BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 1.1 LATAR BELAKANG LAMPIRAN : Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor : 18 Tahun 2007 Tanggal : 15 Nopember 2007 BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang, menjadi angin segar bagi Pemerintah Daerah di Indonesia. Terkait regulasi tersebut Pemerintah Daerah menerima banyak limpahan kewenangan yang lebih luas untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kebijakan pembangunan secara otonom. Perubahan tersebut akan menjadi peluang manakala Pemerintah Daerah mampu mengoptimalkan kondisi dan potensi yang ada di wilayahnya. Berdasarkan pada hal tersebut Pemerintah Daerah perlu diperkuat dengan manajemen pemerintahan yang baik, salah satunya untuk menyusun perencanaan pembangunan daerah yang komprehensif dan aplikatif. Hal tersebut untuk mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Perencanaan pembangunan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dimana didalamnya juga mengatur perencanaan pembangunan daerah. Berdasarkan pada amanat Undang-Undang SPPN tersebut, setelah Kepala Daerah (Bupati) ditetapkan maka Kabupaten atau Kota juga diwajibkan menyusun perencanaan pembangunan daerah yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disebut RPJMD. Berdasarkan pada hal tersebut di atas maka Pemerintah Kabupaten Jepara menyusun rencana strategis daerah dalam bentuk RPJMD, yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu lima tahun dari tahun Dimana penyusunan RPJMD tersebut dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul. RPJMD Kabupaten Jepara Tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program prioritas Bupati, serta berorientasi pada pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang diuraikan dalam program dan kegiatan tahunan. Dalam penyusunannya, RPJMD tersebut berpedoman pada RPJPD Kabupaten Jepara Tahun yang sedang berjalan dan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan 5 (lima) tahun periode sebelumnya, serta masukan dari penjaringan aspirasi masyarakat. Penyusunan Dokumen RPJMD Kabupaten Jepara ini merupakan kelanjutan dari proses identifikasi potensi dan permasalahan yang terdapat di daerah, serta melalui suatu proses koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antara pemangku kepentingan pembangunan daerah dan instansi terkait. Secara substansial RPJMD Kabupaten Jepara merupakan suatu upaya untuk mengoptimalisasi sumber daya daerah yang terbatas untuk pemenuhan kebutuhan yang tidak terbatas, dengan mengembangkan potensi yang ada serta membuat kesinambungan pembangunan. Dengan harapan proses pelaksanaan pembangunan berjalan efektif dan efisien, untuk memperoleh hasil pembangunan daerah yang optimal dalam rangka mensejahterakan masyarakat. RPJMD Kabupaten Jepara sebagai petunjuk dan penentu arah kebijakan pembangunan serta pencapaian tujuan untuk kurun waktu lima tahun kedepan, sehingga RPJMD tersebut digunakan sebagai dasar penilaian kinerja Bupati selama masa jabatannya. Dimana progress report pelaksanaan pembangunan disampaikan dalam bentuk Laporan Keterangan 1 2

2 Pertanggungjawaban, yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran dan laporan akhir masa jabatan yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN RPJMD Kabupaten Jepara Tahun ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan dalam penyelenggaraan pembangunan yang dilakukan oleh unsur Pemerintah beserta pemangku kepentingan pembangunan daerah dalam kurun waktu lima tahun kedepan. Sedangkan RPJMD Kabupaten Jepara Tahun bertujuan untuk: 1. Memberikan pemahaman kepada pemangku kepentingan pembangunan dan unsur Pemerintah tentang mekanisme, proses dan substansi perencanaan pembangunan selama lima tahun dengan baik. 2. Sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan tahunan periode , sehingga setiap tahapan perencanaan pembangunan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. 3. Memberikan arahan kebutuhan program dan kegiatan prioritas yang jelas, dengan harapan pelaksanaan pembangunan daerah dapat berjalan secara optimal. 4. Sebagai tolok ukur dalam penilaian kinerja Pemerintah Kabupaten Jepara selama lima tahun. 5. Sebagai dasar komitmen bersama antara eksekutif, legislatif dan pemangku kepentingan pembangunan terhadap programprogram pembangunan daerah yang akan dilaksanakan kurun waktu lima tahun dalam rangka pencapaian visi misi daerah. 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN Landasan Penyusunan RPJMD Kabupaten Jepara Tahun adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Tengah. 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang. 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayah Kabupaten-Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara, dan Kendal serta Penataan Kecamatan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dalam wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah. 3 4

3 11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah. 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 13. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. 14. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. 15. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. 16. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Propinsi Jawa Tengah Tahun Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Jepara. 19. Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Jepara Tahun Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Propinsi Jawa Tengah. 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. 23. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/2020/SJ Tanggal 11 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah. 1.4 HUBUNGAN ANTARA RPJMD KABUPATEN JEPARA TAHUN DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA Hirarki perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Jepara dimulai dari RPJPD untuk kurun waktu 20 tahun, yang terjabarkan dalam RPJMD untuk kurun waktu 5 tahun dan kemudian diwujudkan dalam perencanaan jangka pendek untuk kurun waktu 1 (satu) tahun. Gambar berikut adalah hubungan RPJMD Kabupaten Jepara sampai tersusunnya Renja SKPD. Gambar 1.1. Bagan Hubungan RPJMD dengan dokumen perencanaan lainnya RPJM Nasional Th RPJMD (Renstrada) Prov. Jateng Th RPJPD Kab. Jepara Th RPJMD Kab. Jepara Th RKPD Kab. Jepara Renstra SKPD Th Renja SKPD 5 6

4 Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Jepara Tahun adalah dokumen perencanaan daerah yang digunakan sebagai dasar untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara Tahun dengan tetap memperhatikan RPJM Nasional dan RPJMD Provinsi Jawa Tengah (Renstrada Provinsi Jawa Tengah Tahun ). Kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan tetap memperhatikan RKP dan RKPD Provinsi Jawa Tengah. 1.5 SISTEMATIKA PENYUSUNAN RPJMD Kabupaten Jepara Tahun disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud Dan Tujuan 1.3. Landasan Penyusunan 1.4. Hubungan Antara RPJMD Kabupaten Jepara Tahun Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 1.5. Sistematika Penyusunan KONDISI UMUM DAERAH 2.1. Kondisi Geografis Dan Tata Ruang Wilayah 2.2. Demografi 2.3. Perekonomian Daerah 2.4. Sosial Budaya Daerah 2.5. Prasarana Dan Sarana Daerah 2.6. Pemerintahan Umum 2.7. Isu-Isu Pembangunan BAB III VISI DAN MISI 3.1. Visi 3.2. Misi BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi Pembangunan Kabupaten Jepara 4.2. Faktor-Faktor Kunci dan Asumsi Keberhasilan BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah 5.2. Arah pengelolaan Belanja Daerah 5.3. Kebijakan Umum Anggaran BAB VI KEBIJAKAN UMUM DAERAH BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1. Misi Pertama 7.2. Misi Kedua 7.3. Misi Ketiga 7.4. Misi Keempat 7.5. Misi Kelima 7.6. Misi Keenam BAB VIII PENUTUP 8.1. Program Transisi 8.2. Kaidah Pelaksanaan 7 8

5 BAB II KONDISI UMUM DAERAH 2.1 KONDISI GEOGRAFIS DAN TATA RUANG WILAYAH Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110 9' 48, 02" sampai ' 37,40" Bujur Timur, 5 43' 20,67" sampai 6 47' 25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Berdasar letak geografis wilayah, maka Kabupaten Jepara beriklim tropis dengan pergantian musim penghujan dan kemarau. Musim penghujan antara bulan Nopember-April dipengaruhi oleh musim Barat sedang musim kemarau antara bulan Mei-Oktober yang dipengaruhi oleh angin musim Timur. Sedangkan jumlah curah hujan ± mm, dengan jumlah hari hujan 89 hari. Suhu udara Kabupaten Jepara terendah pada 21,55 C dan tertinggi sekitar 33,71 C, dengan kelembaban udara rata-rata sekitar 84%. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibukota Provinsi sekitar 71 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 2 jam. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di Barat dan Utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di Timur, serta Kabupaten Demak di Selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa, dimana untuk menuju ke wilayah tersebut sekarang dilayani oleh kapal ferry dari Pelabuhan Jepara dan kapal cepat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Selain itu di Kepulauan Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang dapat didarati pesawat terbang berjenis kecil dari Semarang. Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 1.004,132 km 2 dengan panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (24,179 km 2 ) sedangkan wilayah terluas adalah Kecamatan Keling (231,758 km 2 ). Sebagian besar luas wilayah merupakan tanah kering, sebesar 740,052 km 2 (73,70%) sisanya merupakan tanah sawah, sebesar 264,080 km 2 (26,30%). Gambar 2.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah Laut Jawa Semarang Demak Kudus Dari wilayah Kabupaten Jepara juga mencakup luas lautan sebesar 1.845,6 km². Pada lautan tersebut terdapat daratan kepulauan sejumlah 29 pulau, dengan 5 pulau berpenghuni dan 24 pulau tidak berpenghuni. Wilayah kepulauan tersebut merupakan Kecamatan Karimunjawa yang berada di gugusan Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau yang ada di Laut Jawa dengan dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sedangkan sebagian besar wilayah perairan tersebut dilindungi dalam Cagar Alam Laut Karimunjawa. Pati JEPARA 9 10

6 Gambar 2.2 Peta Kabupaten Jepara 6. Kedung 43, Keling 231, Kembang 108, Mayong 65, Mlonggo 102, Nalumsari 56, Pecangaan 35, Tahunan 38, Welahan 27, Jumlah 1.004, Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2005 Secara topografi Kabupaten Jepara dapat dibagi dalam empat wilayah yaitu wilayah pantai di bagian pesisir Barat dan Utara, wilayah dataran rendah di bagian tengah dan Selatan, wilayah pegunungan di bagian Timur yang merupakan lereng Barat dari Gunung Muria dan wilayah perairan atau kepulauan di bagian utara merupakan serangkaian Kepulauan Karimunjawa. Secara administratif wilayah seluas 1.004,132 km² tersebut terdiri atas 14 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 183 desa dan 11 kelurahan, seperti terlihat dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Jumlah Kecamatan, Luas, Desa/Kelurahan, RW dan RT No. Kecamatan Luas (km 2 ) Desa/Kel RW RT 1. Jepara 24, Bangsri 85, Batealit 88, Kalinyamatan 24, Karimunjawa Tabel 2.2 Ketinggian Permukaan Tanah Kecamatan No Kecamatan Ketinggian (mdpl) 1. Jepara Bangsri Batealit Kalinyamatan Karimunjawa Kedung Keling Kembang Mayong Mlonggo

7 11. Nalumsari Pecangaan Tahunan Welahan 2 7 Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2005 Dengan kondisi topografi demikian, Kabupaten Jepara memiliki variasi ketinggian antara 0 m sampai dengan m dpl (dari permukaan laut), daerah terendah adalah Kecamatan Kedung antara 0-2 mdpl yang merupakan dataran pantai, sedangkan daerah yang tertinggi adalah Kecamatan Keling antara mdpl merupakan perbukitan. Variasi ketinggian tersebut menyebabkan Kabupaten Jepara terbagai dalam empat kemiringan lahan, yaitu datar ,060 Ha, bergelombang ,917 Ha, curam Ha dan sangat curam ,212 Ha. Berdasar data tersebut di atas, bagian daratan utama Kabupaten Jepara terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi yang merupakan kawasan pada lereng Gunung Muria. Kondisi ini menyebabkan sistem hidrologinya mengalir beberapa sungai besar yang memiliki beberapa anak sungai. Dimana karakteristik kontur wilayah, menyebabkan sungai mengalir dari daerah hulu di bagian timur dan selatan ke daerah hilir bagian utara dan barat. Daratan utama Kabupaten Jepara berdasarkan sistem hidrologi merupakan kawasan yang berada pada lereng Gunung Muria bagian barat yang mengalir sungai-sungai besar yang memiliki beberapa anak sungai. Sungai-sungai besar tersebut antara lain Sungai Gelis, Keling, Jarakan, Jinggotan, Banjaran, Mlonggo, Gung, Wiso, Pecangaan, Bakalan, Mayong dan Tunggul. Berdasarkan karakteristik topografi wilayah, aliran sungai relatif dari daerah hulu dibagian timur (Gunung Muria) ke arah barat (barat daya, barat, dan barat laut) yaitu daerah hilir (laut Jawa). Pada daratan Kabupaten Jepara terdapat beberapa jenis tanah, yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis tanah berikut Andosol coklat, terdapat diperbukitan bagian utara dan puncak Gunung Muria seluas 3.525,469 Ha, Regosol terdapat dibagian utara seluas 2.700,857 Ha, Alluvial terdapat di sepanjang pantai utara seluas 9.126,433 Ha, Asosiasi Mediterian terdapat di pantai barat seluas ,458 Ha dan Latosol yang merupakan jenis tanah paling dominan di Kabupaten Jepara terdapat di perbukitan Gunung Muria seluas ,972 Ha Tata Ruang Wilayah Tata ruang wilayah merupakan salah satu hal yang penting diperhatikan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Jepara, hal ini mengacu pada petunjuk perencanaan pembangunan dari Pemerintah Pusat. Dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Kabupaten Jepara, pengembangan wilayah Kabupaten Jepara terbagi dalam 6 Sub Wilayah Pembangunan (SWP) berikut ini: 1. SWP I : Jepara Jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Jepara, Tahunan, Kedung dan Batealit. Potensi pengembangan meliputi sektor industri kerajinan, perikanan dan pariwisata. 2. SWP II : Bangsri Jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Bangsri, Kembang dan Mlonggo. Potensi pengembangan meliputi sektor pertanian tanaman pangan dan peternakan serta sektor energi (PLTU). 3. SWP III : Pecangaan Jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Pecangaan, Kalinyamatan dan Welahan. Potensi pengembangan meliputi sektor industri kerajinan dan pertanian tanaman pangan. 4. SWP IV : Karimunjawa Jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan 13 14

8 Karimunjawa. Potensi pengembangan meliputi sektor perikanan, peternakan, pariwisata, pengelolaan sumber daya alam, pelestarian lingkungan hidup serta perhubungan laut. 5. SWP V : Keling Jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Keling. Potensi pengembangan meliputi sektor perkebunan, peternakan dan perikanan. 6. SWP VI : Mayong Jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Mayong dan Nalumsari. Potensi pengembangan meliputi sektor kerajinan, perdagangan dan pertanian tanaman pangan. Sebagai gambaran saat ini penggunaan lahan di Kabupaten Jepara dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu: 1. Penggunaan lahan Rural atau Pedesaan yang meliputi penggunaan tanah sawah, tegalan, kebun campur, tambak dan perkebunan, yang menyebar pada beberapa bagian wilayah Kabupaten Jepara. 2. Penggunaan lahan Urban atau Pusat Keramaian yang meliputi penggunaan tanah perumahan, perekonomian, jasa, perdagangan, industri dan lain sebagainya, yang tersebar di bagian Utara, Tengah dan Selatan wilayah Kabupaten Jepara. 3. Penggunaan lahan Enviromental Conservation atau konservasi lingkungan yang meliputi penggunaan lahan pada daerah perairan Kepulauan Karimunjawa. Sebagai gambaran proporsi pola tata guna lahan Kabupaten Jepara seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Pola Tata Guna Lahan Kabupaten Jepara No. Lahan Luas (Ha) 1. Bangunan / Pekarangan 28, Tegalan / Kebun 18, Sawah 26, Tambak 1, Hutan 19, Perkebunan 3, Penggunaan lainnya 2,795 Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2005 Dari data diatas diketahui bahwa luas bangunan dan pekarangan sudah mendominasi tata guna lahan di Kabupaten Jepara atau mencapai 28,26% dari luas Jepara. Kemudian disusul berturutturut berikutnya adalah luas sawah yang mencapai 26,40%, hutan sekitar 19,08% dan tegalan atau kebun seluas 18,30%. Sedangkan yang lain seperti tambak, perkebunan dan penggunaan lainnya luasnya relatif kecil atau dibawah lima persen. Selanjutnya, pola tata guna lahan tersebut di atas dapat dirinci dalam penggunaan tanah (untuk tanah sawah dan tanah kering) sebagai berikut: Tabel 2.4 Penggunaan Tanah Sawah dan Tanah Kering No. Penggunaan tanah Luas Tanah Sawah Pengairan Tehnis 5.380,935 Pengairan Setengah Teknis 3.398,250 Pengairan Sederhana PU ,087 Pengairan Non PU 2.144,014 Tadah Hujan 5.096, Tanah Kering ,185 Tanah Bangunan dan ,382 Halaman Tegalan ,364 Padang Rumput 15,000 Rawa tidak ditanami 21,

9 Tambak 1.202,282 Kolam 9,545 Tanah yang tidak 330,700 diusahakan Tanah untuk Kayu-Kayuan 1.535,462 Hutan Negara , Perkebunan Negara 3.954,288 Tanah untuk Lainnya 2.793,891 Jumlah ,189 Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2005 Guna menjaga keseimbangan ekosistem dan ketahanan pangan nasional, maka Kabupaten Jepara dijadikan salah satu daerah produksi pangan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Perda tersebut diperkuat dengan adanya kesepakatan antara Bupati atau Walikota se-jawa Tengah untuk mempertahankan lahan sawah yang produktif dari alih fungsi lahan. Desakan globalisasi yang terjadi sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek pembangunan di Kabupaten Jepara, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam pengembangan wilayah serta berpengaruh kuat pada kebutuhan lahan untuk pembangunan. Penggunaan lahan tersebut merupakan cerminan atau perwujudan interaksi antara manusia dengan tingkat teknologi yang dimiliki, jenis usaha, kondisi fisik dan jumlah penduduk yang ada dalam wilayah tersebut. Sehingga pola penggunaan lahan tersebut akan mencirikan kegiatan masyarakat yang mendiami daerah yang bersangkutan. Berdasar hal-hal tersebut sudah saatnya diperlukan penyusunan RTRW dan RDTR untuk periode 10 (sepuluh) tahun ke depan dengan memperhatikan lingkungan yang keberlanjutan. No. Dalam kerangka tata guna lahan, agar dalam lima tahun kedepan dicapai pertumbuhan wilayah tertinggal, pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan, maka skenario pengembangan wilayah Kabupaten Jepara mengarah pada wilayah utara yaitu pada Kepulauan Karimunjawa dan ke arah timur dari Jepara sepanjang garis pantai. Gambar 2.3 Skenario Pengembangan Wilayah Kabupaten Jepara Aspek lain yang terkait dengan tata ruang adalah aspek pertanahan. Kesadaran masyarakat untuk memiliki kepastian hukum tentang pemilikan hak atas tanah cenderung meningkat, hal ini ditunjukkan dengan makin bertambahnya jumlah tanah yang bersertifikat. Apabila pada tahun 2002 sertifikat tanah yang diterbitkan untuk semua jenis hak berjumlah , pada tahun 2006 menjadi atau meningkat sebesar 9%. Tanah Bersertifikat Tabel 2.5 Jumlah Sertifikat Tanah Jumlah Penerbitan Sertifikat s.d s.d

10 1. Hak Milik Hak Guna Bangunan 3. Hak Guna Usaha 4. Hak Pakai Jumlah Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jepara, Tahun 2006 Permasalahan umum tata ruang adalah peningkatan perubahan peruntukan lahan pertanian menjadi non pertanian dan ketidakkonsistenan penggunaan lahan sesuai fungsi yang ditetapkan dalam perencanaan tata ruang, sedangkan masalah pertanahan adalah masih banyaknya petak tanah yang belum bersertifikat Lingkungan Hidup Kondisi lingkungan hidup dalam waktu satu dasa warsa terakhir cenderung mengalami penurunan kualitas, hal ini ditandai dengan bertambahnya lahan kritis, meningkatnya pencemaran lingkungan, dan berkurangnya hutan produktif serta terjadinya bencana alam. Salah satu indikator kualitas lingkungan hidup ditunjukkan dari luasnya lokasi lahan kritis. Berdasarkan data diketahui bahwa luas lahan kritis semakin meningkat, tahun 2003 seluas ,66 Ha menjadi Ha pada tahun 2004, atau mengalami peningkatan sebesar 27,36%. Sedangkan pada tahun 2006 bertambah menjadi Ha. Jumlah kawasan lindung yang ada di Kabupaten Jepara pada tahun 2006 terdiri dari taman nasional 1 buah, cagar alam 2 buah, hutan lindung 2 buah dan cagar budaya 4 buah. Kondisi hutan pada tahun 2006 secara kuantitas tidak terjadi pengurangan luas lahan, hutan negara dan lahan tanaman kayu-kayuan seluas 190,96 km 2 serta hutan lindung seluas 42,440 km 2 dan hutan suaka alam dan wisata 0,71 km 2.. Namun ternyata secara kualitas kondisi hutan jauh berkurang dimana pada saat ini hampir sebagian besar hutan dalam kondisi gundul akibat penebangan liar. Akibat kondisi tersebut terjadi peningkatan kejadian bencana alam berupa banjir dan erosi, dimana pada tahun 2000 jumlah banjir terjadi 7 kali dan tahun 2005 meningkat menjadi 18 kali. Namun secara umum jumlah bencana pada tahun 2006 menurun menjadi 6 kali. Tabel 2.6 Jumlah Bencana Alam Tahun Frekuensi Sumber: Bakesbanglinsos Kabupaten Jepara, 2006 Permasalahan pokok pengembangan lingkungan hidup adalah penurunan kualitas lingkungan hidup, akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan, rendahnya kesadaran masyarakat dan kurang konsistennya penegakan hukum. Lingkungan hidup menjadi isu sentral hampir disemua daerah, baik saat ini maupun masa mendatang. Pada masa datang kerusakan lingkungan yang disebakan oleh hal-hal diatas akan semakin banyak, untuk itu isu ini harus mendapat perhatian khusus agar dampak yang ditimbulkan dapat dieliminir. 2.2 DEMOGRAFI Jumlah penduduk Kabupaten Jepara 5 (lima) tahun terakhir meningkat dari jumlah jiwa pada tahun 2002 menjadi jiwa pada tahun Ini menunjukkan, bahwa terjadi 19 20

11 pertambahan penduduk sebesar jiwa dalam waktu lima tahun atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,55% per tahun. Sedangkan proporsi jumlah penduduk Kabupaten Jepara hanya sekitar 3,27% dari jumlah penduduk Jawa Tengah (32,91 Juta jiwa). Berdasar hasil registrasi penduduk pada tahun 2005, jumlah penduduk Kabupaten Jepara berdasar jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan. Hal tersebut menunjukkan rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan (rasio jenis kelamin) sekitar 0,987 yang berarti setiap penduduk laki-laki terdapat 987 penduduk perempuan. Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Pertumbuhan (%) , , , * ,23 Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2005 dan *Disnakedukcapil Berdasar data di atas menunjukkan pertumbuhan penduduk tiga tahun terakhir ( ) cenderung menurun, namun dengan angka sementara (2006) ternyata terjadi pertumbuhan yang meningkat. Proporsi jumlah penduduk perempuan sampai dengan tahun 2004 lebih besar daripada laki-laki. Namun sejak tahun 2006 jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari perempuan. No Kec Tabel 2.8 Jumlah dan Kepadatan Penduduk * Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan 1. Jepara , Bangsri , Batealit , Kalinyamata n , Karimunjawa , Kedung , Keling , Kembang , Mayong , Mlonggo , Nalumsari , Pecangaan , Tahunan , Welahan ,428 Jumlah Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun dan *Disnakerdukcapil Atas dasar data di atas penyebaran penduduk Kabupaten Jepara masih terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Jepara dan yang terendah adalah Kecamatan Karimunjawa. Gambaran sosial ekonomi masyarakat memang dapat ditentukan oleh tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah. Namun demikian tingkat kepadatan yang ideal di Kabupaten Jepara tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tergantung pada potensi yang dimiliki dan kemampuan penduduk di Kabupaten tersebut dalam memanfaatkan potensi yang ada. Pemerintah Kabupaten Jepara menyadari bahwa ukuran kepadatan penduduk suatu Kabupaten akan lebih bermakna bila dikaitkan dengan potensi Kabupaten dan kondisi penduduk antar kecamatan di Kabupaten Jepara yang bervariasi. 18,

12 Tabel 2.9 Prediksi Jumlah Penduduk Tahun Jumlah Penduduk Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun , Diolah Untuk dapat mengetahui perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif, maka dapat dilihat jumlah penduduk berdasarkan komposisi umur. Tabel 2.10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Tahun Usia keatas Jumlah * Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun dan *Disnakerdukcapil Berdasarkan komposisi umur penduduk, maka dapat dilihat bentuk struktur atau piramida penduduknya. Dari sudut pandang ini, penduduk Kabupaten Jepara tergolong dalam ciri Expansive yakni sebagian besar penduduknya berada dalam kelompok usia muda atau produktif (15-64 tahun) yaitu sekitar 66,1%. Prosentase tersebut menunjukan angka beban tanggungan, yaitu perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif (0-14 dan 65 th keatas) pada tahun 2006 (menggunakan angka sementara) sebesar dengan angka ketergantungan 44,87%. yang berarti 1 orang penduduk usia produktif menanggung 2 orang penduduk tidak produktif Gambar 2.4 Piramida Penduduk Tahun Sumber: Jepara Dalam Angka 2005, Diolah Jepara sebagai pusat perdagangan dan industri furnitur atau meubelair, serta adanya rencana pembangunan pembangkit listrik energi alternatif, membawa konsekuensi daerah ini sebagai tujuan mobilitas penduduk baik karena alasan pekerjaan maupun alasan usaha. Dari data yang ada menunjukkan bahwa migran ke Kabupaten Jepara tiga tahun terakhir naik dari 224 jiwa tahun 2002 menjadi pada tahun Perbandingan penduduk yang datang dengan yang pergi pada tahun 2006 (angka sementara) menunjukan rasio 1 : 5,41. Hal tersebut menunjukkan penduduk yang datang lebih besar daripada penduduk yang pergi keluar Jepara

13 Tabel 2.11 Jumlah Penduduk Migrasi Migran Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk Datang * Penduduk Pergi * Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun dan *Disnakerdukcapil Dari data pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, beban tanggungan penduduk non produktif, jumlah penduduk pencari kerja dan banyaknya penduduk migran, hal ini berpengaruh secara tidak langsung terhadap jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Jepara pada tahun 2002 sebanyak Jiwa atau 14,5% dari jumlah penduduk dan pada tahun 2006 (dengan menggunakan angka sementara) naik menjadi Jiwa atau 13,3%, sehingga selama tiga tahun jumlah penduduk miskin naik sebesar 817 iwa. Namun dilihat dari proporsi penduduk miskin terhadap jumlah penduduk, persentase penduduk miskin turun sebesar 0,4%. Tabel 2.12 Jumlah Penduduk Miskin Tahun Jumlah Penduduk Penduduk Miskin Persentase ,5% ,9% ,6% ,7% 2006* ,3% Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun Apabila dirinci dari sisi tahapan keluarga sejahtera tampak bahwa jumlah keluarga Pra Sejahtera pada tahun 2001 sebesar KK atau 42,29% dari jumlah penduduk sedangkan tahun 2006 (angka sementara) sebesar KK atau 36,80% dari jumlah penduduk. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah keluarga Pra Sejahtera sebesar KK, artinya terjadi sedikit peningkatan kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonomi. Permasalahan umum di bidang kependudukan adalah pertambahan jumlah penduduk yang cukup tinggi dan masih tingginya jumlah keluarga Pra Sejahtera. Tabel II.13 Penduduk Menurut Tahapan Keluarga Sejahtera Tahap Keluarga Tahun Sejahtera * Pra Sejahtera (41,15) (40,33) (38,52) (37,98) (36,80) Sejahtera I * Sejahtera II * Sejahtera III * Sejahtera III * KK Berumah Tidak layak * Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun dan *Kantor KB Daerah 25 26

14 Dilihat dari sisi keluarga berencana, kondisi Kabupaten Jepara menunjukkan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tahun 2001 sebanyak PUS sedangkan tahun 2005 sebanyak PUS. Kondisi ini tidak sejalan dengan peningkatan jumlah peserta KB Aktif yang cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2001 persentase peserta KB mencapai 73,09% tetapi sebaliknya pada tahun 2005 mengalami penurunan hingga 74,96%. Pada tahun 2001 peserta KB Aktif yang menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) mencapai 20,31% dari PUS tetapi pada tahun 2005 mengalami penurunan yang cukup besar karena hanya mencapai 18,42% dari PUS. Hal ini berarti akan meningkatkan potensi fertilitas. Permasalahan pokok Keluarga Berencana adalah makin menurunnya persentase cakupan peserta KB aktif dan menurunnya pencapaian peserta KB MKJP. 2.3 PEREKONOMIAN DAERAH Dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan jangka menengah Kabupaten Jepara dibutuhkan analisis indikator ekonomi berbagai sektor pembangunan. Hasil analisis tersebut merupakan pijakan, dalam rangka merumuskan kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Jepara kurun waktu lima tahun kedepan. Analisis ekonomi dilakukan untuk mewujudkan ekonomi wilayah yang sustainable melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi wilayah yang lebih luas. Dalam pengertian tersebut, analisis indikator ekonomi diarahkan untuk menciptakan keterkaitan ekonomi antar kawasan di dalam wilayah kabupaten dan keterkaitan ekonomi antar wilayah kabupaten. Dari analisis ini, diharapkan diperoleh pengetahuan mengenai karakteristik perekonomian wilayah dan ciriciri ekonomi kawasan dengan mengidentifikasi basis ekonomi kabupaten, sektor-sektor unggulan, besaran kesempatan kerja, pertumbuhan dan disparitas pertumbuhan ekonomi wilayah. Sedangkan hal yang akan mempengaruhi kondisi ekonomi Kabupaten Jepara lima tahun kedepan adalah adanya rencana pembangunan pembangkit listrik energi alternatif dan pembangunan Jepara The World Carving Centre, dimana pembangunan kedua hal tersebut akan membawa dampak yang sangat luas baik dalam ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Pada bidang ekonomi pembangunan pembangkit listrik energi alternatif akan meningkatkan perputaran roda perekonomian daerah, hal tersebut berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja, berkembangnya usaha kecil dan besar, sarana prasarana (transportasi dan pelabuhan batubara), serta meningkatnya pendapatan daerah. Berdasarkan gambaran sepintas tentang perekonomian daerah di atas berikut akan diuraikan tentang struktur perekonomian daerah terkait kontribusinya terhadap wilayah dan ciri-ciri ekonomi wilayah, berdasar basis ekonomi dan sektor-sektor unggulan Struktur Perekonomian Untuk melihat pertumbuhan perekonomian Kabupaten Jepara secara umum, maka berikut akan disajikan melalui indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto yang selanjutnya disingkat PDRB. Berikut akan diuraikan pertumbuhan PDRB dan kontribusi sektor PDRB selama empat tahun terakhir ( ), serta proporsi PDRB Kabupaten Jepara pada PDRB Provinsi Jawa Tengah berdasarkan harga berlaku dan harga konstan tahun Hasil perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku dapat menjelaskan besamya peran masing-masing sektor ekonomi. Apabila diurutkan, maka sektor unggulan pertama adalah industri pengolahan. Kemudian sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran hampir menduduki urutan berikutnya. Berdasar hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa ketiga sektor yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan andalan utama Kabupaten Jepara saat ini karena kontribusinya cukup besar

15 Tabel 2.14 PDRB Menurut Atas Dasar Harga Berlaku No Lapangan Usaha Tahun (dalam jutaan) * 1. Pertanian , , , ,48 2. Pertambangan dan Penggalian , , , ,59 3. Industri Pengolahan , , , ,36 4. Listrik, Gas dan Air Bersih , , , ,04 5. Bangunan , , , ,89 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran , , , ,20 7. Pengangkutan dan Komunikasi , , , ,30 8. Keu, Persewa Bang, Jasa Prsh , , , ,27 9. Jasa-Jasa , , , ,05 PDRB , , , ,15 Pertumbuhan PDRB (%) 0, , , , Jumlah Penduduk (Jiwa) Pdpt Per Kapita (Juta Rp) 3,856 4,136 4,654 4,87 Sumber: PDRB Kabupaten Jepara Secara rinci kontribusi masing-masing lapangan usaha terhadap PDRB selama empat tahun ditunjukkan pada tabel berikut. Ketiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran kontribusinya selama empat tahun menunjukkan angka yang relatif besar atau diatas 20% dari PDRB. Tabel 2.15 Kontribusi Sektor PDRB Atas Dasar Harga Berlaku No. Sektor Tahun * 1. Pertanian 0,2442 0,2356 0,2326 0, Pertambangan dan Penggalian 0,0053 0,0057 0,0060 0, Industri Pengolahan 0,2722 0,2698 0,2639 0, Listrik, Gas dan Air Bersih 0,0118 0,0132 0,0126 0, Bangunan 0,0396 0,0445 0,0511 0, Perdagangan, Hotel Dan Restoran 0,2172 0,2144 0,2108 0, Pengangkutan dan Komunikasi 0,0588 0,0580 0,0639 0, Keu, Persewa, Bangunan, Jasa Persh 0,0602 0,0667 0,0670 0, Jasa-Jasa 0,0905 0,0922 0,0921 0,0930 PDRB 1,00 1,00 1,00 1,00 Sumber: PDRB Kab. JEPARA (BPS Kab. JEPARA) (diolah) Untuk mengetahui kondisi terkahir, maka berikut akan digambarkan masing-masing Kontribusi PDRB menurut lapangan usaha pada tahun Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas sektor-sektor yang merupakan andalan utama saat ini, karena kontribusinya yang besar. Gambar 2.5 Kontribusi PDRB Menurut Dasar Harga Berlaku Tahun 2006* 6% Pertanian 7% 21% Industri Pengolahan Bangunan 9% Pengangkutan dan Komunikasi Jasa-Jasa 6% 1% 23% 26% 1% Pertambangan dan Penggalian Listrik, Gas dan Air Bersih Perdagangan, Hotel Dan Restoran Keu, Persewa, Bangunan, Jasa Persh Sedangkan berdasarkan atas dasar harga konstan 2000, sumbangan tertinggi terhadap pembentukan PDRB empat tahun 29 30

16 terakhir juga pada sektor industri pengolahan, sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Secara rinci PDRB menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.15 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 No. Lapangan Usaha Tahun (dalam Jutaan) * Pertanian , , , ,19 2. Pertambangan dan , , , ,29 Penggalian 3. Industri Pengolahan , , , ,90 4. Listrik, Gas dan Air Bersih , , , ,52 5. Bangunan , , , ,39 6. Perdagangan, Hotel dan , , , ,55 Resto 7. Pengangkutan dan , , , ,10 Komunikasi 8. Keu, Persewa Bang Jasa , , , ,22 Prsh 9. Jasa-Jasa , , , ,53 PDRB , , , ,66 Pertumbuhan PDRB 0, , , , (%) Jumlah Penduduk ,5 (Jiwa) Pdpt Per Kapita (Juta Rp) 3,026 3,088 3,164 3,159 Sumber : PDRB Kabupaten Jepara Dilihat dari kontribusi terbesar dari PDRB Kabupaten Jepara atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Namun ketiga sektor utama pembentuk PDRB tersebut, pada tahun 2005 dibanding empat tahun sebelumnya tahun 2002 kontribusinya turun. Sedangan kontribusi terendah terhadap PDRB adalah sektor Pertambangan dan Penggalian. Tabel 2.16 Kontribusi Sektor PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 No. Sektor Tahun * 1. Pertanian 0,2518 0,2474 0,2477 0, Pertambangan dan Penggalian 0,0048 0,0050 0,0052 0, Industri Pengolahan 0,2775 0,2755 0,2730 0, Listrik, Gas dan Air Bersih 0,0060 0,0066 0,0068 0, Bangunan 0,0402 0,0434 0,0463 0, Perdagangan, Hotel Dan Restoran 0,2227 0,2204 0,2195 0, Pengangkutan dan Komunikasi 0,0553 0,0549 0,0546 0, Keu, Persewa Bangunan, Jasa Persh. 0,0547 0,0578 0,0584 0, Jasa-Jasa 0,0871 0,0890 0,0884 0,0894 PDRB 1,00 1,00 1,00 1,00 Sumber : PDRB Kabupaten Jepara Untuk mengetahui proporsi tiap sektor pembentuk PDRB berdasar harga konstans pada tahun 2000, berikut akan digambarkan masing-masing sektor seperti pada gambar berikut ini. Dengan demikian dapat diketahui besarnya proposi sektor-sektor pada tahun 2006 (angka sementara) yang memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Jepara

17 Gambar 2.6 Kontribusi PDRB menurut lapangan usaha berdasarkan Angka Dasar Harga Konstan Tahun 2006* Pertanian 542% 2167% 612% Industri Pengolahan Bangunan 515% 894% Pengangkutan dan Komunikasi Jasa-Jasa 71% 2457% 2690% 54% Pertambangan dan Penggalian Listrik, Gas dan Air Bersih Perdagangan, Hotel Dan Restoran Keu, Persewa Bangunan, Jasa Persh. Dalam melihat perkembangan struktur ekonomi daerah dalam konstalasi regional Provinsi Jawa Tengah, maka proporsi PDRB Kabupaten Jepara dibandingkan dengan PDRB Provinsi Jawa Tengah. Sehingga akan dapat diketahui besarnya proporsi PDRB Kabupaten dalam membentuk PDRB Provinsi Jawa Tengah yang ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.17 Perbandingan PDRB Harga Berlaku Jepara-Jateng PDRB (Dalam Juta Rupiah) Tahun Jepara Jateng % PDRB Jepara thd Jateng , ,74 2,41% , ,04 2,33% , ,05 2,27% , ,31 2,14% 2006* , ,00 2,11% Sumber: PDRB Kabupaten Jepara Dari data tersebut di atas tampak bahwa PDRB Kabupaten Jepara mengalami peningkatan rata-rata 11,16%, namun apabila dibandingkan dengan PDRB Jawa Tengah selama empat tahun terakhir mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa PDRB Kabupaten Jepara tumbuh di bawah nilai PDRB Jawa Tengah Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri mebelair sehingga Jepara dikenal sebagai kota ukir, dimana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu (Pusat kerajinan ini di Kecamatan Tahunan dan Jepara) yang ketenarannya hingga ke luar negeri. Banyaknya usaha mebelair ternyata mampu mendongkrak sektor industri pengolahan, sehingga menjadi leading sector dalam perekonomian. Sektor ini dibanding delapan sektor lainnya memberikan kontribusi paling besar bagi produk domestik regional bruto (PDRB). Selain itu, di Kabupaten Jepara juga banyak terdapat tempat pariwisata yang sangat memikat wisatawan, sehingga sektor ini juga selama ini memberikan kontribusi yang cukup baik bagi pendapatan daerah. Pertumbuhan sektor ekonomi menurut lapangan usaha tidak semuanya menunjukan pertumbuhan yang positif, namun sebagian besar mengalami pertumbuhan diantaranya adalah sektor pertanian tumbuh sebesar 6,08%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,48%, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 8,56%, sedangkan sektor konstruksi sudah mulai tumbuh sebesar 1,63%. Dengan performa pertumbuhan tersebut, kontribusi terbesar didominasi oleh sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 10,54%

18 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Menurut Harga Konstan 2000 No. Sektor * 1. Pertanian 0,09 0,05 0,13 0, Pertambangan dan Penggalian 0,13 0,16 0,20 0, Industri Pengolahan 0,07 0,08 0,12 0, Listrik, Gas dan Air Minum 0,37 0,22 0,10 0, Bangunan 0,33 0,23 0,31 0,35 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,08 0,08 0,13 0,12 7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,07 0,08 0,26 0, Keuangan, Persewaan dan Jasa Prsh 0,19 0,21 0,15 0, Jasa-jasa 0,10 0,11 0,14 0,125 PDRB Total 0,0401 0,0376 0,0399 0,0423 Sumber: PDRB Kabupaten Jepara Untuk mengetahui sektor ekonomi basis dilakukan penghitungan nilai LQ (Location Quotient) dengan mempertimbangkan kondisi PDRB Kabupaten Jepara terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah. Melalui perhitungan nilai LQ, dapat diketahui sektor basis Kabupaten Jepara. Tabel 2.19 Nilai LQ Menurut Harga Konstan Tahun 2000 No. Lapangan Usaha Pertanian 1,12 1,20 1,17 1,18 2. Pertambangan dan Penggalian 0,47 0,48 0,51 0,51 3. Industri Pengolahan 0,89 0,87 0,85 0,85 4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,77 0,79 0,84 0,83 5. Bangunan 0,67 0,75 0,79 0,83 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,06 1,04 1,05 1,04 7. Pengangkutan dan Komunikasi 1,17 1,15 1,14 1,12 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Prsh 1,42 1,52 1,64 1,65 9. Jasa-jasa 0,96 0,87 0,88 0,88 Sumber: PDRB Kabupaten Jepara , Diolah Berdasar nilai LQ dapat diketahui bahwa beberapa sektor basis dapat atau berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Jepara. Sesuai data PDRB tahun 2005 sektor yang paling utama adalah Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, karena sektor tersebut memiliki nilai LQ tertinggi. Disusul kemudian oleh sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor perdagangan, hotel dan restauran. Sedangkan beberapa sektor basis lainnya nilainya dibawah satu. Hasil dari penghitungan LQ menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan walaupun memberikan sumbangan terbesar pada PDRB Kabupaten Jepara, ternyata untuk tingkat Jawa Tengah sektor ini bersaing dengan daerah lain. Bahkan nilai LQ tidak lebih dari satu Pendapatan Domestik Regional Bruto Per Kapita Perkembangan pembangunan ekonomi Kabupaten Jepara tidak hanya dilihat dari PDRB sektoral, tetapi juga harus diperhatikan perkembangan PDRB per kapita dan pendapatan per kapita dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Gambaran mengenai PDRB per kapita merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Selama empat tahun perkembangan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Jepara selama empat tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata sebesar 11,17%, kenaikan PDRB tersebut sejalan dengan kenaikan Pendapatan Perkapita setiap tahun rata-rata naik sebesar 7,70%

19 Tabel 2.20 PDRB, Penduduk dan PDRB Perkapita Menurut Harga Berlaku No. Tahun PDRB Berlaku Jumlah Penduduk PDRB Per Kapita , , , , * , Sumber: PDRB Kabupaten Jepara dan Jepara Dalam Angka Sedangkan perkembangan PDRB per kapita atas dasar harga konstan selama empat tahun tidak selalu naik. Pada tahun 2003 PDRB perkapita mengalami penurunan 2,31%. Walaupun demikian ternyata selama empat tahun terakhir secara rata-rata PDRB per kapita Kabupaten Jepara menunjukkan kenaikan sebesar 2,27%, dan kenaikan PDRB Perkapita atas dasar harga konstan selama empat tahun naik rata-rata sebesar 3,99%. Tabel 2.21 PDRB, Penduduk dan PDRB Perkapita Menurut Harga Konstan No. Tahun PDRB Berlaku Jumlah Penduduk PDRB Per Kapita , , , , * , Sumber: PDRB Kabupaten Jepara dan Jepara Dalam Angka Pertumbuhan Ekonomi Secara Agregat Tabel 2.22 Pertumbuhan Ekonomi No Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) , ,76-0, ,00 0, ,23 0, ,28 0,05 Sumber: PDRB Kabupaten Jepara Berdasarkan tabel di atas pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara setiap tahun mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2003 yang mengalami penurunan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun Tabel 2.23 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi No Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) , , , , , ,97 Sumber: PDRB Kabupaten Jepara , Diolah Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pada Tahun 2012 dengan skenario optimis sebesar 4,97%, maka optimalisasi kebijakan pembangunan Kabupaten Jepara diarahkan pada pilihan alternatif kebijakan di bidang ekonomi yang dapat menciptakan multiplier effect dan peningkatan sumber pembiayaan pembangunan daerah. Oleh karena itu dibutuhkan dorongan investasi pada berbagai sektor yang potensial untuk mendorong peciptaan 37 38

20 PDRB yang diikuti dengan peningkatan efisiensi terhadap pembiayaan investasi. Gambar 2.7 Grafik Laju Perkembangan Inflasi Inflasi Selama empat tahun terakhir ( ) laju perkembangan inflasi Kabupaten Jepara menunjukan angka yang fluktuatif tiap tahunnya. Nilai inflasi terendah pada tahun 2004 sebesar 5,65% sedangkan inflasi tertinggi sebesar 14,36% terjadi pada tahun Rata-rata laju perkembangan inflasi selama empat tahun adalah sebesar 10,34% Series1 Tabel 2.24 Laju Inflasi Tahun Laju Inflasi (%) , , , , * 14,36 Sumber: PDRB Kabupaten Jepara Berdasarkan data diatas perkembangan inflasi Kabupaten Jepara secara grafis selama lima tahun ( ) terlihat sebagai berikut. 0 Series1 9,51 5,88 5,65 16,29 14, Investasi Proses investasi di Kabupaten Jepara lima tahun terakhir berlangsung cukup baik, yang mana investasi tersebut mendukung perekonomian tumbuh dengan baik. Hal ini diperkuat dengan Kabupaten Jepara berhasil meraih prestasi sebagai Juara I Pro Investasi Tahun 2006, menyusul prestasi yang pernah diraih pada tahun 2005 sebagai Juara II yang pro investasi dari 35 kota atau kabupaten di Jawa Tengah. Investasi yang ada di Kabupaten Jepara terdiri atas investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA), serta investasi Non PMA dan PMDN. Kondisi PMA dan PMDN jumlahnya selalu naik empat tahun terakhir. PMA tahun 2003 sejumlah 84 buah bertambah menjadi 99 buah pada tahun 2006, sedangkan PMD pada tahun 2002 sebanyak 5 buah dan tahun 2006 menjadi 8 buah. Nilai persetujuan penerimaan modal bersih PMDN diperkirakan akan semakin meningkat pada 39 40

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Sumber : Dinas CIPTARU Gambar 1. Peta Wilayah per Kecamatan A. Kondisi Geografis Kecamatan Jepara merupakan salah satu wilayah administratif yang ada di Kabupaten Jepara,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 PEMERINTAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 PEMERINTAH KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pagar Alam Tahun 2018 disusun dengan mengacu

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TIDAK DIPERJUALBELIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PENJANG DAERAH KABUPATEN JEPARA TAHUN 2005-2025 Diperbanyak oleh : Badan Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam rangka mengaktualisasikan otonomi daerah, memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Boyolali mempunyai komitmen

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

D A F T A R I S I Halaman

D A F T A R I S I Halaman D A F T A R I S I Halaman B A B I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-2 1.3 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya I-3 1.4 Sistematika Penulisan I-7 1.5 Maksud

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G Design by (BAPPEDA) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Martapura, 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar.. Daftar Isi. Daftat Tabel. Daftar Gambar i-ii iii iv-vi vii-vii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Dasar Hukum...... 4 I.3. Tujuan..... 5 I.4. Manfaat......

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur, letaknya antara 5 40 dan 8 30 dan 111 30 bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa).

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. VISI DAN MISI 3.1. Visi 3.2. Misi

DAFTAR ISI BAB I. VISI DAN MISI 3.1. Visi 3.2. Misi DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang L.2. Maksud Dan Tujuan 1.3, Landasan Penyusunan L.4. Hubungan Antara RPJMD Kabupaten Jepara Tahun 2007-20L2 Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 1.5. Sistematika

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang mempunyai posisi strategis, yaitu berada di jalur perekonomian utama Semarang-Surabaya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JEPARA TAHUN

PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JEPARA TAHUN PERATURA DAERAH OMOR 11 TAHU 2012 TETAG RECAA PEMBAGUA JAGKA MEEGAH DAERAH KABUPATE JEPARA TAHU 2012 2017 PEMERITAH KABUPATE JEPARA 2012 BUPATI JEPARA PERATURA DAERAH KABUPATE JEPARA OMOR 11 TAHU 2012

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013 TANJUNGPANDAN, MARET 2014 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Keadaan Geografis. Secara geografis Kabupaten Jepara terletak antara sampai

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Keadaan Geografis. Secara geografis Kabupaten Jepara terletak antara sampai III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Keadaan Geografis Secara geografis Kabupaten Jepara terletak antara 110 0 9 48.02 sampai 110 0 58 37.40 Bujur Timur dan 5 0 43 20.67 sampai 6 0 74 25.83 Lintang Selatan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN LAMANDAU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN LAMANDAU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 0 TAHUN 204 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 203-208 PEMERINTAH KABUPATEN LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang 33 BAB III OBYEK LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 3.1.1 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis 43 KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten. Wilayah Provinsi Banten berasal dari sebagian

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan Bab I Pendahuluan LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR TAHUN 2012 TANGGAL JUNI 2012 Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINTANG Peningkatan Ekonomi Kerakyatan Melalui Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur Dasar, Sumber Daya Manusia Dan Tata Kelola Pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2010 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 DENGAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Kabupaten Jepara 3.1.1. Tinjauan Kabupaten Jepara Posisi geografis Kabupaten Jepara merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari provinsi Jawa Tengah, yaitu pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) merupakan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memuat capaian kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis Wilayah administrasi Kota Tasikmalaya yang disahkan menurut UU No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dasar Hukum. Penyusunan Hubungan Antar Dokumen Sistematika Penulisan Maksud dan Tujuan 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dasar Hukum. Penyusunan Hubungan Antar Dokumen Sistematika Penulisan Maksud dan Tujuan 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dasar Hukum BAB 1 Penyusunan Hubungan Antar Dokumen Sistematika Penulisan Maksud dan Tujuan 1.1. LATAR BELAKANG Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i DAFTAR TABEL...... iii DAFTAR GAMBAR...... viii BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 5 1.3 Hubungann antara Dokumen RPJMD dengan Dokumen

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

WALIKOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL ( Dalam Proses Konsultasi ke Gubernur Jateng )

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL ( Dalam Proses Konsultasi ke Gubernur Jateng ) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KENDAL TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL ( Dalam Proses Konsultasi ke

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci