BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Berdirinya PT. Primatexco Indonesia Pada zaman pendudukan Belanda, sentra-sentra produksi Batik di Indonesia (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Cirebon, Ponorogo, dll) mendapat pasokan bahan baku produksi, seperti kain dan obat-obatan (termasuk lilin) dari para pengusaha (mayoritas etnis Cina) yang bekerja sama dengan Pemerintahan Belanda. Akan tetapi, hal ini mengakibatkan para pengusaha memainkan harga sesuai keinginan mereka, sehingga merugikan perajin-perajin batik di Indonesia. Akhirnya, para perajin sepakat untuk mendirikan koperasi batik yang kemudian tergabung dalam GKBI ( Gabungan Koperasi Batik Indonesia ). GKBI ingin menyediakan bahan baku produksi sendiri, tanpa mengandalkan bantuan para penguasa ataupun impor dari luar negeri. GKBI mulai mendirikan perusahaan tekstil di Medari, Sleman, Yogyakarta. Kemudian diikuti Primatexco di daerah Batang. PT. Primatexco Indonesia merupakan suatu perusahaan tekstil dengan status Join V`enture atau kerja sama antar negara, yang memproduksi kain mori untuk bahan baku batik. Perusahaan ini resmi didirikan pada Juni Pendirian dilakukan setelah ada persetujuan dari Presiden Republik Indonesia saat itu dengan No. B 28/Pres/2/71 serta surat keputusan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 155/M/SK//IV/71 tertanggal 2 April Nomor Ijin Usaha Tekstil PT. Primatexco Indonesia yang pertama bernomor 596/DJAI/IUT- II/PMA/XII/1987 Tgl. 05/12/1987, sedangkan yang terakhir bernomor 53/T/INDUSTRI/1996 Tgl. 03/09/ Lokasi Perusahaan Secara geografis PT Primatexco Indonesia terletak di Jalan Jendral Urip Sumoharjo, Desa Sambong, Kabupaten Batang, yang berdekatan dengan kota Pekalongan II-1

2 (± 20 menit dari Pekalongan). Dari arah kota Semarang, PT Primatexco Indonesia berada di sebelah kiri jalur Pantura, dengan jarak dari tepi pantai ± 8 km. Letak perusahaan yang berada di Kabupaten Batang telah menempatkan PT Primatexco Indonesia sebagai pembayar pajak yang berdisiplin dan bertanggung jawab. Begitu juga untuk masyarakat setempat, PT Primatexco Indonesia telah menjadi sumber mata pencaharian utama yang memberikan penghasilan di atas UMR rata-rata. Hampir sebagian besar sumber daya manusia PT. Primatexco Indonesia merupakan warga setempat karena merupakan salah satu kebijakan perusahaan untuk mengutamakan warga sekitar sebagai salah satu bentuk partisipasi perusahaan untuk pemberdayaan masyarakat Batang Visi dan Misi Perusahaan Visi PT Prmatexco Indonesia adalah memproduksi tekstil bernilai tinggi untuk pasaran internasional dan menunjang pembangunan Indonesia, meningkatkan persahabatan yang harmonis bangsa Indonesia dan Jepang. Misi PT Prmatexco Indonesia adalah : a. Memberikan kepuasan kepada pemegang saham b. Memberikan kepuasan kepada pelanggan c. Memberikan kepuasan kepada pemerintah d. Memberikan kesejahteraan kepada karyawan e. Memberikan manfaat kepada masyarakat lingkungan perusahaan Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan perpaduan antara bentuk piramid dengan bentuk vertikal, karena bentuk puncaknya vertikal, namun mulai pada tingkat keempat, struktur organisasi berbentuk piramid. Keterangan lebih lanjut, dapat dilihat pada gambar 2.1 II-2

3 Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT Primatexco Indonesia SDM Karyawan PT Primatexco Indonesia saat ini berjumlah 1823 orang. Khusus untuk bagian produksi, karyawan terbagi ke dalam 5 Grup, yaitu Grup A, B, C, D, dan E. Untuk grup A sampai D, waktu kerjanya mengikuti pola 3 hari kerja diikuti libur 1 hari, sedangkan Grup E bekerja selama 6 hari dari senin sampai sabtu. Dalam 1 hari terdapat 3 shift kerja, yaitu shift pagi, siang, dan malam. Masing-masing grup ( kecuali Grup E ) akan mengalami routing kerja untuk tiap shiftnya. Sebagai contoh, 3 hari pertama Grup A bekerja pada shift pagi, kemudian libur satu hari dan pada 3 hari berikutnya, mereka mendapat bagian kerja pada shift siang. Dmikian seterusnya untuk grup-grup yang lain. Brikut ini merupakan jam kerja yang tersedia di PT Primatexco Indonesia II-3

4 Tabel 2.1 Jam Kerja PT Primatexco Indonesia Shift Hari Jam Kerja Istirahat PAGI Senin - minggu SIANG Senin - minggu MALAM Senin - minggu Grup E Senin- Kamis Jumat Sabtu Para karyawan mendapat beberapa fasilitas, antara lain sebagai berikut : 1. Seragam, meliputi : pakaian, sepatu, dan topi yang diperoleh setiap tahunnya 2. Layanan kesehatan, meliputi : obat-obatan P3K, poliklinik, bantuan berobat keluarga, bantuan biaya khitan, dan melahirkan 3. Layanan transportasi berupa bus karyawan 4. Tunjangan-tunjangan, seperti : tunjangan istri, anak, THR, dan bonus gaji 5. Rekreasi 6. Training yang dilakukan secara berkelompok Hasil Produksi Jenis produk yang dihasilkan PT Primatexco Indonesia berupa benang tenun, kain, printing dan waste. Benag tenun yang dihasilkan adalah benang tenun 100% cotton jenis CD30 s, CD40 s, CM50 s, CM60 s, dan benang tenun cotton polyester (silpy) dengan jenis CT032 dan CT023. Benang silpy adalah produk baru dengan komposisi bagian tengah benang serat polyester 30% dilapisi atau dikelilingi serat cotton 70%. Kain yang dihasilkan dari mesin shuttle adalah Prima, Primissima, Berkolin, dan Voilissima, sedangkan yang dihasilkan dari air jet loom adalah Prima, Berkolin atau Broad Cloth, Primissima, Sateen, Voilee Twill, Pique, dan Selpy ( Polyester ). II-4

5 Dari proses produksi tersebut akan menghasilkan waste, yaitu kapas comber (waste mesin combing) kurang lebih 15%, kapas Flashtrip (waste dari mesin carding) kurang lebih 0,5%, kapas Scutcher (waste dari mesin blowing) kurang lebih 0,5%, dan wate Ito (benang cacat). Waste yang dihasilkan dari Spinning ini dapat digunakan untuk benang pembalut luka dan kapas kecantikan. Sedangkan waste yang dihasilkan dari weaving adalah benang lemas panjang dan pendek kurang lebih 0,07%, wate AJL kurang lebih 0,23%, dan Cop kotor kurang lebih 0,02%, serta potongan kain grey (potongan yang kurang dari 0,5 yard). Beberapa waste tersebut masih dapat digunakan untuk benang dan sumbu Pemasaran dan Distribusi Pada awalnya PT Primatexco Indonesia memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Hal ini ditunjang dengan status perusahaan yang join venture, sehingga pemasaran produk di luar negeri dapat dilakukan dengan mudah. Untuk pasar lokal, PT Primatexco Indonesia menawarkan produknya secara langsung kepada konsumen melalui telepon. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, kini PT Primatexco juga memasarkan produknya melalui internet. Adapun cara pembelian dilakukan seperti biasa, yaitu secara langsung datang ke kantor pemasaran PT Primatexco Indonesia. Untuk penjualan lokal, ada kain jenis tertentu yang harus melalui broker, yaitu jenis Primissima, sedangkan untuk penjualan ke luar negeri dapat melalui broker atau langsung ke kantor pemasaran, untuk batas pembelian minimal 1000 yard. Kurang lebih 75% produk kain yang dihasilkan PT Primatexco Indonesia kini telah diekspor ke berbagai negara. Untuk kawasan Asia, produk berhasil dipasarkan di Jepang, Hongkong, dan Singapura, sedangkan kawasan Eropa meliputi Jerman, Inggris, Belgia, Turki, dan Swiss. Sebagian kecil produk PT Primatexco Indonesia untuk pasar lokal, telah merambah Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Yogya, Surabaya, Banjarmasin dan Bali. II-5

6 Proses Produksi Proses produksi yang berlangsung di unit weaving menggunakan strategi flow shop. Oleh karena itu, layout produksi disusun berdasarkan tahapan proses produksi dan tidak bisa diubah begitu saja. Urutan proses produksi Unit Weaving ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut Gambar 2.2 Aliran proses produksi Unit Weaving Aliran pemrosesan produk dimulai dari persiapan bahan baku hingga proses packing barang jadi. Bahan baku yang dibutuhkan di unit weaving adalah benang. Terdapat dua jenis benang yang digunakan, yaitu benang Pakan dan benang Lusi. II-6

7 Benang pakan yang berbentuk cone pada dasarnya sudah diperoleh dari unit pemintalan (spinning) dan siap digunakan pada mesin AJL, sedangkan untuk mesin shuttle, beang pakan berbentuk cone harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk pallet sebelum digunakan pada proses penenunan. Untuk Lusi, proses persiapan yang dilakukan lebih panjang sebelum masuk ke dalam proses weaving (pernenunan). Tahap pertama adalah tahap warping atau penggulungan benang yang berbentuk cheese atau cone menjadi bentuk warper beam. Kemudian beam tersebut dikanji untuk kemudian digulung ulang menjadi sizing beam dan siap dipakai sebagai benang lusi. Proses ini disebut sizing. Perbedaan antara banang pakan dan lusi dapat diamati pada gambar 2.3 berikut. Gambar 2.3 Benang Pakan (kiri) dan Benang lusi (kanan) Tahap terakhir sebelum benang lusi ditenun, terdapat proses reaching dan tying. Reaching merupakan tahap pemasukan masing-masing benang lusi sizing ke dalam dropper dan sisir (reed). Proses ini dibutuhkan ketika terdapat penggantian jenis kain yang akan dikerjakan pada mesin tertentu dan harus dilakukan pencucukan benang kembali sesuai jenis anyamannya. Setelah bahan baku berupa benang pakan dan benang lusi siap, dilakukan proses penenunan benang (weaving) dan selanjutnya kain grey yang dihasilkan mengalami proses pemeriksaan (inspecting) untuk mengetahui tingkat kecacatan kain yang akan menentukan kualitas kain. Tahap terakhir sebelum kain-kain dikirim adalah packing. Terdapat dua jenis bentuk packing yaitu bentuk ball dan roll. Untuk bentuk ball, kain dilipat terlebih dahulu pada proses folding kemudian dipress menjadi bantuk balok. II-7

8 2.2. LANDASAN TEORI Perencanaan Kapasitas Dalam Sistem Manufacturing Keberhasilan perencanaan dan pengendalian manufaktur memerlukan perencanaan kapasitas yang efektif, agar mampu memenuhi target produksi yang ditetapkan. Kekurangan kapasitas akan menyebabkan kegagalan dalam memenuhi target produksi, keterlambatan pengiriman pelanggan, dan kehilangan kepercayaan dalam sistem formal yang mengakibatkan reputasi perusahaan akan menurun atau hilang sama sekali. Di sisi lain, kelebihan kapasitas akan mengakibatkan tingkat utilisasi sumber-sumber daya yang rendah, biaya meningkat, dan harga produk menjadi tidak kompetitif. Sistem manufaktur tidak dapat memproduksi prioritas (output) yang diinginkan tanpa memiliki kapasitas input yang cukup. Oleh karena itu, dalam sistem manufaktur modern, aktifitas perencanaan prioritas (priority planning) sejajar dengan aktivitas perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki rencana-rencana kapasitas (capacity planning) yang sejajar dan sesuai dengan rencana-rencana prioritas (priority planning) Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Pada dasarnya, perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini : a. Memperoleh rencana produksi b. Menentukan struktur produk atau proses pembuatan produk c. Menentukan bill of resources d. Menghitung kebutuhan sumber daya total, dihitung berdasarkan agregat waktu total yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi e. Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan, dengan cara membandingkan sumber daya yang ada dan yang dibutuhkan Definisi Kapasitas Menurut Bayr Render dan Jay Heizer, kapasitas adalah hasil produksi (output) maksimal dari sistem pada periode tertentu. Kapasitas pada umumnya dinyatakan dalam angka per satuan waktu. Kebanyakan organisasi II-8

9 mengoperasikan fasilitasnya pada tingkat yang kurang dari kapasitas perusahaan. Hal itu karena mereka menyadari bahwa sumber daya manusia dapat beroperasi secara lebih efisien bila sumber daya tersebut tidak dimanfaatkan sampai batas yang maksimal. Oleh karena itu, optimal beroperasi pada tingkat 95% merupakan kapasitas maksimal Metode Pengukuran Kapasitas Pada dasarnya terdapat tiga metode pengukuran kapasitas, yaitu : 1. Theoretical Capacity (synonym: Maximum Capacity, Design Capacity) merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufacturing yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal, seperti: 3 shift per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin, dll. Dengan demikian, theoretical capacty diukur tanpa adanya suatu kesempatan untuk berhenti atau istirahat, downtime mesin, atau alasan lainnya. Kapasitas produksi teoritis tidak pernah dapat dicapai dan karena itu tidak umum digunakan dalam penentuan kapasitas. 2. Demonstrated Capacity (synonym: Actual Capacity, Efficiency Capacity) merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal. 3. Rated Capacity (synonym: Calculated Capacity, Nominal Capacity) diukur berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh demonstrated capacity. Dihitung melalui penggandaan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi. Perhitungan Rated Capacity per periode waktu adalah : C = N x T x S x h x U x E... Persamaan 2.1 Keterangan : C = kapasitas N = jumlah mesin atau banyaknya orang T = jam per shift II-9

10 S h U E = shift per hari = hari kerja per periode = Utilisasi = Efisiensi Utilisasi dan Efisiensi Utilisasi adalah pecahan yang mengambarkan persentase clock time yang tersedia dalam pusat kerja yang secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu. Utilisasi dapat ditentukan untuk mesin atau tenaga kerja, atau keduanya, tergantung pada mana yang lebih cocok untuk situasi dan kondisi aktual di perusahaan. Perlu dicatat bahwa angka utilisasi tidak dapat melebihi 1,0 (100%). Formula untuk menghitung utilisasi adalah : jam aktual yang digunakan untuk produksi Utilisasi =... Persamaan 2.2 jam yang tersedia menurut jadwal Efisiensi adalah faktor mengukur performansi aktual dari pusat kerja relatif terhadap standar yang diterapkan. Faktor efisiensi dapat lebih dari 1,0. Formula untuk menghitung efisiensi adalah : Efisiensi = jam standar yang diperoleh atau diproduksi... Persamaan 2.3 jam aktual yang digunakan untuk produksi Sedangkan proporsi atau persentase penggunaan kapasitas yang dibutuhkan didefinisikan sebagai kontribusi setiap stasiun kerja dalam proses pengerjaan produk secara keseluruhan. Formula yang dihunakan adalah : %U m = Dimana, T m n i= 1 T i U = penggunaan kapasitas... Persamaan 2.4 T = total waktu proses yang digunakan m = stasiun kerja ke- n = total stasiun kerja II-10

11 Strategi Penjadwalan Perhitungan loads dan pendistribusian ke pusat kerja selama periode waktu tertentu dilakukan dengan menggunakan strategi penjadwalan. CRP menggunakan dua pendekatan penjadwalan, yaitu : a. Backward Scheduling, yang digunakan untuk menempatkan load hours ke dalam pusat kerja. Pendekatan ini, dimulai dari requested due date (schedule or planned receipt date) kemudian bergerak mundur, menggunakan routing untuk menentukan titik waktu paling lambat (latest start date) dari setiap operasi, kemudian menggunakannya sebagai schedule due date untuk operasi sebelumnya dan mengulang Backward Scheduling sampai selesai menjadwalkan semua operasi untuk pesanan tertentu. Melalui pendekatan ini, dapat diketahui waktu paling lambat suatu pesanan harus dikeluarkan agar masih memenuhi schedule due date. b. Forward scheduling yang dimulai dari schedule receipt atau planned order release date dari MRP, kemudian menjadwalkan waktu mulai paling awal untuk setiap operasi dalam arah bergerak maju dari tanggal mulai sampai tanggal akhir dengan menggunakan routing. Selanjutnya, menggunakan tanggal akhir atau selesai dari operasi yang dijadwalkan sebagai tanggal mulai paling awal dari opasi berikutnya. Pendekatan ini menjelaskan tanggal penyelesaian paling awal untuk setiap operasi Perencanaan kebutuhan Kapasitas Pada dasarnya perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. 1) Memperoleh rencana produksi 2) Menentukan struktur produk atau proses pembuatan produk 3) Menentukan bill of resources. 4) Menghitung kebutuhan sumber daya total, dihitung berdasarkan agregat waktu total yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi. 5) Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan, dengan cara membandingkan sumber daya yang ada dan yang dibutuhkan II-11

12 2.3. INDUSTRI PERTENUNAN Industri pertenunan merupakan bagian dari industri tekstil yang mengolah bahan baku berupa benang menjadi kain grey atau kain mentah. Industri ini secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu industri pertenunan yang mengolah bahan baku benang yang terbuat dari serat-serat pendek (staple fibre) dan industri pertenunan yang mengolah bahan baku benang yang terbuat dari serat-serat panjang atau filament fibre (Priyono, 1998) Karakteristik produk Produk kain tenun terdiri dari dua komponen yang saling menganyam, yaitu benang lusi dan benang pakan. Benang lusi adalah benang yang searah dengan panjang kain, sedangkan benag pakan adalah benang yang searah dengan lebar kain. Benang lusi maupun pakan juga dibuat dari benang dengan spesifikasi masing-masing. Secara umum, hal-hal yang mempengaruhi struktur kain grey yaitu : 1. Nomor benang lusi maupun benang pakan yang akan mempengaruhi kehalusan dan kekuatan benang yang dipakai. 2. Tetal lusi dan tetal pakan yang menggambarkan kerapatan antarbenang lusi maupun antar benang pakan. 3. Jenis anyaman yang digunakan Nomor benang menunjukkan kehalusan benang dan perbandingan antara panjang serta berat benangnya. Dalam industri tekstil dikenal 4 macam penomoran benang, yaitu : 1. Nomor sistem Inggris, diberi simbol Ne yang menggambarkan panjang benang dalam 840 yard dan berat dalam 1 lbs (pound) 2. Nomor Sistem Metric, diberi simbol Nm yang menggambarkan panjang dalam 1 meter dan berat dalam 1 gram 3. Nomor sistem Tex, diberi simbol Tex yang menggambarkan berat dalam gram dan panjang dalam 1000 meter. 4. Nomor sistem Denier, diberi simbol denier yang menggambarkan berat dalam 1 gram dan panjang dalam 9000 meter. II-12

13 Karakteristik Proses Proses produksi yang dilakukan meliputi proses persiapan (preparation), proses pertenunan, dan proses pemeriksaan (inspecting). Secara garis besar proses produksi berfungsi untuk mengubah benang menjadi kain grey. Preparation dilakukan untuk menjamin kelancaran dan kesempurnaan proses penenunan. Baik buruknya kondisi penenunan juga sangat tergantung dari proses persiapan. Dalam tahap ini, benang yang digunakan dijadikan benang lusi dan sebagian dijadikan benang pakan. Lusi melalui beberapa proses terlebih dahulu sebelum digunakan pada proses tenun. Tahap-tahap yang dilalui Lusi pada bagian preparation yaitu : warping, reaching, dan sizing, sedangkan benang pakan dapat digunakan langsung pada mesin AJL tanpa harus diubah ke dalam bentuk pallet seperti halnya untuk mesin shuttle. Setiap proses di unit weaving melibatkan perhitungan tertentu dalam pembuatan rencana dan target kerja. Penjelasan selengkapnya tentang karakteristik setiap proses, diuraikan sebagai berikut. 1. Proses Warping Proses warping merupakan tahap penggulungan benang dari bentuk cheese menjadi bentuk beam. Proses ini merupakan langkah pertama dalam proses persiapan. Hal yang terpenting adalah pensejajaran benang dalam bentuk lapisan, dengan jarak antar benang disesuaikan dengan tetal lusi pada kain yang telah direncanakan. Proses ini diikuti oleh adanya kesamaan tegangan antarbenang dan cara peletakan benang pada beam dengan baik. Warping dilakukan dengan memasang benang-benang cheese pada rak sesuai jumlah yang telah direncanakan. Selanjutnya, benang ditarik bersamaan dan digulung pada beam warping sampai mencapai panjang benang maksimal dalam satu beam. Lamanya proses warping ini tergantung dari kecepatan mesin dalam menggulung benang serta efisiensi proses. Rumus yang digunakan adalah : PW = D S x A s w x 60 x E... Persamaan 2.5 II-13

14 Keterangan : PW = lama proses warping ( jam ) S = jumlah beam A w = panjang benang dalam satu beam warping ( yard ) D s = kecepatan penggulungan ( yard/menit ) E = efisiensi Proses warping dilakukan untuk tiap lot sizing. Tiap lot membutuhkan jumlah beam warper yang berbeda-beda, sesuai dengan jenis kain yang dikerjakan. Selain itu, jumlah helai benang dalam 1 beam warper juga tergantung pada spesifikasi kain yang dibuat. Oleh karena itu, dapat dihitung berapa jumlah beam warper yang dibutuhkan untuk masing-masing ukuran lot sizing melalui rumus : S H = g K b c... Persamaan 2.6 Dimana, S H = banyaknya beam warper tiap lot G b = jumlah helai benang untuk kain jenis b K c = kapasitas beam warpimg Berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah beam warws per yang dibutuhkan untuk 1 lot sizing dengan kapasitas yang berbeda-beda bagi tiap jenis kain. 2. Proses Penganjian (sizing) Proses sizing (penganjian) adalah proses pemberian larutan kanji pada benang lusi dengan tujuan untuk meningkatkan daya tenun, memeperbaiki rasa rabaan, memeperbaiki mutu benang dari segi kekuatan, mulur, ketahanan gesek, dan kelenturannya serta memindahkan benang-benang lusi tunggal dari beam warping ke beam sizing atau bisa disebut beam siap tenun. Proses penganjian perlu dilakukan dengan hati-hati dan cermat, terutama dalam memperhitungkan komposisi kanji yang pas, sehingga dapat menghasilkan benang-benang lusi yang kuat dan tidak mudah patah. II-14

15 Prinsip proses penganjian terdiri dari beberapa tahap, yaitu : benangbenang lusi ditarik, direndam dalam larutan kanji, dipress dengan roll, dikeringkan, dan kemudian digulung ke dalam beam sizing. Waktu proses penganjian tergantung dari kecepatan penggulungan benang dan panjang benang. Lamanya waktu proses sizing atau penganjian, dapat dihitung melalui rumus berikut: P k = D s A S x 60 x E... Persamaan 2.7 Keterangan : P k = lamanya proses penganjian tiap lot A S = panjang benang sizing Perhitungan waktu produksi pada mesin kanji sama dengan perhitungan pada mesing warping. Perbedaannya, pada proses warping, benang yang digulung beasal dari benang-benang cheese, sedangkan pada penganjian, benang lusi yang digulung adalah benang warping. Ukuran panjang dalam 1 beam sizing berbeda dengan ukuran panjang maksimal dari beam warping. Proses setup dilakukan untuk tiap lot. Proses setup meliputi, pemasangan beam warper pada creel, pemasakan kanji dan penarikan awal. Apabila proses setup telah selesai, proses penganjian untuk suatu jeis kain tertentu dapat dilakukan. Ketika mesin harus mengerjakan beam warping untuk jenis kain yang lain, maka harus dilakukan setup kembali. Jumlah beam tenun yang dihasilkan untuk tiap lot serta panjang maksimal untuk satu beam sizing, ditentukan oleh perusahaan. Beam-beam tenun yang dihasilkan dari proses penganjian selanjutnya diproses dalam mesin tenun dan tidak lagi dihitung dalam ukuran lot. Beam-beam tersebut ada yang mengalami proses reaching terlebih dahulu dan ada yang langsung dibawa ke bagian loom untuk mengalami proses tying sebelum ditenun. Jadi, untuk mengetahui banyaknya beam yang harus diproduksi di mesin sizing dan warping, terlebih dahulu perlu dihitung berapa beam yang dibutuhkan II-15

16 di bagian loom (tenun) dan di bagian reaching. Selanjutnya, perhitungan dapat dilakukan untuk menentukan jumlah lot yang harus diproduksi di bagian sizing maupun warping. 3. Proses Reaching Proses reaching disebut juga proses pencucukan. Proses ini dilakukan apabila ada penggantian jenis kain yang akan diproduksi pada mesin tenun tertentu, atau yang lebih dikenal dengan proses Kirkae. Bagian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu pencucukan dan penyisiran benang. Proses pencucukan adalah proses memasukkan tiap helai benang pada lubang dropper. Pencucukan dilakukan secara manual dan sangat membutuhkan ketelitian karena satu helai benang hanya mengisi satu dropper. Proses kedua yaitu penyisiran. Proses ini dilakukan dengan memasukkan tiap helai benang ke dalam sisir sesuai dengan jenis anyamannya. Jumlah helai dalam sekali penyisiran menentukan bentuk anyaman yang akan dihasilkan, sehingga pekerjaan ini membutuhkan kecermatan dan kehati-hatian dari operatornya. Untuk lebih jelasnya, kedua proses di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini. ( a ) ( b ) Gambar 2.4 (a) Proses Pencucukan, (b) Prsoes Penyisiran II-16

17 Di bagian pencucukan dan penyisiran ini tidak terdapat mesin yang dapat berproduksi dengan sendirinya. Oleh karena itu, kecepatan penyisiran maupun pencucukan tidak dapat dihitung dengan pasti. Kecepatan standar yang digunakan oleh perusahaan ditentukan berdasarkan target kerja tiap operator, yaitu 4050 helai untuk pencucukan dan helai untuk penyisiran. Waktu proses pencucukan tergantung pada jumlah helai benang dalam satu beam dan kecepatan operator. Kecepatan pencucukan per jam dapat dihitung sebesar 579 per jam dan kecepatan penyisiran sebesar 1737 per jam. Oleh karena itu, waktu proses reaching untuk kedua tahap di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: T n jumlah benang = x jumlah beam... Persamaan 2.8 kec. proses pencucukan Sedangkan untuk tahap penyisiran adalah T n jumlah benang = x jumlah beam... Persamaan 2.9 kec. proses penyisiran 4. Proses Tenun Proses tenun adalah proses menyilangkan benang-benang pakan di antara jajaran benang Lusi, sehingga terbentuk anyaman tertentu sesuai desain kain tenun yang diinginkan. Beam sizing dipasang pada mesin, sedangkan benang pakan diluncurkan dari luar mesin. Proses tenun dilakukan selama 24 jam dalam sehari. Hasil produksi tenun, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain putara mesin atau putaran per menit, tetal pakan dan tetal lusi. Apabila tetal pakan jarang maka jumlah produksi tinggi dan apabila tetal pakan kerap, maka jumlah produksi rendah. Efisiensi proses penenunan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : kondisi mesin, kualitas bahan baku, serta keterampilan operator. Persediaan bahan baku (benang) harus lebih banyak dari panjang kain yang akan dibuat, karena adanya mengkeret lusi dan pakan, serta waste kain yang terbuang. Untuk melakukan perhitungan kebutuhan lusi, harus diketahui panjang II-17

18 dan lebar kain yang akan ditenun. Jumlah beam tenun yang dibutuhkan dapat dihitung melalui rumus berikut: S k = P A k...persamaan 2.10 Keterangan : S k = jumlah beam A k = panjang kain yang akan dibuat P = Panjang kain per beam ( yard ) Waktu proses penenunan di setiap mesin dipengaruhi oleh nilai tetal, efisiensi, kecepatan tenun, lebar dan panjang kain tenun sesuai spesifikasi produk yang telah ditentukan. Jadi, lamanya proses penenunan dapat dihitung melalui persamaan 2.11 berkut ini. V Tn = RPM x 60 x eff tetal pakan x Persamaan 2.11 dengan V Tn = kecepatan tenun dalam yard/jam sehingga berdasarkan persamaan di atas, waktu proses untuk setiap jenis kain sesuai jumlah permintaan adalah T n = A V k Tn... Persamaan 2.12 dengan T n = Total waktu proses penenunan Melalui perhitungan di atas, dapat pula diperkirakan umur satu beam tenun, sehingga memudahkan bagian sizing dan warping untuk merencanakan kapan harus dibuat beam yang baru. II-18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam kerja praktek, dan manfaat yang dapat diberikan kepada perusahaan dari kerja praktek yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Perusahaan Perjalanan lahirnya Pabrik Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia (PC GKBI) tidak terlepas dari sejarah kesenian ukir dan gambar yang mulai memasuki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan tahapan penelitian secara sistematis berdasarkan kerja praktek yang dilakukan pada unit Weaving PT Primatexco Indonesia. Prosedur penelitian dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam maupun sumber daya manusia. Kedua sumber itu sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. alam maupun sumber daya manusia. Kedua sumber itu sangat penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan sumber daya, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kedua sumber itu sangat penting dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

Pada bagian pertenunan (Weaving) terdapat alat pendukung, agar

Pada bagian pertenunan (Weaving) terdapat alat pendukung, agar li\k III PROSES PERENCANAAN PRODUKSI 3.1. SPESIFIKASI ALAT Pada bagian pertenunan (Weaving) terdapat alat pendukung, agar proses pembuatan kain berjalan sempurna, berikut merupakan urutan mesin yang akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. anggota dihargai sebesar Rp1,00 per yard. Adapun simpanan anggota-anggota. dimulai dengan kemampuan kapasitas :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. anggota dihargai sebesar Rp1,00 per yard. Adapun simpanan anggota-anggota. dimulai dengan kemampuan kapasitas : BAB III METODOLOGI PENELITIAN H. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT GKBI berdiri pada tanggal 1 Juli 1957 dengan modal pembangunan diperoleh dari simpanan wajib anggota Gabungan

Lebih terperinci

37,05% oleh Daiwabo Co. Ltd dan sisanya 11,95% dipegang oleh Nichimen

37,05% oleh Daiwabo Co. Ltd dan sisanya 11,95% dipegang oleh Nichimen BAB III METODOLOGIPENELITIAN A. Gambaran Umum PT. Primatexco merapakan perusahaan tekstil dengan status joint venture atau kerjasama antar negara untuk memproduksi kain mori dan kain grey untuk dijadikan

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SENSOR-SENSOR PADA PROSES TAKE UP DI HS20-II SPUN SIZING MACHINE DI PT PRIMATEXCO INDONESIA

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SENSOR-SENSOR PADA PROSES TAKE UP DI HS20-II SPUN SIZING MACHINE DI PT PRIMATEXCO INDONESIA Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SENSOR-SENSOR PADA PROSES TAKE UP DI HS20-II SPUN SIZING MACHINE DI PT PRIMATEXCO INDONESIA Oka Danil Saputra.¹ 1 Mahasiswa Jurusan Teknik elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI DEPARTEMEN WEAVING Di PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA

PENJADWALAN PRODUKSI DEPARTEMEN WEAVING Di PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA PENJADWALAN PRODUKSI DEPARTEMEN WEAVING Di PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA Wardaya Immanuel 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Human error dalam research, desain, konstruksi, instalasi, operasi, perawatan, manufaktur, inspeksi, manajemen dan lain sebagainya seringkali menjadi penyebab sebagian

Lebih terperinci

tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk.

tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk. BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang baik, kondisi ini mendorong suatu industri di Indonesia mulai tumbuh. Seiring dengan ketatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan konsep kualitas, kerjasama tim, produktivitas serta kepuasan pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan konsep kualitas, kerjasama tim, produktivitas serta kepuasan pelanggan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah entitas bisnis yang bergerak di bidang manufaktur, pengelolaan manajemen kualitas sangatlah diperlukan. Perpaduan antara fungsi dari perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 28 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pengertian manajemen menurut T H Handoko (2005, hal 3) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan di era global perusahaan dituntut untuk bekerja lebih efisien dan efektif. Persaingan yang semakin ketat menyebabkan perusahaan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat tercapai. Untuk itu pencapaian tujuan ini perlu ditunjang oleh

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat tercapai. Untuk itu pencapaian tujuan ini perlu ditunjang oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan usahanya, setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba. Tujuan ini dilakukan agar perusahaan dapat bertahan hidup dan terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profile Responden 4.1.1. Profile Perusahaan PT Inti Gunawantex merupakan industri textil yang tepatnya berada di kota Bandung,Jawa Barat, Indonesia. Perusahaan ini berdiri

Lebih terperinci

LAMPIRAN WAWANCARA. Produk yang diproduksi dan dijual kepada pelanggan PT. Lucky Print Abadi. adalah kain bercorak. Kain dijual dalam ukuran yard.

LAMPIRAN WAWANCARA. Produk yang diproduksi dan dijual kepada pelanggan PT. Lucky Print Abadi. adalah kain bercorak. Kain dijual dalam ukuran yard. L 1 LAMPIRAN WAWANCARA 1. Bisa menceritakan sejarah PT. Lucky Print Abadi? Sejarah perusahaan dapat dilihat pada Company Profile yang telah kami berikan kepada kalian 2. Produk apa yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. merupakan perusahaan tekstil yang bergerak dibidang pertenunan (weaving).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. merupakan perusahaan tekstil yang bergerak dibidang pertenunan (weaving). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Tarumatex adalah salah satu perusahaan tekstil yang ada di Indonesia, berlokasi di Jalan Jendral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dengan keadaan zaman yang semakin maju dan teknologi yang semakin canggih menuntut perusahaan-perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan material adalah salah satu proses kunci dalam sebuah rantai

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan material adalah salah satu proses kunci dalam sebuah rantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur merupakan suatu proses mengubah bahan baku menjadi barang jadi dengan menggunakan mesin, peralatan, serta tenaga kerja. Teknologi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi kepuasan dan memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi kepuasan dan memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dewasa ini menuntut berkembangnya perindustrian pula. Perkembangan dunia industri dewasa ini menuntut banyak perusahaan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam penulisan ini, diperlukan teori teori yang mendukung, yang didapat dari mata kuliah yang pernah diajarkan dan dari referensi referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Sistem Berjalan Penjadwalan produksi yang diterapkan pada PT. SURYA JAYA MANDIRI adalah metode penjadwalan berdasarkan FCFS (First Come First Serve), di mana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam mencapai tujuan dalam penulisan tugas akhir ini, digunakan landasan teori yang mendukung, dimana landasan teori ini didapat dari materi matakuliah yang pernah didapatkan serta

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. perusahaan dari PT. Danar Hadi yang didirikan pada tanggal 14 Mei 1980

BAB III PEMBAHASAN. perusahaan dari PT. Danar Hadi yang didirikan pada tanggal 14 Mei 1980 BAB III PEMBAHASAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah PT. Kusuma Hadi Santosa PT. Kusuma Hadi Santosa adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil yang beralamat di beralamat di Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja. negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja. negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelelahan kerja merupakan permasalahan yang umum di tempat kerja yang sering kita jumpai pada tenaga kerja. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin berkembangnya perdagangan bebas yang masuk, maka setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin berkembangnya perdagangan bebas yang masuk, maka setiap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan perekonomian di Indonesia dan juga semakin berkembangnya perdagangan bebas yang masuk, maka setiap perusahaan harus mempersiapkan diri untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang di segala bidang, hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang di segala bidang, hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang di segala bidang, hal ini mendorong perkembangan semua sektor usaha yang ada di Indonesia. Salah satu sektor

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: PENGENDALIAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI UNIT 10 PT. SRITEX

Seminar Nasional IENACO ISSN: PENGENDALIAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI UNIT 10 PT. SRITEX PENGENDALIAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI UNIT 10 PT. SRITEX Wisnu Nugroho Saputro 1, Slamet Setio Wigati 2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta,

Lebih terperinci

HANDOUT PENGUJIAN BENANG. Oleh: Widihastuti, M.Pd.

HANDOUT PENGUJIAN BENANG. Oleh: Widihastuti, M.Pd. HANDOUT PENGUJIAN BENANG Oleh: Widihastuti, M.Pd. widihastuti@uny.ac.id Sifat-sifat yang menentukan mutu benang antara lain: A. Grade dan kenampakan benang B. Kehalusan benang C. Kekuatan benang D. Twist

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia tekstil di Indonesia banyak mengalami perubahan dan perkembangan secara dinamis dan beragam seiring terjadinya gejolak ekonomi yang cendrung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PRAKTEK KERJA DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PRAKTEK KERJA DAN ANALISIS BAB IV HASIL PRAKTEK KERJA DAN ANALISIS 4.1 ANALISIS 4.1.1 Kondisi Perusahaan Bagian PPC merupakan bagian yang mempunyai tanggung jawab atas pengiriman barang yang dikelolanya kepada bagian utama Bea Cukai.

Lebih terperinci

ANALISIS NETWORK PROSES PRODUKSI KAIN GREY PADA PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE II KARANGANYAR OLEH : TUGAS AKHIR

ANALISIS NETWORK PROSES PRODUKSI KAIN GREY PADA PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE II KARANGANYAR OLEH : TUGAS AKHIR ANALISIS NETWORK PROSES PRODUKSI KAIN GREY PADA PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE II KARANGANYAR OLEH : TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Sebutan Ahli Madya Manajemen Industri Oleh:

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN UDARA INDUSTRI PT. CEMARA AGUNG. bidang industri tenun dan tekstil dengan kapasitas produski sebesar

BAB III PENCEMARAN UDARA INDUSTRI PT. CEMARA AGUNG. bidang industri tenun dan tekstil dengan kapasitas produski sebesar BAB III PENCEMARAN UDARA INDUSTRI PT. CEMARA AGUNG A. Profil Perusahaan PT. Cemara Agung PT. Cemara Agung merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri tenun dan tekstil dengan kapasitas produski

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu menganggur mesin (idle machine) akan semakin berkurang dan secara. otomatis waktu produksi akan semakin cepat.

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu menganggur mesin (idle machine) akan semakin berkurang dan secara. otomatis waktu produksi akan semakin cepat. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi era globalisasi, persaingan di dunia industri semakin ketat. Dengan demikian setiap perusahaan harus memiliki suatu sistem yang baik dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat masalah dalam pemenuhan pemesanan. Mereka tidak dapat. memenuhi pemesanan yang sudah diterima dari pelanggan, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat masalah dalam pemenuhan pemesanan. Mereka tidak dapat. memenuhi pemesanan yang sudah diterima dari pelanggan, sehingga 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada beberapa perusahaan industri yang berkembang, seringkali terdapat masalah dalam pemenuhan pemesanan. Mereka tidak dapat memenuhi pemesanan yang sudah

Lebih terperinci

adalah benang lusi yaitu benang-benang yang arahnya

adalah benang lusi yaitu benang-benang yang arahnya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masafah Dengan ditemukannya mesin tenun modern yang berteknologi tinggi dan dapat berproduksi dalam skala besar, seperti halnya mesin tenun Air Jet, maka hal ini

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT. Hando Dinamika merupakan perusahaan produsen filter untuk kendaraan yang didirikan pada tahun 2005. Saat ini perusahaan berlokasi di Jl. Soekarno

Lebih terperinci

pekerjaan pada mesin dan penugasan tenaga kerja pada mesin. Sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan yang tepat pada saat menerima

pekerjaan pada mesin dan penugasan tenaga kerja pada mesin. Sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan yang tepat pada saat menerima BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia industri yang semakin pesat, perusahaan dituntut untuk dapat bersaing dengan para kompetitor dengan menciptakan kredibilitas yang

Lebih terperinci

PENYAMBUNGAN BENANG LUSI

PENYAMBUNGAN BENANG LUSI LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN KAIN TENUN PENYAMBUNGAN BENANG LUSI DISUSUN OLEH : Nama : Dwi Widiyanti Grup : 2B 1 Jurusan : D3 Teknologi Produk Tekstil Dosen : Irwan, S.Teks Tanggal Praktikum : 04 Oktober

Lebih terperinci

ANALISIS PERBAIKAN TATA LETAK FASILITAS PADA GUDANG BAHAN BAKU DAN BARANG JADI DENGAN METODE SHARE STORAGE DI PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG

ANALISIS PERBAIKAN TATA LETAK FASILITAS PADA GUDANG BAHAN BAKU DAN BARANG JADI DENGAN METODE SHARE STORAGE DI PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG 25 Dinamika Teknik Januari ANALISIS PERBAIKAN TATA LETAK FASILITAS PADA GUDANG BAHAN BAKU DAN BARANG JADI DENGAN METODE SHARE STORAGE DI PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG Antoni Yohanes Dosen Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Pemecahan 62 3.2 Penjelasan Flow Chart Metodologi Pemecahan Masalah Dari flow chart metodologi pemcahan

Lebih terperinci

DAFTARISI. Halaman Judul. Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir Perancangan Pabrik. Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing Lembar Pengesahan Penguji

DAFTARISI. Halaman Judul. Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir Perancangan Pabrik. Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing Lembar Pengesahan Penguji DAFTARISI Halaman Judul Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir Perancangan Pabrik Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing Lembar Pengesahan Penguji Kata Pengantar Lembar Persembahan Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kunci kesuksesan sebuah perusahaan adalah mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada customer. Kepuasan pelayanan ini dapat diberikan antara lain

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penulis menggunakan tahap-tahap metodelogis yang umum digunakan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penulis menggunakan tahap-tahap metodelogis yang umum digunakan BAB III METODELOGI PENELITIAN Penulis menggunakan tahap-tahap metodelogis yang umum digunakan sebagai suatu studi, yaitu: tahap persiapan, tahap pengambilan data, dan tahap pengolahan data untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaingan baik di dalam negeri maupun diluar negeri, maka setiap. perusahaan terutama dalam bidang textile untuk bersaing dengan

BAB I PENDAHULUAN. bersaingan baik di dalam negeri maupun diluar negeri, maka setiap. perusahaan terutama dalam bidang textile untuk bersaing dengan BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Menghadapi persaingan bebas ini perusahaan dituntut untuk saling bersaingan baik di dalam negeri maupun diluar negeri, maka setiap perusahaan terutama dalam bidang textile

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Metodologi pemecahan masalah yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan. Diagram alir dibawah ini menunjukkan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daya saing yang tinggi untuk dapat bersaing dalam pasar global. Untuk itu perlu

I. PENDAHULUAN. daya saing yang tinggi untuk dapat bersaing dalam pasar global. Untuk itu perlu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dan perdagangan bebas mulai diberlakukan pada tahun 2003 untuk kawasan ASEAN dan pada tahun 2020 untuk seluruh dunia. Hal ini menyebabkan tingkat persaingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemeliharaan (maintenance) merupakan salah satu faktor penting yang menunjang berjalannya suatu aktivitas. Jika suatu sistem memiliki pemeliharaan yang baik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi Sumber Daya Manusia (SDM) sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk tetap bisa bersaing dalam ekonomi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Maret 1979 dan diresmikan pada tanggal 27 September 1983 oleh Ibu Tien Suharto

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Maret 1979 dan diresmikan pada tanggal 27 September 1983 oleh Ibu Tien Suharto BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1. Objek Penelitian III.1.1. Sejarah Singkat PT Sahid Detolin Textile atau biasa disebut PT Sadetex didirikan pada tanggal 26 Maret 1979 dan diresmikan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PD. Soleh Aman Sahuri berdiri sejak awal tahun 1995 dengan surat ijin usaha perdagangan (SIUP) No. 00387/10-14/PK/IX/1995/B dari Departemen Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. Ocean Centra Furnindo PT. Ocean Centra Furnindo merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur khususnya industri spring bed. Tempat

Lebih terperinci

Bab I - Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I - Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I - Pendahuluan I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang, memiliki banyak perusahaan industri yang bergerak diberbagai bidang produksi, salah satunya Kabupaten Bandung yang terkenal akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi global mempengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh Danareksa

Lebih terperinci

Jumlah Pertumbuhan Perusahaan Tekstil

Jumlah Pertumbuhan Perusahaan Tekstil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan di dunia industri sangatlah pesat. Perkembangan ini terjadi dari segala sisi bidang yang menuntut setiap perusahaan untuk berbuat sesuatu

Lebih terperinci

PENJADWALAN JANGKA PENDEK YULIATI, SE, MM

PENJADWALAN JANGKA PENDEK YULIATI, SE, MM PENJADWALAN JANGKA PENDEK YULIATI, SE, MM 1 PENJADWALAN (SCHEDULING) Melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien agar tujuan tercapai. Oleh karena itu pemahaman mengenai konsep penjadwalan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Perusahaan yang dapat. jumlah konsumennya. Salah satu usahanya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Perusahaan yang dapat. jumlah konsumennya. Salah satu usahanya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang sangat cepat dalam bidang industri seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan munculnya persaingan antara perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ABSTRAK Perusahaan X adalah perusahaan tekstil yang berada di kota Bandung. Perusahaan ini memiliki 3 departemen utama, yaitu departemen benang, departemen weaving dan departemen produksi. Saat ini perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Profil Perusahaan Nama Perusahaan : PT. PISMATEX Alamat : Jl. Bligo Sapugarut Buaran Pekalongan 51173 Jawa Tengah - Indonesia Telephone : (085) 41145 (hunting)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. ilmu yang terkait dalam penyelesaian dalam kerja praktek.

BAB III LANDASAN TEORI. ilmu yang terkait dalam penyelesaian dalam kerja praktek. BAB III LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori digunakan untuk menyelesaikan masalah secara sistematis. Pada bab ini akan membahas landasan teori yang menjelaskan tentang ilmu yang terkait dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dalam dunia manufaktur dan bisnis, kebutuhan untuk waktu pelayanan konsumen yang semakin cepat dalam memenuhi demand menjadikan

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi Yarn Divisi Spinning 2 PT ABC

Perencanaan Produksi Yarn Divisi Spinning 2 PT ABC Perencanaan Produksi Yarn Divisi Spinning 2 PT ABC Wakhid Ahmad Jauhari *1) dan Namrotul Uela Fatakunul Imamah *2) 1) Dosen Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Ir Sutami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan tersebut diperlukan suatu pengendalian terhadap kualitas.

BAB I PENDAHULUAN. tahapan tersebut diperlukan suatu pengendalian terhadap kualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas merupakan suatu bahasa komunikasi antara produsen dan konsumen. Kualitas menjadi suatu pertaruhan agar tercipta kepuasan. Artinya perusahaan akan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab VI Kesimpulan dan Saran 6-1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dari pengolahan data serta analisa dan usaha penanggulangan terhadap kualitas kain,

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBAB CACAT KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

ANALISIS PENYEBAB CACAT KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) ANALISIS PENYEBAB CACAT KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) Agus Yuni Kristanto 1, Rani Rumita 2, Sriyanto 3 1,2,3 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk memecahkan masalah yang diuraikan pada sub bab 1.2 diperlukan beberapa terori pendukung yang relevan. 2.1 Inventory Control Pengawasan persediaan digunakan untuk mengatur tersedianya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Dampak negatif dari hal tersebut adalah banyaknya warga negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Dampak negatif dari hal tersebut adalah banyaknya warga negara yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan kota terpadat di Indonesia dengan berbagai aktifitas setiap harinya. Hal ini terbilang wajar sehubungan dengan statusnya sebagai ibukota negara.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan motif laba. Pada era krisis global yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih efektif dan efisien dan atau penggunaan bahan baku yang lebih. mempengaruhi pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. lebih efektif dan efisien dan atau penggunaan bahan baku yang lebih. mempengaruhi pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri dewasa ini merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang mempunyai nilai penting bagi negara kita, sehingga perlu diperhatikan beberapa faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan Cina mulai

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan Cina mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan didunia bisnis saat ini terasa semakin ketat, terutama semenjak perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan Cina mulai diberlakukan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengaturan Jam Kerja Berikut adalah kebijakan jam kerja di PT. XX Tabel 4.1 Jam Kerja Reguler Reguler Hari Jam Kerja Istirahat Total Waktu Kerja Senin - Kamis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasional Didalam melakukan proses produksi diperlukan sekali manajemen yang baik, hal ini bertujuan untuk melakukan ataupun pengawasan proses produksi

Lebih terperinci

MINIMASI BIAYA PERAWATAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PREVENTIVE MAINTENANCE POLICY

MINIMASI BIAYA PERAWATAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PREVENTIVE MAINTENANCE POLICY MINIMASI BIAYA PERAWATAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PREVENTIVE MAINTENANCE POLICY Much Djunaidi 1, Eko Bakdiyono 2 Abstrak: PT. Primatexco Indonesia merupakan perusahaan tekstil dengan produk benang tenun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikelolah, maka tidak sedikit instansi maupun badan usaha yang ada

BAB I PENDAHULUAN. yang dikelolah, maka tidak sedikit instansi maupun badan usaha yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan berkembangnya dunia teknologi khususnya komputer yang semakin baik halam hal perangkat lunak maupun perangkat keras dan pentingnya informasi yang dikelolah,

Lebih terperinci

BAB III. DESKRIPSI PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan

BAB III. DESKRIPSI PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan BAB III DESKRIPSI PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan Sejarah Sari Warna Asli Group dimulai pada tahun enam puluhan, dimana pada saat itu sudah bergerak dalam bidang prosesing tekstil secara tradisional.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah dan Deskripsi Obyek Penelitian

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah dan Deskripsi Obyek Penelitian BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah dan Deskripsi Obyek Penelitian PT Sri Redjeki Isman (Sritex) sekarang menjadi pabrik tekstil terpadu dengan mesin paling modern. Di balik semangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perindustrian merupakan salah satu sektor usaha yang cukup banyak diminati oleh banyak orang di seluruh dunia. Di Indonesia, perkembangan usaha dalam sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki keunggulan kompetitif dapat mempertahankan dan atau. memiliki ketersediaan barang yang dijual pada setiap saat ketika pesanan

I. PENDAHULUAN. memiliki keunggulan kompetitif dapat mempertahankan dan atau. memiliki ketersediaan barang yang dijual pada setiap saat ketika pesanan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan ketat dalam memperebutkan pasar membuat perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif dapat mempertahankan dan atau mengembangkan bisnisnya. Keunggulan kompetitif

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Sistem Produksi Secara umum, sistem produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengubah masukan (input) sumber daya menjadi barang jadi atau barang setengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN. pangsa pasar dunia tekstil dan penggunaan mesin-mesin atau alat-alat industri

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN. pangsa pasar dunia tekstil dan penggunaan mesin-mesin atau alat-alat industri BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini, terutama dalam persaingan pangsa pasar dunia tekstil dan penggunaan mesin-mesin atau alat-alat industri sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat suatu tuntutan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat suatu tuntutan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat suatu tuntutan dalam kebutuhan hidup manusia. Hal ini juga membawa suatu kompetisi khususnya di dunia manufaktur.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang CV. Greeng Inspiration merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konveksi, yang menawarkan jasa pembuatan pakaian seperti, kaos oblong, kaos berkerah, polo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap industri manufaktur berusaha untuk efektif, dan dapat berproduksi dengan biaya produksi yang rendah untuk meningkatkan produktivitas. Usaha ini diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Nama : PT. Kewalram Indonesia. Alamat : Jl. Raya Rancaekek KM 25 Desa Sukadana. Telp : /

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Nama : PT. Kewalram Indonesia. Alamat : Jl. Raya Rancaekek KM 25 Desa Sukadana. Telp : / 26 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Tinjauan Umum Perusahaan 3.1.1 Nama dan Alamat Perusahaan Nama : PT. Kewalram Indonesia Alamat : Jl. Raya Rancaekek KM 25 Desa Sukadana Kecamatan Cimanggung Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 40 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Sejarah Perusahaan National Garment merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri pembuatan barang fashion seperti kaos,kemeja,celana,jaket

Lebih terperinci

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK Terbentuknya kain tenun, pada mulanya manusia purba menemukan cara membuat tambang, kemudian tali dan juga benang dari tumbuhantumbuhan merambat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang dilahirkan oleh kemajuan zaman. Dalam bidang perekonomian hal ini membuat dampak yang cukup besar bagi industri-industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbaik bagi konsumen dengan memakai mesin-mesin berteknologi tinggi. untuk memproduksi produk pesanan konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbaik bagi konsumen dengan memakai mesin-mesin berteknologi tinggi. untuk memproduksi produk pesanan konsumen. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi sekarang ini semakin pesat, begitu juga dengan kebutuhan dan keinginan konsumen yang semakin berkembang, terus bertambah dan bervariasi.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PERCETAKAN DI SURAKARTA

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PERCETAKAN DI SURAKARTA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PERCETAKAN DI SURAKARTA Indri Hapsari, Stefanus Soegiharto, Agnes Tria A. Teknik Industri, Universitas Surabaya Jl. Raya Kalirungkut, Surabaya 60293 Email: indri@ubaya.ac.id

Lebih terperinci

Created by : 1

Created by : 1 CONCURRENT SCHEDULER & SCHEDULING WINDOW Created by : -Wul@N- 1 PENJADWALAN Penjadwalan adalah proses perencanaan semua kegiatan yang terjadi dalam proses manufaktur. Tiga alasan utama mengapa penjadwalan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. UD Pusaka Bakti adalah UKM yang mengolah sabut kelapa menjadi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. UD Pusaka Bakti adalah UKM yang mengolah sabut kelapa menjadi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Pusaka Bakti adalah UKM yang mengolah sabut kelapa menjadi cocopress, keset kaki dan cocopeat yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era yang sudah maju pada saat ini manusia sangat memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era yang sudah maju pada saat ini manusia sangat memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era yang sudah maju pada saat ini manusia sangat memerlukan Teknologi dalam kehidupannya. Semakin pesatnya pertumbuhan teknologi, maka saat ini tercipta banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Prosedur a. Pengertian Prosedur Perusahaan ataupun instansi pasti memerlukan sebuah prosedur untuk menjalankan suatu kegiatan yang ada

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. grey dan selanjutnya di olah untuk dijadikan kain batik printing sehingga

BAB III PEMBAHASAN. grey dan selanjutnya di olah untuk dijadikan kain batik printing sehingga BAB III PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Sejarah Perusahaan PT. Iskandar Indah Printing Textile merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang tekstil di Indonesia. Perusahaan ini dalam

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Perusahaan PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries atau Timatex didirikan pada tahun 1975 dan diresmikan pada tanggal 7 Agustus 1976 oleh Presiden Suharto disertai

Lebih terperinci

Gambaran Wilayah Penelitian

Gambaran Wilayah Penelitian BAB III Gambaran Wilayah Penelitian A. Gambaran Umum PT Pismatex 1. Sejarah Berdirinya 46 PT Pismatex didirikan pada tahun 1971 di desa Klego Pekalongan oleh H Ghozi Salim (alm). PT Pismatex adalah perusahaan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan Pipa PVC Pada bab ini ditampilkan data-data penjualan pipa PVC yang diambil pada saat pengamatan dilakukan. Data yang ditampilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. giat untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat memenuhi permintaan tersebut. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. giat untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat memenuhi permintaan tersebut. Banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permintaan produk yang tinggi dari pelanggan akan membuat perusahaan semakin giat untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat memenuhi permintaan tersebut. Banyak

Lebih terperinci