ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU
|
|
- Susanti Siska Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka Pendapat fraksi-fraksi : Proporsional Terbuka Terbatas Pendukung: Golkar dan PDIP Proporsional Terbuka Jumlah suara: 238 Jumlah suara: 321 Pendukung: PPP, PAN, PKB, PKS, BPD, PBR, PDS Pesan Advokasi: 1. Sistem proporsional terbuka dan terbuka terbatas memiliki konsekuensi yang berbeda bagi keterwakilan perempuan. Sebagaimana diketahui, dalam sistem proporsional terbuka, penentuan calon terpilih dilakukan dengan suara terbanyak. Artinya penempatan calon dalam daftar calon (nomor urut) menjadi tidak relevan karena yang dipentingkan adalah kemampuan calon dalam menggalang dukungan. Dalam kerangka mendorong akuntabilitas wakil rakyat dan lembaga perwakilan, maka pilihan terbuka dengan suara terbanyak adalah yang ideal. Selama ini wakil rakyat memang kerap diposisikan sebagai wakil partai karena dominannya peran partai. Aturan inilah yang akan dipotong dengan meminimalkan peran partai, dan di sisi lain memberdayakan konstituen dalam memberikan suaranya. 2. Tetapi dalam kerangka peningkatan keterwakilan perempuan, disadari berdasarkan kondisi saat ini adalah sangat sulit melepas kader/caleg perempuan dalam persaingan bebas dengan caleg laki-laki. Harus diakui bahwa perempuan memiliki banyak keterbatasan dalam menggalang suara walaupun ada yang berhasil memperoleh suara terbanyak pada Pemilu 2004 tetapi jumlahnya tidak banyak. Hambatan yang utama adalah kemampuan bersaing dengan laki-laki di daerah pemilihan. Aturan suara terbanyak dapat diterapkan secara fair jika aturan internal partai sudah demokratis dan terbuka dalam segala aspeknya. Artinya proporsional terbuka murni tidak berada dalam ruang vakum, tetapi sangat bergantung pada mekanisme internal partai dalam hal pencalonan dan aturan lainnya. Sehingga baik kader laki-laki maupun perempuan mendapat perlakuan yang sama-sama fair dalam internal partai. Kenyataannya tidaklah demikian. Banyak kisah yang dialami para mantan caleg perempuan bahwa tidak mudah bagi perempuan untuk bersaing, bahkan tidak jarang harus menghadapi sikap pimpinan partai yang bias gender. Kondisi
2 itulah yang mesti menjadi pertimbangan untuk menerapkan proporsional terbuka murni dalam kaitannya dengan tindakan afirmatif bagi perempuan. 3. Berdasarkan kondisi tersebut, maka advokasi dan lobby harus diarahkan untuk mendukung proporsional terbuka terbatas karena dengan sistem pemilu inilah, harapan jumlah perempuan dapat bertambah di parlemen dapat terwujud. Agenda perjuangan perempuan memang berada pada situasi dillematis, antara mendukung jumlah perempuan atau kualitasnya. Dua hal yang mestinya tidak bisa dipisahkan karena keinginannya tentu saja kuantitas dan kualitas bertambah. Keunggulan sistem proporsional sebenarnya dapat direkayasa untuk memasukkan kelompok minoritas baik dalam hal jumlah maupun ide/gagasan --dalam lembaga perwakilan. Unsur keterwakilan kelompok minoritas dapat diatur melalui penerapan proporsional terbatas. Keberpihakan itulah yang sementara ini harus kita ambil demi tujuan meningkatkan keterwakilan perempuan. Tanpa adanya keberpihakan dalam tindakan afirmatif, maka sulit mengharapkan keterwakilan yang signifikan perempuan dalam proses politik di parlemen. 4. Berdasarkan posisi itulah, maka proporsional terbuka terbatas harus menjadi pilihan kebijakan sebagai tindakan afirmatif yang bersifat sementara. Soal akuntabilitas wakil rakyat dapat dibangun secara simultan melalui kontrol publik dan rekrutmen caleg yang demokratis di internal partai. Untuk pilihan ini, maka gerakan perempuan memang harus berhadapan dengan koalisi masyarakat sipil yang mendukung proporsional terbuka. Pilihan yang dapat dijelaskan secara rasional mengingat kasus atau kondisi perempuan dan politik di Indonesia saat ini. 2. Pencalonan Anggota Legislatif Rumusan naskah RUU: Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 harus memperhatikan keterwakilan bakal calon perempuan paling sedikit 30% Pendapat fraksi-fraksi: Pesan Advokasi: Tetap (sama dengan RUU) Pendukung: PDIP, PPP, PD, PKS, BPD, PDS... memuat paling sedikit 30% perempuan Pendukung: Golkar mengupayakan / harus memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% atau 35% Pendukung: PAN, PBR Jumlah suara: 302 Jumlah suara: 129 Jumlah suara: 67
3 Pesan Advokasi: 1. Ini adalah pasal penting untuk menunjukkan tindakan afirmatif dalam pencalonan perempuan sebagai anggota legislatif. Pasal ini dimaksudkan sebagai revisi dari pasal 65 UU No.12/2003. Artinya pasal ini harus dijadikan tawaran maksimal (high call) dalam proses lobby dan advokasi. 2. Tawaran tertinggi itu adalah: Pasal ini harus diubah menjadi imperatif (tegas) dan ada sanksi bagi partai politik. 3. Melihat pendapat fraksi-fraksi tentang hal ini, tampaknya dua tawaran tertinggi tersebut tidak tercakup. Semua fraksi cenderung menganggap aturan pencalonan perempuan tidak perlu diubah, hanya diganti dengan memasukkan tambahan kata dengan sungguh-sungguh dan kata harus memperhatikan. Sementara dari segi dampak penerapannya sama sekali tidak ada, karena hanya bersifat himbauan saja. Secara legal tidak ada rumusan yang mengandung ketegasan. Tampaknya partai-partai menghindari betul sanksi yang dapat memberatkan mereka. Partaipartai tidak menghendaki urusan pencalonan perempuan ini menghambat mereka bahkan bisa membuat partai tidak dapat mengikuti pemilu di satu daerah pemilihan. 4. Celah dalam advokasi sebenarnya bisa dilakukan melalui rumusan Golkar yang bersifat agak imperatif melalui rumusan memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.. Secara legal, kata memuat bisa memiliki makna harus atau wajib. Sangat berbeda dengan kata mengupayakan atau memperhatikan. Maka hal ini bisa digunakan untuk mendorong agar sikap fraksi-fraksi lain mendukung usulan Golkar. 5. Tetapi persoalan selanjutnya adalah sanksi. Golkar tidak menawarkan sanksi. DIM semua fraksi tidak memasukkan sanksi sehingga ini menjadi substansi lobby yang alot. Efektivitas pasal 65 UU No.12/2003 terbukti gagal memaksa partaipartai peserta pemilu untuk mencalonkan 30% perempuan. Bahkan Golkar dan PDIP tidak mencalonkan 30% perempuan pada pemilu lalu, padahal kader perempuan kedua partai besar ini lebih banyak dari partai-partai lain. Hal itu disebabkan tidak ada sanksi. 6. Rumusan sanksi yang dipikirkan adalah bersifat administratif. Ada dua alternatif tawaran: (1) Sanksi berupa kewenangan KPU menolak daftar calon yang tidak memuat paling sedikit 30% perempuan. Konsekuensi sanksi ini adalah partai tidak dapat ikut pemilu di satu daerah pemilihan. Keberhasilan diterimanya sanksi ini kecil karena partai bersikap tidak mau tersandera oleh urusan pencalonan perempuan sehingga tidak bisa ikut pemilu. Baik partai besar maupun kecil akan sama sikapnya dalam hal ini. (2) Sanksi berupa kewenangan KPU mengembalikan daftar calon kepada partai yang belum mencalonkan 30% perempuan. Aturan pengembalian diatur oleh KPU. Jika sampai batas waktu perbaikan ternyata partai tidak dapat mencalonkan 30% perempuan, maka KPU harus mengumumkan ke masyarakat secara terbuka bisa melalui iklan di media
4 massa partai-partai yang tidak dapat mencalonkan paling sedikit 30% perempuan. Dampak legalnya memang rendah, tetapi sebagai langkah awal sanksi ini memberi semacam hukuman pada partai dan peringatan pada pemilih dalam menentukan pilihan. Sanksi yang kedua ini tampaknya memiliki kans yang tinggi untuk diterima partai karena tidak mengganggu keikutsertaan mereka dalam pemilu. Aturan kewenangan KPU ini harus diatur dalam pasal UU Pemilu, dan jangan dimasukkan dalam klausul ketetapan KPU. 7. Berdasarkan hal itu maka lobby dan advokasi diarahkan untuk mendorong perumusan pasal pencalonan yang imperative (seperti usulan Golkar), dan dua alternatif sanksi sebagaimana diuraikan pada poin Penempatan Calon Perempuan dalam Daftar Calon Rumusan RUU: Tidak ada Pendapat fraksi-fraksi Mengusulkan tambahan ayat Pengusul: Golkar mengajukan usulan tambahan ayat baru: daftar calon disusun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun denan cara selang-seling 2:1 Tidak mengusulkan PDIP, PPP, PD, PAN, PKB, PKS, BPD, PBR, PDS Jumlah suara: 129 Jumlah suara: 421 Pesan advokasi: 1. Hanya Golkar yang mengusulkan tambahan ayat tentang penempatan calon dalam daftar calon sebagai penjelasan pasal pencalonan perempuan. Usulan Golkar cukup maju dengan mengajukan cara selang-seling 2:1. Walau harus dimintakan penjelasan lebih lanjut, namun dibukanya celah selang-seling dalam DIM adalah kesempatan untuk melakukan lobby dan advokasi. Bandingkan dengan usulan sanksi yang sama sekali tidak menjadi usulan fraksi-fraksi. 2. Situasi internal Golkar sendiri dalam mendukung selang-seling tersebut masih belum solid. Artinya jika dilakukan voting semua anggota fraksi Golkar tentang hal ini tampaknya belum cukup berhasil mendukung selang-seling. Ada yang masih meragukan teknis selang-seling ini. Selain belum populernya mekanisme ini dalam pemilu di Indonesia. Artinya masih diperlukan tenaga ekstra untuk mengawal usulan selang-seling ini di internal Golkar. Arahan DPP tetap sangat diperlukan agar usulan ini tetap masuk dalam pembahasan Panja dan Timus nantinya. 3. Perlu dilakukan dorongan ke fraksi-fraksi lainnya tentang tambahan ayat ini. Perlu ada pemetaan seberapa penerimaan fraksi lain tentang hal sehingga jika
5 dilakukan voting dapat diduga faktor keberhasilannya. Jika dilihat sikap partaipartai sejauh ini, tampaknya cukup sulit meyakinkan partai untuk menerima selang-seling daftar calon. Alasan mereka akan menimbulkan konflik dan tidak adanya kader perempuan yang dicalonkan harus diterima sebagai kenyataan. Apa sikap yang dapat kita berikan sebagai jaminan jika kita mendukung selang-seling ini? Dalam waktu yang amat terbatas ini, agak mustahil memperjuangkan selangseling sebagaimana usulan Golkar. 4. Sebagai alternatif tetap perlu diperjuangkan adanya tambahan ayat baru tentang penempatan calon perempuan dalam daftar calon. Hal ini sebagai jaminan yang diberikan UU akan tindakan afirmatif. Jika ini dikombinasikan dengan sistem proporsional terbuka terbatas, maka asumsi peningkatan jumlah perempuan dapat menjadi kenyataan. Substansi tambahan ayat baru dapat dikembalikan pada usulan rekomendasi yaitu Daftar calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menempatkan paling sedikit 30% perempuan pada posisi yang peluang terpilihnya besar. Dengan demikian substansi penempatan calon perempuan dapat dikunci dalam UU pemilu, sedang penerapannya didorong untuk tindakan afirmatif internal partai. Seperti PAN yang menetapkan 30% perempuan akan ditempatkan di nomor urut 1 di 30% dapil. 5. Maka untuk lobby dan advokasi, substansinya adalah: (1) mendukung tambahan ayat tentang penempatan calon perempuan seperti diusulkan Golkar, harus dijaga agar ayat ini tidak hilang dan dapat didukung oleh fraksi lainnya; (2) menawarkan bentuk lain dari selang-seling yang tingkat resistensinya tinggi di internal partai dengan menawarkan rumusan menempatkan perempuan pada posisi yang peluang terpilihnya besar (lihat poin 4). 4. Besaran Daerah Pemilihan Rumusan RUU: Setiap daerah pemilihan anggota DPR mendapatkan alokasi antara 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) kursi Pendapat fraksi-fraksi: Tetap (3-12 kursi) 3-6 kursi 3-10 kursi Pendukung: PD, PAN, PKS, BPD, PBR, PDS Pendukung: Golkar, PDIP Pendukung: PKB Jumlah suara: 202 Jumlah suara: 238 Jumlah suara: 52 *) PPP belum memberikan pendapat Pesan advokasi: 1. Rumusan RUU yang menetapkan alokasi kursi 3-12 kursi layak didukung untuk menjamin jumlah perempuan yang cukup dalam pencalonan (paling sedikit 30%). Dilihat dari pendapat fraksi-fraksi, dukungan terhadap 3-12 kursi relatif
6 besar, apalagi jika PKB memberikan dukungannya pada rumusan RUU. Di sisi lain, Golkar dan PDIP dengan 3-6 kursi akan bertahan karena terkait dengan jumlah daerah pemilihan yang akan ditambah. Untuk alasan kemudahan pemilih menentukan pilihan memang lebih terjamin dengan 3-6 kursi. Tetapi untuk jumlah perempuan yang dicalonkan, besaran 3-12 kursi lebih akomodatif terhadap hal itu. 2. Maka lobby dan advokasi harus diarahkan untuk mendukung rumusan RUU yang menetapkan 3-12 kursi. Tetapi masalah alokasi kursi ini menjadi relatif dalam lobby dan bisa menjadi bagian yang diturunkan dalam proses negosiasi. Tentu saja untuk ditawarkan dengan pencalonan, sanksi, penempatan dan sistem pemilu. 5. Penetapan Calon Terpilih Rumusan RUU: Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan perolehan suara terbanyak masing-masing calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dalam satu partai politik pada satu daerah pemilihan. Pendapat fraksi-fraksi: Tetap (RUU) BPP 25%-50% BPP bertingkat (pusat -kab/kota) Pendukung: PD, PAN, PKB, PKS, PDS Pendukung: Golkar (belum tetap karena menunggu arahan DPP) Pendukung: PDIP dengan ketentuan 25% DPR, 50% DPRD provinsi, 75% DPRD kab/kota BPP tertentu Pendukung: BPD (jika tidak ada yang memenuhi 100% BPP, maka calon terpilih yang mencapai min 15% dari BPP). PBR (calon terpilih yang mencapai angka BPP. Jika tidak ada, kembali ke nomor urut) Jumlah suara: 220 Jumlah suara: 129 Jumlah suara: 109 Jumlah suara: 34 Suara terbanyak = 220 *) PPP belum memberikan pendapat BPP tertentu dan nomor urut = 272 Pesan advokasi: 1. Menarik mengamati pendapat fraksi-fraksi tentang penetapan calon terpilih. Ada ketidak-konsistenan dengan pendapat fraksi tentang sistem pemilu. Dari
7 para pendukung proporsional terbuka murni, ada dua fraksi dalam penetapan calon terpilih yang menggunakan BPP, dan jika tidak memenuhi BPP maka digunakan nomor urut. Yaitu fraksi PBR dan BPD. BPD bahkan mengusulkan angka 15% dari BPP jika tidak ada yang dapat mencapai BPP 100%. Jika tidak ada juga, penetapannya dikembalikan ke nomor urut. Hal ini menarik karena tidak konsisten dan bisa menjadi celah lobby untuk mendukung proporsional terbuka terbatas. Sementara Golkar dan PDIP menetapkan BPP tertentu antara 25% sampai 75% --untuk menetapkan calon terpilih. Jika tidak ada, maka kembali ke nomor urut. Dalam konfigurasi ini menarik bahwa yang mendukung BPP menjadi lebih banyak dari yang mendukung suara terbanyak, yaitu 272 berbanding 220 suara 2. Berdasarkan pemetaan ini, maka ada celah untuk mendorong sistem pemilu proporsional terbuka terbatas. Karena ada kaitan antara sistem pemilu yang dipilih dengan penetapan calon terpilih. Jika BPD dan PBR mendukung BPP dalam penetapan calon terpilih, logikanya kedua fraksi ini mendukung proporsional terbatas seperti Pemilu Dengan demikian proses lobby juga penting dilakukan kepada fraksi-fraksi seperti PBR dan BPD yang suaranya menjadi signifikan untuk menambah dukungan. 3. Berapa angka BPP yang didukung menjadi tidak relevan, asal tidak menerapkan 100% dari BPP seperti Pemilu 2004 lalu. Ini merupakan kompromi dengan pendukung suara terbanyak karena angka BPP-nya diturunkan sehingga hampir dapat disamakan dengan suara terbanyak. Berdasarkan simulasi hasil perolehan saura untuk DPR pada Pemilu 2004, rata-rata caleg bisa memenuhi BPP kurang dari 15%. Artinya relatif sama dengan suara terbanyak yang diperoleh calon. Bedanya adalah masih membuka ruang untuk nomor urut sebagai bentuk peran partai. Dalam hal inilah pentingnya tindakan afirmatif dalam pencalonan dan penempatan caleg perempuan. Selamat berjuang! Depok, 19 September 2007 SBEW PUSKAPOL FISIP UI
DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD
DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,
Lebih terperinciDAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS
DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN FUNGSI PARTAI POLITIK 70 Pasal 8: Partai politik berfungsi sebagai
Lebih terperinciSTRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN
STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah
Lebih terperinciPeningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin
Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut
Lebih terperinciPEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan
PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem
Lebih terperinciDibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi
Lebih terperinciAnalisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN
Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik - FISIP Universitas Indonesia (PUSKAPOL FISIP UI) Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Komisi Pemilihan
Lebih terperinciSEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at
SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,
Lebih terperinciDampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan
Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Oleh: Ani Soetjipto Akademisi Universitas Indonesia I. Hilangnya koherensi hulu-hilir tindakan affirmative
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN.
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum
Lebih terperinciNaskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
EVALUASI DAN REKOMENDASI TINDAKAN AFIRMATIF UNTUK PENINGKATAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI PARLEMEN PADA PEMILU 2009 Partisipasi setara perempuan dalam pengambilan keputusan bukanlah sekedar tuntutan pada
Lebih terperinciA. Kesimpulan BAB V PENUTUP
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai
Lebih terperinciKronologi perubahan sistem suara terbanyak
Sistem Suara Terbanyak dan Pengaruhnya Terhadap Keterpilihan Perempuan Oleh: Nurul Arifin Jakarta, 18 Maret 2010 Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Awalnya pemilu legislatif tahun 2009 menggunakan
Lebih terperinciPublik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD
Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD September 2014 Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada Oleh DPRD Bandul RUU Pilkada kini
Lebih terperinciPembaruan Parpol Lewat UU
Pembaruan Parpol Lewat UU Persepsi berbagai unsur masyarakat terhadap partai politik adalah lebih banyak tampil sebagai sumber masalah daripada solusi atas permasalahan bangsa. Salah satu permasalahan
Lebih terperinciOleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1
Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)
Lebih terperinciKartu Pemantauan Legislasi Harian
Kartu Pemantauan Legislasi Harian Nama RUU Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pemilu) Tanggal 3 September 2007 Pembahas Pansus
Lebih terperinciBAB II PELAKSANA PENGAWASAN
- 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014
Lebih terperinciDemokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat
PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT
Lebih terperinciLAPORAN PANJA KEPADA PANSUS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD KAMIS, 21 FEBRUARI 08
LAPORAN PANJA KEPADA PANSUS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD KAMIS, 21 FEBRUARI 08 Assalammu'alaikum Wr. Wb; Salam Sejahtera bagi kita semua; Yth. Saudara Pimpinan dan Anggota PANSUS RUU tentang
Lebih terperinciProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014
ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.
Lebih terperinciPEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014
PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES 2014 Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014 Kata Pengantar PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES 2014 Pemilu Legislatif 2014 telah selesai
Lebih terperinciKajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik
Koalisi Pemantauan Dana Kampanye Transparansi Internasional Indonesia dan Indonesia Corruption Watch Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu
Lebih terperinciNO. PERIHAL PASAL KETENTUAN 1 BPP DPR Pasal 1 Poin 27.
PASAL PASAL PENTING DALAM UU NO. 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU 34 Pasal Vital Yang Perlu Dipahami & Dimengerti Bagi Caleg pada Pemilu 2009 Disusun oleh : Indra Jaya Rajagukguk, SH 1 BPP DPR Pasal 1 Poin
Lebih terperinciCara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)
Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu
Lebih terperinciTERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciPILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI
PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI Agustus 2014 1 Pilkada oleh DPRD Dinilai Publik Sebagai Penghianatan Partai Mayoritas publik menolak hak politiknya untuk memilih secara langsung
Lebih terperinciANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013
ANATOMI CALEG PEMILU 2014 FORMAPPI 3 Oktober 2013 I. Pengantar Alasan melakukan kajian: Membantu pemilih mendapatkan informasi yang utuh tentang Caleg dalam Pemilu 2014. Lingkup kajian: Profil Caleg Pemilu
Lebih terperinciPencalonan DPR RI sebagian besar memenuhi aturan zipper system 1:3, namun fenomena yang muncul adalah pencalonan pada angka 3 dan 6.
Parpol 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10.11,. PD 15 17 53 23 21 40 14 16 14 7 PG 12 17 51 12 13 42 11 12 13 9 PDIP 2 21 56 11 26 38 18 21 15 13 PAN 10 17 45 19 16 26 10 10 10 11 PKS 2 8 64 7 26 41 18 23 17 9 PKB 10
Lebih terperinciWORKSHOP DPRD KABUPATEN REMBANG 15 JUNI 2012
WORKSHOP DPRD KABUPATEN REMBANG 15 JUNI 2012 MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA UU PEMILU?
Lebih terperinciKartu Pemantauan Legislasi Harian
Kartu Pemantauan Legislasi Harian Nama RUU RUU Pemilu Tanggal 3 September 2007 Pembahas Pansus RUU Pemilu dan Pilpres Agenda Pembahasan RDPU tentang RUU Pemilu Legislatif Sifat rapat Terbuka Tempat Ruang
Lebih terperinciKeterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan
Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Oleh Dian Kartikasari Koalisi Perempuan Indonesia Page 1 Pokok Bahasan 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik 2. Keterwakilan Perempuan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v
i DAFTAR ISI Daftar isi... i Daftar Tabel....... iv Daftar Gambar... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 12 C. Tujuan Penelitian... 12 D. Kegunaan Penelitian... 12 II.
Lebih terperinciKONSEPSI REVISI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TTG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK
KONSEPSI REVISI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TTG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK OLEH DRS. SYAMSUDDIN, M.Si DIREKTORAT POLITIK DALAM NEGERI DITJEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN UMUM 1 UU NO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan
Lebih terperinciKEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014
KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan
Lebih terperinciCara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)
Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon
Lebih terperinciPeta Jalan Perjuangan Perempuan Menuju Pemilu Serentak 2019
Peta Jalan Perjuangan Perempuan Menuju Pemilu Serentak 2019 Pengantar Selasa, 14 Juli 2017 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo secara resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun
Lebih terperinciUSULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1
USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan
Lebih terperinciPimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,
PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor
Lebih terperinciFORMAPPI JAKARTA, 3 APRIL 2014
FORMAPPI JAKARTA, 3 APRIL 2014 DPR hasil Pemilu 2009, akan segera berakhir Kinerja para anggotanya perlu dinilai agar dapat diketahui masyarakat terutama konstituen yang telah memilihnya. Hasil penilaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan
Lebih terperinciTANTANGAN DAN PROSPEK PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK
TANTANGAN DAN PROSPEK PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK Makalah Pelengkap FGD Peningkatan Kualitas Kader Pemimpin Nasional Melalui Kaderisasi Partai Politik Tommi A. Legowo Kementerian Koordinator Bidang Politik,
Lebih terperinciPerempuan dan Pembangunan Berkelanjutan
SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)
DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disuatu negara menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut
Lebih terperinciDisampaikan oleh : Drs. AL MUZZAMIL YUSUF Nomor anggota A-249. Dibacakan pada Raker Pansus PEMILU dengan Pemerintah Kamis, 12 Juli 2007
TANGGAPAN FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menganut konsep demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilihan umum (pemilu) yang melibatkan masyarakat untuk memilih secara
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Di negara yang menganut sistem demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan, kedaulatan berada
Lebih terperinci2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)
Lebih terperinciPEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD Disampaikan oleh juru bicara FKB DPR RI : Dra. Bariyah Fayumi, Lc Anggota
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan I. PEMOHON 1. Syamsul Bachri Marasabessy 2. Yoyo Effendi II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciPENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN
PENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN Disampaikan dalam Rapat Pansus Tanggal : 12 Juli 2007 Juru Bicara : H. RUSMAN HM.
Lebih terperinciBUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN MAGELANG
BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang
Lebih terperinciMenuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015
Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada
Lebih terperinciPemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan
Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi
Lebih terperinciPENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH
Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di daerah-daerah semakin
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Putusan Mahkamah Konstitusi No 22-24/PUU-VI/2008 Terhadap Pemberian Kuota 30% Keeterwakilan Perempuan di Partai Politik dan Parlemen Putusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya
Lebih terperinciPENGANTAR MUSYAWARAH FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP
PENGANTAR MUSYAWARAH FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG
1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD
Lebih terperinciII. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 7/PUUXIII/2015 Penentuan Bilangan Pembagi Pemilih Jika Dilakukan Pembentukan Daerah Kabupaten/Kota Setelah Pemilihan Umum I. PEMOHON Pemohon I : Partai Hati
Lebih terperinciRingkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:
Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Lebih terperinciBERITA ACARA NOMOR :. TENTANG
MODEL E EB DPR BERITA ACARA :. TENTANG PENETAPAN PEROLEHAN SUARA DAN KURSI PARTAI POLITIK SERTA PENETAPAN CALON TERPILIH ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA PEMILIHAN UMUM TAHUN 0 Pada
Lebih terperinciPEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT
Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan
Lebih terperinciPASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *
PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan
Lebih terperinciCARA MENGALOKASI KURSI PARLEMEN. Pipit Rochijat Kartawidjaja 1
1 Materi ceramah di Bawaslu, 22 Maret 2016: CARA MENGALOKASI KURSI PARLEMEN Pipit Rochijat Kartawidjaja 1 1. Metoda Kuota Hare/Hamilton Dengan Sisa Suara Terbanyak Guna menghitung pengalokasian, baik kursi
Lebih terperinciPenataan Ulang Dapil
Penataan Ulang Dapil Dengan sedikit perubahan pada tahun 2008, daerah pemilihan anggota DPR dan DPRD yang ada sekarang ini tidak hanya sudah berlaku selama tiga kali pemilu (2004, 2009, dan 2014), tetapi
Lebih terperinciPENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SELASA, 10 JULI 2007
PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SELASA, 10 JULI 2007 PANDANGAN DAN PENDAPAT FRAKSI-FRAKSI TERHADAP PANDANGAN DAN
Lebih terperinciPENYUSUNAN USULAN PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KLATEN DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN
PENYUSUNAN USULAN PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KLATEN DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 Oleh: KPU Kabupaten Klaten A. LATAR BELAKANG Daerah Pemilihan/Dapil
Lebih terperinciPERAN BAWASLU Oleh: Nasrullah
PERAN BAWASLU Oleh: Nasrullah Seminar Nasional: Pendidikan Politik Bagi Pemilih Pemula Sukseskan Pemilu 2014. Pusat Study Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. BAWASLU Menurut UU No.
Lebih terperinciBAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016
BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 NO. ISU STRATEGIS URAIAN PERMASALAHAN USULAN KPU 1. Penyelenggara - KPU dalam relasi dengan lembaga lain terkesan ditempatkan sebagai subordinat.
Lebih terperinciJakarta, 12 Juli 2007
PENDAPAT FRAKSI PARTAI DEMOKRAT TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Juru Bicara : drh. Jhony
Lebih terperinciEFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014
EFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014 Temuan Survei di 45 Dapil April 2013 Jl. Lembang Terusan D-57, Menteng - Jakarta Pusat 10310 Telp. (021) 3919582, Fax
Lebih terperinciAntara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004
Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004 Paparan untuk Sidang Para Uskup Konferensi Waligereja Indonesia Jakarta, 4 November 2003 Yanuar Nugroho yanuar-n@unisosdem.org n@unisosdem.org
Lebih terperinci-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPROFIL DPRD KABUPATEN SUMENEP PERIODE Disusun oleh: Bagian Humas & Publikasi Sekretariat DPRD Sumenep
PROFIL DPRD KABUPATEN SUMENEP PERIODE 2009-2014 Disusun oleh: Bagian Humas & Publikasi Sekretariat DPRD Sumenep 1 SEKILAS DPRD KABUPATEN SUMENEP DPRD Kabupaten Sumenep merupakan lembaga perwakilan rakyat
Lebih terperinciREKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI PROVINSI...
Lampiran 2 Model F6-Parpol REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI 1 PARTAI AMANAT NASIONAL (PAN) 2 PARTAI BULAN BINTANG (PBB) TAHAP I TAHAP II TAHAP I TAHAP II TAHAP I TAHAP
Lebih terperinciPENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU
PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DIAN KARTIKASARI, KOALISI PEREMPUAN INDONESIA DISKUSI MEDIA PUSKAPOL, PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KPU DAN BAWASLU, JAKARTA,
Lebih terperinciKOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TANAH LAUT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TANAH LAUT. Nomor 11/Kpts/ /III/2014
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN Nomor 11/Kpts/022.658791/III/2014 TENTANG JADWAL KAMPANYE RAPAT UMUM PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciTHE ROLE OF POLITICAL PARTIES TO IMPROVE WOMEN REPRESENTATION IN PARLIAMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND LOCAL LEGISLATIVE. Aisah Putri Budiatri
PERAN PARTAI POLITIK DALAM MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPR RI DAN DPRD) THE ROLE OF POLITICAL PARTIES TO IMPROVE
Lebih terperinciPEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA
PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA SITUASI PEREMPUAN, KINI Data BPS per 2013, Rata-rata Lama Sekolah Anak Laki-laki 8 Th dan Perempuan 7 Th (tidak tamat SMP) Prosentase
Lebih terperinciRANCANGAN USULAN PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU PEMILU TAHUN 2019
RANCANGAN USULAN PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU PEMILU TAHUN 2019 A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik
Lebih terperinciPeran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan
Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan Oleh: dr. Herus Prasetyo Kasidi, MSc Deputi Kesetaraan Gender Puskapol, 10 Maret 2016 Rendahnya Keterwakilan Perempuan di Legislatif Hasil
Lebih terperinciReformasi Kepartaian untuk Perbaikan Representasi
Reformasi Kepartaian untuk Perbaikan Representasi Asmara Nababan Direktur Eksekutif DEMOS, Jakarta Pendahuluan Survei Nasional yang dijalankan Demos (2003-2005) mengenai masalah dan pilihan demokrasi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan
Lebih terperinci