LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan Disusun oleh : Teuku Mirza, S. Farm NIM FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan Disusun Oleh : Teuku Mirza, S.Farm Pembimbing I Drs. Drs.Nainggolan, Apt. Dekan, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan anugerah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan dalam penyusunan laporan ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Jacob selaku Direktur Utama PT. MUTIFA Medan yang telah berkenan memberikan fasilitas dan kesempatan kepada kami dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP). 2. Bapak Drs. D.R. Nainggolan, Apt., selaku Manager Research and Development (R & D) PT. MUTIFA dan kak Erika H. S.Farm., Apt., yang telah memberikan fasilitas, membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP). 3. Ibu Betty, S.Si., Apt., selaku Manager Quality Assurance (QA), Bang Franfie, S.Farm., Apt., selaku Supervisor QA, Ibu Dra. Nuranti Sirait selaku Manager Quality Control (QC), dan Kak Melya Utami, S.Farm., Apt., selaku Supervisor QC, yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP). 4. Bapak Drs.Budiono, Apt., selaku Manager Produksi Beta Laktam, Bapak Donald Situmeang, S.Si., Apt., selaku Manager Produksi Solid Non Beta Laktam, Ibu Dra. Rita Puspita, Apt., selaku Manager Produksi Cair Non Beta Laktam yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).

4 6. Bapak Arif Nasution, ST., selaku Manager teknik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP). 8. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 9. Bapak Drs. Wiryanto, M.S.,Apt., selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 10. Seluruh staf dan karyawan PT. MUTIFA Medan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, atas perhatian dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP). 11. Orang tua dan teman-teman yang memberikan bantuan moral dan materil selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi (PKP) berlangsung. Penulis menyadari atas kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi. Medan, Juni 2009 Penulis

5 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x RINGKASAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Manfaat... 2 D. Tempat dan Waktu... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Industri Farmasi... 3 B. CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas.. 8

6 4. Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Dokumentasi Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB III TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA A. Sejarah B. Visi dan Misi C. Lokasi dan Prasarana Fisik Lokasi Sarana dan Prasarana D. Produk-Produk PT.MUTIFA E. Struktur Organisasi Departemen Produksi Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA) Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC) Departemen Research and Development Departemen Personalia... 40

7 6. Departemen Keuangan Departemen Teknik PPIC (Production Planning and Inventory Control) 41 F. Limbah.. 43 BAB IV TUGAS KHUSUS A. Praregistrasi B. Tugas Praregistrasi Pembuatan Tablet. Formulir A 50 Formulir B 50 Formulir C BAB V PEMBAHASAN. 56 A. Manajemen Mutu B. Personalia C. Bangunan dan Fasilitas D. Peralatan E. Sanitasi dan Higiene F. Produksi G. Pengawasan Mutu H. Inspeksi Diri dan Audit Mutu I. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian J. Dokumentasi. 66

8 K. Kualifikasi dan Validasi BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 72

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan Aspek yang Saling Berkaitan Membangun Manajemen Mutu... 6 Gambar 2. Denah Lokasi PT. MUTIFA Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen R & D di PT. MUTIFA Gambar 4. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. MUTIFA Gambar 5. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Padat di PT. MUTIFA... 46

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA Tabel 2. Tolak Ukur Pemantauan Limbah Cair di PT. MUTIFA Tabel 3. Sistem Penanggulangan Limbah Udara di PT. MUTIFA Tabel 4. Status dan Jumlah Personil di PT. MUTIFA Tabel 5. Personalia PT. MUTIFA Medan Berdasarkan Jenjang Pendidikan.. 59

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. MUTIFA Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Tablet/Kaplet Lampiran 3. Bagan Proses Pembuatan Kapsul Lampiran 4. Bagan Proses Pembuatan Liquida... 75

12 RINGKASAN Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi apoteker, bertujuan agar mahasiswa/mahasisiwi mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi, sehingga diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA), serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA). Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukt i Farma (MUTIFA) Medan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 sampai dengan 3 Maret 2009 dengan jumlah jam efektif 125 jam. Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi (PKP) di industri farmasi antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi dan materi kegiatan yang ditandatangani oleh pembimbing, melihat kegiatan di ruang produksi Beta Laktam dan Non Beta laktam, laboratorium Quality Control (QC), gudang bahan baku, bahan kemasan dan obat jadi, sistem pengaturan udara (AHS), sistem pengolahan limbah, dan departemen Research and Develepment (R&D).

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri farmasi untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama keseluruhan proses pembuatan. Apoteker merupakan salah satu tenaga inti dalam industri farmasi karena turut berperan dalam menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu. Oleh karena itu, dibutuhkan apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional, terutama dalam menghadapi kenyataan di lapangan industri. Dengan demikian Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa calon apoteker.

14 B. Tujuan Adapun tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU di Industri Farmasi adalah : 1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi. 2. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas serta memahami penerapan CPOB di Industri Farmasi. C. Manfaat Praktek Kerja Profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis kepada mahasiswa calon apoteker tentang pekerjaan kefarmasian di industri melalui penerapan CPOB. D. Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi industri farmasi dilaksanakan di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan, pada tanggal 10 Februari 2009 hingga 3 Maret 2009.

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, untuk memperoleh izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan, usaha pembangunan, pengadaan pemasangan instalasi, dan produksi percobaan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1998. Industri farmasi wajib mempekerjakan sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga negara Indonesia, satu sebagai sebagai penangung jawab produksi dan lainnya

16 sebagai penangung jawab mutu. Industri farmasi yang telah memenuhi persyaratan CPOB diberikan sertifikat CPOB. B. CPOB Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi yang lebih penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat bergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat (CPOB, 2006). Aspek dalam CPOB 2006 meliputi: 1. Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan CPOB dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan manajemen mutu. Unsur dasar manajemen mutu adalah: Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

17 Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang ditetapkan (CPOB, 2006). Dari unsur diatas, sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup antara lain: Struktur organisasi mutu, termasuk kewenangan pemastian mutu dan pengawasan mutu Pengendalian perubahan Sistem pelulusan batch Penanganan penyimpangan Pengolahan ulang Inspeksi diri Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi Personalia Sistem dokumentasi (Manajemen Farmasi Industri, 2007) Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan tujuan pemakaiannya. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu. Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan:

18 Pengambilan sampel Spesifikasi dan pengujian Organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sehingga bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual sebelum mutunya memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan. Industri farmasi dan pemegang izin edar, bila berbeda, hendaknya melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu (Badan POM, CPOB, 2006). Manajemen Mutu Pemastian Mutu CPOB Pengawasan Mutu Pengkajian Mutu Produk Gambar 1. Bagan Aspek yang Saling Berkaitan Membangun Manajemen Mutu

19 2. Personalia Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Personil mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan dan kepala bagian pemastian mutu. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Kepala bagian produksi dan kepala bagian pemastian mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan ketrampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Sedangkan kepala bagian pengawasan mutu hendaklah seorang terkualifikasi dan lebih diutamakan seorang apoteker. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang bertugas di area produksi, gudang penyimpanan dan laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan). Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktek CPOB, personil baru hendaklah mendapatkan pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah diberikan dan efektifitas penerapannya, dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah disimpan (CPOB, 2006). 3. Bangunan dan Fasilitas Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:

20 Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan. Pencegahan area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil yang tidak berkepentingan. Area yang menjadi perhatian utama dalam aspek bangunan dan fasilitas adalah: Area penimbangan Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi. Area produksi Untuk memperkecil resiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran silang, produk antibiotik tertentu (penisilin), produk sitostatik, produk biologi hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Tata ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan yang lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan, mencegah ketidakteraturan, dan memungkinkan terlaksananya komunikasi dan pengawasan yang efektif. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemasan primer, produk antara atau produk ruahan, hendaklah halus, bebas retak, tidak melepaskan partikulat serta mudah dibersihkan. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap

21 air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan. Area produksi hendaklah mendapatkan penerangan yang memadai, terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan. Pengawasan selama proses dapat dilakukan di dalam area produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan resiko terhadap produksi obat. Area penyimpanan Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Area penyimpanan hendaklah didesain untuk menjamin penyimpanan yang baik, terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan. Obat narkotik dan berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci. Area pengawasan mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah campur baur. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan yang luas dan memadai untuk sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan. Suatu ruangan terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan terhadap instrumen. Sarana pendukung

22 Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi (CPOB, 2006). 4. Peralatan Desain dan kontruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut: Peralatan hendaklah didesain dan dikontruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik (CPOB, 2006). 5. Sanitasi dan Higiene

23 Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Personil diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan. Hendaknya disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari batch sebelumnya telah dihilangkan (CPOB, 2006). 6. Produksi Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan, sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuiannya dengan pemesanan. Bahan awal yang diterima, produk antara, produk ruahan, produk jadi hendaklah dikarantina segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian dan distribusi.

24 Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan pada ruang kerja yang sama. Selama pengolahan, semua bahan, wadah, produk ruahan, peralatan atau mesin produksi, ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan dan nomor batch. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah: Pengadaan bahan awal Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor batch/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, atau kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Pencegahan pencemaran silang Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, antara lain: a. Produksi di dalam gedung yang terpisah diperlukan untuk produk seperti penisilin, sitostatik, dan produk biologi.

25 b. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara. c. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses. d. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu. Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Untuk tiap penimbangan hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran identitas, jumlah bahan yang ditimbang oleh dua personil dan pembuktian tersebut dicatat. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke bagian produksi. Pengembalian Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar. Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa

26 sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. Mesin pencampur, pengayak, pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruang terpisah. Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan batch. Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch. Pengawasan selama proses Pengawasan selama proses hendaklah mencakup : a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.

27 Karantina produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan batch memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Selama menunggu pelulusan dari bagian pemastian mutu, seluruh batch/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului penyelesaian yang memuaskan dari: a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan. b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa yang akan datang. c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu. d. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang (CPOB, 2006). 7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis di laboratorium, antara lain:

28 Pengambilan sampel. Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi. Penanganan sampel pertinggal. Menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel (CPOB, 2006). 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi kepatuhan pabrik terhadap CPOB dalam semua aspek produksi dan pengawasan mutu. Program inspeksi diri harus dirancang untuk mendeteksi adanya kekurangan dalam penerapan CPOB dan untuk merekomendasikan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri harus dilaksanakan secara rutin dan mungkin sebagai tambahan dilaksanakan pada keadaan tertentu, misalnya dalam hal penarikan kembali suatu produk atau penolakan berulang, atau ketika ada inspeksi yang diumumkan oleh bahan kesehatan. Tim yang bertanggung jawab atas inspeksi diri harus terdiri atas personalia yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Semua rekomendasi untuk tindakan perbaikan harus diterapkan. Prosedur untuk inspeksi diri harus didokumentasikan dan harus ada suatu program tindak lanjut yang efektif. Manajemen harus menunjuk suatu tim inspeksi diri yang terdiri atas para akhli dibidang pekerjaannya dan

29 paham mengenai CPOB. Anggota tim dapat berasal dari dalam atau luar perusahaan. Frekwensi inspeksi diri dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Kepala bagian pemastian mutu hendaklah bertanggung jawab dengan bagian terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas dan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Evaluasi dilakukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok (CPOB, 2006). 9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh: Keluhan mengenai mutu dan berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk atau kemasannya.

30 Keluhan atau laporan karena reaksi yang merugikan seperti alergi. Keluhan atau laporan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam mencakup: Pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan. Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta, bila perlu pengujian sampel dari batch yang sama. Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan batch, catatan distribusi dan laporan pengujian dari produk yang akan dikeluhkan atau dilaporkan. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa batch atau seluruh batch produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnakan setelah dilakukan evaluasi. Produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut:

31 Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan. Produk kembalian yang dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Bila produk harus dimusnakan, dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan (CPOB, 2006). 10. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalakan komunikasi lisan. Dokumen yang diperlukan dalam industri farmasi, antara lain: a. Spesifikasi Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan ruahan, serta produk jadi. b. Dokumen produksi Dokumen yang esensial dalam produksi adalah: Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu.

32 Prosedur produksi induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk. Catatan produksi batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan catatan pengemasan batch, yang merupakan reproduksi dari masing-masing prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu batch produk (CPOB, 2006). 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis secara kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian yang dapat membahayakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain. Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat

33 dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO) (CPOB, 2006). 12. Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006). Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut: Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan. Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi. Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta laporan validasi Pelaksanaan validasi Melaksanakan peninjauan periodik, change control dan revalidasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut kualifikasi. Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam melaksanakan validasi di industri farmasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan, yaitu: a. Kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ)

34 Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. b. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ) Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi, mencakup: Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari pemasok. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi. Verifikasi bahan konstruksi c. Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ) Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional hendaklah mencakup: Kalibrasi Prosedur pengoperasian dan pembersihan Pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif. d. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ) Performance Qualification (PQ) dilakukan untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Sasaran/ target PQ adalah : 1. Memastikan sistem dan peralatan bekerja sesuai yang diharapkan dan

35 dengan spesifikasi yang diinginkan. 2. Pada umumnya dilakukan dengan placebo lalu dilanjutkan dengan produk obat pada kondisi normal, dan dilakukan 3 kali berurutan. (CPOB, 2006). Jenis-jenis validasi adalah sebagai berikut: a. Kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang b. Validasi metode analisa Tujuan validasi metode analisa adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang dilaksanakan dalam pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. c. Validasi proses produksi Tujuan validasi produksi adalah : Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus. Mengidentifikasi dan mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses d. Validasi proses pengemasan Tujuan validasi proses pengemasan adalah: Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin, senantiasa mencapai persyaratan yang ditentukan. Operator/pelaksana yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan.

36 Proses pengemasan yang dilakukan tidak terjadi peristiwa campur baur antar produk maupun batch. e. Validasi pembersihan Tujuan validasi pembersihan adalah: Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku yang dilakukan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang. Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek pembersihan. Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan. Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang sudah ditetapkan (Manajemen Industri Farmasi, 2007). BAB III TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA A. Sejarah Pada tahun 1975 didirikan Industri Farmasi di kota Medan dengan nama Sejati Pharmaceutical Industries, yang memproduksi obat merek SIAGOGO. Setelah beberapa tahun berproduksi, perusahaan ini kemudian dialihkan pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H.

37 Siahaan dan memindahnamakan perusahaan tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31 Januari 1980 dengan nama PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jl. Brigjen Katamso No. 220 Medan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 1981 No. 0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi kepada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dengan nama MUTIFA INDUSTRI FARMASI untuk memproduksi obat-obatan. Dengan dikeluarkannya surat izin produksi oleh Departemen Kesehatan RI c/q Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81, mulailah PT Mutiara Mukti Farma memproduksi obat-obatan. Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan operasinya dalam menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia wilayah barat umumnya dan daerah Sumatera Utara pada khususnya. Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaris No. 35 diadakanlah perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan, yang ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No. C HT th 89 tanggal 31 Januari Dalam akte tersebut, berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris serta pemegang saham, ditetapkan bahwa yang menjadi penanggung jawab dengan jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob.

38 Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), bahwa setiap industri farmasi harus mengacu pada pedoman tersebut, maka untuk memenuhi ketentuan tersebut PT. MUTIFA telah membangun pabrik yang baru di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe. Pada bulan Mei 1994 produksi telah dilaksanakan di pabrik yang baru dan pada saat ini kegiatan administrasi juga telah dilakukan di lokasi tersebut. Pada tanggal 27 Juli 1994 PT. MUTIFA diberikan sertifikat sebagai industri farmasi yang telah memenuhi CPOB. Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampai saat ini adalah tablet, sirup, salep, bedak dan kapsul. Pendistribusian sediaan yang diproduksi PT. MUTIFA Medan meliputi wilayah : Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Untuk wilayah Sumatera, obat didistribusikan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mekada Abadi. Obatobatan diproduksi berdasarkan sistem skala prioritas, yang mengutamakan obat yang lebih cepat laku di pasaran. Hal ini tidak berlaku untuk obat Inpres dan Askes. B. Visi dan Misi Visi dan Misi PT. MUTIFA adalah Anda sehat kami bangga. C. Lokasi dan Sarana Produksi 1. Lokasi PT. MUTIFA Medan berada di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan. Denah lokasi PT. MUTIFA ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini : Jl. Letjen Jamin Ginting Lokasi PT. MUTIFA Jl. Karya Yasa Jl. Karya Jaya Ke Bandara Polonia Jl. M. Basyir Titi Kuning

39 Gambar 2. Denah Lokasi PT. MUTIFA Luas areal PT. MUTIFA Medan mempunyai luas areal 9600 m 2 dan luas bangunan 6259 m 2. Luas masing-masing ruangan adalah sebagai berikut : Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA No. Ruang/Gudang Ukuran (m 2 ) 1. Ruang Perkantoran Ruang Produksi β laktam Ruang Laboratorium dan Pengawasan Mutu Ruang Teknik dan Bengkel Ruang Produksi Tablet Ruang Produksi Sirup Ruang Produksi Bedak Ruang Produksi Kapsul Ruang Produksi Salep Ruang Produksi Produk Kecil Rumah Tangga Gudang Bahan Baku Gudang Bahan Kemasan Gudang Obat Jadi Janitor Kantin Ruang Pengemasan 24

40 17. Gudang Alat 25 Sumber arus listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan apabila arus listrik dari PLN terputus digunakan generator. Sumber air berasal dari sumur pompa dan air PAM. Untuk keperluan produksi digunakan air sumur yang telah mengalami proses pengolahan. Air PAM digunakan untuk pencucian alat, mandi, dan bila aliran PAM mengalami masalah, untuk menggantikan air PAM digunakan air sumur yang telah mengalami tiga kali penyaringan. Bangunan penunjang lainnya terdiri dari Musholla, kamar mandi, dan pos jaga. 2. Sarana Produksi Ruangan produksi, gudang bahan baku, gudang bahan kemasan, dan obat jadi dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut bahan baku ke ruang produksi, bahan kemasan ke ruang pengemasan, obat jadi dari ruang karantina ke gudang obat jadi relatif singkat. Produk beta laktam diproduksi dalam bangunan tersendiri dan terpisah dengan produk non beta laktam. Ruang produksi dirancang sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap proses produksi obat serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Keadaan ruang produksi adalah sebagai berikut : a. Lantai Lantai ruang produksi beta laktam dan non beta laktam terbuat dari beton yang dilapisi granit di antaranya diisi dengan semen putih. Sudut ruangan berbentuk lengkung dengan lantai. Lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah dibersihkan, tidak menahan partikel, tahan terhadap gesekan, deterjen, desinfektan, dan bahan kimia. b. Dinding

41 Dinding ruang terbuat dari beton, yang dilapisi dengan sebagian epoksi dan sebagian acrylic, sehingga permukaan dinding menjadi licin, rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, tidak menahan partikel, serta tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil. c. Langit-langit Langit-langit ruang terbuat dari beton, yang dilapisi epoksi sehingga permukaan langit-langit menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, dan tidak menahan partikel. d. Pengaturan Udara Aliran udara yang digunakan dalam ruangan produksi beta laktam dan non beta laktam adalah Air Handling System (AHS). Supply udara yang akan disalurkan ke dalam ruang produksi berasal dari 2 sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Supply udara tersebut kemudian melewati filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri dari prefilter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil (evaporator) yang akan menurunkan suhu (T) dan kelembaban relatif (RH) udara. Kemudian udara dipompa dengan menggunakan static pressure fan (blower) ke dalam ruang produksi melalui ducting (saluran udara). Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Selanjutnya udara disirkulasi kembali ke AHS. Kecepatan pertukaran udara dalam ruangan produksi beta laktam maupun non beta laktam 20 kali per jam dan untuk koridor 25 kali per jam. D. Produk-Produk PT. MUTIFA Produk-produk obat PT. MUTIFA sebagai berikut: Parasetamol

42 Ampicillin Antasida CTM Vitamin B komplex E. Struktur Organisasi Struktur organisasi PT. MUTIFA merupakan struktur organisasi vertikal. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh direktur utama. Direktur utama membawahi delapan departemen. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manager yang langsung bertanggung jawab penuh kepada direktur utama. Struktur organisasi PT. MUTIFA dapat dilihat pada lampiran 1 halaman Departemen Produksi Departemen produksi di PT. MUTIFA terdiri atas tiga bagian, yaitu: a. Departemen produksi beta laktam b. Departemen produksi solid non beta laktam c. Departemen produksi cair non beta laktam Ada pun tugas dan tanggung jawab departemen produksi, yaitu : Melaksanakan pembuatan obat mulai dari pengolahan, pengemasan primer dan sekunder, sampai karantina produk jadi. Melaksanakan secara teknis dan administrasi semua tugas selama pengelolahan dan pengemasan dengan berpedoman pada prosedur tetap (protap) yang ditetapkan. Jika ada kegagalan dalam produksi, mendiskusikannya dengan manager QC dan mencari penyebab serta jalan keluar. Bertanggung jawab agar alat atau mesin untuk keperluan produksi dikualifikasi atau divalidasi serta dipakai dengan benar.

43 Turut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan serta pematuhan terhadap peraturan CPOB. Memelihara kebersihan daerah produksi. Bagian-bagian produksi PT. MUTIFA terdiri atas: a. Unit tablet Unit ini dilengkapi dengan timbangan, mesin mixer, granulator, mesin pencetak tablet, oven, lubrikator, FBD (Fluid Bed Dryer), mesin penyalut, mesin strip, dan mesin blister. Halhal yang diperiksa selama produksi adalah keseragaman bobot, waktu hancur, ketebalan, kekerasan, kadar zat berkhasiat, friability, LOD (Loss On Drying), dan disolusi. Bagan proses pembuatan tablet dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 73. b. Unit kapsul Mesin-mesin yang digunakan pada produksi kapsul adalah mesin mixer, mesin pengisi kapsul dan oven. Pada produksi kapsul perlu diperhatikan kondisi ruangan yaitu temperatur dan kelembaban. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah keseragaman bobot, kadar zat berkhasiat, waktu hancur, disolusi, dan LOD. Bagan proses pembuatan kapsul dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 74. c. Unit liquida Unit liquida memproduksi sediaan bentuk cair seperti suspensi, emulsi dan sirup. Unit ini dilengkapi dengan mesin mixer dan mesin pengisi obat ke dalam wadah. Hal-hal yang diperiksa selama produksi adalah ph larutan, berat jenis (BJ) larutan, keseragaman volume, viskositas larutan, kadar zat berkhasiat, dan kebocoran wadah. Bagan proses pembuatan liquida dapat dilihat pada lampiran 4 halaman Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN Disusun Oleh: Nelli Purba, S.Farm. NIM 083202142 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan Disusun oleh: Sri Mady Astuti, S. Farm. 073202163 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan Disusun oleh : Janti Kosman, S. Farm NIM 073202044 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Disusun oleh: KATARIN SITOMPUL, S.Farm NIM 093202039 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan. Dewi Lumban Batu, S. Farm NIM

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan. Dewi Lumban Batu, S. Farm NIM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan Disusun oleh : Dewi Lumban Batu, S. Farm NIM 073202015 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Lembar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Pada tahun 1975, didirikan Industri Farmasi di Kota Medan dengan nama Sejati Pharmaceutical Industries, yang memproduksi obat merek SIAGOGO. Setelah beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik pada tahun Saat ini

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik pada tahun Saat ini BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Sejarah PT. Universal Pharmaceutical Industries didirikan pada tahun 1975 dan mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik pada tahun 1995. Saat ini dalam

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 3.1 Keterlibatan Dalam Produksi Praktek Kerja Profesi Apoteker di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, dilaksanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Penimbangan Peleburan bahan Dasar krim (Fase minyak) Pencampuran Dengan ultra turrax Pelarutan zat aktif, Pengawet (Fase cair) -ph -Stabilitas krim Pencampuran Dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Penimbangan Peleburan bahan Dasar krim (Fase minyak) Pencampuran Dengan ultra turrax Pelarutan zat aktif, Pengawet (Fase cair) -ph -Stabilitas krim Pencampuran Dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 2.1 Sejarah Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: FANNY FERLIANY SIMANJUNTAK, S.Farm. 083202117 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh:

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh: LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung Disusun Oleh: Debora R. Hutagaol, S.Farm. NIM 133202215 Dinda Ayyu Hanjaya, S.Farm. NIM 133202126

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI Di PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. Jalan Indofarma No. 1, Cikarang Barat 17530, Bekasi (3 31 Oktober 2011) Disusun Oleh: Pipi Saputri, S.Farm. NIM 103202102

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim / Salep

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim / Salep Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim / Salep Penimbangan Peleburan bahan D ki (F i k) Pencampuran D lt t Pelarutan zat aktif, P t(f i) ph Pencampuran Identifikasi ph Kadar zat berkhasiat Homogenitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: Nina Octaviana, S.Farm 083202134 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 01 30 NOVEMBER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: RUS DWI CAHYANI, S. Farm. NPM: 2448715138 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA 2.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim Penimbangan Peleburan bahan Dasar krim (Fase minyak) Pencampuran Dengan ultra turrax Pelarutan zat aktif, Pengawet (Fase cair) -ph -Stabilitas krim Pencampuran Dengan

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum

Lebih terperinci

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II PT. KIMIA FARMA 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma(Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 01 30 NOVEMBER 2010 Disusun oleh: RANI MELINTAN, S.Farm. NIM 093202145

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun oleh : Sri Munawarni, S.Farm NIM : 073202164 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PT. Universal Pharmaceutical Industries Medan

PT. Universal Pharmaceutical Industries Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Universal Pharmaceutical Industries Medan Disusun oleh: Chairunnisya Arief, S. Farm. 073202011 Ratna Aurora, S. Farm. 073202075 Sumantri S, S. Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011 PERIODE XXXVII DISUSUN OLEH: IGNASIUS BERRY SANAGA, S. Farm. NPM: 2448711132

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011 PERIODE XXXVII DISUSUN OLEH: HENDRIK, S. Farm. NPM: 2448711131 PROGRAM

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: Mala Febriani S. Farm. 083202139 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci