PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 Perbedaan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Tingkat Akhir yang Bekerja dan Tidak Bekerja SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh : Jessica Gunawan FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i

2 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

3 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

4 MOTTO Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya. (Johann Wolfgang von Goethe) Memikirkan saja tidaklah cukup, lakukan yang bisa dilakukan saat itu juga. (Anonim) iv

5 PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan untuk : Keluargaku tercinta, untuk (mendiang) papa, mama, dan koko. Kesayanganku, Philipus, S.P. Diriku sendiri Sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan dukungan. Sekecil apapun dukungan kalian, itu sangat berarti bagiku. Almamater Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta v

6 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

7 PERBEDAAN SELF-REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA TINGKAT AKHIR YANG BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA Jessica Gunawan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. Subjek penelitian ini adalah 80 orang mahasiswa dan mahasiswi tingkat akhir dari beberapa universitas yang ada di Yogyakarta. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian adalah skala self-regulated learning strategies menggunakan 70 aitem dengan koefisien reliabilitas 0,959. Untuk mengetahui perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja digunakan analisis data uji-t (independent sample t-test). Hasil analisis data penelitian diperoleh nilai p sebesar 0,021 (p < 0,05) yang berarti hipotesis diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. Kata kunci : self-regulated learning, mahasiswa yang bekerja dan tidak bekerja. vii

8 SELF-REGULATED LEARNING DIFFERENCES BETWEEN LAST SEMESTER STUDENTS WHO HAVE PART-TIME JOB AND WHO DO NOT Jessica Gunawan ABSTRACT This research aimed to study the difference of self-regulated learning between students who have parttime job and the students who do not. It was hypothesized that there was difference between the two groups. Research s subjects were 80 students of some universities in Yogyakarta who were at last semester. Data was gathered using self-regulated learning scale, which consist of 70 items (α = 0,959). Using independent sample t-test for analysis, the result showed that the hypothesis was accepted (p = 0,021; p < 0,05). It meant that there was difference of self-regulated learning between students who have part-time job and the students who do not. Keywords : self-regulated learning, students, part-time job viii

9 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan penyertaan-nya sehingga skripsi dengan judul Perbedaan Self-regulated Learning Antara Mahasiswa Tingkat Akhir di Yogyakarta yang Bekerja dan Tidak Bekerja ini dapat diselesaikan dengan baik. Selama menulis skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak dukungan dan partisipasi dari banyak pihak untuk membantu penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah Bapa yang Maha Kuasa yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran selama proses pengerjaan skripsi dari awal hingga akhir. 2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi masukan dan ide-ide, kritik maupun saran, dan dukungan dalam proses pengerjaan skripsi sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Romo Dr. A. Priyono Marwan, S.J. selaku dosen yang pernah menjadi dosen pembimbing skripsi dan juga selaku pembimbing rohani yang telah banyak memberikan masukan dan pelajaran mengenai teknik penulisan skripsi yang baik. Selain itu, beliau juga memberikan penguatan dan semangat kepada penulis agar tidak cepat menyerah dalam menghadapi hambatan selama proses pengerjaan skripsi. 4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. x

11 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING. ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN MOTTO iv HALAMAN PERSEMBAHAN. v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.. vi ABSTRAK. vii ABSTRACT... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix KATA PENGANTAR x DAFTAR ISI.. xii DAFTAR TABEL.. xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang Masalah.. 1 B. Rumusan Masalah 10 C. Tujuan Penelitian. 11 xii

13 D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis Manfaat Praktis BAB II LANDASAN TEORI. 13 A. Self-regulated Learning Definisi Self-regulated Learning Komponen Self-regulated Learning Fase-fase Self-regulated Learning Strategi Self-regulated Learning Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-regulated Learning Karakteristik Mahasiswa dengan Self-regulated Learning yang Baik. 27 B. Mahasiswa Bekerja Definisi Mahasiswa Definisi Mahasiswa yang Bekerja.. 29 C. Dinamika Strategi Self-regulated Learning pada Mahasiswa Bekerja dan Tidak Bekerja 30 D. Hipotesis Penelitian.. 32 BAB III METODE PENELITIAN. 33 A. Jenis Penelitian. 33 B. Identifikasi Variabel Penelitian 33 xiii

14 C. Definisi Operasional. 33 D. Subjek Penelitian.. 34 E. Sampling F. Metode dan Alat Pengumpulan Data 34 G. Uji Coba Alat Ukur H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Validitas Seleksi Aitem Reliabilitas. 43 I. Teknik Analisis Data.. 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 44 A. Pelaksanaan Penelitian 44 B. Deskripsi Subjek Penelitian. 44 C. Hasil Penelitian Uji Asumsi a. Uji Normalitas. 47 b. Uji Homogenitas Uji Hipotesis. 49 D. Analisis Tambahan. 50 E. Pembahasan. 52 xiv

15 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 57 A. Kesimpulan. 57 B. Keterbatasan Penelitian.. 57 C. Saran Bagi Mahasiswa Tingkat Akhir yang Bekerja dan Tidak Bekerja Bagi Peneliti Selanjutnya.. 58 DAFTAR PUSTAKA 59 LAMPIRAN xv

16 DAFTAR TABEL Tabel Strategi Self-regulated Learning. 21 Tabel 2. Blue Print Skala Self-regulated Learning 36 Tabel 3. Pemberian Skor pada Skala Self-regulated Learning.. 37 Tabel 4. Blue Print Skala Setelah Uji Coba (Try Out) 40 Tabel 5. Blue Print Skala Penelitian 42 Tabel 6. Deskripsi Subjek Penelitian.. 45 Tabel 7. Tabel Uji Normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) 47 Tabel 8. Tabel Uji Homogenitas (Levene s Test for Equality of Variances). 48 Tabel 9. Ringkasan Uji Hipotesis (Independent Sample T-Test) 49 Tabel 10. Kategori Skor SRL.. 51 Tabel 11. Kategorisasi Skor SRL pada Mahasiswa yang Bekerja dan Tidak Bekerja.. 51 xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Skala Penelitian 64 Lampiran B Uji Reliabilitas.. 79 Lampiran C Uji Normalitas.. 93 Lampiran D Uji Homogenitas.. 95 Lampiran E Hasil Uji-T 97 Lampiran F Informed Consent.. 99 xvii

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja di kalangan mahasiswa semakin marak dewasa ini. Hal ini kemudian berdampak pada performansi akademik mahasiswa. Dampak bekerja terhadap performansi akademik tersebut menurut Green (1987) dalam Watanabe (2005) menjadi pertanyaan banyak peneliti. Beberapa isu seperti jumlah jam kerja, apakah pekerjaan tersebut berkaitan dengan jurusan yang diambil, dan beban kerja mahasiswa menjadi perhatian khusus para peneliti. Furr & Elling (2000) mengatakan bahwa mahasiswa yang bekerja dihadapkan pada situasi di mana mereka harus menyeimbangkan kegiatan akademik, kegiatan ekstrakurikuler, maupun aktivitas bekerja untuk mempertahankan gaya hidup mereka sebagai mahasiswa. Perubahan jaman dewasa ini membuat perkembangan dunia kerja khususnya di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat sehingga berdampak pada kebutuhan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Akibatnya, persaingan untuk memperoleh pekerjaan semakin ketat (Handianto & Johan, 2006). Perubahan jaman tersebut mendorong sebagian mahasiswa untuk bekerja. Bekerja membuat mahasiswa memperoleh pengalaman yang dapat membantu mereka ketika lulus dan mencari pekerjaan baru yang lebih baik. Cohen (dalam Ronen, 1981) menyebutkan bahwa ada banyak jenis pekerjaan yang diminati mahasiswa untuk dilakukan. Pekerjaan yang paling 1

19 2 umum dilakukan oleh mahasiswa adalah pekerjaan paruh waktu (part-time work). Pekerjaan paruh waktu tersebut misalnya bekerja di franchise seperti Starbucks, McDonald s, KFC, Pizza Hut, dan semacamnya. Ada juga yang bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl), penyiar radio, penulis, dan lain sebagainya. Nindyaswari (2012) menyebutkan bahwa mahasiswa mulai berani mengambil kerja paruh waktu pada semester 6 atau 7. Pada semester tersebut, mahasiswa tidak terikat lagi dengan jadwal kuliah yang padat. Selain itu, mahasiswa juga sudah mulai mengerjakan skripsi sehingga memiliki banyak waktu luang. Waktu luang tersebut kemudian digunakan untuk bekerja paruh waktu demi memperoleh pengalaman maupun uang tambahan. Fenomena mahasiswa yang kuliah sambil bekerja banyak dijumpai di berbagai negara, termasuk salah satunya adalah Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan pada penelitian sebelumnya (Sinto, 2013) mengenai manajemen waktu antara kuliah dan kegiatan non kuliah seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), menunjukkan bahwa 18 dari 25 mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara kegiatan akademik dan non akademik (Unit Kegiatan Mahasiswa). Mahasiswa yang mengalami kesulitan membagi waktu tersebut adalah mahasiswa yang melakukan kegiatan non akademis, yaitu UKM. Hal serupa juga dialami oleh mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP). Berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa Fakultas Teknik UNP terkait penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2013), mahasiswa yang

20 3 memutuskan untuk bekerja cenderung melupakan tugas utama mereka untuk menyelesaikan studi. Hal ini disebabkan adanya penghargaan ekonomi yang diterima mahasiswa tersebut sehingga mereka lupa bahwa masa studi yang ditentukan universitas terbatas. Data observasi dalam penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hasil belajar mahasiswa yang tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar mahasiswa yang bekerja. Purwanto (2013) menemukan bahwa mahasiswa yang bekerja memiliki waktu kerja rata-rata 3 jam/hari. Meskipun waktu bekerja mereka tidak terlalu lama, mahasiswa merasa terkendala dalam membagi waktu untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas akademik. Mahasiswa yang bekerja juga merasa tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk menjalankan aktivitas belajar dan bekerja secara bersamaan. Mereka menyatakan bahwa mereka sering mengalami kurang konsentrasi akibat aktivitas akademik dan aktivitas bekerja yang menjadi beban pikiran. Berbeda dengan mahasiswa yang bekerja, Purwanto (2013) menyebutkan bahwa mahasiswa yang tidak bekerja lebih memiliki banyak waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas akademiknya. Mahasiswa yang tidak bekerja memiliki keinginan untuk menyelesaikan studi terlebih dahulu, setelah itu baru bekerja. Mereka beranggapan bahwa bekerja sambil kuliah akan memperlama mereka dalam menyelesaikan studinya dan membuat mereka tidak dapat mengikuti kegiatan atau organisasi kampus. Fenomena mahasiswa yang kuliah sambil bekerja juga dilakukan oleh mahasiswa di Yogyakarta. Berdasarkan hasil wawancara informal yang

21 4 dilakukan peneliti terhadap beberapa mahasiswa, tidak sedikit mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang kuliah sambil bekerja. Meskipun bekerja memberikan dampak positif, namun kuliah sambil bekerja juga berdampak negatif bagi mahasiswa. Berikut adalah beberapa petikan wawancara peneliti terhadap narasumber. Aku kalo udah kerja rasanya udah males aja ngerjain skripsi. Gak kepegang lagi tuh skripsinya. Lha mau gimana lagi, kerjaanku aja udah menyita banyak waktu. Harus fokus pula. Jadinya ya terpaksa skripsinya ditinggalin. (NW) (Informed consent responden terdapat pada lampiran) Gue kerja untuk nambahin uang jajan aja. Awalnya sih gak ada masalah sama skripsi. Tapi lama-lama berhubung posisi gue ditempat kerja bagus, otomatis tanggung jawab gue meningkat dan waktu kerja gue jadi bertambah. Akhirnya gak ada lagi waktu buat ngerjain skripsi. (ER) (Informed consent responden terdapat pada lampiran) Kerja itu enaknya bisa menghasilkan uang. Mau beli barang apa aja yang disuka bisa. Gak perlu minta uang lagi sama orangtua. Ada kepuasan tersendiri kalo bisa beli barang dari uang hasil keringat sendiri. Gara-gara itu, jadinya pengen kerja terus. Jadi males ngerjain skripsi. Skripsi gak menghasilkan duit. (WY) (Informed consent responden terdapat pada lampiran) Biasanya aku kalo pulang kerja tuh capek. Terus gak mau lagi nyentuh skripsi. Meskipun kerjanya pake shift gitu, tapi kadang aku ganti in temenku yang gak masuk. Jadinya

22 5 terhitung full gitu. Nah, kalo udah gitu mana ada waktu lagi untuk ngerjain skripsi. (ND) (Informed consent responden terdapat pada lampiran) Hasil wawancara informal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara mengerjakan skripsi dan kegiatan bekerja. Mereka lebih fokus terhadap pekerjaan dibanding mengerjakan skripsi. Hal ini disebabkan karena ketika mereka bekerja, mereka memiliki tanggungjawab terhadap atasannya. Jika mereka tidak berkomitmen dengan pekerjaannya tersebut, maka mereka akan dipecat. Sedangkan jika mereka tidak mengerjakan skripsi, tidak ada tekanan yang terlalu memberatkan mereka sehingga mereka merasa tidak masalah jika tidak mengerjakannya. Untuk memperkuat data mengenai mahasiswa yang bekerja, peneliti juga melakukan observasi di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan, Yogyakarta. Tujuan dari observasi tersebut adalah untuk mengetahui apakah di Universitas Sanata Dharma terdapat mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Dari data yang diperoleh, ditemukan bahwa Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan memiliki 16 mahasiswa yang bekerja sebagai mitra perpustakaan. Perpustakaan memberikan kesempatan bagi para mahasiswa tingkat akhir untuk bekerja sebagai mitra perpustakaan yang bertugas untuk membantu mengelola perpustakaan. Hal ini terlihat dari adanya lowongan yang dibuka pada setiap semester untuk menjadi mitra perpustakan.

23 6 Motte & Schwartz (2009) mengatakan bahwa bekerja memang memiliki dampak positif maupun negatif bagi mahasiswa. Dampak positifnya adalah dengan bekerja paruh waktu, mahasiswa memperoleh penghasilan tambahan sekaligus melatih kemandirian. Mahasiswa juga mendapat pengalaman dalam dunia kerja sebelum lulus kuliah. Namun, di sisi lain, Yenni (2007) menyebutkan bahwa bekerja juga memiliki dampak negatif, yaitu mahasiswa menjadi lalai akan tugas utamanya untuk menyelesaikan kuliah. Mahasiswa cenderung merasa bekerja lebih bermanfaat karena menghasilkan uang. Dengan uang yang diperoleh tersebut, mahasiswa dapat menggunakannya untuk mencukupi kebutuhannya. Akibatnya, tidak sedikit mahasiswa yang bekerja meninggalkan kuliahnya demi pekerjaannya. Ningsih (2005) menambahkan, banyak orang beranggapan bahwa kuliah sambil bekerja berisiko gagal dalam menyelesaikan kuliah. Tidak jarang mahasiswa akhirnya putus kuliah karena sulit mengatur waktu antara kuliah, bekerja, istirahat, dan urusan-urusan lain. Sementara itu, Spitzer (2000) menemukan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam kuliah sambil bekerja dipengaruhi oleh kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self-regulated learning (SRL). Penelitian mengenai self-regulated learning menyebutkan bahwa strategi self-regulated learning menjadi faktor utama yang menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Menurut Zimmerman (1989), dalam Yusri dan Rahimi (2010), hal ini disebabkan prosesnya bersifat self directive dan self beliefs yang memungkinkan mahasiswa untuk membentuk

24 7 kemampuan mental mereka pada performansi akademik. Chen (2002) juga menyebutkan bahwa mahasiswa yang memiliki strategi SRL yang baik akan lebih fokus dan berkonsentrasi pada pencapaian tujuan. Sejalan dengan itu, Lee (2009) menambahkan, dengan menerapkan strategi SRL mahasiswa akan mengerti dan memahami apa sebenarnya yang menjadi tujuan mereka. Hasil penelitian Daulay (2010) menunjukkan bahwa SRL pada mahasiswa yang tidak bekerja lebih tinggi daripada mahasiswa yang bekerja. Bagi mahasiswa, melakukan kegiatan akademis dan non akademis sekaligus bukanlah hal yang mudah. Terutama bagi mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi sambil bekerja. Mereka dituntut untuk dapat bekerja dengan baik dan menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik pula dengan waktu yang lebih sedikit dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja, di mana mereka memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas akhirnya. Penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda terhadap hasil belajar mahasiswa yang bekerja. Penelitian Roscue, Morgan, & Peebles (1996), dalam Daulay (2010), menyebutkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja memiliki rata-rata indeks prestasi yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang tidak bekerja. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja lebih disiplin, lebih tepat waktu dalam perkuliahan, dan memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi lebih banyak ketika mengerjakan tugas. Ini berarti bahwa mahasiswa yang bekerja memiliki kemampuan self-

25 8 regulated learning yang baik sehingga dapat menyeimbangkan kegiatan kuliah dan bekerja. Secara kontekstual, hasil penelitian Daulay (2010) menggambarkan mahasiswa yang ada di Indonesia. Sementara itu, penelitian Roscue, Morgan, & Peebles (1996), dalam Daulay (2010) menggambarkan mahasiswa di Amerika. Perbedaan budaya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan self-regulated learning mahasiswa. Tuttle, McKinney, & Rago (2005) menemukan bahwa secara historis, kuliah sambil bekerja merupakan bagian dari pengalaman di perguruan tinggi di Amerika. Berdasarkan budaya Amerika, remaja berusia 17 tahun dianggap tidak lagi menjadi tanggung jawab orangtuanya, termasuk dalam hal finansial. Hal ini mendorong remaja di Amerika untuk melakukan usaha lebih jika ingin kuliah. Salah satunya adalah dengan bekerja untuk membiayai kuliahnya. Tuttle, McKinney, & Rago (2005) melanjutkan, keinginan yang besar untuk kuliah membuat remaja Amerika mau tidak mau berkonsentrasi pada dua hal sekaligus, yaitu kuliah dan bekerja. Seperti hasil penelitian Roscue, Morgan dan Peebles (1996), mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dituntut untuk lebih disiplin dalam membagi waktu antara kuliah dan bekerja agar tidak mengacaukan performansi akademiknya. Sebaliknya, berkaitan dengan penelitian Daulay (2010), remaja di Indonesia masih bergantung pada orangtua mereka. Handianto & Johan (2006) menyebutkan bahwa persaingan dunia kerja yang ketat merupakan pilihan mahasiswa di Indonesia untuk

26 9 kuliah sambil bekerja sebagai cara untuk mendapatkan pengalaman kerja selain mendapatkan tambahan penghasilan tambahan juga. Menurut hasil penelitian dari Pace University (dalam artikel Sahabat Nestle, yang diunduh pada tanggal 22 Februari 2015), para recruiter dan hiring manager lebih memilih calon karyawan yang sudah memiliki pengalaman kerja dan telah membuktikan kemampuannya baik dalam menangani pekerjaan, meraih target, atau memimpin suatu tim. Pengalaman kerja yang relatif lama memberi keuntungan yang tidak dimiliki oleh para fresh graduate yang tidak berpengalaman. Salah satunya adalah memiliki jaringan yang luas. Mahasiswa yang memutuskan untuk kuliah sambil bekerja memiliki pandangan berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Penelitian Daulay (2010) terhadap mahasiswa di Universitas Sumatera Utara menunjukkan hasil bahwa self-regulated learning mahasiswa yang tidak bekerja lebih tinggi daripada mahasiswa yang bekerja. Menurut Yenny (2007), mahasiswa yang bekerja beranggapan bahwa mereka sudah mampu mendapatkan uang dan menurut mereka, kuliah hanya sebagai kewajiban agar dapat lulus dan mendapatkan ijazah sehingga motivasi dan tujuan mereka tidak lagi berorientasi pada pembelajaran. Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa self-regulated learning adalah suatu strategi yang mengacu pada kemampuan individu untuk mengatur dirinya dalam proses belajar dengan mengikutsertakan kemampuan metakognisi, motivasi dan perilaku aktif. Self regulated learning bukan

27 10 merupakan kemampuan mental seperti inteligensi atau keterampilan akademik melainkan suatu proses pengarahan atau penginstruksian diri untuk mengubah kemampuan mental yang dimiliki menjadi keterampilan dalam belajar. Zimmerman (1989), dalam Woolfolk (2004) juga menambahkan bahwa self-regulated learning merupakan sebuah proses di mana seorang individu mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behavior), dan perasaannya (affect) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Berdasarkan perbedaan hasil penelitian dan perbedaan pandangan mahasiswa yang memutuskan untuk kuliah sambil bekerja di tiap-tiap daerah seperti yang telah dijelaskan di atas, peneliti ingin meneliti kembali mengenai perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir atau mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi yang bekerja dan tidak bekerja khususnya di wilayah Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan selfregulated learning pada mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja?

28 11 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adakah perbedaan selfregulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai self-regulated learning pada mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja maupun yang tidak bekerja untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan self-regulated learning yang dimiliki sehingga dapat diterapkan dalam bekerja maupun kuliah. b. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya strategi self-regulated learning dalam proses

29 12 belajar peserta didik sehingga peserta didik dapat mengembangkan strategi self-regulated learning yang dimiliki.

30 BAB II LANDASAN TEORI A. Self-regulated Learning 1. Definisi Self-regulated Learning Barry J. Zimmerman (1989), merupakan salah satu tokoh yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap teori self-regulated learning. Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulated learning adalah konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik menjadi pengatur bagi belajarnya sendiri. Self-regulated learning (SRL) bukan merupakan kemampuan mental seperti inteligensi atau keterampilan akademik melainkan suatu proses pengarahan atau penginstruksian diri untuk mengubah kemampuan mental yang dimiliki menjadi keterampilan dalam belajar. Zimmerman (1989) dalam Woolfolk (2004) melanjutkan, pada proses pengaturan belajar tersebut, individu mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behavior), dan perasaannya (affect) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan belajar. Untuk mencapai tujuan belajar tersebut, Wahyono (2008) menyatakan bahwa individu yang menerapkan SRL harus mendekati tugas belajar dengan berbagai strategi manajemen sumber daya seperti memilih atau mengatur lingkungan fisik untuk mendukung belajar dan mengatur waktu mereka secara efektif. 13

31 14 Sejalan dengan pendapat di atas, Pintrich (2000) mengemukakan bahwa self-regulated learning merupakan suatu proses yang aktif, konstruktif, di mana individu menetapkan tujuan belajar mereka dan kemudian memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku mereka, yang dipandu oleh tujuan-tujuan mereka dan segi kontekstual terhadap lingkungan. Pintrich & Groot (1990) dalam Utami (2013), menyebutkan bahwa dalam self-regulated learning terdapat tiga komponen self regulation, yaitu strategi-strategi kognitif, strategi-strategi metakognitif, dan manajemen usaha. Strategi-strategi kognitif yang dimaksud adalah strategi-strategi yang digunakan untuk mengolah informasi seperti pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi (organization). Strategi-strategi metakognitif terdiri dari perencanaan (planning), pemantauan (monitoring), dan modifikasi kognitif (cognitive modification). Sementara itu, manajemen usaha adalah kegiatan individu mengelola dan mengontrol usaha mereka dalam menghadapi hambatan ketika menyelesaikan tugas-tugas akademisnya. Selain ketiga komponen yang telah disebutkan di atas, menurut Pintrich & Groot (1990) dalam Utami (2013), ada komponen lain yang juga diperlukan dalam meregulasi diri, yaitu komponen motivasi. Komponen ini membantu individu dalam meningkatkan motivasi intrinsik untuk belajar. Komponen ini terdiri dari komponen harapan, komponen nilai, dan komponen afeksi. Komponen harapan yaitu keyakinan tentang

32 15 kemampuan individu tersebut dalam menghadapi tugas-tugasnya sehingga individu akan lebih termotivasi untuk belajar. Komponen nilai yaitu, komponen yang berisi nilai-nilai intrinsik (intrinsic values). Sedangkan komponen afeksi merupakan komponen-komponen dalam diri individu yang berguna untuk menghadapi tes dan tugas-tugas (test anxiety). Menurut Zimmerman & Schunk (1994), self-regulated learning secara umum dicirikan sebagai partisipan yang aktif yang mengontrol secara efisien pengalaman belajarnya sendiri dengan cara-cara yang berbeda, mencakup menentukan lingkungan kerja yang produktif dan menggunakan sumber-sumber secara efektif, mengorganisir dan melatih informasi untuk dipelajari, memelihara emosi yang positif selama tugastugas akademik, dan mempertahankan kepercayaan motivasi yang positif tentang kemampuan mereka, nilai belajar, dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning (SRL) adalah kemampuan individu secara aktif mengontrol proses kognitif, motivasi, dan perilaku dengan menggunakan strategi-strategi untuk mencapai tujuan belajar yang telah diterapkan. Untuk mempermudah pemahaman mengenai definisi self-regulated learning, berikut merupakan skema self-regulated learning menurut Zimmerman (1989) dalam Utami (2013):

33 16 Gambar 1 Skema self-regulated learning Kognitif Merencanakan, memantau, menerapkan, mengevaluasi, memperbaiki Self-regulated learning Perilaku Motivasi * Keyakinan individu (self-efficacy) * Nilai-nilai intrinsik (intrinsic values) * Kecemasan (test anxiety) 2. Komponen Self-regulated Learning Self-regulated Learning merupakan kegiatan memonitor dan mengontrol belajar pada diri peserta didik itu sendiri. Reed & Giessler (1995) mengemukakan bahwa pengaturan belajar memiliki beberapa komponen, seperti motivasi, kepercayaan asal (epistemic), metakognisi, strategi belajar, dan pengetahuan sebelumnya (prior knowledge). Motivasi membantu peserta didik mengambil usaha yang diperlukan untuk memonitor dan mengontrol belajarnya. Sedangkan kepercayaan epistemic merupakan apa yang peserta didik percaya mengenai sifat dasar belajar (nature of learning).

34 17 Selanjutnya, metakognisi merupakan kemampuan peserta didik untuk memahami apa yang perlu dikerjakan dalam suatu keadaan yang diberikan. Metakognisi membantu pengaturan belajar dengan memberikan pengetahuan tentang strategi belajar yang hendak digunakan. Strategi belajar itu sendiri merupakan aktifitas mental yang digunakan peserta didik ketika mereka belajar untuk membantu diri mereka dalam memperoleh, mengorganisasi, atau mengingat pengetahuan yang baru dengan lebih efisien. Komponen-kompenen self-regulated learning tersebut kemudian diaplikasikan oleh peserta didik melalui empat fase berikut. 3. Fase-fase Self-regulated Learning Menurut Pintrich (2000), proses regulatory dikelompokkan ke dalam empat fase, yaitu perencanaan, monitoring diri, kontrol, dan evaluasi. Setiap fase-fase tersebut tersusun ke dalam empat area, yaitu kognitif, motivasional atau afektif, behavioral, dan kontekstual. Keempat fase tersebut menggambarkan rangkaian umum yang saling berhubungan satu sama lain di mana peserta didik melangkah terus untuk menyelesaikan tugas. Pada fase pertama, proses self-regulating dimulai dengan perencanaan, di mana aktifitas-aktifitas penting di dalamnya adalah serangkaian tujuan yang diinginkan atau ditargetkan. Area kognitif yang bekerja di sini adalah pengaktifan pengetahuan sebelumnya dan pengetahuan metakognisi. Sedangkan area afeksi

35 18 menggerakkan kepercayaan diri dan motivasi, serta emosi-emosi. Area perilaku (behavioral) membuat perencanaan waktu dan usaha untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan area kontekstual menggerakkan persepsi yang berkaitan dengan tugas dan konteksnya. Fase kedua adalah fase monitoring diri. Fase ini merupakan fase di mana peserta didik menyadari keadaan kognisi, motivasi, serta penggunaan waktu dan usaha untuk mencapai tujuannya. Peserta didik menyadari hal-hal apa saja yang mampu dan tidak mampu dilakukannya, lalu mencari solusinya. Fase ketiga adalah aktifitas control yang meliputi pemilihan dan penggunaan strategi belajar yang secara praktis akan berpengaruh terhadap pengaturan waktu dan usaha, pengendalian terhadap tugas-tugas akademik, dan pengendalian terhadap situasi dan kondisi lingkungan belajar. Fase keempat adalah refleksi atau evaluasi, yang meliputi pembuatan keputusan, evaluasi mengenai tugas yang telah diselesaikan, meninjau kembali hal-hal yang menyebabkan kegagalan atau keberhasilan penyelesaian tugas, reaksi terhadap hasil belajar, pemberian konsekuensi terhadap diri atas hasil yang dicapai, dan pemilihan perilaku yang tepat untuk melakukan tugas yang akan datang. Keempat fase tersebut dipengaruhi oleh faktor observasi diri, keputusan diri, dan reaksi diri yang akan dijelaskan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning.

36 19 Peserta didik yang melakukan self-regulated learning akan melalui keempat fase di atas. Akan tetapi, untuk mempermudah peserta didik mengarahkan perilakunya dalam belajar, peserta didik perlu melakukan strategi-strategi khusus. Strategi-strategi tersebut akan dijelaskan di bawah ini. 4. Strategi Self Regulated Learning Ormord (2009) menyebutkan bahwa self-regulated learning merupakan suatu pembelajaran dimana individu dapat mengatur proses belajarnya demi mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Pembelajaran tersebut mencakup pengaturan dalam proses berpikir yang memunculkan perilaku terarah dan teratur. Untuk mencapai tujuan belajar tersebut, diperlukan strategi-strategi khusus agar proses belajar menjadi efektif. Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa terdapat strategi dalam self-regulated learning yang dapat menjadi tolak ukur untuk mengetahui kemampuan individu dalam mencapai tujuan belajarnya. Strategi selfregulated learning tersebut berupa tindakan atau proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi atau keterampilan yang mencakup agensi, tujuan, dan pandangan instrumentalis dari individu. Dalam mengendalikan proses belajarnya, individu menggunakan strategi self-regulated learning untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Wolters (2003) dalam Utami (2013) menjelaskan penerapan strategi self-regulated learning dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

37 20 Pertama, strategi mengatur kognitif yang meliputi berbagai aktivitas kognitif dan metakognitif yang mengharuskan individu aktif terlibat untuk mengadaptasi dan mengubah kognisinya. Strategi tersebut adalah strategi pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi (organization). Kedua, strategi untuk meregulasi motivasi. Regulasi motivasi adalah pengontrolan terhadap pemikiran, tindakan atau perilaku dimana individu berusaha untuk mempengaruhi pilihan, usaha, dan ketekunannya dalam menyelesaikan tugas akademis. Strategi tersebut melibatkan aktivitas seperti memulai, mengatur atau menambah kemauan untuk memulai, mempersiapkan tugas berikutnya, atau menyelesaikan aktivitas tertentu. Ketiga, strategi untuk mengatur perilaku. Strategi ini adalah usaha individu mengontrol perilakunya yang tampak seperti mengatur usaha (effort regulation) dalam mengumpulkan informasi, mengatur waktu dan lingkungan belajar (time/study environment), dan pencarian bantuan (helpseeking). Untuk mempermudah mengukur self-regulated learning, Zimmerman dan Martinez-Pons (1988) mengembangkan strategi-strategi self-regulated learning menjadi suatu instrumen pengukuran yang disebut dengan The Self-regulated Learning Interview Schedule (SRLIS). Instrument pengukuran tersebut mengelompokkan strategi SRL ke dalam 10 strategi, yaitu

38 21 Tabel 1 10 strategi self-regulated learning No. Strategi Definisi 1. Self evaluation Inisiatif untuk mengevaluasi kemajuan mengenai apa yang telah dikerjakan. 2. Organizing & transforming Inisiatif untuk mengorganisasi atau mengatur materi pelajaran agar lebih mudah dan jelas untuk dipahami guna meningkatkan proses pembelajaran. 3. Goal setting & planning Usaha untuk membuat rencana dan tujuan belajar, seperti penentuan sasaran, perencanaan yang bertahap, pemilihan waktu, penyusunan semua kegiatan yang berhubungan dengan sasaran pendidikan individu. 4. Keeping record & monitoring Usaha untuk mengingat beberapa peristiwa atau hasil dari pekerjaan yang telah dilakukan dengan cara mencatat hal-hal penting. 5. Rehearsing & memorizing Usaha untuk mengingat materi dengan cara mengulang dan menghafal materi pelajaran agar lebih mudah memahami dan jelas.

39 22 No. Strategi Definisi 6. Seeking information Usaha untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tugas. 7. Environmental structuring Usaha untuk memilih atau mengatur lingkungan belajar sehingga membuat belajar lebih nyaman. 8. Self consequences Usaha untuk memberikan konsekuensi kepada diri sendiri seperti mendapat penghargaan jika telah menyelesaikan tugas dan mendapat hukuman bila gagal. 9. Seeking social assistance Usaha untuk meminta bantuan kepada orang lain, seperti kepada dosen atau teman. 10. Reviewing record Usaha untuk meninjau kembali catatan, buku pelajaran, tugas atau tes sebelumnya. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-regulated Learning Pengaturan terhadap proses belajar individu tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang saling berhubungan dan mempengaruhi proses tersebut. Zimmerman (1989) menyebutkan 3 faktor yang berpengaruh terhadap self-regulated learning individu, yaitu faktor dari dalam diri individu (personal influence), pengetahuan yang dimiliki individu, dan faktor lingkungan (environmental influence).

40 23 a. Faktor dari dalam diri individu (personal influence) Faktor ini meliputi keyakinan mengenai kemampuan diri (self efficacy) dan nilai-nilai intrinsik (intrinsic values). Menurut Pintrich dan Groot (1990), self efficacy merupakan keyakinan dalam diri individu mengenai kemampuannya untuk melakukan tugas dan tanggung jawab terhadap hasil pelaksanaan tugas tersebut. Faktor dalam diri individu selanjutnya adalah nilai-nilai intrinsik (intrinsic values). Menurut Pintrich dan Groot (1990), yang dimaksud dengan nilai-nilai intrinsik adalah keyakinan individu terhadap manfaat atau pentingnya suatu tugas yang dihadapi dalam proses belajar dan keyakinan akan pentingnya tugas tersebut dan ketertarikan terhadap tugas itu. b. Pengetahuan yang dimiliki individu Pengetahuan yang dimiliki individu di sini artinya adalah segala pengetahuan yang berhubungan dengan diri individu tersebut dan pengetahuan metakognitifnya. Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan metakognitif adalah kemampuan individu untuk merencanakan, mengorganisasikan, menginstruksi diri, memantau, dan mengevaluasi kegiatan belajarnya. Semakin tinggi tingkat kemampuan metakognisi yang dimiliki, maka semakin membantu pelaksanaan self-regulated learning individu tersebut.

41 24 Ada beberapa hal yang tercakup dalam pengetahuan individu, yaitu tujuan akademik yang akan dicapai (goal), kondisi afeksi (affectional condition), dan perubahan perilaku (behavioral influences). Tujuan akademik (goal) yang akan dicapai oleh individu akan mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan. Semakin banyak dan kompleks tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas belajar, semakin besar pula kemungkinan individu melakukan perubahan pada proses self-regulated learning-nya. Hal lain yang tercakup dalam pengetahuan individu adalah kondisi afeksi individu (affectional condition). Menurut Pintrich dan Groot (1990), kondisi afeksi atau reaksi-reaksi emosional individu dapat memberi perubahan pada proses self-regulated learning individu tersebut dalam hal pencapaian tujuan dan penggunaan proses metakognitifnya. Selain itu, pengetahuan individu juga akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku (behavioral influences). Faktor perilaku ini mengacu pada upaya individu untuk menggunakan kemampuan yang dimilikinya. Semakin besar dan optimal upaya yang dilakukan individu dalam mengatur dan mengorganisasikan aktivitas belajarnya, maka semakin meningkat pula self-regulated learning individu tersebut. Upaya-upaya yang dinilai dapat memberi perubahan dalam self-regulated learning individu tersebut adalah observasi diri (self

42 25 observing), penilaian diri (self judgement), dan reaksi diri (self reaction). Observasi diri adalah respon-respon individu dalam mengamati apakah kegiatan yang dilakukannya mendapatkan kemajuan dan seberapa besar kemajuan yang telah dicapai. Respon tersebut merupakan hasil dari pemikiran mengenai seberapa penting tujuan yang ingin dicapai, self efficacy, serta proses metacognitif individu. Ada dua cara yang dapat dilakukan individu untuk mengobservasi diri, yaitu dengan mencatat atau membuat laporan lisan ataupun tertulis mengenai aksi dan reaksi individu dalam kegiatan belajarnya. Observasi diri individu tersebut kemudian memunculkan penilaian diri individu terhadap hasil kerjanya. Penilaian tersebut dilakukan dengan cara membandingkan hasil kerjanya dengan tujuan yang ingin dicapai atau dengan standart tertentu. Setelah individu mengobservasi dan menilai dirinya, individu akan memberikan respon terhadap hasil kerja yang telah dicapai. Respon tersebut berupa reaksi perilaku (behavioral reaction), reaksi personal (reaction personal), dan reaksi lingkungan (emotional reaction). Reaksi perilaku dilakukan individu untuk mengoptimalkan respon-respon belajar, seperti memberikan pujian terhadap diri sendiri akan hasil yang telah dicapai yang sesuai dengan apa yang telah ditargetkan. Reaksi personal dilakukan individu untuk meningkatkan proses-proses belajar dalam diri individu, seperti memberi tanda pada

43 26 materi penting agar lebih mudah diingat. Sedangkan reaksi lingkungan dilakukan individu untuk meningkatkan kenyamanan lingkungan belajar, seperti memilih waktu dan tempat yang tenang untuk belajar. c. Faktor lingkungan (environmental influences) Selain kedua faktor yang telah disebutkan di atas, faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap proses self-regulated learning individu. Zimmerman (1989) menyebutkan ada dua jenis lingkungan yang dapat memberi perubahan dalam proses self-regulated learning individu, yaitu pengalaman sosial dan struktur lingkungan belajar. Pengalaman sosial individu mempengaruhi individu dalam memutuskan strategi belajar apa yang akan digunakan. Bandura (1997) dalam Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa pengalaman sosial dapat dimiliki individu melalui modeling. Individu dapat meniru orang lain di sekitarnya dalam hal mengambil keputusan untuk menggunakan strategi belajar yang tepat. Selain pengalaman sosial, Zimmerman (1989) juga mengemukakan bahwa proses belajar individu juga tergantung pada situasi dan kondisi lingkungan belajarnya. Bandura (1997) dalam Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa lingkungan memiliki peran penting terhadap pengelolaan diri dalam belajar, yaitu sebagai tempat individu untuk melakukan aktivitas belajar dan memberikan fasilitas

44 27 yang dapat mendukung atau menghambat self-regulated learning individu. 6. Karakteristik Mahasiswa dengan Self-regulated Learning yang Baik Menurut Zimmerman (1989), mahasiswa yang memiliki self regulation adalah mahasiswa yang aktif dalam kegiatan belajar, memiliki ketekunan dan inisiatif dalam mengerjakan tugas-tugas, menguasai strategi-strategi belajar, mampu memecahkan masalah, bereaksi terhadap hasil belajar dan memiliki keyakinan diri. Sejalan dengan itu, Corno (1983) dalam Zimmerman & Schunk (1994) juga mengemukakan bahwa karakteristik individu yang melakukan self-regulated learning adalah mereka yang melihat dirinya sendiri sebagai pelaku dalam belajar yang percaya bahwa belajar adalah proses proaktif. Individu juga memotivasi diri dan menggunakan strategi-strategi yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan hasil akademik sesuai dengan yang diinginkan. Secara rinci, Corno (1983) dalam Zimmerman & Schunk (1994) menjelaskan karakteristik mahasiswa yang belajar dengan strategi selfregulated learning sebagai berikut: a. Individu mengetahui bagaimana menggunakan strategi kognitif yang membantu mereka menyelesaikan, mengubah (transform), mengatur (organize), memperluas (elaborate), dan memperoleh kembali informasi (recover information).

45 28 b. Individu mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol dan mengatur proses mentalnya dalam menghadapi pencapaian-pencapaian tujuan personal (metacognition). c. Individu menunjukkan kepercayaan motivasi (motivational beliefs) seperti perasaan academic self-efficacy, penggunaan tujuan-tujuan belajar, pengembangan emosi positif terhadap tugas-tugas (misalnya kegembiraan, kepuasan, dan semangat besar). d. Individu merencanakan dan mengontrol waktu dan upaya yang digunakan untuk tugas-tugas dan mengetahui bagaimana membuat dan membangun lingkungan belajar yang baik, seperti menemukan tempat belajar yang cocok, mencari bantuan (help-seeking) daru pengajar/teman ketika menemui kesulitan. e. Individu menunjukkan upaya-upaya yang lebih besar untuk ambil bagian dalam kontrol dan pengaturan tugas-tugas akademik, suasanan dan struktur kelas, desain tugas-tugas, dan organisasi kelompok kerja. Dengan adanya keterampilan self-regulated learning ini, mahasiswa dapat mencapai tujuan belajarnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukannya sendiri. B. Mahasiswa Bekerja 1. Definisi Mahasiswa Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No. 30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

46 29 Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mendefinisikan mahasiswa sebagai individu yang yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan akan menjadi calon-calon intelektual. Menurut Susantoro (2003), mahasiswa pada dasarnya adalah individu yang dinamis. Hal ini disebabkan mahasiswa tergolong dalam usia menuju dewasa awal yang memiliki semangat menggebu-gebu untuk mengekpresikan diri. Pada usia ini, Papalia dkk (2007) menjelaskan bahwa perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri, adanya pengaruh dari lingkungan, serta sudah mulai membuat keputusan terhadap pemilihan pekerjaan atau karirnya. 2. Definisi Mahasiswa yang Bekerja Mahasiswa dalam perkembangannya termasuk dalam kategori remaja akhir yang berada pada rentang usia tahun. Papalia, dkk (2007) menjelaskan bahwa usia tersebut merupakan jenjang di mana remaja beranjak menuju dewasa muda (young adulthood). Pada usia ini, perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri, adanya pengaruh dari lingkungan, serta sudsh mulai membuat keputusan terhadap pemilihan pekerjaan atau karier.

47 30 Menurut Ganda (2004) dalam Jonathan (2011), mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, di mana di dalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya diantara mahasiswa ada yang sudah bekerja atau disibukkan oleh kegiatan organisasi kemahasiswaan. Selanjutnya, menurut Powell (1983) dalam Jonathan (2011), bekerja itu sendiri adalah suatu bentuk aktivitas yang mengandung empat unsur, yaitu rasa kewajiban, pengeluaran energi, pengalaman mewujudkan atau menciptakan sesuatu, dan diterima atau disetujui oleh masyarakat. Memasuki usia dewasa awal, banyak mahasiswa yang sudah memikirkan bagaimana mencari pekerjaan paruh waktu (part-time job), mengembangkan kemampuannya dalam masalah personal, mengembangkan pendidikan, atau masuk dalam dunia pekerjaan. Berdasarkan penjelasan di atas, mahasiswa yang bekerja dapat dikatakan sebagai individu yang memasuki usia perkembangan dewasa awal yang menjalani aktifitas kuliah, namun memutuskan untuk bekerja di suatu lembaga usaha guna mencapai tujuan tertentu. C. Dinamika Strategi Self-regulated Learning pada Mahasiswa Bekerja dan Tidak Bekerja Mahasiswa secara umum digambarkan sebagai individu yang belajar dan menekuni suatu disiplin ilmu yang dijalani melalui serangkaian kegiatan

48 31 perkuliahan. Namun, sejalan dengan perkembangan dunia kerja yang nantinya akan dimasuki setelah lulus kuliah, sebagian mahasiswa memiliki inisiatif mempersiapkan diri lebih awal untuk memasuki dunia kerja dengan bekerja part-time. Kuliah sambil bekerja membuat mahasiswa memiliki pengalaman kerja yang menjadi salah satu syarat perusahaan-perusahaan besar dalam menerima karyawan. Selain itu, mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mendapat banyak hal positif seperti mendapat tambahan uang jajan. Pada dasarnya, mahasiswa yang bekerja tentu harus dapat membagi waktu antara mengerjakan skripsi dan bekerja. Manajemen waktu sangat penting karena dapat menyeimbangkan kedua aktivitas tersebut. Menurut Martin dan Osborne (2008) dalam Daulay (2010), mahasiswa yang memiliki kemampuan mengatur waktu yang baik dan memiliki batas waktu untuk setiap pengerjaan tugasnya adalah salah satu kriteria mahasiswa yang berhasil. Namun, kebanyakan mahasiswa yang bekerja memiliki kesulitan dalam menyeimbangkan waktu antara mengerjakan skripsi dan bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Furr dan Elling (2000) menunjukkan bahwa mahasiswa yang bekerja cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja. Mereka dituntut untuk melakukan dua hal sekaligus dengan baik. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap afeksi, pikiran dan perilaku mahasiswa dalam menerapkan selfregulated learning untuk menunjang prestasi belajar yang memuaskan maupun menyeimbangkan kegiatan bekerjanya. Hal ini didukung oleh data National Center for Education Statistics (dalam Papalia, 2001) yang

49 32 menyebutkan bahwa mahasiswa yang bekerja 15 jam lebih dalam seminggu atau bekerja di waktu yang tidak tetap cenderung tidak menunjukkan prestasi yang baik. Pada mahasiswa yang tidak bekerja, fokus utama mereka adalah menyelesaikan studi. Dengan demikian, fokus mereka tidak terbagi untuk studi maupun untuk bekerja. Mereka lebih banyak waktu untuk mengerjakan skripsi, bertemu dengan dosen pembimbing skripsi, dan mencari materi yang dapat mendukung pengerjaan skripsinya. Seperti yang telah disebutkan dalam latar belakang, berdasarkan data-data yang diambil dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mahasiswa yang bekerja memiliki hasil belajar yang lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja.

50 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang bertujuan untuk membandingkan self-regulated learning antara mahasiswa tingkat akhir yang bekerja dan tidak bekerja. B. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel merupakan atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif ataupun secara kualitatif (Azwar, 2012). Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti adalah selfregulated learning yang akan dibandingkan antara mahasiswa yang bekerja dan tidak bekerja. C. Definisi Operasional Self-regulated learning adalah suatu proses atau tindakan individu untuk mengatur belajarnya dengan menggunakan strategi-strategi khusus seperti merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar guna mencapai tujuan belajar yang optimal. Untuk mengukur self-regulated learning tersebut, digunakan 10 strategi yang kemudian dijadikan ke dalam bentuk skala, yaitu skala self-regulated learning. 33

51 34 D. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian adalah mahasiswa tingkat akhir yang berada di beberapa universitas di wilayah Yogyakarta dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di kampusnya dan terhitung aktif. 2. Mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah skripsi. 3. Mahasiswa yang bekerja paruh waktu dan mahasiswa yang tidak bekerja. E. Sampling Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Teknik sampel purposif adalah teknik penentuan sampel yang digunakan oleh peneliti dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Arikunto, 2009). F. Metode dan Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode skala. Skala yang digunakan adalah skala self-regulated learning strategies yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek self-regulated learning sebagai acuan pengukuran. Model skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skala Likert, yaitu alat ukur psikologis yang stimulusnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapkan indikator

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting bagi setiap negara, terutama bagi negara berkembang seperti negara Indonesia. Terlebih dalam dunia kerja, dimana banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta

Lebih terperinci

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. Munandar (2002), pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam keseluruhan bentuk aktivitas dan kreativitasnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA Siti Fani Daulay Fasti Rola Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Kuliah sambil bekerja bukanlah hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning menyangkut self generation dan self monitoring pada pemikiran, perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG Lucky Rianatha 1, Dian Ratna Sawitri 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek

Lebih terperinci

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Amelia Elvina Dr. Awaluddin Tjalla Fakultas Psikologi Universiyas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikutinya. Tujuan utama mahasiswa di perguruan tinggi adalah belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. diikutinya. Tujuan utama mahasiswa di perguruan tinggi adalah belajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan orang yang sudah mengenyam pendidikan tinggi di suatu perguruan atau di universitas dan langsung terdaftar serta menetap sesuai masa kontraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi mendasari setiap tindakan seseorang. Saat seseorang merasa terdapat suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, maka timbul adanya keinginan untuk memuaskan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Kemampuan Self- Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2009, di Universitas X Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, serta metode analisis data. Rancangan penelitian merupakan pedoman dan langkah-langkah yang

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, serta metode analisis data. Rancangan penelitian merupakan pedoman dan langkah-langkah yang BAB III METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini diuraikan mengenai rancangan penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Robert Donmoyer (Given, 2008), adalah pendekatan-pendekatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN REGULASI DIRI PADA MAAHASISWA BEKERJA DAN MAHASISWA TIDAK BEKERJA DI PROGRAM STUDI BK STKIP PGRI SUMBAR

PERBEDAAN REGULASI DIRI PADA MAAHASISWA BEKERJA DAN MAHASISWA TIDAK BEKERJA DI PROGRAM STUDI BK STKIP PGRI SUMBAR 1 1 PERBEDAAN REGULASI DIRI PADA MAAHASISWA BEKERJA DAN MAHASISWA TIDAK BEKERJA DI PROGRAM STUDI BK STKIP PGRI SUMBAR Oleh: Desta Fandri* Dr. Yuzarion Zubir, S.Ag., S.Psi., M.Si** Alfaiz, S.Psi., M.Pd**

Lebih terperinci

SELF REGULATION DAN PERILAKU MAKAN SEHAT MAHASISWA YANG MENGALAMI DYSPEPSIA UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SKRIPSI

SELF REGULATION DAN PERILAKU MAKAN SEHAT MAHASISWA YANG MENGALAMI DYSPEPSIA UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SKRIPSI SELF REGULATION DAN PERILAKU MAKAN SEHAT MAHASISWA YANG MENGALAMI DYSPEPSIA UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Lebih terperinci

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan ujian Sarjana Psikologi oleh : CHIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena kuliah sambil kerja banyak dijumpai di berbagai negara. Hal ini terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju yang telah mapan secara ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI STUDI EKSPLORATIF TENTANG PENGATURAN DIRI DALAM BELAJAR (SELF-REGULATED LEARNING) DI KALANGAN SISWA SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Lebih terperinci

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Abstraksi Penelitian ini adalah penelitian tentang regulasi belajar yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kualitas yang dimiliki manusia adalah kemampuannya untuk melakukan kontrol atas dirinya (Schraw, Crippen, Hartley, 2006). Kemampuan tersebut menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

Pengaruh Metode Modelling Dalam Layanan Klasikal Terhadap Peningkatan Self Regulated Learning

Pengaruh Metode Modelling Dalam Layanan Klasikal Terhadap Peningkatan Self Regulated Learning Pengaruh Metode Modelling Dalam Layanan Klasikal Terhadap Peningkatan Self Regulated Learning PENGARUH METODE MODELLING DALAM LAYANAN KLASIKAL TERHADAP PENINGKATAN SELF REGULATED LEARNING ( Studi Kuasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik untuk mendapatkan pengetahuan ataupun dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini lebih spesifik dibanding tingkat SMA. Disiplin ilmu yang disediakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern, persaingan untuk mendapatkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang handal semakin ketat. Setiap perusahaan, membutuhkan tenaga-tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan yang dimilikinya melalui Perguruan Tinggi. Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membaca merupakan kegiatan yang akrab dengan manusia. Kegiatan membaca berlangsung terus menerus selama manusia hidup. Mulai dari membaca merk makanan, judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social

BAB II KAJIAN TEORI. teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social 14 BAB II KAJIAN TEORI A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Pengelolaan diri bila dalam bahasa Inggris adalah self regulation. Self artinya diri dan regulation adalah terkelola.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu proses yang ada dalam diri manusia dan dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun informal. Belajar secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF- REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU TIS A MUHARRANI

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF- REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU TIS A MUHARRANI HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF- REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU Oleh TIS A MUHARRANI 061301015 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP, 2011/2012 LEMBAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TASK VALUE DENGAN SELF-REGULATION OF LEARNING PADA MAHASISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN SINDANGSARI AL-JAWAMI

HUBUNGAN ANTARA TASK VALUE DENGAN SELF-REGULATION OF LEARNING PADA MAHASISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN SINDANGSARI AL-JAWAMI HUBUNGAN ANTARA TASK VALUE DENGAN SELF-REGULATION OF LEARNING PADA MAHASISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN SINDANGSARI AL-JAWAMI IKLIMA ULFAH SURYA CAHYADI ABSTRAK Mahasiswa yang tinggal di pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan

Lebih terperinci

Educational Psychology Journal

Educational Psychology Journal EPJ 2 (1) (2013) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION Anggi Puspitasari, Edy Purwanto, Dyah Indah Noviyani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap prosedur penelitian, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada penelitian-penelitian psikologi yang terdahulu ditemukan bahwa inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para peneliti tidak

Lebih terperinci

Educational Psychology Journal

Educational Psychology Journal EPJ 2 (1) (2013) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DENGAN SELF REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA Mustika Dwi Mulyani Jurusan Psikologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs. Syafi iyah Cisambeng tahun pelajaran 2012-2013 yang jumlahnya 2 kelas, yang setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi adalah dunia yang merupakan titik tolak akhir dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami dinamika yang cukup signifikan,

Lebih terperinci

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA TINGKAT AWAL (2015) DAN TINGKAT AKHIR (2013) DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA TINGKAT AWAL (2015) DAN TINGKAT AKHIR (2013) DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA TINGKAT AWAL (2015) DAN TINGKAT AKHIR (2013) DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Karina Restu Dwi Utami, Pingkan C.B.Rumondor, S.Psi, M.psi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kebutuhanpun semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kebutuhanpun semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kebutuhanpun semakin bertambah. Salah satu kebutuhan yang penting saat ini adalah kebutuhan akan pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Nadya Putri Delwis FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP, 2013/2014

SKRIPSI. Nadya Putri Delwis FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP, 2013/2014 PERBEDAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA SINGLE SEX SCHOOLS DAN COEDUCATIONAL SCHOOLS DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: Nadya Putri Delwis 101301024 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Medan, Medan Estate Deli Serdang dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei- Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

SEMNAS_PENGARUH SRL_AIMA, IFA

SEMNAS_PENGARUH SRL_AIMA, IFA Report generated on Wednesday, Aug 2, 2017, 11:38 AM Page 1 of 9 DOCUMENT SEMNAS_PENGARUH SRL_AIMA, IFA SCORE 100 ISSUES FOUND IN THIS TEXT 0 of 100 PLAGIARISM 0% Contextual Spelling Grammar Punctuation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu subtansi yang diperhatikan, karena mahasiswa merupakan penerjemah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu subtansi yang diperhatikan, karena mahasiswa merupakan penerjemah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mahasiswa adalah peserta didik yang melakukan proses pembelajaran pada perguruan tinggi. Mahasiswa dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prestasi Akademik 1.1.Pengertian Prestasi Akademik Menurut Chaplin (2006) prestasi adalah suatu tingkatan khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah 23 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah atau prosedur kerja sehingga

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

UPAYA PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION UPAYA PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) BERBANTUAN MODUL PADA MATERI STOIKIOMETRI SISWA KELAS X-2 SMA ISLAM AHMAD YANI BATANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Self regulated learning 2.1.1. Pengertian Self regulated learning Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self regulated dan learning. Self regulated

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN EMOSIONAL DAN KETANGGGUHAN PSIKOLOGIS DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PROGRAM PROFESI PSIKOLOGI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG TESIS Program Pendidikan Profesi Psikologi

Lebih terperinci