Sig. (2-tailed).006 N 56 VAR00017 Pearson Correlation.402 ** Sig. (2-tailed).002 N 56 VAR00018 Pearson Correlation Sig. (2-tailed).300 N 56 VAR00019 Pearson Correlation.471 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00020 Pearson Correlation.720 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00021 Pearson Correlation.359 ** Sig. (2-tailed).007 N 56 VAR00022 Pearson Correlation.241 Sig. (2-tailed).073 N 56 VAR00023 Pearson Correlation.761 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00024 Pearson Correlation.719 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00025 Pearson Correlation.715 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00026 Pearson Correlation.362 ** Sig. (2-tailed).006 N 56 VAR00027 Pearson Correlation.455 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00028 Pearson Correlation.126

157 142 Sig. (2-tailed).356 N 56 VAR00029 Pearson Correlation.339 * Sig. (2-tailed).011 N 56 VAR00030 Pearson Correlation.365 ** Sig. (2-tailed).006 N 56 VAR00031 Pearson Correlation.354 ** Sig. (2-tailed).007 N 56 VAR00032 Pearson Correlation.103 Sig. (2-tailed).451 N 56 VAR00033 Pearson Correlation.722 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00034 Pearson Correlation.230 Sig. (2-tailed).088 N 56 VAR00035 Pearson Correlation.578 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00036 Pearson Correlation.367 ** Sig. (2-tailed).005 N 56 VAR00037 Pearson Correlation.521 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00038 Pearson Correlation.382 ** Sig. (2-tailed).004 N 56 VAR00039 Pearson Correlation.440 ** Sig. (2-tailed).001 N 56 VAR00040 Pearson Correlation.554 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00041 Pearson Correlation.540 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00042 Pearson Correlation.442 ** Sig. (2-tailed).001 N 56

158 143 VAR00043 Pearson Correlation Sig. (2-tailed).873 N 56 VAR00044 Pearson Correlation.313 * Sig. (2-tailed).019 N 56 VAR00045 Pearson Correlation.513 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00046 Pearson Correlation.563 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00047 Pearson Correlation.735 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00048 Pearson Correlation.558 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00049 Pearson Correlation.308 * Sig. (2-tailed).021 N 56 VAR00050 Pearson Correlation.500 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00051 Pearson Correlation.492 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00052 Pearson Correlation.468 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00053 Pearson Correlation.606 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00054 Pearson Correlation.657 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00055 Pearson Correlation.132 Sig. (2-tailed).333 N 56 VAR00056 Pearson Correlation.681 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00057 Pearson Correlation.343 ** Sig. (2-tailed).010

159 144 N 56 VAR00058 Pearson Correlation.632 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00059 Pearson Correlation.507 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00060 Pearson Correlation.541 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00061 Pearson Correlation Sig. (2-tailed).361 N 56 VAR00062 Pearson Correlation.294 * Sig. (2-tailed).028 N 56 VAR00063 Pearson Correlation.375 ** Sig. (2-tailed).004 N 56 VAR00064 Pearson Correlation.303 * Sig. (2-tailed).023 N 56 total Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 56 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2- tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2- tailed).

160 Uji Reliabilitas Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

161 146 Skala Goal Orientation 1. Uji Validitas Mastery Goal Correlations Total VAR00001 Pearson Correlation.738 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00002 Pearson Correlation.703 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00003 Pearson Correlation.530 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00004 Pearson Correlation.696 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00005 Pearson Correlation.663 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00006 Pearson Correlation.734 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00007 Pearson Correlation.590 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 Total Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 56 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2- tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2- tailed).

162 Uji Validitas Performance Goal Correlations Total VAR00001 Pearson Correlation.553 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00002 Pearson Correlation.675 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00003 Pearson Correlation.554 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00004 Pearson Correlation.663 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00005 Pearson Correlation.611 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00006 Pearson Correlation.490 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00007 Pearson Correlation.474 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00008 Pearson Correlation.515 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00009 Pearson Correlation.478 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 VAR00010 Pearson Correlation.608 ** Sig. (2-tailed).000 N 56 Total Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 56 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2- tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2- tailed).

163 Uji Reliabilitas Mastery Goal Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items.780 7

164 Uji Reliabelitias Performance Goal Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

165 150 LAMPIRAN 6 : HASIL UJI ASUMSI

166 151 Hasil Uji Asumsi 1. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Mastery Goal Performance Goal N Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) c. Test distribution is Normal. d. Calculated from data. 2. Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Self Regulated Learning Levene Statistic df1 df2 Sig

167 152 LAMPIRAN 7 : HASIL UJI PERBEDAAN

168 153 Hasil Uji Perbedaan Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Self Regulated Learning Mastery performance Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Equal variances assumed SRL F.274 Sig..601 Equal variances not assumed T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper

169 154 LAMPIRAN 8 : DOKUMENTASI PENELITIAN

170 155 Dokumentasi Penelitian Studi Pendahuluan dengan guru mata pelajaran dan guru BK Responden mengerjakan skala Memberikan pengarahan petunjuk skala Pengumpulan skala

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam

Lebih terperinci

Educational Psychology Journal

Educational Psychology Journal EPJ 2 (1) (2013) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION Anggi Puspitasari, Edy Purwanto, Dyah Indah Noviyani

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kemampuan Penalaran Logis Menurut Wahyudi (2008,h.3) mengungkapkan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta atau

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning menyangkut self generation dan self monitoring pada pemikiran, perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guna mendukung proses pembangunan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Belajar dengan Regulasi Diri. mengelola diri dalam kegiatan belajar yang mereka jalani (Omrod, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Belajar dengan Regulasi Diri. mengelola diri dalam kegiatan belajar yang mereka jalani (Omrod, 2009). 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dengan Regulasi Diri 1. Definisi belajar dengan regulasi diri Suatu kegiatan belajar membutuhkan strategi atau cara tertentu untuk dapat berjalan dengan optimal. Teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, yang memerlukan perhatian agar dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal agar dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan kiranya perlu diperhatikan masalah pencapaian prestasi siswa, karena dalam lembaga pendidikan prestasi belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Robert Donmoyer (Given, 2008), adalah pendekatan-pendekatan

Lebih terperinci

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Amelia Elvina Dr. Awaluddin Tjalla Fakultas Psikologi Universiyas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Safitri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING STRESS PADA SISWA AKSELERASI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING STRESS PADA SISWA AKSELERASI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING STRESS PADA SISWA AKSELERASI SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : EVITA DEVI DHAMAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, serta metode analisis data. Rancangan penelitian merupakan pedoman dan langkah-langkah yang

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, serta metode analisis data. Rancangan penelitian merupakan pedoman dan langkah-langkah yang BAB III METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini diuraikan mengenai rancangan penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen, di mana subjek tidak dikelompokan secara acak tetapi menerima keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang Berawal dari pemikiran dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan di Kedungkandang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana penelitian ini ditujukan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap prosedur penelitian, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN SKRIPSI

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN SKRIPSI KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ATRIBUSI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA PANTI ASUHAN

HUBUNGAN ANTARA ATRIBUSI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA PANTI ASUHAN HUBUNGAN ANTARA ATRIBUSI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : Nova Handayani F 100 040

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA SMA NEGERI 2 WONOGIRI. Naskah Publikasi

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA SMA NEGERI 2 WONOGIRI. Naskah Publikasi HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA SMA NEGERI 2 WONOGIRI Naskah Publikasi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat siswa untuk mendapatkan ilmu mencetak sumber daya manusia yang handal, memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan setiap manusia, pendidikan juga merupakan upaya manusia untuk memperluas pengetahuan dalam rangka membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian. A. Latar Belakang Masalah Sebagai lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. korelasinya (Azwar, 200 4). Penelitian ini menghubungkan tiga variabel yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. korelasinya (Azwar, 200 4). Penelitian ini menghubungkan tiga variabel yaitu 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatifartinya semua informasi atau data penelitian diwujudkan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN YANG BERORIENTASI PADA PEKERJAAN DENGAN MOTIVASI KERJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN YANG BERORIENTASI PADA PEKERJAAN DENGAN MOTIVASI KERJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN YANG BERORIENTASI PADA PEKERJAAN DENGAN MOTIVASI KERJA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAYU PUTRI ALDILA SAKTI NIM F

BAYU PUTRI ALDILA SAKTI NIM F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PENDIDIKAN BERBASIS INTERNASIONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM PEMBELAJARAN PADA SISWA SMA NEGERI 1 BOYOLALI SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu proses yang ada dalam diri manusia dan dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun informal. Belajar secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. independent (bebas) dan variabel dependet (terikat). Variabel bebas yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. independent (bebas) dan variabel dependet (terikat). Variabel bebas yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel yaitu variabel independent (bebas) dan variabel dependet (terikat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Kemampuan Self- Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2009, di Universitas X Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu akan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Medan, Medan Estate Deli Serdang dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei- Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting bagi setiap negara, terutama bagi negara berkembang seperti negara Indonesia. Terlebih dalam dunia kerja, dimana banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara demi kelangsungan kesejahteraan rakyatnya, dan untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PRESTASI KERJA KARYAWAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PRESTASI KERJA KARYAWAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PRESTASI KERJA KARYAWAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Tri Puspita Ratih A. F 100 020 125 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: Sagantoro Sambu F 100 050 232

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanakkanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengambangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi yang didapatkan siswa di sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor IQ saja, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan dengan pencapaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan November 2015 di MI Walisongo Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan November 2015 di MI Walisongo Semarang. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1 Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian dimana data penelitiannya berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun Teori ini menegaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun Teori ini menegaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Pengertian Penetapan Tujuan (goal orientation) Teori orientasi tujuan (goal orientation) merupakan bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini lebih spesifik dibanding tingkat SMA. Disiplin ilmu yang disediakan merupakan

Lebih terperinci

RATNA PRATIWI F

RATNA PRATIWI F HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN INTERNET DALAM PROSES PEMBELAJARAN DENGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ORANG TUA MENYEKOLAHKAN ANAKNYA KE JENJANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KECAMATAN BERBAH SLEMAN YOGYAKARTA

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ORANG TUA MENYEKOLAHKAN ANAKNYA KE JENJANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KECAMATAN BERBAH SLEMAN YOGYAKARTA FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ORANG TUA MENYEKOLAHKAN ANAKNYA KE JENJANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KECAMATAN BERBAH SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subjek hadir saat penelitian. Berikut ini merupakan data siswa yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subjek hadir saat penelitian. Berikut ini merupakan data siswa yang A. Deskripsi Subjek BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Subjek penelitian berjumlah 80 anak, memilliki kriteria inklusi, meliputi: siswa yang menduduki kelas XI Madrasah Aliyah Darul Ulum, siswa yang

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social

BAB II KAJIAN TEORI. teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social 14 BAB II KAJIAN TEORI A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Pengelolaan diri bila dalam bahasa Inggris adalah self regulation. Self artinya diri dan regulation adalah terkelola.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar (2012) penelitian dengan pendekatan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal yang

Lebih terperinci

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kualitas yang dimiliki manusia adalah kemampuannya untuk melakukan kontrol atas dirinya (Schraw, Crippen, Hartley, 2006). Kemampuan tersebut menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian a) Kelengkapan administrasi dan instrumen penelitian 1) Mengajukan surat ijin penelitian. 2) Melakukan

Lebih terperinci