Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran"

Transkripsi

1 53 Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran Manfaat dari economic rent atau rente ekonomi (R j) dari barang-barang import untuk pemenuhan kebutuhan perusahaan yang diterima oleh investor dari luar kabupaten akan direpatriasi (mj). Sedangkan barang-barang yang berasal dari dalam kabuapten akan diterima oleh Kabupaten Rembang. Manfaat dari rente ekonomi (Rj) PT. Sinar Asia Fortuna semuanya direpatriasi ke luar Kabupaten Rembang maka nilainya menjadi nol, sehingga residual rent juga tidak ada. Hal ini terjadi karena semua pengelolaan keuangan dipegang dan diatur oleh perusahaan induk yang berlokasi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Manfaat yang diperoleh dari kelebihan pembayaran setiap tahun relatif meningkat. Kelebihan pembayaran atau excess payment ini berkaitan dengan nilai pembayaran kepada tenaga kerja kurang terampil yang berasal dari tenaga kerja lokal. Tenaga kerja ini yang disebut sebagai karyawan golongan I, akan menerima kelebihan pembayaran oleh perusahaan. Pekerja ini biasanya bekerja atau mencari nafkah di sektor pertanian atau sektor lainnya yang ada di daerahnya dengan nilai upah lokal yang tidak sama dengan upah yang diterima dari perusahaan sehingga akan mempunyai selisih kelebihan pembayaran (excess payment). Perincian kelebihan pembayaran dari tahun dapat dilihat pada tabel IV.1. Total nilai manfaat dari kelebihan pembayaran sebesar Rp (ratarata Rp /tahun). Nilai manfaat ini pada tahun 2000 sebesar Rp , tahun 2005 meningkat menjadi Rp Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2002 seiring dengan meningkatnya volume produksi. Mulai tahun 2004 kondisinya cenderung stabil. Tahun 2001 mengalami penurunan akibat menurunnya jumlah pekerja tidak terampil (golongan I) yang berasal dari Kabupaten Rembang, dari 280 orang menjadi 151 orang. Gambaran lebih jelas perkembangan kelebihan pembayaran karyawan oleh PT. SAF tersebut dapat dilihat pada gambar V.1.

2 54 Untuk meningkatkan manfaat dari excess payment tenaga kerja sangatlah sulit meskipun PT. Sinar Asia Fortuna adalah perusahaan dengan skala menengah, dimana dalam operasi penambangannya belum dapat dikatakan padat teknologi secara keseluruhan, dan kemungkinan dari segi ini dapat memanfaatkan penggunaan tenaga kerja lokal yang kurang terampil. Namun hal ini terbentur adanya kendala berupa terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia.. Kelebihan Pemb. (Juta Rupiah) 1, Tahun Kelebihan Pembayaran Gambar V.1 Grafik Perkembangan Nilai Manfaat Kelebihan Pembayaran Karyawan oleh PT. SAF Tahun Alternatif lain adalah dengan memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada penyedia jasa lokal untuk pemenuhan input PT. SAF sehingga mereka juga ikut berkembang. Tingkat partisipasi angkatan kerja di Kabupaten Rembang berkisar antara 60% 64%, sehingga masih ada sekitar 36% - 40% dari seluruh penduduk usia kerja yang menganggur. Dengan berkembangnya sektor usaha lain diharapkan ada peningkatan penyerapan tenaga kerja terutama di daerah yang dekat dengan lokasi perusahaan seperti Kecamatan Gunem dan Sale. V.2 Manfaat Sosial Neto dari Eksternalitas Manfaat yang diperoleh dari eksternalitas ini berasal dari pengaruh-pengaruh tidak langsung yang ditimbulkan akibat keberadaan perusahaan bagi pengembangan wilayah di Kabupaten Rembang seperti keterkaitan ke belakang (hulu),

3 55 keterkaitan ke depan (hilir), keterkaitan teknologi, keterkaitan pembayaran kepada pemerintah dan keterkaitan kebutuhan akhir. V.2.1 Keterkaitan ke Belakang (Hulu) Keterkaitan ke belakang atau hulu ini berkaitan dengan proses produksi. Inputinput sebagai pengeluaran perusahaan untuk proses produksi, terutama untuk input antara yang berupa biaya jasa pihak ketiga yang berasal dari Kabupaten Rembang (lokal) cukup besar. Tahun penggunaan input antara lokal oleh PT. SAF sebesasr Rp. 3,56 10,23 milyar atau 44,68% 56,66% dari total input antara yang digunakan. Sedangkan input antara yang berasal dari luar kabupaten berkisar antara Rp. 3,75 10,93 milyar atau 43,34% 55,32%, berimbang dengan input antara lokal (tabel IV.2). Nilai manfaat keterkaitan hulu untuk Kabupaten Rembang tiap tahun pada kisaran Rp. 0,90 2,58 milyar. Nilai keseluruhan dari keterkaitan hulu dari tahun sebesar Rp. 10,39 milyar, rata-rata Rp. 1,73 milyar/tahun. Tahun 2001 meskipun produksi turun dibanding tahun 2000 (dari ton menjadi ton) namun keterkaitan hulu, meskipun kecil, meningkat dari Rp. 0,90 milyar menjadi Rp. 0,97 milyar (tabel IV.3). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya biaya jasa pihak ketiga dari Rp. 3,47 milyar menjadi Rp. 3,67 milyar yang semuanya berasal dari perusahaan jasa lokal (lampiran D). Tahun 2004 manfaat keterkaitan hulu turun dibandingkan tahun 2003 (dari Rp. 2,34 milyar menjadi Rp. 2,10 milyar) karena produktifitas perusahaan juga mengalami penurunan (dari ton menjadi ton). Namun demikian pada tahun 2005 nilai manfaat ini meningkat lagi (gambar V.2). Input antara yang berupa bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas/grease serta perbaikan/perawatan peralatan (termasuk pengadaan suku cadang) semuanya berasal dari luar daerah Rembang. Untuk penyediaan input antara tersebut perusahaan jasa lokal belum banyak dilibatkan. Perbaikan/perawatan dan pengadaan suku cadang alat berat dan peralatan produksi lainnya belum mampu ditangani oleh perusahaan daerah. Untuk kebutuhan input antara berupa bahan peledak hanya bisa disediakan oleh perusahaan tertentu saja yang berasal dari luar Kabupaten Rembang.

4 56 3,000 Keterkaitan Hulu (Juta Rupiah) 2,500 2,000 1,500 1, Tahun Keterkaitan Hulu Gambar V.2 Grafik Perkembangan Manfaat Keterkaitan Hulu PT. SAF Tahun Keterkaitan hulu dari perusahaan akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomian daerah. PT. SAF sebenarnya dapat memberikan kepercayaan kepada perusahaan jasa lokal dalam penyediaan input perusahaan seperti penyediaan BBM dan pelumas/grease. Jika input yang berupa BBM dan pelumas/grease disuplai oleh perusahaan jasa lokal maka nilai input antara lokal per tahun meningkat dari Rp. 3,56 10,23 milyar menjadi Rp. 4,91 15,23 milyar dan persentase input antara lokal naik dari 44,68% - 56,66% menjadi 61,20% - 71,98% dari total input antara per tahun PT. SAF (tabel V.1). Tabel V.1 Kenaikan Input Antara Lokal dengan Keterlibatan Perusahaan Jasa Lokal dalam Penyediaan BBM dan Pelumas/Grease Tahun Total Input Antara (Rp) Tanpa BBM & Pelumas/Grease Penggunaan Input Antara Lokal (Rp) Persentase Lokal Dengan BBM & pelumas/grease Persentase Lokal ,69% ,24% ,68% ,20% ,96% ,11% ,66% ,83% ,74% ,73% ,37% ,98% Rata-rata ,18% %

5 57 Dengan peningkatan penggunaan input antara lokal tersebut otomatis akan meningkatkan keterkaitan hulu. Total nilai manfaat keterkaitan hulu akibat penambahan penggunaan input antara lokal oleh PT. SAF yang berasal dari BBM dan pelumas/grease meningkat dari Rp. 0,90 2,58 milyar menjadi Rp. 0,98 2,86 milyar atau tumbuh sebesar 7,40% - 10,74%. Total manfaat keterkaitan hulu dari tahun meningkat dari Rp. 10,39 milyar menjadi Rp. 11,29 milyar, naik 8,70% (tabel V.2). Berlainan dengan keterkaitan hulu, keterkaitan hilir tidak memberikan sumbangan manfaat bagi Kabupaten Rembang. Output yang dihasilkan perusahaan yang berupa batugamping dijual ke luar daerah Rembang. Dengan demikian keterkaitan output langsung dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian daerah (Kab. Rembang) tidak ada.

6 58 Tabel V.2 Kenaikan Keterkaitan Hulu dengan Keterlibatan Perusahaan Jasa Lokal dalam Penyediaan BBM dan Pelumas/Grease TAHUN BBM PELUMAS/GREASE Solar Premium Nilai Rente Ek. Nilai Rente Ek. Nilai Rente Ek. Keterkaitan Hulu Keterkaitan Hulu Sebelumnya JUMLAH Dalam Rupiah Kenaikan ,26% ,64% ,02% ,45% ,40% ,74% TOTAL ,70% Keterangan: Setiap liter solar maupun premium, SPBU mendapat margin keuntungan sebesar Rp. 180 dari Pertamina (harga solar Rp , premium Rp ), sehingga rente ekonomi penjualan solar dan premium oleh SPBU sebesar 4,2% dan 4,0%. Sementara rente ekonomi dari penjualan pelumas/grease sebesar 12%.

7 59 V.2.2 Keterkaitan Teknologi Keterkaitan teknologi berhubungan dengan aspek manajerial dan penguasaan teknologi oleh perusahaan. Kemampuan manajerial dan penguasaan teknologi oleh perusahaan selama ini belum dapat ditransfer atau dialihkan secara efektif kepada daerah mengingat kondisi masyarakat yang ada masih tradisional. Mereka umumnya hidup dan bekerja di sektor pertanian yang bersifat tradisional, khususnya di Kec. Gunem dan Sale dimana perusahaan berada. Sehingga keterkaitan teknologi PT. SAF terhadap daerah relatif kecil. Manfaat dari keterkaitan teknologi dari tahun berkisar antara Rp. 4,44 116,48 juta (rata-rata Rp. 60,41 juta/tahun). Total manfaat keterkaitan teknologi sebesar Rp. 362,48 juta. Meskipun pada tahun 2002 dan 2004 mengalami penurunan, namun secara keseluruhan rata-rata kenaikannya mencapai lebih dari 3 kali lipat (tabel IV.4). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut semakin meningkat dalam memberikan kontribusi terhadap pengembangan masyarakat di Kabupaten Rembang, terutama di wilayah sekitar tambang. Pada tabel IV.5 dapat dilihat perbandingan atau persentase manfaaat keterkaitan teknologi terhadap pendapatan PT. SAF. Persentase total manfaat keterkaitan teknologi terhadap pendapatan PT. SAF rata-rata hanya sebesar 0,81 %, untuk Kabupaten Rembang (lokal) sebesar 0,72 % dan asing sebesar 0,09 %. PT Sinar Asia Fortuna pada tahun 2003 mengajukan SIPD baru dengan luas 47 Ha, dan pada tahun 2004 lokasi tambang tersebut sudah mulai dieksploitasi. Sejalan dengan perkembangan kemajuan perusahaan, untuk kedepan perusahaan diharapkan lebih besar perananannya dalam memberikan bantuan kepada masyarakat melalui pembinaan terhadap usaha kecil masyarakat di daerah. Di kecamatan Gunem dan Sale ada sekitar 751 buah mesin perontok padi dan 38 mesin pengolah jagung dan ubi kayu (Rembang Dalam Angka tahun 2005), semuanya masih bersifat tradisional. Perusahaan diharapkan dapat memberikan bantuan, baik secara manajerial maupun penerapan teknologi tepat guna dalam usaha pengolahan hasil pertanian oleh masyarakat tersebut agar lebih berkembang.

8 60 Untuk pembinaan terhadap usaha kecil masyarakat, perusahaan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah. Hal ini dilakukan karena pemerintah daerah melalui dinas atau instansi terkait lebih memahami kondisi masyarakat di daerahnya sehingga pelaksanaannya dapat lebih berhasil dan tepat sasaran. V.2.3 Keterkaitan Pembayaran Kepada Pemerintah Pembayaraan kepada pemerintah oleh PT. SAF sejak tahun mencapai Rp. 11,46 milyar. Dari pembayaran tersebut Rp. 4,96 milyar merupakan bagian pemerintah Kabupaten Rembang, Rp. 0,59 milyar merupakan bagian dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah, sedangkan Rp. 5,91 milyar sisanya merupakan bagian dari pemerintah pusat dan provinsi/kabupaten lain (tabel IV.6). Keterkaitan pembayaran kepada pemerintah Kabupaten Rembang antara tahun berkisar antara Rp. 0,23 1,15 milyar (rata-rata Rp. 0,82 milyar/tahun) dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 51,87%/tahun. Penerimaan pajak terbesar dari pajak bahan galian C sebesar Rp. 4,07 milyar atau 82,06% (tabel V.3). Tahun 2001 keterkaitan pembayaran pajak PT. SAF kepada Pemerintah Kabupaten Rembang meningkat daripada tahun 2000 meskipun produksinya menurun (gambar V.3). Hal ini sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah mulai tanggal 1 Januari 2001 yang memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah. Selain itu kenaikan pembayaran pajak juga karena meningkatnya pajak bahan galian golongan C. Tahun 2000 kebijakan perpajakan bahan galian golongan C masih berpedoman pada peraturan lama, yaitu Keputusan Bupati Rembang No. 14 tahun 1999 tentang Penetapan Standart Harga Dasar Nilai Jual Bahan Galian olongan C di Kabupaten Dati II Rembang. Pada tahun 1999 ada desakan dari para pengusaha tambang agar pemerintah daerah memberikan keringanan atas pajak bahan galian golongan C. Dari hasil kesepakatan antara pemerintah daerah dan pengusaha tersebut lahirlah Keputusan Bupati Rembang No. 14 tahun 1999 yang memberikan keringanan pajak bahan galian golongan C sebesar 20% selama tahun Tahun 2000 Pemerintah Kabuapaten Rembang mengeluarkan Keputusan Bupati Rembang No. 18 tahun 2000 tentang Pemungutan Pajak Bahan Galian C di Kabupaten Rembang. Pajak atas bahan galian C sebesar 20% dari nilai produksi.

9 61 Tabel V.3 Keterkaitan Pembayaran Kepada Pemerintah Kabupaten Rembang Terhadap Produksi Batugamping PT. SAF NO JENIS PAJAK NILAI (Dalam Juta Rupiah) Total Persen 1 Pajak Galian C ,06% 2 PPh Psl ,14% 3 PPh Psl ,95% 4 PBB ,71% 5 PKB ,14% JUMLAH ,00% Produksi PT. SAF (ton)

10 62 Pajak (Juta Rupiah) 1,400 1,200 1, Tahun 600, , , , , ,000 - Produksi (Ton) Pajak Produksi Gambar V.3 Grafik Perkembangan Nilai Pembayaran Pajak Kepada Pemerintah Kab. Rembang Terhadap Produksi PT. SAF Untuk batugamping, berdasarkan keputusan tersebut, harga jualnya dinilai sebesar Rp /ton. Ketentuan tersebut mulai efektif berlaku pada tahun Pemerintah daerah sebenarnya dapat menaikkan pendapatan melalui pajak atas penambangan batugamping tersebut. Tahun 2005 harga batugamping dari tambang sudah mencapai Rp /ton. Harga ini lebih besar dari harga yang ditetapkan pemerintah daerah untuk perhitungan pungutan pajak produksi atas bahan galian batugamping. Jika harga batugamping ditetapkan sebesar Rp /ton, maka Pemda Kabupaten Rembang dapat menaikkan pendapatan dari pungutan pajak bahan galian tersebut sebesar 25%. Jadi total pajak bahan galian batugamping yang akan diterima meningkat dari Rp. 4,07 milyar menjadi Rp. 5,08 milyar (tabel V.4). Oleh karena itu akan lebih baik jika penetapan nilai jual bahan galian C seperti yang tertuang dalam Keputusan Bupati Rembang Nomor 18 tahun 2000 tersebut ditetapkan mengikuti perkembangan harga pasar. Penerimaan dari perusahaan tersebut akan memberikan sumbangan bagi peningkatan PAD Kabupaten Rembang yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pembangunan di daerah. Dalam kurun waktu mendatang, sejalan dengan

11 63 kemajuan perusahaan diharapkan bahwa penerimaan pajak dari perusahaan tersebut dapat ditingkatkan. Tabel V.4 Perkiraan Nilai Pajak Dengan Dasar Penetapan Harga Batugamping Mengikuti Harga Pasar TAHUN TOTAL PAJAK BHN GALIAN C (Rp) Nilai yang Berlaku Jika Harga Btgpg Rp /Ton KENAIKAN (Rp) ,548, ,436,125 43,887, ,502, ,377, ,875, ,680, ,350, ,670, ,160,000 1,075,200, ,040, ,630, ,288, ,657, ,493,600 1,143,117, ,623,400 TOTAL 4,067,014,900 5,083,768,625 1,016,753,725 V.2.4 Keterkaitan Kebutuhan Akhir Pengeluaran untuk konsumsi yang berkaitan dengan keberadaan perusahaan, terutama yang dilakukan oleh karyawan akan memberikan peningkatan terhadap permintaan untuk barang-barang dan jasa yang berasal dari daerah setempat sehingga mendorong perekonomian di daerah. Jumlah seluruh penghasilan atau upah yang diterima oleh karyawan perusahaan merupakan potensi daya beli atau permintaan terhadap sektor-sektor ekonomi di daerah sehingga dapat menggerakkan atau mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya melalui multiplier effect secara regional. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa keterkaitan kebutuhan akhir karyawan perusahaan ini yang merupakan potensi bagi sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Rembang, yang paling besar adalah kebutuhan akan makanan/minuman dan perumahan. Antara tahun kebutuhan makanan/minuman mencapai Rp. 2,74 3,03 milyar, sementara kebutuhan akan perumahan (termasuk peralatan dan perlengkapan rumah tangga) mencapai Rp. 2,05 3,05 milyar. Kebutuhan sandang sebesar Rp. 0,39 0,59 milyar, kesehatan Rp. 0,25 0,38 milyar dan terakhir pendidikan Rp. 61,20 96,30 juta (tabel IV.7). Manfaat yang diperoleh dari keterkaitan kebutuhan akhir yang akan diterima oleh sektor ekonomi lain yang ada di Kabupaten Rembang sebesar Rp. 1,82 milyar

12 64 pada tahun 2000 dan meningkat menjadi Rp. 2,36 milyar pada tahun 2005 dengan total manfaat sebesar Rp. 10,91 milyar, rata-rata Rp. 1,82 milyar/tahun (Tabel IV.7). Kenaikan manfaat ini relatif stabil per tahunnya. Penurunan terjadi pada tahun 2001 karena adanya pengurangan pegawai akibat pekerjaan untuk development dan pekerjaan-pekerjaan untuk persiapan lainnya sudah selesai. Keterkaitan kebutuhan akhir berhubungan dengan jumlah tenaga kerja PT. SAF, sehingga besar kecilnya nilai manfaat kebutuhan akhir juga tergantung dari jumlah penyerapan tenaga kerja. Namun karena kemampuan penyerapan tenaga kerja dari PT. SAF terbatas maka yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat tersebut dengan cara memberdayakan koperasi perusahaan. Koperasi tersebut dapat digunakan untuk menampung kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya yang disuplai oleh masyarakat atau sektor ekonomi lain, terutama yang ada di Kecamatan Gunem dan Sale sehingga membantu perkembangan ekonomi di wilayah tersebut. V.3 Nilai Total NSG dan NGC Manfaat sosial neto (NSG) dari PT. Sinar Asia Fortuna di Kabupaten Rembang selalu meningkat. NSG dari tahun sebesar Rp. 3,18 7,16 milyar per tahun. Total nilai NSG sebesar Rp. 30,13 milyar (rata-rata Rp. 5,02 milyar/tahun) dengan pertumbuhan rata-rata 14,45%/tahun. Manfaat dari rente ekonomi (Rj) tidak ada karena semuanya direpatriasi keluar Kabupaten Rembang. Manfaat dari kelebihan pembayaran yang diterima oleh karyawan golongan I (Pj) tahun sebesar Rp. 0,23 0,94 milyar. Manfaat yang terbesar berasal dari eksternalitas (Ej) yang terdiri dari keterkaitan hulu, teknologi, pembayaran kepada pemerintah dan keterkaitan kebutuhan akhir. Manfaat dari eksternalitas Rp. 2,96 milyar pada tahun 2000, meningkat menjadi Rp. 6,21 milyar pada tahun 2005 (tabel IV.9). Manfaat dari eksternalitas tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 3,12% yang disebabkan karena turunnya nilai keterkaitan hulu, teknologi dan pembayaran kepada pemerintah. Pada saat itu produktifitas perusahaan juga mengalami penurunan. Secara keseluruhan manfaat dari eksternalitas dari tahun mengalami peningkatan rata-rata sebesar 16,75% per tahun. Nilai keterkaitan hilir tidak ada.

13 65 Tabel V.5 Rasio Antara Nilai Pajak yang Diterima Pemerintah Kabupaten Rembang dengan Nilai NSG TAHUN NILAI PAJAK (Rp.) NILAI NSG (Rp.) RASIO (PAJAK/NSG) ,36% ,11% ,80% ,90% ,91% ,09% Rasio pajak/nsg pada tahun 2000 sangat kecil (7,36%), artinya kontribusi pembayaran pajak terhadap manfaat sosial ekonomi (NSG) yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Rembang dari usaha pertambangan batugamping juga kecil. Tahun 2001 rasio pajak/nsg meningkat tajam dibanding tahun 2000, artinya meskipun peningkatan NSG relatif kecil namun peningkatan pembayaran pajaknya sangat besar (nilai rasio meningkat dari 7,36% menjadi 21,11%). Hal ini terjadi karena tahun 2001 mulai diterapkan otonomi daerah. Tahun rasio pajak/nsg mengalami penurunan, artinya meskipun pajaknya namun tidak sebanding dengan peningkatan NSG. Jadi kontribusi pajak terhadap NSG dapat dikatakan turun (Tabel V.5 dan Gambar V.4). Nilai Pajak & NSG (juta Rupiah) 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, Tahun Pajak NSG Rasio Pajak/NSG Rasio Pajak/NSG Gambar V.4 Grafik Rasio Antara Nilai Pajak dan Nilai NSG

14 66 Untuk melengkapi analisis model NSG ini maka dilakukan perhitungan Koefisien NSG (NGC). NGC diperlukan untuk membandingkan NSG dari beberapa kegiatan (waktu) eksport yang berbeda dengan output total. NGC meningkat maka kontribusi perusahaan terhadap NSG juga meningkat. Output/NSG (Juta Rupiah) 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, NGC (Koefisien NSG) Tahun Output NSG NGC Gambar V.5 Grafik Perkembangan Nilai Output, NSG dan NGC PT. SAF Tahun Gambar V.5 memperlihatkan bahwa peningkatan output perusahaan diiringi dengan peningkatan NSG. Tahun 2001 NGC naik dari 0,2109 menjadi 0,2263. Jadi meskipun output perusahaan mengalami penurunan dari Rp. 15,10 milyar menjadi Rp. 14,96 milyar, kontribusi perusahaan terhadap daerah (NSG) meningkat. Sebaliknya pada tahun 2002 NGC turun dari 0,2263 menjadi 0,1648, sementara nilai output perusahaan meningkat tajam, dari Rp. 14,96 milyar menjadi Rp. 26,85 milyar (79,44%). Jadi meskipun NSG juga ikut meningkat namun tidak sebanding dengan nilai output yang dihasilkan perusahaan, jadi berdasarkan output perusahaan yang diperoleh sebenarnya kontribusi perusahaan terhadap NSG turun. Tahun 2003 NGC mulai meningkat lagi sampai tahun V.4 Pengaruh PT. SAF dalam Pengembangan Ekonomi Daerah V.4.1 Penggunaan Input Perusahaan Selama kurun waktu , perbandingan penggunaan sumber daya lokal terhadap asing oleh perusahaan melalui tenaga kerja dan input antara sudah cukup

15 67 baik. Dari total tenaga kerja yang ada, penggunaan tenaga kerja lokal setiap tahun berkisar antara 68,97% - 75,68% (rata-rata 73,02%), penggunaan input antara lokal sebesar 44,68% - 56,66% (rata-rata 50,18%). Selebihnya input antara berasal dari luar daerah Kabupaten Rembang (tabel IV.10). Untuk waktu kedepan diharapkan perusahaan lebih meningkatkan penggunaan input antara lokal sehingga akan memperbesar kontribusi perusahaan terhadap pengembangan ekonomi daerah. Meskipun demikian ada batasan-batasan tertentu dalam penyediaan input antara tersebut karena menyangkut penggunaan bahan-bahan yang bersifat spesifik seperti penyediaan bahan peledak dan suku cadang alat berat. Seperti sudah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya dalam permasalahan keterkaitan hulu, peluang untuk penyediaan input antara bagi perusahaan jasa lokal masih terbuka melalui penyediaan BBM dan pelumas/grease yang selama ini disuplai oleh perusahaan luar daerah. Jika input tersebut dapat disediakan oleh perusahaan jasa daerah, maka penggunaan sumber daya lokal oleh perusahaan akan meningkat dari 44,68% - 56,66% (rata-rata 50,18%/tahun) menjadi 61,20% - 71,98% (rata-rata 67,35%/tahun), tumbuh sebesar 17,17% (tabel V.1). V.4.2 Manfaat Terhadap Pengembangan Ekonomi Masyarakat Manfaat terbesar yang didapat daerah dengan keberadaan PT. SAF adalah dari keterkaitan kebutuhan akhir yang pada tahun 2005 mencapai Rp. 3,09 milyar. Hal ini merupakan peluang yang paling besar bagi daerah untuk mengembangkan sektor ekonominya, terutama sektor-sektor yang kurang berkembang. Dari hasil analisis shift share diketahui bahwa sektor-sektor yang kurang berkembang di Kabupaten Rembang adalah pertanian, industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasajasa. Sektor-sektor yang kurang berkembang dapat berpartisipasi untuk menyediakan kebutuhan akhir bagi karyawan perusahaan. Peluang bagi sektorsektor tersebut untuk menyediakan kebutuhan akhir ini masih cukup lebar. Meskipun tidak cukup signifikan peranannya untuk menaikkan PDRB dalam konteks Kabupaten Rembang, namun dalam konteks wilayah yang lebih kecil dapat membantu menggerakaan ekonomi masyarakat.

16 68 Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Tahun , wilayah Kabupaten Rembang dibagi menjadi lima Sub Wilayah Pembangunan (SWP). Pembagian tersebut didasarkan atas potensi sektor-sektor yang dimiliki setiap wilayah kecamatan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka peluang untuk berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan akhir karyawan perusahaan dapat disediakan oleh wilayah di sekitar perusahaan sesuai dengan potensinya sehingga wilayah tersebut pertumbuhan ekonominya juga meningkat. V.4.3 Kontribusi PT. SAF Terhadap Produksi Batugamping Kabupaten Rembang Potensi bahan galian golongnan C, khususnya batugamping cukup besar, namun yang dimanfaatkan kurang dari satu persen dari jumlah cadangan yang ada. Jadi masih besar kemungkinannya untuk dikembangkan lebih lanjut sehingga kontribusinya terhadap sektor penambangan/penggalian semakin meningkat. Rata-rata produksi batugamping PT. SAF per tahun sebesar ton, atau 83% dari total produksi batugamping Rembang per tahun yang besarnya ton (tabel V.6). Dengan demikian kontribusi PT. SAF terhadap produksi batugamping Rembang sangatlah besar. PT. SAF dalam penambangan batugamping ini diharapkan dapat memberikan dorongan kepada investor lain untuk mengembangkan usaha tambang batugamping di Kabupaten Rembang. Tabel V.6 Perbandingan Produksi Batugamping PT. SAF Terhadap Total Produksi Batugamping Kabupaten Rembang TAHUN PRODUKSI BATUGAMPING (Ton) KAB. REMBANG PT. SAF PERSEN % % % % % % Rata-rata % V.5 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Rembang V.5.1 Evaluasi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Dari hasil perhitungan dengan analisis shift share didapatkan bahwa wilayah Kabupaten Rembang, pergeseran bersih tiap sektornya (PBij) seperti terlihat pada

17 69 tabel IV.11. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sektor pertambangan/ penggalian termasuk sektor yang nilai pergeseran bersihnya positif (PBij>0), artinya pertumbuhannya cepat (progresif). Sementara itu nilai pergeseran bersih Kabupaten Rembang sebesar -19,92% (PB.j<0). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada sektor-sektor yang mempunyai pertumbuhan progresif, namun secara keseluruhan Kabupaten Rembang termasuk dalam wilayah yang pertumbuhan ekonominya lambat. V.5.2 Sektor Pertambangan/Penggalian Tahun sektor pertambangan/penggalian rata-rata hanya memberikan sumbangan 2,56 %/tahun atau Rp. 31,86 45,32 milyar terhadap PDRB Kabupaten Rembang yang besarnya Rp. 1,37 1,62 trilyun, relatif kecil (tabel V.7 dan lampiran T). Namun dari hasil analisis shift share sektor tersebut termasuk progresif pertumbuhannya dengan nilai pergeseran bersih positif (PBij = 19,04%). Tabel V.7 Persentase PDRB Tiap Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Rembang NO. SEKTOR PERSEN THD PDRB REMBANG (%) RATA RATA 1. Pertanian Pertambangan/Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air minum Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perushn Jasa-jasa Meskipun kecil pengaruhnya, sektor pertambangan/penggalian yang pertumbuhannya progresif diharapkan mampu memberikan dorongan kepada sektor lain yang pertumbuhannya lambat. Mengingat bahwa sektor tersebut potensinya masih cukup besar dan banyak yang belum dimanfaatkan, maka masih mempunyai peluang yang cerah untuk berkembang dan memberikan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan wilayah di Kabupaten Rembang.

Bab IV Hasil Analisis

Bab IV Hasil Analisis 41 Bab IV Hasil Analisis IV.1 Manfaat Sosial Neto PT. Sinar Asia Fortuna Manfaat sosial neto (NSG) dari perusahaan terdiri dari economic rent (R j ), excess payment (P j ) dan eksternalitas (E j ). Eksternaltas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Sumber daya mineral sebagai salah satu modal dasar pembangunan mempunyai peran ganda, secara sektoral dan secara regional. Secara sektoral berperan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

KAJIAN KEMANFAATAN SOSIAL EKONOMI USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN BATUGAMPING DI KABUPATEN REMBANG - PROVINSI JAWA TENGAH TESIS.

KAJIAN KEMANFAATAN SOSIAL EKONOMI USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN BATUGAMPING DI KABUPATEN REMBANG - PROVINSI JAWA TENGAH TESIS. KAJIAN KEMANFAATAN SOSIAL EKONOMI USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN BATUGAMPING DI KABUPATEN REMBANG - PROVINSI JAWA TENGAH TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen No. 26/05/75/Th. VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen PDRB Gorontalo pada triwulan I tahun 2012 naik sebesar 3,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT No. 22/09/1216/Th. IX, 22 September 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2013 yaitu sebesar 5,86 persen dimana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2012 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. A 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis 21 sektor perekonomian pada tabel Input-Ouput Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 dan 2008 pada penelittian ini, beberapa kesimpulan yang

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.38/08/12/Th.VII, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN II-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II-2012 secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara yang sedang mengalami proses perkembangan perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan struktur ekonomi pada hal yang paling mendasar.

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP 2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN EISSN

Prosiding SNaPP 2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN EISSN Prosiding SNaPP 2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 EKONOMI LOKAL SEBAGAI BAGIAN DARI PENGEMBANGAN WILAYAH PERTAMBANGAN YANG BERDAMPAK TERHADAP PENDAPATAN DAERAH (STUDI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN No. 026/08/63/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2009 terhadap triwulan I-2009 (q to q) mencapai angka 16,68 persen. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap negara khususnya di Indonesia, banyak kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah untuk pembangunan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.21/05/12/Th.VII, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN I-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan I-2012 secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009 No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.51/11/12/Th.VII, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan III-2012 secara triwulanan (q-to-q)

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi menggambarkan adanya peningkatan kegiatan ekonomi riil yang

I. PENDAHULUAN. ekonomi menggambarkan adanya peningkatan kegiatan ekonomi riil yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga dapat menunjang kegiatan pembangunan. Laju pertumbuhan ekonomi menggambarkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci