BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan, tingkat percepatan pengembangan produk, dan perkembangan tingkat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan, tingkat percepatan pengembangan produk, dan perkembangan tingkat"

Transkripsi

1 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA Keragaman konsumen, pergeseran dan pergerakan selera, kebutuhan dan minat konsumen, kepedulian terhadap kebijakan publik, kepedulian terhadap lingkungan, tingkat percepatan pengembangan produk, dan perkembangan tingkat persaingan, memicu perusahaan-perusahaan untuk semakin memahami konsumen, sehingga semakin dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Dalam dunia bisnis, perilaku konsumen merupakan topik khusus yang harus dipahami pemasar, sehingga pemasar dapat merancang strategi pemasaran yang sesuai dan dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Perilaku konsumen meliputi tindakan pada saat sebelum, sedang, dan setelah mengkonsumsi suatu produk atau layanan. Penelitian ini berfokus pada tindakan pelanggan setelah menggunakan layanan jasa, tepatnya ketika pelanggan mengalami ketidakpuasan dan mengajukan keluhan dalam mengkonsumsi layanan. Penelitian ini akan dilakukan dengan mengacu pada beberapa teori pemasaran yang mencakup perilaku pelanggan yang mengeluh, pemulihan jasa (service recovery), persepsi keadilan terhadap penanganan keluhan, kepuasan pasca penanganan keluhan, dan loyalitas pelanggan.

2 Perilaku Pelanggan yang Mengeluh Greenberg (1996) menyatakan bahwa orang akan memberikan reaksi pada hubungan yang dirasakan tidak adil dengan menunjukkan emosi negatif (ketidakpuasan) dan mereka akan termotifasi untuk memperbaiki pengalaman tidak adil (niat word of mouth negatif). Perilaku pelanggan yang mengeluh merupakan ekspresi dari ketidakpuasan pelanggan setelah mengkonsumsi suatu produk/jasa. Ketidakpuasan tersebut ditimbulkan oleh kegagalan produk atau jasa dalam memenuhi harapan konsumen atau adanya penyimpangan antara harapan konsumen terhadap produk atau jasa tersebut dengan kenyataan. Respon publik meliputi penuntutan ganti rugi atau mengadu kepada pihak ketiga, sementara itu respon pribadi meliputi perilaku tetap diam, namun tidak pernah datang lagi, dan atau menyebarkan informasi yang negatif tentang penyedia jasa. Dalam kaitannya dengan keluhan, Denhamn (1998) dalam Tjiptono (2005:457) mengidentifikasi tiga tipe pelanggan sebagai berikut : 1) Active complainer, yaitu mereka yang memahami haknya, asertif, percaya diri, dan mengetahui dengan baik cara menyampaikan keluhan. Bila ekspektasi mereka akan pelayanan dan nilai (value) tidak terpenuhi, mereka akan menyampaikan keluhannya ke perusahaan yang bersangkutan. Tipe pelanggan seperti ini sangat berharga bagi perusahaan, karena mereka cenderung langsung menginformasikan dan mencari solusi atas setiap keluhan yang mereka rasakan.

3 16 2) Inactive complainers, yaitu mereka yang lebih suka menyampaikan keluhan kepada orang lain (teman, keluarga, rekan kerja) daripada langsung kepada perusahaan bersangkutan. Mereka cenderung langsung berganti pemasok dan tidak pernah kembali lagi. Dengan demikian, peluang perbaikan bagi perusahaan praktis tidak ada. 3) Hyperactive complainers, yaitu mereka yang selalu mengeluh terhadap apa pun. Tipe ini bisa disebut pula chronic complainers yang kadangkala berlaku kasar dan agresif. Mereka ini hampir tidak mungkin dipuaskan karena tujuan keluhannya lebih dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mencari untung. Lovelock (2000) menemukan bahwa keluhan dapat berhubungan dengan tiga sumber utama yaitu, (1) disebabkan oleh perusahaan, seperti kualitas produk rendah, komunikasi dan informasi tidak akurat (inkonsisten), harga yang terlalu mahal, (2) disebabkan oleh karyawan seperti sikap dan perilaku karyawan yang bertindak kasar dan kurang sopan, (3) ketidaktelitian pelanggan dan ekspektasi terlalu tinggi dari pelanggan. Sugiarto (2002:200) membagi keluhan ke dalam empat kategori yaitu (1) mechanical complaint yaitu keluhan yang disebabkan oleh tidak berfungsinya suatu alat dalam suatu interaksi dengan pelayanan; (2) attitudinal complaint, yaitu keluhan konsumen karena sikap negatif yang ditampilkan oleh petugas pelayanan saat berhubungan dengan konsumen; (3) service related complaint, yaitu keluhan konsumen yang diakibatkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan layanan itu

4 17 sendiri; (4) unusual complaint, yaitu keluhan konsumen yang di mata petugas merupakan keluhan yang aneh atau tidak wajar. Model perilaku keluhan konsumen mengidentifikasi dua tujuan utama untuk mengeluh. Pertama, konsumen mengeluh untuk menutupi kerugian ekonomi. Mereka mungkin berusaha untuk menukar produk bermasalah dengan produk lainnya, atau berusaha memperoleh uang mereka kembali, baik secara langsung dari perusahaan/toko maupun tidak langsung melalui tindakan hukum. Alasan kedua, untuk membangun kembali citra diri mereka. Untuk memperbaiki citra diri, konsumen dapat menggunakan komunikasi dari mulut ke mulut yang negatif (negative word of mouth), berhenti membeli karena melihat merek, mengeluh kepada perusahaan, atau mengambil tindakan hukum (Mowen dan Minor, 2001:103) Tjiptono (2005:458) mengutip beberapa klasifikasi faktor penentu perilaku keluhan sebagai berikut : a) Singh (1990) mengindikasikan bahwa respon pelanggan terhadap ketidakpuasan dipengaruhi oleh karakteristik individu seperti demografis, nilai-nilai pribadi, sikap terhadap keluhan, serta sikap terhadap bisnis dan perusahaan. b) Day dalam Engel et al.1990 mengemukakan determinan perilaku keluhan konsumen yang tidak puas adalah sebagai berikut : 1) Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan (service importance), yaitu menyangkut tingkat kepentingan produk bagi pelanggan, harga, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk dan social visibility.

5 18 2) Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman mengenai produk, persepsi terhadap kapabilitas sebagai konsumen dan penanganan keluhan sebelumnya. 3) Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, meliputi jangka waktu penyelesaian masalah, gangguan aktifitas rutin, dan biaya. 4) Peluang keberhasilan dalam melakukan keluhan (likelihood of success) c) Stephens dan Gwinner (1998) menambahkan, bahwa selain pengaruh karakteristik individu, faktor produk dan situasi juga memainkan peranan penting dalam menjelaskan respon pelanggan terhadap ketidakpuasan. Faktor-faktor ini meliputi peranan daya tanggap penyedia jasa, biaya keluhan, harga, arti penting produk bagi konsumen, pengalaman konsumen, iklim sosial, dan atribusi terhadap kesalahan yang terjadi. d) Sheth et al. (1999) mengklasifikasikan faktor penentu terhadap perilaku keluhan ke dalam tiga kategori berikut : 1) Dissatisfaction salience, yang dipengaruhi oleh kesenjangan antara kinerja dan harapan, serta derajat kepentingan produk/jasa. Tidak semua situasi ketidakpuasan sama kadarnya. Ada yang sangat menyusahkan, mengganggu, bahkan menjengkelkan, namun ada pula yang tidak terlalu menjadi masalah. Umumnya konsumen cenderung mengabaikan kesenjangan kecil antara kinerja dan harapan. Mereka juga tidak akan melakukan keluhan bila produk atau jasa yang dibeli tidak terlalu penting.

6 19 2) Attribution to the marketer, berkenaan dengan kesalahan yang sesungguhnya bisa dikendalikan pihak pemasar, kemungkinan diulanginya kesalahan yang sama oleh pemasar, dan kemungkinan adanya tindakan korektif oleh pemasar. Konsumen akan menunjuk siapa yang patut disalahkan sehubungan dengan jeleknya kinerja produk/jasa. Bila konsumen menyalahkan mereka sendiri atau keadaan, maka keluhan tidak akan terjadi, namun kalau mereka membebankan kesalahan pada pemasar, maka kemungkinan mereka akan melakukan keluhan. Lebih lanjut, bila konsumen menganggap bahwa kesalahan yang terjadi tidak mungkin terulang lagi, mereka cenderung akan melakukan keluhan. Selain itu, bila konsumen berkeyakinan bahwa pemasar tidak akan melakukan tindakan perbaikan, maka mereka akan menganggap keluhan hanya sebagai usaha yang sia-sia. 3) Customer s personality traits berkaitan dengan tingkat kepercayaan diri dan agresivitas konsumen. Penyampaian keluhan membutuhkan kepercayaan diri dan agresivitas yang mendorong konsumen untuk menuntut haknya. Oleh sebab itu, kedua sifat itu menyebabkan konsumen memilih melakukan keluhan daripada pasrah menerima kinerja pemasaran yang jelek. Mowen dan Minor (2001:103) menyebutkan bahwa di antara sejumlah faktor yang mempengaruhi perilaku keluhan pelanggan, adalah jenis produk atau jasa yang terlibat, biaya, dan arti sosial produk. Kemungkinan perilaku keluhan meningkat bila (1) tingkat ketidakpuasan meningkat, (2) sikap konsumen dalam mengeluh

7 20 meningkat, (3) jumlah manfaat yang diperoleh dari sikap mengeluh meningkat, (4) perusahaan disalahkan atas suatu masalah, (5) produk tersebut penting bagi konsumen, (6) sumber-sumber yang tersedia bagi konsumen untuk mengeluh meningkat. Pelanggan yang mengajukan keluhan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk memperbaiki segala persoalan, memulihkan hubungan dengan orang yang mengadukan, dan meningkatkan kualitas jasa untuk semua pelanggan. (Lovelock dan Wright, 2007:144). Dengan menerima keluhan konsumen, perusahaan mendapatkan peluang untuk mempelajari sejauh mana pelayanan yang diberikan memenuhi harapan konsumen dan bagaimana memperbaiki diri. 2.2 Pemulihan Jasa (Service Recovery) Salah satu pakar, (Nasution, 2004:98) yang menyatakan bahwa hukum pertama perusahaan yang telah menyampaikan jasanya dengan baik, tetap saja akan ada pelanggan yang tidak puas atau kecewa. Nasution (2004:116) menjelaskan kualitas adalah melakukan segala sesuatu yang benar sejak awal. Bila hal ini tercapai, maka akan terwujud kepuasan pelanggan, walaupun kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa kegagalan terus terjadi, kadang-kadang karena alasan di luar kendali perusahaan (Lovelock dan Wright, 2007:144). Tujuan dari pemulihan layanan adalah untuk mengembalikan kepusan pelanggan kepada situasi normal atau bahkan membuat mereka merasa senang setelah terjadinya suatu kegagalan dalam pelayanan. Pemulihan layanan didefinisikan

8 21 sebagai tindakan yang diambil oleh penyedia layanan untuk mengatasi ketidakpuasan dan sebagai respon pada kualitas pelayanan yang buruk, menjadi sangat efektif untuk mengurangi kerusakan hubungan dan untuk menenangkan konsumen yang tidak puas (Kau dan Loh, 2006:101). Investasi perusahaan dalam penanganan keluhan berarti menambah komitmen konsumen dan membangun kesetiaan konsumen. Pemulihan layanan yang baik memiliki pengaruh positif pada beragam hasil pelayanan termasuk kepuasan konsumen, minat kembali, dan penyebaran komunikasi getok tular positif (Blodgett, et.al 1997). Tax, et.al (1998:60) menyebutkan bahwa pemulihan yang efektif dari kegagalan layanan (service failure) memiliki kontribusi terhadap penilaian pelanggan pada perusahaan, akan memberikan dampak yang luar biasa pada angka penahan pelanggan, menangkis penyebaran word of mouth (WOM) yang merusak dan mengembangkan kinerja perusahaan. Menurut Nasution (2004:117), pemulihan jasa (service recovery) berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan, dan secara umum dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok sebagai berikut : 1) Memperlakukan para pelanggan yang tidak puas sedemikian rupa sehingga bisa mempertahankan loyalitas mereka. 2) Penyedia jasa memenuhi atau melebihi harapan para pelanggan yang mengeluh dengan cara menangani keluhan mereka.

9 22 Nasution (2004:130) menyatakan penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas. Manfaat lain dari penanganan keluhan pelanggan adalah : 1) Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa. 2) Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif. 3) Penyedia jasa akan mendapatkan kepercayaan kembali dari pelanggan. Menurut Johnston (2000:213), aktivitas yang diperlukan dalam rangka memulihkan layanan pelanggan, meliputi beberapa hal sebagai berikut : a) Respon, pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau kegagalan jasa; permohonan maaf, empati, respon yang cepat, keterlibatan manajemen. b) Informasi, penjelasan atas kegagalan yang terjadi, mendengarkan pandangan pelanggan terhadap solusi yang diharapkan; menyepakati solusi, menjamin bahwa masalah yang sama tidak akan terulang lagi, permohonan maaf tertulis. c) Tindakan, koreksi atas kegagalan atau kesalahan; mengambil langkah-langkah perbaikan, seperti mengubah prosedur untuk mencegah terulangnya masalah di kemudian hari, melakukan tindak lanjut untuk memeriksa dampak setelah pemulihan jasa. d) Kompensasi, yaitu memberikan ganti rugi kepada pelanggan Manajemen pemulihan dianggap memiliki pengaruh yang signifikan pada konsumen yang mengalami kegagalan layanan karena mereka yang terlibat dan setia

10 23 biasanya lebih emosional terhadap usaha pemulihan layanan (Berry dan Parasuraman, 1991). Banyak konsumen memiliki reaksi emosi yang kuat dalam merespon pemulihan layanan dan kemudian memutuskan apakah akan melanjutkan hubungan mereka dengan perusahaan (Smith dan Bolton, 2002). Pemulihan layanan sangat efektif untuk mengurangi kerusakan hubungan dan untuk menenangkan konsumen yang tidak puas. Pemulihan layanan yang efektif mengantarkan pada kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepuasan pelayanan yang ditampilkan saat pertama kali (McCollough dan Bharadwaj, 1992). Dari proses perspektif, pemulihan layanan dapat digambarkan sebagai urutan kejadian sebuah prosedur, dimulai dengan mengkomunikasikan keluhan, menghasilkan proses interaksi melalui keputusan dan terdapat hasil (Tax, 1998:61). Didalam area pemulihan layanan, persepsi keadilan diidentifikasi sebagai kunci yang berpengaruh pada pembentukan penilaian evaluatif dari proses pemulihan. Keberhasilan suatu program pelayanan didefinisikan sebagai pemuasan dalam pengalaman atas penanganan jasa (service encounter) yang mungkin saja didalamnya termasuk pemulihan (recovery) layanan proaktif maupun efektif (Severt, 2002). Sebuah layanan proaktif terjadi ketika suatu kesuksesan dalam pertemuan jasa dihasilkan setelah adanya suatu insial kegagalan layanan (service failure) di mana penyedia jasa melakukan upaya pemulihan. Pemulihan layanan reaktif terjadi ketika seorang pelanggan mengajukan keluhan dan selanjutnya ditanggapi oleh penyedia jasa dengan upaya pemulihan layanan dari kegagalan (Smith, 1998 dalam Severt 2002).

11 Persepsi Keadilan terhadap Penanganan Keluhan Keadilan menawarkan sebuah bingkai kerja yang luas untuk memahami proses keluhan dari awal sampai selesai, melibatkan kesopanan dari keputusan, menyinggung tidak hanya pendistribusian hasil, tetapi juga bagaimana pendistribusian itu didatangkan dan sikap dari pelaksanaannya. Konsepsi dari persepsi keadilan telah digunakan secara luas dalam penelitian organisasional untuk dapat meramalkan beragam tampilan hasil hubungan kerja (Daly dan Geyer, 1995; Gilliland, 1994). Schoefer dan Ennew (2005) menunjukkan bahwa persepsi keadilan adalah cara yang bermanfaat dan efektif yang berhubungan dengan respon konsumen pada pengalaman pemulihan. Pada penelitian lintas sektor, Tax (1998) menunjukkan bukti pentingnya ketiga dimensi persepsi keadilan (keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional) dalam menghasilkan penilaian positif pada penanganan keluhan. Maxham dan Netemeyer (2002) memberikan bukti pentingnya persepsi keadilan sebagai determinan dari kepuasan, niat membeli, dan word of mouth. Mereka juga menyoroti pentingnya persepsi karyawan tentang ikut ambil bagian dalam perusahaan, dan kesediaan karyawan untuk terikat dalam perilaku peran ekstra sebagai determinan dari persepsi keadilan. Blodgett (1997) menggunakan dasar skenario retail untuk mempertunjukkan pentingnya keadilan interaksional yang mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Hui dan Au (2001) menggunakan dasar skenario hotel untuk menguji ketiga strategi penanganan keluhan, dengan: 1) suara (memberikan kebebasan kepada

12 25 konsumen untuk dapat menyatakan pendapat mereka sepenuhnya pada karyawan yang bersangkut paut), 2) kompensasi, dan 3) permintaan maaf. Keluhan dipandang sebagai konflik antara konsumen dan organisasi sebagai keadilan dari : (1) prosedur pemecahan, (2) komunikasi dan perilaku perseorangan, dan (3) hasil dari prinsip kriteria penilaian konsumen (Tax et al, 1998:61). Keluhan pelanggan merupakan salah satu komponen penting yang perlu untuk diperhatikan, namun sering kali terlewatkan. Ada beberapa alasan penting mengapa perusahaan harus memperhatikan keluhan pelanggan yaitu : 1) keluhan pelanggan merupakan cerminan bahwa terdapat suatu masalah dalam produk atau layanan yang ditawarkan oleh perusahaan, 2) keluhan pelanggan mengindikasikan bahwa terdapat kebutuhan pelanggan yang tidak terpuaskan, 3) keluhan pelanggan mengindikasikan bahwa produk dan layanan yang tidak memuaskan sudah berada diluar batas toleransi pelanggan. Bell dan Zemke (1987) dalam Hocutt, et.al (2006:200) menyebutkan lima hal penting untuk keberhasilan pemulihan layanan: apology, urgent reinstatement, empathy, atonement, dan follow up. Johnston (1995) dalam Hocutt et,al (2006:200) menemukan bahwa konsumen yang mengalami kegagalan layanan membutuhkan bagian-bagian berikut dari usaha pemulihan pelayanan karyawan : karyawan harus bersikap menyenangkan, penuh perhatian dan membantu, perhatian pada konsumen, bertindak cepat dan fleksibel. Sebuah prosedur penanganan keluhan perusahaan mengarah kepada sebuah interaksi dengan konsumen yang mengharuskan perusahaan membuat keputusan.

13 26 Dengan kata lain, ketentuan harus dibuat antara prosedur, peranan, dan hasilnya. Kesemuanya umumnya disebut keadilan distributif (distributive justice), keadilan prosedural (procedural justice), dan keadilan interaksional (interactional justice). Blodgett, et.al (1993:405) menyebutkan, dalam konteks perilaku keluhan, (1) komponen distributif mengarah pada keadilan yang dirasakan pelanggan terhadap perbaikan yang ditawarkan oleh perusahaan (jumlah pembayaran kembali, apa jenis pengembalian yang ditawarkan, gratis perbaikan), (2) komponen prosedural mengarah pada keadilan yang dirasakan pelanggan terhadap pengembalian dan kebijakan pertukaran yang dilakukan oleh perusahaan, dan (3) komponen interaksional mencakup sikap bagaimana perusahaan memberikan respon terhadap keluhan konsumen (apakah perusahaan memberikan respon tepat pada waktunya dan sikap yang sopan) Keadilan distributif (distributive justice) Dalam konteks kegagalan layanan, keadilan distributif fokus pada persepsi keadilan hasil atau perbaikan dari usaha pemulihan layanan (Blodgett et.al, 1993). Keadilan distributif fokus pada persepsi keadilan hasil dari pelayanan, apa yang khususnya ditawarkan oleh perusahaan yang bersalah untuk mengatasi kegagalan pelayanan (Tax dan Brown, 2000; Tax et.al, 1998; Blodgett,1997). Gilliland (1993) menyatakan bahwa keadilan distributif terkait dengan hasil spesifik dari upaya pemulihan layanan.

14 27 Dalam kasus kegagalan layanan, konsumen berharap penyedia layanan akan mengganti tiap kerugian yang dialami sebagai hasil dari pemulihan kegagalan layanan. Konsumen dapat mengharapkan tingkat penggantian yang berbeda tergantung pada seberapa banyak kegagalan layanan mempengaruhi mereka. Konsumen yang mengalami kegagalan layanan akan mengharapkan perbaikan yang adil pada masalah, sedangkan konsumen yang merasa sebagai korban dari hasil kegagalan layanan dapat mengharapkan penggantian tambahan (Bell dan Ridge, 1992 dalam Hocutt, et.al, 2006:200). Sparks dan McColl-Kennedy (2001) menemukan bahwa responden puas ketika diberikan pengembalian 50% atas kegagalan layanan. Secara keseluruhan, dalam usaha pemulihan layanan, penggantian mengarahkan pada persepsi keadilan distributif yang lebih tinggi (perbaikan keadilan), yang akan mengarahkan pada kepuasan konsumen yang lebih tinggi dan niat negatif word of mouth yang lebih rendah. Dalam penanganan keluhan, beberapa hasil distributif yang sering dipergunakan sebagai kompensasi antara lain dalam bentuk pemberian diskon, koreksi harga, kupon, pengembalian, hadiah gratis, penggantian, perbaikan, kredit, dan permintaan maaf, dimana hasilnya harus dirasakan adil atau konsumen menjadi puas dengan pemulihan layanan (Kelley et.al, 1993; Goodwin dan Ross, 1992; Blodgett et al, 1997; Tax et al, 1998; Hoffman dan Kelley, 2000; Kau dan Loh, 2006). Mckoll-Kennedy et al (2003) menunjukkan bahwa tidak memperhatikan jenis kelamin, konsumen yang memiliki kesempatan untuk menyampaikan ketidakpuasan

15 28 mereka dan mendapat penggantian, memiliki sikap yang lebih positif terhadap penyedia layanan. Pentingnya permintaan maaf menyarankan bahwa penggantian tidak hanya untuk biaya ekonomi, melainkan juga untuk biaya emosional (Tax, et.al, 1998:72) Membuat penilaian keadilan dengan perhatian pada hasil, persamaan hak, dan keinginan juga relevan pada penilaian dari keadilan distributif. Perusahaan yang berjanji untuk peduli pada keinginan konsumen dan mengatakan bahwa mereka akan memberikan kepuasan 110% menciptakan harapan bahwa komplainan akan diperlakukan dengan sikap yang hampir mendekati pencerminan peran keinginan. Banyak situasi keluhan ditentukan oleh metode keadilan, di mana konsumen yang mengajukan keluhan terlihat pada keseimbangan dari penyebab ketidakpuasan, biaya keluhan, dan harapan untuk mendapatkan kompensasi yang sesuai. Orang yang memasuki situasi keluhan mengetahui bagaimana teman konsumen diperlakukan dalam kondisi yang sama, kemungkinan mengharapkan diperlakukan sama. Oleh karena itu, konsumen dapat menilai keadilan dari perbedaan kompensasi berdasarkan pada (1) pengalaman mereka terdahulu dengan perusahaan dan perusahaan lain, (2) mengetahui pemecahan dari konsumen lain, dan (3) persepsi kehilangan yang dirasakan (Tax, et.al.1998:62). Greenberg (1996) menyatakan bahwa orang akan memberikan reaksi pada hubungan yang dirasakan tidak adil dengan menunjukkan emosi negatif (ketidakpuasan) dan mereka akan termotifasi untuk memperbaiki pengalaman tidak adil (niat word of mouth negatif)

16 Keadilan prosedural (procedural justice) Teori keadilan presedural menguji pengaruh proses keputusan pada hubungan pertukaran yang berkualitas (Hocutt, et.al, 2006:200). Keadilan prosedural berkaitan dengan keterbukaan yang dirasakan oleh pelanggan mengenai kebijakan, prosedur, dan kriteria yang digunakan oleh pengambil keputusan sampai memperoleh hasil keputusan atas perselisihan yang terjadi (Blodgett, et. al, 1993). Lind dan Tyler (1998) dalam Severt (2002) mengemukakan keadilan prosedural sebagai langkah aksi perusahaan dalam memecahkan permasalahan. Keadilan prosedural cara kerjanya sebagai penundaan dalam pemrosesan keluhan, proses kontrol, pencapaian, waktu/kecepatan, dan fleksibilitas beradaptasi pada kebutuhan pemulihan konsumen (Tax dan Brown, 2000; Tax,1998; Blodgett,1997). Elemen keadilan menyarankan bahwa prosedur keluhan yang adil mudah untuk dicapai, memberikan beberapa kontrol pengaturan, fleksibel, dan diputuskan dengan sikap yang sesuai dan tepat waktu (Tax et al, 1998:62). Keadilan prosedural sangat berarti karena tujuannya untuk memecahkan perselisihan dengan cara mendorong kelanjutan hubungan produktif antara orang yang berselisih, bahkan ketika hasil tidak memuaskan bagi salah satu atau kedua kubu. Keadilan prosedural sangat penting dalam pemulihan layanan karena konsumen mungkin merasa puas terhadap tipe strategi pemulihan yang ditawarkan tetapi merasa tidak puas bila proses yang dilalui untuk memperoleh penggantian tidak memuaskan (Kelley, et.al, 1993; Saxby, et.al, 2000).

17 30 Tax et.al (1998) menyebutkan bahwa ketika karyawan bertanggung jawab pada pembuatan prosedur, disana terdapat kesempatan bagi perilaku karyawan untuk mempengaruhi penilaian keadilan prosedural. Penilaian keadilan prosedural juga dapat dipengaruhi oleh penjelasan bahwa hasil yang diberikan menggunakan proses yang adil (Conlon dan Murray, 1996). Penjelasan yang cukup pada prosedur keluhan mempertinggi penilaian, di mana penjelasan yang kurang baik berpengaruh pada proses penilaian yang lebih rendah dari keadilan prosedural dan kepuasan keseluruhan terhadap proses. Karyawan baris depan yang menangani pemulihan layanan mampu segera meningkatkan persepsi konsumen pada keadilan prosedural dengan memberikan respon yang cepat pada kegagalan layanan (Hocutt, et.al, 2006:200). Nilai dari penjelasan yang dapat diterima pelanggan, dapat berkurang jika perusahaan dirasakan lambat dalam merespon keluhan (Conlon dan Murray, 1996). Cara keputusan diperoleh sama pentingnya dengan keputusan itu sendiri. Sebuah perusahaan dinilai dari fasilitas proses keluhan. Proses keluhan terdiri dari semua kebijakan, prosedur, dan alat-alat yang digunakan perusahaan untuk mendukung komunikasi dan keluhan konsumen, sebaik waktu yang digunakan perusahaan untuk mengatasi keluhan dan mendatangkan hasil. Konsumen hanya bisa menilai kebijakan dan prosedur yang mempengaruhi mereka secara langsung, dan ini adalah dasar untuk persepsi mereka terhadap keadilan prosedural. Multidimensionalitas dari keadilan prosedur dalam Saxby et al (2000:208), mengidentifikasi empat dimensi dari keadilan prosedural. Konseptualisasi penamaan dimensi empat keadilan prosedural : (1) bilateral communications, (2) familiarity

18 31 with the situation of individuals, (3) refute decisions, (4) consistent application of procedures. Bilateral communications mengarah pada kemampuan yang dirasakan individu untuk terikat dalam komunikasi dua arah selama proses keputusan. Kesempatan untuk terikat dalam komunikasi dua arah umumnya terjadi dalam situasi tipe interview dengan interaksi individu (Gilliland 1993). Komunikasi dua arah dapat mengarah pada kesempatan yang dirasakan individu untuk menanyakan pertanyaan mengenai subyek yang menjadi masalah, perusahaan, atau proses keputusan. Dalam konteks keluhan konsumen, komunikasi bilateral diartikan sebagai berapa banyak komunikasi dua arah terjadi. Familiarity tertuju pada merasakan dalamnya pengetahuan yang ditunjukkan oleh pembuat keputusan tentang situasi individu. Lebih tinggi dirasakannya pengetahuan dari pembuat keputusan, lebih adil penilaian proses oleh individu. Pelajaran ini menerjemahkan familiarity dimension pada seberapa baik penanganan keluhan individu mengerti keadaan pelanggan yang mengajukan keluhan. Dimensi ketiga adalah refute decisions yaitu kemampuan yang dirasakan individu untuk menyangkal atau membantah keputusan. Dimensi ini melibatkan kesempatan individu untuk menantang keputusan atau merubah proses keputusan. Dimensi ini dapat diringkas sebagai memiliki kesempatan kedua. Dalam konteks keluhan, kemampuan untuk membantah keputusan mengarah pada kemampuan konsumen yang mengajukan keluhan untuk menolak proses hasil awal dan mengajukan kembali keluhan kepada wasit lain.

19 32 Dimensi keempat adalah consistent application of procedures yaitu melihat adanya konsistensi administrasi. Konsistensi mengarah pada persepsi bahwa proses keputusan dipegang konstan pada orang dan waktu yang berbeda. Konsistensi mungkin menjadi dimensi yang sulit bagi individu untuk menilai atau memastikan (Gilliland 1993). Konsistensi dalam konteks keluhan konsumen berarti bahwa konsumen membuat penentuan apakah keluhan mereka ditangani dengan sikap yang sama pada semua komplainan yang lain Keadilan interaksional (interactional justice) Keadilan interaksional berhubungan dengan sikap bagaimana orang diperlakukan selama proses penanganan keluhan termasuk elemen seperti kebaikan dan kesopanan yang ditunjukkan oleh personil, empati, usaha peninjauan dalam pemecahan masalah, dan kesediaan perusahaan untuk memberikan penjelasan mengapa kegagalan terjadi (Gilliland, 1993; Blodgett et.al,1997; Tax dan Brown, 2000; Hocutt, et.al, 2006). Keadilan interaksional dipersepsikan meliputi keadilan perlakuan yang diterima pelanggan dari orang-orang yang terlibat selama mereka melalui prosedur yang ada (Tax, et.al, 1998). Dalam situasi pemulihan layanan, keadilan interaksional merujuk pada cara bagaimana proses pemulihan itu dilaksanakan dan hasil dari proses pemulihan disajikan. McColl-Kennedy dan Sparks (2003) menyebutkan bahwa emosi konsumen akan meningkat jika mereka merasakan perhatian yang kurang pada bagian dari perbaikan yang dilakukan perusahaan selama usaha pemulihan layanan. Maxham dan

20 33 Netemeyer (2003) menyebutkan bahwa persepsi karyawan pada keadilan perusahaan mempengaruhi perilaku peran ekstra mereka kepada konsumen, dan perilaku ini selanjutnya mempengaruhi persepsi keadilan konsumen tentang pengalaman layanan mereka. Tax et al (1998) menyebutkan, banyak penelitian menemukan hubungan atara penilaian keadilan dan kepuasan dengan variabel seperti membayar, kerja, penilaian penampilan, putusan percobaan, sales, dan yang lebih penting pelayanan konsumen. Konsumen kemungkinan memiliki reaksi positif saat awal menemui kegagalan pelayanan, yang diikuti oeleh pemulihan yang efektif seperti menempatkan ke ruangan yang lebih baik, mengganti kerugian dengan makanan atau minuman gratis, memberikan penjelasan mengapa pelayanannya tidak tersedia, atau bantuan dalam memecahkan masalah (Conlon dan Murray, 1996; Tax, et. al, 1998). 2.4 Kepuasan Pasca Penanganan Keluhan Kotler dan Keller (2008:136) mengemukakan bahwa kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja produk yang dipikirkan (dirasakan) terhadap kinerja yang diharapkan. Sullivan dan Adcock (2002:233) menyatakan kepuasan pelanggan tercipta dari adanya perbandingan (oleh pelanggan) nilai atau manfaat yang diterima (persepsi terhadap apa yang telah diterima) dengan pengorbanan (termasuk biaya) yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat tersebut. Menurut Lovelock dan Wright (2007:102), kepuasan pelanggan pada bidang jasa adalah reaksi emosional jangka

21 34 pendek pelanggan terhadap kinerja jasa tertentu. Sivadas et.al (2000), menyatakan kepuasan merupakan suatu alat ukur yang sangat baik dan telah banyak terbukti dalam mempengaruhi sikap, pembelian ulang, dan word of mouth (WOM). Pelanggan mengalami tingkat kepuasan atau ketidakpuasan, setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan atau kesenangan. Pelanggan yang marah atau tidak puas akan menimbulkan masalah karena mereka dapat berpindah ke perusahaan lain dan menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut. Pelanggan yang sedikit puas atau netral dapat direbut oleh pesaing, dan pelanggan yang senang akan tetap loyal, walaupun ada tawaran yang menarik dari pesaing. Kepuasan terhadap penanganan keluhan adalah seluruh perasaan pelanggan yang mengajukan keluhan terhadap perusahaan sebagai hasil dari penanganan keluhan perusahaan, apa yang dirasakan konsumen setelah keluhannya ditangani. Ketika sebuah perusahaan mengembangkan sistem mengatasi keluhan konsumen yang bagus, ini mengarah pada kepuasan konsumen yang lebih besar (Kau dan Loh, 2006). Kepuasan penanganan keluhan dapat menjadi penghubung inti yang menghubungkan persepsi dari dimensi keadilan pada sikap dan perilaku setelah mengadukan keluhan. Kepuasan biasanya dilihat sebagai pusat penghubung perilaku

22 35 pasca pembelian, menghubungkan kepercayaan produk sebelum memilih sampai struktur kognitif setelah memilih, komunikasi konsumen, dan perilaku beli ulang. (Tax et al, 1998:64). Sikap dan perilaku akibat dari kepuasan konsumen memainkan peran utama dalam mengemudikan hubungan konsumen jangka panjang. Perilaku pembelian ulang tergantung pada tingkat kepuasan pasca pembelian. Blodgett et al (1993) mengamati bahwa pemecahan yang memuaskan atau tidak memuaskan dari perselisihan akan mempengaruhi apakah konsumen yang mengadukan keluhan akan kembali pada penjual (atau keluar) dan apakah orang tersebut akan terikat dalam komunikasi getok tular yang baik atau yang buruk. Konsumen yang mengadukan keluhan yang merasa telah mendapatkan keadilan, kemungkinan datang kembali kepada perusahaan tersebut (bahkan bisa menjadi konsumen yang lebih setia). Pengaduan yang diselesaikan dengan memuaskan, ada kemungkinan yang lebih besar pelanggan tersebut akan loyal dan tetap membeli kembali barang-barang tersebut. TARP (Technical Assistance Research Institute) menemukan bahwa keinginan untuk membeli lagi berbagai jenis produk yang lain berkisar antara 69-80% di kalangan pengadu yang benar-benar puas dengan hasil pengaduannya. Angka ini turun menjadi 17-32% (bergantung pada jenis produk) bagi pengadu yang merasa pengaduannya tidak diselesaikan hingga memuaskan mereka (Lovelock dan Wright, 2007:147) Tercipta kepuasan pelanggan akan memberi manfaat kepada perusahaan karena pembeli merasa terpenuhi keinginannya dan kebutuhan akan membeli ulang

23 36 (repeat buying) dan terciptanya loyalitas terhadap jasa yang diterima, selain itu mereka akan merekomendasikannya dari mulut ke mulut (worf of mouth) kepada teman-teman sekitarnya untuk menggunakan jasa tersebut dan akan menguntungkan perusahaan. Pengetahuan sebuah perusahaan terhadap adanya kegagalan layanan diikuti oleh respon yang kurang tepat, dengan kata lain adanya penyimpangan ganda (double deviation) dari ekspektasi selanjutnya akan mengurangi persepsi pelanggan atas kualitas layanan dan menghasilkan ketidakpuasan yang bertambah buruk dari yang sudah terjadi sebelumnya diawal terjadinya kegagalan (Severt, 2002). Keaveney (1995) menemukan bahwa kegagalan layanan atau gagalnya pemulihan layanan menyebabkan perginya enam dari sepuluh pelanggan yang berkeinginan meninggalkan perusahaan atau berganti pada perusahaan jasa yang sama lainnnya. Keaveney (1995) mengkategorikan respon tersebut sebagai : 1) keengganan merespon (reluctant responses), 2) gagal untuk merespon (failures to respond), dan 3) tidak adanya respon (negative responses). Penelitian memperkirakan bahwa gambaran perilaku negatif ini di dalamnya termasuk ketidakpedulian (uncaring), kekurangsopanan (impolite), kekurangtanggapan (unresponsive), dan kurang pemahaman (unknowledge) (Keaveney, 1995). 2.5 Loyalitas Pelanggan Istilah loyalitas digunakan untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada sebuah perusahaan dalam jangka panjang, dengan membeli dan

24 37 menggunakan barang dan jasanya secara berulang-ulang dan lebih baik lagi secara eksklusif, dan dengan suka rela merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman-teman dan rekan-rekannya. Loyalitas akan berlanjut hanya sepanjang pelanggan merasakan bahwa ia menerima nilai yang lebih baik (termasuk kualitas yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan harga) dibandingkan dengan yang dapat diperoleh dengan beralih ke penyedia jasa lain. Jika perusahaan pertama tersebut melakukan sesuatu yang mengecewakan pelanggan atau jika pesaing mulai menawarkan nilai yang lebih baik, resikonya ialah bahwa pelanggan tersebut akan berpindah ke pesaing (Lovelock dan Wright, 2007:134). Loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan, mempertahankan pelanggan yang ada berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini menjadi alasan utama bagi perusahaan untuk menarik dan mempertahankan pelanggannya. Menurut Mowen dan Minor (2001) mendefinisikan loyalitas sebagai kondisi ketika pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Saxby, et.al (2000) menyatakan, meskipun secara relatif sedikit konsumen yang tidak puas mengeluh, mereka yang melakukan keluhan sebenarnya menambah kesetiaan mereka pada perusahaan dalam kondisi dimana keluhan mereka ditangani dengan efektif.

25 38 Griffin (2002:31) menyatakan bahwa pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya seperti : melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchases), membeli di luar lini produk atau jasa (purchases across product and service the line), merekomendasikan kepada orang lain (refers other), menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates an immunity to the full of the competition), dan bersedia membayar lebih mahal (pay more for the product). Loyalitas dipandang sebagai hubungan erat antara sikap relatif dengan perilaku pembelian ulang. Pandangan yang mendasarkan hubungan antara sikap dan perilaku ini amat bermanfaat bagi pemasar. Pertama, dari segi validitas yang akan lebih baik, terutama dapat digunakan untuk memprediksi apakah loyalitas yang terlihat dari peilaku pembelian ulang terjadi karena memang sikapnya yang positif (senang) terhadap produk tersebut ataukah hanya karena situasi tertentu yang memaksanya (spurious loyalty). Kedua, memungkinkan pemasar melakukan identifikasi terhadap faktor yang dapat menguatkan atau melemahkan konsistensi loyalitas.

BAB IX PEMULIHAN JASA

BAB IX PEMULIHAN JASA BAB IX PEMULIHAN JASA (SERVICE RECOVERY) PENDAHULUAN Pemulihan jasa merupakan tindakan yang dilakukan penyedia jasa untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan terjadinya kegagalan jasa dan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai ladang bisnis seluler yang sangat menggiurkan. Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai ladang bisnis seluler yang sangat menggiurkan. Bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna handphone terbesar di dunia. Hal ini terjadi karena jumlah pengguna handphone lebih banyak dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumen peka terhadap kemampuan produk/jasa yang digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Konsumen peka terhadap kemampuan produk/jasa yang digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumen peka terhadap kemampuan produk/jasa yang digunakan dalam memuaskan kebutuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Johnston (1995) menunjukkan bahwa pembelian dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Bab ini terdapat landasan teori yang dijadikan pedoman untuk menganalisis hasil dari penelitian. Landasan teori ini digunakan sebagai dasar ilmu dari penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kepuasan dalam studi ritel, strategi manajemen dan perilaku konsumen telah menjadi perhatian utama untuk beberapa peneliti dan praktisi. Untuk bisnis praktisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan dalam periode lima tahun terakhir 2007-2011 jumlah gerai retail modern di Indonesia mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggan merupakan faktor vital untuk memenangi persaingan. Kepuasan

BAB I PENDAHULUAN. pelanggan merupakan faktor vital untuk memenangi persaingan. Kepuasan 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bagi setiap produsen jasa, termasuk Rumah Sakit yang merupakan produsen produk jasa, memahami perilaku konsumen untuk membentuk loyalitas pelanggan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Layanan pelanggan merupakan bentuk pemberian layanan atau servis yang

I. PENDAHULUAN. Layanan pelanggan merupakan bentuk pemberian layanan atau servis yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Layanan pelanggan merupakan bentuk pemberian layanan atau servis yang diberikan kepada pelanggan. Persaingan yang semakin ketat sekarang ini, dimana semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Harga Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. barang, yaitu 61 persen berbanding 76 persen (Mudie dan Cotam, 1993 dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. barang, yaitu 61 persen berbanding 76 persen (Mudie dan Cotam, 1993 dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kegagalan Layanan (Service Failure) Umumnya jumlah konsumen yang tidak puas pada suatu layanan dan menyampaikan keluhannya tidaklah sebanyak pada kasus ketidakpuasan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan pelayanan yang berkualitas ditujukan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan pelayanan yang berkualitas ditujukan untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan selalu berupaya untuk tetap eksis dan bahkan tumbuh dengan memberikan pelayanan yang berkualitas ditujukan untuk memperoleh serta mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Layanan Pelanggan Salah satu bentuk layanan pelanggan (customer service) yang bisa diberikan pada konsumen adalah penanganan setiap keluhan pelanggan. Keluhan pelanggan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran (Kotler,2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran (Kotler,2003). 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep utama dalam dunia pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian alat pemasaran taktis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pepelayanan Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan didasarkan pada perbandingan antara apa yang seharusnya ditawarkan dan apa yang disediakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Setiap perusahaan memiliki keinginan untuk memperoleh laba yang besar dan terus meningkat dalam usahanya. Salah satu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran yang tidak efektif (ineffective

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran yang tidak efektif (ineffective BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis pada era globalisasi menuntut kinerja yang sempurna dari setiap proses yang dijalankan oleh perusahaan. Pemasaran tidak lagi dipandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Experiential Marketing Schmitt dalam Kustini (2007:47) experiential marketing merupakan cara untuk membuat pelanggan menciptakan pengalaman melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bisnis. Disamping itu, kepuasan pelanggan juga dipandang sebagai salah satu

BAB II LANDASAN TEORI. bisnis. Disamping itu, kepuasan pelanggan juga dipandang sebagai salah satu BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktifitas bisnis.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Jasa Dunia usaha yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari dapat berkaitan dengan industri jasa dimana pada setiap tahunnya mengalami kemajuan yang cukup pesat seiring

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Jasa Keunggulan suatu jasa akan sangat ditentukan oleh kualitas, keunikan dan manfaat yang diberikan oleh jasa tersebut, apakah sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, kini telah menjadi pilihan banyak kalangan masyarakat. Perlunya

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, kini telah menjadi pilihan banyak kalangan masyarakat. Perlunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan internet sebagai sarana untuk mendapatkan informasi sekaligus berkomunikasi, kini telah menjadi pilihan banyak kalangan masyarakat. Perlunya keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi hal yang penting dan harus dipenuhi oleh setiap produsen guna. mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki.

I. PENDAHULUAN. menjadi hal yang penting dan harus dipenuhi oleh setiap produsen guna. mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan yang begitu pesat dalam hal memasarkan produk saat ini semakin memperketat persaingan setiap produsen guna memberikan pelayanan terbaik dan berlomba-lomba

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelayanan 2.1.1 Pengertian Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap tindakan atas kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat. Sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2016 menyatakan bahwa jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pemasaran Pengertian pemasaran secara konseptual kerap mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Berikut disajikan definisi pemasaran awal versi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komplain diartikan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan atau sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan komplain sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Penelitian Yongju Jeong dan Yongsung Lee (2010) yang berjudul A study on the customer satisfaction and customer loyalty of furniture

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki kehidupan dan kegiatan yang bersifat konsumtif sehingga memudahkan pelaku usaha untuk menawarkan berbagai produk baik barang dan/atau jasa kepada masyarakat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak Bab I Pendahuluan - 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang penelitian Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak mendapat perhatian oleh banyak pihak, yang ditandai dengan adanya kemajuan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah :

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah : 12 II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah : Pemasaran adalah suatu proses sosial dengan nama individu dan kelompok mendapatkan apa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Menciptakan pelanggan yang loyal adalah inti dari setiap bisnis. Suatu bisnis disebut sukses jika berhasil mendapatkan, mempertahankan, dan menumbuhkan

Lebih terperinci

PENGARUH SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN (Studi pada Pelanggan Hotel Ibis Yogyakarta)

PENGARUH SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN (Studi pada Pelanggan Hotel Ibis Yogyakarta) 1 PENGARUH SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN (Studi pada Pelanggan Hotel Ibis Yogyakarta) Khoiriyatun Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo Email: koiriy_imel@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Service Quality (Kualitas Pelayanan) 2.1.1.1 Pengertian Quality (Kualitas) Menurut Yamit (2004) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan BAB II LANDASAN TEORI Bab ini memuat teori-teori yang mendasari penelitian dan dijadikan pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan berkaitan dengan kepuasan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang masalah Persaingan global pada saat ini sudah merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Loyalitas Pelanggan (customer loyalty) Loyalitas atau kesetiaan didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang kuat unyuk membeli atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. penjualan, tetapi dipahami dalam pemahaman modern yaitu memuaskan

II. LANDASAN TEORI. penjualan, tetapi dipahami dalam pemahaman modern yaitu memuaskan 14 II. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemasaran Saat ini pemasaran harus dipahami tidak dalam pengertian kuno sebagai pembuat penjualan, tetapi dipahami dalam pemahaman modern yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam industri jasa, komponen yang memegang pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam industri jasa, komponen yang memegang pengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam industri jasa, komponen yang memegang pengaruh penting salah satunya adalah kualitas pelayanan. Perusahaan atau organisasi penyedia jasa untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Definisi Konsep Atau Istilah 2.1.1 Pengertian Kualitas Layanan Layanan dalam konteks bisnis, menurut Tjiptono (2007) kualitas jasa sebagai suatu ukuran seberapa baik tingkat layanan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi pemasaran dewasa ini tidak lagi berkaitan dengan menjual barang

II. LANDASAN TEORI. Definisi pemasaran dewasa ini tidak lagi berkaitan dengan menjual barang II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009:6-7) Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu ataupun kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pelanggan Produk dan layanan yang berkualitas berperan penting dalam membentuk kepuasan konsumen, selain itu juga erat kaitannya dalam menciptakan keuntungan bagi perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan industri terjadi begitu cepat dalam berbagai segi kehidupan, yang menyebabkan perkembangan pada setiap bidang usaha. Para pengusaha saat ini dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan bahan pangan selalu menjadi kebutuhan utama. Pengusaha dapat melihat ini sebagai prospek dalam berbisnis, sesuai dengan adanya permintaan dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMASARAN NILAI PELANGGAN, KEPUASAN PELANGGAN LOYALITAS PELANGGAN

MANAJEMEN PEMASARAN NILAI PELANGGAN, KEPUASAN PELANGGAN LOYALITAS PELANGGAN MANAJEMEN PEMASARAN NILAI PELANGGAN, KEPUASAN PELANGGAN LOYALITAS PELANGGAN Pendahuluan Dasar dari orientasi pemasaran yang dibentuk dengan baik adalah hubungan pelanggan yang kuat Pemasar harus berhubungan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. judul Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada CV.

BAB II URAIAN TEORITIS. judul Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada CV. BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahu dilakukan oleh David Cristian Marbun (2008) dengan judul Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada CV. Anugrah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Teori Tentang Kepuasan Pelanggan 2.1.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa pelanggan adalah seseorang yang beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ingin mendapatkan jasa-jasa pelayanan maupun produk-produk bank. Sesuai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ingin mendapatkan jasa-jasa pelayanan maupun produk-produk bank. Sesuai dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Customer Service Bank Customer Service merupakan suatu bagian dari unit organisasi yang berada di front office yang berfungsi sebagai sumber informasi dan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian Nasution (2009) berjudul Pengaruh Nilai Pelanggan (Customer Value) terhadap Loyalitas pada PT. Pelita Fajar Utama Medan. Variabel yang diteliti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif dan verifikatif serta teknik analisis regresi berganda, antara service

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Loyalitas Merek 1. Pengertian Loyalitas Merek Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is difined as non random purchase expressed over by some decision

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merebut konsumen dari tangan pesaing dengan memberikan value yang lebih. seberapa banyaknya kepuasan konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. merebut konsumen dari tangan pesaing dengan memberikan value yang lebih. seberapa banyaknya kepuasan konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin majunya ekonomi, berkembangnya pasar dan segmentasi pasar sekarang ini telah mengubah secara drastis minat beli konsumen dengan semakin banyaknya macam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut memicu terjadinya perpindahan merek. perpindahan merek juga semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut memicu terjadinya perpindahan merek. perpindahan merek juga semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan akibatnya konsumen lebih berorientasi pada harga. Orientasi konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama untuk rnemproduksi dan merebut pasar di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sama untuk rnemproduksi dan merebut pasar di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan ujung tombak dari setiap perusahaan, sehingga ia memegang peranan penting terhadap perusahaan yang memasarkan barang dan jasa kepada konsumen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka inginkan, bagaimana kebutuhan pelanggan mereka dipuaskan dan faktorfaktor

BAB I PENDAHULUAN. mereka inginkan, bagaimana kebutuhan pelanggan mereka dipuaskan dan faktorfaktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Fokus pada pelanggan merupakan kunci untuk mencapai keunggulan kompetitif berkelanjutan dalam persaingan bisnis saat ini. Untuk mencapai keunggulan kompetitif dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pelanggan 1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan, kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan dan kualitas pelayanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak Negara ( Alvi et al., 2009). Menghadapi persaingan dunia usaha seperti

BAB I PENDAHULUAN. banyak Negara ( Alvi et al., 2009). Menghadapi persaingan dunia usaha seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata menjadi fenomena global sejak perjalanan internasional semakin meningkat dan menjadikannya sebagai sumber pendapatan utama bagi banyak Negara ( Alvi et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan di bidang bisnis merupakan kegiatan yang komplek dan beresiko

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan di bidang bisnis merupakan kegiatan yang komplek dan beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan di bidang bisnis merupakan kegiatan yang komplek dan beresiko tinggi, oleh karena itu diperlukan informasi yang lengkap, akurat, dan up to date untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya persaingan kompetitif antar pengusaha dalam segala sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya persaingan kompetitif antar pengusaha dalam segala sektor yang BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa globalisasi saat ini serta diiringi pula perkembangan perekonomian Indonesia yang pesat, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Travel Agency Travel Agency adalah perusahaan yang khusus mengatur dan menyelenggarakan perjalanan dan persinggahan orang-orang, termasuk kelengkapan perjalanannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan globalisasi yang melanda dunia saat ini, dunia bisnis tidak lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan globalisasi yang melanda dunia saat ini, dunia bisnis tidak lagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan globalisasi yang melanda dunia saat ini, dunia bisnis tidak lagi mengenal batas-batas antara negara. Hal ini mengakibatkan sektor jasa mengalami perubahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan makanan merupakan kebutuhan utama yang harus selalu dipenuhi oleh manusia. Jika kebutuhan makanan menjadi hal yang utama, maka bisnis kuliner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Pihak yang paling menaruh perhatian terhadap kepuasan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Loyalitas Konsumen 1. Pengertian Loyalitas Konsumen Menurut Barnes (2003) definisi loyalitas konsumen adalah hubungan emosional pelanggan dengan perusahaan, dibuktikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi persaingan bisnis yang sangat kompetitif dewasa ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi persaingan bisnis yang sangat kompetitif dewasa ini menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi persaingan bisnis yang sangat kompetitif dewasa ini menuntut setiap perusahaan jasa seperti perbankan mulai menyadari betapa sentralnya peran pelanggan/nasabah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kepuasan konsumen merupakan hal penting bagi suatu perusahaan. Maka

BAB II LANDASAN TEORI. Kepuasan konsumen merupakan hal penting bagi suatu perusahaan. Maka 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan konsumen Kepuasan konsumen merupakan hal penting bagi suatu perusahaan. Maka sering terlihat slogan-slogan Pelanggan adalah raja. Kata kepuasan (satisfaction) berasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemajuan perekonomian mempengaruhi kehidupan masyarakat. Peningkatan status sosial dan ekonomi masyarakat berakibat pada perubahan perilaku dan gaya hidup

Lebih terperinci

Bab II Landasan Teori. atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.

Bab II Landasan Teori. atau jasa untuk dikonsumsi pribadi. Bab II Landasan Teori 2.1. Definisi 2.1.1. Definisi Konsumen Dalam dunia marketing konsumen adalah hal yang perlu diperhatikan, jika suatu pedagang tidak memiliki konsumen, maka akan sia sia barang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kualitas. Pelayanan Terhadap Loyalitas Nasabah Dengan Kepuasan Nasabah Sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kualitas. Pelayanan Terhadap Loyalitas Nasabah Dengan Kepuasan Nasabah Sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Nasabah Dengan Kepuasan Nasabah Sebagai Variabel Mediasi Pada Bank Mandiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis jasa tempat hiburan dan permainan untuk keluarga di Indonesia cukup menjanjikan, mengingat tingkat kebutuhan hiburan dan tempat rekreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun perusahaan harus membina relasi yang baik dengan pelanggan agar

BAB I PENDAHULUAN. namun perusahaan harus membina relasi yang baik dengan pelanggan agar Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemasaran merupakan salah satu kegiatan utama dalam perusahaan. Saat ini aktifitas pemasaran tidak hanya sebatas proses menjual produk hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada banyak faktor yang menjadikan konsumen untuk tetap loyal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada banyak faktor yang menjadikan konsumen untuk tetap loyal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Hambatan berpindah (switching barrier) Ada banyak faktor yang menjadikan konsumen untuk tetap loyal kepada merek tertentu selain kepuasan yang hingga kini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah dengan mengurangi pengkonsumsian zat-zat yang bersifat toxic seperti

I. PENDAHULUAN. adalah dengan mengurangi pengkonsumsian zat-zat yang bersifat toxic seperti I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, tren gaya hidup sehat semakin mendapat perhatian dari masyarakat. Biaya pengobatan yang semakin tinggi mendorong masyarakat untuk lebih menghargai kesehatan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Peneliti bernama Nursyafitri (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tarif

BAB II URAIAN TEORITIS. Peneliti bernama Nursyafitri (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tarif BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Peneliti bernama Nursyafitri (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tarif Rp 0,5/ detik kartu Simpati Pede terhadap loyalitas pelanggan P.T Telkomsel Medan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN NASABAH (Studi pada Nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo)

PENGARUH STRATEGI SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN NASABAH (Studi pada Nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo) PENGARUH STRATEGI SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN NASABAH (Studi pada Nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo) Intan Kartika Yunri kartika.yunri@gmail.com Titin Ekowati atieshaufa@yahoo.com Wijayanti wijayantiaq2@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepercayaan, kepuasan, loyalitas pelanggan, getok tular, dan pengembangan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepercayaan, kepuasan, loyalitas pelanggan, getok tular, dan pengembangan 7 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan konsep kualitas hubungan, orientasi pelanggan, kepercayaan, kepuasan, loyalitas pelanggan, getok tular, dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 E-Business E-Business Merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan secara elektronik. Penggunaan E-Business dapat dijalankan pada computer atau perangkat mobile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan sebuah investasi yang tak ternilai harganya. Pada saat ini begitu banyaknya berdiri rumah sakit-rumah sakit maupun tempat perawatan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan didalam dunia marketing. Melalui perilaku konsumen dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan asset jangka panjang. Hal ini didukung oleh Kotler (2000) yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan asset jangka panjang. Hal ini didukung oleh Kotler (2000) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Loyalitas pelanggan merupakan hal yang utama bagi perusahaan, karena merupakan asset jangka panjang. Hal ini didukung oleh Kotler (2000) yang dikutip oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi akhir-akhir ini memicu

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi akhir-akhir ini memicu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi akhir-akhir ini memicu terjadinya pergeseran orientasi perusahaan yang semula berorientasi pada produk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu efektif dan efisien dalam segala kegiatan. Banyaknya jasa pencucian

BAB I PENDAHULUAN. selalu efektif dan efisien dalam segala kegiatan. Banyaknya jasa pencucian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Laundry adalah sebuah badan usaha yang bergerak dibidang jasa mencuci pakaian, usaha ini adalah salah satu usaha yang menjanjikan dikarenakan saat ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauran Pemasaran Jasa Pemasaran dalam suatu perusahaan akan menghasilkan kepuasan pelanggan serta kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang sebagai kunci untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan komunikasi sangat penting di zaman modern saat ini. Sarana komunikasi sangat memudahkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pesat. Hal ini dilihat dari jumlah pengguna kartu kredit yang terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. sedang pesat. Hal ini dilihat dari jumlah pengguna kartu kredit yang terus meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri kartu kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang perkembangannya sedang pesat. Hal ini dilihat dari jumlah pengguna kartu kredit yang terus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang

BAB II LANDASAN TEORI. kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Customer Loyalty Secara harfiah loyal berarti setia dan loyalitas diartikan sebagai suatu kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang suatu

Lebih terperinci

Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006:184) lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa

Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006:184) lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa 3. Kesenjangan Kualitas Jasa Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006:184) lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa sebagai berikut : Komunikasi dari mulut ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ukuran relatif atas suatu barang atau jasa yang dinilai dari atribut, desain, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ukuran relatif atas suatu barang atau jasa yang dinilai dari atribut, desain, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kualitas Pelayanan a. Pengertian Kualitas Pelayanan Banyak pendapat mengenai definisi kualitas, karena kualitas memiliki ukuran relatif atas suatu barang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan dan telah dimanfaatkan oleh para investor dari dalam negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan dan telah dimanfaatkan oleh para investor dari dalam negeri maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia usaha dari tahun ke tahun semakin meningkat. Perkembangan ini disebabkan oleh banyaknya peluang bisnis yang bermunculan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. Dalam kondisi persaingan yang ketat, hal utama yang harus diprioritaskan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. Dalam kondisi persaingan yang ketat, hal utama yang harus diprioritaskan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Dalam kondisi persaingan yang ketat, hal utama yang harus diprioritaskan oleh perusahaan adalah kepuasan konsumen agar dapat bertahan, bersaing dan menguasai

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan semakin ketat diantara perusahaan. Hal ini menyebabkan kalangan bisnis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan selalu dituntut bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Intensitas persaingan berskala global menuntut pergeseran dalam dunia bisnis. Misi suatu perusahaan tidak lagi berupa laba, melainkan penciptaan dan penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai faktor termasuk di dalamnya keberadaan penginapan (hotel, homestay,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai faktor termasuk di dalamnya keberadaan penginapan (hotel, homestay, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan industri pariwisata di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk di dalamnya keberadaan penginapan (hotel, homestay, guest house)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Di Indonesia perkembangan usaha sektor jasa berlangsung cukup pesat, meskipun keadaan perekonomian di Indonesia sedang mengalami masa yang cukup sulit pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsep, pemberian harga, promosi, dan pendistribusian ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan

Lebih terperinci