BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
|
|
- Verawati Kusumo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2012). Pendidikan memiliki tahapan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan yang disebut dengan jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU RI No. 20 Tahun 2003). Pendidikan Tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia (UU RI No. 12 Tahun 2012). Program Magister adalah program pendidikan jenjang/ strata dua (S2) yang ditujukan untuk memperoleh gelar magister. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, program magister merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi melalui penalaran dan 1
2 2 penelitian ilmiah. Program S2 tidak seperti perkuliahan pada program sarjana, yang mana pada program ini pelajaran yang disajikan lebih kompleks dan menuntut perhatian khusus dalam pembelajarannya. Mahasiswa S2 harus menyelesaikan 39 sampai 50 sks selama kurun waktu empat sampai sepuluh semester (Webmaster Dikti, 2012). Program S2 adalah kelanjutan program S1, oleh karena itu mata kuliah di S2 lebih advance dan yang dipelajari adalah subbidang yang lebih spesifik. Mahasiswa S1 mempelajari (satu atau lebih) metode, sedangkan mahasiswa S2 mengembangkan metode. Oleh karena itu, tugas akhir mahasiswa S1 adalah mengaplikasikan suatu metode untuk menyelesaikan sebuah persoalan, sedangkan tesis S2 mengembangkan metode yang spesifik agar dapat diaplikasikan untuk persoalan yang lebih luas (Munir, 2013). Mahasiswa S2 dituntut untuk menghadiri jadwal perkuliahan yang padat, mengerjakan tugas perkuliahan yang banyak dan kompleks. Hal ini sesuai yang dinyatakan salah seorang mahasiswi program magister USU: magister: Program magister (S2) memiliki jadwal perkuliahan setiap hari, bukan hanya itu walaupun kegiatan di dalam kelas tidak terlalu lama mereka harus tetap pulang larut sore karena tugas perkuliahan yang banyak dan seperti tidak ada habisnya. (komunikasi personal, 2014) Selain itu juga sejalan dengan pernyataan salah satu mahasiswa program model ujian pun beragam dari yang bisa dibawa sebagai oleh-oleh ke rumah sampai ujian yang bisa membuat mengeluarkan keringat jagung atau geleng-geleng kepala hanya dengan membaca soalnya, ada juga ujian yang akan membuat pergi ketukang urut setelah selesai mengerjakannya (karena satu buku pindah semua ke kertas jawaban dalam waktu 100 menit). Mengenai tugas perkuliahan ada yang dikerjakan secara individu tak jarang pula secara berkelompok, dari paper 3 lembar (tiap minggu dan dilakukan selama 1 trimester) sampai paper 40 lembar ditambah jilid
3 3 hardcopy juga ada. Kalau presentasi, mulai dari tidak ada presentasi sampai presentasi 4 kali untuk satu mata kuliah dan ada yang presentasi berjam-jam (Ardka, 2012) Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan salah satu universitas yang memiliki program studi magister (S2). USU merupakan sebuah universitas negeri yang terletak di Kota Medan, Indonesia. Universitas Sumatera Utara adalah salah satu universitas terbaik di pulau Sumatera dan merupakan universitas negeri tertua di luar Jawa. USU memiliki 14 fakultas antara lain Kedokteran, Hukum, Pertanian, Teknik, Kedokteran Gigi, Ekonomi, Sastra, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Psikologi, Keperawatan dan Pascasarjana (Bagian Akademik, Universitas Sumatera Utara, 2014). Program magister biasanya dipenuhi oleh mahasiswa yang rata-rata usianya di atas 20 tahun. Hal ini terlihat pada data wisuda mahasiswa Universitas Sumatera Utara periode IV tahun akademik 2011/2012 dan periode I tahun akademik 2012/2013 yangmana menunjukkan usia mahasiswa S2 termuda yang lulus pada periode tersebut adalah mahasiswa kelahiran tahun 1989 dengan usia sekitar 23 tahun (Biro Akademik, 2012). Menurut data wisuda mahasiswa S2 Universitas Sumatera Utara periode III tahun akademik 2013/2014 menunjukkan usia mahasiswa termuda yang lulus pada periode tersebut adalah mahasiswa kelahiran tahun 1990 dengan usia sekitar 24 tahun (Biro Akademik, 2014). Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2008) usia antara 20 hingga 40 tahun merupakan usia dewasa awal. Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa masa ini merupakan masa memilih pasangan, mulai membina keluarga,
4 4 mengelola rumah tangga, mengasuh anak, serta mencari kelompok sosial yang menyenangkan. Dalam hal ini berarti tidak menutup kemungkinannya bahwa mahasiswa yang mengikuti program studi magister telah menikah atau menikah pada masa studi S2 nya. Mahasiswa yang mengikuti studi S2 tidak hanya dijalani oleh mahasiswa laki-laki saja mengingat tujuannya untuk keperluan kerja. Mahasiswa perempuan (mahasiswi) pun ada yang melanjutkan masa studi S2. Karena selain membutuhkan kepuasan dalam hubungan interpersonal dengan keluarga, wanita juga memiliki kebutuhan untuk berprestasi di dunia luar. Dasar dan tingkat dari pendidikan yang didapat sangatlah berkaitan dengan prestasi kerja di masa datang. Sehingga wanita pun berusaha untuk meningkatkan level pendidikannya (Warel & Goodheart, 2006). Hal ini sejalan dengan pendapat Thabrany (1994) yang mengatakan bahwa pendidikan tinggi akan sejalan dengan pendapatan tinggi dan belanjut dengan kelas sosial yang tinggi pula. Mahasiswi magister USU yang telah menikah berjumlah sekitar 1521 orang yang merupakan 33,37% dari jumlah keseluruhan mahasiswi USU, akan tetapi mahasiswi yang aktif kuliah berjumlah 341 yaitu sekitar 22,42% dari mahasiswi menikah yang aktif kuliah (Bagian Akademik, 2013). Mahasiswi S2 yang telah menikah, harus menjalani dua peran sekaligus yaitu sebagai mahasiwa dan sebagai istri. Kedua peran ini mempunyai tugas dan tanggung jawab masingmasing. Sebagai mahasiswa dituntut untuk mencapai hasil belajar yang optimal ditambah menjadi seorang istri dituntut mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengurus suami, menyesuaikan diri satu sama lain, memahami pasangan
5 5 hidup baru, serta bagaimana mendidik anak (Hurlock, 1999). Selain itu juga sebagai ibu memiliki peran pengasuhan dan pendidikan anak, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya (Effendi, 1998). Hal ini tentu berbeda dengan mahasiswi yang belum menikah. Mahasiswa perempuan (mahasiswi) tidak berbeda dengan mahasiswa lakilaki, mereka sama-sama dituntut untuk memberikan hasil yang baik dalam proses pembelajarannya. Mahasiswi yang mengambil keputusan, tetap kuliah dengan memikul status seorang istri tidak terlepas dari permasalahan yang harus mereka hadapi. Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti pada sampel 22 subjek mahasiswi program magister pada beberapa fakultas di Universitas Sumatera Utara diperoleh data terdapat kendala yang dihadapi mahasiswi ketika kuliah dengan tanggung jawab seorang istri, hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kendala Yang Dihadapi Mahasiswi Program Magister yang Telah Menikah No. Kendala Jumlah Orang 1. Kesulitan membagi waktu kuliah dengan keluarga Masalah dalam mengurus keluarga (pengasuhan anak, 9 pengurusan rumah tangga, ketidak setujuan keluarga) 3. Konsentrasi (fokus) menjadi terganggu 4 4. Masalah biaya 5 Berdasarkan tabel 1, 10 respon mahasiswi yang mengatakan memiliki kesulitan dalam membagi waktu antara urusan kuliah dengan urusan keluarga, sekitar 9 respon mahasiswi yang menyatakan urusan keluarga seperti pengasuhan anak, pengurusan rumah tangga, dan ketidaksetujuan pihak keluarga juga merupakan kendala yang mereka hadapi. Sekitar 4 mahasiwi mengaku bahwa
6 6 konsentrasinya (fokusnya) menjadi terganggu dan sekitar 4 respon mahasiswi yang menyatakan adanya masalah biaya yang ditimbulkan dari kuliah tersebut, karena harus menambah anggaran keluarga. Permasalahan yang timbul karena status pernikahan seseorang ketika kuliah dapat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Berdasarkan data survey yang diperoleh di lapangan menyatakan ada yang menunda masa studinya hal ini terlihat dari hanya 22, 42 % mahasiswi menikah yang masih aktif kuliah, ada yang indeks prestasinya menurun, ada juga yang sulit konsentrasi belajar, dan ada juga yang merasa tidak mempengaruhi nilainya di perkuliahan. Berdasarkan data wisuda mahasiswa Universitas Sumatera Utara terdapat hampir 50% mahasiswi S2 yang telah menikah menyelesaikan masa studinya lebih dari masa yang seharusnya ia tempuh dalam perkuliahan. Data wisuda mahasiswa periode IV tahun akademik 2011/2012 (Biro Akademik, 2012) menunjukkan sekitar 46%, periode I tahun akademik 2012/2013 menunjukkan angka 32% serta data wisuda periode III tahun akademik 2013/2014 menunjukkan angka 37% Biro Akademik, 2014). Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti pada sampel 22 subjek mahasiswi program magister pada beberapa fakultas di Universitas Sumatera Utara diperoleh bahwa penyelesaian yang mereka lakukan atas kendala yang dihadapi ketika kuliah dengan status telah menikah adalah dengan mengatur waktu dengan baik, menentukan prioritas mana yang lebih penting, melakukan diskusi dengan suami, mengulang pelajaran di rumah, membuat schedule belajar. Dalam hal ini berarti ada mahasiswi yang melakukan pengaturan diri dalam
7 7 belajar dengan baik. Pengaturan diri dalam belajar untuk mencapai hasil belajar yang optimal disebut dengan self regulated learning. Menjadi mahasiswa juga diharuskan mampu mengikuti kuliah dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan untuk mencapai prestasi yang optimal. Mahasiswa program magister (S2) memiliki tanggung jawab yang lebih dari program sarjana. Karena tujuan program magister sendiri adalah menyiapkan mahasiswa menjadi intelektual dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional (UU RI No. 12 Tahun 2012). Sudah sewajarnya mereka melakukan self regulated learning (SRL) yang lebih konsisten. Menurut Boekaerts (dalam Susanto, 2006), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan mahasiswa untuk mencapai prestasi yang optimal, antara lain adalah inteligensi, kepribadian, lingkungan kampus, dan lingkungan rumah. Selain itu juga self regulation turut mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi yang optimal. Meskipun seorang pelajar memiliki tingkat inteligensi yang baik, kepribadian, lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah yang mendukungnya, namun tanpa ditunjang oleh kemampuan self regulation maka pelajar tersebut tetap tidak akan mampu mencapai prestasi yang optimal. Penelitian yang dilakukan Azlina (2007) mengenai self regulated learning dan pencapaian akademik pada mahasiswa Malaysia mengatakan bahwa self regulated learning adalah prediktor signifikan pada pencapaian akademik. Hal ini sejalan dengan pendapat Cobb (2003) yang menemukan hubungan signifikan antara perilaku self regulated learning dengan prestasi akademik. Chen (2002) juga
8 8 menemukan hubungan yang signifikan antara strategi self regulated learning dengan prestasi akademik. Sukadji (2001) menambahkan bahwa agar sukses dalam pendidikan dan berhasil menerapkan ilmu yang diperolehnya, mahasiswa harus menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya serta mengatur strategi belajar yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa individu akan memperoleh hasil yang baik, jika memiliki self regulated learning yang baik. Zimmerman (1989) mendefinisikan self regulated learning sebagai proses belajar dimana peserta didik menggunakan strategi personal untuk mengatur perilaku dan lingkungan belajar secara langsung. Menurut Santrock (2008) self regulated learning adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk tercapainya suatu tujuan. Wolters juga medefinisikan bahwa self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil yang optimal (dalam Deasmayanti & Armeini, 2007). Mahasiswa yang memiliki tingkat inteligensi yang baik, kepribadian, lingkungan kampus dan rumah yang mendukung, perlu ditunjang dengan kemampuan regulasi diri untuk mencapai prestasi optimal. Berbagai hasil penelitian menggambarkan pentingnya keterampilan regulasi diri dalam belajar dimiliki oleh mahasiswa karena berkorelasi dengan usaha belajar yang efektif dan efisien. Pengaruh positif lain yang diperoleh dari keterampilan regulasi diri dalam belajar adalah membentuk karakter yang memiliki motivasi untuk belajar sepanjang hayat (life long learning) dan juga menjadi mandiri dalam berbagai konteks kehidupan lainnya (Santrock, 2008).
9 9 Menurut Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons (dalam Papalia, Old, dan Feldman, 2008) individu yang mengatur dirinya dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan yang tidak menyakini kemampuan dirinya. Usaha individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, emosi dan perilaku disebut regulasi diri dalam belajar (self regulated learning). Strategi dalam pendekatan belajar dapat membantu peserta didik membentuk kebiasaan belajar yang lebih baik dan memperkuat kemampuan mereka dalam belajar, menerapkan strategi belajar untuk meningkatkan hasil akademik, memilih atau mengatur lingkungan fisik untuk mendukung belajar dan mengatur waktu mereka secara efektif (Zimmerman, dalam Maharani, 2009). Kategori strategi self regulated learning yaitu evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating), mengatur materi pelajaran (organizing dan transforming), membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting and planning), mencari informasi (seeking information), mencatat hal penting (keeping record and monitoring), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences), mengulang dan mengingat (rehearsing and memorizing), meminta bantuan teman sebaya (seeking assistancefrom peers), meminta bantuan guru (seeking assistance from teacher), meninjau kembali buku teks (reviewing the textbook), meninjau kembali catatan (reviewing the notes), meninjau kembali tes sebelumnya dan menyiapkan tes
10 10 (reviewing the previous tests and assignment in preparation for a test) (Zimmerman & Martinez-Pons, 1986). Menurut Zimmerman (1990), dalam teori sosial kognitif terdapat tiga hal yang mempengaruhi seseorang melakukan self regulated learning yaitu individu, perilaku, dan lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap self regulated learning dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan dan lain sebagainya. Keluarga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan individu dalam hal belajar (Dalyono, 2007). Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2007) salah satu faktor yang mempengaruhi self regulation yaitu dalam bentuk reinforcement. Individu membutuhkan suatu penguatan (reinforcement) agar tingkah laku tertentu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi atau tidak. Ketika seorang individu melakukan strategi-strategi pengaturan diri dalam belajar mereka tak luput dari pengaruh lingkungan yaitu keluarga. Penguatan yang dibutuhkan pun dapat diberikan oleh pihak keluarga. Keluarga adalah pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak (Houton, & Hunt, 1987). Dengan kata lain hubungan perkawinan yang terdiri dari suami dan istri dapat dikatakan sebuah keluarga. Salah satu bentuk penguatan tersebut berupa dukungan penghargaan. Dukungan penghargaan merupakan dukungan sosial yang terjadi apabila terdapat ekspresi penilaian positif terhadap individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat, perbandingan yang positif dengan individu lain. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya (Gerungan, 2009). Hal ini berarti
11 11 bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain (Sardiman, 2009). Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi. Chalhoun dan Acocella (1990) mengatakan bahwa orang mempunyai kekuatan untuk memberikan rasa sakit dan senang kepada kita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat membantu individu untuk beradaptasi dengan segala situasi dan peristiwa yang tidak diinginkan baik berkaitan dengan kondisi fisik maupun psikologis (Ambarwati, 2008). Sebuah studi yang dilakukan Wentzel (dalam Safree, & Adawiah, 2010) menemukan bahwa dukungan sosial memberikan pengaruh dalam hal motivasi pada performance pelajar. Penelitian Quomma & Geenberg (1994) menemukan bahwa dukungan sosial yang rendah akan meramalkan pada kegagalan. Menurut Baron dan Byrne (2006) dukungan sosial merupakan kenyamanan fisik & psikologis yang diberikan oleh teman/anggota keluarga. Dalam penelitian ini dukungan sosial keluarga yang dimiliki mahasiswi magister yang telah menikah adalah suami. Menurut teori socio-emotional selective, dewasa yang lebih tua melaporkan lebih banyak dukungan sosial dan lebih sedikit ketegangan antara keluarga dan teman daripada dewasa muda dan dewasa madya (Carstensen, dalam Walen & Lachman 2000). Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada beberapa fakultas di Universitas Sumatera Utara di Medan, diperoleh bahwa mahasiswi tersebut ada yang didukung penuh oleh
12 12 keluarga dan ada juga yang kurang didukung penuh oleh keluarganya. Hal ini terlihat dari pernyataan mereka yang menyatakan bahwa terkadang mereka masih diprotes suami ketika mengerjakan tugas kuliah di rumah, ada anak yang selalu ingin ditemani dalam bermain, serta adanya berbagai tuntuntan dari suami. Cobb (dalam Ambarwati, 2008) mengatakan bahwa dukungan sosial yang dialami tidak melalui apa yang dilakukan, akan tetapi dari bagaimana cara dukungan itu diinterpretasikan. Penginterpretasian dari dukungan sosial dapat terjadi karena adanya proses persepsi. Contohnya, terkadang individu percaya bahwa ia membuat sesuatu pernyataan yang mendukung, tetapi penerima mempersepsikan pernyataan tersebut sebagai suatu kritikan atau tuntutan. Para peniliti telah mencapai kesepakatan mengenai dukungan sosial yang menyatakan perkataan dan perbuatan tidak dapat ditentukan oleh orang luar sebagai suatu dukungan, tetapi sebagaimana hal tersebut dipersepsikan oleh penerima (Abbey, dkk dalam Ambarwati, 2008). Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan antara persepsi dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning pada mahasiswi magister USU yang telah menikah. B. PERUMUSAN MASALAH Melalui penjabaran di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah, apakah ada hubungan positif antara persepsi dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning pada mahasiswi program magister USU yang telah menikah.
13 13 C. TUJUAN PENELITIAN Untuk melihat bagaimana hubungan persepsi dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning pada mahasiswi program magister USU yang telah menikah. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberika dua manfaat yaitu secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan secara umum dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan dalam melihat hubungan persepsi dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning pada mahasiswi yang telah menikah. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui gambaran mengenai self regulated learning pada mahasiswi magister USU yang telah menikah, sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan self regulated learnig. b. Untuk mengetahui gambaran persepsi dukungan sosial keluarga pada mahasiswi magister USU yang telah menikah, sehinga diharapkan dapat dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan dukungan sosial keluarga. c. Untuk mengetahui hubungan persepsi dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning mahasiswi USU yang telah menikah. Jika dari hasil penelitian terbukti ada hubungan antara persepsi dukungan sosial keluarga
14 14 dengan self regulated learning, maka diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan self regulated learning melalui dukungan sosial keluarga. E. SISTEMATIKA PENELITIAN Adapaun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian. Bab II: Landasan Teori Bab ini akan memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang berhubungan dengan self regulated learning dan dukungan sosial keluarga. Bab III: Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai alasan digunakannya pendekatan kuantatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian. Bab IV : Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi uraian mengenai hasil utama penelitian serta pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran
BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan individu yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang melanjutkan pendidikan ke sebuah perguruan tinggi. Menurut Kamus Besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
Lebih terperinciPRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi
Lebih terperinciREGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA
70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses
BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated
BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam keseluruhan bentuk aktivitas dan kreativitasnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. universitas, institut atau akademi. Sejalan dengan yang tercantum pasal 13 ayat 1
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang terjadi sekarang ini, menuntut manusia untuk mempunyai pendidikan yang tinggi. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning menyangkut self generation dan self monitoring pada pemikiran, perasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya Manusia tetunya menjadi focus perhatian semua kalangan masyarakat untuk bisa semakin
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan
BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dan menjadi salah satu jenjang pendidikan setelah SMA. Setiap jenjang pendidikan memiliki system
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, definisi Perguruan Tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI BAGIAN KE TIGA JENIS PENDIDIKAN TINGGI 1. Pendidikan Akademik 2. Pendidikan Vokasi 3. Pendidikan Profesi Pendidikan Akademik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling tinggi dalam dunia pendidikan di Indonesia bahkan di dunia. Maka, tidak heran ketika mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar
17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada penelitian-penelitian psikologi yang terdahulu ditemukan bahwa inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para peneliti tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini semakin berkembang, hal ini ditandai dengan individu yang menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia hanya dapat berkembang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting bagi setiap negara, terutama bagi negara berkembang seperti negara Indonesia. Terlebih dalam dunia kerja, dimana banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida
HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam menentukan arah perbaikan bangsa ini. Mahasiswa sebagai elemen masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk memperbaiki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi adalah dunia yang merupakan titik tolak akhir dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami dinamika yang cukup signifikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menghadapkan kita pada tuntutan akan pentingnya suatu kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi pendidikan yang dimiliki.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini zaman semakin berkembang, khususnya pada dunia pendidikan. Untuk mengikuti perkembangan zaman tersebut, individu mengembangkan ilmunya dalam dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Belajar merupakan masalah bagi setiap orang, dan tidak mengenal usia dan waktu lebih-lebih bagi pelajar, karena masalah belajar tidak dapat lepas dari dirinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu dengan masalah, dan tanpa disadari pula berulang kali individu menemukan jalan keluar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENGANTAR Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi masa yang akan datang. Pembahasan tentang pendidikan tentu tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang. Pendidikan diperlukan untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup untuk menghadapi masa yang akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciSIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN. KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018
SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018 1 Pendahuluan 2 Pengertian beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kebutuhanpun semakin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kebutuhanpun semakin bertambah. Salah satu kebutuhan yang penting saat ini adalah kebutuhan akan pendidikan. Pendidikan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Uji Korelasi Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan antara self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini lebih spesifik dibanding tingkat SMA. Disiplin ilmu yang disediakan merupakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.
Lebih terperinciLampiran 1. Surat Pernyataan. 1. Tujuan dari kuesioner ini adalah pengambilan data untuk skripsi.
LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Pernyataan Dengan ini saya bersedia secara sukarela untuk mengisi kuesioner dengan ketentuanketentuan yang ada dibawah ini. Nama : 1. Tujuan dari kuesioner ini adalah pengambilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.
17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 12) menyatakan bahwa pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan adalah usaha sadar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Politeknik TEDC didirikan pada tahun 2002 berdasarkan ijin. penyelenggaraan dari DIKTI No. 73/D/O/2002. Politeknik TEDC merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Politeknik TEDC didirikan pada tahun 2002 berdasarkan ijin penyelenggaraan dari DIKTI No. 7/D/O/2002. Politeknik TEDC merupakan lembaga pendidikan tinggi yang
Lebih terperinci