MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI"

Transkripsi

1 MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 2013

2 BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Dalam Modul ini dibahas 4 (empat) hal utama, yaitu (1) Pengawasan Sarana Produksi, (2) Pengawasan Sarana Distribusi, (3) Pengawasan Sarana Pelayanan Kesehatan, dan (4) Sampling produk serta Pengawasan Penandaan dan Iklan. B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mempelajari modul ini para peserta diharapkan mampu memahami cara melakukan inspeksi/pemeriksaan terhadap sarana produksi, sarana distribusi serta sampling dan pengawasan penandaan dan iklan produk. C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari modul ini, para peserta Diklat diharapkan dapat: 1. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar cara inspeksi sarana produksi. 2. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar cara inspeksi sarana distribusi obat yang baik, 3. Mengawasi penandaan iklan dan menarik kesimpulan hasil pengawasan 4. Menarik kesimpulan tentang hasil pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, 5. Memahami metode sampling dalam rangka pengambilan sampel di sarana distribusi. 6. Menjelaskan prinsip-prinsip pengawasan bahan berbahaya dan kemasan pangan. D. Materi Bahasan Materi bahasan mata pelajaran ini terdiri dari 3 (tiga) kegiatan belajar: 1. Pemeriksaan Sarana Produksi; 2. Pemeriksaan Sarana Distribusi; 3. Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan; 4. Sampling produk serta Pengawasan Penandaan dan Iklan; Konsep Dasar Pengawasan 2

3 BAB II PENGAWASAN SARANA PRODUKSI A. PENGAWASAN SARANA PRODUKSI OBAT Pengawasan sarana produksi obat merupakan pengawasan menyeluruh atau sebagian terhadap pemenuhan persyaratan CPOB untuk tujuan antara lain dalam rangka sertifikasi CPOB, perubahan tata ruang, penambahan fasilitas produksi; tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya; pemeriksaan rutin yang dilakukan sekali dalam dua tahun atau berdasarkan penilaian resiko; investigasi dan penanganan terhadap keluhan dan/atau penarikan kembali obat, dilakukan oleh inspektur CPOB atau inspektur CPOB bersama dengan spesialis dan/atau tenaga ahli CPOB. Jenis pemeriksaan terdiri atas: 1. Pemeriksaan tanpa pemberitahuan (Unannounced Inspection) apabila pemeriksaan dalam rangka penanganan kasus khusus dan pemeriksaan rutin, kecuali ada pertimbangan lain sehingga pemeriksaan rutin dapat dilakukan dengan pemberitahuan. 2. Pemeriksaan dengan pemberitahuan (Announced Inspection) apabila pemeriksaan dilaksanakan dalam rangka sertifikasi CPOB atau pemeriksaan rutin bila perlu. PROSEDUR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI OBAT A. Persiapan Pemeriksaan 1. Menetapkan tim pemeriksaan CPOB termasuk ketua dan anggota tim pemeriksaan. 2. Menyiapkan surat-surat yang berkaitan dengan pemeriksaan mencakup: surat tugas, surat pemberitahuan kepada Balai dan industri farmasi, surat permintaan tenaga spesialis. 3. Menyiapkan dokumen pemeriksaan (Aide memoir, Agenda pemeriksaan, daftar hadir, RIP dan AHU, SMF terbaru, Data Personil Kunci, Laporan pemeriksaan sebelumnya, dossier/ marketing authorizations document, Daftar produk, Data dan tren recall termasuk tren hasil pengujian, jika perlu data Laporan produksi, Data stabilitas) dan peralatan pemeriksaan kamera, alat ukur, senter, segel, komputer jinjing, printer, dll). B. Pelaksanaan Pemeriksaan 1. Tim pemeriksa melakukan opening meeting, peninjauan fasilitas produksi termasuk fasilitas penunjang, review dokumen, pengambilan sampel dan pengamanan sementara (jika ada), pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, serta closing meeting. 2. Tim Pemeriksa membuat laporan pemeriksaan dengan melakukan: Analisis dan kajian terhadap temuan pemeriksaan yang tercantum dalam BAP dan observasi yang tercantum dalam buku pemeriksaan. Mengelompokkan temuan berdasarkan kajian perihal root cause dari temuan-temuan dan manufacturing system yang terkait dengan temuan serta menentukan klasifikasi setiap temuan, yaitu Critical, Major atau Minor. 3. Menyiapkan surat untuk perbaikan dengan lampiran laporan inspeksi dan permintaan CAPA kepada industri farmasi dalam hal fasilitas belum sesuai ketentuan CPOB. Konsep Dasar Pengawasan 3

4 C. Evaluasi terhadap tindakan perbaikan yang dilakukan industri (CAPA) 1. Melakukan evaluasi terhadap laporan dan tindakan perbaikan dari Industri Farmasi 2. Jika tindakan perbaikan yang dilaporkan belum sesuai dengan CPOB maka pihak pemohon akan diminta perbaikan lagi. 3. Jika diperlukan, Badan POM akan melakukan inspeksi ulang atas tindakan perbaikan yang dilaporkan, apabila Industri farmasi melakukan perubahan yang terkait dengan infrastruktur yang mempengaruhi mutu dan keamanan produk (misal: sistem AHS, sistem pengolahan air, dan lain-lain). 4. Apabila hasil evaluasi atau hasil inspeksi ulang tersebut dapat disetujui, maka mengusulkan surat closed audit. CARA PRODUKSI OBAT YANG BAIK Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Pemeriksaan sarana produksi obat merupakan pemeriksaan menyeluruh atau sebagian terhadap pemenuhan persyaratan CPOB. Terdapat 12 Aspek dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik, yaitu: Terdapat 12 Aspek dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik I. MANAJEMEN MUTU Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah : Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Konsep Dasar Pengawasan 4

5 Tambahan tanggung jawab hukum hendaklah diberikan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 1. Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOB dan Pengawasan Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa pentingnya unsur-unsur tersebut dalam produksi dan pengendalian obat. 2. Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. 3. CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. 4. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu yang independen dari bagian lain. 5. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan. II. PERSONALIA Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu pembuatan obat yang benar. Industri farmasi hendaklah memiliki struktur organisasi dan personil yang terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai. Personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan. Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Pelatihan bagi personil adalah berupa pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, serta pelatihan spesifik sesuai dengan pekerjaan yang berkaitan. III. BANGUNAN DAN FASILITAS PRINSIP Memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Konsep Dasar Pengawasan 5

6 Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran-silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. UMUM 1. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan : a) kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan; dan b) pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses. 2. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah masuknya personil yang tidak berkepentingan. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. 3. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan: penerimaan bahan; karantina barang masuk; penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas; penimbangan dan penyerahan bahan atau produk; pengolahan; pencucian peralatan; penyimpanan peralatan; penyimpanan produk ruahan; pengemasan; karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir; pengiriman produk; dan laboratorium pengawasan mutu. a. Area Penimbangan Hendaklah suatu area terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan penimbangan. b. Area Produksi Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran-silang, suatu sarana khusus dan self-contained hendaklah disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi. Produk lain seperti antibiotik tertentu (misal: penisilin), produk hormon seks, produk sitotoksik, produk tertentu dengan bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi (misal: yang berasal dari mikroorganisme hidup) dan produk non-obat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Dalam kasus pengecualian, bagi produk tersebut di atas, prinsip memproduksi bets produk secara campaign di dalam fasilitas yang sama dapat dibenarkan asal telah mengambil tindakan pencegahan yang spesifik dan validasi yang diperlukan telah dilakukan. Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan. Konsep Dasar Pengawasan 6

7 Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah dirancang dan dipasang sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu memerlukan sarana penunjang khusus untuk mencegah pencemaran-silang dan memudahkan pembersihan. Tata letak ruang area pengemasan hendaklah dirancang khusus untuk mencegah campur baur atau pencemaran-silang. c. Area Penyimpanan Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering, mendapat penerangan yang cukup dan dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan serta memiiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. d. Area Pengawasan Mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan. Pasokan udara ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop. e. Sarana Pendukung Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Toilet dan bengkel perbaikan tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. IV. PERALATAN PRINSIP Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. DESAIN DAN KONSTRUKSI 1. peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering; 2. peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian alat yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk; Konsep Dasar Pengawasan 7

8 3. semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta di bumikan dengan benar. V. SANITASI DAN HIGIENE Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan, bahan pembersih dan desinfeksi dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan Higiene meliputi: 1. Higiene Perorangan Personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai. Program higiene hendaklah diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut dan dilakukan pemeriksaan secara berkala. Personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia sembuh kembali. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk. 2. Sanitasi Bangunan Dan Fasilitas Tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil. Tersedia ruang ganti dan tempat menyimpan makanan (kantin). Sampah dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala dengan meng-indahkan persyaratan saniter. Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh menimbulkan pencemaran. 3. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Tersedia prosedur tertulis untuk pembersihan dan sanitasi peralatan yang sudah tervalidasi. Tersedia tempat pencucian dan penyimpanan alat. 4. Validasi Prosedur Pembersihan Dan Sanitasi Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan. VI. PRODUKSI PRINSIP Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang Konsep Dasar Pengawasan 8

9 memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Meliputi: 1. Ketentuan Umum Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur dan didokumentasikan. Penyimpanan bahan dan produk jadi pada kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. 2. Penanganan Bahan Awal Penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Hanya bahan yang telah diluluskan yang dapat digunakan untuk proses produksi. 3. Validasi Proses Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. 4. Pencegahan Pencemaran Silang Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, misalnya: produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon seks, sitotoksik tertentu, vaksin hidup, dan sediaan yang mengandung bakteri hidup dan produk biologi lain serta produk darah); memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang berisiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses; melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif, karena pembersihan alat yang tidak efektif umumnya merupakan sumber pencemaran silang; menggunakan sistem self-contained; Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Konsep Dasar Pengawasan 9

10 5. Sistem Penomoran Bets/Lot Sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. 6. Penimbangan dan Penyerahan Cara penanganan, penimbangan, penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan hendaklah tercakup dalam prosedur tertulis dan didokumentasikan. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. 7. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. 8. Pengolahan Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Semua pengawasan-selama-proses yang dipersyaratkan hendaklah dicatat dengan akurat pada saat pelaksanaannya. 9. Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. 10. Pengawasan-Selama-Proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk. 11. Karantina Dan Penyerahan Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian dari: produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan; sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa mendatang; pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu; rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima; dan produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang. 12. Catatan Pengendalian Pengiriman Obat Sistem distribusi hendaklah dapat memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu dan distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali jika diperlukan. 13. Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk Jadi Konsep Dasar Pengawasan 10

11 Penyimpanan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko campur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan. VII. PENGAWASAN MUTU Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Meliputi: 1. Ketentuan Umum Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain. Mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. 2. Cara Berlaboratorium Pengawasan Mutu Yang Baik Bangunan dan Fasilitas Laboratorium hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi. Laboratorium biologi, mikrobiologi dan kimia hendaklah terpisah satu dari yang lain. Ruangan terpisah untuk instrumen mungkin diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap interferensi elektris, getaran, kelembaban yang berlebihan serta pengaruh luar lain atau, bila perlu untuk mengisolasi instrumen tersebut. Desain laboratorium hendaklah mempertimbangkan kesesuaian bahan konstruksi, perlindungan personil terhadap asap dan ventilasi. Unit penanganan udara yang terpisah diperlukan untuk laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop. Personil Hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti respirator atau masker, kaca mata pelindung dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan Peralatan dan instrumen laboratorium hendaklah sesuai dengan prosedur pengujian yang dilakukan dan dikalibrasi. Penanganan terhadap Pereaksi dan media perbenihan; baku pembanding; sampel pertinggal. VIII. INSPEKSI DIRI DAN AUDIT MUTU Inspeksi Diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Konsep Dasar Pengawasan 11

12 Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Audit Mutu Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. IX. PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK, PENARIKAN KEMBALI PRODUK DAN PRODUK KEMBALIAN Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. X. DOKUMENTASI Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumen Yang Diperlukan Spesifikasi Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, produk antara dan produk ruahan. Dokumen Produksi Dokumen yang esensial dalam produksi adalah: Dokumen Produksi Induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets; Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Prosedur Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat pengesahan untuk digunakan; dan Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi dari masing-masing Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Prosedur dan Catatan Penerimaan Konsep Dasar Pengawasan 12

13 Pengambilan Sampel Pengujian Lain-lain XI. PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Meliputi: 1. Ketentuan Umum Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk mengaudit sarana dari Penerima Kontrak Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak. 2. Pemberi Kontrak Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi Penerima Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa Penerima Kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian yang dapat membaha-yakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain. Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh Penerima Kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 3. Penerima Kontrak Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO). Penerima Kontrak hendaklah tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan antara Penerima Kontrak dan pihak ketiga manapun hendaklah memastikan bahwa informasi pembuatan dan analisis disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada awalnya antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak. 4. Kontrak Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil Konsep Dasar Pengawasan 13

14 yang kompeten yang mempunyai pengetahuan yang sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. XII. KUALIFIKASI DAN VALIDASI CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Meliputi: 1. Perencanaan Validasi Program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. 2. Dokumentasi Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah kualifikasi selesai dilaksanakan hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. 3. Kualifikasi Kualifikasi Desain (KD), Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO) dan Kualifikasi Kinerja (KK) 4. Validasi Proses Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif). 5. Validasi Pembersihan Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. 6. Validasi Metode Analisis Tujuan validasi metode analisis adalah untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Selain 12 Aspek tersebut di atas, CPOB juga terdapat 14 Aneks sbb: 1. Aneks 1 Pembuatan Produk Steril 2. Aneks 2 Pembuatan Produk Biologi 3. Aneks 3 Pembuatan Gas Medisinal 4. Aneks 4 Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol) 5. Aneks 5 Pembuatan Produk Darah atau Plasma Manusia 6. Aneks 6 Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis 7. Aneks 7 Sistem Komputerisasi 8. Aneks 8 Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat Yang Baik 9. Aneks 9 Pembuatan Radiofarmaka 10. Aneks 10 Penggunaan Radiasi Pengion Dalam Pembuatan Obat Konsep Dasar Pengawasan 14

15 11. Aneks 11 Sampel Pembanding Dan Sampel Pertinggal 12. Aneks 12 CARA PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN OBAT YANG BAIK 13. Aneks 13 Pelulusan Parametris 14. Aneks 14 Manajemen Risiko Mutu B. PENGAWASAN SARANA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL CARA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL YANG BAIK Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Tujuan Umum a. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu. b. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia dalam era pasar bebas Tujuan Khusus a. Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku bidang obat tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri di bidang obat tradisional. b. Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat tradisional. Sistem Manajemen Mutu a. Dalam penerapan sistem manajemen mutu hendaklah dijabarkan struktur organisasi, Konsep Dasar Pengawasan 15

16 tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, instruksi-instruksi kerja, proses dan sumber daya. b. Sistem mutu hendaklah dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, sifat dasar produk-produknya, dan hendaklah diperhatikan aspek penting yang ditetapkan dalam pedoman CPOTB. c. Pelaksanaan sistem mutu hendaklah menjamin bahwa apabila diperlukan dapat dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu. CPOTB meliputi semua aspek di bawah ini: a. PERSONALIA Personalia hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya. b. BANGUNAN Bangunan industri obat tradisional hendaklah menjamin aktifitas industri dapat berlangsung dengan aman. c. PERALATAN Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk hendaklah memiliki rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. d. SANITASI DAN HIGIENE Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk. e. PENYIAPAN BAHAN BAKU Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi persyaratan yang berlaku. f. PENGOLAHAN DAN PENGEMASAN Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. g. PENGAWASAN MUTU Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi. Untuk keperluan tersebut bagian pengawasan mutu hendaklah merupakan bagian yang tersendiri. h. INSPEKSI DIRI Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri ini hendaklah dilakukan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk tim inspeksi yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB. Hendaklah dibuat prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri. Konsep Dasar Pengawasan 16

17 i. DOKUMENTASI Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. j. PENANGANAN TERHADAP HASIL PENGAMATAN PRODUK JADI DI PEREDARAN Keluhan dan laporan menyangkut kualitas, efek yang merugikan atau masalah medis lainnya hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai. Penarikan kembali produk yang berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh produk tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh produk tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis produk yang bersangkutan. C. PENGAWASAN SARANA PRODUKSI KOSMETIK CARA PRODUKSI KOSMETIK YANG BAIK (CPKB) (Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor: Hk Tahun 2003 Tentang Cara Produksi Kosmetik Yang Baik Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik) Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu internasional. Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu. Tujuan Umum : 1. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. 2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas. Tujuan khusus : 1. Dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri kosmetik. 2. Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri kosmetik. Konsep Dasar Pengawasan 17

18 Yang perlu diperhatikan pada penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik : I. PERSONALIA Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya. 1. Organisasi, kualifikasi dan Tanggung jawab 1.1. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggung jawab satu sama lain Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggung jawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai perosedur dan kondisi yang telah ditetapkan Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggung jawab personil-personil lain yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik Hendaknya tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit permeriksaan mutu. 2. Pelatihan 2.1. Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material berbahaya Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi secara periodik. II. BANGUNAN DAN FASILITAS Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah. 1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama. 2. Produk kosmetik dan produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur. 3. Garis pembatas, tirai plastik, penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur. 4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi. 5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain : Penerimaan material; Pengambilan contoh material; Konsep Dasar Pengawasan 18

19 Penyimpanan barang datang dan karantina; Gudang bahan awal; Penimbangan dan penyerahan; Pengolahan; Penyimpanan produk ruahan; Pengemasan; Karantina sebelum produk dinyatakan lulus; Gudang produk jadi; Tempat bongkar muat; Laboraorium; Tempat pencucian peralatan. 6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi. 7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi. 8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. 9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan. 10. Pipa, fitting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan. 11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi. 12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus di mana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya Penyimpanan bahan pengemas/barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing label yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur. III. PERALATAN Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat. 1. Rancang Bangun 1.1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat Peralatan harus mudah dibersihkan. Konsep Dasar Pengawasan 19

20 1.4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan. 2. Pemasangan dan Penempatan 2.1. Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran air ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi. 3. Pemeliharaan 3.1. Peralatan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas. IV. SANITASI DAN HIGIENE Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan higiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal. 1. Personalia 1.1. Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses, dan produk jadi Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada penyelia Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya Merokok, makan, minum, menguyah dan menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai. Konsep Dasar Pengawasan 20

21 2. Bangunan 2.1. Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area produksi Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produksi Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku/pengemas, bahan yang masih dalam proses dan produk jadi. 3. Peralatan Dan Perlengkapan 3.1. Peralatan/perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti dengan konsisten. VI. PRODUKSI 1. Bahan Awal 1.1. Air Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran Verifikasi Material ( Bahan) Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan Bahan awal harus diberi label yang jelas Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar Pencatatan Bahan Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor bets, dan jumlah. Konsep Dasar Pengawasan 21

22 Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya Material Ditolak (Reject) Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap Sistem Pemberian Nomor Bets Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara Penimbangan dan Pengukuran Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda Prosedur dan Pengolahan Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban Hasil akhir proses produksi harus dicatat Produk Kering Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendalian debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai Produk Basah Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah dibersihkan Produk Aerosol Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan ini Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran. Konsep Dasar Pengawasan 22

23 1.11. Pelabelan dan Pengemasan Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak dan diperiksa Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk mencegah campur baur Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan. VII.PENGAWASAN MUTU 1. Pendahuluan Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap Pengawasan mutu meliputi : Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal, produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan identitas dan kualitas bets yang diterima. 2. Pengolahan ulang 2.1. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang. 3. Produk Kembalian 3.1. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindahpindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, di samping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak. Konsep Dasar Pengawasan 23

24 3.4. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara. VIII. DOKUMENTASI 1. Pendahuluan Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen, hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat perintah Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan. 2. Spesifikasi Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas meliputi : a. Nama bahan. b. Uraian (deskripsi) dari bahan. c. Parameter uji dan batas penerimaan (acceptance limits) d. Gambar teknis, bila diperlukan. e. Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan, bila perlu. 2.2.Spesifikasi Produk Ruahan dan Produk Jadi meliputi : a. Nama Produk. b. Uraian. c. Sifat-sifat fisik. d. Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya, bila perlu. e. Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu. 3. Dokumen Produksi 3.1. Dokumen Induk Dokumen Induk harus tersedia setiap diperlukan. Dokumen ini berisi informasi : a. Nama produk dan kode/nomor produk. b. Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya. c. Daftar bahan baku yang digunakan. d. Daftar peralatan yang digunakan. e. Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan dan pengemasan, bila perlu. Konsep Dasar Pengawasan 24

25 3.2. Catatan Pembuatan Bets a. Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk. b. Dokumen ini berisi informasi mengenai : Nama produk Formula per bets Proses pembuatan secara ringkas. Nomor bets atau kode produksi. Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan. Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan. Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk Pemrosesan. Pengawasan selama pengolahan dan hasil uji laboratorium, seperti misalnya catatan ph dan suhu saat diuji. Catatan inspeksi pada lini pengemasan. Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan. Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuaian. Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi label Catatan Pengawasan Mutu Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan bahan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan. Catatan yang dimaksud meliputi : Tanggal pengujian. Identifikasi bahan. Nama pemasok. Tanggal penerimaan. Nomor bets asli dari bahan baku bila ada. Nomor bets produk yang sedang dibuat. Nomor pemeriksaan mutu. Jumlah yang diterima. Tanggal sampling. Hasil pemeriksaan mutu. IX. AUDIT INTERNAL Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat, pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik. X. PENYIMPANAN 1. Area Penyimpanan 1.1. Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun Konsep Dasar Pengawasan 25

26 produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang di karantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman. 2. Penanganan dan Pengawasan Persediaan 2.1. Penerimaan Produk Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang meliputi tipe barang dan jumlahnya Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal untuk setiap penerimaan barang Pengawasan Catatan catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan catatan pengeluaran produk Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang (FIFO) Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti. XII. KONTRAK PRODUKSI DAN PENGUJIAN Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran dikemudian hari, yang berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu produk yang memenuhi standar yang disepakati, hendaknya semua aspek pekejaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian. XIII.PENANGANAN KELUHAN DAN PENARIKAN PRODUK 1. Penanganan Keluhan 1.1. Hendaknya ditentukan personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan menentukan upaya pengatasannya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal Konsep Dasar Pengawasan 26

27 tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap kasu-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall) Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil, termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan yang terjadi meliputi kerusakan produk Keluhan mengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan diselidiki Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets, hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets lain. Khususnya bets lain yang mungkin mengandung produk proses ulang dari bets yang bermasalah hendaknya diselidiki Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari keluhan hendaknya dicatat dan dirujuk kepada catatan bets yang bersangkutan Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya diberitahu. 2. Penarikan Produk Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah yang cukup Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara periodik ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat dilakukan cepat dan efektif Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterima oleh orang yang bertanggung jawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan dibuat laporan akhir, meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan ditemukan kembali Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari waktu ke waktu Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti keputusan selanjutnya. D. PENGAWASAN SARANA PRODUKSI PANGAN Pangan merupakan salah satu bahan pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa serta mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional. Setiap orang Konsep Dasar Pengawasan 27

28 berhak untuk mendapatkan makanan yang aman dan layak sehingga terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh makanan atau keracunan makanan. Oleh karena itu, masyarakat perlu dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran makanan yang tidak memenuhi syarat dan berbahaya. Peredaran makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan keamanan bukan hanya akan merugikan konsumen tetapi juga produsen, karena industri akan kehilangan kepercayaan, peluang perdagangan,penghasilan dan pekerjaaan disamping juga mendapat tuntutan hukum dari masyarakat. Bahaya yang terdapat dalam makanan dapat berupa bahaya biologi, kimia atau fisik. Bahaya biologi mencakup bahan biologi yang dapat menimbulkan penyakit seperti mikroorganisme, serangga, parasit, dan lain-lain. Bahaya kimia mencakup bahan kimia berbahaya seperti pestisida, logam berat dan lain-lain, sedangkan bahaya fisik dapat berupa kerikil, potongan tulang, pecahan gelas, dan lain-lain. Untuk menghasilkan produk akhir yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan selera atau tuntutan konsumen, baik konsumen domestik maupun international, proses produksi makanan di Industri pengolahan pangan harus terkontrol. Dalam hal ini Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) atau Good Manufacturing Practice.(GMP) memberikan persyaratan-persyaratan dasar penting yang seharusnya diterapkan di semua industri pengolahan makanan pada seluruh mata rantai proses pengolahan makanan Penekanan CPPB diarahkan pada tercapainya kondisi higiene yang penting dalam memproduksi makanan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Di Indonesia GMP atau CPPB diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. CPPB (Depkes RI, 1996) adalah suatu pedoman yang diterapkan untuk memproduksi pangan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan secara konsisten. Tujuan umum penerapan CPPB adalah: Menghasilkan produk akhir yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan selera atau tuntutan konsumen (domestic/international). Tujuan khusus penerapan CPPB adalah : Memberikan prinsip-prinsip dalam produksi makanan yang dapat diterapkan untuk memberi pengendalian dasar pada penanganan, pengolahan, pennyimpanan pangan atau bahkan jika diperlukan sampai dengan pendistribusikanakan dihasilkan pangan yang bermutu, layak dan aman secara konsiten. Mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, karyawan, bahan, proses, mutu produk akhir, serta persyaratan penyimpanan dan distribusi. Memberi landasan untuk mengarah pada penerapan HACCP. Memberikan dasar untuk penyusunan pedoman lainnya yang spesifik (CPPB untuk komoditas tertentu) Modul ini membahas unsur-unsur CPPB mencakup (1) Bangunan dan Fasilitas, (2) Peralatan, (3) Pengendalian bahan baku, Bahan Tambahan dan Bahan Penolong, (4) Pengendalian Proses Pengolahan, (5) Higiene dan Kesehatan Karyawan, (6) Pemeliharaan dan Program Sanitasi, (7) Penyimpanan, (8) Transportasi, (9) Pengendalian hama. I. BANGUNAN DAN FASILITAS PABRIK Disain bagunan dan fasilitas pabrik perlu mendapat perhatian khusus, karena disain dan konstruksi yang higienis, lokasi yang tepat, dan penyediaan fasilitas cukup diperlukan untuk dapat mengendalikan bahaya yang mungkin timbul secara efektif. Disain bangunan pabrik terdiri dari ruang pokok dan ruang pelengkap. Ruang pokok adalah ruangan di dalam pabrik yang digunakan sebagai tempat proses produksi makanan, termasuk ruang pengolahan, Konsep Dasar Pengawasan 28

29 pengemasan, pelabelan, dan penyimpanan. Ruang pelengkap adalah ruangan di dalam pabrik yang digunakan sebagai tempat administrasi perusahaan dan pelayanan karyawan. Seorang Pengawas dapat mengevaluasi apakah disain bangunan dan fasilitas pabrik telah menjamin bahwa potensi bahaya yang mungkin timbul selama proses produksi dapat dikendalikan secara efektif. Hal-hal yang dapat dievaluasi adalah sebagai berikut : Lokasi dan Lingkungan Pabrik (a) Lokasi Pabrik Pada waktu menetapkan letak perusahaan dan membangun pabrik, produsen seharusnya dapat menjamin bahwa lokasi pabrik berada di lokasi yang bebas dari pencemaran dan jauh dari daerah yang dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, maka pengawas pangan dapat mengevaluasi apakah pabrik : 1. Jauh dari daerah industri yang terpolusi atau perusahaan lain yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran terhadap makanan yang membahayakan kesehatan. 2. Tidak berada di daerah yang mudah tergenang air (daerah banjir) karena sistem saluran pembuangan airnya tidak baik, karena genangan air dapat merupakan tempat berkembang biaknya serangga, parasit dan mikroorganisme yang dapat mencemari makanan. 3. Bebas dari daerah yang merupakan sarang hama seperti hewan pengerat dan serangga. 4. Jauh dari daerah tempat pembuangan sampah atau limbah, baik limbah padat, cair maupun gas, karena timbunan sampah dan limbah merupakan sarang hama dan penyakit. 5. Jauh dari tempat pemukiman penduduk yang padat dan kumuh. 6. Jauh dari daerah penumpukan barang bekas, daerah kotor, dan daerah lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap makanan. 7. Tidak bersatu dengan rumah atau tempat tinggal atau fasilitas lain yang bersamaan letak dan atau penggunannya dengan bangunan. (b) (c) Sarana Jalan Sarana jalan di perusahaan, jalan menuju perusahaan dan sekitarnya seharusnya dikeraskan dan dibuat saluran pembuangan yang baik dan mudah dibersihkan. Yang dimaksud jalan dikeraskan adalah jalan yang diaspal dan disemen, tetapi jika hal ini tidak memungkinkan dapat dilakukan dengan batu yang kuat, yaitu batu-batu besar di sebelah bawah dan kerikil di bagian atasnya, kemudian diratakan dengan mesin giling jalan. Hal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya genangan air atau debu yang berterbangan jika jalan dilewati oleh kendaraan. Lingkungan Sampah dan bahan pangan pabrik seharusnya ditangani sedemikian rupa sehingga menjamin kebersihan lingkungan, tidak menimbulkan bau, dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. Bangunan dan Ruangan (a) Desain Bangunan dan Ruangan Bangunan dan ruangan seharusnya dibuat berdasrkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi serta urutan proses produksi makanan, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah dipelihara dan tidak terjadi kontaminasi silang di antara produk. Oleh karena itu, pengawas pangan harus mengevaluasi apakah : Konsep Dasar Pengawasan 29

30 1. Ruangan cukup luas untuk menempatkan peralatan dan menyimpan bahan-bahan. Luas ruangan sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. 2. Tata letak ruangan pabrik diatur sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan kontaminasi silang diantara produk, misalnya tidak terjadi pencemaran produk olahan oleh bahan mentah. (b) Kontruksi lantai Kontruksi lantai didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek hygiene makanan yang baik, yaitu tahan lama, memudahkan pembuangan air, tidak tergenang, dan mudah dibersihkan serta didisinfeksi. Pengawas pangan harus mengevaluasi apakah persyaratan untuk lantai ruangan pengolahan berikut telah dipenuhi : 1. Rapat atau kedap air yang berarti air tidak dapat menyerap ke bawah. 2. Tahan terhadap air, garam, basa, asam dan atau bahan kimia lainnya, yang berarti jika tertumpah oleh larutan garam, larutan basa/basa atau bahan-bahan kimia lainnya lantai tidak larut, tidak menimbulkan reaksi dan tidak menjkadi rusak. 3. Permukaan lantai rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan. Lantai sebaiknya tidak terbuat dari bahan keramik yang permukaannya mengkilat karena akan menjadi licin jika terkena air, tetapi terbuat dari bahan ubin yang tidak mengkilat atau lantai semen yang dihaluskan 4. Untuk ruangan pengolahan yang digunakan untuk pencucian dan pembilasan, lantai mempunyai kemiringan yang cukup kearah pembuangan air sehingga tidak terjadi genangan air. Lubang pembuangan air dilengkapai dengan penahan bau. 5. Pertemuan antara lantai dengan dinding tidak membentuk sudut mati atau sudut sikusiku yang dapat menahan air atau kotoran, tetapi membentuk sudut yang melengkung atau menyambung dan tidak menyerap air sehingga mudah dibersihkan. 6. Lantai gang atau tangga yang menuju ruang pengolahan harus bersih, bebas sampah, tidak licin, tidak berminyak, bebasoil dan tidak ada air menggenang. (c) Kontruksi dinding atau Pemisah Ruangan Kontruksi dinding atau pemisah ruangan seharusnya didisain sedemikian rupa sehingga tahan lama dan memenuhi praktek hygiene makanan yang baik, yaitu mudah dibersihkan dan disinfeksi, serta melindungi makanan dari kontaminasi selama proses. Pengawasan pangan dapat mengevaluasi apakah persyaratan untuk dinding ruangan pengolahan berikut telah terpenuhi : 1. Dinding terbuat dari bahan yang tidak beracun. 2. Sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dan 20 cm diatas permukaan lantai tidak menyerap air, yang berarti fondasi bangunan terbuat dari semen. 3. Permukaan bagian terbuat dari bahan halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan serta disanitasi. Permukaan dinding sebaiknya dari porselen atau keramik yang berwarna putih atau warna muda, tidak berwarna tua atau gelap. 4. Sekurang-kurangnya setinggi 2 m dari lantai bersifat tidak menyerap air, serta tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya yang berarti jika terkena bahan-bahan tersebut dinding tidak larut, rusak atau menimbulkan reaksi. 5. Pertemuan antara dinding, dan antara dinding dengan lantai tidak membentuk sudut mati atau sudut siku-siku yang dapat menahan air atau kotoran, tetapi membentuk sudut yang melengkung atau menyambung dan tidak menyerap air sehingga mudah dibersihkan. Konsep Dasar Pengawasan 30

31 (d) Kontruksi atap dan langit-langit Kontruksi atap dan langit-langit seharusnya didisain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higienis yang baik, yaitu dapat melindungi ruangan dan tidak mengakibatkan pencemaran pada makanan yang diproduksi. Persyaratan langit-langit ruangan pengolahan adalah sebagai berikut : Tahan lama dan mudah dibersihkan, terbuat dari bahan yang tidakmudah terkelupas atau terkikis. Jika ruang pengolahan mengeluarkan uap/menggunakan uap, langit-langit sebaiknya terbuat dari bahan yangtidak menyerap air dan dicat dengan cat yang tahan panas. Permukaan rata dan berwarna terang. Tidak terdapat lubang/retak, mencegah keluar masuknya hama. Tinggi langit-langit dari lantai sekurang-kurangnya 3 m untuk memberikan alliran udara yang cukup dan mengurangi panas yang berasal dari kegiatan produksi. (e) Pintu dan Jendela Pintu dan jendela dibuat dari bahan yang tahan lama dan tidak mudah pecah, permukaan rata dan halusserta berwarna terang sehingga mudah dibersihkan. Untuk ruangan mencuci, toilet dan kamar mandi,bagian dalam pintu dilapisi dengan bahan yang tidak menyerap air,mudah dibersihkan dan bilamana perlu disanitasi. Pintu berfungsi dengan baik. Untuk ruang pengolahan sebaiknya pintu membuka keluar untuk menghindari masuknya debu atau kotoran dari luar. Jendela berada sekurang-kurangnya setinggi 1 m dari lantai untuk memudahkan membuka dan menutup, akan tetapi tidak terlalu tinggiuntuk memudahkan pembersihan. Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kasa pencegah serangga. Untuk ruangan pengolahan dihindari jumlah jendela yang terlalu banyak. FASILITAS UMUM Pengawas pangan perlu mengawasi apakah fasilitas umum di lokasi pabrik memenuhi persyaratan berikut : (a). Penerangan Penerangan kerja dan tempat bekerja di ruang pengolahan seharusnya cukup terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan hygiene dan kesehatan. (b) Ventilasi dan pengatur suhu Ventilasi dan pengatur suhu di ruang pengolahan baik secara alami maupun buatan, seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Menjamin peredaran udara dengan baik, dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan panas yang timbul selama pengolahan yang dapat membahayakan kesehatan karyawan.ventilasi seharusnya dapat mengontrol suhu supaya tidak terlalu panas dan mengontrol bau yang mungkin timbul yang dapat mempengaruhi citarasa makanan. 2. Tidak mencemari makanan yang diproduksi melalui aliran udara yang masuk. Sistem aliran udara diatur sedemikian rupa sehingga udara tidak mengalir dari tempat kotor ke tempat bersih. 3. Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan kassa yang dapat mencegah masuknya serangga serta masuknya kotoran ke dalam ruangan. Kassa sebaiknya mudah dilepas sehingga mudah dibersihkan. (c) Sanitasi Bangunan dan fasilitasnya harus dipelihara dalam kondisi yang bersih dan saniter. Konsep Dasar Pengawasan 31

32 Pembersihan dan sanitasi peralatan harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari kontaminasi terhadap makanan, bahan pengemas dan permukaan yang kontak dengan makanan. Bahan kimia untuk pembersihan dan sanitasi harus bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan dan harus amandan efektif pada kondisi penggunaan. Hanya bahan kimia berikut ini yang dapat disimpan di pabrik pengolahan makanan TERPISAH dari makanan dan bahan pengemas : - Bahan kimia untuk pembersihan dan sanitasi - Bahan kimia untuk pengujian di laboratorium - Bahan kimia untuk pemeliharaan mesin dan peralatan - Bahan kimia yang digunakan untuk operasional pengolahan. Bahan kimia beracun seperti pestisida harus diberi LABEL yang jelas. Disimpan TERPISAH. FASILITAS SANITASI Bangunan pabrik seharusnya dilengkapi denagn fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene. Bangunan pabrik seharusnya dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang terdiri dari sumber air, pipa-pipa untuk mengalirkan air, tempat penampungan air, dan pipa-pipa untuk mendistribusikan air ke ruangan-ruangan tertentu. Air yang digunakan untuk proses pengolahan makanan dan mengalami kontak langsung dengan makanan seharusnya memenuhi persyaratan kualitas air bersih. SARANA PEMBUANGAN AIR DAN LIMBAH Bangunan pabrik seharusnya dilengkapi dengan sarana pembuangan yang terdiri dari saluran dan tempat pembuangan bahan buangan cair, tempat bahan buangan padat, sarana pengolahan bahan buangan, dan saluran pembuangan bahan buangan yang telah diolah. Sarana pembuangan air dan limbah dapat mengolah dan membuang bahan buangan pabrik yang berupa bahan padat cair dan gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Sistem dan sarana pembuangan air dan limbah didisain dan dikontruksi sedemikian rupa sehingga dapat dicegah risiko mengkontaminasi makanan, air minum dan air bersih. SARANA PEMBERSIHAN/PENCUCIAN Bangunan pabrik seharusnya dilengkapi dengan sarana pembersihan/pencucian yang cukup, yaitu untuk membersihkan/mencuci bahan makanan, peralatan, perlengkapan, dan bangunan (lantai, dinding, dan lain-lain). Sarana pembersihan dilengkapi dengan sumber air bersih, dan apabila memungkinkan dilengkapi dengan sumber air panas dan dingin. Air panas berguna untuk melarutkan sisa-sisa lemak dan untuk tujuan disinfeksi peralatan. SARANA TOILET/JAMBAN Sarana toilet/jamban dilengkapi dengan sumber air mengalir dan saluran pembuangan yang memenuhi persyaratan pedoman plumbing Indonesia. Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan, sehingga udara, dan bau dari toilet tidak masuk ke dalam ruang pengolahan. Diberi tanda peringatan bahawa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau deterjen sesudah menggunakan toilet. Tersedia dalam jumlah yang cukup. Jumlah toilet : 1-10 orang : 1 toilet; orang : 2 buah; penambahan 1 toilet untuk setiap penambahan 25 pekerja.jumlah kamar mandi : 1-10 orang: 1 buah dengan penambahan 1 kamar mandi untuk setiap 20 orang. SARANA HIGIENE KARYAWAN Sarana hygiene karyawan seharusnya tersedia sesuai dengan kebutuhannya, yaitu untuk menjamin kebersihan karyawan dan untuk mencegah kontaminasi terhadap makanan yang Konsep Dasar Pengawasan 32

33 diproduksi. Sarana cuci tangan di tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi air mengalir, sabun/deterjen, pengering serta tempat sampah bertutup, dalam jumlah yang cukup (1 buah untuk setiap 10 pekerja). Sarana pembilas sepatu kerja di depan pintu masuk ruang pengolahan. Fasilitas ganti pakaian dalam jumlah yang cukup. Jika memungkinkan setiap pekerja atau kelompok pekerja memiliki loker dari abhan yang kuat, mudah dibersihkan dan bertutup rapat. II. PERALATAN PENGOLAHAN Peralatan pengolahan dan wadah yang mengalami kontak langsung dengan makanan seharusnya didesain, dikontruksi dan diletakkan sedemikian rupa untuk menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Persyararatan peralatan yang digunakan dalam proses produksi adalah sebagai berikut : 1. Sesuai dengan jenis produksi. 2. Permukaan yang berhubungan langsung dengan makanan halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat. 3. Tidak mencemari hasil produksi dengan mikroorganisme, bahan-bahan logam yang terlepas dari peralatan, minyak pelumas, bahan, bahan bakar dan lain-lain. 4. Mudah dibersihkan, didisinfeksi dan dipelihara untuk mencegah pencemaran terhadap makanan. 5. Peralatan terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dilepas sehingga memudahkan pemeliharaan, pembersihan, disinfeksi, pemantauan serta memudahkan pemeriksaan terhadap hama.. III. PENGENDALIAN BAHAN BAKU, BAHAN TAMBAHAN, BAHAN PENOLONG Proses produksi makanan tidak akan menghasilkan produk bermutu baik jika bahan yang digunakan dalam proses pengolahan bermutu rendah atau telah mengalami kerusakan, busuk atau tercemar bahan berbahaya, meskipun proses pengolahan yang ditetapkan cukup baik. Yang dimaksud dengan bahan terdiri dari bahan baku atau bahan mentah, bahan tambahan dan bahan penolong, termasuk air. Bahan baku atau bahan mentah adalah : - bahan bahan utama yang digunakan dalam proses produksi, termasuk air; - merupakan bagian terbesar dari adonan. Bahan tambahan adalah : Bahan yang ditambahakan dalam jumlah kecil selama proses, untuk membantu proses pengolahan atau membentuk karakteristik tertentu pada makanan Bahan penolong adalah : Bahan yang digunakan untuk membantu proses pengolahan,misalnya minyak goreng untuk menggoreng, gula untuk laruran guila dalam pengalengan buahbuahan. Pengawasan yang dilakukan : (a) Persyaratan bahan mentah, tambahan dan penolong. Pengawasan yang dilakukan adalah untuk mengevaluasi apakah persyaratan bahan yang digunakan dalam proses produksi makanan telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Bahan mentah yang digunakan seharusnya tidak rusak, busuk atau mengandung bahan bahan berbahaya yang jumlahnya tidak dapat dikurangi sampai batas`yang tidak membahayakan konsumen. 2. Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi makanan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan. Bahan Konsep Dasar Pengawasan 33

34 yang telah rusak, busuk atau tercemar bahan berbahaya tidak boleh digunakan untuk memproduksi makanan. 3. Bahan tambahan yang digunakan hanya yang diijinkan penggunaannya sesuai dengan Peraturan Menteri RI No. 033 TAHUN 2012 tentang Bahan Tambahan PANGAN dan SK Kepala Badan POM RI No TAHUN 2013 tentang Batas maksimum penggunaan Bahan Tambahan Pangan. Bahan Tambahan yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan oleh Menteri hanya boleh digunakan ijin khusus Menteri. 4. Sebelum digunakan, terhadap bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong minimal harus dilakukan pemeriksaan fisik (misalnya adanya kerikil, pecahan gelas, dan lain-lain), dan jika mungkin dilakukan pengujian secara kimia, mikrobiologi dan/atau biologi. 5. Stok bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong harus diatur sedemikian rupa sehingga mengikuti system berputar, yaitu yang masuk ke dalam gudang terlebih dahulu juga harus diolah terlebih dahulu. (b).persyaratan air : 1. Air yang digunakan dalam proses pengolahan dan mengalami kontak langsung dengan makanan seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas Air. 2. Air yang merupakan bagian dari makanan (ingredient) seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas Air. IV. PENGENDALIAN PROSES PENGOLAHAN Untuk mengurangi risiko terhadap produksi makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan, perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk menjamin mutu dan keamanan pangan melalui pengawasan yang ketat terhadap Air yang merupakan bagian dari makanan (ingredient) seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas Air kemungkinan bahaya yang timbul pada setiap tahap proses. Pengawasan proses produksi pangan bertujuan untuk menghasilkan pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi manusia, yaitu dengan cara : 1. Menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan mengenai bahan yang digunakan, komposisi, pengolahan, distribusi, penyimpanan, dan penggunaan oleh konsumen; 2. Mendisain, menerapkan, memantau dan memeriksa kembali secara efektif system pengawasan proses produksi pangan. V. HIGIENE DAN KESEHATAN KARYAWAN Higiene dan kesehatan karyawan yang baik dapat memberikan jaminan jiwa pekerja yang mengalami kontak baik langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak akan mencemari produk yang diolah. Higiene karywan yang baik meliputi : Konsep Dasar Pengawasan 34

35 1. Mempertahankan atau meningkatkan kebersihan karyawan; 2. Menjaga kesehatan karyawan; 3. Melakukan pekerjaan mengolah pangan dengan cara yang baik; Tujuan hygiene karyawan yang baik adalah : 1. Mencegah pencemaran pangan oleh bahan berbahaya yang mungkin dibawa oleh pekerja pengolah pangan; 2. Mencegah penyebaran penyakit dari karyawan ke konsumen melalui pangan yang diproduksi; 3. Menjaga kesehatan karyawan. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pangan terhadap hygiene dan kesehatan karyawan diarahkan pada apakah praktek berikut telah dilaksanakan oleh perusahaan : a. Kesehatan karyawan; b. Kebersihan Karyawan; c. Kebiasaan Karyawan. VI. PEMELIHARAAN DAN PROGRAM SANITASI Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap bangunan, fasilitas dan peralatan pabrik yang dilakukan secara berkala menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diproduksi. Yang dimaksud dengan pemeliharaan dan program sanitasi ini mencakup pemeliharaan dan program sanitasi ini mencakup pemeliharaan dan sanitasi bangunan, fasilitas dan peralatan, pengendalian hama dan penanganan limbah. Pemeliharaan dan program sanitasi yang dilakukan di pabrik bertujuan untuk : 1. Menjamin bahwa bangunan, fasilitas dan peralatan pabrik terawatt dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih; 2. Menjamin pabrik dan produk bebas dari hama; 3. Menjamin penanganan limbah dengan baik; 4. Memantau keefektifan prosedur pemeliharaan dan sanitasi. Pengawasan yang dilakukan : a. Pemeliharaan dan Pembersihan; b. Prosedur pembersihan dan sanitasi; c. Program pembersihan; d. Program pengendalian hama; e. Mencegah masuknya hama; f. Mencegah timbulnya sarang hama g. Pembasmian hama h. Penanganan limbah VII. PENYIMPANAN Bahan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan pangan. Penyimpanan bahan dalam pabrik dengan cara yang tepat bertujuan untuk : 1. Memudahkan produsen dalam mengambil dan menggunakan bahan; 2. Mempertahankan mutu dan keamanan pangan; Konsep Dasar Pengawasan 35

36 3. Mencegah tercemarnya pangan oleh bahan lain yang berbahaya; 4. Mencegah tertukarnya bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan. Pengawasan yang dilakukan : a. Penyimpanan Bahan/Produk Akhir; b. Penyimpanan bahan berbahaya; c. Penyimpanan wadah; d. Penyimpanan wadah; e. Penyimpanan Label; f. Penyimpanan peralatan produksi VIII.TRANSPORTASI Selama transportasi untuk keperluan distribusi, pangan masih mungkin mengalami pencemaran sehingga sampai di tempat tujuan dalam keadaan yang tidak layak untuk dikonsumsi, meskipun proses produksi sebelumnya telah dilakukan dengan cara yang baik dan memenuhi syarat. Transportasi produk pangan memerlukan pengawasan yang baik karena kesalahan dalam transportasi dapat mengakibatkan kerusakan pangan serta penurunan mutu dan kemanan pangan. Transportasi produk pangan seharusnya dilakukan sedemikian rupa untuk menjaga agar supaya : 1. Pangan terhindar dari sumber pencemaran; 2. Pangan terlindung dari kerusakan yang dapat mengakibatkan pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi; 3. Mencegah pertumbuhan mikroorganisme pathogen dan perusak serta produksi racun oleh mikroorganisme yang mengakibatkan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Pengawasan yang dilakukan pengawas pangan adalah apakah persyaratan transportasi telah terpenuhi. Pada prinsipnya, persyaratan yang harus dipenuhi adalah pangan selalu dalam keadaan terlindung selama transportasi. Jenis wadah dan alat transportasi yang digunakan tergantung dari jenis pangan dan kondisi yang dikehendaki selama transportasi. E. CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK (CPPOB) Definisi Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB)/ (GMP) dalam Peraturan Menteri Perindustrian RI No. : 75/M-IND/PER/7/2010 adalah Cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. Mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain; b. Mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik pathogen; c. Mengendalikan proses produksi. Penerapan CPPOB ditujukan untuk : a. Menghasilkan pangan olahan yang bermutu, aman untuk dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen; b. Mendorong industry pengolahan pangan agar bertanggung jawabterhadap mutudan keamanan produk yang dihasilkan; c. Meningkatkan daya saing industry pengolahan pangan; dan d. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi industry pengolahan pangan. Konsep Dasar Pengawasan 36

37 Ruang Lingkup Pedoman CPPOB adalah : 1. Lokasi 2. Bangunan 3. Fasilitas sanitasi 4. Mesin dan peralatan 5. Bahan 6. Pengawasan proses 7. Produk akhir 8. Laboratorium 9. Karyawan 10.Pengemas 11. Label dan Keterangan produk 12. Penyimpanan 13. Pemeliharaan dan program sanitasi 14. Pengangkutan 15. Dokumentasi dan pencatatan 16.Pelatihan 17.Penarikan produk 18. Pelaksanaan pedoman Gradasi CPPOB ada 3 (tiga) tingkatan. 1. Persyaratan harus (Shall) adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhiakan mempengaruhi keamanan produk secara lanmgsung; 2. Persyaratan seharusnya (Should) adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi yang berpengaruh terhadap keamanan produk; 3. Persyaratan dapat (can) adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi yang kurang berpengaruh terhadap keamanan produk. Konsep Dasar Pengawasan 37

38 BAB III PENGAWASAN SARANA DISTRIBUSI A. PENGAWASAN SARANA DISTRIBUSI OBAT PRINSIP-PRINSIP UMUM 1. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku baik untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran maupun pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi. 2. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi 3. CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembandingdan obat uji klinis. 4. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip kehatihatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko. 5. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, sarana distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta mencegah paparan obat palsu terhadap pasien. MANAJEMEN MUTU Sarana distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Sarana distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas,dikaji secara sistematis dan semua tahapankritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab sarana distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. SISTEM MUTU 1. Dalam suatu organisasi, pemastian mutuberfungsi sebagai alat manajemen. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yangmenguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan sarana distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen. 2. Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan dan/atau transportasi. Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu. 3. Sistem mutu harus mencakup ketentuan untuk memastikan bahwa pemegang izin edar dan Badan POM RI segera diberitahu dalam kasus obat palsu atau dicurigai palsu. Obat tersebut harus disimpan di tempat yang aman/terkunci, terpisah dengan labelyang jelas untuk mencegah penyaluranlebih lanjut. 4. Manajemen harus menunjuk penanggung jawab untuk tiap sarana distribusi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan dan dipertahankan. 5. Sistem mutu harus didokumentasikan secara lengkap dan dipantau efektivitasnya. Semua kegiatan yang terkait dengan mutu harus didefinisikan dan didokumentasikan. Konsep Dasar Pengawasan 38

39 Harus ditetapkan adanya sebuah panduan mutu tertulis atau dokumen lainnya yang setara. 6. Sarana distribusi harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk identifikasi, pengumpulan, penomoran, pencarian, penyimpanan, pemeliharaan, pemusnahan dan akses ke semua dokumen yang berlaku. 7. Sistem mutu harus memastikan bahwa: a) obat dan/atau bahan obat diperoleh,disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB; b) tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas; c) obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai; d) kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan; e) penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki; f) tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemenrisiko mutu. 8. Direkomendasikan untuk dilakukan inspeksi, audit dan sertifikasi kepatuhan terhadap sistem mutu (misalnya seri ISO/International Organization for Standardization atau Pedoman Nasional dan Internasional lainnya) oleh Badan eksternal. Meskipun demikian, sertifikasi tidak dianggap sebagai pengganti pedoman CDOB dan prinsip CPOB yang terkait dengan obat. ORGANISASI, MANAJEMEN DAN PERSONALIA Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baikserta distribusi obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab sarana distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasarmaupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. ORGANISASI DAN MANAJEMEN 1. Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. 2. Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan sertadijabarkan dalam uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus, misalnya pengawasan kinerja, dilakukan sesuaidengan ketentuan dan peraturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan pelatihan yang memadaimengenai tugas dan tanggung jawabnya.. 3. Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek yang sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan lingkungan dan integritas obat dan/atau bahan obat. PENANGGUNG JAWAB 1. Manajemen puncak di sarana distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya, bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung jawab sarana distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan, maka harus dilakukan pendelegasian tugas kepada tenaga Konsep Dasar Pengawasan 39

40 kefarmasian. Tenaga kefarmasian yang mendapat pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada penanggung jawab. 2. Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya. Manajemen sarana distribusi harus memberikan kewenangan, sumber daya dan tanggung jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya. 3. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah memiliki pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan,identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. PERSONILLAINNYA Harus dipastikan tersedianya personil yang kompeten dalam jumlah yang memadai di tiap kegiatan yang dilakukan di rantai distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat tetap terjaga PELATIHAN 1. Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu prosedurtertulisdan sesuai dengan program pelatihan termasuk keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala. 2. Harus diberikan pelatihan khusus kepada personilyang menangani obatdan/atau bahan obatyang memerlukan persyaratanpenanganan yang lebih ketat seperti obat dan/atau bahan obat berbahaya, bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk disalahgunakan, dan sensitif terhadap suhu. HIGIENE 1. Dilarang menyimpanmakanan, minuman, rokok atau obat untuk penggunaan pribadi di area penyimpanan. 2. Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat harus memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yangdilakukan. Personil yang menangani obat dan/atau bahan obat berbahaya, termasuk yang mengandung bahan yang sangat aktif (misalnya korosif, oksidator, mudah meledak, mudah menyala, mudah terbakar), beracun, dapat menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi dengan pakaian pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) 3. Harus tersedia peraturan perusahaan (codes of practice) yang mengatur hak dan kewajiban personil termasuk namun tidak terbatas pada pemberian sanksi kepada personil yang melakukan penyimpangan distribusi termasuk kegiatan terkait obat dan/atau bahan obat palsu. BANGUNAN DAN PERALATAN Pedoman yang berhubungan dengan gedung, gudang dan prinsip umum penyimpanan dapat mengacu pada Good Storage Practice (GSP), WHO, Sistem yang digunakan dalam distribusi obat di gudang adalah First Expire First Out (FEFO) atau yang sering disebut juga First In First Out (FIFO). Obat - obat yang tanggal daluarsa nya lebih dekat dijual atau didistribusikan terlebih dahulu. 1. Bangunan untuk menyimpan obat hendaklah dibangun dan dipelihara untuk melindungi obat yang disimpan dari pengaruh temperatur dan kelembaban, banjir, rembesan melalui tanah, masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga dan binatang lain. Konsep Dasar Pengawasan 40

41 2. Cukup luas, tetap kering dan bersih, dan hendaklah tersedia ruang terpisah untuk penyimpanan produk tertentu (narkotika, psikotropika). 3. Bangunan harus memiliki sirkulasi udara yang baik. 4. Selalu dalam keadaan bersih, bebas dari tumpukan sampah dan barang-barang yang tidak diperlukan. 5. Hendaknya dilengkapi : - Penerangan yang cukup untuk dapat melaksanakan kegiatan dengan aman dan benar. - Perlengkapan yang memadai untuk memungkinkan penyimpanan produk yang memerlukan pengamanan maupun kondisi penyimpanan khusus disertai alat monitor yang tepat jika diperlukan kondisi penyimpanan yang menuntut ketepatan temperatur dan kelembaban. Alat monitor harus dikalibrasi oleh lembaga yang berwenang dan dalam periode tertentu. Diperlukan pula pengamanan fisik khusus baik untuk ruang penyimpanan maupun untuk seluruh bangunan. 6. Wadah yang disimpan hendaklah dalam keadaan bersih dan kering, bebas dari kotoran. Harus ada protap sanitasi yang jelas, frekuensi dan metode yang digunakan. Sebelum alat digunakan harus dipastikan tidak ada residu yang tertinggal dan tidak menjadi sumber kontaminasi. 7. Perhatian khusus, peralatan yang digunakan untuk powder perlu pembersih dan pemeliharaan yang khusus. KUALIFIKASI PELANGGAN 1. Sarana distribusi harus memastikan bahwa obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik. 2. Sarana distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukandan melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau bahan obat kepada masyarakat terpenuhi. PENERIMAAN 1. Proses penerimaanbertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yangditerima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. 2. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa atau mendekati kedaluwarsa, sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahanobat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. 3. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan. 4. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. 5. Jikaditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. PENYIMPANAN 1. Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. 2. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Konsep Dasar Pengawasan 41

42 3. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari,suhu,kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. 4. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. 5. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat (First Expired First Out/FEFO). 6. Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dancampur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. 7. Obat dan/atau bahan obat yang telah kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara sistem. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala. PENGAMBILAN Prosespengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki jangka waktu yang memadai sebelum kedaluwarsa. dan berdasarkan First Expired First Out (FEFO), disamping itu pengambilan juga berdasarkan First In First Out (FIFO) atau untuk produk tertentu dengan sistem last In First Out(LIFO). Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa. PENGEMASAN Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel. PENGIRIMAN 1. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke orang/pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan/penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur. 3. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup setidaknya informasi berikut: Tanggal pengiriman; Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik); Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu); Konsep Dasar Pengawasan 42

43 nomor bets dan tanggal kedaluwarsa Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per kontainer (jika perlu); Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan; KELUHAN, OBAT KEMBALIAN, DIDUGA PALSU DAN PENARIKAN KEMBALI 1. Semua keluhan, obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali obat ditangani sesuai dengan standart operasional yang ada dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi cacat harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis. 2. Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. 3. Diperlukan koordinasi dari setiap instansi, industri farmasi dan sarana distribusi dalam menangani obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu. 4. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. KELUHAN 1. Harus dibedakan antara keluhantentang kualitasobat dan/atau bahan obat dan keluhan yang berkaitan dengandistribusi.keluhantentang kualitasobat dan/atau bahan obat harus diberitahukan sesegera mungkin kepadaindustri farmasi dan/ataupemegang izin edar. 2. Harus ada personil yang ditunjuk untuk menangani keluhan. 3. Setiapkeluhan obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat ( obat rusak dan palsu) harus dicatat dandiselidiki secara menyeluruhuntuk mengidentifikasiasalatau alasankeluhan, termasuk penyelidikan terhadap bets lainnya. 4. Setiap keluhan harus dikelompokkan sesuai dengan jenis keluhannya dan dilakukan tren analisis terhadap keluhan. PEMISAHAN OBAT Obat dan/atau bahan obat yang ditolak, dilakukan penarikan kembali, kadaluarsa dan obat yang diduga palsu dikembalikan ke sarana distribusi harus diberi label yang jelas, ditempatkan ditempat khusus, aman dan terkunciserta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. PEMUSNAHAN OBAT DAN/ATAU BAHAN OBAT 1. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. 2. Prosespemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk pelaporannya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. OBAT KEMBALIAN 1. Persyaratan obat dan/atau bahan obat yang bisa dijual kembali, antara lain jika: a) obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan; Konsep Dasar Pengawasan 43

44 b) obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai kondisi yang dipersyaratkan; c) obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang; d) Sarana distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu. 2. Semua penanganan obat dan/atau bahan obat kembalian termasuk yang memenuhi syarat jual atau yang dapat dimusnahkan harus mendapat persetujuan Penanggung jawab dan terdokumentasi. 3. Transportasi yang digunakan untuk obat dan/atau bahan obat kembalian harus dipastikan sesuai dengan persyaratan penyimpanan dan persyaratan lainnya yang relevan. OBAT DIDUGA PALSU 1. Sarana distribusi harus segera melaporkan obat dan/atau bahan obat diduga palsu kepada instansi yang berwenang, industri farmasi dan/atau pemegang izin edar. 2. Untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. 3. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang. 4. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi. PENARIKAN KEMBALI OBAT 1. Penanggung Jawab harus membentuk tim khusus yang bertangggung jawab terhadap penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik dari peredaran. 2. Perkembangan proses penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan dan dilaporkan, serta dibuat laporan akhir setelah selesai penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim dan dikembalikan 3. Sarana distribusi harus mempunyai dokumentasi tentang informasi pelanggan (antara lain alamat, nomor telepon, faks) dan obat dan/atau bahan obat (antara lain bets, jumlah yang dikirim). 4. pada saat pemeriksaan dari instansi berwenang dan disimpan oleh penanggung jawab. 5. Pelaksanaan penarikan obat dan/atau bahan obat segera dilaksanakan dan harus diinformasikan kepada industri farmasi dan/atau pemegang izin edar. Informasi tentang penarikan obat dan/atau bahan obat harus disampaikan kepada instansi berwenang baik di pusat maupun daerah. 6. Pada kondisi tertentu, prosedur darurat penarikan obat dan/atau bahan obat dapat dilaksanakan. INSPEKSI DIRI 1. Programinspeksi diriharus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semuaaspekdari CDOBserta kepatuhan terhadap peraturan, pedoman danprosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. 2. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan menyeluruh oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan Konsep Dasar Pengawasan 44

45 oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untukmemastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. 3. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti. DOKUMENTASI Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan dalam penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran, laporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. 1. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronis. 2. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis seharusnya tidak ditulis tangan dan harus tercetak. 3. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat. 4. Dokumen harus disimpan selama minimal 3 tahun. 5. Semua dokumentasi harus mudah didapat, disimpan dan dipeliharapada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. 6. Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku. 7. Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik, untuk setiap obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus ada yang menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal tes ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. 8. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: tanggal, nama produk obat; nomor bets; tanggal kedaluwarsa; jumlah yang diterima/disalurkan; nama dan alamat pemasok/pelanggan. 9. Dokumentasi obat dan/atau bahan obat kembalian, ditolak dan/atau dimusnahkan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan. 10. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri. PRODUK RANTAI DINGIN (COLD CHAIN PRODUCT/ CCP) PENDAHULUAN Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman. Konsep Dasar Pengawasan 45

46 PERSONIL DAN PELATIHAN 1. Pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala terhadap seluruh personil yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin, mencakup hal berikut: Peraturanperundang-undangan Cara Distribusi Obat yang Baik Prosedur tertulis Monitoring suhu dan dokumentasinya Respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan 2. Harus dipastikan setiap personil mengerti tanggung jawab khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang bertanggung jawab mengangkut produk rantai dingin. BANGUNAN DAN FASILITAS Bangunan 1. Lokasi penyimpanan dipilih dan dibangun untuk meminimalkan risiko banjir, dan atau kondisi cuaca ekstrim dan bahaya alam lainnya. 2. Kapasitas netto penyimpanan dari bangunan harus dipastikan agar dapat menampung tingkat persediaan puncak, pada kondisi penyimpanan sesuai persyaratan, dan dengan cara yang memungkinkan agar penyediaan stok dapat dilaksanakan secara benar dan efisien. 3. Area yang memadai harus disediakan untuk menerima dan mengemas produk rantai dingin yang akan dikirimkan pada kondisi suhu yang terjaga. Area ini hendaknya dekat dengan area penyimpanan yang suhunya terjaga. 4. Area karantina harus disediakan untuk pemisahan produk kembalian, rusak dan penarikan kembali menunggu tindak lanjut. Fasilitas Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold room/chiller (2 s/d 8 o C), freezer room/freezer (-25 s/d -15 o C), dengan persyaratan berikut: a) Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer room b) Chiller dan Freezer: Dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin (tidak boleh menggunakan kulkas/freezer rumah tangga) Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan. Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal satu buah tiap chiller/freezer (dengan mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan secara rutin dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus dan dengan sensor yang terletak pada satu titik atau beberapa titik yang paling akurat mewakili profil suhu selama operasi normal Dilengkapi dengan alarm yang mengindikasikan penyimpangan suhu yang dipersyaratkan. Dilengkapi pintu/tutup yang dapat dikunci Setiap chiller atau freezer harus mempunyai stop kontak tersendiri Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam Konsep Dasar Pengawasan 46

47 OPERASIONAL Penerimaan Produk Rantai Dingin 1. Pada saat penerimaan, harus melakukan pengecekan terhadap: Nama produk rantai dingin yang diterima Jumlah produk rantai dingin yang diterima Kondisi fisik produk rantai dingin Nomor bets Tanggal kedaluwarsa Kondisi alat pemantauan suhu Kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM) 2. Jika pada saat penerimaan vaksin diketahui kondisi VVM pada posisi C atau D dan/atau kondisi alat pemantauan suhu menunjukkan penyimpangan suhu, maka lakukan tindakan sebagai berikut : Produk rantai dingin tetap disimpan pada tempat dan suhu yang sesuai ketentuan dengan menggunakan label khusus Segera melaporkan hal tersebut kepada pengirim produk rantai dingin untuk dilakukan proses penyelidikan dengan membuat Berita Acara. 3. Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus segera menandatangani surat pengantar barang dan dokumen lain yang diperlukan,yang menyatakan produk rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan utuh 4. Penerima harus segera memberikan kepada pengantar barang bukti penerimaan barang yang sudah di tandatangani, diberi identitas penerima dan distempel. Penyimpanan 1. Sarana penyimpanan harus memiliki : Chiller atau cold room (suhu 2 s/d 8 C), untuk menyimpan vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2 s/d 8 C antara lain vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT-HB. Freezeratau cold room (suhu C) untuk menyimpan vaksin OPV. 2. Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm 3. Harus ada jarak minimal 15 cm antara chiller dengan dinding bangunan 4. Suhu minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari setiap pagi, siang dan sore serta harus didokumentasikan 5. Pelarut BCG, pelarut campak dan penetes polio dapat disimpan pada suhu kamar dan tidak diperbolehkan terkena sinar matahari langsung Pengiriman 1. Tiap pengeluaran produk harus mematuhi aturan berikut : FEFO (First Expire First Out), produk yang masa kedaluwarsanya lebih pendek harus lebih dahulu dikeluarkan Untuk vaksin yang memiliki VVM (Vaksin Vial Monitor) dan kondisi VVM sudah mengarah ke posisi yang menunjukkan warna lebih gelap, maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu walaupun kedaluwarsanya masih panjang 2. Setiap pengeluaran produk harus dicatat pada form catatan bets pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan masa kedaluwarsanya 3. Dalam surat pengantar barang harus mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan masa kedaluwarsanya. 4. Untuk pengiriman vaksin harus menggunakan kontainer yang sudah tervalidasi atau vaccine carrier yang memenuhi standar pengiriman vaksin Konsep Dasar Pengawasan 47

48 Kualifikasi, Kalibrasi dan Validasi i. Chiller/Cold Room/Freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau ada perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasinya. ii. Termometer dikalibrasi paling tidak satu tahun terhadap standard yang tersertifikasi. iii. Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi. B. PENGAWASAN SARANA DISTRIBUSI MAKANAN B.1 Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) Makanan adalah salah satu bahan pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa serta mempunyai peranan penting dalam pembangunan Nasional. Oleh karena itu masyarakat harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap makanan yang tidak memenuhi syarat serta terhadap kerugian sebagai akibat peredaran dan perdagangan pangan yang tidak benar. Cara distribusi makanan yang tidak benar dapat merugikan. Sarana distribusi makanan seharusnya memenuhi persyaratan hygiene dan selalu dalam keadaan bersih, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap produk yang didistribusikan. Sarana distribusi makanan meliputi ruang penyimpanan produk, ruang peragaan, lemari/rak peragaan, alat pengangkutan, timbangan, pembungkus makanan, dan sebagainya. I. Ruang Penyimpanan (Gudang) Yang dimaksud dengan ruang penyimpanan (gudang) adalah ruang tempat penyimpanan makanan yang siap untuk diedarkan/dijual yang dimikili oleh perusahaan, distributor, pedagang/toko,importer, penyalur, dan sebagainya Ruang penyimpanan (gudang) diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminasi silang diantara produk; Ruang penyimpanan makanan selalu dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sarang hama (tikus, serangga mikroorganisme, dan sebagainya); Lubang angin dalam ruang penyimpanan sebaiknya dilapisi kasa dari kawat untuk menghindari masuknya hama; Ruang penyimpanan seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga produk yang lebih dahulu masuk dengan mudah keluar lebih dahulu, kecuali untuk keperluan tertentu; Ruang yang digunakan untuk menyimpan makanan yang mudah rusak dan memerlukan suh khusus (suhu beku, suhu dingin) disesuaikan dengan persyaratan suhu yang ditetapkan. II. Ruang Peragaan Ruang peragaan makanan diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminasi silang diantara produk; Ruang peragaan makanan selalu dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sarang hama; Lubang angin dalam ruang peragaan sebaiknya dilapisi dengan kasa dari kawat untuk menghindari masuknya hama; Ruang peragaan diatur sedemikian rupa sehingga konsumen mudah memilih produk yang diperagakan. Konsep Dasar Pengawasan 48

49 III. Lemari/Rak Peragaan Lemari/rak peragaan diatur sedemikian rupa sehingga makanan yang diperagakan dapat diatur secara terpisah menurut jenis dan sifatnya masing-masing; Lemari/rak peragaan diatur sedemikian rupa sehingga dapat dihindari kemungkinan terjadinya kontaminasi silang; Lemari/rak untuk makanan terpisah dari bahan-bahan bukan makanan; Lemari/rak untuk makanan yang tidak dikemas terpisah dari makanan yang dikemas; Lemari/rak yang terpisah disediakan untuk beberapa makanan tertentu, yaitu minuman beralkohol, daging babi, makanan yang mengandung bahan berasal dari babi, produk beku dan produk dingin; Lemari/rak peragaan untuk makanan yang memerlukan suhu khusus (makanan beku, makanan dingin) disesuaikan dengan persyaratan yang telah ditetapkan; Lemari/rak peragaan makanan selalu memenuhi persyaratan hygiene dan selalu bersih, yaitu bebas dari kotoran, debu dan hama. IV. Pemeliharaan Sarana Distribusi Ruang penyimpanan, ruang peragaan dan lemari/rak peragaan dibersihkan secara teratur, dan jika perlu didisinfeksi; Gudang penyimpanan secara teratur dibongkar dan dibersihkan untuk mencegah timbulnya sarang hama; Gudang, ruang peragaan dan lemari/rak peragaan perlu ditambah jika jumlah produk yang diperagakan terus bertambha sehingga terlalu penuh. Sesuai dengan Undang-undang RI Nomor : 18 TAHUN 2012 Distribusi Pangan dilakukan untuk memenuhi pemerataan Ketersediaan Pangan ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkelanjutan. Distribusi pangan dilakukan melalui : a. Pengembangan sistemdistribusi pangan yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara efektif dan efisien; b. Pengelolaan system distribusi pangan yang dapat mempertahankan keamanan,mutu, gizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat; c. Perwujudan kelancaran dan keamanan distribusi pangan. Pedoman Cara Distribusi Pangan yang Baik seperti yang dimaksud dalam PP No. 28 TAHUN 2004 adalah cara distribusi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan pangan; b. mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara; dan c. mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan yang didistribusikan. Konsep Dasar Pengawasan 49

50 B.2 Cara Retail Pangan yang Baik (CPRB) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 bahwa Cara Ritel Pangan yang Baik adalah: a. mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; b. mengendalikan stok penerimaan dan penjualan; c. mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya; dan d. mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan Yang Baik merupakan acuan bagi pemilik/penanggung jawab sarana ritel pangan seperti minimarket, supermarket dan hypermarket sertaperusahan ritel pangan sejenis untuk melaksanakan cara ritel pangan yang baik dan pengawas keamanan pangan. Tujuan Cara retail Pangan yang Baik adalah: a. Memberikan prinsip-prinsip dasar yang penting dalam ritel pangan yang dapat diterapkan oleh pelaku usaha ritel pangan, mulai dari penerimaan pangan, penyimpanan, pemajangan pangan di sarana ritel pangan hingga diterima konsumen untuk dikonsumsi; b. Mengarahkan pelaku usaha ritel pangan agar dapat memenuhi berbagai persyaratan ritel pangan, seperti lokasi, bangunan dan fasilitas, gudang penyimpanan, persyaratan penyimpanan, pemajangan pangan dan karyawan; c. Meningkatkan pemahaman para pelaku usaha dibidang ritel pangan, distributor produk pangan dan konsumen, petugas pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, serta para praktisi dibidang pangan mengenai Cara Ritel Pangan yang Baik, sehingga konsumen memperoleh pangan yang aman dan tidak membahayakan kesehatan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman CRPB mengatur aspek-aspek sebagai berikut: a. sumber daya manusia; b. rancang bangun dan fasilitas ritel pangan; c. pembersihan dan sanitasi serta pemeliharaan fasilitas ritel pangan; d. penerimaan dan pemeriksaan pangan; e. penyimpanan pangan; f. penyiapan, pengemasan dan pelabelan produk pangan; g. penyusunan, pemajangan dan penyerahan pangan pada konsumen; produk kedaluwarsa dan pengaturan rotasi stok pangan; h. penyimpanan dan penggunaan bahan kimia beracun (zat pembersih dan sanitasi, pestisida) untuk pemeliharaan sarana ritel pangan; dan i. pencatatan dan dokumentasi. Adapun yang ditinjau dalam pelaksanaan Good Transporting Practices menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007) adalah : 1) desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya; 2) pembersihan dan perawatan unit transportasi; 3) hygieneitas dan kesehatan karyawan; 4) prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta distribusi produk; 5) dokumen kontrol dan record keeping; dan 6) verifikasi. Konsep Dasar Pengawasan 50

51 C. Pengawasan Sarana Ditribusi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. C.1. Dasar Hukum Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Permenkes 006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat tradisional Permenkes 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional SK Menteri Kesehatan No. 386/ Menkes/ IV/ 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetik, Perbekanan Kesehatan Rumah Tangga dan makanan Minuman Peraturan Kepala Badan POM No. HK tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik Peraturan Kepala Badan POM No. HK tahun 2012 tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat tradisional yang Tidak Memenuhi Persyaratan Peraturan Kepala Badan POM No. HK tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan OT Peraturan Kepala Badan POM No. HK tahun 2008 tentang Pemberlakuan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia Single Window di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan C.2. Alasan Pemeriksaan Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan dalam rangka pendaftaran produk Pemeriksaan dalam rangka penelusuran kasus C.3. Cara Penyimpanan dan Pengiriman yang Baik (Bab 9 Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) A. Prinsip Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan produk yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke distributor Mutu produk dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. Lebih lanjut, belum ditekankan keperluan akan pembuatan, pengembangan dan pemeliharaan prosedur penyimpanan dan pengiriman produk, serta pengendalian kegiatan proses distribusi. Tujuan pedoman ini adalah untuk membantu dalam menjamin mutu dan integritas produk selama proses penyimpanan dan pengiriman produk. Untuk menjaga mutu awal produk, semua kegiatan dalam penyimpanan dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOTB. Konsep Dasar Pengawasan 51

52 B. Bangunan Dan Fasilitas Penyimpanan dan Sistem Pergudangan Area Penyimpanan Obat tradisional hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi silang. Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman. Rotasi dan Pengendalian Stok Hendaklah dilakukan rekonsiliasi stok secara periodik dengan membandingkan jumlah persediaan (stok) sebenarnya dengan yang tercatat. Semua perbedaan stok yang signifikan hendaklah diinvestigasi untuk memastikan bahwa tidak ada kecampurbauran karena kelalaian, kesalahan pengeluaran dan/atau penyalahgunaan obat tradisional Penerimaan Hendaklah dilakukan pemeriksaan jumlah produk pada saat penerimaan untuk memastikan jumlah yang diterima sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam catatan penyerahan dari produksi. Pemantauan Kondisi Penyimpanan dan Transportasi Industri obat tradisional hendaklah menginformasikan semua kondisi penyimpanan dan pengangkutan yang sesuai kepada pihak yang bertanggung jawab atas pengangkutan produk. Perusahaan yang mengangkut hendaklah menjamin kepatuhan terhadap ketentuan ini. Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk melakukan investigasi dan penanganan terhadap penyimpangan persyaratan penyimpanan, misal penyimpangan suhu. Kendaraan dan Peralatan Kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk mengangkut, menyimpan atau menangani produk hendaklah sesuai dengan penggunaannya dan diperlengkapi dengan tepat untuk mencegah pemaparan produk terhadap kondisi yang dapat memengaruhi stabilitas produk dan keutuhan kemasan, serta mencegah semua jenis kontaminasi. Rancangan dan penggunaan kendaraan dan peralatan harus bertujuan untuk meminimalkan risiko kesalahan dan memungkinkan pembersihan dan/atau pemeliharaan yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi, penumpukan debu atau kotoran dan/atau efek merugikan terhadap produk yang disimpan dan dikirim. Jika memungkinkan, hendaklah kendaraan dan peralatan tersendiri untuk menangani produk digunakan. Kendaraan dan wadah pengiriman hendaklah mempunyai kapasitas yang memadai untuk penempatan secara teratur berbagai kategori produk selama pengangkutan. Hendaklah tersedia tindakan pengamanan untuk mencegah pihak yang tidak berwenang masuk dan/atau merusak kendaraan dan/atau peralatan, serta mencegah pencurian atau penggelapan. Wadah Pengiriman dan Pelabelan Seluruh produk hendaklah disimpan dan dikirimkan dalam wadah pengiriman yang tidak mengakibatkan efek merugikan terhadap mutu produk, dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap pengaruh eksternal, termasuk kontaminasi. Label wadah pengiriman tidak perlu mencantumkan deskripsi lengkap mengenai identitas isinya (untuk menghalangi pencurian), namun hendaklah tetap Konsep Dasar Pengawasan 52

53 mencantumkan informasi yang memadai mengenai kondisi penanganan dan penyimpanan serta tindakan yang diperlukan untuk menjamin penanganan yang tepat. Jika pengiriman produk di luar pengendalian sistem manajemen industri obat tradisional, hendaklah diberi label yang mencantumkan nama dan alamat industri obat tradisional, kondisi pengiriman khusus dan ketentuan lain yang dipersyaratkan termasuk simbol-simbol keamanan Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk penanganan wadah pengiriman yang rusak dan/atau pecah PENGIRIMAN Pengiriman dan pengangkutan produk hendaklah dimulai hanya setelah menerima pesanan resmi atau rencana penggantian produk yang resmi dan didokumentasikan. Hendaklah dibuat catatan pengiriman produk dan minimal meliputi informasi berikut: a) tanggal pengiriman; b) nama dan alamat perusahaan pengangkutan; c) nama, alamat dan status penerima; d) deskripsi produk, meliputi nama dan bentuk sediaan; e) jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah; f) nomor bets dan tanggal daluwarsa; g) kondisi pengangkutan dan penyimpanan yang ditetapkan; dan h) nomor yang unik untuk order pengiriman. Catatan pengiriman hendaklah berisi informasi yang cukup untuk menjamin ketertelusuran dan mempermudah penarikan kembali jika diperlukan. Cara pengangkutan, termasuk kendaraan yang digunakan, hendaklah dipilih dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan semua kondisi, termasuk iklim dan variasi cuaca. Produk tidak boleh dipasok setelah tanggal daluwarsa, atau mendekati tanggal daluwarsa.. DOKUMENTASI Hendaklah tersedia prosedur dan catatan tertulis yang mendokumentasikan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengiriman produk, termasuk semua tanda terima dan hal terkait yang dapat diterapkan. Nama penerima produk tersebut hendaklah tercantum dalam semua dokumen terkait. Hendaklah tersedia mekanisme untuk melakukan transfer informasi, baik informasi mengenai mutu atau regulasi antara pabrik dan pelanggan maupun transfer informasi kepada Badan POM bila diperlukan. Catatan yang terkait dengan penyimpanan dan distribusi produk hendaklah disimpan dan dengan mudah tersedia jika diminta oleh Badan POM sesuai dengan Pedoman CPOTB. Catatan permanen, baik tertulis maupun elektronik, hendaklah tersedia untuk tiap produk yang disimpan yang mengindikasikan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, semua tindakan pencegahan yang harus diamati. Peraturan pemerintah yang berlaku tentang label dan kemasan/wadah pengiriman hendaklah selalu dipatuhi. Apabila catatan dibuat dan disimpan secara elektronis, hendaklah tersedia cadangan untuk mencegah kehilangan data KELUHAN Konsep Dasar Pengawasan 53

54 Semua keluhan dan informasi lain tentang kemungkinan kerusakan dan kemungkinan pemalsuan obattradisional hendaklah dikaji dengan seksama sesuai dengan prosedur tertulis mengenai tindakan yang perlu dilakukan, termasuk tindakan penarikan kembali produk jika diperlukan. KEGIATAN KONTRAK Tiap kegiatan yang terkait dengan penyimpanan dan pengiriman obat tradisional yang didelegasikan kepada orang atau sarana lain hendaklah dilaksanakan sesuai kontrak tertulis yang disetujui oleh pemberi dan penerima kontrak tersebut. Kontrak tersebut hendaklah menegaskan tanggung jawab masingmasing pihak. Tiap penerima kontrak hendaklah memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pedoman CPOTB. Dalam kondisi tertentu, subkontrak diperbolehkan jika ada persetujuan tertulis dari pemberi kontrak. Penerima kontrak hendaklah diaudit secara berkala. Konsep Dasar Pengawasan 54

55 BAB IV PENGAWASAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN A. Pengawasan Pemasaran Susu Formula Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 237/MENKES/SK/IV/1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu menyatakan bahwa : a. Sarana pelayanan kesehatan dilarang digunakan untuk kegiatan promosi susu formula bayi dan susu formula lanjutan; b. Sarana pelayanan kesehatan dilarang menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh Badan Usaha dengan imbalan promosi susu formula dan susu formula lanjutan; c. Sarana pelayanan kesehatan dilarang menerima sampel ataupun sumbangan susu formula bayi dan susu formula lanjutan untuk keperluan rutin atau penelitian. Pemberian sampel atau sumbangan hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat atas persetujuan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat. d. Sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan dilarang meminta atau pun menerima pemberian apapun dari Badan usaha yang memberi peluang untuk promosi susu formula bayi dan susu formula lanjutan Selain itu, dalam pemasaran Pengganti Air Susu Ibu, Badan usaha dilarang melakukan kegiatan : a. Memberikan sampel secara cuma-cuma atau sesuatu dalam bentuk apapun kepada sarana pelayanan kesehatan atau wanita hamil atau ibu yang melahirkan, atau b. Menjajakan, menawarkan atau menjual langsung ke rumah-rumah,atau c. Memberikan potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian pengganti air susu ibu sebagai dayatarik dari penjual, atau Menggunakan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang pengganti air susu ibu kepada masyarakat. d. Karyawan Badan usaha juga dilarang memakai pakaian atau identitas lainnya yang menyerupai dokter, bidan, perawat atau petugas sarana pelayanan kesehatan. Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 237/MENKES/SK/IV/1997 dapat dikenakan sanksi administratif dari mulai peringatan lisan sampai dengan pencabutan izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Konsep Dasar Pengawasan 55

56 BAB V PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR Narkotika Narkotika menurut Undang Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dapat digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu Narkotika Golongan I Narkotika Golongan II dan Narkotika Golongan III. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan yang termasuk narkotika Golongan I antara lain Methamphetamin, MDMA, Ganja, Cocain, dsb. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, yang termasuk Narkotika Golongan II antara lain Pethidin, Fentanyl, Morphin, Metadon, dsb. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, yang termasuk Narkotika Golongan III antara lain Codein, Buprenorfin, dsb Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah (SPSFP) yang memiliki izin khusus. Industri Farmasi yang telah mendapatkan izin khusus adalah PT. Kimia Farma dan PT. Mahakam Beta Farma. Pedagang Besar Farmasi yang telah mendapatkan izin khusus adalah PBF PT. Kimia Farma TD dan PT. Daya Muda Agung. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan dan dokter. Psikotropika Psikotropika menurut Undang Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh seleklif pada susunan sarat pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dapat digolongkan ke dalam empat golongan yaitu Psikotropika Golongan I, Psikotropika Golongan II, Psikotropika Golongan III dan Psikotropika Golongan IV. Konsep Dasar Pengawasan 56

57 Psikotropika golongan l adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan ll adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengelahuan dan mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Yang termasuk Psikotropika golongan II antara lain Sekobarbital dan Metilfenidat. Psikotropika golongan lll adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan Ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Yang termasuk Psikotropika golongan III antara lain Amobarbital, Flunitrazepam, Siklobarbital, dsb. Psikotropika golongan lv adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. yang termasuk Psikotropika golongan IV antara lain Allobarbital, Diazepam, Barbital, dsb Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Penyaluran Psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan Sarana penyimpanan sedian farmasi pemerintah. Psikotropika Psikotropika Gol II, III dan IV hanya dapat diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan dan dokter. Prekursor Farmasi Prekursor menurut: PP No. 44 tahun 2010 tentang Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 tahun 2013 tentang Impor dan ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi, Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/ penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamine. Ergometrin, atau potassium permanganate. Peraturan Kepala Badan POM RI No. 40 tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan obat Mengandung Prekursor Farmasi, Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/ penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamine. Ergometrin, atau potassium permanganate. Prekursor dapat digolongkan dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II. Prekursor dalam penggolongan Tabel I merupakan bahan awal dan pelarut yang sering digunakan dan diawasi lebih ketat dibandingkan Prekursor dalam penggolongan pada Tabel II. Yang termasuk Prekursor Tabel I antara lain Asetat Anhidrat,, Efedrin, Pseudoefedrin, Ergotamine, Ergometrin, Safrol, Piperonal dsb. Konsep Dasar Pengawasan 57

58 Yang termasuk Prekursor Tabel II antara lain Aseton, Etil Eter, Asam Klorida, Antranilat, Asam Sulfat, Toluen, dsb. Asam Prekursor untuk industri non farmasi yang diproduksi dalam negeri hanya dapat disalurkan kepada industri non farmasi, distributor, dan pengguna akhir. Prekursor untuk industri non farmasi yang diimpor hanya dapat disalurkan kepada industri non farmasi, dan pengguna akhir. Prekursor untuk industri farmasi hanya dapat disalurkan kepada industri farmasi dan distributor. Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi, distributor atau importir terdaftar dapat menyalurkan Prekursor kepada lembaga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap kegiatan penyaluran Prekursor harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran. Prinsip Dasar Pemeriksaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Mencegah terjadinya penyimpangan (diversi) dan kebocoran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor dari jalur legal/lisit ke jalur ilegal/ilisit atau sebaliknya Jenis Sarana Pemeriksaan 1. Sarana Produksi : Industri Farmasi 2. Sarana Distribusi : Pedagang Besar Farmasi, Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah (SPSFP) 3. Sarana Pelayanan Kesehatan : Rumah Sakit, Apotek, Puskesmas, Klinik/Balai Pengobatan, Dokter, dsb Ruang Lingkup Pemeriksaan Ruang Lingkup Pemeriksaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor mencakup simpul: 1. Pengadaan 2. Penyimpanan 3. Penyaluran 4. Dokumentasi 5. Pencatatan dan Pelaporan 6. Pemusnahan Pemeriksaan di simpul Pengadaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 1. Pengadaan narkotika, psikotropika dan prekursor harus berdasarkan Surat Pesanan (SP) dengan format khusus sesuai peraturan perundang-undangan. 2. Surat Pesanan (SP) harus: a) asli dan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi b) ditandatangani oleh penanggung jawab sarana distribusi dan dilengkapi dengan nama jelas dan nomor Surat Izin Kerja (SIK)/Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) c) mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor telepon/faksimili, nomor izin dan stempel sarana d) mencantumkan nama industri farmasi atau sarana distribusi pemasok beserta alamat lengkap e) mencantumkan nama narkotika, psikotropika dan prekursor, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf; f) diberi nomor urut dan tanggal dengan penulisan yang jelas; Konsep Dasar Pengawasan 58

59 g) Untuk narkotika dan psikotropika dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain; Penerimaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 1. Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap: a) Kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan Surat Penyerahan Barang / Surat Pengantar Barang / Surat Pengiriman Barang (SPB) dan/atau faktur penjualan. b) Kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam kondisi baik. c) Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam Surat Penyerahan Barang (SPB) dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip Surat Pesanan (SP) 2. Setelah dilakukan pemeriksaan pada butir 14 dan dinyatakan telah sesuai penanggung jawab sarana distribusi harus menandatangani SPB dan/atau faktur penjualan dan dilengkapi stempel sarana distribusi. 3. Jika setelah dilakukan pemeriksaan pada butir 14 terdapat : a) item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau b) kondisi kemasan tidak baik maka obat tersebut harus dikembalikan dengan disertai bukti retur dan Surat Pesanan asli, dan segera meminta bukti terima pengembalian dari pemasok. 4. Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan jumlah antara fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi ketidak sesuaian dan dilakukan klarifikasi ke pemasok. Pemeriksaan di simpul Penyimpanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 1. Penyimpanan Narkotika wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. a. Untuk Importir, Pedagang Besar Farmasi dan Industri Farmasi harus disimpan di gudang khusus, dengan persyaratan: - dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang kuat dengan merk yang berlainan. - Iangit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji besi - Dilengkapi dengan lemari besi yang tidak kurang dari 150 kilogram dan mempunyai kunci yang kuat dan dikunci dengan baik. - Gudang dan lemari tidak boleh digunakan untuk menyimpang barang selain narkotika - Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin penanggung jawab. - Anak kunci gudang dan anak kunci lemari besi dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. b. Apotik, Rumah Sakit dan Puskesmas harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika dengan ketentuan sebagai berikut: - harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat - harus mempunyai kunci yang kuat; - dibagi dua masing-masing dengan.kunci yang berlainan, bagian pertama - dipergunakan untuk menyimpan morfina, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari - Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40X80X100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok dan lantai. - Lemari khusus harus dikunci dengan baik dan tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika serta harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum Konsep Dasar Pengawasan 59

60 - Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan 2. Psikotropika harus disimpan dalam lemari atau gudang terkunci serta tidak boleh digunakan menyimpan barang selain psikotropika untuk menjamin keamanan. 3. Prekursor Farmasi wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan terpisah dari penyimpanan lain. Pemeriksaan di simpul Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 1. Penerimaan pesanan a) Penanggung jawab sarana wajib memeriksa hal-hal sebagai berikut pada saat penerimaan pesanan : i) Surat pesanan menggunakan format khusus yang telah ditentukan dan terpisah dari produk lain ii) Keaslian surat pesanan, tidak dalam bentuk faksimili, fotokopi maupun iii) Memeriksa kebenaran pengisian surat pesanan, meliputi: - nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan, - nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf, - nomor surat pesanan, - nama, alamat dan izin sarana pemesan iv) Keabsahan surat pesanan, meliputi: - tanda tangan dan nama jelas penanggung jawab - nomor Surat Izin Kerja (SIK) penanggung jawab - stempel sarana distribusi atau sarana pelayanan kefarmasian b) Penanggung jawab sarana harus memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi pesanan. c) Pesanan yang ditolak atau yang tidak dapat dilayani harus segera diberitahukan kepada pemesan dengan menerbitkan Surat Penolakan Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja. d) Surat Pesanan narkotika, psikotropika dan prekursor yang dapat dilayani, disahkan oleh penanggung jawab sarana distribusi dengan membubuhkan tanda tangan atau paraf atau sistem lain yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Pengemasan a) Pengemasan untuk tujuan pengiriman narkotika, psikotropika dan prekursor harus dilaksanakan setelah ada Surat Pesanan b) Setiap pengeluaran narkotika, psikotropika dan prekursor untuk dilakukan pengemasan harus dicatat dalam kartu stok dan disahkan dengan paraf Kepala Gudang c) Sebelum dilakukan pengemasan narkotika, psikotropika dan prekursor yang akan dikirim harus dilakukan pemeriksaan terhadap: - Kebenaran nama narkotika, psikotropika dan prekursor jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah - Nomor bets, kedaluwarsa dan nama industri farmasi - Kondisi kemasan termasuk penandaan dan segel dari narkotika, psikotropika dan prekursor - Kelengkapan dan keabsahan dokumen serta kebenaran tujuan pengiriman. Konsep Dasar Pengawasan 60

61 3. Pengiriman a) Setiap pengiriman narkotika, psikotropika dan prekursor harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen pengiriman narkotika, psikotropika dan prekursor yang sah, antara lain surat jalan dan / atau Surat Pengiriman Barang dan/atau faktur penjualan yang dikeluarkan oleh sarana distribusi yang ditandatangani oleh Kepala Gudang dan Penanggung Jawab sarana distribusi. b) Dokumen pengiriman harus terpisah dari produk lain. c) Sarana distribusi wajib bertanggung jawab terhadap pengiriman narkotika, psikotropika dan prekursor sampai diterima di tempat pemesan oleh penanggung jawab sarana atau penanggung jawab produksi, dibuktikan dengan telah ditandatanganinya surat pengiriman barang (nama, nomor SIK/SIPA, tanda tangan penanggung jawab, tanggal penerimaan, dan stempel sarana). d) Pengiriman narkotika, psikotropika dan prekursor wajib sesuai dengan alamat yang tercantum pada Surat Pesanan dan faktur penjualan atau Surat Pengiriman Barang e) Setiap narkotika, psikotropika dan prekursor yang mengalami kerusakan dalam pengiriman harus dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada Penanggung jawab sarana distribusi pengirim. Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar / Balai POM setempat. f) Setiap kehilangan narkotika, psikotropika dan prekursor selama pengiriman wajib dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada Penanggung jawab sarana distribusi. Selanjutnya hal tersebut segera dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/Balai POM setempat dilengkapi dengan bukti lapor kepolisian. Pemeriksaan di simpul Dokumentasi Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 1. Pencatatan mutasi narkotika, psikotropika dan prekursor wajib dilakukan dengan tertib dan akurat. 2. Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali. 3. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk berita acara hasil investigasi selisih stok serta melaporkan ke Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/Balai POM setempat. 4. Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur penjualan dan/atau Surat Penyerahan Barang/Surat Pengiriman Barang dari industri farmasi atau sarana distribusi lain, Bukti retur dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari dokumen lain. 5. Dokumen penyaluran meliputi surat pesanan, faktur penjualan dan/atau Surat Penyerahan Barang/Surat Pengiriman Barang, Bukti retur dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penyaluran barang dan terpisah dari dokumen produk lain. 6. Surat pesanan yang tidak dapat dilayani tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas. 7. Dokumen berita acara pemusnahan, berita acara kerusakan, berita acara kehilangan dan berita acara hasil investigasi selisih stok, wajib didokumentasikan dipisahkan dari dokumen obat dan/atau bahan obat lain dan disusun berdasarkan tanggal berita acara. 8. Arsip kartu stok manual wajib disimpan secara terpisah dari kartu stok produk lain dan disusun berdasarkan tanggal sehingga mudah ditampilkan dan dapat ditelusuri pada saat diperlukan. 9. Sarana wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika, psikotropika dan prekursor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Konsep Dasar Pengawasan 61

62 10. Sarana distribusi yang melakukan importasi narkotika, psikotropika dan prekursor wajib menyampaikan laporan realisasi impor sesuai peraturan perundang-undangan. 11. Sarana distribusi yang melakukan eksportasi narkotika, psikotropika dan prekursor wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan di simpul Pencatatan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib melakukan pencatatan dan membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor yang berada dalam penguasaannya. Pemeriksaan di simpul Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika Pemusnahan di Industri Farmasi 1. Pemusnahan disaksikan oleh petugas Badan POM, serta dibuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab sarana dan saksi - saksi. 2. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan kepada Badan POM dan Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan. Pemusnahan Narkotika di sarana Distribusi 1. Pemusnahan untuk Distributor Pusat disaksikan oleh petugas Badan POM serta dibuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab sarana dan saksi. 2. Pemusnahan untuk Distributor Daerah disaksikan oleh petugas Balai Besar / Balai POM setempat serta dibuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab sarana dan saksi. 3. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan kepada Badan POM, Balai Besar/Balai POM setempat dan Dinas Kesehatan setempat dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan. Pemusnahan di Sarana Pelayanan Kesehatan 1. Pemusnahan dilakukan oleh Apoteker penanggung jawab sarana dan disaksikan oleh petugas Balai Besar / Balai POM dan atau Dinas Kesehatan setempat serta dibuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab sarana dan saksi - saksi. 2. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat dan Dinas Kesehatan setempat dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan. Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat: a) Nama Narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal daluwarsa b) Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan c) Cara dan alasan pemusnahan d) Nama penanggung jawab sarana distribusi e) Nama saksi Konsep Dasar Pengawasan 62

63 BAB VI PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA A. PENDAHULUAN Bahan kimia bersifat esensial dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Lingkup penggunaannya sangat bervariasi dan fungsinya dapat berbeda-beda di berbagai sektor, seperti sektor industri, pertanian, perdagangan, kesehatan, pangan, obat, pertambangan dan sektor lainnya. Hal yang membedakan antara bahan kimia untuk industri dengan bahan kimia untuk obat, kosmetik dan makanan adalah kualitasnya. Bahan kimia yang ditujukan untuk obat, kosmetik dan makanan memiliki grade khusus, yang antara lain dikenal sebagai pharmaceutical grade atau food grade. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan kimia food grade yang diizinkan dan diatur batasnya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Makanan. Di samping bahan kimia yang diizinkan, peraturan yang sama juga mengatur bahan kimia yang dilarang digunakan sebagai BTP, termasuk bahan berbahaya seperti formalin, asam borat dan senyawanya. Pengaturan terkait bahan berbahaya lainnya, antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya yang mengatur 30 zat warna yang dilarang untuk pangan, antara lain rhodamin b, kuning metanil, amaranth dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Kimia Berbahaya bagi Kesehatan yang berisi klasifikasi bahan berbahaya. Meskipun telah dilarang, penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan merupakan masalah yang terus terjadi selama puluhan tahun. Bahan berbahaya sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Kimia Berbahaya bagi Kesehatan adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Oleh karena itu, penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan tentu akan berdampak terhadap kesehatan, baik dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan POM, penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan yang sering ditemukan antara lain adalah sebagai berikut : Penyalahgunaan boraks sebagai pengenyal, perenyah, pembentuk tekstur makanan, atau pengawet makanan. Bakso, kerupuk, lontong, empek-empek, otak-otak dan sejenisnya merupakan jenis-jenis makanan yang sering ditemukan menunjukkan hasil uji positif boraks. Penyalahgunaan formalin sebagai pengawet makanan, terutama pada produkproduk yang cara produksinya tidak memperhatikan faktor-faktor higiene dan sanitasi ataupun cara penyimpanan pangan yang baik. Contoh pangan yang umum ditemukan mengandung formalin adalah tahu, mie basah, ikan dan ayam potong. Penyalahgunaan pewarna tekstil sebagai pewarna makanan. Pewarna tekstil memberikan efek warna yang lebih mencolok dan menarik. Dari hasil sampling dan uji Badan POM, pewarna rhodamin b merupakan pewarna tekstil yang paling Konsep Dasar Pengawasan 63

64 banyak disalahgunakan dalam pangan sedangkan penyalahgunaan pewarna kuning metanil sudah cenderung menurun signifikan. Rhodamin b banyak disalahgunakan dalam sirup, kerupuk, kembang gula, terasi dan pangan jajanan pasar maupun jajanan anak sekolah. Faktor-faktor yang menyebabkan penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan masih terus terjadi adalah : Harga bahan berbahaya yang relatif murah Akses terhadap bahan berbahaya terbuka/mudah diperoleh Kesadaran/kepedulian masyarakat dan pelaku usaha (IRTP/pedagang makanan dan sarana pengelola bahan kimia, seperti distributor/pengecer bahan kimia) akan risiko yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan bahan berbahaya pada makanan relatif rendah Efek terhadap kesehatan tidak langsung terlihat, biasanya dalam jangka waktu lama (long term effect) Merupakan praktek yang telah berlangsung turun temurun Penegakan hukum lemah/tidak memberi efek jera Implementasi peraturan tentang pengadaan, distribusi dan pengawasan bahan berbahaya di daerah masih sangat minim Kapasitas dan kapabilitas SDM pengawas di daerah masih terbatas Kerja sama lintas sektor dalam pengawasan bahan berbahaya masih belum optimal Di samping bahan berbahaya yang secara sengaja ditambahkan dalam pangan, juga terdapat bahan berbahaya yang tidak secara sengaja ditambahkan dalam pangan, namun akibat proses produksi dan penanganan produk menjadi ada di dalam pangan. Salah satu yang menjadi perhatian dunia internasional saat ini adalah bahan berbahaya yang berasal dari kemasan pangan. Bahan berbahaya tersebut berpindah dari kemasan pangan ke dalam pangan akibat dari beragam faktor, termasuk sebagai konsekuensi logis dari teknik produksi yang dipilih dan bahan baku yang digunakan. Suhu tinggi, ph asam, alkohol adalah beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya perpindahan bahan berbahaya dari kemasan pangan ke dalam pangan. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya mengemban tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap produk dan bahan berbahaya. Dalam implementasinya, pengawasan bahan berbahaya difokuskan pada pengawasan peredaran bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan dan pengawasan produk berbahaya difokuskan pada pengawasan keamanan kemasan pangan. Terkait pengawasan bahan berbahaya, bentuk pengawasan yang dilakukan adalah pendataan sarana distribusi (distributor dan pengecer) yang mendistribusikan bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam pangan di wilayah kerja Balai Besar/Balai POM, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbahaya, pembuktian secara acak kebenaran tujuan distribusi dari bahan berbahaya dari sarana resmi dimaksud, dan penelusuran sumber pasokan bahan berbahaya berdasarkan temuan atau hasil sampling pangan. Sedangkan terkait pengawasan kemasan pangan, yang dilakukan saat ini baru terbatas pada sampling dan pengujian kemasan pangan. B. DASAR HUKUM 1. Pengawasan Bahan Berbahaya yang Dilarang dalam pangan a. Ordonansi Bahan Berbahaya Stbl 1949 No.377 b. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen c. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan d. Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Konsep Dasar Pengawasan 64

65 e. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan f. Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya g. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya h. Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 24/M-Ind/Per/5/2006 tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya i. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 23/M- Dag/Per/9/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya 2. Pengawasan Kemasan Pangan i. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ii. Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan iii. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan iv. Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 24/M-IND/Per/2/2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik v. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan vi. Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 20/M-IND/PER/2/2012 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Melamin- Perlengkapan Makan dan Minum Secara Wajib C. PROGRAM PENGAWASAN 1. PENGAWASAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DILARANG UNTUK PANGAN i. Kegiatan pengawasan terhadap bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam pangan adalah sebagai berikut : ii. a. Pendataan sarana distribusi (distributor dan pengecer) yang menyalurkan bahan berbahaya yang berada di wilayah kerja masingmasing Balai Besar/Balai POM. b. Pemeriksaan ke sarana Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2), Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) dan/atau Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2). c. Pembuktian acak terkait kebenaran informasi sumber pasokan dan/atau tujuan pendistribusian bahan berbahaya yang diperoleh dari DT-B2 atau IT-B2 atau PT-B2 yang diperiksa. d. Penelusuran jaringan pasokan bahan berbahaya dari temuan penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan (baik temuan di industri pangan maupun temuan dari hasil sampling pangan) hingga ke pemasok bahan berbahaya pada lini terhulu. Jenis bahan berbahaya Bahan berbahaya yang diawasi peredarannya adalah bahan berbahaya yang disalahgunakan untuk pangan, utamanya formalin, paraformaldehid serbuk/tablet, boraks, asam borat, rhodamin b, kuning metanil, auramin, amaranth Beberapa dari bahan berbahaya tersebut, seperti boraks dan rhodamin b sangat mudah ditemukan di pasar tradisional. Bahan berbahaya tersebut Konsep Dasar Pengawasan 65

66 iii. dijual secara bebas dan terbuka di toko kelontong, penjual sayuran segar seperti daun singkong dan di penjual bumbu-bumbu racik segar dengan berbagai nama lain atau bentuk dan merk dagang yang berbeda-beda di setiap daerah. misalnya untuk Boraks, dipasar sering dijual dengan nama Pijer, atau dalam bentuk bleng dengan beragam merk, antara lain Cap Wayang, Cap Tjetitet dan lain-lain. Demikian juga dengan pewarna berbahaya, banyak ditemukan dijual di pasar tradisional dalam kemasan kecil-kecil dengan beragam merk yang spesifik di tiap-tiap dae rah, misalnya Cap Kodok, Cap Merpati, cap Flying Horse, cap Pelangi, dan lain-lain. Teknis Pengawasan Pelaksanaan pengawasan bahan berbahaya dilakukan secara mandiri oleh Balai Besar/Balai POM maupun secara bersama-sama dengan lintas sektor terkait di daerah dalam bentuk tim terpadu. Berikut adalah informasi penting yang perlu digali oleh inspektur dalam pelaksanaan pengawasan bahan berbahaya : a. Perizinan Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya wajib dimiliki oleh sarana sesuai dengan status sarana, yaitu sebagai pengecer terdaftar (SIUP-B2 PT-B2) atau sebagai distributor terdaftar (SIUP-B2 DT-B2) atau surat pengakuan sebagai Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2). Untuk IT-B2, hingga saat ini hanya 1 sarana yang ditunjuk oleh pemerintah mengemban tugas tersebut, yaitu PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT. PPI) yang memiliki cabang di berbagai wilayah di Indonesia. SIUP-B2 untuk DT-B2 dan PT-B2 berlaku selama 3 tahun, sedangkan Surat Pengakuan sebagai IT-B2 hanya berlaku selama 1 tahun. Instansi penerbit SIUP-B2 untuk PT-B2 adalah Pemda Provinsi cq. Kepala SKPD di tingkat Propinsi yang membidangi urusan perindustrian dan perdagangan sedangkan SIUP-B2 untuk DT-B2 dan Surat Pengakuan sebagai IT-B2 diterbitkan oleh Menteri Perdagangan. b. Sumber pengadaan bahan berbahaya Hal-hal terkait pengadaan yang menjadi perhatian dalam pengawasan adalah sebagai berikut : i. Pemasok memiliki izin yang sesuai untuk mendistribusikan bahan berbahaya ii. Pemasok bahan berbahaya memiliki kewenangan untuk menyalurkan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 44/M- Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. Pemasok yang berwenang untuk menyalurkan bahan berbahaya ke PT-B2 adalah DT-B2, IT-B2 dan Produsen Bahan Berbahaya (P-B2). Sedangkan pemasok yang berwenang untuk menyalurkan bahan berbahaya ke DT-B2 adalah IT-B2 dan P-B2. Pengadaan dari sesama DT-B2 atau PT-B2 tidak diizinkan berdasarkan ketentuan. iii. Pengadaan bahan berbahaya sesuai dengan ukuran kemasan minimal yang sesuai dengan ketentuan. c. Tujuan pendistribusian bahan berbahaya Hal-hal terkait pendistribusian yang menjadi perhatian dalam pengawasan adalah sebagai berikut : i. Sarana atau lembaga yang menjadi tujuan distribusi bahan berbahaya harus memiliki izin yang sesuai untuk mendistribusikan atau menggunakan bahan berbahaya. ii. Pendistribusian bahan berbahaya harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh sarana berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. IT-B2 Konsep Dasar Pengawasan 66

67 iv. berwenang mendistribusikan bahan berbahaya ke DT-B2, PT-B2 dan Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PA-B2) yang ditunjuknya, yang dibuktikan oleh adanya surat penunjukkan. DT-B2 berwenang untuk mendistribusikan bahan berbahaya ke PT-B2 dan PA-B2 yang ditunjuknya, yang dibuktikan oleh adanya surat penunjukkan. PT-B2 sebagai lini distribusi terendah hanya berwenang untuk mendistribusikan bahan berbahaya ke Pengguna Akhir Bahan Berbahaya. Sarana distribusi dilarang untuk melakukan pendistribusian bahan berbahaya pada lini distribusi yang sama, kecuali pendistribusian yang dilakukan dari perusahaan pusat ke perusahaan cabang. Misal : DT-B2 mendistribusikan bahan berbahaya ke sesama DT-B2 atau PT-B2 ke sesama PT-B2.Ukuran kemasan bahan berbahaya yang didistribusikan sesuai dengan ketentuan. iii. Pengadaan bahan berbahaya sesuai dengan ukuran kemasan minimal yang sesuai dengan ketentuan. iv. Kegiatan pengemasan ulang hanya diperbolehkan dilakukan oleh DT-B2, namun tetap memperhatikan ketentuan ukuran kemasan sesuai ketentuan. v. Kegiatan pendistribusian bahan berbahaya yang dilakukan oleh P- B2, IT-B2 dan DT-B2 wajib disertai dengan Lembar Data Keamanan Bahan (LDKB). d. Ukuran kemasan bahan berbahaya Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya menetapan ukuran kemasan minimal dalam kegiatan pengadaan dan pendistribusian bahan berbahaya. Ukuran kemasan minimal tersebut terbagi atas ukuran untuk laboratorium/penelitian dan ukuran kemasan minimal untuk keperluan lain tidak untuk pangan. Sebagai contoh, ukuran kemasan minimal untuk boraks adalah 25 kg dan 5 kg, 25 ml dan 10 L untuk formalin, 2,5 g dan 1 kg untuk kuning metanil, dan 1 g dan 1 kg untuk rhodamin b. e. Kesesuaian jumlah pemasukan dan pengeluaran bahan berbahaya dengan sisa stok di sarana Pemeriksaan dilakukan untuk mengecek kesesuaian lalu lintas bahan berbahaya yang dilakukan oleh sarana yang diperiksa dan kesesuaian fisik stok bahan berbahaya yang tersisa. f. Kelengkapan administrasi pengadaan dan pendistribusian bahan berbahaya i. Ada administrasi jelas terkait pengadaan bahan berbahaya dan jumlah yang dibeli (mis. surat pesanan, tanda terima barang, dan dokumen sejenis lainnya) ii. Ada administrasi jelas terkait tujuan pendistribusian bahan berbahaya dan jumlah yang didistribusikan (mis. surat pesanan, surat jalan, atau dokumen sejenis lainnya). g. Pelaporan Pelaporan pengadaan dan pendistribusian bahan berbahaya dilaporkan oleh sarana distribusi bahan berbahaya secara berkala setiap 3 bulan dan ditujukan kepada Dirjen PDN, Kementerian Perdagangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan POM, Dirjen Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian, dan Kepala Dinas Provinsi setempat atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat sesuai status sarana. Tindak Lanjut Pengawasan Jika dalam pelaksanaan pemeriksaan di sarana distribusi bahan berbahaya ditemukan pelanggaran/temuan, petugas Balai Besar/Balai POM dapat melakukan pengamanan setempat terhadap produk yang tidak memenuhi Konsep Dasar Pengawasan 67

68 ketentuan. Sejalan dengan itu, segera disiapkan surat rekomendasi ke Dinas yang membidangi Perindustrian dan Perdagangan di tingkat Provinsi agar temuan dimaksud dapat ditindaklanjuti. Wewenang petugas Balai Besar/Balai POM dalam melakukan pengamanan setempat terhadap bahan berbahaya dinyatakan dalam Ordonansi Bahan Berbahaya Stbl 1949 No PENGAWASAN KEMASAN PANGAN a. Informasi Umum Sesuai Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan, kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mengemas pangan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan pangan. Peraturan dimaksud merupakan peraturan pengganti dari Peraturan Kepala Badan POM RI. No. HK Tahun 2007 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Jenis kemasan pangan yang diatur meliputi plastik, keramik, kaca/gelas, logam dan paduan logam (alloy), kayu, gabus, selulosa tergenerasi, produk tekstil, kertas dan karton, elastomer dan karet. Dari seluruh kemasan pangan tersebut, yang paling tidak berisiko terhadap kesehatan adalah kemasan pangan yang terbuat dari kaca karena sifatnya yang inert. Kemasan pangan terdiri dari bahan kontak pangan, seperti resin PET, polikarbonat (PC), poli vinil klorida (PVC), Polietilen (PE), Polipropilen (PP); dan zat kontak pangan yang dapat berupa monomer maupun bahan tambahan kemasan pangan seperti antioksidan, pemlastis, curing agent, anti mikroba dsb. Bahan kontak pangan dan zat kontak pangan yang akan digunakan untuk mengemas pangan harus memenuhi persyaratan dalam Peraturan Kepala Badan RI tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Bahan Kontak Pangan dan Zat Kontak Pangan yang digunakan dan persyaratannya diatur secara khusus dalam Lampiran Peraturan Kepala Badan dimaksud. Industri yang akan menggunakan bahan kontak pangan dan zat kontak pangan selain yang tercantum dalam Lampiran tersebut wajib meminta persetujuan Kepala Badan POM terlebih dahulu,. Prosedur tersebut juga berlaku untuk kemasan pangan yang berasal dari bahan daur ulang. Peraturan Kepala Badan POM RI mengatur positive list (daftar bahan yang diizinkan digunakan) dan negative list (daftar bahan yang dilarang digunakan) dari bahan kontak pangan dan zat kontak pangan. Positive list tersebut terbagi atas daftar yang dapat digunakan tanpa batas migrasi dan dengan batas migrasi. Batas migrasi adalah nilai tertinggi yang diizinkan untuk terjadinya migrasi dari suatu zat kontak pangan tertentu, misal batas migrasi logam berat dari plastik adalah 1 ppm, batas migrasi monomer folmaldehid dari bahan kontak pangan melamin-formaldehid adalah 3 ppm. Di samping Peraturan Kepala Badan POM RI, Kementerian Perindustrian juga telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait, antara lain Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 24/M-IND/Per/2/2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik dan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 20/M-IND/PER/2/2012 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Melamin- Perlengkapan Makan dan Minum Secara Wajib. Logo Tara Pangan yang dimaksud adalah simbol berupa gelas anggur/gelas berkaki dan garpu yang menyatakan bahwa suatu wadah/kemasan aman digunakan untuk mengemas pangan. Pencantuman logo tara pangan hanya dapat dilakukan jika industri telah memenuhi persyaratan keamanan pangan yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Di samping pencantuman logo tara pangan, terdapat juga kewajiban pencantuman logo dan kode daur ulang. Logo tersebut berbentuk segitiga yang terbuat dari panah yang Konsep Dasar Pengawasan 68

69 melingkar. Di bagian tengah dari segitiga tersebut akan tercantum angka 1 sampai dengan 7, yang merupakan identitas dari jenis bahan kemasan pangan yang digunakan. Identitas tersebut adalah sebagai berikut : Angka 1 menunjukkan bahan kemasan pangan PET, angka 2 menunjukkan bahan kemasan pangan HDPE, angka 3 menunjukkan bahan kemasan pangan PVC, angka 4 menunjukkan bahan kemasan pangan LDPE, angka 5 menunjukkan bahan kemasan pangan Polipropilen, angka 6 menunjukkan bahan kemasan pangan Polistiren, dan angka 7 menunjukkan bahan kemasan pangan plastik lainnya. b. Teknis Pengawasan Pengawasan kemasan pangan yang dilakukan oleh Badan POM saat ini masih terbatas pada pelaksanaan sampling dan uji kemasan pangan yang digunakan di peredaran. Sampling dilakukan terhadap kemasan pangan yang siap pakai, namun belum pernah digunakan/bersentuhan dengan pangan. Setiap tahun Badan POM cq Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya akan menetapkan prioritas sampling untuk kemasan pangan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : i. Isu internasional terkini terkait keamanan kemasan pangan, misal migrasi monomer vinil klorida (VCM) dari kemasan pangan PVC yang bersifat karsinogenikkemasan pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan ii. Kemasan pangan luas digunakan di Indonesia dan frekuensi penggunaannya sering iii. Kemasan pangan diperuntukkan bagi kelompok rentan, misalnya bayi dan anak-anak, misal botol susu bayi yang terbuat dari polikarbonat. Isu terkait bahaya monomer bisfenol A yang dikhawatirkan bermigrasi dari kemasan pangan tersebut menyebabkan beberapa negara maju melarang penggunaan polikarbonat dalam produk untuk bayi. iv. Peningkatan tren penggunaan suatu bahan kontak pangan atau zat kontak pangan tertentu v. Trend dari hasil sampling dan uji kemasan pangan pada tahun-tahun sebelumnya, vi. Kemampuan uji dari laboratorium nasional Lokasi sampling kemasan pangan yang menjadi prioritas, antara lain adalah di sarana produksi seperti industri pangan dan industri kemasan pangan, serta sarana distribusi seperti pusat-pusat grosir kemasan pangan, swalayan, sentra penjualan kemasan pangan, dsb. Dalam pelaksanaan sampling kemasan pangan, inspektur perlu mempertimbangkan jumlah yang cukup yang diperlukan untuk pengujian dan retained sample. Jumlah sampel yang diperlukan untuk pengujian ditentukan berdasarkan jumlah parameter uji yang ditetapkan dalam Pedoman Sampling Obat dan Makanan, dan tiap uji dilakukan secara triplo atau jika tidak memungkinkan, minimal duplo. Di sampling melakukan sampling, inspektur juga harus melakukan penggalian informasi untuk dapat mengetahui sumber pasokan kemasan pangan tersebut pada lini terhulu. Hal ini diperlukan sehingga tindak lanjut yang akan dilakukan apabila hasil uji TMS dapat lebih tepat sasaran. Informasi yang perlu digali antara lain adalah sebagai berikut : i. Identitas produk : merk/nama dagang, kode seri ii. Asal produk : produksi lokal atau impor iii. Sumber pemasok : a. produk lokal : produsen kemasan pangan atau distributor kemasan pangan b. produk impor : distributor kemasan pangan iv. Cara pemesanan produk dan nomor kontak person pemasok Konsep Dasar Pengawasan 69

70 c. Tindak Lanjut Pengawasan Tindak lanjut pengawasan kemasan pangan akan dilakukan di tingkat pusat berdasarkan hasil sampling dan uji Balai Besar/Balai POM yang terlah diverifikasi oleh PPOMN. Hasil pengawasan tersebut dikoordinasikan dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dengan disertai rekomendasi tindak lanjut dari Badan POM. Namun, khusus untuk kemasan pangan yang berupa peralatan makan dan minum melamin, sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 20/M-IND/PER/2/2012 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Melamin- Perlengkapan Makan dan Minum Secara Wajib, hasil uji dan sampling yang TMS yang telah diverifikasi PPOMN dikoordinasikan dengan SKPD terkait di daerah yang melakukan pengawasan terhadap barang beredar untuk dapat ditarik dari peredaran. Konsep Dasar Pengawasan 70

71 BAB VII PENGAWASAN PRODUK A. PENGAWASAN LABEL DAN IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS Iklan dan penandaan obat adalah bagian dari informasi publik yang mengkomunikasikan produk obat kepada masyarakat. Mengingat pentingnya iklan dan penandaan obat sebagai bagian dari upaya perlindungan masyarakat terhadap kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional maka diperlukan suatu bentuk pengawasan terhadap iklan dan penandaan obat yang beredar di masyarakat. Pengawasan terhadap penandaan dan iklan obat oleh Badan POM dilakukan dalam dua tahapan, yaitu sebelum penandaan dan iklan obat beredar di masyarakat agar informasi yang tercantum dalam penandaan dan iklan obat sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, dan tahap kedua yaitu pengawasan penandaan dan iklan obat setelah beredar di masyarakat untuk memastikan bahwa penandaan dan iklan obat yang beredar sesuai dengan yang disetujui. A. Penandaan Obat A.1. Definisi Penandaan Penandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai khasiat, keamanan, cara penggunaannya serta informasi lain yang dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur bungkus luar (dus), catch cover/amplop, strip/blister, dan ampul/vial yang disertakan pada obat A.2. Penandaan dan Informasi Obat Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak obyektif, tidak lengkap serta menyesatkan. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, lengkap serta tidak menyesatkan. Keterangan tersebut sekurang-kurangnya berisi: nama produk dan/atau merek dagang; nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia; komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan; tata cara penggunaan; tanda peringatan atau efek samping; batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu. A.2.1. Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam, sedangkan pada obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan disertai dengan tanda peringatan. Konsep Dasar Pengawasan 71

72 Gambar 2.1. Tanda Khusus Obat Bebas Gambar 2.2. Tanda Khusus Obat Bebas Terbatas Tanda khusus tersebut harus diletakkan sedemikian rupa sehingga terlihat jelas dan mudah dikenali. Ukuran lingkaran tanda khusus tersebut disesuaikan dengan ukuran dan desain etiket dan bungkusan luar yang bersangkutan dengan ukuran diameter lingkaran terluarrr minimal 1 cm, tebal garis minimal 1 mm. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut : Gambar 2.3. Tanda Peringatan A.2.2. Tanda Khusus Obat Keras dan Psikotropika Tanda khusus obat keras dan psikotropika adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi (4,6) dan diletakkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali. Ukuran lingkaran tanda khusus tersebut disesuaikan dengan ukuran dan desain etiket dan bungkusan luar yang bersangkutan dengan ukuran diameter lingkaran terluar minimal 1 cm, tebal garis minimal 1 mm dan tebal huruf K minimal 1 mm (6). Konsep Dasar Pengawasan 72

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR SERTIFIKASI ` BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK DI UNIT

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan obat tradisional dan obat yang berasal dari bahan alami semakin marak di masyarakat. Obat tradisional dan obat bahan alam menjadi pilihan alternatif

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin mutu obat hewan, perlu adanya upaya penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYIAPAN DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYIAPAN DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PENDAHULUAN 7 2012, No.294 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.33.02.12.0883 TAHUN 2012 TENTANG DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PEDOMAN

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3)

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3) LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 3.1 Keterlibatan Dalam Produksi Praktek Kerja Profesi Apoteker di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, dilaksanakan

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci