BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan penting untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Pendidikan juga penting untuk mengembangkan potensi mahasiswa supaya menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Pendidikan di Indonesia tidak hanya ingin mencetak sumber daya manusia (SDM) pekerja di perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan pemilik modal tapi juga ingin mencetak enterpreneur, pemilik modal, akademis, peneliti, profesional dan wartawan. Lebih lanjut diungkapkan semua jenis manusia yang dibutuhkan di Indonesia ini ingin dicetak melalui pendidikan dan bukan hanya perkerja saja, begitu penuturan Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo. ( Pendidikan untuk mencetak SDM yang baik memerlukan waktu yang cukup lama, dimulai dari kecil hingga dewasa, dan terdiri dari beberapa macam jenis pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang terencana, tersusun 1

2 2 secara sistematis dan dilaksanakan di sekolah. Pendidikan nonformal adalah jenis pendidikan yang terencana dalam batas-batas tertentu, dilaksanakan di luar sekolah misalnya lembaga kursus, kelompok belajar, lembaga pelatihan. Pendidikan informal adalah jenis pendidikan yang tidak terencana dan tidak tersusun secara sistematis yang dilaksanakan di luar sekolah, terutama dalam keluarga. Jalur-jalur pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar (SD, SMP), pendidikan menengah (SMA, SMK) dan pendidikan tinggi (PT). Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas ( Pendidikan di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk lebih mandiri karena mahasiswa harus mampu mengatur cara belajarnya sendiri. Pendidikan di perguruan tinggi juga menuntut mahasiswa untuk lebih aktif mencari materi pelajaran sendiri dan juga dalam mengembangkan pengetahuan serta kemampuan mereka. Banyak tantangan yang harus dihadapi dan dijalankan oleh mahasiswa, terutama mahasiswa baru. Mereka harus menghadapi cara belajar di perguruan tinggi yang berbeda dengan cara belajar di SMA. Sistem pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia mempunyai kurikulum dan sistem kredit semester (SKS). Kurikulum adalah rencana kegiatan akademik untuk membantu mahasiswa dalam upaya memperoleh seperangkat kemampuan

3 3 yang dapat dipakai sebagai bekal untuk kehidupan di masyarakat. Sedangkan sistem kredit semester (SKS) adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan untuk mengatur beban studi mahasiswa. Sistem kredit semester dalam pendidikan perguruan tinggi di Indonesia memungkinkan mahasiswa mengatur sendiri studi mereka setiap semesternya dan juga mengatur waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studi di perguruan tinggi, dengan demikian mahasiswa dituntut lebih mandiri baik dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah, menguasai menteri yang diberikan, maupun cara belajar dalam menghadapi ujian-ujian sebagai evaluasi. Ad Roosijakkers (1994, dalam Maria Ike, S.L.1999) menyatakan bahwa dalam belajar hendaknya mahasiswa mengikuti jadwal tertentu yang telah dibuat. Beliau juga menyarankan agar mahasiswa mengerjakan tugas secepat mungkin, segera setelah tugas itu diberikan agar memudahkan mahasiswa untuk mengingat bagaimana cara mengerjakannya dan dapat menghemat waktu mahasiswa, tetapi pada kenyataannya tidak semua mahasiswa memiliki sikap demikian dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugas perkuliahannya. Ada mahasiswa yang kurang bisa mengatur kegiatan perkuliahan dengan kegiatan lainnya, kurang bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk belajar dan mengerjakan tugas perkuliahan secara efektif dan efisien, terlambat masuk kuliah bahkan membolos. Sistem SKS bagi mahasiswa diartikan sebagai sistem kebut semalam, mahasiswa mengerjakan tugas atau belajar untuk ujian hanya dalam waktu semalam sebelum tugas itu dikumpulkan atau sebelum ujian tersebut berlangsung, sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal.

4 4 Mahasiswa yang baru memasuki dunia kuliah sebagian besar berusia antara tahun. Pada usia tersebut mahasiswa memasuki tahap perkembangan remaja akhir. Pada masa remaja akhir perkembangan kognitif mahasiswa berubah dari pemikiran operasional konkrit menjadi oprasional formal. Pemikiran oprasional formal lebih abstrak, indentitas dan logis daripada pemikiran oprasional konkrit. Karakteristik dari cara berpikir formal operasional adalah pemikiran abtrak, yaitu tidak terbatas pada sesuatu yang nyata dan dapat membanyangkan dalam pikiran sesuatu yang masih berupa hipotetis. Tugas perkembangan pada masa ini adalah mencapai kemandirian, mempersiapkan diri untuk benar-benar lepas dari orang tua, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideoligi pribadi. Salah satu tugas pekembangan pada masa remaja akhir ini adalah mempersiapkan karir ekonomi oleh sebab itu prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi mahasiswa dimana mereka mulai menyadari bahwa saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Mereka mulai melihat kesuksesan atau kegagalan di masa kini untuk meramalkan keberhasilan mereka di masa yang akan datang sebagai orang dewasa (Santrock, 2004) Prestasi akademis mahasiswa dapat dilihat dari nilai IPK (indeks prestasi kumulatif). Mahasiswa yang dikategorikan berprestasi dan memenuhi syarat bekerja apabila memiliki nilai IPK di atas 2,75. Pada kenyatannya banyak mahasiswa yang masih memiliki nilai IPK di bawah 2,75. Berdasarkan keterangan dari Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas X. Dari 249 mahasiswa angkatan 2008, terdapat 125 mahasiswa dengan IPK < 2,75 (50,2 %) dan 124 mahasiswa yang memiliki IPK di atas 2,75 (49,8 %). Dengan demikian

5 5 menunjukkan masih banyak mahasiswa psikologi angkatan 2008 yang kurang berprestasi. Menurut D.H.Schunk & Zimmerman (1998, dalam Boekaerts, 2000), salah satu faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi belajar yaitu kemampuan untuk mengatur diri dalam kegiatan belajarnya yang oleh Boekaerts disebut sebagai self-regulation akademik. Boekaerts mengungkapkan bahwa keberhasilan akademik dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa meregulasi diri dalam kegiatan belajar. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang kurang mampu melakukan self-regulation maka prestasinya akan lebih buruk dan kurang mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi tantangan cara belajar di perguruan tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mampu melakukan self-regulation. Self-regulation terdiri atas tiga fase yang saling berhubungan. Fase pertama dari self-regulation adalah perencanaan kegiatan belajar (forethought), yaitu mahasiswa diharapkan menetapkan target yang ingin dicapai dalam belajar di perguruan tinggi misalnya menetapkan waktu untuk menyelesaikan perkuliahan, menetapkan target nilai ujian dan IPK, menetapkan strategi belajar untuk meraih target tersebut, di antaranya dengan membuat jadwal belajar dan tekad untuk belajar dengan rajin. Fase kedua adalah pelaksanaan kegiatan belajar (performance or volitional control), yaitu mahasiswa diharapkan mengendalikan diri untuk melaksanakan strategi belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain yang kurang penting dan mendahulukan hal-hal akademik. Fase selanjutnya adalah refleksi diri (self-reflection), pada fase ini

6 6 mahasiswa diharapkan melakukan evaluasi diri terhadap usaha yang telah ia lakukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan, mahasiswa membandingkan usaha yang dilakukan dengan target yang ia capai, kemudian mahasiswa menghubungkan usaha yang telah dilakukan dengan nilai yang ia capai, apakah ia puas atau tidak atas hasil yang telah ia capai, serta menentukan langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya, apakah meneruskan strategi yang telah ia jalankan atau menggantinya dengan strategi lain yang menurutnya lebih efektif. Berdasarkan hasil survei kepada 20 mahasiswa, diperoleh gambaran 13 (65%) mahasiswa menetapkan target yang ingin dicapai dalam belajar di perguruan tinggi, dengan menetapkan target nilai ujian dan IPK, juga menetapkan strategi belajar untuk meraih target tersebut dengan membuat jadwal belajar. Sedangkan 7 (35%) mahasiswa tidak menetapkan target yang ingin dicapai, dengan tidak menetapkan target nilai ujian dan IPK yang ingin dicapai dan juga tidak menetapkan strategi belajar, dengan tidak membuat jadwal belajar. Mereka mengatakan hanya belajar saat sehari sebelum ujian bahkan kadang-kadang beberapa jam sebelum ujian dan mengerjakan tugas semalam sebelum tugas dikumpulkan. Dari 13 (65%) mahasiswa yang menetapkan target nilai dan membuat strategi belajar, 6 (30%) mahasiswa mengendalikan diri untuk melaksanakan perencanaan, dengan melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat, sedangkan 7 (35%) tidak melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat. Mereka mengatakan sering merasa malas, sering menunda-nunda dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkumpul bersama teman-teman, bermain, jalan-jalan sehingga

7 7 tidak melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat. Kemudian 7 (35%) mahasiswa yang tidak menetapkan target nilai dan strategi belajar, maka mereka juga tidak melaksanakan strategi belajar. Dari 6 (30%) mahasiswa yang menetapkan target nilai, membuat strategi belajar dan melaksanakan perencanaan, mereka mampu melakukan evaluasi diri dengan membandingkan usaha yang dilakukan dengan target yang ia capai. Mereka mengatakan usaha yang dilakukan sudah optimal dan merasa puas dengan nilai yang telah dicapai, serta akan meneruskan strategi yang telah ia jalankan. Sedangkan 7 (35%) mahasiswa yang menetapkan target nilai, membuat strategi belajar tetapi tidak melaksanakan perencanaan, 2 (10%) melakukan evaluasi diri dengan membandingkan usaha yang dilakukan dengan target nilai yang dicapai. Mereka mengatakan usaha yang dilakukan belum maksimal dan merasa tidak puas dengan nilai yang telah dicapai, kemudian akan mengganti strategi belajar yang menurutnya lebih efektif, dan 5 (25%) mahasiswa tidak melakukan evaluasi diri mereka tidak membandingkan usaha yang dilakukan dengan target yang dicapai. Kemudian 7(35%) mahasiswa yang tidak menetapkan target nilai dan membuat strategi belajar, maka mereka tidak melaksanakan strategi belajar dan juga tidak melakukan evaluasi diri. Jadi hasil survei menunjukkan 6 (30%) mahasiswa mampu melakukan selfregulation dan sebanyak 14 (70%) mahasiswa kurang mampu melakukan selfregulation. Berdasarkan keadaan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai self-regulation pada mahasiswa psikologi angkatan 2008.

8 Identifikasi masalah Sejauhmana kemampuan self-regulation akademik mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas X Bandung Maksud dan tujuan penelitian Maksud penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self-regulation akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas X Bandung Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang selfregulation akademik dihubungkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulation akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas X Bandung Kegunaan penelitian Kegunaan ilmiah Memberikan informasi tambahan pada bidang psikologi pendidikan Memberi informasi bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang tertarik meneliti self-regulation akademik Kegunaan praktis Memberikan informasi kepada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di universitas X Bandung mengenai self-regulation akademik,

9 9 dalam rangka pemahaman yang lebih baik tentang kemampuan selfregulation akademik diharapkan dapat memperoleh hasil yang optimal dibidang akademiknya. Memberikan informasi kepada dosen wali untuk mengetahui sejauh mana kemampuan self-regulation akademik mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di universitas X Bandung. 1.5 Kerangka pikir Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang saat ini berusia antara tahun memasuki masa remaja akhir. Masa remaja akhir adalah saat individu menjalani transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa ini perkembangan kognitif mahasiswa berubah dari pemikiran oprasional konkrit menjadi oprasional formal. Pemikiran oprasional formal lebih abstrak, indentitas dan logis daripada pemikiran oprasional konkrit. Karakteristik dari cara berpikir formal operasional adalah pemikiran abtrak, yaitu tidak terbatas pada sesuatu yang nyata dan dapat membanyangkan dalam pikiran sesuatu yang masih berupa hipotetis. Berpikir hipotetis-deduktif, yaitu kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, memprediksi kemungkinan buruk, dan cara-cara untuk menyelesaikan masalah seperti penggunaan persamaan aljabar. Mahasiswa mulai meninggalkan perasaan ketergantungan pada masa anak-anak, tetapi juga belum sepenuhnya menunjukkan tanggung jawab dan kemandirian yang merupakan ciri khas orang

10 10 dewasa. Pada masa ini, prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi remaja. Remaja mulai menyadari bahwa saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Remaja juga mulai melihat kesuksesan atau kegagalan di masa kini untuk meramalkan keberhasilan mereka di masa yang akan datang sebagai orang dewasa (Santrock, 2004). Oleh karena itu, prestasi yang diraih pada masa kuliah menjadi hal yang sangat penting bagi seorang mahasiswa. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang menjalani dunia kuliah, diharapkan mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi tantangan cara belajar diperguruan tinggi yang berbeda dengan cara belajar SMA. Untuk dapat menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan mahasiswa membutuhkan kemampuan self-regulation. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 berada pada tahap perkembangan remaja akhir memiliki kemampuan berpikir formal operasional dan berpikir hipotetis-deduktif, dengan kemampuan tersebut diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan self-regulation. Self-regulation terdiri atas usaha-usaha mahasiswa untuk mengontrol perilakunya dalam jangka panjang agar bisa menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan belajar diperguruan tinggi. Self-regulation adalah thought (pikiran) yang terus berkembang, feeling (perasaan) dan action (tindakan) seseorang yang terencana dan secara berulang-ulang dalam upaya melakukan adaptasi untuk pencapaian tujuan pribadi (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000). Dalam self-regulation terdapat tiga fase (Zimmerman dalam Boekaerts,2000). Fase pertama adalah forethought (perencanaan kegiatan

11 11 belajar), fase kedua adalah performance atau volitional control (fase pelaksanaan) dan fase ketiga adalah self-reflection (fase refleksi diri atau evaluasi). Fase forethought (perencanaan kegiatan belajar), yaitu mahasiswa merencanakan stategi-strategi untuk mencapai tujuan atau goalnya. Mahasiswa dikatakan mampu meregulasi diri bila dalam fase forethought ia mampu untuk menentukan secara jelas dan terorganisasi tujuan belajar yang ingin ia capai dengan lulus tepat waktu dan menetapkan target nilai yang ingin dicapai (goal setting). Kemudian ia juga dapat menentukan strategi belajar yang tepat yang akan ia gunakan untuk mencapai tujuan tersebut, dengan membuat jadwal belajarnya (strategic planning). Mahasiswa yang mampu meregulasi diri juga memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu menyesuaikan diri dengan cara belajar diperguruan tinggi, mampu mencapai target nilai yang di inginkan dan mampu melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat (self-efficacy) dan ia juga harus merasa yakin bahwa ia dapat meraih hasil yang ia inginkan, dapat memperoleh nilai yang bagus sehingga dapat lulus kuliah tepat waktu. (outcome expectation) Dengan memiliki keyakinan akan kemampuannya, maka ia dapat menetapkan tujuan yang tinggi. Bahkan jika ia gagal meraih tujuan yang diinginkan, mahasiswa yang memiliki keyakinan dalam dirinya (self-efficacy) akan meningkatkan usahanya. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan memandang pengetahuan yang ia miliki juga memiliki nilai yang berarti bagi dirinya, tidak hanya sekedar meraih nilai yang yang tinggi atau sekedar lulus (intrinsic interest / value). Tercapainya tujuan yang diinginkan akan memotivasi mahasiswa dan meningkatkan pencapaian prestasi. Kemudian mahasiswa juga tidak hanya

12 12 mengejar nilai yang tinggi serta sekedar lulus, tetapi juga menganggap penting proses belajar yang mereka alami selama kuliah (goal orientation). Fase kedua adalah performance atau volitional control (fase pelaksanaan),yaitu mengendalikan diri untuk melaksanakan tindakan-tindakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan pada fase pertama. Mahasiswa yang mampu meregulasi diri, ia mengendalikan dirinya untuk melaksanakan strategi belajar yang telah ia tetapkan pada fase sebelumnya (self-instruction). Selain itu, untuk dapat meningkatkan usahanya, mahasiswa dapat membayangkan keberhasilan yang akan dicapai. Hal ini dapat membantu meningkatkan performance mereka (imagery). Kemudian mahasiswa juga berusaha untuk tetap fokus dalam melaksanakan strategi belajar yang telah ia tetapkan dan mengesampingkan hal-hal lain yang kurang berkaitan dengan prestasi belajar misalnya menolak teman yang mengajak nonton pada saat mengerjakan tugas, berusaha mendengarkan penjelasan dosen meskipun suasana kelas ribut (attention focusing). Mahasiswa juga berusaha menyederhanakan strategi belajar menjadi bagian-bagian yang penting dan menyusun kembali bagian-bagian tersebut secara bermakna, dengan membuat ringkasan pelajaran, mencatat inti dari penjelasan dosen (task strategies). Setelah itu, mahasiswa juga mampu mengingat kembali apa yang menghambat dan menunjang proses belajar mereka dalam meraih tujuan yang diinginkan sehingga pada saat melaksanakan strategi belajar, mereka dapat menghindari apa yang menghambat proses belajar mereka, misalnya seorang mahasiswa menyadari bahwa ia akan terganggu belajarnya jika ada orang lain disekitarnya, maka ia akan masuk kekamar dan mengunci pintu agar ia dapat

13 13 belajar dengan tenang (self-recording). Mahasiswa juga dapat bereksperimen untuk memudahkan proses belajar dalam mencapai tujuannya, misalnya mencoba belajar bersama temannya, membuat kelompok belajar (self-experimentation). Fase ketiga adalah self-reflection (fase refleksi diri atau evaluasi). Pada fase ini, mahasiswa menilai apakah yang dilakukan oleh dirinya sudah mencapai tujuan atau belum. Mahasiswa yang mampu meregulasi diri, ia mampu membandingkan nilai yang diraih setelah menggunakan strategi yang ditetapkan, apakah sesuai atau tidak (self-evaluation). Kemudian ia juga mampu menghubungkan usaha belajar yang sudah dilakukannya dengan hasil yang ia peroleh, jika ternyata ia tidak mampu meraih nilai yang diinginkan, ia dapat menilai apakah hal itu disebabkan karena kemampuannya yang terbatas atau strategi belajar yang dijalankannya kurang tepat (causal attribution). Setelah itu mahasiswa juga diharapkan mampu untuk memiliki persepsi apakah hasil tersebut memuaskan atau tidak bagi dirinya (self-satisfaction). Jika mahasiswa merasa tidak puas dengan nilai yang diperoleh, ia akan mengarahkan dirinya pada bentuk performance self-regulation yang baru, seperti dengan menyusun target yang lebih teratur atau strategi belajar yang lebih efektif di masa yang akan datang (adaptive / defensive inferences). Sebaliknya seorang mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri jika dalam fase forethought ia kurang mampu untuk menentukan secara jelas tujuan belajarnya, dengan kapan harus lulus dan tidak menetapkan target nilai yang ingin dicapai (goal setting). Ia juga tidak mampu menentukan strategi belajar yang tepat yang akan ia gunakan untuk mencapai tujuannya, tidak membuat jadwal belajar

14 14 (strategic planning). Kemudian mahasiswa tersebut juga merasa ragu-ragu bahwa ia mampu meraih tujuan tersebut (self-efficacy) dan mahasiswa menganggap nilai IPK tinggi tidak terlalu penting, asalkan ia dapat lulus (outcome expectation), sehigga ketika ia gagal meraih tujuan yang diinginkan, ia akan cenderung cuek/menghindar. Selain itu, mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri juga memandang pengetahuan yang ia peroleh melalui perkuliahan memiliki nilai yang kurang berarti, ia hanya akan mengejar sekedar lulus dari suatu mata kuliah tanpa mengindahkan nilai pengetahuan yang ia peroleh melalui mata kuliah tersebut (intrinsic interest / value). Mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri juga menganggap tidak penting proses belajar yang mereka alami selama kuliah, mereka hanya mengejar nilai untuk sekedar lulus (goal orientation). Pada fase selanjutnya, yaitu performance / volitional control, karena pada fase sebelumnya ia tidak memiliki tujuan yang jelas (goal setting) dan tidak memiliki strategi yang jelas dan tepat untuk dilaksanakan (strategic planning), maka mahasiswa tidak memiliki strategi belajarnya untuk meraih tujuan (selfinstruction). Ia juga tidak memiliki bayangan akan keberhasilan yang akan di capai, jika ia meningkatkan performance-nya (imagery). Saat belajar ia juga tidak berusaha fokus, perhatiannya sering teralih pada hal-hal lain yang kurang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar misalnya mengikuti teman yang mengajak nonton pada saat mengerjakan tugas, menanggapi teman yang mengajak berbicara pada saat dosen menjelaskan (attention focusing). Lalu, ia juga kurang mampu untuk membuat ringkasan pelajaran dan kurang mampu menangkap inti dari pelajaran yang disampaikan oleh dosen (task strategies). Di samping itu, ia

15 15 juga kurang mampu untuk mengingat kembali apa yang menghambat dan menunjang proses belajar mereka dalam meraih target yang diinginkan sehingga pada saat melaksanakan strategi belajar, mereka tidak dapat menghindari apa yang menghambat proses belajar mereka, seorang mahasiswa yang mudah terganggu saat belajar jika ada orang lain disekitarnya. Namun karena ia tidak mengenal pola fungsi yang ada dalam dirinya, maka ia tetap berada diruangan atau bahkan ia ngobrol dengan orang yang berada disekitarnya. (self-recording). Saat mahasiswa mengalami kesulitan dalam belajar, maka ia tidak membuat berbagai hipotesis, apakah hal ini disebabkan karena ia sedang lelah, karena tidak mengerti pelajaran dan tidak mencoba cara-cara belajar yang baru untuk memudahkan proses belajar (self-experimentation). Pada fase yang terakhir, yaitu fase self-reflection, seorang mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri, karena ia tidak memiliki tujuan yang jelas (goal setting), maka ia tidak dapat membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan yang seharusnya ia capai (self-evaluation). Kemudian ia kurang mampu untuk menghubungkan usaha belajar yang sudah ia lakukan dengan nilai yang diperolehnya (causal attribution). Karena merasa pengetahuan kurang memiliki nilai penting, maka mahasiswa akan menerima dan merasa puas berapapun nilai yang ia peroleh (self-satisfaction). Dalam pelaksanaan self-regulation terdapat dua faktor yang mempengaruhi yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah sesuatu yang dapat mengingatkan mahasiswa untuk dapat mencapai prestasi yang telah ditargetkan, misalnya dengan membuat papan jadwal kegiatan

16 16 belajar, suasana dan ruangan belajar yang menunjang. Lingkungan fisik seperti papan jadwal kegiatan belajar dapat mempengaruhi pada fase performance mahasiswa dalam mengingat dan memotivasi mahasiswa untuk belajar. Sedangkan mahasiswa yang tidak membuat papan jadwal kegiatan belajar, suasana dan ruangan belajar yang tidak menunjang, akan menyebabkan mahasiswa menjadi lupa, malas dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Lingkungan sosial yaitu individu-individu yang memberikan penghargaan terhadap pencapaian prestasi pada mahasiswa seperti orang tua, dosen dan teman. Mahasiswa yang mendapat dorongan dan penghargaan akan lebih berhasil dalam bidang akademik dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mendapatkan dorongan dan penghargaan dari lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi self-regulation mahasiswa pertama-tama adalah orang tua, mahasiswa dapat melihat model atau contoh dari hasil prestasi belajar orang tuanya. Mahasiswa yang berprestasi seringkali berasal dari keluarga yang orang tuanya sukses atau memiliki standar-standar performance dan evaluasi diri yang tinggi (Zimmerman 2000 dalam Boekaerts, 2002). Dorongan yang diberikan oleh orang tua juga akan mempengaruhi selfregulation mahasiswa pada fase performance, orang tua yang memberikan dukungan kepada mahasiswa akan membantu dengan mengingatkan jadwal belajar, menyediakan barang-barang yang dapat mendukung mahasiswa untuk belajar. Orang tua yang tidak memberikan dukungan akan membuat mahasiswa kesulitan dalam melakukan fase performance. Faktor sosial kedua yang dapat mempengaruhi self-regulation mahasiswa baru adalah peran dosen yang

17 17 membimbing mahasiswa baru selama kuliah. Cara dosen mengajar dapat meningkatkan self-regulation mahasiswa dapat berupa memberikan feedback terhadap tugas mahasiswa, memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya/berdiskusi. Dengan dukungan yang diberikan dosen dapat membantu mahasiswa pada fase performance, dosen yang memberikan feedback dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya akan memudahkan mahasiswa dalam proses belajarnya. Sedangkan dosen yang tidak memberikan feedback dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya akan membuat mahasiswa kesulitan dalam proses belajarnya. Faktor sosial ketiga yang dapat mempengaruhi self-regulation mahasiswa adalah teman-teman mahasiswa yang bersangkutan. Mahasiswa berada pada tahap perkembangan remaja, teman sebaya berperan penting dalam kehidupannya. Teman sebaya menjadi orang yang paling dekat untuk berbagi cerita, bermain dan belajar. Teman sebaya dapat mempengaruhi self-regulation pada fase performance, apabila mahasiswa bergaul dengan teman yang memiliki perencanaan kegiatan belajar dengan adanya tujuan dan target akan membuat mahasiswa terpengaruh menjadi lebih mampu melakukan self-regulation. Sebaliknya jika mahasiswa angkatan baru bergaul dengan teman yang tidak memiliki minat untuk belajar akan membuat mahasiswa terpengaruh menjadi kurang mampu melakukan self-regulation akademiknya (Zimmerman dkk, dalam Boekaerts, 2000).

18 18 Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2008 Self-Regulation Fase forethought Task analysis Goalsetting Strategic planning Self-motivation belief Self-efficacy Outcome expectation Intrinsic interest Goal orientation Fase performance/ volitional control Self-control Self-instruction Imagery Attention focusing Task strategies Self-observation Self-recording Self-experimentation Mampu Fase self-reflection Self-judgement Kurang mampu Self-evaluation Causal attribution Self-reaction Self-satisfaction Adaptive inference Faktor sosial Orang tua Dosen Teman 1.1 Skema kerangka pikir

19 19 I.6 Asumsi - Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas X Bandung memiliki self-regulation akademik yang meliputi Fase forethought, performance or volitional control, dan self-reflection. - Kemampuan self-regulation akademik dipengaruhi oleh faktor sosial Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas X Bandung yaitu orangtua, dosen dan teman. - Kemampuan self-regulation akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas X Bandung dapat dikelompokkan pada kategori mampu, dan kurang mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini lebih spesifik dibanding tingkat SMA. Disiplin ilmu yang disediakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, yang memerlukan perhatian agar dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal agar dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanakkanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan sehari-hari yang semakin sibuk, padat dan menguras tenaga. Terutama bagi orang dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan mengenai fase performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014 Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com).

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Penyandang cacat terdapat di semua bagian dunia, jumlahnya besar dan senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com). Menurut

Lebih terperinci

Studi Deskriptif mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa

Studi Deskriptif mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa Riasnugrahani, Missiliana, dan Lidwina, Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2003 yang Memiliki IPK

Lebih terperinci

Lampiran 1 KATA PENGANTAR

Lampiran 1 KATA PENGANTAR Lampiran 1 KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian mengenai self regulation dari siswa SMA. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan perawatan kepada pasien yang berada di ruang rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern, persaingan untuk mendapatkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang handal semakin ketat. Setiap perusahaan, membutuhkan tenaga-tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Menurut Tata Sutabri. S. Kom, MM (2006), setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara demi kelangsungan kesejahteraan rakyatnya, dan untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah komponen dalam hidup yang sangat penting, tanpa kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan ataupun untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut keagamaan sangat besar. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya masalah yang timbul di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap saat. Proses belajar bagi individu sudah dimulai sejak manusia lahir terutama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin kompetitif, perkembangan teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang semakin ketat, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://abstrak.digilib.upi.edu/direktori/tesis/administrasi_pendidikan/ ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf).

BAB I PENDAHULUAN. (http://abstrak.digilib.upi.edu/direktori/tesis/administrasi_pendidikan/ ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan suatu bangsa. Isjoni (2006) menyatakan bahwa pendidikan adalah ujung tombak suatu negara. Tertinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh seseorang menjadi bekal untuk masa depannya. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Semakin tinggi penguasaan seseorang terhadap suatu bidang, semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah pelajar yang berada dalam jenjang pendidikan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah pelajar yang berada dalam jenjang pendidikan perguruan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah pelajar yang berada dalam jenjang pendidikan perguruan tinggi. Pendidikan yang diperoleh di masa perguruan tinggi ini biasanya lebih spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan pendidikan selain ikut mengantarkan manusia ke harkat dan martabat

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan pendidikan selain ikut mengantarkan manusia ke harkat dan martabat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat, pendidikan dirasakan sangat memegang peranan penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman yang semakin berkembang, Indonesia semakin membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman yang semakin berkembang, Indonesia semakin membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman yang semakin berkembang, Indonesia semakin membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk meneruskan pembangunan bangsa ini. Penerus bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin meningkat, pendidikan dirasakan tidak cukup bila dilakukan di dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik (kedokteran jiwa), kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan manusia yang berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kagan & Coles, 1972; Keniston, 1970; Lipsitz, 1977, dalam Steinberg, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. (Kagan & Coles, 1972; Keniston, 1970; Lipsitz, 1977, dalam Steinberg, 1993). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu yang berusia 18-21 tahun berada pada masa remaja akhir (Kagan & Coles, 1972; Keniston, 1970; Lipsitz, 1977, dalam Steinberg, 1993). Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Koneksi Matematis Dalam pembelajaran matematika, materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi materi lainnya, atau konsep yang satu diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meminimalkan penggunaan tenaga dalam beraktivitas. Dampak positifnya,

BAB I PENDAHULUAN. meminimalkan penggunaan tenaga dalam beraktivitas. Dampak positifnya, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kemudahan dalam hidup menjadikan manusia semakin meminimalkan penggunaan tenaga dalam beraktivitas. Dampak positifnya, orang dapat memiliki lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan jumlah imam yang ada di Indonesia saat ini seringkali menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan jumlah imam yang ada di Indonesia saat ini seringkali menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penurunan jumlah imam yang ada di Indonesia saat ini seringkali menjadi perbincangan hangat dalam agama Katolik. Beragamnya latar belakang yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :. Data Pribadi Nama (inisial) Kelas/No. Absen Usia Alamat/Telp :.(L/P)* :. :. :. :..... Pekerjaan Ayah/Ibu Pendidikan Ayah/Ibu Nilai raport saat ini* : / : / : a. di atas rata-rata kelas b. rata-rata kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan bisa berupa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan masyarakat akan kebutuhan pendidikan membuat pendidikan terus berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guna mendukung proses pembangunan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 HUBUNGAN SELF-REGULATION DENGAN PRESTASI BALAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNISBA 1 Yuli Aslamawati, 2 Eneng Nurlailiwangi, 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan namun juga untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membaca merupakan kegiatan yang akrab dengan manusia. Kegiatan membaca berlangsung terus menerus selama manusia hidup. Mulai dari membaca merk makanan, judul

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya Manusia tetunya menjadi focus perhatian semua kalangan masyarakat untuk bisa semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu negara tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia adalah faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, masyarakat Indonesia diharapkan mengalami perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan, teknologi, politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi dan modernisasi, banyak terjadi perubahanperubahan dalam berbagai sisi kehidupan yang mengharuskan setiap manusia tanpa terkecuali

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Angkatan 2012 Description Study of Self Regulated Learning in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada penelitian-penelitian psikologi yang terdahulu ditemukan bahwa inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para peneliti tidak

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DARI RESIDEN YANG MENJALANI PROGRAM REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA. Shirley Melita Sembiring M. Universitas Medan Area, Indonesia

REGULASI DIRI DARI RESIDEN YANG MENJALANI PROGRAM REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA. Shirley Melita Sembiring M. Universitas Medan Area, Indonesia REGULASI DIRI DARI RESIDEN YANG MENJALANI PROGRAM REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA Shirley Melita Sembiring M. Universitas Medan Area, Indonesia Email: shirleymelitasembiring@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu bentuk dari organisasi adalah perusahaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kemampuan selfregulation akademik dari siswa-siswi underachiever kelas 3 SMU IPEKA TOMANG Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan

Lebih terperinci

Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba

Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba Prosiding SNaPP2011: Sosial, Ekonomi dan Humaniora ISSN 2089-3590 Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba 1 Eni Nuraeni N., 2 Dwie Rahmatanti Jurusan Psikologi,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bejudul Studi deskriptif mengenai kemampuan regulasi diri dalam bidang akademik pada siswa-siswi pelaku pelanggaran tata tertib sekolah (School Misdemeanor) di SMA X Bandung. Subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa di Indonesia semakin meningkat. Menurut Amril Muhammad, Sekretaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa, mengembangkan pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa, mengembangkan pengendalian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era pembangunan di Indonesia saat ini, semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Salah satu faktor yang menunjang hal ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya seorang individu, memasuki dunia pendidikan atau masa sekolah formal semenjak masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Pernyataan. 1. Tujuan dari kuesioner ini adalah pengambilan data untuk skripsi.

Lampiran 1. Surat Pernyataan. 1. Tujuan dari kuesioner ini adalah pengambilan data untuk skripsi. LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Pernyataan Dengan ini saya bersedia secara sukarela untuk mengisi kuesioner dengan ketentuanketentuan yang ada dibawah ini. Nama : 1. Tujuan dari kuesioner ini adalah pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan era globalisasi, setiap orang diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai sektor bidang kehidupan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat memajukan bidang kehidupan, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika perusahaan semakin menuntut kemampuan dan kompetensi karyawan. Salah satu kompetensi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Academic Self-Regulation dengan Prestasi Akademik pada mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2004 di Universitas X, Bandung. Sampel adalah mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena mereka akan meneruskan ke tingkat Perguruan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dan menjadi salah satu jenjang pendidikan setelah SMA. Setiap jenjang pendidikan memiliki system

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, teknologi dan budaya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengajar. Teori Self-Regulated Learning dari B.J Zimmerman yang menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengajar. Teori Self-Regulated Learning dari B.J Zimmerman yang menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Banyak faktor dan proses yang dilalui oleh mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar. Teori Self-Regulated Learning dari B.J Zimmerman yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang terjadi di negara indonesia cenderung dituduhkan pada dunia pendidikan yang disorot sebagai sektor yang belum berhasil mengemban misi mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang mau tidak mau dituntut untuk giat membangun dalam segala bidang kehidupan. Terutama dengan

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Self Regulated Learning pada Mahasiswa yang Aktif Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan (BEM-F) di Unisba Descriptive Study of Self Regulated Learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini zaman semakin berkembang, khususnya pada dunia pendidikan. Untuk mengikuti perkembangan zaman tersebut, individu mengembangkan ilmunya dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia, pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yang pertama adalah pendidikan non formal (seperti kursus dan les), yang kedua adalah pendidikan informal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya kesadaran manusia tentang pentingnya pendidikan maka di zaman saat ini, negara kita mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat (long life education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari berbicara tentang hasil

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari berbicara tentang hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari berbicara tentang hasil belajar di mana keberhasilan atau tingkat penguasaan mahasiswa yang dapat dilihat dari

Lebih terperinci