APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION. Oleh: SYENI BUDI ANITA C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION. Oleh: SYENI BUDI ANITA C"

Transkripsi

1 APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION Oleh: SYENI BUDI ANITA C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN SYENI BUDI ANITA. C Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion. Dibawah bimbingan ANNA CAROLINA ERUNGAN dan SRI PURWANINGSIH. Skin lotion merupakan salah satu produk kosmetika yang sudah dikenal sejak lama, berfungsi melembutkan kulit dan menjaga kulit dari kekeringan. Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion adalah setil alkohol yang merupakan bahan pengental, pengemulsi, dan penstabil. Karaginan adalah bahan alami yang memiliki fungsi yang sama dengan setil alkohol sehingga dapat menggantikan peran setil alkohol dalam pembuatan skin lotion. Kelebihan yang dimiliki oleh karaginan dibandingkan setil alkohol adalah fungsinya sebagai humektan. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan karaginan dalam pembuatan skin lotion sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi serta humektan. Konsentrasi karaginan yang digunakan adalah 0%, 1%, 2%, dan 3. Analisis yang dilakukan meliputi: uji sensori kesukaan, ph, viskositas, stabilitas emulsi, total mikroba, kelembaban kulit, dan penyusutan berat. Skin lotion disimpan pada suhu ruang yaitu o C namun skin lotion yang akan diuji stabilitas emulsi disimpan pada suhu 37 o C. Uji total mikroba juga dilakukan setelah skin lotion disimpan selama tiga bulan. Skin lotion terbaik berdasarkan metode Bayes diperoleh dari penambahan karaginan 2% dengan karakteristik antara lain, memiliki tingkat kesukaan terhadap karakteristik sensori yang berkisar antara agak suka sampai suka, nilai ph 7,5; viskositas 5675 cp, stabilitas emulsi 100%, dan tidak terdapat mikroba. Skin lotion ini kemudian dibandingkan terhadap skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol selama satu bulan. Penambahan karaginan lebih dari 3% menyebabkan skin lotion yang dihasilkan tidak dapat dituang atau berbentuk krim. Nilai kelembaban kulit yang diukur dengan alat Scalar Moisture Checker menunjukkan bahwa skin lotion dengan karaginan 2% memiliki persentase kelembaban kulit tertinggi dan penurunan persentase kelembaban kulit terkecil dibandingkan skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol. Tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik sensori skin lotion dengan karaginan 2% selama penyimpanan mulai mengalami penurunan yang signifikan pada hari ke-30 walaupun karakteristik fisika dan kimia skin lotion tersebut masih baik hingga satu bulan penyimpanan. Selama penyimpanan nilai ph cenderung stabil sedangkan nilai viskositas mengalami peningkatan. Hasil uji total mikroba setelah penyimpanan tiga bulan pada skin lotion dengan karaginan 2% menunjukkan bahwa terdapat 1,0 x 10 1 koloni per gram (< 3,0 x 10 2 koloni per gram), sedangkan skin lotion dengan setil alkohol tidak terdapat koloni mikroba, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan terdapat 2,0 x 10 1 koloni per gram (< 3,0 x 10 2 koloni per gram). Hasil uji ini menunjukkan bahwa skin lotion masih aman digunakan karena total mikroba masih berada dibawah batas total mikroba yang disyaratkan SNI yaitu maksimal 1,0 x 10 2 koloni per gram.

3 APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: SYENI BUDI ANITA C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP Program Studi : APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION : Syeni Budi Anita : C : Teknologi Hasil Perikanan Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Anna Carolina Erungan, MS Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc NIP Tanggal lulus :

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi yang belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2008 Syeni Budi Anita C

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Syeni Budi Anita, lahir di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1986, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Amser Hutauruk dan Rida Mardiani. Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 05 Jakarta lalu melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 267 Jakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 47 Jakarta pada tahun 2004 dan di terima pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun yang sama. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa dari PPA (Peningkatan Prestasi Akademik). Penulis adalah asisten mata kuliah Penanganan Hasil Perikanan (2006/2007) dan staf Departemen Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (2005/2006). Skripsi yang berjudul Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISTILAH PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Kulit Skin lotion Bahan Penyusun Skin lotion Asam stearat Setil alkohol Minyak mineral Gliserin Triethanolamin Metil paraben Pewangi Air murni Stabilitas Emulsi Karaginan Kelarutan Viskositas Pembentukan gel Stabilitas karaginan pada ph METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian utama Prosedur Kerja Analisis Skin lotion... x xi xii xv

8 3.5.1 Analisis ph Analisis viskositas Analisis stabilitas emulsi Analisis total mikroba Uji sensori Penyusutan berat Uji kelembaban kulit Rancangan Percobaan Analisis karakteristik skin lotion sebelum penyimpanan Analisis kelembaban kulit Analisis skin lotion selama penyimpanan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Skin lotion Karakteristik sensori Penampakan Warna Homogenitas Kekentalan Kesan lembab Rasa lengket Karakteristik kimia dan fisik Nilai ph Viskositas Stabilitas emulsi Total mikroba Pemilihan Skin lotion Terbaik Kelembaban Kulit Karakteristik Skin lotion selama Penyimpanan Karakteristik sensori Penampakan Warna Homogenitas Kekentalan Kesan lembab Rasa lengket Karakteristik kimia dan fisik ph Viskositas Stabilitas emulsi Penyusutan Berat

9 4.4.3 Total mikroba skin lotion setelah penyimpanan tiga bulan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 71

10 DAFTAR TABEL No Syarat mutu pelembab kulit (berdasarkan SNI (sediaan tabir surya))... Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO, FCC dan EEC... Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut... Karakteristik gel karaginan... Stabilitas larutan karaginan pada berbagai media pelarut... Formulasi bahan penyusun skin lotion... Formulasi bahan penyusun skin lotion pada penelitian tahap utama... Karakteristik dan nilai kepentingan parameter objektif dan subjektif... Hasil perhitungan skin lotion terbaik... Halaman

11 DAFTAR GAMBAR No Struktur lapisan kulit... Struktur molekul dan posisi ion sulfat karaginan... Sruktur gel karaginan... Diagram alir prosedur pembuatan skin lotion... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap penampakan... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap warna... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lengket... Histogram nilai ph... Histogram nilai viskositas... Histogram persentase kelembaban... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap penampakan selama penyimpanan... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap warna selama penyimpanan... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas selama penyimpanan... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan selama penyimpanan... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab selama penyimpanan... Histogram nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket selama penyimpanan... Histogram nilai ph selama penyimpanan... Histogram nilai viskositas selama penyimpanan... Histogram persentase penyusutan berat... Halaman

12 DAFTAR LAMPIRAN No Spesifikasi karaginan produksi PT. Araminta Sidhakarya... Lembar uji sensori skala hedonik skin lotion... Lembar uji sensori skala hedonik skin lotion selama penyimpanan... Perwakilan data mentah uji sensori skala hedonik (parameter kekentalan skin lotion)... Hasil uji Kruskal-Wallis karakteristik sensori skin lotion... Hasil uji Multiple Comparison penampakan... Hasil uji Multiple Comparison kekentalan... Hasil uji Multiple Comparison kesan lembab... Nilai ph dan viskositas... Hasil pengukuran nilai ph dan viskositas skin lotion komersial... Uji normalitas nilai ph dan viskositas... Hasil analisis ragam ph... Uji lanjut Duncan ph... Hasil analisis ragam viskositas... Uji lanjut Duncan viskositas... Hasil perhitungan bobot dengan manipulasi matrik... Persentase kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker.. Uji normalitas persentase kelembaban dengan alat Scalar Moisture Checker... Hasil uji keragaman kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker... Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun... Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu pengamatan... Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi bahan penyusun dengan waktu pengamatan... Perwakilan data mentah uji sensori skala hedonik (parameter kekentalan skin lotion) selama penyimpanan... Hasil uji Kruskal-Wallis penampakan selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap penampakan... Halaman

13 Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun... Hasil uji Kruskal-Wallis parameter warna selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap warna... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap warna... Hasil uji Kruskal-Wallis parameter homogenitas selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap homogenitas... Hasil uji Kruskal-Wallis parameter kekentalan selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap kekentalan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap kekentalan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap kekentalan... Hasil uji Kruskal-Wallis parameter kesan lembab selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap kesan lembab... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap kesan lembab... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap kesan lembab... Hasil uji Kruskal-Wallis parameter rasa lengket selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap rasa lengket... Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap rasa lengket... Nilai ph selama penyimpanan... Nilai ph yang telah ditransformasi... Uji normalitas ph selama penyimpanan... Hasil uji keragaman ph selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun terhadap ph

14 Nilai viskositas selama penyimpanan... Uji normalitas viskositas selama penyimpanan... Hasil uji keragaman viskositas selama penyimpanan... Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun terhadap viskositas... Hasil uji lanjut Duncan pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas... Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap viskositas... Persentase penyusutan berat... Uji normalitas persentase penyusutan berat... Hasil uji keragaman persentase penyusutan berat... Hasil uji lanjut Duncan persentase penyusutan berat... Data mentah total mikroba setelah penyimpanan tiga bulan... Gambar skin lotion, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan

15 DAFTAR ISTILAH Depkes RI EEC FAO FCC kda NMF PCA SE SNI TEA : Departemen Kesehatan Republik Indonesia : European Economic Community : Food Agriculture Organization : Food Chemical Codex : Kilo dalton : Natural Moisturizing Factor : Plate Count Agar : Stabilitas emulsi : Standar Nasional Indonesia : Triethanolamin

16 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada saat ini penggunaan kosmetika di kalangan masyarakat sudah menjadi salah satu kebutuhan yang mendasar. Hal ini dikarenakan penggunaan kosmetika tidak hanya terbatas untuk mempercantik dan merawat diri saja tetapi juga untuk tujuan kesehatan. Data Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia menunjukkan bahwa pasar industri kosmetika tumbuh sekitar 15-20% setiap tahunnya dan hingga saat ini terdapat 744 perusahaan kosmetika baik skala kecil, sedang, maupun menengah (Wahyuana 2008). Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik, dan mengubah rupa (Wasitaatmadja 1997). Namun, pada saat ini banyak beredar produk-produk kosmetika yang membahayakan bagi kesehatan pemakainya akibat kandungan bahan didalamnya yang menimbulkan efek negatif. Pada saat ini banyak produk kosmetika yang diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan alami agar aman bagi kesehatan pemakainya. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap kosmetika terutama kosmetika yang berasal dari bahan alami memberikan peluang bagi penggunaan rumput laut sebagai bahan baku kosmetika. Soraya (2002) menyatakan bahwa para ahli kosmetik dan kecantikan sepakat rumput laut dan ekstrak rumput laut baik untuk perawatan kulit. Ekstrak koloid dari rumput laut menunjukkan kompatibilitas yang tinggi dalam sediaan kosmetik. Karaginan merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dihasilkan dari rumput laut merah (Rhodophyceae) dan digunakan sebagai bahan penstabil (stabilizer), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), pembentuk gel (gelling agent), pensuspensi (suspention agent), pelindung koloid (protective), pembentuk film (film former), penghalang terjadinya pelepasan air (syneresis inhibitor), dan pengkelat atau pengikat bahan-bahan lain (flocculating agent). Sifat-sifat karaginan tersebut banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi, dan industri lainnya (Winarno 1990).

17 Skin lotion merupakan salah satu jenis produk industri kosmetik hasil emulsi minyak dalam air (oil on water atau o/w) yang digunakan untuk menjadikan kulit halus, segar, dan bercahaya. Campuran skin lotion terdiri dari air, emolien, humektan, bahan pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997). Berbagai jenis bahan penstabil emulsi telah banyak digunakan dalam formula skin lotion untuk menghasilkan produk yang mampu mempertahankan kestabilannya bila disimpan dalam waktu yang cukup lama. Karaginan merupakan salah satu jenis bahan penstabil yang dapat digunakan dalam pembuatan skin lotion dan juga berfungsi sebagai bahan pengental serta pengemulsi (Angka dan Suhartono 2000). Karaginan juga dipercaya dapat menghaluskan dan melembutkan kulit, sehingga baik digunakan dalam produkproduk perawatan kulit (Anonim d 2008). Setil alkohol merupakan salah satu bahan kimia yang umum digunakan dalam pembuatan skin lotion yang berfungsi sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi (KKI 1993). Sifat fungsional karaginan dapat menggantikan fungsi setil alkohol. Karaginan memiliki kelebihan karena berfungsi sebagai humektan yang dapat mempertahankan kelembaban kulit. Penggunaan karaginan juga dimaksudkan untuk mengurangi komposisi bahan kimia dalam formulasi. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan karaginan dalam pembuatan skin lotion sebagai pengental, penstabil dan pengemulsi serta humektan. Tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain: 1. Mempelajari karakteristik skin lotion dengan penambahan konsentrasi karaginan 2. Mendapatkan konsentrasi karaginan terbaik dalam pembuatan skin lotion. 3. Mempelajari karakteristik skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik selama penyimpanan yang dibandingkan terhadap skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan.

18 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi seluruh tubuh dari berbagai macam gangguan dari luar tubuh yang menyebabkan hilangnya kelembaban sehingga kulit menjadi kering. Kulit kering mempunyai karakter kasar dan keras, tidak fleksibel, dan pecah-pecah akibat kekurangan air di stratum corneum dan kelembaban yang rendah (Mitsui 1997). Kekeringan dan sifat kurang lentur pada lapisan stratum corneum dapat diperbaiki jika kandungan air dinaikkan lebih dari kondisi normal (sekitar 10%). Pemakaian lotion kosmetik dapat memperbaiki kulit kering karena meninggalkan lapisan yang rapat pada kulit, permeabilitas terhadap air rendah, mensuplai komponen hidrofilik sehingga mampu menahan dehidrasi air dari kulit dengan demikian kulit menjadi lembut. Emulsi lotion yaitu emulsi minyak dalam air, merupakan bentuk emulsi yang baik untuk menghasilkan lapisan yang lembut pada kulit dan mampu mengurangi evaporasi (Tronnier 1962, diacu dalam Sondari 2007). Ketebalan kulit manusia tergantung dari umur, jenis kelamin, dan lokasi pada bagian tubuh. Kulit luar terbagi atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan sel subcutaneous. Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yang mempunyai ketebalan sekitar 0,1-0,3 mm yaitu lapisan stratum corneum, lapisan granular, lapisan spinous, dan lapisan basal. Lapisan basal merupakan lapisan yang paling dasar dari epidermis yang berhubungan langsung dengan lapisan dermis. Lapisan basal membelah terus menerus membentuk sel-sel baru yang berpindah kepermukaan diatasnya dan membentuk lapisan spinous. Di atas lapisan spinous terdapat dua atau tiga lapisan granular. Lapisan basal, spinous, dan granular secara kontinyu bergerak ke lapisan luar membentuk lapisan stratum corneum. Peristiwa ini disebut proses keratinisasi. Lapisan stratum corneum adalah lapisan yang terlihat dan merupakan bagian yang diperhatikan oleh ahli kimia kosmetik (Mitsui 1997). Lapisan epidermis memiliki fungsi yang paling penting yaitu menjaga gangguan stimuli eksternal seperti dehidrasi, sinar ultraviolet, faktor fisik, dan

19 faktor kimia lainnya. Fungsi ini dilakukan oleh lapisan stratum corneum sebagai lapisan paling luar. Lapisan dermis merupakan lapisan kulit kedua setelah lapisan epidermis yang memegang peranan penting dalam elastisitas dan ketegangan dari kulit. Sel subcutaneous berada dibawah lapisan dermis. Sel ini berperan dalam mengatur temperatur kulit (Mitsui 1997). Struktur lapisan kulit dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Struktur lapisan kulit (Bramayudha 2008). Secara alamiah kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang menyebabkan kulit menjadi kering yaitu dengan adanya Natural Moisturizing Factor (NMF) yang merupakan tabir lemak pada lapisan stratum corneum atau disebut dengan mantel asam. Namun dalam kondisi tertentu NMF tersebut tidak mencukupi oleh karenanya dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja 1997). Kontak antara kosmetika dengan kulit menyebabkan kosmetika terserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari kulit. Jumlah kosmetika yang terserap kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan hidup pemakai kosmetika, keadaan kosmetika yang dipakai, dan kondisi kulit pemakai. Absorpsi kosmetika melalui kulit terjadi karena kulit mempunyai celah anatomis yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat diatasnya. Celah tersebut

20 adalah celah antar sel epidermis, celah folikel rambut, dan celah antar sel saluran kelenjar keringat. Produk kosmetika yang memiliki ph sangat asam atau sangat basa dapat menyebabkan kulit teriritasi (Wasitaatmadja 1997). Levin dan Maibach (2007) menyatakan bahwa mantel asam merupakan lapisan yang halus pada permukaan kulit dengan ph sedikit asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino yang berasal dari keringat, asam lemak bebas yang berasal dari kelenjar sebaceous dan sebum, dan asam amino dan asam karbosiklik pyrolidine yang berasal dari proses cornification pada kulit. Fungsi lapisan ini antara lain menyokong pembentukan lemak epidermis yang menjaga pertahanan kulit dari gangguan luar, memberikan perlindungan terhadap serangan mikroorganisme, dan memberikan perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat alkali (alkali neutralizing capacity atau skin buffering capacity). Gangguan atau kerusakan lapisan ini akan mengakibatkan kulit kehilangan keasamannya, lebih mudah rusak dan teriritasi serta terjadi penyakit-penyakit kulit. ph yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan mengalami iritasi. Bawab dan Friberg (2004) mengemukakan bahwa lapisan mantel terdiri dari zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan kuman dan bakteri, salah satunya garam yang berasal dari kelenjar keringat. Garam yang terdapat pada mantel asam menyebabkan kondisi yang hiperosmosis sehingga dapat memusnahkan bakteri karena konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan air dari dalam bakteri tertarik dan bakteri mengalami dehidrasi. Skin care cosmetics berperan dalam menjaga fungsi dan mekanisme perlindungan kulit agar berjalan dengan baik. Pada dasarnya skin care cosmetics dapat melindungi kulit dari efek kekeringan, radiasi ultraviolet, dan oksidasi sehingga kulit tetap indah dan sehat (Mitsui 1997). 2.2 Skin Lotion Skin lotion termasuk golongan kosmetika pelembab kulit yang terdiri dari berbagai minyak nabati, hewani maupun sintetis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan berfungsi untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat

21 mengganti seluruh fungsi dan kegunaan kulit semula. Kosmetika pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan cairan minyak atau campuran minyak dalam air yang dapat ditambahi atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja 1997). Lotion pelembab berfungsi menyokong kelembaban dan daya tahan air pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit tersebut (Mitsui 1997). Lotion didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang jika ditempatkan pada suhu ruang (Schmitt 1996). Syarat mutu pelembab kulit (berdasarkan SNI ) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Syarat mutu pelembab kulit No Kriteria uji Satuan Persyaratan Penampakan ph Bobot jenis, 20 o C Viskositas, 25 o C Cemaran mikroba cp koloni/gram Homogen 4, ,95-1, Maks 10 2 Emulsi adalah suatu sistem yang heterogen dan mengandung dua fase cairan yaitu fase terdispersi dan pendispersi. Molekul-molekul fase tersebut bersifat saling antagonis karena perbedaan sifat kepolarannya (Suryani et al. 2000). Emulsi yang mempunyai fase terdispersi minyak dan fase pendispersi air disebut emulsi minyak dalam air, yang biasanya mengandung >31% air (w/w). Skin lotion merupakan salah satu contoh emulsi tersebut (Ansel 1989). Pada emulsi minyak dalam air, fase minyak dan fase air yang terpisah disatukan dengan pemanasan dan pengadukan. Fase minyak mengandung komponen bahan yang larut minyak. Fase air mengandung komponen bahan yang larut air yang dipanaskan pada suhu yang sama dengan fase minyak kemudian disatukan (Rieger 2000). Pencampuran antara fase minyak dan air dilakukan pada suhu o C. Proses emulsifikasi pada pembuatan skin lotion adalah pada suhu 70 o C (Mitsui 1997). Waktu pengadukan juga mempengaruhi emulsi yang dihasilkan Pengadukan yang terlalu lama pada saat dan setelah emulsi terbentuk harus

22 dihindari, karena akan menyebabkan terjadinya penggabungan partikel. Lamanya pengadukan tidak dapat ditetapkan secara pasti karena hanya dapat diketahui secara empiris. Pengadukan akan mengurangi ukuran partikel dan mempengaruhi viskositas emulsi yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikel akan menyebabkan semakin meningkatnya viskositas emulsi (Rieger 1994). Emulsi merupakan penyatuan dari zat-zat yang mempunyai sifat yang bertolak belakang. Zat-zat tersebut mempunyai sifat kelarutan yang berbeda, yaitu sebagian larut dalam air dan sebagian larut dalam minyak. Penyatuannya dimungkinkan dengan menambahkan suatu zat yang memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu molekulnya. Zat tersebut dinamakan emulsifier (Suryani et al. 2000). Pada pembuatan emulsi akan terjadi kontak antara dua cairan yang tidak bercampur karena berbeda kelarutannya dan pada saat tersebut terdapat kekuatan yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikelpartikel yang lebih kecil. Kekuatan ini disebut tegangan antar muka. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan tersebut akan merangsang suatu cairan untuk menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Penggunaan zat-zat ini sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik antarmolekul dari masing-masing cairan (Ansel 1989). Zat pengemulsi mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu emulsi yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dalam fase tersebut dibandingkan pada fase lainnya karena molekul-molekul zat ini mempunyai suatu bagian hidrofilik (bagian yang suka air) dan suatu bagian hidrofobik (bagian yang tidak suka air). Molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masingmasing fase (Ansel 1989). Suatu emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan. Menurunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan meningkatkan daya adhesi. Emulsifier akan

23 membentuk lapisan tipis (film) yang menyelimuti partikel sehingga mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya. Sistem emulsi yang stabil dapat diperoleh melalui pemilihan emulsifier yang larut dalam fase yang dominan (pendispersi) (Suryani et al. 2000). 2.3 Bahan Penyusun Skin Lotion Bahan penyusun skin lotion terdiri dari asam stearat, mineral oil, setil alkohol, triethanolamin, gliserin, air murni, pengawet dan pewangi yang disusun berdasarkan persentase berat dalam formulasi (Nussinovitch 1997) Asam stearat Asam stearat (C 16 H 32 O 2 ) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai hidrokarbon, diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan, dan berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi dalam sediaan kosmetika (Depkes RI 1993). Asam stearat dapat menghasilkan kilauan yang khas pada produk skin lotion (Mitsui 1997). Emulsifier (pengemulsi) yang digunakan dalam pembuatan skin lotion ini memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu molekulnya sehingga pada satu sisi akan mengikat minyak yang non polar dan di sisi lain juga akan mengikat air yang polar sehingga zat-zat yang ada dalam emulsi ini akan dapat dipersatukan. Suatu emulsi biasanya terdiri lebih dari satu emulsifier karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari emulsi (Suryani et al. 2000) Setil alkohol Setil alkohol (C 16 H 33 OH) merupakan butiran yang berwarna putih, berbau khas lemak, rasa tawar, dan melebur pada suhu o C. Setil alkohol larut dalam etanol dan eter namun tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental (Depkes RI 1993). Setil alkohol adalah alkohol dengan bobot molekul tinggi yang berasal dari minyak dan lemak alami atau diproduksi secara petrokimia. Bahan ini termasuk ke dalam fase minyak pada sediaan kosmetik. Pada formulasi produk setil alkohol yang digunakan kurang dari 2%. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras

24 yang mengandung gugusan kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk emulsi seperti cream dan lotion (Mitsui 1997). Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril monostearat digunakan terutama sebagai zat pengental dan penstabil untuk emulsi minyak dalam air dari lotion (Ansel 1989). Bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan dan mempertahankan kestabilan produk. Pengental dibedakan menjadi pengental yang berasal dari lemak (lipid thickeners), misalnya setil alkohol; pengental yang berasal dari hewan dan tumbuhan serta turunannya (thickeners of vegetable and animal), misalnya karaginan; pengental mineral dan mineral termodifikasi (mineral and modified mineral thickeners), misalnya silicon oil; dan pengental sintetik (synthetic thickeners), misalnya karbomer (Polo 1998). Proporsi bahan pengental yang digunakan dalam skin lotion yaitu dibawah 2,5%. Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan skin lotion bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi (Schmitt 1996). Salah satu cara untuk meminimumkan kecenderungan bergabungnya fase terdispersi adalah dengan mengentalkan produk. Hal ini juga akan membuat emulsi menjadi stabil. Kestabilan sistem emulsi ini ditandai dengan semakin berkurangnya kemungkinan terjadinya penggabungan partikel sejenis dan rendahnya laju rata-rata pengendapan yang terjadi (Glicksman 1983) Minyak mineral Minyak mineral (parafin cair) adalah campuran hidrokarbon cair yang berasal dari sari minyak tanah. Minyak ini merupakan cairan bening, tidak berwarna, tidak larut dalam alkohol atau air, jika dingin tidak berbau dan tidak berasa namun jika dipanaskan sedikit berbau minyak tanah. Minyak mineral berfungsi sebagai pelarut dan penambah viskositas dalam fase minyak (Depkes RI 1993). Parafin merupakan hidrokarbon yang jenuh dan dapat mengikat atom hidrogen secara maksimal sehingga bersifat tidak reaktif. Bahan ini memiliki kompatibilitas yang sangat baik terhadap kulit. Minyak mineral mempunyai peranan yang khas sebagai occlusive emolien (Mitsui 1997).

25 Emolien didefinisikan sebagai sebuah media yang bila digunakan pada lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan adanya hidrasi ulang. Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya rasa nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion dioleskan pada kulit. Kisaran penggunaan pelembut adalah % (Schmitt 1996) Gliserin Gliserin (C 3 H 8 O 3 ) disebut juga gliserol atau gula alkohol, merupakan cairan yang kental, jernih, tidak berwarna, sedikit berbau, dan mempunyai rasa manis. Gliserin larut dalam alkohol dan air tetapi tidak larut dalam pelarut organik (Doerge 1982). Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan dalam pembuatan skin lotion. Humektan adalah komponen yang larut dalam fase air dan merupakan bagian yang terpenting dalam skin lotion. Bahan ini ditambahkan ke dalam sediaan kosmetik untuk mempertahankan kandungan air produk pada permukaan kulit saat pemakaian. Humektan berpengaruh terhadap kulit yaitu melembutkan kulit dan mempertahankan kelembaban kulit agar tetap seimbang. Humektan juga berpengaruh terhadap stabilitas skin lotion yang dihasilkan karena dapat mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pada suhu ruang (Mitsui 1997). Komposisi gliserin yang digunakan pada formula berkisar 3-10%. Gliserin diperoleh dari hasil samping industri sabun atau asam lemak dari tanaman dan hewan (Mitsui 1997). Gliserin tidak hanya berfungsi sebagai humektan tetapi juga berfungsi sebagai pelarut, penambah viskositas, dan perawatan kulit karena dapat melumasi kulit sehingga mencegah terjadinya iritasi kulit (Depkes RI 1993). Gliserol yang diperoleh dari penyabunan dipisahkan melalui proses penyulingan dan dapat digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air (Fessenden dan Fessenden 1982)

26 2.3.5 Triethanolamin Triethanolamin ((CH 2 OHCH 2 ) 3 N) atau TEA merupakan cairan tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut air dan etanol tetapi sukar larut dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur ph dan pengemulsi pada fase air dalam sediaan skin lotion (Depkes RI 1993). TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amine dan alkohol dan berfungsi sebagai penyeimbang ph pada formulasi skin lotion. TEA tergolong dalam basa lemah (Anonim a 2008) Metil Paraben Metil paraben (C 8 H 8 O 3 ) merupakan zat berwarna putih atau tidak berwarna, berbentuk serbuk halus, dan tidak berbau. Zat ini mudah larut dalam etanol 95%, eter, dan air tetapi sedikit larut benzen, dan karbontetraklorida (Depkes RI 1993). Metil paraben sering digunakan dalam skin lotion karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur serta dapat mempertahankan skin lotion dari mikroorganisme yang dapat merusak (Rieger 2000). Metil paraben termasuk salah satu jenis pengawet yang biasa digunakan dalam pembuatan skin lotion. Bahan pengawet yang biasa ditambahkan pada pembuatan skin lotion sebesar 0,1-0,2%. Pengawet yang digunakan sebagai tambahan pada produk menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh karena pengawet bersifat antimikroba. Pengawet harus ditambahkan pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan skin lotion, yaitu antara suhu o C agar tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut (Schmitt 1996). Pengawet yang baik memiliki beberapa persyaratan, antara lain: efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan penguraian bahan, dapat bercampur dengan bahan lainnya secara kimia, tidak menyebabkan iritasi, tidak mempengaruhi ph produk, tidak mengurangi efektivitas produk, tidak menyebabkan perubahan pada produk (bau dan warna), memiliki kestabilan pada rentang ph (dari netral sampai alkali) dan suhu yang luas, mudah didapat, dan harga yang ekonomis (Mitsui 1997).

27 2.3.7 Pewangi (essential oil) Hampir setiap jenis kosmetik menggunakan zat pewangi yang terutama berguna untuk menambah nilai estika produk yang dihasilkan. Pewangi yang biasa digunakan adalah minyak (essential oil). Minyak parfum yang digunakan biasanya dalam jumlah yang kecil sehingga tidak menyebabkan iritasi (Schuller dan Romanowski 1999, diacu dalam Sondari 2007) Penambahan pewangi pada produk merupakan upaya agar produk mendapatkan tanggapan yang positif. Pewangi sensitif terhadap panas, oleh karenanya bahan ini ditambahkan pada temperatur yang rendah (Rieger 2000). Jumlah pewangi yang ditambahkan harus serendah mungkin yaitu berkisar antara 0,1-0,5%. Pada proses pembuatan skin lotion pewangi dicampurkan pada suhu 35 o C agar tidak merusak emulsi yang sudah terbentuk (Schmitt 1996) Air murni Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan skin lotion. Air yang digunakan dalam pembuatan skin lotion merupakan air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara penyulingan, proses penukaran ion dan osmosis sehingga tidak lagi mengandung ion-ion dan mineralmineral. Air murni hanya mengandung molekul air saja dan dideskripsikan sebagai cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki ph , dan berfungsi sebagai pelarut (Depkes RI 1993). Pada pembuatan skin lotion, air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air murni juga mengandung beberapa bahan pencemar, untuk itu air yang digunakan untuk produk kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu. Air yang digunakan juga dapat mempengaruhi kestabilan dari emulsi yang dihasilkan. Pada sistem emulsi air juga berperan penting sebagai emolien yang efektif (Mitsui 1997). 2.4 Stabilitas Emulsi Kestabilan emulsi menunjukkan daya tahan suatu emulsi dalam rentang waktu tertentu dimana partikel yang terdapat dalam emulsi tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya dan membentuk lapisan yang terpisah. Emulsi yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-

28 lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan (Suryani et al. 2000). Emulsi yang tidak stabil terjadi karena masing-masing fase cenderung bergabung dengan fase sesamanya membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi pecah. Emulsi yang tidak stabil dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain komposisi bahan yang tidak tepat, ketidakcocokan bahan, kecepatan dan pencampuran yang tidak tepat, pembekuan, guncangan mekanik atau getaran, ketidakseimbangan densitas, ketidakmurnian emulsi, reaksi antara dua atau lebih komponen dalam sistem, dan penambahan asam atau senyawa elektrolit (Suryani et al. 2000). Suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika fase terdispersi dan fase pendispersi pada penyimpanan cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan (Ansel 1989), (1) jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase terdispersi, dan (2) jika semua atau sebagian dari fase terdispersi tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase terdispersi. Ketidakstabilan emulsi kosmetika ditandai dengan terjadinya perubahan kimia dan perubahan fisika. Perubahan kimia yang terjadi antara lain perubahan warna, perubahan bau, kristalisasi, dll. Perubahan fisika yang terjadi antara lain pemisahan fase, sedimentasi, pembentukan aggregat, pembentukan gel, penguapan, peretakan, pengerasan, dll (Mitsui 1997). Faktor yang erat hubungannya dengan stabilitas emulsi adalah viskositas, yaitu tahanan yang dialami molekul untuk mengalir pada sistem cairan. Viskositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan distribusi partikel. Emulsi dengan partikel berukuran halus lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yang memiliki partikel kasar. Emulsi yang mengandung partikel-partikel seragam lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yang partikelnya tidak seragam. Gelatin dan beberapa gum dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi tipe oil on water seperti skin lotion sebab dapat meningkatkan kekentalan fase pendispersi (Suryani et al. 2000).

29 Menurut Dreher et al. (1997) stabilitas emulsi akan meningkat dengan adanya penambahan polimer yang sesuai dalam fase pendispersi dan penurunan ukuran partikel fase terdispersi. Hal ini akan mencegah atau memperpanjang waktu terjadinya penggabungan kembali partikel-partikel sejenis yang mengakibatkan terjadinya pemisahan fase. Hidrokoloid umumnya tidak berlaku sebagai pengemulsi murni pada pembentukan emulsi, melainkan sebagai pengental yang meningkatkan kekentalan fase air sehingga dapat mencegah globula minyak bergabung dengan globula lainnya (Fardiaz 1989). Semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena pergerakan partikel cenderung sulit dengan semakin kentalnya suatu bahan (Schmitt 1996). Viskositas suatu emulsi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan viskositas fase pendispersi dan meningkatkan volume fase terdispersi (Rieger 1994). Dorobantu et al. (2004) mengemukakan bahwa emulsi minyak dalam air tidak hanya dapat distabilkan dengan penambahan hidrokoloid tetapi juga dapat distabilkan oleh bakteri hidrofobik. Pembentukan emulsi minyak dalam air ini terjadi selama pertumbuhan bakteri pada hidrokarbon. Kemampuan bakteri ini dalam menstabilkan emulsi tanpa menyebabkan terjadinya perubahan tegangan antarmuka, tetapi melalui pencegahan terbentuknya droplet yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan emulsi. Viskositas emulsi akan mengalami perubahan untuk beberapa lama (5-15 hari pada temperatur kamar) dan kemudian relatif konstan. Pengujian emulsi dilakukan dengan kondisi yang mendekati kondisi penyimpanan emulsi tersebut (Rieger 1994). Emulsi yang tidak stabil cenderung mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan (Suryani et al. 2000). Penurunan viskositas ini terjadi akibat peningkatan ukuran partikel karena pengumpalan dan merupakan ciri-ciri self life yang buruk (Rieger 1994). Keadaan yang ekstrim dalam pengujian stabilitas harus dihindari karena keadaan tersebut dapat menyebabkan komponen bahan penyusun melebur, perubahan kelarutan emulsifier, dan perubahan koefisien distribusi partikel yang akan mempengaruhi stabilitas emulsi. Prosedur yang sering dilakukan untuk menguji kestabilan emulsi suatu formulasi baru adalah dengan menempatkan

30 emulsi tersebut pada suhu yang sedikit ditingkatkan dari suhu ruang. Pada pengujian ini diasumsikan, apabila formulasi emulsi baru ditempatkan pada suhu yang sedikit ditingkatkan dari suhu ruang yaitu pada suhu o C minimal selama satu bulan tanpa adanya tanda pemisahan akan menjamin kestabilan emulsi tersebut selama satu tahun pada suhu ruang (25 o C dan 30 o C). Tolak ukur fisika yang dilakukan selama pengujian ini adalah perubahan viskositas dan pemisahan fase (Rieger 2000). 2.5 Karaginan Karaginan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstrak dari rumput laut jenis karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp yang disusun oleh sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α(1,3) D-galaktosa dan β(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat dan memiliki bobot molekul diatas 100 kda. Berdasarkan pada tipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu iota karaginan, kappa karaginan, dan lamda karaginan (Anggadiredja et al. 2006). Struktur ketiga tipe karaginan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 Struktur molekul dan posisi ion sulfat karaginan (Anggadiredja et al.)

31 Menurut Hansen (2007), kappa dan lamda karaginan adalah komponen utama dari kelompok polisakarida sulfat yang terdapat pada rumput laut merah. Kedua fraksi karaginan tersebut memiliki perbedaan yaitu kappa karaginan mengandung 3,6 anhidrogalaktosa dalam jumlah yang besar sedangkan lamda karaginan tidak. Kappa karaginan membentuk gel yang tidak larut dengan kehadiran ion kalium sehingga dapat dipisahkan dari lamda karaginan. Kappa karaginan memiliki viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas lamda karaginan. Karaginan diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karaginan digunakan pada industri makanan, farmasi dan kosmetik sebagai penstabil, pengental dan pengemulsi (Angka dan Suhartono 2000). Guibet et al. (2006) menyatakan bahwa karaginan merupakan sumber karbon bagi sejumlah bakteri laut. Mikroorganisme ini termasuk ke dalam kelompok Gammaproteobacteria, Flavobacteria atau Sphingobacteria yang dapat mendegradasi dinding sel dari rumput laut merah melalui sekresi spesifik glycoside hydrolases, termasuk dalam kelompok carrageenases. Pengental-pengental polimer sering digunakan dalam emulsi lotion, salah satunya yaitu karaginan (Schmitt 1966). Polimer hidrofilik, seperti asam alginat, karaginan, chitosan, collagen, hyaluronic acid berperan sebagai humektan dalam kosmetik yang dapat membentuk film pada lapisan atas permukaan kulit sehingga dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Rieger 2000). Karaginan digunakan dalam konsentrasi yang rendah untuk menstabilkan sistem suspensi atau emulsi. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karaginan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk) dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini, karaginan dapat pula digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel (Skensved 2004, diacu dalam Hidayat 2006). Karaginan digunakan dalam industri kosmetik lotion dengan konsentrasi sekitar 1% (λ karaginan). Karaginan dapat diaplikasikan dalam skin lotion

32 sebagai penstabil emulsi (Nussinovitch 1997). industrial dicantumkan pada Tabel 2. Spesifikasi mutu karaginan Tabel 2 Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO, FCC dan EEC Spesifikasi FAO FCC EEC <12 <12 < < <1 <2 Senyawa mudah menguap (%) Sulfat (%) Abu (%) Abu tak larut asam (%) Logam: Pb (ppm) As (ppm) Cu + Zn (ppm) Zn (ppm) Kehilangan karena pengeringan(%) Sumber: Angka dan Suhartono (2000) <10 <3 Karaginan juga berperan dalam bidang kedokteran. Sakemi et al. (2000) menyatakan bahwa karaginan merupakan poligalaktosa sulfat berbobot molekul besar yang mengandung unsur makrofag toksik sehingga dapat menghilangkan cytotoxic T lymphocyte untuk melawan reaksi sel tumor alogenik di dalam limpa Kelarutan Kelarutan karaginan di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya temperatur, kehadiran senyawa organik lainnya, garam yang larut air, serta tipe karaginan itu sendiri. Hal yang paling penting dalam mengontrol daya larut dalam air adalah hydrophilicity dari molekul yang merupakan grup ester sulfat dan unit galaktopiranosil dari karaginan (Anggadiredja et al. 2006). Karaginan memiliki dua gugus yang berbeda yaitu gugus hidrofilik dan hidrofobik). Faktor utama dalam mengamati kelarutan karaginan adalah sifat hidrofilik molekul yaitu pada kelompok ester sulfat dan gugus hidroksil, sedangkan unit 3,6-anhidrogalaktopiranosa bersifat hidrofobik. Larutan karaginan bersifat kental. Larutan karaginan dapat bergabung dengan pelarut-pelarut yang dapat bercampur dengan air, misalnya alkohol, propilen glikol dan gliserin (Suryaningrum 1988). Daya kelarutan karaginan pada berbagai media disajikan pada Tabel 3. <10 <3 <12 <10 <3

33 Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Media pelarut Kappa Iota Lamda Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula Larutan garam Larutan organik Larut suhu >60 o C Larut Na + Larut Tidak larut Larut (panas) Tidak larut Tidak larut Larut suhu >60 o C Larut Na + Larut Tidak larut Susah larut Larut (panas) Tidak larut Larut Larut garam Larut Larut Larut (panas) Larut (panas) Tidak larut Sumber: Glicksman (1983) Viskositas Viskositas atau kekentalan didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan geser dan kecepatan geser suatu cairan. Tekanan geser adalah gaya per luas area yang digeserkan (dyne/cm 2 ). Kecepatan geser adalah kecepatan per ketebalan film (detik -1 ) (Fardiaz 1989) Viskositas karaginan terjadi pada saat dispersi karaginan dalam air. Viskositas ini tergantung pada konsentrasi larutan, suhu, tipe karaginan, dan molekul terlarut lainnya dan meningkat secara logaritmik dengan meningkatnya konsentrasi larutan karaginan namun akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang dilanjutkan dengan degradasi karaginan. Penurunan viskositas ini dapat dihindari dengan cara pengaturan ph dan dengan pemanasan yang tidak terlalu lama (Towle 1973). Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositasnya semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Gaya tolak menolak antara grup ester sulfat yang bermuatan asam (negatif) di sepanjang rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga molekulmolekul air terikat pada molekul karaginan yang mengakibatkan meningkatnya viskositas (Glicksman 1983) Pembentukan gel Iota karaginan memiliki sifat jeli yang lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan memiliki jeli yang bersifat kaku, getas dan keras sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cairan yang kental (Towle 1973). Struktur gel dari masing-masing tipe karaginan dapat dilihat pada Gambar 3.

34 Gambar 3 Struktur gel karaginan (Anonim c 2008) Adanya ion monovalen yaitu NH 4 +, K +, Rb +, dan Cs + membantu pembentukan gel kappa, sedangkan jenis iota membentuk gel yang kuat dan stabil bila terdapat ion Ca 2+. Ion Na + dapat menghambat pembentukan gel karaginan jenis kappa. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karaginan akan menurun dengan menurunnya ph, karena adanya ion H + membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono 2000). Karakteristik gel karaginan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik gel karaginan Karakteristik Kappa Iota Lambda Efek kation Gel lebih kuat dengan ion potassium Gel lebih kuat dengan ion kalsium Tipe gel Efek sinergis dengan locust bean gum Stabilitas freezingthawing Kuat dan rapuh dengan sineresis Sumber: Glicksman (1983) Elastisitas dan kohesif tanpa sineresis Tinggi Tinggi Tidak Tidak membentuk gel Tidak membentuk gel Tidak stabil Stabil Tidak stabil Kappa karaginan dan iota karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila

35 penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat. Kondisi ini meningkatkan struktur heliks yang terbentuk agregat. Pembentukan agregat bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1983). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989) Stabilitas karaginan pada berbagai nilai ph Proses Karaginan akan stabil pada ph yang lebih tinggi dari 7, tetapi jika ph lebih rendah dari 7, stabilitas karaginan akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Hidrasi lebih cepat pada ph rendah, dan lambat pada ph 6 atau lebih. Karaginan kering dapat disimpan dengan baik selama 1,5 tahun pada suhu kamar (Glicksman 1983). Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada ph rendah yang tidak mudah terhidrolisis. Penurunan ph menyebabkan terjadinya hidrolisa dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan potensi membentuk gel (Glicksman 1983). Semua karaginan stabil pada ph netral dan alkali, namun pada ph asam akan terhidrolisa. Kappa dan iota karaginan akan lebih stabil dalam bentuk gel (Anonim b 2007). Karaginan banyak digunakan karena stabilitasnya terhadap ph dari mulai ph netral hingga alkali (Nussinovitch 1997). karaginan pada berbagai media pelarut tercantum pada Tabel 5. Tabel 5 Stabilitas larutan karaginan pada berbagai media pelarut Stabilitas larutan Stabilitas pada ph Kappa Iota Lambda Pada ph netral dan alkali Stabil Stabil Stabil Pada ph asam Terhidrolisis dalam larutan ketika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel Terhidrolisis dalam larutan. Stabil dalam bentuk gel. Terhidrolisis Sumber: Glicksman (1983)

36 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2008 yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium Research and Development PT. Pusaka Tradisi Ibu. 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion adalah peralatan gelas, timbangan analitik, termometer, pemanas listrik, bulb, pengaduk, alumunium foil, stirrer dan pipet volumetrik. Alat yang digunakan untuk analisis adalah ph meter, viscometer brookfield, oven, ruang pendingin, inkubator, cawan petri, pipet volumetrik, scalar moisture checker dan botol sample. Bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion ini adalah tepung karaginan yang diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya; asam stearat, setil alkohol, minyak mineral (parafin cair), gliserin, triethanolamin, pewangi dan metil paraben yang diperoleh dari Toko Kimia Harum Kimia dan Setia Guna; aquades dan skin lotion komersial yang digunakan sebagai skin lotion pembanding. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan berdasarkan trial and error selama dua bulan untuk mempelajari formulasi bahan-bahan penyusun, prosedur pembuatan skin lotion yang tepat, dan konsentrasi karaginan yang dapat digunakan dalam pembuatan skin lotion. Hasil penelitian pendahuluan diperoleh bahwa skin lotion dengan konsentrasi karaginan lebih dari 3% sangat sulit untuk dituang (mendekati bentuk

37 padat atau krim). Konsentrasi karaginan yang digunakan berkisar antara 1-3% dengan selang 1% dan konsentrasi karaginan 0% sebagai kontrol negatif. Bahan-bahan dasar penyusun skin lotion yang digunakan menurut Nussinovitch (1997) dalam buku Application of Hydrocolloid yaitu asam stearat, mineral oil, setil alkohol, triethanolamin, gliserin, air murni, pengawet dan pewangi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Formulasi bahan penyusun dan konsentrasi yang digunakan dalam skin lotion Bahan Konsentrasi (%) Asam stearat 2.5 Setil alkohol 0.5 Parafin cair 7 Air 84 Gliserin 5 Triethanolamin 1 Metil paraben q.s Parfum q.s Keterangan : q.s = Quantity small Sumber : Nussinovitch (1997) Penelitian utama Penelitian utama ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi karaginan terhadap karakteristik skin lotion yang dihasilkan meliputi karakteristik sensori (kesukaan terhadap parameter kekentalan, homogenitas, penampakan, warna, kesan lembab, dan rasa lengket), kimia, fisik, total mikroba, dan mendapatkan konsentrasi karaginan terbaik. Tahap kedua dilakukan untuk mempelajari karakteristik skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik yang dibandingkan terhadap skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol yang meliputi persentase kelembaban kulit; karakteristik sensori, fisika dan kimia selama penyimpanan satu bulan dengan interval waktu pengujian 0, 10, 20, dan 30 hari. Selang tersebut digunakan karena waktu 10 hari sesudah emulsi dibuat termasuk ke dalam waktu telah terjadinya perubahan viskositas (5-15 hari) (Rieger 1994). Uji total mikroba juga dilakukan setelah penyimpanan tiga bulan. Skin lotion yang disimpan pada suhu 37 o C selama satu bulan hanya skin lotion yang akan

38 diuji stabilitas emulsi. Uji viskositas dan ph menggunakan skin lotion yang disimpan pada suhu ruang. Selama penyimpanan juga dilakukan uji sensori. Komposisi skin lotion yang dibuat pada penelitian utama dicantumkan pada Tabel 7. Tabel 7 Formulasi skin lotion Bahan Komposisi (% berat) A B C D E Asam stearat 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 Parafin cair Setil alkohol Air Karaginan Gliserin 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 Triethanolamin 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Metil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Parfum 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Keterangan : A : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 0% B : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 1% C : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 2% D : Formulasi skin lotion dengan perlakuan karaginan 3% E : Formulasi skin lotion dengan setil alkohol 0,5% (kontrol positif) 3.4 Prosedur Kerja Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bahan yang larut minyak (fase minyak atau sediaan 1) dan bahan yang larut air (fase air atau sediaan 2). Bahan-bahan yang termasuk fase minyak antara lain asam stearat dan parafin cair dimasukkan ke dalam gelas piala. Karaginan yang digunakan terlebih dahulu dilarutkan ke dalam beberapa bagian air sebelum dicampurkan ke dalam fase air. Bahan-bahan yang termasuk fase air seperti gliserin, TEA, larutan karaginan, dan sisa air dicampurkan. Sediaan 1 dan 2 dipanaskan dan diaduk pada suhu o C secara terpisah hingga homogen. Sediaan yang telah homogen tersebut dicampur dan diaduk dengan pengaduk. Proses pencampuran kedua sediaan yang berbeda tersebut dilakukan pada suhu 70 o C. Proses pengadukan dengan stirrer dilakukan hingga campuran kedua sediaan homogen dan mencapai suhu 40 o C (sediaan 3).

39 Pengawet (metil paraben) dan parfum dimasukkan ke dalam sediaan 3 pada suhu 35 o C kemudian dilakukan pengadukan dengan stirrer selama kurang lebih satu menit. Diagram alir pembuatan skin lotion disajikan pada Gambar 3. Mulai Fase minyak (Sediaan 1): 1. Asam stearat 2. Parafin cair Pengadukan dan pemanasan pada suhu C selama ± 10 menit Fase air (Sediaan 2): 1. Gliserin 2. TEA 3. Larutan Karaginan 4. Air Pengadukan dan pemanasan pada suhu C selama ± 25 menit Pencampuran pada suhu 70 o C Pengadukan hingga suhu 40 o C selama ± 30 menit dan pendinginan hingga suhu 35 o C selama ± 10 menit Sediaan 3 Metil paraben Pencampuran dan pengadukan selama ± 1 menit Parfum (essential oil) Skin Lotion stop Gambar 4. Diagram alir pembuatan skin lotion Keterangan simbol: : : Mulai dan akhir, : Proses, : :hasil, : Input

40 3.5 Analisis Skin Lotion Analisis terhadap skin lotion yang dihasilkan meliputi analisis ph, viskositas, stabilitas emulsi, total mikroba, uji sensori, kelembaban kulit dan penyusutan berat Analisis ph Pengukuran ph contoh dilakukan dengan menggunakan ph meter meter Orion model 410A yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer ph 4 dan ph 7. Pengukuran dilakukan secara langsung dengan mencelupkan sensor ph ke dalam contoh uji, lalu ditunggu sampai angka yang muncul pada layar stabil Analisis viskositas Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam wadah kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer Brookfield Engineering Labs, INC tipe Middceboro MA USA (spindel no 3 dan 4) dengan kecepatan 30 rpm. Faktor koreksi untuk spindel 3 adalah 40 sedangkan untuk spindel 4 adalah 200. Viskositasnya (cp) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi (Lampiran 9) Analisis stabilitas emulsi Pengukuran Sampel bahan emulsi dimasukkan dalam wadah dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan dalam oven dengan suhu 45 o C selama dibawah 0 o C selama selama 1 jam. 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu 1 jam dan dikembalikan lagi ke oven pada suhu 45 o C Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fase terpisahkan terhadap emulsi keseluruhan (Mitsui 1997). berdasarkan rumus berikut: SE (%) = 100% - Berat fase yang memisah x 100% Berat total bahan emulsi Stabilitas emulsi dapat dihitung

41 3.5.4 Analisis total mikroba Pengukuran total mikroba berdasarkan(sni ) adalah sebagai berikut, secara aseptis ditimbang lotion sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer (garam fisiologis) kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai Sebanyak 1 ml dari sampel, diinokulasikan pada cawan petri steril. Media Plate Count Agar (PCA) yang steril pada suhu o C dituangkan pada cawan petri sebanyak ml. Cawan petri digoyang dan dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dilaporkan sebagai total mikroba Uji sensori Uji sensori merupakan identifikasi, pengukuran secara ilmiah, analisis dan interpretasi dari elemen-elemen pada suatu produk yang dapat dirasakan oleh panca indera (penglihatan dan sentuhan). Uji sensori pada penelitian ini menggunakan uji penerimaan atau uji hedonik yang bertujuan untuk mengevaluasi daya terima atau tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Skala hedonik yang digunakan berkisar antara 1-7 dimana: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) normal; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka (Carpenter et al. 2000). Pengujian sensori juga dilakukan selama penyimpanan dengan selang waktu 10 hari selama satu bulan Penyusutan berat Uji penyusutan berat dilakukan berkaitan dengan kestabilan emulsi suatu produk. Produk yang memiliki stabilitas emulsi yang baik tidak akan mengalami penyusutan berat atau penyusutan berat yang dialami memiliki persentase yang kecil. Penyusutan antara lain juga disebabkan penguapan air pada saat penyimpanan. Uji ini juga dapat membuktikan keefektifan bahan-bahan yang dipakai pada formulasi. Uji dilakukan dengan menimbang bahan pada saat sebelum mengalami penyimpanan dan setelah disimpan selama satu bulan, kemudian dihitung persentase kehilangan beratnya (Suryani et al. 2000) Uji kelembaban kulit Uji kelembaban ini dilakukan dengan menggunakan alat Scalar Moisture Checker yang dilakukan di PT. Pusaka Tradisi Ibu. Uji ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh PT. Tradisi Ibu dalam menguji nilai kelembaban skin lotion

42 yang dihasilkan perusahaan tersebut. Langkah-langkah pengujian kelembaban dengan menggunakan alat Scalar Moisture Checker ini adalah sebagai berikut: skin lotion yang akan dioleskan ke permukaan kulit terlebih dahulu ditimbang sebanyak 1 gram kemudian skin lotion tersebut dioleskan ke permukaan kulit dengan luas permukaan 2x5 cm namun kulit tersebut terlebih dahulu diukur kelembabannya sebelum dioleskan skin lotion. Kelembaban kulit setelah dioleskan skin lotion diukur selama 15 menit dengan selang waktu pengukuran 5 menit. Hasil yang tertera pada layar alat Scalar Moisture Checker ini berupa persentase kelembaban kulit. Hasil persentase kelembaban yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software Skin Sys berdasarkan skala sebagai berikut: (0-27%) kering; (28-37%) agak kering; (38-47%) lembab; (48-57%) lebih lembab; dan (>57%) sangat lembab. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelembaban kulit yang diperoleh setelah pemakaian skin lotion dengan karaginan, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan. 3.7 Rancangan Percobaan (Steel dan Torie 1991) Analisis karakteristik skin lotion sebelum penyimpanan Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu konsentrasi karaginan (0%, 1%, 2%, dan 3%) dan dua kali ulangan. Model matematis rancangan tersebut adalah sebagai berikut: Y ij = µ + A i + ε ij Keterangan: Yij = Hasil pengamatan lotion ke-j dengan perlakuan ke-i i = Perbedaan konsentrasi karaginan (0%, 1%, 2%, dan 3%) j = Ulangan dari setiap perlakuan (dua kali) µ = Nilai tengah umum Ai = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Pengaruh galat H0 : Karaginan tidak berpengaruh terhadap karakteristik skin lotion H 1 : Karaginan berpengaruh terhadap karakteristik skin lotion Pengaruh perlakuan terhadap karakteristik dapat diketahui dengan analisis ragam. Bila hasil analisis ragam menunjukkan tolak Ho maka dilanjutkan dengan uji Duncan, dengan rumus:

43 R p = q ( p; dbs; α) kts r Keterangan: R p p dbs kts r = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan = perlakuan = derajat bebas = jumlah kuadrat tengah = ulangan Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji ini menunjukkan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan menyebar normal (Steel dan Torie 1991). Perhitungan uji sensori dilakukan dengan menggunakan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis yang menggunakan software SPSS (Statistical Process for Social Science) versi Perhitungan nilai secara manual menurut Steel dan Torie (1991): Uji Kruskal Wallis meliputi langkah-langkah berikut: a. Merumuskan H0 dan H1 b. Perangkingan Perangkingan dilakukan dengan mengurutkan nilai mulai dari yang terkecil hingga nilai yang terbesar berdasarkan nilai hasil sensori untuk semua perlakuan. c. Membuat tabel rangking d. Menghitung T = [( t 1) t( t + 1)] e. Menghitung faktor koreksi (FK) T FK = 1 ( n 1) n( n + 1) f. Menghitung H yng merupakan kriteria uji 12 Ri H = ( ) 3( n 1) n( n + 1) ni g. Menghitung H yang merupakan nilai X 2 hitung H = H FaktorKoreksi h. Melihat X 2 tabel α = 0,05 dan db(v) = k-1

44 Jika X 2 hitung > X 2 tabel maka tolak H0, dan dilanjutkan uji Mulitiple Comparisons Jika X 2 hitung < X 2 tabel maka gagal tolak H0 Uji Mulitiple Comparisons: Uji ini digunakan apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil tolak H0. Rumus uji Mulitiple Comparisons adalah: Ri Rj >< a z 2 p ( n + 1) 6 k, dimana p = k Keterangan: n : banyaknya data t : jumlah data yang sama H : kriteria yang akan diuji H : X 2 hitung n i : jumlah pengamatan pada setiap perlakuan Ri : jumlah rangking pada setiap perlakuan K : perlakuan Z : peubah acak k : perlakuan Analisis kelembaban kulit k 1 Analisis persentase kelembaban kulit yang dilakukan dengan alat Scalar Moisture Checker menggunakan rancangan acak faktorial dua faktor, yaitu bahan penyusun ( skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan) dan waktu pengamatan (0, 5, 10, dan 15 menit) dengan tiga kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah: Y ijk = µ + A i + B j + (AB) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = Nilai pengamatan dari bahan penyusun ke-i, waktu pengamatan ke-j pada ulangan ke-k µ = Nilai rata-rata pengamatan Ai = Pengaruh bahan penyusun ke-i (i = skin lotion dengan karaginan, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol) Bj = Pengaruh waktu pengamatan ke-j (j = 0, 5, 10, dan 15 menit) (AB) ij = Pengaruh interaksi antara bahan penyusun dengan waktu pengamatan ε ijk = Pengaruh galat Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Faktor bahan penyusun tidak mempengaruhi kelembaban kulit H1 : Faktor bahan penyusun mempengaruhi kelembaban kulit 2

45 H0 : Faktor waktu pengamatan tidak mempengaruhi kelembaban kulit H1 : Faktor waktu pengamatan mempengaruhi kelembaban kulit H0 : Interaksi bahan penyusun dan waktu pengamatan tidak mempengaruhi kelembaban kulit H1 : Interaksi bahan penyusun dan waktu pengamatan mempengaruhi kelembaban kulit Apabila hasil uji yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh pada selang 95% ( α = 0,05) maka selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan: R p = q ( p; dbs; α) kts r Keterangan: R p = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan dbs = derajat bebas kts = jumlah kuadrat tengah r = ulangan Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji ini menunjukkan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan menyebar normal (Steel dan Torie 1991) Analisis karakteristik skin lotion selama penyimpanan Analisis skin lotion selama penyimpanan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu bahan penyusun (skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan) dan lama penyimpanan (0, 10, 20, dan 30 hari) dengan dua kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah: Y ijk = µ + A i + B j + (AB) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = Nilai pengamatan dari bahan penyusun ke-i, lama penyimpanan ke-j pada ulangan ke-k µ = Nilai rata-rata pengamatan Ai = Pengaruh bahan penyusun ke-i (i = skin lotion dengan karaginan, skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol) Bj = Pengaruh lama penyimpanan ke-j (j = 0, 10, 20, dan 30 hari) (AB) ij = Pengaruh interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan ε ijk = Pengaruh galat

46 Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Faktor bahan penyusun tidak mempengaruhi karakteristik skin lotion H1 : Faktor bahan penyusun mempengaruhi karakteristik skin lotion H0 : Faktor lama penyimpanan tidak mempengaruhi karakteristik skin lotion H1 : Faktor lama penyimpanan mempengaruhi karakteristik skin lotion H0 : Interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi karakteristik skin lotion H1 : Interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan mempengaruhi karakteristik skin lotion Apabila hasil uji yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh pada selang 95% ( α = 0,05) maka selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan: R p = q ( p; dbs; α) kts r Keterangan: R p = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan dbs = derajat bebas kts = jumlah kuadrat tengah r = ulangan Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji ini menunjukkan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan menyebar normal (Steel dan Torie 1991). Data yang diperoleh dari uji sensori selama penyimpanan di analisis dengan menggunakan uji nonparametric test Kruskal-Wallis kemudian apabila hasil uji menunjukkan adanya pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons.

47 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Skin Lotion Karakteristik sensori Uji sensori terhadap skin lotion dilakukan dengan uji kesukaan untuk melihat penerimaan konsumen terhadap produk. Pada uji kesukaan panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (Rahayu 1998). Uji ini bersifat subyektif dan menggunakan skala hedonik dengan panelis tidak terlatih yang merupakan mahasiswa IPB berjumlah 30 orang. Parameter yang diamati antara lain penampakan, warna, homogenitas, kekentalan, kesan lembab dan rasa lengket. Uji sensori ini dilakukan pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0%, 1%, 2%, 3%, dan skin lotion dengan setil alkohol (kontrol positif) Penampakan Penilaian kesukaan panelis terhadap penampakan dilakukan dengan cara meminta panelis menilai penampilan skin lotion secara keseluruhan yang dapat terlihat dari luar. Nilai kesukaan panelis yang diberikan ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap penampakan Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple Comparisons)

48 Nilai kesukaan panelis terhadap penampakan berkisar antara 4,75-5,8 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian antara netral sampai suka. Nilai penampakan tertinggi terdapat pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 2% sedangkan terendah pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0%. Hal ini karena skin lotion dengan karaginan 0% memiliki kekentalan yang paling encer sehingga diduga penampakannya kurang disukai oleh panelis. Uji Kruskal-Wallis pada α=0,05 (Lampiran 5) menunjukkan bahwa karaginan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap penampakan skin lotion. Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa nilai penampakan tertinggi pada skin lotion dengan karaginan 2% berbeda nyata terhadap penampakan skin lotion dengan karaginan 0% dan 1% namun tidak berbeda nyata terhadap penampakan skin lotion dengan karaginan 3%. Kekentalan diduga mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan. Karaginan berperan sebagai bahan pengental sehingga penggunaan karaginan mempengaruhi penampakan skin lotion. Semakin tinggi konsentrasi karaginan menyebabkan karaginan semakin kental. Pada penggunaan karaginan lebih dari 3% menyebabkan produk menjadi berbentuk krim. Karaginan termasuk salah satu polimer alami yang digunakan sebagai pengental dalam lotion (Schmitt 1996). Karaginan merupakan salah satu jenis hidrokoloid, yaitu suatu polimer larut dalam air yang mampu mengentalkan larutan (Fardiaz 1989). Warna juga mempengaruhi penampakan namun konsentrasi karaginan yang digunakan dalam formulasi rendah sehingga warna skin lotion yang dihasilkan tidak berbeda tetapi diduga apabila konsentrasi karaginan yang digunakan tinggi maka warna skin lotion yang dihasilkan berwarna lebih gelap dan akan berpengaruh terhadap penampakan skin lotion yang dihasilkan. Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan skin lotion yang menggunakan karaginan tidak jauh berbeda dengan penampakan skin lotion yang menggunakan setil alkohol karena penampakan skin lotion yang dihasilkan juga tidak jauh berbeda Warna Warna suatu produk akan mempengaruhi kesukaan panelis. Penilaian kesukaan panelis terhadap warna dilakukan secara visual dengan cara meminta

49 panelis melihat warna dari skin lotion yang dihasilkan. Pada penelitian ini digunakan karaginan sebagai salah satu bahan penyusun. Gambar bahan-bahan penyusun yang digunakan dan skin lotion yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 60. Nilai kesukaan panelis berkisar antara 5,25-5,47 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian agak suka terhadap warna. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap warna skin lotion dengan karaginan 2% sedangkan terendah terhadap warna skin lotion dengan karaginan 1%. Nilai kesukaan panelis yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap warna Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple Comparisons) Warna yang terbentuk pada produk dipengaruhi oleh warna bahan-bahan penyusunnya (Mitsui 1997). Hasil uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 menunjukkan bahwa karaginan tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna skin lotion yang dihasilkan (Lampiran 5). Hal ini diduga karena warna karaginan yang digunakan tidak menyebabkan perbedaan warna skin lotion serta bahan-bahan penyusun lainnya yang digunakan dalam formulasi sama. Warna dari karaginan yang digunakan cerah (putih karaginan) dengan jumlah konsentrasi yang rendah sehingga tidak mempengaruhi warna skin lotion yang dihasilkan. Warna skin lotion dengan karaginan terlihat sama dengan warna skin lotion setil

50 alkohol yaitu putih. Penggunaan karaginan dalam jumlah konsentrasi yang lebih tinggi lagi, akan menyebabkan warna skin lotion yang dihasilkan lebih gelap Homogenitas Homogenitas merupakan parameter penting dalam suatu emulsi. Semakin halus dan seragam tekstur emulsi skin lotion yang dihasilkan semakin baik, karena merupakan indikator tercampurnya fase minyak dan air (Suryani et al. 2000). Penilaian terhadap homogenitas dilakukan dengan cara mengamati penampakan fisik skin lotion yang dihasilkan. Panelis juga diminta untuk merasakan tekstur skin lotion dengan ujung jarinya, kemudian dioleskan ke tangan untuk mengetahui kehalusan dan keseragaman tekstur emulsi sesuai dengan kesukaannya. Nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas skin lotion berkisar antara yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian agak suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap homogenitas skin lotion dengan konsentrasi karaginan 3% sedangkan terendah terhadap homogenitas skin lotion kontrol positif. Gambar 7 menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas. Gambar 7 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple comparisons) Uji Kruskal-Wallis (α=0,05) yang disajikan pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa karaginan tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap homogenitas. Hal ini karena konsentrasi karaginan yang digunakan rendah sehingga tidak mempengaruhi homogenitas skin lotion sehingga dalam hal ini

51 homogenitas skin lotion ditentukan oleh pencampuran fase-fase pada emulsi dan pembuatan emulsi tersebut. Teknik dan cara pencampuran yang dilakukan dalam pembuatan skin lotion sama sehingga homogenitas yang dihasilkan tidak berbeda. Suatu emulsi dapat dikatakan homogen apabila tidak terlihat adanya pemisahan antara komponen penyusun emulsi tersebut. Homogenitas menunjukkan pencampuran bahan-bahan dalam formula skin lotion. Homogenitas sistem emulsi dipengaruhi oleh teknik atau cara pencampuran yang dilakukan serta alat yang digunakan pada proses pembuatan emulsi tersebut (Rieger 1994) Kekentalan Uji kesukaan terhadap parameter kekentalan dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap kekentalan skin lotion pada saat pemakaian karena terdapat beberapa pemakai yang menyukai skin lotion yang tidak terlalu kental. Penilaian dilakukan secara visual dengan cara meminta panelis melihat kekentalan produk kemudian mengoleskannya pada kulit. Nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan skin lotion berkisar antara 3,17-5,43 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian antara agak tidak suka sampai agak suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap kekentalan skin lotion dengan konsentrasi karaginan 3% sedangkan terendah terhadap kekentalan skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0%. Hal ini disebabkan skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0% memiliki kekentalan yang paling rendah dibandingkan skin lotion lainnya karena tidak adanya bahan pengental sehingga kekentalannya hanya berasal dari bahan-bahan penyusun lainnya seperti gliserin. Nilai kesukaan panelis yang diberikan terhadap kekentalan skin lotion ditunjukkan oleh Gambar 8. Gliserin tidak hanya berfungsi sebagai humektan tetapi juga berfungsi sebagai penambah viskositas (KKI 1993). Nilai kesukaan panelis terhadap parameter kekentalan skin lotion meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi karaginan yang digunakan. Nilai kesukaan panelis menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai skin lotion yang lebih kental.

52 Gambar 8 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple Comparisons) Hasil uji Kruskal-Wallis (α=0,05) pada Lampiran 5 memperlihatkan bahwa karaginan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap kekentalan skin lotion. Uji lanjut Multiple Comparisons dilakukan untuk mengetahui perbedaan kesukaan panelis terhadap kekentalan skin lotion dengan konsentrasi karaginan yang berbeda (Lampiran 7). Hasil uji Multiple Comparisons menunjukkan bahwa kesukaan panelis tertinggi terhadap kekentalan skin lotion dengan karaginan 3% berbeda nyata terhadap kekentalan skin lotion dengan karaginan 0% dan 1% namun tidak berbeda nyata terhadap kekentalan skin lotion dengan karaginan 2%. Semakin tinggi konsentrasi karaginan yang digunakan semakin kental skin lotion yang dihasilkan. Karaginan digunakan dalam konsentrasi yang rendah untuk menstabilkan sistem suspensi atau emulsi. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karaginan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk) dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini, karaginan dapat pula digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel (Skensved 2004, diacu dalam Hidayat 2006) Kesan lembab Uji ini dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap kesan lembab yang dirasakan setelah memakai skin lotion. Penilaian dilakukan dengan cara mengoleskan skin lotion ke tangan kemudian panelis diminta untuk

53 memberikan penilaian terhadap kesan lembab yang dirasakan setelah beberapa menit pemakaian skin lotion. Nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab berkisar antara 4,62-5,78 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian antara netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap kesan lembab skin lotion dengan konsentrasi karaginan 3% sedangkan nilai kesukaan panelis terendah terhadap skin lotion dengan karaginan 0%. Nilai kesukaan panelis menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi karaginan yang digunakan maka kesukaan panelis terhadap kesan lembab skin lotion juga cenderung meningkat. Nilai kesukaan panelis yang diberikan terhadap kesan lembab skin lotion dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple Comparisons) Uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 memperlihatkan bahwa karaginan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap kesan lembab skin lotion (Lampiran 5). Penambahan karaginan menyebabkan kesan lembab yang ditimbulkan setelah pemakaian skin lotion lebih terasa. Uji lanjut Multiple Comparisons menunjukkan kesukaan panelis tertinggi terhadap kesan lembab adalah pada skin lotion dengan karaginan 3% yang berbeda nyata dengan kesan lembab skin lotion dengan karaginan 0% dan 1%, namun tidak berbeda nyata dengan kesan lembab skin lotion 2% (Lampiran 8). Kekentalan juga dapat menyebabkan perbedaan kesan lembab skin lotion. Semakin kental emulsi yang dihasilkan semakin sedikit air yang dapat menguap

54 dari skin lotion tersebut karena terdapat ikatan yang kuat diantara molekulmolekul penyusunnya sehingga semakin kecil terjadinya dehidrasi yang menyebabkan kulit menjadi kering akibatnya kelembaban semakin terjaga. Tingkat kesukaan panelis terhadap skin lotion dengan setil alkohol lebih rendah dibandingkan tingkat kesukaan panelis terhadap skin lotion dengan karaginan karena efek melembabkannya hanya berasal dari gliserin. Polimer hidrofilik, seperti asam alginat, karaginan, chitosan, collagen, hyaluronic acid berperan sebagai humektan dalam kosmetik yang dapat membentuk film pada lapisan atas permukaan kulit sehingga dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Rieger 2000) Rasa lengket Pada penilaian ini panelis diminta untuk menilai rasa lengket skin lotion dengan cara mengoleskan skin lotion ke tangan dan merasakan rasa lengket skin lotion setelah beberapa menit pemakaian. Rasa lengket ditimbulkan dari fase minyak yang terkandung dalam formulasi suatu emulsi (Suryani et al. 2000). Nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket skin lotion berkisar antara 4,45-5 yang berarti kesukaan panelis antara netral sampai agak suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap rasa lengket skin lotion dengan konsentrasi karaginan 3% sedangkan terendah terhadap skin lotion dengan karaginan 0%. Nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket skin lotion ditunjukkan oleh Gambar 10. Gambar 10 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (Hasil uji lanjut Multiple Comparisons)

55 Uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 menunjukkan bahwa karaginan tidak memberikan pengaruh terhadap kesukaan panelis pada rasa lengket skin lotion (Lampiran 10). Penggunaan karaginan dalam formulasi dapat mengurangi rasa lengket setelah pemakaian skin lotion namun rendahnya konsentrasi karaginan yang digunakan menyebabkan panelis kurang dapat merasakan perbedaan rasa lengket skin lotion yang menggunakan karaginan. Pengunaan karaginan dalam formulasi menyebabkan produk tidak terlalu lengket setelah pemakaian karena berkaitan dengan kemampuan karaginan membentuk lapisan film pada kulit sehingga membuat kulit terasa halus dan tidak lengket. Rasa lengket juga dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusun fase minyak yang digunakan dalam formulasi. Bahan-bahan penyusun fase minyak yang digunakan sama sehingga rasa lengket setelah pemakaian masing-masing skin lotion tidak berbeda Karakteristik kimia dan fisik Nilai ph Keasaman suatu produk dapat diketahui dari nilai ph produk tersebut. Nilai ph untuk produk kosmetik atau produk yang digunakan untuk pemakaian luar yang berhubungan langsung dengan kulit haruslah sesuai dengan ph penerimaan kulit yaitu 4,5-7,5. Hal ini karena, produk kosmetika yang memiliki nilai ph sangat tinggi atau sangat rendah akan menyebabkan kulit teriritasi (Wasitatmadja 1997). Nilai ph produk pelembab kulit (yang diacu berdasarkan SNI tentang sediaan tabir surya) disyaratkan berkisar antara 4,5-8,0. Lampiran 9 menunjukkan hasil pengukuran ph. Nilai ph berkisar antara 7,3-7,59 dan berada dalam kisaran ph yang disyaratkan oleh SNI , sehingga produk skin lotion yang dihasilkan aman digunakan oleh kulit. Nilai ph skin lotion komersial berkisar antara 7,25-8,45 (Lampiran 10) dan nilai ph skin lotion yang dihasilkan juga berada pada kisaran nilai ph tersebut namun berbeda nilainya, diduga karena bahan-bahan penyusun dalam formulasi yang berbedabeda. Levin dan Maibach (2007) menyatakan bahwa ph yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan mengalami iritasi karena

56 terjadinya kerusakan mantel asam pada lapisan stratum corneum (salah satu bagian epidermis kulit). Nilai ph tertinggi pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 3% yaitu 7,59 sedangkan terendah pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0% yaitu 7,35 namun ph skin lotion kontrol positif lebih rendah daripada ph skin lotion dengan karaginan karena ph setil alkohol yang diukur cenderung asam yaitu 6-6,5. Nilai ph skin lotion dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Histogram nilai ph Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Duncan). Hasil analisis keragaman pada Lampiran 12 memperlihatkan bahwa konsentrasi karaginan memberikan pengaruh terhadap ph skin lotion pada taraf α=0,05. Uji lanjut Duncan (Lampiran 13) menunjukkan ph skin lotion tertinggi adalah ph skin lotion dengan karaginan 3% yang berbeda nyata dengan ph skin lotion dengan karaginan 0%, 1%, dan 2%. Semakin tinggi konsentrasi karaginan yang digunakan maka nilai ph akan semakin meningkat. Hal ini karena karaginan yang digunakan bersifat basa (nilai ph 8-9) (Spesifikasi karaginan produksi PT, Araminta Sidhakarya) diduga karena pada proses pembuatannya, siklus reaksi yang terjadi menyertakan gugus OH - sehingga ph karaginan dapat meningkatkan ph skin lotion Viskositas Viskositas merupakan salah satu parameter penting dalam produk-produk emulsi khususnya skin lotion. Viskositas menunjukkan kekentalan suatu bahan

57 yang diukur dengan menggunakan alat viscometer. Faktor yang erat hubungannya dengan stabilitas emulsi adalah viskositas (Suryani et al. 2000). Nilai viskositas berkisar antara cp (centipoise) (Lampiran 9). Nilai viskositas terbesar diperoleh dari skin lotion dengan karaginan 3% yaitu sebesar 7350 cp sedangkan terkecil diperoleh dari skin lotion dengan karaginan 0% yaitu 1435cP. Semakin tinggi konsentrasi karaginan yang digunakan semakin tinggi nilai viskositas emulsi skin lotion yang dihasilkan. Hal ini karena peranan karaginan di dalam formulasi yang berfungsi sebagai pengental karena adanya gugus ester dan hidroksil yang dapat mengikat air sehingga dapat meningkatkan viskositas skin lotion yang dihasilkan. Konsentrasi karaginan lebih dari 3% menyebabkan skin lotion menjadi sulit untuk dituang atau cenderung berbentuk pasta sampai padat (krim). Nilai viskositas yang dihasilkan berada dalam kisaran nilai cp (SNI ), kecuali nilai viskositas skin lotion dengan karaginan 0%. Hasil pengukuran terhadap viskositas skin lotion komersial menunjukkan nilai antara cp (Lampiran 10). Nilai viskositas skin lotion yang dihasilkan berada dalam kisaran nilai viskositas skin lotion komersial, kecuali pada skin lotion dengan karaginan 0%. Hal ini karena tidak adanya bahan yang berfungsi sebagai pengental pada formulasi skin lotion dengan karaginan 0% sehingga kekentalan yang dihasilkan paling rendah. Nilai viskositas skin lotion yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Histogram nilai viskositas Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Duncan).

58 Hasil analisis ragam pada taraf α=0,05 menunjukkan bahwa karaginan mempengaruhi viskositas skin lotion (Lampiran 14). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa viskositas skin lotion tertinggi adalah pada skin lotion dengan karaginan 3% yang berbeda nyata terhadap viskositas skin lotion dengan karaginan 0%, 1%, dan 2% (Lampiran 15). Viskositas karaginan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi karaginan yang digunakan. Hal ini karena semakin banyak gugus hidrofilik yang terkandung yaitu gugus ester dan hidroksil sehingga semakin banyak air dalam skin lotion yang dapat terikat oleh gugus tersebut dan mengakibatkan peningkatan viskositas skin lotion. Viskositas karaginan terjadi pada saat dispersi karaginan dalam air. Viskositas karaginan meningkat secara logaritmik dengan meningkatnya konsentrasi larutan karaginan (Towle 1973). Viskositas suatu emulsi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan viskositas fase pendispersi dan meningkatkan volume fase terdispersi. Penggunaan koloid hidrofilik sangat efektif untuk meningkatkan viskositas suatu emulsi minyak dalam air karena dapat meningkatkan viskositas fase pendispersi (fase air) tanpa menaikkan volume fase minyak dalam emulsi tersebut (Rieger 1994) Stabilitas emulsi Perhitungan nilai stabilitas emulsi dilakukan apabila terjadi pemisahan fase. Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu bahan dimana emulsi yang terdapat dalam bahan tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lain dan membentuk lapisan yang terpisah (Suryani et al. 2000). Emulsi yang tidak stabil akan mengalami perubahan kimia dan perubahan fisika. Perubahan kimia yang terjadi antara lain perubahan warna atau warna memudar, perubahan bau, kristalisasi, dll. Perubahan fisika yang terjadi antara lain pemisahan fase, sedimentasi, pembentukan aggregat, pembentukan gel, penguapan, peretakan, pengerasan, dll (Mitsui 1997). Hasil pengukuran stabilitas emulsi menunjukkan hasil yang sama yaitu 100%. Hasil tersebut memperlihatkan tidak terjadinya perubahan pada emulsi antara lain tidak terjadinya pemisahan antara fase terdispersi dengan fase pendispersi, tidak menyebabkan terjadinya sedimen, peretakan emulsi dan

59 pembentukan gel serta adanya perubahan bau dan warna setelah proses pengujian stabilitas emulsi dilakukan. Hal ini diduga karena emulsi yang dihasilkan belum mengalami penyimpanan sehingga stabilitas emulsi skin lotion yang dihasilkan sama dan memperlihatkan tanda-tanda emulsi yang stabil Total mikroba Uji total mikroba adalah uji untuk mengetahui ada atau tidak adanya mikroba dalam skin lotion yang dihasilkan. Uji ini merupakan salah satu uji yang penting karena kontaminasi mikroba dapat menyebabkan pemisahan fase, penyusutan berat produk, dan bau yang tidak sedap. Skin lotion merupakan suatu produk yang memiliki jangka waktu pemakaian yang cukup lama, sehingga adanya mikroba dalam skin lotion dapat menjadi masalah terhadap daya awet skin lotion. Pemakaian pengawet sangat dibutuhkan dalam formulasi skin lotion. Kontaminasi mikroorganisme walaupun bukan termasuk mikroorganisme pathogenik tidak diinginkan dalam kosmetika karena dapat menyebabkan terjadinya deteriorasi pada kualitas produk seiring waktu pemakaian dan akan menyebabkan iritasi kulit (Mitsui 1997). Uji total mikroba pada skin lotion menunjukkan bahwa tidak terdapat mikroba pada skin lotion yang dihasilkan. Penggunaan bahan pengawet yaitu metil paraben pada formulasi terbukti efektif untuk mencegah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak produk skin lotion. 4.2 Pemilihan Skin Lotion Terbaik dengan Pengambilan Keputusan Berbasis Indeks Kinerja (Marimin 2004) Penentuan skin lotion terbaik ini dilakukan dengan menggunakan metode Bayes. Cara yang dilakukan adalah dengan membobot parameter objektif (ph, viskositas, stabilitas emulsi, dan total mikroba) dan subjektif (kesukaan panelis terhadap penampakan, homogenitas, warna, kekentalan, kesan lembab, dan rasa lengket) dari skin lotion. Pembobotan didasarkan pada nilai kepentingan pada parameter produk skin lotion. Nilai kepentingan setiap karakteristik skin lotion dari tiap parameter didasarkan pada skala 1-3 yaitu 1 mewakili nilai biasa, 2 mewakili nilai penting, dan 3 mewakili nilai sangat penting. Karakteristik dan nilai kepentingan yang digunakan pada pembobotan disajikan pada Tabel 8.

60 Parameter analisis A. Objektif Nilai ph Viskositas Stabilitas emulsi Total mikroba B. Subjektif Kekentalan Homogenitas Penampakan Warna Kesan lembab Rasa lengket Tabel 8 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter objektif dan subjektif Dasar pertimbangan kepentingan Nilai ph skin lotion merupakan parameter yang penting karena berhubungan dengan ph kulit. Viskositas berhubungan dengan nilai stabilitas emulsi dan kekentalan skin lotion yang dipengaruhi oleh penggunaan karaginan Stabilitas emulsi berpengaruh terhadap umur simpan skin lotion Nilai kepentingan Mikroba berhubungan dengan daya awet skin lotion 3 Kekentalan berhubungan dengan sifat fisik skin lotion yaitu dapat dituang pada suhu kamar dan adanya penambahan karaginan sebagai pengental. Homogenitas menunjukkan pencampuran bahan-bahan penyususn skin lotion Penampakan berhubungan dengan penampilan skin lotion yang dapat dilihat secara keseluruhan. Warna skin lotion berhubungan dengan warna yang didapatkan dari campuran bahan-bahan penyusun skin lotion Kesan lembab berhubungan dengan adanya penambahan karaginan sebagai humektan dan kenyamanan setelah pemakaian skin lotion. Rasa lengket merupakan parameter yang penting karena berhubungan dengan kenyamanan setelah pemakaian skin lotion Bobot untuk karakteristik skin lotion dari setiap parameter didapatkan dengan cara manipulasi matrik (Lampiran 16). Matrik diperoleh dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter kemudian dikuadratkan. Nilai bobot diperoleh dari perbandingan antara hasil penjumlahan setiap baris matrik dengan nilai total hasil penjumlahan baris matrik. Nilai bobot kemudian dikalikan dengan nilai rangking. Skala nilai rangking yang digunakan berkisar antara 1-4 (terdapat empat perlakuan yaitu konsentrasi karaginan 0%, 1%, 2%, dan 3%). Total nilai hasil perkalian antara nilai rangking dengan nilai bobot digunakan untuk menentukan skin lotion terbaik. Total nilai tertinggi yang didapatkan merupakan skin lotion yang terbaik. Hasil perhitungan dengan metode Bayes disajikan pada Tabel 9.

61 Tabel 9 Hasil perhitungan penentuan skin lotion dengan konsentrasi karaginan terbaik menggunakan metode Bayes. Perlakuan Konsentrasi karaginan (%) Nilai bobot Viskositas ,12 Parameter objektif Nilai ph ,12 Stabilitas emulsi ,12 Total mikroba ,12 Kekentalan ,12 Homogenitas ,08 Parameter subjektif Penampakan ,08 Warna ,04 Kesan lembab ,12 Rasa lengket ,12 Total nilai 2,12 2,28 2,6 1,96 Peringkat Nilai stabilitas emulsi dan total mikroba pada tiap perlakuan diberikan tingkatan rangking yang sama karena nilai yang didapatkan pada tiap perlakuan sama. Skin lotion dengan ph yang semakin mendekati ph normal semakin baik karena semakin kecil kemungkinan skin lotion menyebabkan kulit teriritasi sehingga semakin besar konsentrasi karaginan yang digunakan nilai rangking yang diberikan semakin kecil. Semakin besar viskositas skin lotion maka emulsi skin lotion akan semakin stabil sehingga semakin besar konsentrasi karaginan yang digunakan semakin besar nilai rangking yang diberikan. Pemberian nilai rangking pada parameter subjektif didasarkan atas kesukaan panelis dan hasil uji statistik. Hasil uji statistik untuk setiap karakteristik pada parameter subjektif dapat dilihat pada lampiran masing-masing karakteristik subjektif skin lotion (Lampiran 6 s/d 8). Perangkingan juga

62 memperhatikan penekanan terhadap jumlah karaginan yang digunakan untuk hasil uji statistik yang tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan terbesar adalah skin lotion dengan karaginan 2% yaitu 2.6 sehingga skin lotion dengan karaginan 2% merupakan skin lotion terbai yang kemudian dibandingkan terhadap skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan selama penyimpanan satu bulan. 4.3 Kelembaban Kulit Uji kelembaban kulit yang dilakukan di PT Pusaka Tradisi Ibu menggunakan alat yang bernama Scalar Moisture Checker. Hasil pengukuran persentase kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker dapat dilihat pada Lampiran 17. Nilai persentase kelembaban kulit berkisar antara 41,73%- 52,6% yang termasuk ke dalam kategori lembab (38-47%) sampai lebih lembab (48-57%). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai persentase kelembaban tertinggi selama pengamatan adalah nilai persentase kelembaban kulit setelah pemakaian skin lotion dengan karaginan 2% sedangkan terendah setelah pemakaian skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan. Gambar 13 menunjukkan perubahan nilai persentase kelembaban kulit selama pengamatan. Gambar 13 Histogram perubahan nilai persentase kelembaban selama pengamatan. Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh bahan penyusun dan lama penyimpanan)

63 Gambar tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai persentase kelembaban kulit selama pengamatan, namun penurunan terkecil setelah pemakaian skin lotion dengan karaginan 2%. Uji keragaman (α=0,05) pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa bahan penyusun, waktu pengamatan dan interaksi antara bahan penyusun dengan waktu pengamatan berpengaruh terhadap persentase nilai kelembaban. Uji lanjut Duncan yang dilakukan terhadap pengaruh interaksi bahan penyusun dengan waktu pengamatan (Lampiran 22) menunjukkan bahwa nilai persentase kelembaban tertinggi pada skin lotion dengan karaginan 2% pada menit ke-0 yang berbeda nyata dengan nilai persentase kelembaban skin lotion lainnya selama waktu pengamatan kecuali dengan nilai persentase kelembaban skin lotion karaginan 2% pada menit ke-5. Hal ini karena peranan karaginan yang digunakan dapat lebih mempertahankan kandungan air pada kulit dan skin lotion sehingga penurunan nilai persentase kelembaban yang terjadi pada menit ke-5 tidak berbeda nyata dengan nilai persentase kelembaban pada awal pemakaian. Skin lotion karaginan 2% dapat lebih mempertahankan kelembabannya dibandingkan skin lotion dengan setil alkohol dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol. Karaginan pada skin lotion selain berfungsi sebagai bahan penstabil, pengental, dan pengemulsi juga berfungsi sebagai humektan sehingga kelembaban skin lotion tidak hanya berasal dari gliserin. Kelembabannya dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih lama. Nilai persentase kelembaban skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan paling kecil karena kelembabannya hanya berasal dari gliserin dan viskositas yang dimilikinya paling kecil. Viskositas juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kelembaban produk. Produk dengan viskositas yang tinggi merupakan indikasi terdapat ikatan yang kuat diantara molekul-molekul penyusunnya. Karaginan merupakan polimer yang dapat mengikat air. Adanya bahan yang memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) yang tinggi dapat meningkatkan kestabilan dan kelembaban produk (Skensved 2004, diacu dalam Hidayat 2006). Karaginan juga berfungsi sebagai humektan yang

64 berpengaruh terhadap stabilitas skin lotion yang dihasilkan karena dapat mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pada suhu ruang (Mitsui 1997). 4.4 Karakteristik Skin Lotion selama Penyimpanan Karakteristik sensori Uji sensori selama penyimpanan dilakukan dengan uji kesukaan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap skin lotion selama penyimpanan. Uji kesukaan ini dilakukan untuk membandingkan kesukaan panelis terhadap skin lotion terbaik (dengan karaginan 2%), skin lotion dengan setil alkohol (dengan setil alkohol), dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan (tanpa karaginan dan setil alkohol) Penampakan Nilai kesukaan panelis yang ditunjukkan pada Gambar 14 berkisar antara 3,57-5,8 yang dapat diartikan bahwa panelis memberikan penilaian antara agak tidak suka sampai suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap penampakan skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-0 sedangkan terendah terhadap skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-20. Viskositas skin lotion mempengaruhi penampakan yang dihasilkan. Gambar 14 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap penampakan selama penyimpanan Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap pengaruh bahan penyusun dengan lama penyimpanan)

65 Viskositas yang terlalu rendah akan menyebabkan pecahnya emulsi (Mitsui 1997). Penurunan viskositas seiring waktu mencerminkan peningkatan ukuran partikel karena penggumpalan, dan menunjukkan self life yang buruk (Rieger 1994) Hasil uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 menunjukkan bahwa bahan peyusun, lama penyimpanan dan interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan mempengaruhi penampakan skin lotion (Lampiran 24). Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 27) menunjukkan bahwa kesukaan panelis tertinggi terhadap penampakan skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10, 20, dan 30. Kesukaan panelis terhadap skin lotion dengan karaginan 2% cenderung stabil selama penyimpanan. Kesukaan panelis terhadap penampakan skin lotion dengan setil alkohol pada penyimpanan hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10, 20, dan 30. Nilai kesukaan panelis terhadap skin lotion dengan setil alkohol tertinggi pada penyimpanan hari ke-10. Tingkat kesukaan panelis yang tidak berbeda terhadap penampakan skin lotion dengan karaginan dan skin lotion dengan setil alkohol selama penyimpanan karena emulsi skin lotion tersebut tidak mengalami pemisahan fase sehingga tidak menyebabkan perubahan pada penampakan skin lotion. Tingkat kesukaan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10 dan 30 namun berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-20. Hal ini karena mulai terjadinya tanda-tanda ketidakstabilan emulsi pada skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan setelah penyimpanan hari ke-10 yaitu terjadinya peretakan dam penggumpalan emulsi yang mempengaruhi penampakan skin lotion Warna Perubahan warna selama penyimpanan mencerminkan emulsi mulai tidak stabil. Selama penyimpanan satu bulan warna skin lotion tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, walaupun pada skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan telah menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan emulsi pada penyimpanan hari ke-20 dan 30 namun tidak terjadi perubahan warna.

66 Nilai kesukaan panelis terhadap warna skin lotion selama penyimpanan berkisar antara 4,77-5,53 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian antara netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap warna skin lotion dengan setil alkohol pada penyimpanan hari ke-0 sedangkan terendah terhadap warna skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-30. Kesukaan panelis menurun selama penyimpanan. Nilai kesukaan panelis yang diberikan terhadap warna selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap warna selama penyimpanan. Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap pengaruh bahan penyusun dengan lama penyimpanan) Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 28) pada taraf α=0,05 menunjukkan bahwa bahan penyusun dan lama penyimpanan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna sedangkan interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan tidak mempengaruhi kesukaan panelis. Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 29) memperlihatkan bahwa kesukaan panelis tertinggi terhadap warna skin lotion dengan setil alkohol tidak berbeda nyata terhadap skin lotion karaginan 2% namun berbeda nyata terhadap skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan. Hal ini diduga kekentalan mempengaruhi kesukaan panelis

67 terhadap warna skin lotion karena kekentalan yang rendah membuat warna skin lotion lebih jernih. Uji lanjut Multiple Comparisons pada Lampiran 30 menunjukkan bahwa kesukaan panelis tertinggi terhadap warna pada penyimpanan hari ke-0 yang berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-20 dan ke-30, namun tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10. Pada waktu penyimpanan hari ke-20 dan 30, kesukaan panelis terhadap warna tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan panelis terhadap skin lotion selama penyimpanan tidak berbeda nyata karena warna skin lotion selama penyimpanan tidak mengalami perubahan. Walaupun tanda-tanda emulsi mulai tidak stabil terlihat pada skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-20 dan 30 namun belum sampai menyebabkan terjadinya perubahan warna skin lotion. Ketidakstabilan emulsi kosmetika ditandai dengan terjadinya perubahan kimia dan perubahan fisika. Perubahan kimia yang terjadi antara lain perubahan warna, perubahan bau, kristalisasi, dll. Perubahan fisika yang terjadi antara lain pemisahan fase, sedimentasi, pembentukan aggregat, pembentukan gel, penguapan, peretakan, pengerasan, dll (Mitsui 1997) Homogenitas Suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika fase terdispersi dan fase pendispersi pada penyimpanan cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan (Ansel 1989), (1) jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase terdispersi, dan (2) jika semua atau sebagian dari fase terdispersi tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase terdispersi. Nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas selama penyimpanan berkisar antara 4,45-5,38 yang dapat diartikan bahwa panelis memberikan penilaian antara netral sampai agak suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap homogenitas skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-0 sedangkan terendah terhadap homogenitas skin lotion dengan karaginan 2%

68 pada penyimpanan hari ke-20. Nilai kesukaan panelis yang diberikan terhadap homogenitas selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas selama penyimpanan. Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap pengaruh bahan penyusun dengan lama penyimpanan) Uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 menunjukkan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi homogenitas sedangkan bahan penyusun dan interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap homogenitas (Lampiran 31). Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 32) memperlihatkan bahwa kesukaan panelis tertinggi terhadap homogenitas skin lotion pada penyimpanan hari ke-0 yang berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-20 dan ke-30, namun tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10. Kesukaan panelis terhadap homogenitas pada penyimpanan hari ke-20 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-30. Tingkat kesukaan panelis terhadap skin lotion selama penyimpanan tidak berbeda nyata karena pada emulsi skin lotion tidak terjadi pemisahan fase selama penyimpanan sehingga emulsi masih terlihat homogen walaupun pada skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan mulai tampak adanya peretakan dan penggumpalan emulsi namun belum sampai terjadi pemisahan antara fase terdispersi dan fase pendispersi.

69 Kekentalan Karaginan merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dapat meningkatkan viskositas dan stabilitas produk emulsi (Schmitt 1996). Larutan karaginan bersifat kental sehingga penambahan karaginan dapat mengakibatkan peningkatan kekentalan. Nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan selama penyimpanan berkisar antara 3,87-5,07 yang dapat diartikan bahwa panelis memberikan penilaian antara agak tidak suka sampai agak suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap kekentalan skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-10 sedangkan terendah terhadap kekentalan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-0. Gambar 17 memperlihatkan nilai kesukaan panelis yang diberikan terhadap kekentalan skin lotion selama penyimpanan. Gambar 17 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan selama penyimpanan. Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap pengaruh bahan penyusun dengan lama penyimpanan) Hasil uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 (Lampiran 33) menunjukkan bahwa bahan penyusun, lama penyimpanan, dan interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap kekentalan. Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 36) menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap kekentalan skin lotion dengan karaginan 2% tidak berbeda

70 selama penyimpanan. Kesukaan panelis terhadap skin lotion dengan setil alkohol pada penyimpanan hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10, 20, dan 30 namun penyimpanan hari ke-10 berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-30. Kesukaan panelis terhadap kekentalan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-0 berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-20 dan 30 namun tidak berbeda dengan hari ke-10. Kekentalan skin lotion dengan karaginan 2% selama penyimpanan memiliki kesukaan panelis yang paling tinggi sedangkan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan paling rendah. Tidak adanya bahan yang berfungsi sebagai pengental dalam skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol membuat kekentalan yang dihasilkan rendah. Pada penyimpanan hari ke-10 tingkat kesukaan panelis meningkat, hal ini diduga karena pengaruh kekentalan skin lotion yang mengalami peningkatan pada hari ke Kesan lembab Karaginan dapat menempel pada permukaan kulit dan membantu mempertahankan kelembaban kulit. Selain fungsinya sebagai pengental, karaginan juga dipercaya dapat menghaluskan dan melembutkan kulit, sehingga baik digunakan dalam produk-produk perawatan kulit. Produk yang memiliki viskositas yang tinggi juga dapat lebih mempertahankan kandungan air didalamnya karena terdapat ikatan yang kuat antara molekul-molekulnya (Skensved 2004, diacu dalam Hidayat 2006). Nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab skin lotion selama penyimpanan berkisar antara 3,98-5,73 yang dapat diartikan bahwa panelis memberikan penilaian antara agak tidak suka sampai suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap kesan lembab skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-0 sedangkan terendah terhadap kesan lembab skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-20. Gambar 18 memperlihatkan nilai kesukaan panelis yang diberikan terhadap kesan lembab skin lotion selama penyimpanan.

71 Gambar 18 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap kesan lembab selama penyimpanan. Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap pengaruh bahan penyusun dengan lama penyimpanan) Bahan penyusun, lama penyimpanan, dan interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap kesan lembab skin lotion yang dihasilkan berdasarkan uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 (Lampiran 37). Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 40) menunjukkan bahwa kesukaan panelis tertinggi terhadap kesan lembab skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10 dan 20 namun berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-30. Hasil yang sama juga terjadi pada skin lotion dengan setil alkohol selama penyimpanan. Hal ini karena kesukaan panelis yang menurun pada penyimpanan hari ke-30. Penurunan kesukaan panelis ini diduga karena telah terjadinya perubahan kelembaban skin lotion pada hari penyimpanan ke-30 karena telah banyak terjadinya penguapan air pada skin lotion. Kesukaan panelis terhadap kesan lembab skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10 namun berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-20 dan 30. Hasil ini menunjukkan bahwa kesan lembab skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan telah mengalami penurunan kesukaan panelis dari penyimpanan hari ke-20 sampai akhir penyimpanan.

72 Kekentalan yang rendah pada skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan selama penyimpanan menyebabkan kesan lembab skin lotion lebih cepat menurun karena penguapan terjadi lebih cepat sehingga selama penyimpanan tingkat kesukaan panelis terhadap kesan lembab skin lotion paling kecil. Tingkat kesukaan panelis terhadap skin lotion dengan karaginan 2% paling tinggi selama penyimpanan karena pada skin lotion tersebut bahan yang berfungsi sebagai humektan tidak hanya gliserin, tetapi juga karaginan yang digunakan sehingga kesan lembab skin lotion ini selama penyimpanan paling terasa Rasa lengket Nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket skin lotion selama penyimpanan berkisar antara 4, yang dapat diartikan bahwa panelis memberikan penilaian antara netral sampai agak suka. Nilai kesukaan panelis tertinggi terhadap rasa lengket skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-0 sedangkan terendah terhadap rasa lengket skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-30. Nilai kesukaan panelis yang diberikan terhadap rasa lengket selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Histogram nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket selama penyimpanan. Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap pengaruh bahan penyusun dengan lama penyimpanan)

73 Uji Kruskal-Wallis pada taraf α=0,05 menunjukkan bahwa bahan penyusun dan lama penyimpanan mempengaruhi rasa lengket sedangkan interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan tidak mempengaruhi rasa lengket (Lampiran 41). Hasil uji Multiple Comparisons (Lampiran 42) memperlihatkan bahwa kesukaan panelis tertinggi terhadap rasa lengket skin lotion dengan setil alkohol tidak berbeda nyata terhadap skin lotion dengan karaginan 2% namun berbeda nyata terhadap skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan. Hal ini diduga karena skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan memiliki kekentalan yang paling rendah. Uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 43) memperlihatkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap rasa lengket pada lama penyimpanan hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan lama penyimpanan hari ke-10 dan 20, namun berbeda nyata dengan lama penyimpanan hari ke-30. Kesukaan panelis terhadap rasa lengket pada akhir penyimpanan mengalami penurunan Karakteristik kimia dan fisik Nilai ph Nilai ph sangat penting pada produk-produk yang berkenaan dengan kulit karena kulit memiliki batas ph (4,5-7,5) yang tidak menyebabkan kulit mengalami kerusakan. Nilai ph skin lotion selama penyimpanan berkisar antara 7,29-7,53 (Lampiran 44). Nilai ph yang terbentuk merupakan hasil interaksi nilai ph bahan-bahan penyusun skin lotion. Perbedaan nilai ph disebabkan perbedaan bahan-bahan penyusun dalam formulasi. Nilai ph selama penyimpanan masih termasuk kedalam kisaran nilai ph menurut SNI yaitu 4,5-8,0 dan masih berada dalam kisaran nilai ph skin lotion komersial yaitu antara 7,25-8,45. Hal ini berarti selama penyimpanan skin lotion masih aman digunakan untuk kulit. Nilai ph yang terlalu asam atau basa akan tidak aman digunakan oleh kulit karena dapat menyebabkan gangguan pada kulit. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Levin dan Maibach (2007) bahwa gangguan atau kerusakan lapisan mantel akan mengakibatkan kulit kehilangan keasamannya, lebih mudah rusak dan teriritasi. ph yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan mengalami iritasi.

74 Nilai ph selama penyimpanan cenderung stabil. Nilai ph tertinggi pada skin lotion dengan karaginan 2% sedangkan terendah pada skin lotion dengan setil alkohol. Nilai ph selama penyimpanan dapat dilihat pada pada Gambar 20. Gambar 20 Histogram nilai ph selama penyimpanan Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh bahan penyusun dan lama penyimpanan) Hasil analisis ragam (α=0,05) pada Lampiran 47 memperlihatkan bahwa bahan penyusun mempengaruhi nilai ph tetapi lama penyimpanan dan interaksi antara bahan penyusun dengan lama penyimpanan tidak mempengaruhi. lanjut Duncan (Lampiran 48) terhadap pengaruh bahan penyusun menunjukkan bahwa ph skin lotion dengan karaginan 2% berbeda nyata terhadap ph skin lotion dengan setil alkohol, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan. Nilai ph tertinggi adalah ph skin lotion dengan karaginan 2%. Hal ini karena ph karaginan yang digunakan adalah basa (8-9) (Spesifikasi karaginan produksi PT, Araminta Sidhakarya). cenderung asam (6-6,5) Viskositas Uji Hasil pengukuran ph setil alkohol yang digunakan Viskositas emulsi skin lotion dengan karaginan 2% paling tinggi selama penyimpanan. Karaginan memiliki komponen hidrofilik lebih banyak yaitu gugus ester sulfat dan gugus hidroksil dibandingkan dengan setil alkohol yang hanya

75 memiliki gugus hidroksil sehingga pengikatan air oleh karaginan lebih banyak terjadi akibat nya viskositas skin lotion dengan karaginan lebih tinggi. Viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi. Emulsi yang terbuat dari koloid alami seperti gelatin, karaginan, alginat, gum tragakan atau egg yolk akan mempunyai viskositas yang lebih tinggi dari emulsi yang terbuat dari sabun (Suryani et al. 2000). Semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena pergerakan partikel cenderung sulit dengan semakin kentalnya suatu bahan (Schmitt 1996). Hasil pengukuran nilai viskositas selama penyimpanan berkisar antara cp (Lampiran 49). Nilai tersebut masih termasuk ke dalam kisaran viskositas yang disyaratkan SNI yaitu berada dalam kisaran nilai viskositas cp dan kisaran nilai viskositas skin lotion komersial yaitu cp, kecuali untuk nilai viskositas skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan. Hal ini karena tidak adanya pengental dalam formulasi skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan. Nilai viskositas ditunjukkan pada Gambar 21. Gambar 21 Histogram nilai viskositas selama penyimpanan Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Duncan terhadap pengaruh bahan penyusun dan lama penyimpanan) Berdasarkan analisis ragam dengan taraf α=0,05 dapat diketahui bahwa bahan penyusun, lama penyimpanan dan interaksi antara bahan penyusun dengan

76 lama penyimpanan mempengaruhi viskositas (Lampiran 51). Uji lanjut Duncan (Lampiran 54) menunjukkan bahwa nilai viskositas skin lotion dengan karaginan 2% pada penyimpanan hari ke-0 berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10, 20, dan 30 namun nilai viskositas pada penyimpanan hari ke-10 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-20 dan 30 karena setelah penyimpanan hari ke-10 nilai viskositas cenderung stabil. Viskositas skin lotion dengan karaginan 2% mengalami peningkatan viskositas yang besar pada setelah penyimpanan hari ke-10 karena pengikatan air oleh karaginan mulai sedikit hingga tidak terjadi lagi pengikatan air pada penyimpanan selanjutnya. Viskositas skin lotion dengan setil alkohol selama penyimpanan tidak berbeda nyata karena viskositas skin lotion dengan setil alkohol relatif stabil selama penyimpanan. Kenaikan viskositas yang terjadi pada skin lotion dengan setil alkohol sangat kecil karena pada setil alkohol hanya terdapat satu gugus hidroksil sedangkan pada karaginan terdapat gugus ester sulfat dan gugus hidroksil yang dapat mengikat air lebih banyak. Gaya tolak menolak antara grup ester sulfat yang bermuatan asam (negatif) di sepanjang rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga molekul-molekul air terikat pada molekul karaginan yang mengakibatkan meningkatnya viskositas (Glicksman 1983). Nilai viskositas skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan pada penyimpanan hari ke-0 berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-10, namun tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-20 dan 30. Nilai viskositas mengalami peningkatan pada penyimpanan hari ke-10 dan mengalami penurunan setelah penyimpanan hari ke-10 sampai akhir penyimpanan. Hal ini memperlihatkan bahwa nilai viskositas skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan mulai menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan emulsi. Viskositas emulsi akan mengalami perubahan untuk beberapa lama (5-15 hari pada temperatur kamar) dan kemudian relatif konstan. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya umur emulsi tersebut (Rieger 1994). Emulsi yang tidak stabil cenderung mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan (Suryani et al. 2000).

77 Stabilitas emulsi Persentase stabilitas emulsi dapat dihitung apabila terjadinya pemisahan fase dalam suatu emulsi setelah melalui siklus freeze-thaw (Mitsui 1997). Uji stabilitas emulsi skin lotion selama penyimpanan menunjukkan bahwa tidak terjadinya pemisahan fase pada emulsi skin lotion sehingga persentase stabilitas emulsi 100%. Emulsi skin lotion dengan karaginan 2% dan skin lotion dengan setil alkohol menunjukkan tidak terjadinya perubahan yang menandakan ketidakstabilan emulsi. Emulsi tidak mengalami pemisahan fase menjadi lapisanlapisan, tidak terjadi perubahan warna, dan tidak terjadi perubahan bau pada emulsi. Hal ini karena dalam formulasi skin lotion tersebut terdapat karaginan dan setil alkohol yang berfungsi sebagai penstabil emulsi. Karaginan sesuai peranannya dalam skin lotion dapat berfungsi sebagai penstabil emulsi. Viskositas juga mempengaruhi stabilitas emulsi. Semakin tinggi viskositas maka emulsi akan semakin stabil karena pergerakan partikel yang sulit (Schmitt 1996). Karaginan digunakan dalam konsentrasi yang rendah untuk menstabilkan sistem suspensi atau emulsi. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karaginan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk) dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini, karaginan dapat pula digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel (Skensved 2004, diacu dalam Hidayat 2006). Hasil pengamatan selama penyimpanan menunjukkan bahwa emulsi skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan mengalami peretakan dan pengumpalan pada hari ke-20 dan 30 yang menyebabkan penurunan viskositas. Hal ini menunjukkan bahwa emulsi yang dihasilkan menunjukkan tanda-tanda emulsi mulai tidak stabil namun belum sampai terjadi pemisahan antar fase, perubahan warna dan bau. Emulsi pecah (retak) karena terjadinya pemisahan pada fase terdispersi dari emulsi tersebut, viskositas yang terlalu rendah, dan temperatur. Hal ini bersifat reversible karena lapisan pelindung di sekitar bulatan-bulatan fase terdispersi tidak ada lagi. Usaha untuk menstabilkan kembali emulsi tersebut

78 adalah dengan pengocokan, menambah zat pengemulsi tambahan dan membuat ulang emulsi tersebut (Ansel 1989). Karaginan merupakan polimer alami yang digunakan sebagai pengental dalam lotion sehingga dapat menstabilkan emulsi. Menurut Dreher et al. (1997) stabilitas emulsi akan meningkat dengan adanya penambahan polimer yang sesuai dalam fase pendispersi dan penurunan ukuran partikel fase terdispersi. Hal ini akan mencegah atau memperpanjang waktu terjadinya penggabungan kembali partikel-partikel sejenis yang mengakibatkan terjadinya pemisahan fase Penyusutan Berat Uji penyusutan berat pada saat penyimpanan dilakukan berkaitan dengan kestabilan emulsi suatu produk. Produk yang memiliki stabilitas emulsi yang baik tidak akan mengalami penyusutan berat atau memiliki persentase penyusutan berat yang kecil. Penyusutan berat disebabkan oleh penguapan air pada saat penyimpanan. Uji ini juga dapat membuktikan keefektifan bahan-bahan yang dipakai pada formulasi produk (Suryani et al. 2000). Hasil pengukuran persentase penyusutan berat dapat dilihat pada Lampiran 55. Gambar 22 menunjukkan nilai persentase penyusutan berat skin lotion. Nilai persentase penyusutan berat berkisar antara 0,49%-1,85%. Nilai persentase penyusutan berat tertinggi adalah 1,85% pada skin lotion dengan karaginan 0% sedangkan terendah adalah 0,49% pada skin lotion dengan karaginan 3%. Gambar 22 Histogram persentase penyusutan berat skin lotion Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (hasil uji lanjut Duncan).

79 Hasil analisis ragam terhadap persentase penyusutan berat (Lampiran 57) menunjukkan bahwa konsentrasi karaginan berpengaruh terhadap persentase penyusutan berat (α=0.05). Uji lanjut yang dilakukan memperlihatkan bahwa penyusutan berat tertinggi pada skin lotion dengan konsentrasi karaginan 0% yang berbeda nyata terhadap persentase penyusutan berat skin lotion dengan karaginan 1%, 2%, dan 3% (Lampiran 58). Penyusutan berat semakin kecil dengan semakin tingginya konsentrasi karaginan yang digunakan. Hal ini karena semakin tingginya viskositas emulsi skin lotion. Produk yang memiliki viskositas yang tinggi cenderung lebih dapat mempertahankan produk dari penyusutan berat. Produk dengan viskositas yang tinggi merupakan indikasi terdapat ikatan yang kuat diantara molekul-molekul penyusunnya. Kelembaban produk juga merupakan indikasi kestabilan produk terhadap kehilangan air karena penguapan. Kelembaban produk dinyatakan dengan kemampuan produk dalam mempertahankan beratnya. Kehilangan berat yang kecil menandakan bahwa produk memiliki tingkat kestabilan dan kelembaban yang tinggi (Skensved 2004, diacu dalam Hidayat 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa skin lotion dengan karaginan memiliki kestabilan dan kelembaban yang tinggi sehingga kehilangan berat yang terjadi kecil. Karaginan juga berfungsi sebagai humektan dalam skin lotion yang dapat mempertahankan kandungan air pada kulit dan skin lotion. Pemilihan bahan-bahan yang berfungsi sebagai emulsifier, humektan, dan stabilizer secara tepat, serta formula yang baik merupakan salah satu alasan kecilnya persentase penyusutan berat yang terjadi. Humektan adalah bahan higroskopis yang digunakan dalam formulasi kosmetik yang berfungsi untuk menjaga kehilangan kandungan air selama penyimpanan dan pemakaian pada kulit (Rieger 2000). Pemakaian metil paraben sebagai pengawet juga berpengaruh pada persentase penyusutan berat yang kecil karena penyusutan berat dapat terjadi akibat tumbuhnya mikroorganisme pada produk (Rieger 2000) Total mikroba skin lotion setelah penyimpanan tiga bulan Pemakaian pengawet juga mempengaruhi kestabilan emulsi kosmetik karena kehadiran mikroorganisme akan mempengaruhi daya awet, keadaan fisik,

80 dan keadaan kimia emulsi yang dihasilkan (Mitsui 1997). Hasil uji total mikroba pada skin lotion dengan karaginan 2% menunjukkan bahwa terdapat 1,0 x 10 1 koloni per gram (< 3,0 x 10 2 koloni per gram) sedangkan skin lotion dengan setil alkohol tidak terdapat koloni mikroba, dan skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan menunjukkan bahwa terdapat 2,0 x 10 1 koloni per gram (< 3,0 x 10 2 koloni per gram) (Lampiran 59). Hasil uji ini menunjukkan bahwa skin lotion masih aman digunakan karena total mikroba masih berada dibawah batas total mikroba yang disyaratkan SNI (maksimal 1,0 x 10 2 koloni per gram). Pengawet yang digunakan sebagai tambahan pada produk menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh karena pengawet bersifat antimikroba. Pengawet harus ditambahkan pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan skin lotion, yaitu antara suhu o C agar tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut. Mikroba yang terdapat dalam suatu produk dapat menyebabkan emulsi tidak stabil (Mitsui 1997).

81 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Karaginan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan skin lotion sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi serta memiliki kelebihan sebagai humektan. Penambahan karaginan berpengaruh terhadap karakteristik sensori (penampakan, kekentalan dan kesan lembab), ph, viskositas dan persentase penyusutan berat. Skin lotion terbaik diperoleh dari penambahan karaginan 2% dengan karakteristik sensori berkisar antara agak suka sampai suka, nilai ph 7,5; viskositas 5675 cp, stabilitas emulsi 100%, dan tidak terdapat mikroba. Penambahan karaginan lebih dari 3% menyebabkan skin lotion tidak dapat dituang atau berbentuk krim. Nilai kelembaban kulit yang diukur dengan alat Scalar Moisture Checker menunjukkan bahwa skin lotion dengan penambahan karaginan 2% memiliki persentase kelembaban kulit tertinggi dan penurunan persentase kelembaban kulit terkecil dibandingkan skin lotion dengan setil alkohol dan skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol. Selama penyimpanan nilai ph cenderung stabil sedangkan nilai viskositas mengalami peningkatan kecuali nilai viskositas skin lotion tanpa karaginan dan tanpa setil alkohol. Tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik sensori skin lotion dengan penambahan karaginan 2% selama penyimpanan mulai mengalami penurunan yang signifikan pada hari ke-30 walaupun karakteristik fisika dan kimia skin lotion tersebut masih baik hingga satu bulan penyimpanan. Total mikroba setelah penyimpanan tiga bulan adalah 1,0 x 10 1 koloni per gram (< 3,0 x 10 2 koloni per gram) yang berarti bahwa total mikroba masih berada dibawah batas total mikroba SNI (maksimal 1,0 x 10 2 koloni per gram) sehingga skin lotion masih aman untuk digunakan. 5.2 Saran Perlu dilakukan uji lanjutan terhadap keamanan kulit dan penelitian tanpa gliserin dalam formulasi.

82 DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya Angka SL, Suhartono MT Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Anonim a Triethanolamin. Dalam [28 April 2008]. Anonim b Rumus Bangun Karaginan. Dalam [23 September 2007]. Anonim c Carrageenan. Dalam [4 Juli 2008] Ansel HC Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ibrahim F, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Bawab A, Friberg SE Amphipilic Association Structures in a Model Skin Lotion with Hydroxy Acid. International Journal of Cosmetic Science 26: Bramayudha A Struktur Kulit Manusia. Dalam [15 Maret 2008]. Carpenter RP, Lyon DH, Hasdell TA Gridelines for Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control. Ed ke-2. Maryland: Maryland Aspen Publisher, Inc. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kodeks Kosmetik Indonesia Ed ke-2 volume I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Doerge RF Serbaneka senyawa organik untuk farmasi. Di dalam Wilson, Gilsvold Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik Bagian II. Fatah AM, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari Wilson and Gisvold s Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical Chemistry. Dorobantu LS, Yeung AKC, Foght JM, Gray MR. Stabilization of Oil Water Emulsion by Hydrophobic Bacteria. Journal of Microbiology Vol 70 No 10. Dreher TM, Glass J, Connor AJO, Steven GW Effect of Rheology on Coalescence Rates and Emulsion Stability. AIChE Journal Vol 45 No 6.

83 Fardiaz D Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fessenden RJ, Fessenden JS Kimia Organik. Ed ke-3. Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry. Glicksman M Food Hydrocolloids. Florida: CRC Press. Guibet M, Colin S, Barbeyron T, Genicot S Degradation of λ-carrageenan by Pseudoalteromonas carrageenovora λ-carrageenase: a New Family of Glycoside Hydrolases Unrelated to κ-and ι-carrageenases. Journal of Biochemistry 10: Hansen PMT Stabilization of Casein by Carrageenan. Journal of Dairy Technology. 11: Hidayat F Pengaruh kombinasi karagenan dan sodium lauryl sulfat serta penambahan ekstrak Pemphis acidula terhadap karakteristik sabun mandi cair. [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Levin J, Maibach H Human Skin Buffering Capacity. Journal of Skin Research and Technology 14: Marimin Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. Mitsui New Cosmetic Science. NewYork: Elsevier. Nussinovitch A Hydrocolloid Aplications. London: Blackie Academic & Professional. Polo KFD A Short Textbook of Cosmeticology. Ed ke-1. Jerman: Verlag fur Chemische Industrie. Rahayu WP Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Insitut Pertanian Bogor. Rieger M Emulsi. Di dalam : Lachman et al Teori dan Praktek Farmasi Industri. Ed ke-2. Suyatmi S, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Theory and Pharmacy Practical Industry. Ed ke-2. Rieger M Harry s Cosmeticology. Ed ke-8. New York: Chemical Publishing Co Inc.

84 Sakemi T, Kuroiwa A, Nomoto K Effect of carrageenan on the induction of cell-mediated cytotoxic responses in vivo. Journal of Microbiology 41: Schmitt WH Skin Care Products. Di dalam: DF Williams and WH Schmitt (Ed) Chemistry and Technology of Cosmetics and Toiletries Industry. Ed ke-2. London: Blackie Academy and Profesional. Skensved Carrageenan. Dalam (12 Febuari 2006) Schuller R, Romanowski P Beginning Cosmetic Chemistry. London: Allured Publishing Corporation Sondari D Sintesis dan aplikasi polimer kationik alami pada sistem emulsi skin lotion. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Soraya N Bahan Kosmetik Alami. Dalam [20 September 2007]. [SNI] Standar Nasional Indonesia Sediaan Tabir Surya. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. [SNI] Standar Nasional Indonesia Penentuan Total Mikroba. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Steel RGD, Torrie JH Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari Principles and Procedures of Statistics. Suryani A, Sailah I, Hambali E Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suryaningrum TD Kajian sifat-sifat mutu komoditas rumput laut budidaya jenis Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii. [tesis]. Bogor: Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Syamsuar Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Berbagai Umur Panen, Konsentrasi Koh dan Lama Ekstraksi. Dalam [ 9 Agustus 2007] Towle GA Carrageenan. Di dalam: RL Whistler (Ed) Industrial Gums. Ed ke-2. New York: Academic Press. Tronnier Biochemistry Cosmetal. Di dalam J.S. Jellinek Formulation and Function of Cosmetics. New York: John Willey & Son. Wasitaatmadja SM Penuntun Ilmu Kosmetika Medik. Jakarta: UI Press

85 Wahyuana Pasar Industri Kosmetika dan Toiletries di Indonesia. Dalam wahyublocknote.blogspot.com [11 Agustus 2008]. Winarno FG Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

86

87 LAMPIRAN

88 Lampiran 1. Spesifikasi karaginan produksi PT, Araminta Sidhakarya Parameters Product Loss on drying (105 o to constant weight) 12,77 ph (1 in 100 suspension) 8-9 Viscosity (1,5%, at 75 o C) Sulfate (as SO 2-4 ) on a dry weight basis 16,86 Total ash (on a dry weight basis) Acid-insoluble ash 0,57-0,74 Acid-insoluble matter 1,37-1,39 Residual solvents (of ethanol, isopropanol, or methanol, singly or in combination) Microbiological criteria (10-1 dilution by adding a 50-g sample to 450 ml of Butterfield s phosphate-buffered dilution water and homogenising the mixture in a high-speed blender) Tidak digunakan alkohol, pengendapan dengan KCl Total (aerobic) plate count 5000 cfu/g (2500 ) Salmonella spp Negatif E, coli Negatif Arsenic (atomic absorption hydride technique using a 3 gram sample) < 0,002 Lead < 0,1 Cadmium < 0,003 Mercury 0,02

89 Lampiran 2. Lembar uji sensori skala hedonik skin lotion UJI SENSORI SKALA HEDONIK Nama : Tanggal pengujian : Jenis contoh : Skin lotion Instruksi : Nyatakan penilaian anda dengan angka Parameter Skin lotion A101 B201 C301 D401 E501 F102 G202 H302 I402 J502 Penampakan Warna Homogenitas Kekentalan Kesan lembab Rasa lengket Keterangan: 1 : sangat tidak suka 2 : tidak suka 3 : agak tidak suka 4 : normal 5 : agak suka 6 : suka 7 : sangat suka

90 73 Lampiran 3. Lembar uji sensori skala hedonik skin lotion selama penyimpanan UJI SENSORI SKALA HEDONIK Nama : Tanggal pengujian : Jenis contoh : Skin lotion Instruksi : Nyatakan penilaian anda dengan angka Parameter Skin lotion B201 D401 E501 G202 I402 J502 Penampakan Warna Homogenitas Kekentalan Kesan lembab Rasa lengket Keterangan: 1 : sangat tidak suka 2 : tidak suka 3 : agak tidak suka 4 : normal 5 : agak suka 6 : suka 7 : sangat suka

91 74 Lampiran 4. Perwakilan data mentah uji sensori skala hedonik (parameter kekentalan) Panelis Skin Lotion A101 B201 C301 D401 E501 F102 G202 H302 I402 J Jumlah Rata-rata 3,90 5,17 5,47 4,90 3,20 3,90 4,97 5,40 4,83 3,13 Keterangan: A101 : skin lotion dengan penambahan karaginan 1% (ulangan 1) B201 : skin lotion dengan penambahan karaginan 2% (ulangan 1) C301 : skin lotion dengan penambahan karaginan 3% (ulangan 1) D401 : skin lotion dengan setil alkohol (ulangan 1) E501 : skin lotion dengan penambahan karaginan 0% (ulangan 1) F102 : skin lotion dengan penambahan karaginan 1% (ulangan 2) G202 : skin lotion dengan penambahan karaginan 2% (ulangan 2) H302 : skin lotion dengan penambahan karaginan 3% (ulangan 2) I402 : skin lotion dengan setil alkohol (ulangan 2) J502 : skin lotion dengan penambahan karaginan 0% (ulangan 2)

92 75 Lampiran 5. Hasil uji Kruskal-Wallis uji sensori Penampakan Homogenitas Warna Kekentalan Kesan Rasa lembab lengket X 2 hitung 35,587 6,988 5, ,231 42,245 6,674 Db Signifikan 0,000 0,072 0,115 0,000 0,000 0,083 keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 6. Hasil uji Multiple Comparisons penampakan Konsentrasi karaginan N α = 0, % 60 4,75 1% 60 5,30 3% 60 5,45 5,45 2% 60 5,80 Lampiran 7. Hasil uji Multiple Comparisons kekentalan Konsentrasi karaginan N α = 0, % 60 3,17 1% 60 3,90 2% 60 5,07 3% 60 5,43 Lampiran 8. Hasil uji Multiple Comparisons kesan lembab Konsentrasi karaginan N α = 0, % 60 4,62 1% 60 5,20 2% 60 5,73 3% 60 5,78

93 76 skin lotion karaginan 1% karaginan 2% karaginan 3% setil alkohol karaginan 0% Lampiran 9. Nilai ph dan viskositas faktor viskositas = skala x ulangan spindel skala konversi faktor konversi , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,35 Keterangan: masing-masing ulangan dilakukan secara duplo ph 7,42 7,43 7,49 7,51 7,605 7,58 7,29 7,3 7,35 7,355 7,425 7,5 7,5925 7,295 7,3525 Lampiran 10. Hasil pengukuran nilai ph dan viskositas skin lotion komersial ph Viskositas (cp) skin lotion ulangan ulangan 1 ulangan 2 rata-rata 1 ulangan 2 rata-rata Vaselin 8,4 8,5 8, Viva 7,6 7,6 7, Marina 7,2 7,3 7, Citra 7,6 7,6 7, Keterangan: masing-masing ulangan dilakukan secara duplo Lampiran 11. Uji normalitas nilai ph dan viskositas Kolmogorov-Smirnov Statistik Db Signifikan Viskositas 0, ,200(*) ph 0, ,200(*)

94 77 Keterangan: (*) berarti data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05 Lampiran 12. Hasil analisis ragam ph Sumber Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Signifikan Karaginan 0, , ,072 0,000 Galat 0, ,000 Total 0,064 7 Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 13. Uji lanjut Duncan ph konsentrasi karaginan N α = 0, % 2 7,3525 1% 2 7,425 2% 2 7,5 3% 2 7,5925 Lampiran 14. Hasil analisis ragam viskositas Sumber Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Signifikan Karaginan , , ,979 0,000 Galat ,5 Total ,5 7 Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 15. Uji lanjut Duncan viskositas konsentrasi karaginan N α = 0, % % % %

95 78 Lampiran 16. Hasil perhitungan nilai bobot dengan manipulasi matrik Perbandingan nilai kepentingan antar parameter Parameter ph Viskositas Stabilitas emulsi TPC kekentalan Homogenitas Penampakan Warna Kesan lembab Rasa lengket ph Viskositas Stabilitas emulsi TPC kekentalan Homogenitas Penampakan Warna Kesan lembab Rasa lengket Matrik hasil perbandingan nilai kepentingan antar parameter Hasil Pengkuadratan matrik Jumlah baris Bobot

96 79 Lampiran 17. Uji kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker Bahan penyusun ulangan Waktu pengamatan (menit) , ,6 50,8 Karaginan 2% 2 52,1 51,7 51,4 50,5 3 53,2 52,6 52,1 51,7 Rata-rata 52,6 52,1 51, ,7 47,3 46,7 44,2 Setil alkohol 2 48,9 47,1 46,1 44,4 3 48,5 47,2 45,5 44,1 Rata-rata 48,70 47,20 46,10 44,23 Tanpa karaginan 1 46,5 45,4 43,4 41,9 dan tanpa setil 2 46,5 45,2 43,7 41,8 alkohol 3 46,6 45,6 43,1 41,5 Rata-rata 46,53 45,40 43,40 41,73 Keterangan: nilai kelembaban kulit awal berkisar antara 31,1%-34,4% Lampiran 18. Uji normalitas persentase kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker Kolmogorov-Smirnov Statistik Db Signifikan Persentase kelembaban 0, ,082 Keterangan: data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05 Lampiran 19. Hasil uji keragaman kelembaban kulit dengan alat Scalar Moisture Checker Persentase kelembaban Jumlah kuadrat Db Kuadrat tengah F hitung Signifikan Perlakuan 439, , ,755 0,000 Bahan penyusun 363, , ,152 0,000 Waktu pengamatan 65, , ,714 0,000 Bahan penyusun dengan waktu pengamatan 11, ,876 13,644 0,000 Galat 3, ,138 Total 443, Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata

97 80 Lampiran 20. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun Bahan penyusun Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan 12 44,267 Setil alkohol 12 46,558 Karaginan 2% 12 51,850 Lampiran 21. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu pengamatan Waktu pengamatan α = 0,05 N (menit) , , , ,278 Lampiran 22. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi perlakuan dengan waktu pengamatan Interaksi bahan penyusun dengan waktu Pengamatan Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan menit ke ,7 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan menit ke ,4 Setil alkohol dengan menit ke-15 N α = 0, ,2 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan menit ke-5 Setil alkohol dengan menit ke ,4 3 46,1 Tanpa setil alkohol dan tanpa 3 46,5 karaginan dengan menit ke-0 Setil alkohol dengan menit ke ,2 Setil alkohol dengan menit ke ,7 Karaginan 2% dengan menit ke Karaginan 2% dengan menit ke ,7 Karaginan 2% dengan menit ke ,1 52,1 Karaginan 2% dengan menit ke ,6

98 81 Lampiran 23. Perwakilan data mentah uji sensori skala hedonik (parameter kekentalan ) selama penyimpanan 1. Hari ke-10 Panelis Skin lotion B201 D401 E501 G202 I402 J Jumlah Rata-rata 5,40 5,20 3,43 5,37 5,20 3,33 Keterangan: B201 : skin lotion karaginan 2% (ulangan 1) D401 : skin lotion setil alkohol (ulangan 1) E501 : skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan (ulangan 1) G202 : skin lotion karaginan 2% (ulangan 2) I402 : skin lotion setil alkohol (ulangan 2)

99 82 J502 : skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan (ulangan 2) 2. Hari ke-20 Panelis Skin lotion B201 D401 E501 G202 I402 J Jumlah Rata-rata 5,00 4,80 4,00 4,90 4,80 4,27 Keterangan: B201 : skin lotion karaginan 2% (ulangan 1) D401 : skin lotion setil alkohol (ulangan 1) E501 : skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan (ulangan 1) G202 : skin lotion karaginan 2% (ulangan 2) I402 : skin lotion setil alkohol (ulangan 2) J502 : skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan (ulangan 2

100 83 3. Hari ke-30 Panelis skin lotion B201 D401 E501 G202 I402 J Jumlah Rata-rata 5,13 4,60 4,03 4,67 4,37 3,70 Keterangan: B201 : skin lotion karaginan 2% (ulangan 1) D401 : skin lotion setil alkohol (ulangan 1) E501 : skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan (ulangan 1) G202 : skin lotion karaginan 2% (ulangan 2) I402 : skin lotion setil alkohol (ulangan 2) J502 : skin lotion tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan (ulangan 2

101 84 Lampiran 24. Hasil uji Kruskal-Wallis penampakan selama penyimpanan Jumlah Kuadrat Penampakan Db F hitung Signifikan kuadrat tengah Perlakuan 161, ,641 17,188 0,000 Bahan penyusun 93, ,968 55,139 0,000 Lama penyimpanan 55, ,435 21,642 0,000 Bahan penyusun dengan lama penyimpanan 11, ,968 2,310 0,032 Galat 603, ,852 Total 764, Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 25. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan Lama penyimpanan N α = 0, hari ke ,75 hari ke ,77 hari ke ,28 hari ke ,34 Lampiran 26. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap penampakan Bahan penyusun N α = 0, Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan 240 4,55 Setil alkohol 240 5,13 Karaginan 2% 240 5,43

102 85 Lampiran 27. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap penampakan Interaksi bahan penyusun dengan lama penyimpanan Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan penyimpanan hari ke-20 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan penyimpanan hari ke-30 Setil alkohol dengan penyimpanan hari ke-30 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan penyimpanan hari ke-0 Setil alkohol dengan penyimpanan hari ke-20 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan penyimpanan hari ke-10 Karaginan 2% dengan penyimpanan hari ke-30 Setil alkohol dengan penyimpanan hari ke-0 Karaginan 2% dengan penyimpanan hari ke-10 Karaginan 2% dengan penyimpanan hari ke-20 Setil alkohol dengan penyimpanan hari ke-10 Karaginan 2% dengan penyimpanan hari ke-0 α = 0,05 N , , ,73 4, ,75 4, ,78 4, ,88 4, ,23 5, ,30 5, ,33 5, ,33 5, , ,80 Lampiran 28. penyimpanan Hasil uji Kruskal-Wallis parameter warna selama Jumlah Kuadrat Warna Db F hitung Signifikan kuadrat tengah Perlakuan 34, ,095 3,608 0,000 Bahan penyusun 6, ,210 3,741 0,024 Lama penyimpanan 22, ,616 8,878 0,000 Bahan penyusun dengan lama penyimpanan 4, ,797,929 0,473 Galat 607, ,858 Total 641,

103 86 Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 29. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap warna Bahan penyusun Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan 240 4,99 N α = 0, Karaginan 2% 240 5,13 5,13 Setil alkohol 240 5,22 Lampiran 30. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap warna Lama penyimpanan N α = 0, hari ke ,87 hari ke ,03 5,03 hari ke ,23 5,23 hari ke ,33 Lampiran 31. Hasil uji Kruskal-Wallis parameter homogenitas selama penyimpanan Homogenitas Jumlah kuadrat Db Kuadrat tengah F hitung Signifikan Perlakuan 62, ,703 5,139 0,000 Bahan penyusun 4, ,079 1,873 0,154 Lama penyimpanan 49, ,453 14,825 0,000 Bahan penyusun dengan lama penyimpanan 9, ,537 1,385 0,218 Galat 785, ,110 Total 848, Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata

104 87 Lampiran 32. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap homogenitas Lama penyimpanan N α = 0, hari ke ,51 hari ke ,58 hari ke ,91 hari ke ,16 Lampiran 33. Hasil uji Kruskal-Wallis parameter kekentalan selama penyimpanan Kekentalan Jumlah kuadrat Db Kuadrat tengah F hitung Signifikan Perlakuan 344, ,285 32,398 0,000 Bahan penyusun 285, , ,585 0,000 Lama penyimpanan 11, ,848 3,985 0,008 Bahan penyusun dengan lama penyimpanan 47, ,927 8,209 0,000 Galat 683, ,966 Total 1027,8 719 Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 34. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap kekentalan Bahan penyusun N α = 0, Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan 240 3,64 Setil alkohol 240 4,84 Karaginan 2% 240 5,08

105 88 Lampiran 35. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap kekentalan Lama penyimpanan N α = 0, hari ke ,37 hari ke ,42 4,42 hari ke ,63 4,63 hari ke ,66 Lampiran 36. Interaksi bahan penyusun dengan lama penyimpanan Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-0 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-10 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-30 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-20 Setil alkohol dengan hari ke-30 Setil alkohol dengan hari ke-20 Setil alkohol dengan hari ke-0 Karaginan 2% dengan hari ke-30 Karaginan 2% dengan hari ke-20 Karaginan 2% dengan hari ke-0 Setil alkohol dengan hari ke-10 Karaginan 2% dengan hari ke-10 Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap kekentalan N 60 3,17 α = 0, ,38 3, ,87 3, ,13 4, ,48 4, ,80 4, ,87 4, ,90 4, ,95 4, ,07 5, , ,38

106 89 Lampiran 37. Hasil uji Kruskal-Wallis parameter kesan lembab selama penyimpanan Jumlah Kuadrat Kesan lembab Db F hitung Signifikan kuadrat tengah Perlakuan 329, ,953 30,766 0,000 Bahan penyusun 216, , ,994 0,000 Lama penyimpanan 78, ,213 26,924 0,000 Bahan penyusun dengan lama 34, ,788 5,945 0,000 penyimpanan Galat 689, ,974 Total 1018, Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 38. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap kesan lembab Bahan penyusun N α = 0, Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan 240 4,18 Setil alkohol 240 5,00 Karaginan 2% 240 5,50 Lampiran 39. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap kesan lembab Lama penyimpanan N α = 0, hari ke ,50 hari ke ,63 hari ke ,19 hari ke ,25

107 90 Lampiran 40. Interaksi bahan penyusun dengan lama penyimpanan Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-20 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-30 Setil alkohol dengan hari ke-30 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-0 Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke-10 Karaginan 2% dengan hari ke-30 Setil alkohol dengan hari ke-20 Setil alkohol dengan hari ke-0 Setil alkohol dengan hari ke-10 Karaginan 2% dengan hari ke-20 Karaginan 2% dengan hari ke-0 Karaginan 2% dengan hari ke-10 Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi bahan penyusun dan lama penyimpanan terhadap kesan lembab N 60 3,38 α = 0, , ,48 4, , ,72 4, ,03 5,03 5, ,07 5,07 5, ,22 5,22 5, ,23 5,23 5, ,45 5, , ,80

108 91 Lampiran 41. Hasil uji Kruskal-Wallis parameter rasa lengket selama penyimpanan Jumlah Kuadrat Rasa lengket Db F hitung Signifikan kuadrat tengah Perlakuan 51, ,674 4,944 0,000 Bahan penyusun 9, ,676 4,946 0,007 Lama penyimpanan 36, ,038 12,733 0,000 Bahan penyusun dengan lama penyimpanan 5, ,991 1,048 0,393 Galat 669, ,945 Total 720, Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 42. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh bahan penyusun terhadap rasa lengket Bahan penyusun N α = 0, Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan 240 4,54 Karaginan 2% 240 4,76 Setil alkohol 240 4,80 Lampiran 43. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh lama penyimpanan terhadap rasa lengket Lama penyimpanan N α = 0, hari ke ,34 hari ke ,72 hari ke ,80 hari ke ,94 Lampiran 44. Nilai ph selama penyimpanan Bahan penyusun Ulangan Lama penyimpanan (hari) Karaginan 2% 1 7,49 7,5 7,5 7, ,51 7,515 7,52 7,525 Rata-rata 7,5 7,5075 7,51 7,525 Setil alkohol 1 7,29 7,3 7,305 7,31 2 7,3 7,31 7,315 7,31 Rata-rata 7,295 7,305 7,31 7,31 Tanpa setil alkohol dan 1 7,35 7,36 7,37 7,365 tanpa karaginan 2 7,355 7,36 7,365 7,37 Rata-rata 7,3525 7,36 7,3675 7,3675 Keterangan: masing-masing ulangan dilakukan secara duplo

109 92 Lampiran 45. Nilai ph yang telah ditransformasi Bahan penyusun Hari Transformasi Hari Transformasi ke- sebelum sesudah ke- sebelum sesudah Karaginan 2% Karaginan 2% Setil alkohol Setil alkohol Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan Karaginan 2% Karaginan 2% Setil alkohol Setil alkohol Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan Keterangan: Transformasi dengan cara Lampiran 46. Uji normalitas ph selama penyimpanan Kolmogorov-Smirnov Statistik db Signifikan ph 0, ,051 Keterangan: data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05 Lampiran 47. Hasil uji keragaman ph selama penyimpanan Jumlah Kuadrat Nilai ph db F hitung Signifikan kuadrat tengah Perlakuan Lama penyimpanan 7.92E E Bahan penyusun Penyimpanan dengan bahan penyusun E Galat E-005 Total Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata

110 93 Lampiran 48. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun terhadap ph Bahan penyusun N α = 0, Setil alkohol Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan Karaginan 2% Lampiran 49. Nilai viskositas selama penyimpanan Bahan Lama penyimpanan (hari) Ulangan penyusun Karaginan 2% Rata-rata Setil alkohol Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan Rata-rata Rata-rata Lampiran 50. Uji normalitas viskositas selama penyimpanan Kolmogorov-Smirnov Statistik db Signifikan Viskositas 0, ,063 Keterangan: data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05 Lampiran 51. Hasil uji keragaman viskositas selama penyimpanan Jumlah Kuadrat Viskositas db F hitung Signifikan kuadrat tengah Perlakuan , ,621 0,000 Lama penyimpanan ,333 9,701 0,002 Bahan penyusun ,5 2522,021 0,000 Lama penyimpanan dengan bahan penyusun ,167 8,114 0,001 Galat ,667 Total Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata

111 94 Lampiran 52. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh bahan penyusun terhadap viskositas skin lotion Bahan penyusun N α = 0, Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan ,25 Setil alkohol ,75 Karaginan 2% ,50 Lampiran 53. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas skin lotion Lama Penyimpanan N α = 0, Hari ke ,00 Hari ke ,67 Hari ke ,67 Hari ke ,67 Lampiran 54. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi bahan penyusun dengan lama penyimpanan terhadap viskositas skin lotion Interaksi bahan penyusun dengan lama penyimpanan α = 0,05 N Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke Tanpa setil alkohol dan tanpa karaginan dengan hari ke Setil alkohol dengan hari ke Setil alkohol dengan hari ke Setil alkohol dengan hari ke Setil alkohol dengan hari ke Karaginan 2% dengan hari ke Karaginan 2% dengan hari ke Karaginan 2% dengan hari ke Karaginan 2% dengan hari ke

112 95 Lampiran 55. Hasil uji penyusutan berat skin lotion Ulangan Bobot Awal Akhir selisih Persentase karaginan 1 18,89 18,67 0,22 1,16 1% 2 19,17 18,91 0,26 1,36 karaginan 1 19,34 19,15 0,19 0,98 2% 2 19,42 19,23 0,19 0,98 karaginan 1 19,66 19,59 0,07 0,36 3% 2 19,52 19,4 0,12 0,61 setil alkohol 1 19,36 19,19 0,17 0, ,37 19,22 0,15 0,77 karaginan 1 18,47 18,16 0,31 1,68 0% 2 18,23 17,86 0,37 2,03 Persentase rata-rata 1,26 0,98 0,49 0,83 1,85 Lampiran 56. Uji normalitas persentase penyusutan berat Kolmogorov-Smirnov Statistik db Signifikan Persentase penyusutan bobot 0, ,200(*) Keterangan: (*) berarti data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05 Lampiran 57. Hasil uji keragaman persentase penyusutan berat Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Signifikan Konsentrasi karaginan 1, ,653 23,233 0,005 Galat 0, ,028 Total 2,073 7 Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata Lampiran 58. Hasil uji lanjut Duncan persentase penyusutan berat Konsentrasi karaginan N α = 0, karaginan 3% 2 0,4850 karaginan 2% 2 0,98 karaginan 1% 2 1,26 karaginan 0% 2 1,855

113 96 Lampiran 59. Data mentah total mikroba setelah 3 bulan penyimpanan Jumlah Mikroba (koloni/unit) Tanpa setil alkohol Karaginan 2% Dengan setil alkohol Pengenceran dan tanpa karaginan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan Lampiran 60. Gambar skin lotion, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian -Skin lotion yang dihasilkan- -Bahan bahan yang digunakan- -Timbangan analitik- -Inkubator- -Oven- -Pemanas listrik-

114 97 -ph meter- -Viskometer Brookfield- -Spindel- -Scalar Moisture Checker-

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang umum dijumpai pada masyarakat khususnya bagi yang tinggal di iklim tropis seperti Indonesia, namun banyak dari masyarakat

Lebih terperinci

APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION

APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION APLIKASI KARAGINAN DALAM PEMBUATAN SKIN LOTION Application Of Carrageenan In Making of Skin Lotion Anna Carolina Erungan *, Sri Purwaningsih, Syeni Budi Anita Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UJI EFEKTIVITAS SECARA IN VITRO PENGAPLIKASIAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA PEMBUATAN SKIN LOTION BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN (PKM P)

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM ALGINAT DALAM FORMULASI SKIN LOTION RANNI AGNESSYA

KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM ALGINAT DALAM FORMULASI SKIN LOTION RANNI AGNESSYA KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM ALGINAT DALAM FORMULASI SKIN LOTION RANNI AGNESSYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL Nevirka Miararani ( M0614039 ) Nia Novita Sari( M0614040 ) Nugraha Mas ud ( M0614041 ) Nur Diniyah ( M0614042 ) Pratiwi Noor ( M0614043 ) Raissa Kurnia ( M0614044 ) Raka Sukmabayu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tubuh manusia terbentuk atas banyak jaringan dan organ, salah satunya adalah kulit. Kulit adalah organ yang berfungsi sebagai barrier protektif yang dapat mencegah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memungkinkan berbagai tanaman buah tropis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan buah tropis banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai, dimana kulit kering akan terlihat kusam, permukaan bersisik, kasar dan daerah putih kering merata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

39 HASIL DAN PEMBAHASAN

39 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Emulsi Yang Dihasilkan Ukuran Partikel Sistem Emulsi Dari tiga formula sistem emulsi yang dianalisa ukuran partikelnya menggunakan fotomikroskop menunjukkan bahwa formula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan paparan sinar matahari yang berlebih sehingga berisiko tinggi terhadap berbagai kerusakan kulit (Misnadiarly, 2006). Salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang kosmetika saat ini sangatlah pesat. Kosmetika berdasarkan penggunaannya dapat digunakan sebagai tata rias dan juga sebagai perawatan kulit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Senyawa gliserol yang merupakan produk samping utama dari proses pembuatan biodiesel dan sabun bernilai ekonomi cukup tinggi dan sangat luas penggunaannya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DALAM SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK PELEMBAB KULIT

PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DALAM SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK PELEMBAB KULIT PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DALAM SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK PELEMBAB KULIT Herlina Eva Fitriani, Supriyono Eko W*, Amry Syawaalz Program Studi Kimia FMIPA Universitas Nusa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi tersusun atas enamel, dentin, sementum, rongga pulpa, lubang gigi, serta jaringan pendukung gigi. Rongga mulut merupakan batas antara lingkungan luar dan dalam

Lebih terperinci

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula 10/25/2012 1 GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula @Dh hadhang_wk Laboratorium Farmasetika Unso oed GEL Semi padat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulut tersusun dari beberapa komponen jaringan, yang merupakan pintu masuk utama mikroorganisme atau bakteri. Daerah di dalam mulut yang rentan terhadap serangan bakteri

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERBEDAAN KONSENTRASI EKSTRAK KUNYIT PUTIH (Curcuma mangga Val) TERHADAP SIFAT FISIK LOTION

HUBUNGAN PERBEDAAN KONSENTRASI EKSTRAK KUNYIT PUTIH (Curcuma mangga Val) TERHADAP SIFAT FISIK LOTION HUBUNGAN PERBEDAAN KONSENTRASI EKSTRAK KUNYIT PUTIH (Curcuma mangga Val) TERHADAP SIFAT FISIK LOTION Sri Rahayu* Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Kalimantan Selatan *Corresponding author email: rahayu.dds15@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan kecantikan kulit wajah merupakan aset penting terutama bagi kaum perempuan karena kulit memegang peran dan fungsi yang penting yaitu sebagai proteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetika merupakan suatu sediaan yang telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Salah satu kegunaan sediaan kosmetika adalah untuk melindungi tubuh dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL GEL

PEMBUATAN BIOETANOL GEL PEMBUATAN BIOETANOL GEL Tujuan umum : Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat membuat bioetanol gel dari bioetanol cair menjadi bentuk gel. Tujuan khusus : Mengetahui pengaruh jumlah penambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, kaum wanita banyak yang menggunakan berbagai macam sediaan kosmetika baik yang berfungsi untuk merawat kulit maupun untuk tata rias. Adapun sediaan kosmetika

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN KONVERSI Volume 4 No1 April 2015 ISSN 2252-7311 PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN Wulan Wibisono Is Tunggal 1, Tri Yuni Hendrawati 2 1,2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Allium shoenoprasum L. yang telah dinyatakan berdasarkan hasil determinasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci