ANALISIS SPASIAL UNTUK SEBARAN SUARA DAN PEROLEHAN KURSI PARTAI POLITIK PADA PEMILU LEGISLATIF 2009 DI WILAYAH DKI JAKARTA DAN JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SPASIAL UNTUK SEBARAN SUARA DAN PEROLEHAN KURSI PARTAI POLITIK PADA PEMILU LEGISLATIF 2009 DI WILAYAH DKI JAKARTA DAN JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS SPASIAL UNTUK SEBARAN SUARA DAN PEROLEHAN KURSI PARTAI POLITIK PADA PEMILU LEGISLATIF 2009 DI WILAYAH DKI JAKARTA DAN JAWA BARAT DIRGA ARDIANSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Spasial untuk Sebaran Suara dan Perolehan Kursi Partai Politik pada Pemilu Legislatif 2009 di Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2010 Dirga Ardiansa G

3 ABSTRACT DIRGA ARDIANSA. Spatial Analysis for Votes Distribution and Number of Seats Gathered by Political Parties on 2009 General Elections in DKI Jakarta and West Java. Under direction of ANIK DJURAIDAH and UTAMI DYAH SYAFITRI In terms of election, voters behavior within a certain area varies widely and produces various responses of party preferences. This thing indicates that there is an influence of spatial on voters preferences besides other variables and factors innate in every individual. What is interesting is that in legislative contest, changes in districts as a spatial factor that can result in different vote accumulations that can impact different seat gain. Therefore there is a deterministic technical aspect to be emphasized which are the technical mechanism and regulations of district creation. This research used Local Indicator Spatial Association (LISA), statistical method based on Local Moran Index, to prove the influence of those two factors on the result of party votes and seats in the Election of Keywords: Elections, Spatial, Local Moran, Association, LISA

4 RINGKASAN DIRGA ARDIANSA. Analisis Spasial Untuk Sebaran Suara dan Perolehan Kursi Partai Politik pada Pemilu Legislatif 2009 di Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan UTAMI DYAH SYAFITRI Pemilu merupakan mekanisme sistematis dan berkesinambungan dalam sistem politik Indonesia sebagai satu-satunya proses yang sah bagi partai politik dalam meraih kekuasaan. Pemilu legislatif tahun 2009 adalah sebuah proses memilih wakil rakyat yang akan duduk di 560 kursi parlemen RI untuk mewakili seluruh rakyat Indonesia. Proses perebutan 560 kursi wakil rakyat tersebut bukanlah proses yang sederhana karena dibutuhkan aturan dan mekanisme yang cukup kompleks dalam regulasi pemilu. Selayaknya sebuah kompetisi tentunya setiap kontestan memiliki strategi masing-masing untuk meraih suara dan kursi yang maksimal, hal ini mendorong partai untuk berhitung berdasarkan aspek spasial dalam memetakan kekuatan dukungan masyarakat yang terdistribusi disetiap kabupaten. Dalam pelaksanan pemilu, perilaku masyarakat di berbagai wilayah sangat beragam dan menghasilkan respon pilihan partai politik dominan yang berbedabeda. Hal tersebut mengindikasikan ada pengaruh spasial dalam pilihan politik masyarakat disamping variabel atau faktor lain yang melekat pada individu. Tingkat perolehan suara yang diperoleh partai politik di suatu kabupaten berpengaruh pada kabupaten lain. Selain itu, hal lain yang menarik adalah, perubahan daerah pemilihan (penggabungan wilayah kabupaten) sebagai faktor spasial menyebabkan akumulasi suara yang berbeda sehingga berdampak pada perolehan kursi dan hasil pemilu yang berbeda pula. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi asosiasi spasial dan sebaran suara partai pemenang pada pemilu legislatif 2009 di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat; (2) Mengidentifikasi pengelompokan wilayah (clustering) bagi partai berdasarkan nilai perolehan suara; (3) Mensimulasikan pengaruh perubahan spasial (dapil) terhadap perolehan suara dan kursi partai; (4) Menyimpulkan dampak asosiasi spasial proses penggabungan wilayah terhadap hasil pemilu Metode analisis dilakukan mengikuti beberapa tahapan. Langkah pertama, membuat dan menghitung matriks contiguity dan menetapkan pembobotan berdasarkan langkah ratu untuk semua lokasi, dalam hal ini setiap kabupaten/kota di DKI dan JABAR. Langkah kedua, melakukan standarisasi nilai pengamatan (zscore) sebagai dasar dalam menghitung nilai indeks local moran. Langkah ketiga, mengidentifikasi asosiasi spasial dengan metode LISA berdasarkan nilai peubah (suara partai Demokrat, Golkar, PDIP, dan PKS) berdasarkan wilayah administrasinya dan juga menghitung asosiasi spasial dengan peubah yang sama jika pembagian wilayah berdasarkan dapil. Langkah keempat, memperbandingkan hasil analisis LISA berdasarkan wilayah administrasi dengan berdasarkan daerah pemilihan melalui moran scatterplot dan peta tematik. Langkah kelima,

5 menghitung secara manual perolehan kursi dalam dua skema wilayah yang berbeda, kemudian menganalisis dampak perolehan kursi akibat pengaruh perubahan spasial tersebut. Hasil analisis menunjukkan berdasarkan wilayah administratifnya, di DKI Jakarta tidak terdapat asosiasi spasial dari perolehan suara keempat partai politik. Sementara pada penggabungan wilayah administratif menjadi 3 dapil, terbentuk asosiasi spasial yang terjadi pada keempat partai politik di seluruh dapil. Pada propinsi Jawa Barat, pada wilayah administratif asosiasi spasial terjadi pada sebaran suara partai Demokrat, PDIP, dan PKS. Sedangkan pada daerah pemilihan, terdapat pola asosiasi spasial pada sebaran suara partai Demokrat dan PDIP. Pada wilayah DKI pola penggerombolan terdeteksi dalam wilayah dapil dan asosiasinya bersifat negatif. Hal tersebut berlaku bagi keempat partai. Hanya saja konfigurasi dapil yang ada pada ketegori high dan low berbeda pada setiap partai. Pada wilayah Jawa Barat penggerombolan terjadi pada wilayah yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Untuk partai Demokrat wilayah tersebut ada pada kategori Low, sementara bagi PDIP ada pada kategori High. Perubahan spasial dalam bentuk penggabungan wilayah adminstratif berpengaruh terhadap pola asosiasi yang terbentuk. Karena sifat akumulasi nilai pengamatan membuat sebaran suara berubah dari tersebar menjadi menggerombol dan sebaliknya. Dampaknya secara politik terjadi perbedaan hasil pemilu mengacu pada perolehan kursi partai politik. Saran untuk studi lanjutan, melakukan studi tentang regresi spasial untuk membentuk pemodelan serta mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi sebaran suara partai.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 ANALISIS SPASIAL UNTUK SEBARAN SUARA DAN PEROLEHAN KURSI PARTAI POLITIK PADA PEMILU LEGISLATIF 2009 DI WILAYAH DKI JAKARTA DAN JAWA BARAT DIRGA ARDIANSA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. M. Nur Aidi, M.S.

9 Judul Tesis Nama NIM : Analisis Spasial untuk Sebaran Suara dan Perolehan Kursi Partai Politik pada Pemilu Legislatif 2009 di Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat : Dirga Ardiansa : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S. Ketua Utami Dyah Syafitri, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Statistika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. odiputro, M.S. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : (30 Agustus 2010)

10 PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima Kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS dan Ibu Utami Dyah Syafitri, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. M. Nur Aidi, MS yang telah memberikan saran selaku penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pimpinan dan seluruh dosen Departemen Statisitika beserta para staf yang telah memberikan sumbangsih ilmu yang mendukung penyelesaian studi di IPB. Ungkapan terima kasih tentunya saya haturkan kepada ayah (alm), ibu, istri dan seluruh keluarga. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Agustus 2010 Dirga Ardiansa

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 18 November 1981 dari ayah Drs. M. Suharto (alm) dan ibu Herawati. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SMUN 68 Jakarta dan diterima melalui UMPTN pada Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia. Setelah lulus menjadi sarjana di awal tahun 2005 penulis menjadi staf pengajar untuk mata kuliah Perwakilan Politik dan Pemilu di Indonesia serta mata kuliah Metode Penelitian Sosial. Saat ini selain mengajar penulis juga menjadi peneliti untuk Pusat Kajian Politik FISIP Universitas Indonesia. Di tahun 2008 penulis melanjutkan studi jenjang S2 dan diterima pada Departemen Statistika IPB untuk Program Studi Statistika Terapan.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xii xiii xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Sistem Pemilu... 3 Daerah Pemilihan (Dapil)... 3 Penghitungan Perolehan Kursi... 4 Asosiasi Spasial... 4 Local Indicator of Spatial Association (LISA)... 5 Indeks Global Moran dan Indeks Local Moran... 6 Matriks Pembobot Spasial... 6 Pengujian Hipotesis... 8 Morans Scatterplot... 8 BAHAN DAN METODE Bahan Metode HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Administrasi dan Daerah Pemilihan Analisis LISA DKI Jakarta Analisis LISA Jawa Barat Dampak Perubahan Spasial Terhadap Hasil Pemilu KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA.. 31 LAMPIRAN... 32

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Pembagian Wilayah, Alokasi Kursi, dan Jumlah Pemilih 11 2 Global Spatial Association (Indeks Moran) DKI Hasil Analisis Local Indicators Spatial Association (LISA) DKI Global Spatial Association (Indeks Moran) JABAR 18 5 Hasil Analisis Local Indicators Spatial Association (LISA) JABAR 19 6 Alokasi Kursi DKI 26 7 Simulasi Perolehan Suara & Kursi DKI Alokasi Kursi Jawa Barat Simulasi Perolehan Suara & Kursi Jawa Barat 27

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Penggunaan Matrik Contiguity Dengan Langkah Ratu Kuadran morans scatterplot Morans scatterplot dan peta tematik Partai Demokrat (DKI) 14 4 Morans scatterplot dan Peta tematik Partai Golkar (DKI) 15 5 Morans scatterplot dan Peta tematik PDIP (DKI) 16 6 Morans scatterplot dan Peta tematik PKS (DKI) Morans scatterplot dan Peta tematik Partai Demokrat (JABAR) 21 8 Morans scatterplot dan Peta tematik Partai Golkar (JABAR) 22 9 Morans scatterplot dan Peta tematik PDIP (JABAR) Morans scatterplot dan Peta tematik PKS (JABAR). 25

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil Penghitungan Kursi Partai di DKI Jakarta dan Jawa Barat 32 2 Local Indicators Spatial Association (LISA) Administrasi DKI Local Indicators Spatial Association (LISA) Administrasi JABAR Local Indicators Spatial Association (LISA) Daerah Pemilihan DKI Local Indicators Spatial Association (LISA) Daerah Pemilihan JABAR 38 6 Hasil Penghitungan Sisa Kursi DKI Jakarta Hasil Penghitungan Sisa Kursi Jawa Barat.. 40

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemilu merupakan mekanisme sistematis dan berkesinambungan dalam sistem politik Indonesia sebagai satu-satunya proses yang sah bagi partai politik dalam meraih kekuasaan. Pemilu legislatif tahun 2009 adalah sebuah proses memilih wakil rakyat yang akan duduk di 560 kursi parlemen RI untuk mewakili seluruh rakyat Indonesia. Proses perebutan 560 kursi wakil rakyat tersebut bukanlah proses yang sederhana karena dibutuhkan aturan dan mekanisme yang cukup kompleks dalam regulasi pemilu. Selayaknya sebuah kompetisi tentunya setiap kontestan memiliki strategi masing-masing untuk meraih suara dan kursi yang maksimal. Hal ini mendorong partai untuk berhitung berdasarkan aspek spasial dalam memetakan kekuatan dukungan masyarakat yang terdistribusi di setiap kabupaten. Dalam pelaksanan pemilu, perilaku masyarakat di berbagai wilayah sangat beragam dan menghasilkan respon pilihan partai politik dominan yang berbedabeda. Hal tersebut mengindikasikan ada pengaruh spasial dalam pilihan politik masyarakat disamping variabel atau faktor lain yang melekat pada individu. Tingkat perolehan suara yang diperoleh partai politik di suatu kabupaten diduga berpengaruh pula pada kabupaten lain. Selain itu, hal lain yang menarik adalah, perubahan daerah pemilihan (penggabungan wilayah kabupaten) sebagai faktor spasial besar kemungkinan menyebabkan akumulasi suara yang berbeda sehingga berdampak pada perolehan kursi dan hasil pemilu. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah faktor- faktor yang berpengaruh terhadap sebaran suara dan perolehan jumlah kursi partai politik pada pemilu legislatif 2009 dilihat dari 2 aspek. Aspek pertama, adalah pengaruh pola spasial berupa hubungan yang bersifat asosiatif antar kabupaten. Aspek ini dilihat dari data wilayah yang meliputi garis batas administrasi dalam analisis kebertetanggaan. Aspek kedua, adalah pengaruh mekanisme dan aturan teknis pemilu. Hal ini meliputi mekanisme pembagian daerah pemilihan dan ketentuan alokasi kursi yang dilakukan. Sehingga penelitian ini akan berusaha

17 2 membuktikan adanya pengaruh dua aspek di atas dalam hasil perolehan suara dan kursi partai politik pada pemilu legislatif Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi asosiasi spasial dan sebaran suara partai pemenang pada pemilu legislatif 2009 di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat; (2) Mengidentifikasi pengelompokan wilayah (clustering) bagi partai berdasarkan nilai perolehan suara; (3) Mensimulasikan pengaruh perubahan spasial (dapil) terhadap perolehan suara dan kursi partai.

18 3 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu Pelaksanaan pemilu di Indonesia mengadopsi sistem proporsional, yang artinya sebuah negara akan dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik), dari setiap daerah pemilihan dipilih beberapa orang wakil yang akan merepresentasikan rakyat sebagai anggota legislatif. Jumlah wakil di setiap daerah pemilihan bergantung dari proporsi jumlah penduduknya. Secara ontologis tujuan dari penerapan sistem proporsional menekankan pada aspek keterwakilan berbagai lapisan kelompok, karena dari setiap daerah pemilihan tidak hanya diwakili oleh satu orang terpilih saja (Reynolds, 2001). Oleh karena itu sistem proporsional identik dengan karakter negara yang masyarakatnya heterogen. Pemilu 2009 lalu merupakan pemilu dengan sistem proporsional. Proses terdiri dari beberapa tahap yang diawali dengan menentukan angka kuota kursi, angka tersebut berfungsi untuk menentukan alokasi dan distribusi kursi untuk tiap propinsi. Angka ini diperolah dari total populasi penduduk Indonesia dibagi dengan 560 (kursi DPR-RI). Secara lengkap proses alokasi kursi dijelaskan dalam langkah-langkah berikut. Langkah pertama, adalah mendistribusikan 560 kursi untuk tiap propinsi. Proporsi total jumlah penduduk suatu propinsi dibagi dengan angka kuota kursi. Langkah kedua, adalah menentukan alokasi kursi untuk tiap kabupaten/kotamadya dengan cara memproporsikan total penduduk kabupaten/kotamadya dengan angka kuota kursi. Langkah ketiga adalah membentuk daerah pemilihan (dapil), yang merupakan gabungan dari beberapa kabupaten/kotamadya dalam suatu propinsi. Daerah Pemilihan Daerah Pemilihan (dapil) merupakan wilayah pertarungan partai politik/calon legislatif dalam memperoleh suara yang bertujuan memenangkan jatah kursi yang tersedia dalam daerah pemilihan tersebut. Dalam konteks pemilu 2009 di Indonesia, daerah pemilihan merupakan kabupaten/kota atau gabungan beberapa kabupaten/kota. Berdasarkan UU, tiap daerah pemilihan (dapil) terdiri antara 3-10 kursi. Jika suatu kabupaten/kotamadya memperoleh alokasi kursi

19 4 kurang dari 3 maka selanjutnya kabupaten/kotamadya tersebut harus bergabung dengan kabupaten/kotamadya lain agar memperoleh minimal 3 kursi dan maksimal 10 kursi. Sehingga kombinasi dari pembentukan dapil, berdasarkan penggabungan kabupaten/kotamadya, memiliki banyak sekali kemungkinan. Penghitungan Perolehan Kursi Setelah proses pemilihan selesai dilakukan dan hasil perolehan suara di setiap kabupaten direkapitulasi secara manual oleh KPU, langkah selanjutnya adalah menentukan perolehan kursi untuk setiap partai berdasarkan setiap daerah pemilihan. Metode penghitungan kursi di setiap dapil sebagai berikut. Dengan merupakan Perolehan Suara Partai suatu dapil, dan adalah Bilangan Pembagi Pemilih yang diperoleh melalui adalah Jumlah Pemilih sah di setiap daerah pemilihan, sementara merupakan Alokasi Kursi yang tersedia di dapil tersebut. Dengan kata lain setara dengan harga satu kursi. Angka BPP di setiap daerah pemilihan (dapil) besarannya berbeda. Seringkali dalam penghitungan kursi, tidak habis dibagi dan masih menyisakan sisa suara. Kemudian sisa suara setiap partai ini akan diurutkan dari yang terbesar hingga yang terkecil untuk dipertarungkan meraih kursi yang tersisa. Asosiasi Spasial Asosiasi spasial di beberapa literatur tidak dibedakan dengan sebutan autokorelasi spasial, karena pada dasarnya secara definisi memang mengacu pada pemaknaan yang sama yaitu terdapatnya suatu kemiripan objek di dalam suatu ruang yang saling berhubungan. Hanya saja penggunaan asosiasi lebih menekankan pada data yang bersifat kategorik sedangkan korelasi mengacu pada hubungan data numerik. Pada kasus spasial, penggunaan istilah asosiasi mengacu pada data berbasis area (polygon) dan memiliki hubungan yang bersifat kebertetanggaan. Sedangkan istilah korelasi dalam konteks spasial, digunakan jika

20 5 data berbasis titik (point patern) dan memiliki hubungan yang mengacu pada jarak. Tetapi dalam penelitian ini tidak akan dibedakan antara penggunaan istilah asosiasi ataupun korelasi spasial, hal ini karena beragam literatur yang peneliti gunakan. Lebih jauh Silk (1979) dalam bukunya menjelaskan tentang autokorelasi berbasis pada data area ada yang bersifat positif dan negatif. Dikatakan positif, jika dalam suatu daerah yang saling berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan bersifat menggerombol. Sedangkan dikatakan negatif, jika dalam suatu daerah yang berdekatan nilainya berbeda dan tidak mirip. Local Indicator of Spatial Association (LISA) LISA merupakan metode yang dikembangkan oleh Anselin (1995), metode ini merupakan suatu eksplorasi data (area) untuk menguji kestationeran, dan mendeteksi hotspot/coldspot, serta mampu menyajikannya dalam bentuk visual. Hotspot merupakan suatu wilayah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran tertinggi, sedangkan coldspot sebaliknya, jika dibandingkan dengan area sekitarnya pada suatu gugus data berbasis area. Metode LISA telah dikembangkan oleh Luc Anselin dalam suatu software yang dinamakan SpaceStat. Tujuan analisis ini akan menghasilkan pengelompokan wilayah (clustering) berdasarkan identifikasi terhadap wilayah hotspot dan menemukan pola hubungan spasial yang berbasis lokal area. Maksud dari basis lokal area adalah menguji setiap area dan pengaruhnya terhadap aspek globalnya melalui Indeks Local Moran. Nilai ini merupakan penguraian dari nilai global spasial (Indeks Global Moran). Secara komputasi LISA diperoleh melalui Dengan merupakan fungsi dari dan, dan adalah nilai observasi dari wilayah ke-, sedangkan adalah nilai observasi dari wilayah lain ke- dari area. Ada beberapa asumsi dan metode yang dikombinasikan dalam LISA yaitu penggunaan matriks contiguity sebagai pembobot spasial, penghitungan Indeks Global dan Local Moran, Moran s Scatterplot, serta penggunaan simulasi Monte Carlo.

21 6 Kalkulasi nilai p untuk statistik LISA dilakukan dengan simulasi Monte Carlo, kalkulasi tersebut untuk melihat nilai observasi lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai standar peluangnya. Patas = Pbawah = merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik lebih besar dari hasil observasi, merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik lebih kecil dari hasil observasi, sementara merupakan total dari simulasi Monte Carlo yang dilakukan. Sementara pengujian hipotesis dirumuskan sebagai berikut. H0 : Tidak ada asosiasi antara nilai observasi pada lokasi dengan nilai observasi pada area sekitar lokasi. H1: Terdapat asosiasi dengan lokasi terdekat memiliki nilai yang mirip atau berbeda (jauh), baik bernilai positif atau negatif. Indeks Global Moran Merupakan suatu statistik yang sering digunakan dalam mendeteksi autokorelasi spasial. Statistik Moran s I adalah ukuran korelasi antara pengamatan pada suatu wilayah/daerah dengan wilayah lain yang berdekatan (Anselin, 1995). Moran s I dapat diperoleh melalui persamaan berikut I = dengan adalah banyaknya pengamatan, sementara adalah nilai rata-rata dari dari lokasi. Sedangkan merupakan nilai pada lokasi ke-i ; dan adalah nilai pada lokasi ke-j. Kemudian adalah elemen matrik pembobot spasial (dijabarkan lebih lanjut pada pembahasan matrik pembobot spasial). Nilai dari statistik I merupakan koefisien korelasi yang berada pada batas antara -1 dan 1. Nilai mendekati 1 atau -1 berarti memiliki korelasi yang tinggi. Sedangkan mendekati nilai 0 mengartikan korelasi tidak ada. Indeks Local Moran Statistik Local Moran berguna untuk pendeteksian hotspot/coldspot pada data area diskret, selain itu jika ada pengelompokkan dari beberapa

22 7 hotspot/coldspot akan teridentifikasi sebagai gerombol lokal (local cluster). Local Moran dengan pembobot matrix contiguity didefinisikan sebagai berikut. dengan, dan adalah nilai hasil standarisasi dari peubah yang diamati pada lokasi ke-, Sedangkan adalah nilai hasil standarisasi dari peubah yang diamati pada lokasi ke- dan lokasi lain ke. Sementara merupakan nilai pengamatan pada lokasi ke-, adalah nilai pengamatan pada lokasi lain ke, adalah nilai rataan dari variabel pengamatan, dan adalah ukuran pembobot antara wilayah ke- dan wilayah ke-, serta merupakan nilai kolom ke- dan ke-. Pengujian Hipotesis pada Indeks Global dan Local Moran Pengujian hipotesis Indeks Global Moran dan Local Moran dilakukan untuk menguji adanya autokorelasi spasial baik positif ataupun negatif dan merupakan suatu pengujian satu arah. Bentuk hipotesis awal (H0) adalah H0 : I = 0 ; Tidak terdapat autokorelasi spasial. Sementara bentuk hipotesis alternatifnya (H1) ada dua jenis (positif atau negatif). a. H1 : I > 0 ; Terdapat autokorelasi spasial positif. Artinya area yang berdekatan mirip dan cenderung bergerombol dalam suatu area. b. H1 : I < 0 ; Terdapat autokorelasi spasial negatif. Artinya area yang berdekatan tidak mirip dan membentuk pola visual seperti papan catur. Statistik uji pada indeks Global dan Local Moran diturunkan dari sebaran normal baku, yaitu = ; adalah Indeks Moran, dengan adalah nilai statistik uji dari Indeks Moran. Sementara merupakan nilai harapan dari Indeks Moran. adalah simpangan baku dari Indeks Moran dan mengacu pada banyaknya area.

23 8 Matrik Pembobot Spasial Penghitungan nilai w menggunakan matrik contiguity berdasarkan hubungan kebertetanggaan yang bergerak berdasarkan langkah ratu (Silk, 1979), seperti pada permainan catur (Gambar 1a). Matrik contiguity akan memberikan nilai 1 pada daerah yang berbatasan langsung dengan lokasi pengamatan. Sementara sisanya diberikan nilai 0 atau dikosongkan (Gambar 1b). Selanjutnya setiap pengamatan yang bernilai 1 (berbatasan langsung), diberikan bobot pada setiap daerah (sehingga total nilai menjadi 1). Sebagai contoh daerah 6 memiliki 8 area tetangga yang berbatasan langsung maka setiap area bernilai 1/8 (Gambar 1c). a. Langkah Ratu b. Matriks Contiguity c. Matrik Pembobot Contiguity Gambar 1. Penggunaan Matrik Contiguity Dengan Langkah Ratu

24 9 Morans Scatterplot Morans Scatterplot menyediakan suatu analisis eksplorasi secara visual untuk mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin, 1995). Hasil yang ditampilkan adalah data yang telah distandarisasikan dalam z-score, dan bukan menggunakan data aslinya. Perolehan z-score ini merupakan beda nilai antara pengamatan dengan nilai (rataan) harapan dari peubah. Standarisasi mengacu pada simpangan baku z-score berdistribusi normal dan memiliki persamaan sebagai berikut. z = dengan merupakan nilai dari peubah yang diamati di lokasi. Sementara merupakan nilai rataan dari peubah pada semua lokasi dan adalah simpangan baku dari peubah. Morans Scatterplot disajikan berbasis pada data z-score suatu lokasi pada sumbu (x), dan nilai z-score rata-rata tetangganya pada sumbu (y). Secara visual Morans Scatterplot terbagi atas 4 kuadran. y IV(LH) I (HH) III (LL) II (HL) x a. Kuadran Morans Scatterplot LH HH LL LH b. Visualisasi Peta Gambar 2. Kuadran Morans Scatterplot dan Visualisasi Peta

25 10 Kuadran pertama, terletak di kanan atas yang disebut juga kuadran highhigh. Artinya memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol (cluster) antara area bernilai pengamatan tinggi dan dilambangkan dengan warna merah tua. Kuadran kedua, terletak di kanan bawah yang disebut kuadran high-low. Artinya memiliki autokorelasi negatif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki nilai rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola outliers dengan nilai pengamatan tinggi (hotspot) dilambangkan dengan warna merah muda. Kuadran ketiga, terletak di kiri bawah yang disebut kuadran low-low. Artinya memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol (cluster) antara area pengamatan yang rendah. Dilambangkan dengan warna biru tua. Kuadran keempat, terletak di kiri atas yang disebut kuadran low-high. Artinya memiliki autokorelasi negatif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area yang tinggi. Pengamatan nilai rendah (coldspot) yang dilambangkan dengan warna biru muda.

26 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data yang digunakan adalah data dari KPU dan Bakosurtanal. Terdapat dua jenis data yang didapat dari KPU. Data pertama, merupakan data jumlah penduduk dan data jumlah pemilih dari KPU. Data kedua, merupakan data hasil akhir rekapitulasi perolehan suara pada pemilu legislatif 2009 di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sementara data dari Bakosurtanal berupa peta digital batas wilayah administrasi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Metode Analisis bertujuan untuk membandingkan antara 2 pendekatan wilayah, berdasarkan administratif dan daerah pemilihan. Metode analisis dilakukan mengikuti beberapa tahapan. 1. Membuat dan menghitung matriks contiguity dan menetapkan pembobotan berdasarkan langkah ratu untuk semua lokasi, dalam hal ini setiap kabupaten/kota di DKI dan JABAR. 2. Melakukan standarisasi nilai pengamatan (z-score) sebagai dasar dalam menghitung nilai indeks global dan local moran. Standarisasi dilakukan terhadap peubah penjelas (x) yaitu perolehan suara 4 partai politik yaitu Demokrat, Golkar, PDIP, dan PKS (dalam bentuk persentase). Dalam analisis spasial jumlah pengamatan (n) adalah jumlah area/lokasi, dalam hal ini seluruh kabupaten/kota di DKI Jakarta yang berjumlah 6 area dan Jawa Barat yang berjumlah 26 area. 3. Mengidentifikasi asosiasi spasial menggunakan metode Indeks Moran global berdasarkan nilai peubah yang sudah distandarisasi, baik berdasarkan wilayah administrasinya maupun pembagian wilayah berdasarkan dapil. 4. Analisis LISA dilakukan melalui penghitungan indeks local moran, moran scatterplot dan penyajian peta tematik. Dalam mengolah data, menggunakan metode Simulasi Monte Carlo yaitu suatu proses untuk

27 12 memperoleh solusi dari berbagai kemungkinan hasil (output) dengan cara membuat sejumlah percobaan (simulasi) menggunakan variabel acak. (Anselin, 1995). Analisis dan simulasi dilakukan dengan bantuan software SpaceStat (versi demo/trial). 5. Sebagai langkah terakhir dilakukan penghitungan secara manual perolehan kursi dalam dua pendekatan wilayah yang berbeda, kemudian menganalisis perolehan kursi akibat perubahan spasial tersebut.

28 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Administrasi dan Daerah Pemilihan Menurut Pasal 22 UU No.10 Tahun 2008, daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi. Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi. Ketetapan alokasi kursi dan pembagian daerah pemilihan terdapat pada lampiran UU Pemilu No.10 Tahun Berdasarkan ketentuan Undang-undang itu, Jakarta diputuskan untuk dibagi menjadi 3 daerah pemilihan sedangkan di wilayah Jawa Barat terbagi menjadi 11 daerah pemilihan (Tabel 1.). Sementara hasil lengkap perolehan suara partai politik ada di Lampiran 1. Tabel 1. Pembagian Wilayah, Alokasi Kursi, dan Jumlah Pemilih Kabupaten / Kota Daerah Pemilihan Alokasi Kursi Jumlah Pemilih DKI Jakarta Timur DKI 1 6 1,124,602 Jakarta Selatan DKI ,435 Jakarta Pusat DKI ,006 Jakarta Barat DKI ,819 Jakarta Utara DKI ,654 Kep. Seribu DKI ,553 Total 21 3,788,069 JABAR Kota Bandung Jabar 1 6 1,122,625 Kota Cimahi Jabar ,661 Kab. Bandung Jabar 2 7 1,429,955 Kab. Bandung Barat Jabar ,609 Kab. Cianjur Jabar ,345 Kota Bogor Jabar ,808 Kab. Sukabumi Jabar ,738 Kota Sukabumi Jabar ,373 Kab. Bogor Jabar 5 9 1,857,028 Kota Bekasi Jabar ,714 Kota Depok Jabar ,778 Kab. Purwakarta Jabar ,862 Kab. Karawang Jabar ,385 Kab. Bekasi Jabar ,253 Kab. Cirebon Jabar ,675 Kab. Indramayu Jabar ,418 Kota Cirebon Jabar ,333 Kab. Majalengka Jabar ,485 Kab. Sumedang Jabar ,703 Kab. Subang Jabar ,315 Kab. Ciamis Jabar ,607 Kab. Kuningan Jabar ,144 Kota Banjar Jabar ,798 Kab. Garut Jabar ,065,195 Kab. Tasikmalaya Jabar ,224 Kota Tasikmalaya Jabar ,573 Total 91 18,651,604

29 14 ANALISIS LISA DKI JAKARTA Provinsi DKI Jakarta secara administratif terdiri dari 6 wilayah administratif dengan komposisi 5 Kotamadya dan 1 Kabupaten, selanjutnya berdasarkan variabel perolehan suara partai politik yang telah distandarisasi akan dilakukan pengujian statistik. Langkah pertama, menguji asosiasi spasial global menggunakan Indeks Moran untuk data berbasis wilayah administrasi dan daerah pemilihan. Langkah kedua, menguji asosiasi spasial menggunakan metode LISA untuk data berbasis wilayah administrasi dan data berbasis daerah pemilihan. Kemudian hasilnya diperbandingkan dengan bantuan morans scatterplot dan peta tematik. Indeks Moran Hasil pengujian asosiasi spasial global terhadap wilayah DKI Jakarta menggunakan Indeks Moran dibagi atas dua wilayah, yaitu berdasarkan daerah administrasi dan daerah pemilihan. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Global Spatial Association (Indeks Moran) DKI Wilayah Partai Politik Moran s I (global) DKI Jakarta Demokrat (5 Kotamadya Golkar PDIP Kabupaten) PKS P-Value DKI Jakarta 3 Dapil (DKI1,DKI2, DKI3) Demokrat Golkar PDIP PKS Berdasarkan wilayah administrasi, sebaran suara Partai Demokrat, PDIP, dan PKS menunjukkan nilai yang tidak signifikan artinya tidak terdapat asosiasi spasial antara kabupaten/kotamadya di DKI. Sementara pada suara Partai Golkar menunjukkan nilai yang signifikan artinya terjadi asosiasi spasial antara kabupaten/kota di DKI. Pada penghitungan berdasarkan daerah pemilihan keempat partai politik menunjukkan pola asosiasi spasial yang signifikan.

30 15 Local Indicators Spatial Association (LISA) Hasil pengujian asosiasi spasial lokal terhadap wilayah DKI Jakarta menggunakan LISA dibagi atas dua wilayah, yaitu berdasarkan daerah administrasi dan daerah pemilihan. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Basis Data Partai Politik Tabel 3. Hasil Analisis LISA DKI Wilayah (Z) Score (Z) Mean Signifikan Neighbor (Z) Ii P-Value Adm PKS Jakarta Pusat Low-high DAPIL Demokrat DKI High-low DKI Low-high DKI Low-high Golkar DKI High-low DKI Low-high DKI High-low PDIP DKI Low-high DKI Low-high DKI High-low PKS DKI High-low DKI High-low DKI Low-high Berdasarkan hasil LISA untuk wilayah administratif menunjukkan nilai yang tidak signifikan di seluruh wilayah yang berlaku bagi partai Demokrat, Golkar dan PDIP. Hal ini menyimpulkan bahwa peubah amatan dalam hal ini perolehan suara masing-masing partai politik relatif merata di tiap wilayah kabupaten/kota. Hasil pengolahan data mengartikan bahwa sebaran suara Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP tidak mengindikasikan adanya autokorelasi/asosiasi spasial antara wilayah kabupaten. Tetapi pada kasus PKS, wilayah Jakarta Pusat terdeteksi sebagai coldspot yang artinya pada wilayah tersebut nilai observasi berada di bawah nilai rata-rata wilayah lain. Sementara analisis yang dilakukan berdasarkan daerah pemilihan, di wilayah DKI tampak terjadi asosiasi spasial yang terjadi di seluruh partai politik (Demokrat, Gokar, PDIP, dan PKS) maupun wilayah (DKI 1, DKI 2, dan DKI 3). Pola yang terbentuk serupa yaitu proses korelasi yang bersifat berlawanan atau negatif. Artinya ada perbedaan kategori antar masing-masing wilayah.

31 16 Analisis Perbandingan Wilayah Untuk membandingkan bentuk asosiasi spasial yang terbagi berdasarkan wilayah administrasi maupun berdasarkan daerah pemilihan, akan sangat terbantu jika interpretasi didasarkan pada morans scatterplot dan peta tematik untuk tiap partai politik. Partai Demokrat Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score 1,00 1 z mean neighbor - (1,00) - 1,00 (1,00) 0-1,5-0,5 0,5 1,5-1 z mean neighbor a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 3. Morans scatterplot dan peta tematik Partai Demokrat (DKI) Pada plot yang ditunjukkan pada Gambar 3a menunjukkan pola titik yang berada pada satu kuadran yang sama. Dalam konteks LISA yang berbasis pada area lokal maka level signifikansi diukur pada masing-masing titik pada plot maupun area pada peta. Titik dan area pada Gambar 3a dan Gambar 3c

32 17 menunjukkan warna abu-abu yang artinya tidak signifikan. Sementara kasus Partai Demokrat (Gambar 3d) menunjukkan dari 3 wilayah daerah pemilihan, DKI 1 (Jakarta Timur) merupakan wilayah dengan nilai rata-rata pengamatan tertinggi dan berkorelasi secara negatif dengan dua wilayah lain yang lebih rendah nilai rata-rata pengamatannya yaitu DKI 2 (Jakarta Pusat & Selatan) dan DKI 3 (Jakarta Barat, Utara, dan Kep. Seribu). Partai Golkar Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score 1 1 z mean neighbor 0, , , , z mean neighbor a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 4. Morans scatterplot dan Peta tematik Partai Golkar (DKI) Partai Golkar berdasarkan wilayah administratif, plot (Gambar 4a) menunjukkan keberadaan titik-titik di kuadran yang sama dan berwarna abu-abu yang menunjukkan tidak signifikan. Sementara (Gambar 4c) tidak menunjukkan

33 18 pola spasial, yang artinya sebaran suara partai Golkar di seluruh wilayah kabupaten/kotamadya merata. Sedangkan berdasarkan pembagian daerah pemilihan tampak di tiga wilayah daerah pemilihan adanya asosiasi spasial. Terlihat pada Gambar 4d, dengan konfigurasi 2 dapil berada pada kategori high (warna Merah) yaitu DKI 1 (Jakarta Timur) dan DKI 3 (Jakarta Barat, Utara, Kep. Seribu) Sementara itu satu wilayah teridentifikasi sebagai low yaitu wilayah DKI 2 (Jakarta Pusat dan Selatan). DKI 2 merupakan outliers/coldspot, karena nilai pengamatannya rendah dibanding wilayah lainnya dan berbeda signifikan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score 1 1 z mean neighbor 0,5 0-1,0 0,0-0,5 1,0 2,0-1 0, , z mean neighbor a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 5. Morans scatterplot dan Peta tematik PDIP (DKI)

34 19 PDIP memiliki karakteristik spasial yang berkorelasi secara negatif dengan terdeteksinya suatu outliers berkategori high (hotspot) pada wilayah DKI 3 (Jakarta Barat, Jakarta Utara, Dan Kep. Seribu). Hubungan antar wilayah DKI 3 membentuk pola yang berlawanan dengan DKI 1 dan DKI 2 yang berkategori low. Partai Keadilan Sejahtera Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score z mean neighbor 0,8 0,6 0,4 0, , ,8 0,6 0,4 0, , ,4-0,6 z mean neighbor a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 6. Morans scatterplot dan Peta tematik PKS (DKI) Pada kategori wilayah administratif plot dan peta tematik titik dan area berwarna abu-abu menunjukkan tidak signifikan, sedangkan warna biru muda menunjukkan nilai signifikan. Berdasarkan keberadaan titik itu di kuadran 4 maka dikategorikan sebagai low-high yang artinya wilayah titik tersebut (Jakarta Pusat)

35 20 rendah dibandingkan wilayah kabupaten/kotamadya lain disekitarnya (Gambar 6c.). Berdasarkan analisis pada kategori daerah pemilihan perolehan suaranya justru terdeteksi adanya outliers berkategori low (coldspot) pada wilayah DKI 3 (Jakarta Barat, Jakarta Utara, Dan Kep. Seribu). Sementara di 2 wilayah lainnya yaitu DKI 1 (Jakarta Timur) dan DKI 2 (Jakarta Pusat dan Selatan) memiliki ratarata yang lebih tinggi. Artinya wilayah DKI 1 dan DKI 2 berkorelasi negatif dengan wilayah DKI 3. ANALISIS LISA JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat secara administratif terdiri dari 26 wilayah administratif dengan komposisi 9 Kotamadya dan 17 Kabupaten. Sedangkan berdasarkan daerah pemilihan Jawa Barat dibagi menjadi 11 daerah pemilihan. Melalui hasil pengujian statistik LISA akan diperbandingkan hasil hitungan berdasarkan wilayah administratif dan berdasarkan daerah pemilihan. Indeks Moran Penghitungan Indeks Moran secara global menunjukkan hasil berdasarkan dua pendekatan, administratif dan daerah pemilihan selengkapnya ada di Tabel 4. Tabel 4. Global Spatial Association (Indeks Moran) JABAR Wilayah Partai Politik Moran s I (global) P-Value Jawa Barat (17Kabupaten +9Kotamadya) Demokrat Golkar PDIP PKS Jawa Barat 11 Dapil Demokrat Golkar PDIP PKS Berdasarkan daerah administrasi tiga partai (Demokrat, PDIP, dan PKS) menunjukkan nilai signifikan yang berarti terdapat pola asosiasi diantara kabupaten/kotamadya di Jawa Barat. Hanya Partai Golkar yang sebaran suaranya tidak menunjukkan adanya pola asosiasi spasial. Sementara berdasarkan wilayah daerah pemilihan, sebaran suara Partai Demokrat dan PDIP menunjukkan adanya

36 21 pola asosiasi spasial antar wilayah daerah pemilihan (dapil). Sedangkan untuk 2 partai lain yaitu Partai Golkar dan PKS tidak teridentifikasi memiliki pola asosiasi spasial. Local Indicators Spatial Association (LISA) JABAR Pada wilayah Jawa Barat menunjukkan data yang lebih variatif dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta. Pada beberapa wilayah pengujian Local Moran menunjukkan angka yang signifikan, yang berarti adanya korelasi spasial antar wilayah amatan. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis LISA JABAR Basis Partai Wilayah (Z) (Z) Mean (Z) Ii P-Value Score Neighbor Data Politik Signifikan Adm Demokrat Ciamis Low-low Indramayu Low-low Cirebon Low-low Kuningan Low-low Majalengka Low-low Subang Low-low Kota Bandung High-high Kota Cimahi High-high Golkar Subang Low-high 0.06 PDIP Cirebon High-high Indramyu High-high 0.01 Kuningan High-high Majalengka High-high PKS Sumedang Low-low 0.03 Majalengka Low-low Subang Low-low Indramayu Low-low Kota Depok High-high 0.06 Kota Bekasi High-high Dapil Demokrat Jabar Low-low Jabar Low-low Jabar Low-low Golkar Jabar Low-high 0.06 PDIP Jabar High-high Jabar High-high PKS Jabar Low-low Jabar Low-low Pola yang terbentuk terbagi 2, pertama membentuk cluster yang berkorelasi positif antar wilayah (high-high) dilambangkan dengan warna merah ataupun berkorelasi negatif (low-low) dilambangkan dengan warna biru. Pola

37 22 kedua berupa outliers, ketika suatu wilayah terdeteksi memiliki nilai pengamatan rata-rata yang berbeda baik lebih kecil (warna biru muda) atau lebih besar (warna merah muda). Kedua hal ini dapat dideteksi dengan lebih jelas dengan bantuan visualisasi plot dan peta. Analisis Perbandingan Wilayah Daerah Jawa Barat menunjukkan pola asosiasi spasial yang sangat beragam pada sebaran suara keempat partai politik. Selanjutnya akan dilakukan perbandingan untuk setiap partai politik berdasarkan scatterplot dan peta tematik untuk melihat perbedaan pola asosiasi yang terjadi. Partai Demokrat Tampak pada daerah timur yang berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah terjadi penggerombolan (clustering) antara 6 kabupaten/kotamadya yaitu Kab. Subang, Kab. Indramayu, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Kuningan, dan Kab. Ciamis (Gambar 7c) Proses ini dideteksi dari nilai signifikansi pengujian, yang secara lebih mudah dilihat berdasarkan kesamaan warna kategori legenda peta. Warna biru yang tedapat di 6 kabupaten/kotamadya mengindikasikan lowlow, yang artinya wilayah tersebut berkorelasi secara positif membentuk cluster dengan nilai observasi yang dibawah rata-rata dibanding wilayah lain. Sementara pada wilayah Kota Bandung dan Kota Cimahi terjadi proses penggerombolan yang bersifat sebaliknya dari 6 wilayah yang disebutkan sebelumnya. Kategori kedua wilayah perkotaan tersebut teridentifikasi sebagai kategori high-high (Gambar 7a dan 7c), yang artinya wilayah tersebut berkorelasi positif membentuk cluster dengan nilai observasi yang tinggi di atas rata-rata wilayah lain. Proses penggabungan wilayah adminstrasi menjadi daerah pemilihan (Gambar 7d) tidak mempengaruhi kategori yang dilabelkan pada beberapa wilayah suara Demokrat di Jawa Barat. Pada wilayah timur Jawa Barat yang berbatasan dengan Jawa Tengah yaitu Jabar 8, Jabar 9 (Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kab. Subang) dan Jabar 10 (Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kota Banjar) penggerombolan wilayah tetap teridentifikasi sebagai low clustering. Hal ini sejalan dengan analisis berdasarkan daerah administrasi, low clustering

38 23 teridentifikasi pada wilayah Kab. Subang, Kab. Indramayu, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Kuningan, Kab. Ciamis. Sehingga proses penggabungan wilayah yang mengelompokkan beberapa wilayah berkategori low tidak mengubah secara signifikan pola spasial perolehan suara Demokrat. Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score z mean neighbor 1,5 1 0, , ,5 1 0,5 0-2,0-0,5 0,0 2,0 4,0-1 -1,5 z mean neighbor a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 7. Morans scatterplot dan Peta tematik Partai Demokrat (JABAR) Partai Golkar Pada kasus Partai Golkar berdasarkan wilayah administratif (Gambar 8.c) secara umum tidak terdeteksi asosiasi spasial yang terjadi di wilayah Jawa Barat. Sehingga perolehan suara Partai Golkar di Jawa Barat relatif merata. Hanya saja ada satu hal yang sangat menarik, bahwa terdapat satu kabupaten yang ternyata nilai pengamatannya terdeteksi sebagai outliers yang bersifat rendah. Artinya pada wilayah tersebut merupakan titik terlemah Golkar dibandingkan wilayah

39 24 lain. Warna biru muda, mengindikasikan low-high yang artinya wilayah tersebut rendah dibandingkan wilayah disekitarnya. Wilayah tersebut adalah kabupaten Subang. Sedangkan penggabungan wilayah administrasi menjadi daerah pemilihan, pada kasus Partai Golkar, memunculkan fenomena yang menarik (Gambar 8.d). Pada analisis berdasarkan wilayah administrasi terhadap suara partai Golkar teridentifikasi adanya outliers pada Kabupaten Subang. Sementara pada proses penggabungan menjadi daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Subang bergabung dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang membentuk dapil Jabar 9. Kemudian ketika analisis dilakukan, output pada peta tampak Jabar 9 terdidentifikasi tetap sebagai outliers low (coldspot). Sehingga tampak Kabupaten Subang pada dapil Jabar 9 teridentifikasi sebagai coldspot. Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score 1,5 1 z mean neighbor 1 0, , ,5 0-2,0 0,0-0,5 2,0 4,0-1 z mean neighbor a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 8. Morans scatterplot dan Peta tematik Partai Golkar (JABAR)

40 25 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score 2,5 2 z mean neighbor 2 1,5 1 0, , ,5 1 0,5 0-2,0-0,5 0,0 2,0 z mean neighbor -1-1 a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 9. Morans scatterplot dan Peta tematik PDIP (JABAR) Fenomena yang terjadi pada PDIP sangat menarik (Gambar 9c), karena jika dibandingkan dengan pola yang terjadi pada Partai Demokrat tampak berkebalikan meskipun tidak beririsan secara persis. Pada wilayah kabupaten/kotamadya yang berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah terjadi proses penggerombolan wilayah (clustering) yang melibatkan 3 kabupaten/kotamadya yaitu Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, Kab. Cirebon, dan Kab. Kuningan. Proses penggerombolan antar wilayah terbentuk karena korelasi yang bersifat positif antar keempat kebupaten tersebut. Label high-high yang diberikan untuk wilayah berwarna merah mengindikasikan bahwa wilayah-

41 26 wilayah tersebut memiliki nilai pengamatan yang tinggi dibanding wilayah lain disekitar cluster yang terbentuk. PDIP di wilayah Jawa Barat tampak kekuatan konstituennya lebih condong pada wilayah timur Jawa Barat. Untuk kasus penggabungan wilayah (Gambar 9d) PDIP menghasilkan pola spasial yang menarik, terutama pada wilayah Jabar 10 (Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kota Banjar) yang teridentifikasi sebagai high clustering yang artinya bahwa Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Banjar yang secara parsial sebelumnya tidak teridentifikasi sebagai high, kini bergabung dengan Kabupaten Kuningan (sebelumnya teridentifikasi high) membentuk high cluster pada dapil Jabar 10. Sementara pada wilayah Jabar 8 (Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kota Cirebon) sebelumnya Kota Cirebon secara parsial tidak teridentifikasi sebagai high, kini bergabung dalam cluster high pada dapil Jabar 8. Untuk Majalengka yang sebelumnya teridentifikasi high, pada analisis berdasarkan wilayah, setelah bergabung dalam dapil Jabar 9 (Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kab. Subang) tidak lagi teridentifikasi high dalam analisis berdasarkan daerah pemilihan. Partai Keadilan Sejahtera PKS memiliki sebuah pola yang unik (Gambar 10c), berdasarkan hasil pengamatan dan uji statistik terhadap perolehan suara di wilayah Jawa Barat. Terdapat dua pola penggerombolan yang terjadi dengan karakteristik wilayah yang berbeda meskipun korelasi kedua pola ini bersifat positif. Pola pertama adalah penggerombolan yang terjadi pada wilayah yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta yaitu pada wilayah Kota Depok dan Kota Bekasi, kategori penggerombolannya masuk dalam high-high yang berarti memiliki nilai pengamatan yang tinggi sebagai hotspot. Dari sisi wilayah administratif, 2 wilayah tersebut ada dalam kategori perkotaan. Sementara pola kedua, muncul pada wilayah utara Jawa barat yang berbatasan dengan Jawa Tengah yang melibatkan 4 kabupaten yaitu Kab. Indramayu, Kab. Subang, Kab. Sumedang, dan Kab. Majalengka. Pengelompokan tersebut berbeda dengan yang pertama, kali ini masuk pada kategori low-low dan berkorelasi secara positif dalam mengelompokkan wilayah dengan kriteria nilai rata-rata pengamatan yang rendah.

42 27 Administrasi Daerah Pemilihan (z) score (z) score z mean neighbor ,5 0-2,0-0,5 0,0 2,0 4,0-1 z mean neighbor a. Morans scatterplot (adm) b. Morans scatterplot (dapil) c. Peta tematik (adm) d. Peta tematik (dapil) Gambar 10. Morans scatterplot dan Peta tematik PKS (JABAR) Pada proses penggabungan wilayah administrasi menjadi daerah pemilihan (Gambar 10d), fenomena dapil Jabar 10 agak unik karena kemudian membentuk wilayah berkategori low. Dikatakan unik karena pada dapil Jabar 10 (Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kota Banjar), sebelumnya pada analisis berdasarkan tiap wilayah administrasi, ketiga wilayah tersebut tidak teridentifikasi sebagai wilayah low tetapi setelah ketiga wilayah tersebut bergabung dalam dapil Jabar 10, akumulasi perolehan suara membentuk suatu wilayah berkategori low.

43 28 Dampak Perubahan Spasial Terhadap Hasil Pemilu DKI Jakarta Pemilu legislatif di Wilayah DKI Jakarta berdasarkan Pasal 22 UU No.10 Tahun 2008 diputuskan untuk dibagi menjadi 3 daerah pemilihan. Analisis di bawah akan memperlihatkan perbandingan skema hasil pemilu berdasarkan wilayah administratif maupun penggabungan wilayah. Tabel 6. Alokasi Kursi DKI No Wilayah DAPIL Alokasi Kursi (Adm) Alokasi Kursi (Dapil) 1 Jakarta Timur DKI Jakarta Pusat DKI Jakarta Selatan DKI Jakarta Barat DKI Jakarta Utara DKI Kep. Seribu DKI 3 0 Total 21 Kursi 21 kursi Dengan pembagian daerah pemilihan seperti dijelaskan di atas diperoleh hasil perolehan suara dan kursi seperti terlihat pada Tabel 6. Jika diamati maka tingkat persentase akumulasi kursi partai lebih besar dari persentase perolehan suara partai, hanya saja peningkatan di tiap partai berbeda-beda. Tabel 7. Simulasi Perolehan Suara & Kursi DKI Persentase Kursi (Dapil) Partai Politik Suara Suara Kursi (Adm) Demokrat 1,326,894 35% 9 7 PDIP 423,874 11% 4 3 Golkar 235,260 6% 1 3 PKS 696,706 18% 5 4 Gerindra 216,323 6% 1 3 PPP 174,375 5% 1 1 Total Suara 3,788, Kursi 21 Kursi Berdasarkan hasil di atas terlihat bahwa proses penggabungan beberapa wilayah administrasi menjadi suatu daerah pemilihan (dapil), memiliki asosiasi spasial. Selain itu dari segi politik praktis tentunya berdampak sangat besar pada

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

LAPORAN TAHAPAN PEMETAAN DAERAH PEMILIHAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN/KOTA TAHUN 2014

LAPORAN TAHAPAN PEMETAAN DAERAH PEMILIHAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN/KOTA TAHUN 2014 LAPORAN TAHAPAN PEMETAAN DAERAH PEMILIHAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN/KOTA TAHUN 2014 KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA BOGOR Jl. Loader no.7 Baranangsiang Bogor Timur Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 No. 02/11/Th. XIV, 12 November 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bekasi Tahun 2013 A. Penjelasan Umum IPG merupakan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Rana Amani Desenaldo 1 Universitas Padjadjaran 1 rana.desenaldo@gmail.com ABSTRAK Kesejahteraan sosial adalah

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas tentang deskripsi karakteristik penyebaran kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sleman. Gambaran tentang persebaran penyakit

Lebih terperinci

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang ilmiah, agar metode yang ilmiah ini dapat dilaksanakan dengan relatif lebih mudah dan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI LOGISTIK DAN CHAID: KASUS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI LOGISTIK DAN CHAID: KASUS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI LOGISTIK DAN CHAID: KASUS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR ASTRI ATTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena

Lebih terperinci

Kata kunci : LISA, Moran I, Spatial Autocorrelation. Abstract

Kata kunci : LISA, Moran I, Spatial Autocorrelation. Abstract Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455 ANALISIS SPASIAL AUTOKORELASI PADA DATA PERSENTASE WANITA PERNAH KAWIN DAN TIDAK PERNAH MENGGUNAKAN ALAT / CARA KB DI PROVINSI LAMPUNG Risdiana

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PEMETAAN BIDANG ILMU BERDASARKAN ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN : MENGGUNAKAN ANALISIS CO-WORDS

PEMETAAN BIDANG ILMU BERDASARKAN ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN : MENGGUNAKAN ANALISIS CO-WORDS PEMETAAN BIDANG ILMU BERDASARKAN ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN 1999 2007: MENGGUNAKAN ANALISIS CO-WORDS M.PANDU RISTIYONO G652060034 MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI Untuk PERPUSTAKAAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PEMETAAN BIDANG ILMU BERDASARKAN ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN : MENGGUNAKAN ANALISIS CO-WORDS

PEMETAAN BIDANG ILMU BERDASARKAN ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN : MENGGUNAKAN ANALISIS CO-WORDS PEMETAAN BIDANG ILMU BERDASARKAN ARTIKEL JURNAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA TAHUN 1999 2007: MENGGUNAKAN ANALISIS CO-WORDS M.PANDU RISTIYONO G652060034 MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI Untuk PERPUSTAKAAN

Lebih terperinci

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK METODE EKSPLO ORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK EKO WAHYU WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G651044054 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014

PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014 PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES 2014 Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014 Kata Pengantar PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES 2014 Pemilu Legislatif 2014 telah selesai

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION DESSI RAHMANIAR

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION DESSI RAHMANIAR KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION DESSI RAHMANIAR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data Laporan Realisasi Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran pada Kabupaten Kota Jawa Barat dari tahun

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi, reformasi, dan tuntutan transparansi yang semakin meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

KONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM)

KONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) SIARAN PERS KONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) Metode penghitungan suara merupakan variabel utama dari sistem pemilu yang bertugas untuk mengkonversi suara menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

Ringkasan Laporan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Penerapan UU di Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat

Ringkasan Laporan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Penerapan UU di Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat 2016 Ringkasan Laporan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Penerapan UU di Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Daftar Isi I. Latar Belakang Masalah... 4 II. Maksud

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU v PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PE DAHULUA. Latar Belakang

PE DAHULUA. Latar Belakang Latar Belakang PE DAHULUA Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau seringkali disebut Pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerapan otonomi daerah di Indonesia hingga saat ini merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otonomi daerah ini selaras dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015

PROSIDING ISSN: M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015 M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015 Rukini Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan email:rukini@bps.go.id Abstrak Seiring dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 DINI LESTARI PUTRI

PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 DINI LESTARI PUTRI PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 DINI LESTARI PUTRI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B.

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERANCANGAN

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016

CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016 CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016 NO STANDAR JUDUL INDIKATOR Jan Feb Mar CAPAIAN TRW I ANALISA RTL 1 Manajerial 1 : Pengadaan rutin peralatan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: MAS AD DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016

SKRIPSI. Disusun Oleh: MAS AD DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI JAWA TENGAH DENGAN METODE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWPCA) ADAPTIVE BANDWIDTH SKRIPSI Disusun Oleh: MAS

Lebih terperinci