BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa
|
|
- Sudomo Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan pendidikan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Kualitas pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula bagi bangsa tersebut. Kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan pun dibuat untuk oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan memberikan beasiswa maupun pendidikan gratis bagi siswa siswi kurang mampu yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, sehingga siswa siswi berprestasi yang kurang mampu tetap dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kebijakan tersebut mengacu pada Undang-undang, sebagaimana yang telah diatur secara tegas dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31, khususnya ayat 1 dan 2 (UUD 1945). Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan mengenai pemberian beasiswa dan pendidikan gratis untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi 1
2 2 mendapatkan respon yang baik dari masyarakat, khususnya siswa siswi yang telah lulus dan menyelesaikan pendidikannya di SMA maupun SMK. Mereka berbondong-bondong mendaftar ke perguruan tinggi yang bisa memberikan beasiswa serta pendidikan gratis. Hal ini berakibat jumlah pendaftar perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan gratis tersebut jauh melebihi kuota yang disediakan. Persaingan untuk bisa lolos dalam ujian seleksi masuk dan diterima di perguruan tinggi itu menjadi sangat ketat. Fenomena tersebut terjadi di salah satu perguruan tinggi negeri milik pemerintah yang memberikan pendidikan gratis di Indonesia yaitu Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Berdasarkan data yang diperoleh dari panitia ujian seleksi masuk STAN, setiap tahun jumlah pendaftar STAN mencapai puluhan hingga ratusan ribu siswa. Jumlah tersebut jauh melebihi kuota mahasiswa yang diterima. Hal ini menyebabkan persentase seorang siswa untuk bisa diterima di STAN sangat kecil. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel data statistik pendaftar dan kuota ujian seleksi masuk (USM) STAN dalam delapan tahun terakhir. Tabel 1 Statistik Pendaftar dan Kuota USM STAN dalam Delapan Tahun Terakhir No. Tahun Pendaftar Diterima Persentase ,55% ,98% ,61% ,44% ,63% ,32% ,03% ,62% Sumber:
3 3 Persaingan yang sangat ketat dalam memperebutkan kursi di perguruan tinggi menimbulkan perasaan takut tidak diterima yang nantinya akan mempengaruhi kondisi psikologis siswa. Kondisi ini akan menimbulkan tekanan bagi siswa yang berujung pada kecemasan dalam menghadapi ujian. Kecemasan dalam menghadapi ujian dapat berdampak buruk apabila siswa tersebut tidak dapat mengatasinya dengan baik. Kecemasan menghadapi ujian dipicu oleh kondisi pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif yang tidak terkendali menyebabkan pikiran menjadi tegang, sedangkan manifestasi afektif yang tidak terkendali mengakibatkan timbulnya perasaan akan terjadinya hal buruk, dan perilaku motorik yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi gugup dan gemetar saat mengerjakan ujian (Casbarro, 2005). Penelitian dengan tema kecemasan menghadapi ujian telah banyak dilakukan dalam kurun satu dekade ini. Beberapa penelitian tersebut diantaranya penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Institute of Heartmath (2005) yang dipublikasikan di Biotech Week menunjukkan bahwa 55% siswa kelas sepuluh di Atlanta sering mengalami tingkat kecemasan yang tinggi saat menghadapi ujian. Zulkarnain (2009) meneliti lebih lanjut kecemasan menghadapi ujian dengan mengaitkannya dengan jenis kelamin. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa siswa berjenis kelamin perempuan memiliki tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian yang lebih tinggi dibandingkan siswa berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki emosi yang lebih peka, yang pada akhirnya perempuan juga peka terhadap perasaan-perasaan cemasnya. Selain itu, dari faktor kognitif perempuan cenderung melihat hidup atau peristiwa yang
4 4 dialaminya dari segi detail, sedangkan laki-laki cenderung memiliki pola pikir yang lebih global atau tidak detail. Penelitian lain mengenai kecemasan menghadapi ujian dilakukan oleh Yousefi (2010) yang dihubungkan dengan ingatan (memory) pada 400 siswa SMA di Iran. Hasilnya menunjukkan bahwa kecemasan menghadapi ujian berhubungan secara signifikan dengan ingatan. Hal ini berarti siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian cenderung mengalami gangguan pada ingatan. Menurut Eysenck (2001), kecemasan saat menghadapi ujian akan menciptakan pemikiran yang tidak relevan, preokupasi, serta mengurangi perhatian dan konsentrasi yang menyebabkan kesulitan dalam mengingat. Oleh karena itu, siswa yang mengalami kecemasan menghadapi ujian cenderung akan terganggu perhatian dan konsentrasinya ketika menyelesaikan soal ujian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chapell dkk (2005) menunjukkan bahwa kecemasan menghadapi ujian berpengaruh pada performa akademik. Penelitian tersebut menunjukkan siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian berdampak pada penurunan nilai yang diperoleh pada ujian tersebut. Pengaturan diri dibutuhkan siswa agar mereka mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, serta mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri dalam belajar. Usaha dari dalam diri siswa sebagai faktor internal termasuk salah satu hal yang menentukan keberhasilan belajar. Siswa harus memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya dalam belajar. Siswa perlu mengorganisir dirinya untuk belajar sehingga mampu untuk mencapai hasil yang optimal. Siswa akan memperoleh keberhasilan dalam belajar apabila mereka bertanggungjawab dan
5 5 mengetahui strategi belajar yang paling sesuai dengan dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan pengaturan diri atau regulasi diri dalam belajar yang baik pada siswa. Regulasi diri dalam belajar atau self-regulated learning, menurut Zimmerman adalah suatu proses yang digunakan untuk mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, perilaku dan perasaan untuk mencapai tujuan belajar (Woolfolk, 2004). Andayani (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kendala internal paling tinggi terkait dengan kecemasan menghadapi ujian skripsi adalah kurangnya kemampuan untuk melakukan regulasi diri / manajemen diri. Hal ini juga berlaku pada siswa yang akan menghadapi ujian seleksi masuk. Tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan regulasi diri dalam belajar (self-regulated learning). Siswa dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian perlu menentukan serangkaian proses untuk mencapai tujuan belajarnya. Bandura menemukan bahwa proses internal penetapan target, perencanaan, dan self-reinforcement akan menghasilkan regulasi diri atas perilaku (dalam Friedman & Schustack, 2008). Siswa yang akan menghadapi ujian seleksi masuk sebaiknya menetapkan langkah-langkah agar dapat mencapai target belajarnya. Langkah awal yang harus dilakukan oleh siswa adalah menentukan secara matang jurusan yang sesuai dengan kemampuannya. Apabila siswa sudah yakin dengan jurusan yang dipilihnya maka selanjutnya siswa harus selalu memotivasi diri untuk belajar dan mempersiapkan diri menghadapi ujian seleksi masuk. Siswa ada baiknya melakukan evaluasi atas proses belajar yang telah dilakukannya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
6 6 sejauhmana kemampuan siswa dan kekurangan yang masih dimiliki. Dengan persiapan yang teregulasi dengan baik, siswa menjadi siap dan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian seleksi masuk akan dapat diminimalisasi. Kemampuan siswa dalam menerapkan strategi belajarnya akan berpengaruh pada hasil belajar yang akan didapat. Siswa dalam merancang strategi belajar seharusnya memperhatikan beberapa hal. Menurut Zimmerman dan Schunk (2001) pengetahuan yang dibutuhkan dalam merancang strategi ada tiga, yaitu pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional. Pengetahuan deklaratif merupakan siswa paham mengenai tujuan dari perancangan strategi. Pengetahuan prosedural berarti siswa mengetahui cara penggunaan strategi, sedangkan pengetahuan kondisional berarti siswa mengetahui kapan dan mengapa strategi tersebut dapat berjalan dengan efektif. Pintrich dan De Groot (1990) menemukan adanya hubungan antara strategi belajar dengan hasil belajar. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa siswa membutuhkan strategi belajar yang tepat apabila ingin mendapatkan hasil belajar seperti yang diharapkan. Strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara mengorganisasikan materi pelajaran siswa, peralatan dan bahan, dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan (Suparman, 1997). Strategi belajar dapat dikatakan efektif apabila mampu membantu siswa untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Salah satu model pembelajaran yang erat hubungannya dengan strategi belajar adalah regulasi diri dalam belajar. Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2008) akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif digunakan
7 7 untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai maka strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Pintrich (1999) menyatakan regulasi diri dalam belajar sebagai suatu proses konstruktif karena siswa dapat membentuk tujuan dalam belajar dan setelah itu berusaha memonitor, mengatur serta mengontrol kognitif, motivasi dan perilaku untuk mencapai tujuan belajar maupun yang berhubungan dengan lingkungan belajar. Kemampuan self-regulated learning tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar siswa dapat mengembangkan self-regulated learning. Teori belajar sosial oleh Bandura (dalam Alwisol, 2008) menyatakan bahwa regulasi diri dalam belajar tidak hanya ditentukan oleh faktor pribadi atau internal saja, tetapi juga faktor perilaku dan faktor lingkungan atau faktor eksternal, yang saling berhubungan secara timbal balik. Bandura menyatakan bahwa penguatan (reinforcement) merupakan salah satu faktor eksternal dalam regulasi diri (dalam Santrock, 1999). Dukungan sosial menjadi hal yang diduga dapat mempengaruhi self-regulated learning. Siswa dengan dukungan sosial keluarga yang tinggi diduga akan memiliki kemampuan self-regulated learning yang lebih baik. Faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan individu selain self-regulated learning adalah adanya dukungan sosial. Dukungan sosial sendiri termasuk dalam faktor eksternal. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial merupakan kenyamanan, kepedulian, penghargaan, atau bantuan yang dirasakan seseorang dari orang lain atau sekelompok orang. Dukungan sosial di sini lebih spesifik pada dukungan sosial dari keluarga. Menurut Santrock (2003),
8 8 keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Siswa yang mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya, baik itu dukungan secara materiil maupun non-materiil yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan belajar cenderung memiliki kemandirian dan tanggung jawab yang lebih baik dalam mencapai tujuan belajar. Bentuk-bentuk dukungan sosial ada empat, yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif (House dalam Smet, 1994). Orang yang mendapatkan dukungan sosial keluarga yang tinggi maka akan banyak mendapatkan dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif dari keluarga. Seseorang yang memperoleh dukungan emosional yang tinggi akan merasa mendapatkan dorongan yang tinggi dari anggota keluarganya. Seseorang yang mendapatkan penghargaan yang besar dari keluarganya, maka kepercayaan diri orang tersebut akan meningkat. Seseorang yang memperoleh dukungan instrumental dari keluarga, maka orang tersebut akan merasa dirinya mendapat fasilitas yang memadai dari keluarganya. Seseorang yang memperoleh dukungan informatif yang banyak dari keluarga, maka orang tersebut akan merasa memperoleh perhatian dan pengetahuan dari anggota keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif siswa yang dilakukan oleh Rauzatul Jannah (2013) menunjukkan bahwa dari 44 responden yang memiliki dukungan keluarga secara baik, 26 responden (59,1%) mengalami tingkat kecemasan ringan, sedangkan dari 7 orang responden yang memiliki
9 9 dukungan keluarga tidak baik, 6 responden (85,7%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang. Dukungan sosial keluarga di sini memiliki peran dalam mengurangi tingkat kecemasan siswa untuk menghadapi ujian. Siswa dengan dukungan sosial keluarga yang rendah akan cenderung mudah cemas saat akan menghadapi ujian. Sebaliknya, siswa yang memiliki dukungan sosial keluarga yang baik akan memiliki motivasi dan semangat yang lebih, sehingga tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akan berkurang. Oleh karena itu, siswa yang mendapatkan dukungan sosial keluarga yang baik selama proses pendaftaran, persiapan, dan pelaksanaan ujian akan memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah dalam menghadapi ujian seleksi masuk. Data yang diperoleh saat penulis melakukan take interview pada siswa di bimbingan belajar Indonesia College menunjukkan bahwa siswa mengikuti bimbingan belajar untuk membantu belajar mempersiapkan ujian seleksi masuk STAN (Sekolah Tinggi Administrasi Negara). Sebagian besar siswa mengaku tertarik untuk masuk STAN karena biaya pendidikan yang gratis. Selain itu, STAN memiliki ikatan dinas dengan Kementerian Keuangan sehingga lulusan STAN bisa bekerja di lingkungan Kementerian Keuangan dan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah menyelesaikan pendidikannya. Hal-hal itulah yang melatarbelakangi banyak siswa tertarik untuk melanjutkan pendidikan di STAN. Akibatnya jumlah siswa yang mendaftar di seleksi masuk STAN jauh melebihi kuota yang ada. Persaingan untuk bisa masuk di STAN menjadi sangat ketat karena banyaknya saingan. Perasaan cemas pun muncul saat siswa akan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. Mereka merasa cemas karena takut tidak
10 10 bisa mengerjakan soal ujian dan memperoleh hasil yang kurang baik dalam ujian. Alasan lain yang dapat memicu perasaan cemas karena STAN merupakan perguruan tinggi yang mengadakan ujian seleksi masuk paling akhir, sehingga siswa yang belum mendapatkan perguruan tinggi menaruh harapan yang besar untuk diterima di STAN. Fenomena kecemasan dalam menghadapi ujian ini tentunya akan menghambat tujuan yang hendak dicapai oleh siswa. Hal ini disebabkan karena dampak-dampak yang mungkin muncul saat seorang siswa memiliki kecemasan yang tinggi. Kecemasan dapat mengganggu konsentrasi siswa sehingga sulit untuk mengingat materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya. Keadaan ini tentunya akan berdampak buruk bagi siswa saat menghadapi ujian. Dampak terburuk yang mungkin dialami siswa yaitu tidak mampu mencapai tujuan utamanya yaitu lolos dalam seleksi masuk STAN. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kecemasan siswa dalam menghadapi ujian seleksi masuk, khususnya jika dikaitkan dengan self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Self-regulated Learning dan Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kecemasan Menghadapi Ujian Seleksi Masuk STAN di Indonesia College Surakarta.
11 11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan antara self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN? 2. Apakah ada hubungan antara self-regulated learning terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN? 3. Apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui hubungan antara self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. 2. Mengetahui hubungan antara self-regulated learning terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. 3. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. D. Manfaat Penelitian Bila penelitian ini berhasil, maka diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis.
12 12 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan sumbangan teori khususnya yang berkaitan dengan kecemasan, self-regulated learning, dan dukungan sosial keluarga. Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan kajian teoretis tentang hubungan antara self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk untuk pengembangan pengetahuan ilmiah Psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Apabila hasil penelitian mengenai hubungan antara self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi ujian terbukti, maka diharapkan dapat memberikan informasi pada siswa terkait kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. Siswa diharapkan mengetahui bahwa self-regulated learning dapat mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian seleksi masuk. Penerapan self-regulated learning yang baik akan membantu siswa dalam menentukan tujuan yang hendak dicapai. Di sisi lain, peran keluarga dalam memberikan motivasi dan dukungan akan menjadi semangat tersendiri bagi siswa untuk mencapai tujuannya. b. Orang Tua Siswa Apabila hasil penelitian mengenai hubungan antara self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi
13 13 ujian seleksi masuk terbukti, maka diharapkan dapat memberikan informasi pada orang tua siswa yang akan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. Peneliti berharap orang tua siswa dapat membimbing dan mendampingi anaknya yang akan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. Sehingga orang tua dapat memberikan dukungan secara penuh pada anak, baik secara moral maupun material untuk menunjang prestasi anaknya. c. Bagi Indonesia College Apabila hasil penelitian mengenai hubungan antara self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan menghadapi ujian terbukti, maka bimbingan belajar Indonesia College dapat mensosialisasikan hasil penelitian ini pada siswa. Hal ini perlu untuk disosialisasikan agar siswa bimbingan Indonesia College dapat mengetahui pentingnya self-regulated learning dan dukungan sosial keluarga serta dampaknya terhadap kecemasan menghadapi ujian seleksi masuk STAN. d. Bagi Peneliti Lain Apabila hasil hipotesis pada penelitian ini teruji, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoretis dan menambah referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut, khususnya yang memiliki kesamaan tema.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar
17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan pada siswa. Menurut sebagian siswa UN merupakan proses biasa yang wajib dilalui oleh siswa kelas 6
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini Pemerintah Republik Indonesia tengah gencar melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik peningkatan sarana prasarana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil keputusan dalam berbagai hal (Santrock, 2002). Menurut Papalia dan Olds (2009:8), masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). SBMPTN 2013 merupakan satu-satunya pola seleksi nasional yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem seleksi nasional adalah seleksi yang dilakukan oleh seluruh perguruan tinggi negeri yang diikuti oleh peserta dari seluruh Indonesia dalam bentuk Seleksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di Indonesia. Ujian nasional merupakan bagian dari tes standardisasi yang artinya format soal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan dibutuhkan dalam masa pembangunan yang sedang berlangsung. Melalui pendidikan sekolah berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah satunya, rasa ini timbul akibat perasaan terancam terhadap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan yang dimilikinya melalui Perguruan Tinggi. Perguruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian. A. Latar Belakang Masalah Sebagai lembaga pendidikan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari melalui sekolah, baik dalam lingkungan, di rumah maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas adalah salah satu lembaga pendidikan yang memberikan pengajaran kepada peserta didiknya. Lembaga pendidikan ini memberikan pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus mencari kurikulum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep
Lebih terperinciEFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI
EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam
Lebih terperinciEFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract
EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat ini seorang siswa mulai mengalami penjurusan IPA dan IPS. Selanjutnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa SMA merupakan masa kehidupan saat dinamika belajar seorang siswa sangat menentukan kelanjutan masa depannya dengan lebih spesifik. Pada tingkat ini seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu proses yang ada dalam diri manusia dan dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun informal. Belajar secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai harapan serta cita-cita sendiri yang ingin dicapai. Mencapai suatu cita-cita idealnya memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI Diajukan oleh : Rozi Januarti F. 100 050 098 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga tersebut juga menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan dan Keadilan. Nilai-nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berideologi Pancasila dan memiliki nilai-nilai budaya yang luhur. Pancasila mengandung 5 pokok nilai yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang merupakan perguruan tinggi swasta yang mempunyai berbagai fakultas,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan
BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP), Sekolah Menengah Atas(SMA), maupun Perguruan Tinggi(PT),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu individu yang telah memasuki masa dewasa muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 tahun (Hurlock
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin bertambah, teknologi semakin canggih, serta ilmu pengetahuan semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup manusia di dunia.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di awal tunanetra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah bagi setiap remaja. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa remaja yang paling sulit berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 meluncurkan program bantuan biaya pendidikan Bidikmisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Suatu bangsa akan tertinggal dari bangsa lain apabila pendidikan rakyatnya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahap perkembangan, siswa SMP dapat dikategorikan sebagai remaja awal. Pada usia remaja, pendidikan menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus dijalani. Namun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Olahraga yang dilakukan dengan rutin dan tidak berlebihan akan membuat manusia menjadi sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Otak manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Otak manusia mengedalikan semua fungsi tubuh jika otak sehat maka akan mendorong kesehatan tubuh serta akan menunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan cara dan prosedur yang tidak rutin. Tujuan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma
1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma (2015), mengerjakan tugas merupakan sebuah bentuk tanggung jawab yang harus dipikul oleh
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida
HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai bidang. Salah satu bidang yang ikut mengalami perubahan adalah pendidikan. Dewasa ini masyarakat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi akademik merupakan kajian yang menarik dalam berbagai penelitian pendidikan. Prestasi akademik merupakan salah satu indikator keberhasilan seseorang
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. adanya perbedaan yang signifikan antara self regulated learning pada mahasiswa 2013
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Simpulan Secara umum kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan yang signifikan antara self regulated learning pada mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang penting untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Setiap negara sangat membutuhkan sumber daya manusia berkualitas, siap
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor keberhasilan suatu bangsa adalah pendidikan karena pendidikan dapat meningkatkan potensi sumber daya manusia yang ada. Pendidikan Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Perilaku menyontek merupakan fenomena yang sudah lama ada dalam dunia pendidikan. Masalah menyontek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi seorang entertainer, misalnya menjadi seorang bintang film
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Beberapa tahun belakangan ini, banyak sekali masyarakat yang berlombalomba untuk menjadi seorang entertainer, misalnya menjadi seorang bintang film atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan namun juga untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi masa yang akan datang. Pembahasan tentang pendidikan tentu tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang. Pendidikan diperlukan untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup untuk menghadapi masa yang akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap perkembangan remaja akhir (18-20 tahun)
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh gelar sarjana (Sugiyono, 2013). Skripsi adalah muara dari semua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skripsi merupakan salah satu jenis karya ilmiah di perguruan tinggi yang dikerjakan oleh mahasiswa program sarjana (S1), sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Lebih terperinciAmanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DAN EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII SMA N 3 MAGELANG Amanda Luthfi Arumsari 15010113120067 Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Orientasi Kancah. Penelitian yang berjudul Hubungan antara Self-Regulated Learning dan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian yang berjudul Hubungan antara Self-Regulated Learning dan Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kecemasan Menghadapi Ujian Seleksi Masuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinci