BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi
|
|
- Ratna Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi yang dilandasi rasa tanggung jawab atas segala hasil serta akibat tersebut bagi individu itu sendiri. Gunarsa (1992) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar pribadi (interpersonal behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial dan seseorang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam perilaku asertif menunjukkan adanya kemampuan untuk menyelesaikan diri dalam hubungan antar pribadi. Lazarus (dalam Rakos,1991) adalah tokoh yang pertama sekali mendefinisikan perilaku asertif, yang mengatakan bahwa perilaku asertif adalah cara individu dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang berarti sebagai kemampuan individu untuk mengatakan tidak, kemampuan untuk menanyakan dan meminta sesuatu, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan positif ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta mengakhiri percakapan. 8
2 Master dan Rim (dalam Rakos, 1991) mengatakan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku interpersonal antar pribadi yang melibatkan kejujuran dengan pernyataan relatif dan pikiran dan perasaan secara tepat dalam situasi sosial dimana perasaan dan pikiran orang lain ikut dipertimbangkan. Kesemua definisi ini menitikberatkan pada ungkapan emosi sebagai faktor utama dalam perilaku asertif. Corey (2007) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasan. Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) perilaku asertif adalah sebuah kemampuan untuk mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan individu-individu untuk bertindak menurut kepentingan individu sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi individu tanpa menyangkal hakhak orang lain. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar pribadi yang menyangkut ekspresi yang tepat, jujur, terbuka, mempunyai sikap yang tegas, positif dan mampu bersikap netral serta dapat mengutarakan akan sesuatu objektif tanpa menyinggung perasaan orang lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Alberti dan Emmons. 9
3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Rakos (1991) mengungkapkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. Menururt Rakos, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif adalah pola asuh orang tua, jenis kelamin dan kebudayaan. 1. Pola asuh orang tua Pola asuh orang tua yang demokratis dan memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri akan menciptakan perilaku aserti, sebab pola asuh yang demokratis akan membuat anak memiliki rasa percaya diri. 2. Jenis kelamin Jenis kelamin, bahwa pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita karena adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih agresif, mandiri dan kompetitf. Sedangkan pada wanita umumnya lebih pasif dan tergantung. 3. Kebudayaan Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya sikap asertif. Sebab perilaku asertif tidak dibawa sejak lahir, sesuatu yang dipelajari Ciri-Ciri Perilaku Asertif Menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) orang yang memiliki ciri perilaku asertif antara lain merasa bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan bermacam-macam orang secara terbuka, langsung dan tepat, memiliki orientasi yang aktif terhadap kehidupan, bertindak dalam cara yang dihargainya dalam situasi menekan dan menghasilkan tingkah laku interpersonal yang efektif. Sedangkan menurut Corey (2007), individu yang berperilaku asertif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Individu tersebut mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung dengan tidak menyakiti orang lain. 2. Tidak menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan tidak mendorong orang lain untuk mendahuluinya. 3. Tidak mengalami kesulitan untuk mengakan kata tidak ketika ia merasa tidak setuju terhadap suatu hal tanpa merasa takut untuk menolak. 4. Tidak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon lain. 5. Merasa punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri tanpa merasa tertekan dengan perasaan dan pikiran dari orang lain. 10
4 Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki sifat asertif adalah orang yang mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan hak-hak pribadinya tanpa menyinggung perasaan orang lain atau menyakiti orang lain Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Alberti dan Emmons (dalam Siampa,2011) menyebutkan ada sepuluh pokok kunci yang merupakan aspek-aspek yang harus ada pada setiap perilaku asertif yang dimunculkan oleh seseorang antara lain sebagai berikut: 1. Pengungkapan diri yang baik kepada orang lain. Dalam hal ini yang dimaksud adalah mampu untuk mengkomunikasikan apa yang dirasakan, diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain. 2. Menghormati orang lain dan tidak mengganggu hak orang lain, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam bersikap dengan orang lain. 3. Mampu secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran dengan apa adanya, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam berkomunikasi dengan orang lain. 4. Langsung, yang berarti mengekspresikan diri tanpa berbelit-belit dan dapat terfokus dengan benar berkomunikasi maupun bertindak. 5. Tidak membeda-bedakan orang dan menguntungkan semua pihak. 6. Verbal, termasuk isi pesan (perasaan, hak-hak, fakta, pendapat-pendapat, permintaan-permintaan dan batasan-batasan). Dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam berkomunikasi. 7. Nonverbal, termasuk gaya dan pesan (kontak mata,suara, postur, ekspresi muka, gesture, jarak, waktu, kelancaran dan mendengarkan).dalam hal ini yang dimaksud adalah berupa tindakan atau sikap terhapad orang lain. 8. Bukan suatu yang universal, 9. Bertanggung jawab secara sosial terhadap pikiran, perasaan dan perilakunya. 10. Perilaku asertif merupakan suatu hal yang dipelajari bukan suatu hal yang dibawa sejak lahir Kemampuan Asertif yakni: Menurut Stain & Howard kemampuan asertif meliputi tiga komponen dasar, 1. Kemampuan mengungkapkan perasaan misalnya untuk mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual. 2. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka dalam berkomunikasi dalam hal ini mampu menyuarakan pendapat, menyatakan 11
5 ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan sesuatu). 3. Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi dalam hal ini tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita. Dari ketiga komponen dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kemampuan perilaku asertif, orang yang mampu mengungkapkan perasaan, mampu mengungkapkan pikiran dan mampu mempertahankan hak-hak pribadinya Kategori Perilaku Asertif Menurut Gunarsa (1992) perilaku asertif dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 1. Asertif penolakan, yaitu ditandai oleh ucapan untuk memperhalus seperti kata-kata maaf. 2. Asertif pujian, yaitu ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif seperti menyukai, menghargai, mencintai, memuji dan bersyukur. 3. Asertif permintaan, yaitu terjadi apabila individu meminta orang lain dalam mencapai tujuan individu itu sendiri tanpa tekanan atau paksaan. Dari ketiga kategori tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki perilaku asertif juga memiliki ketiga kategori tersebut, dapat menolak sesuatu hal dengan cara yang halus, dapat memuji maupun dapat meminta suatu hal tanpa ada paksaan. 2.2 Bimbingan Kelompok Pengertian Bimbingan Menurut Romlah (2001) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis yang dilakukan oleh seorang ahli telah mendapatkan latihan khusus untuk itu dan dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mengembangkan dirinya serta optimal untuk kesejahteran dirinya dan kesejahteraan masyarakat. 12
6 Sedangkan menurut Kartono (1985) bimbingan merupakan pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan (dengan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong) kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingan dalam rangka menemukan pribadi yang dimaksud agar individu mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan pertolongan yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingnan dalam rangka menemukan pribadinya. Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) bentuk bentuk bimbingan terbagi menjadi dua yaitu bimbingan individu dan bimbingan kelompok dan ada tiga ragam bimbingan yaitu bimbingan karier, bimbingan akademik dan bimbingan pribadi sosial Pengertian Kelompok Menurut Webster (dalam Romlah, 2001) kelompok adalah dua atau lebih benda atau orang yang membentuk suatu pola; suatu kesatuan orang orang atau benda-benda yang membentuk suatu unit yang terpisah, suatu himpunan, suatu persatuan, suatu kumpulan objek yang mempunyai hubungan, kesamaan atau sifat-sifat yang sama Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok Sukardi (2008) layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor). Nurihsan (2005) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang dimaksudkan untuk memungkinkan klien/siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Bahan yang dimaksudkan adalah bahan yang digunakan untuk mengambil keputusan. Winkel & Sri Hastuti (2004) layanan bimbingan kelompokadalah kegiatan kelompok diskusi yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing individu-individu dalam kelompok, serta meningkatkan 13
7 mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Dari pengertian layanan bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu/ layanan bimbingan yang diberikan oleh narasumber dalam kegiatan kelompok yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing individu dalam kelompok guna mencapai tujuan untuk mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari Manfaat Layanan Bimbingan Kelompok Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) manfaat layanan bimbingan kelompok : 1. Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa, dengan memberikan layanan bimbingan kelompok dapat bertemu dengan banyak siswa dan dapat mengerti perkembangan siswa. 2.Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa, dengan berkontak dengan banyak siswa, dapat mengetahui yang dibutuhkan oleh siswa sehingga kita dapat memberikan informasi. 3.Siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi, setelah pemberian informasi. 4. Siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok, dalam hal ini yang dimaksud lebih terbuka dalam berkomunikasi. 5. Diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama. 6. Lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor. Sedangkan menurut Sukardi (2008) manfaat layanan bimbingan kelompok sebagai berikut : 1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakanberbagai hal yang terjadi disekitarnya. 2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan. 3. Menimbulkan sikapyang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok. 4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik. 14
8 5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana yang mereka programkan semula. Dari manfaat layanan bimbingan kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat dari layanan bimbingan kelompok adalah kesempatan berkontak dengan siswa dari berkontak dengan siswa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan siswa, dari informasi yang diberikan siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi, siswa dapat berpendapat secara terbuka maupun pandangan yang luas akan suatu hal yang dibicarakan, dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kelompok siswa dapat menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik serta dapat melaksanakan kegiatan secara nyata Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masingmasing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) tujuan layanan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut : 1. Memberi kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. 2. Memberi layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok. 3. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif dari pada melalui kegiatan bimbingan individual. 4. Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif. Berdasarkan tujuan layanan bimbingan kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari layanan bimbingan kelompok adalah menunjang perkembangan pribadi sosial dalam menghadapi persoalan. 15
9 2.2.6 Teknik-teknik Layanan Bimbingan Kelompok Dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok ada beberapa teknik yang biasa digunakan. Romlah (2001) mengemukakan teknik teknik dalam bimbingan kelompok tersebut antara lain pemberian informasi atau ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan peran, permainan simulsai, teknik penciptaan suasana kekeluargaan dan karyawisata. a. Pemberian informasi atau ekspositori Pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Bisa juga diberikan secara tertulis misal pada papan bimbingan, majalah sekolah, rekaman, selebaran,video dan film. b. Diskusi kelompok Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang pemimpin. c. Pemecahan masalah Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah : 1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah 2. Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah 3. Mencari alternatif pemecahan masalah 4. Menguji kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya 5. Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan 6. Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai d. Permainan Peran Suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan. Memerankan sikap yang berlawanan dengan yang sebenarnya, semisal pemalu berperan sebagai orang yang memiliki perecaya diri yang tinggi. e. Permainan Simulasi Bermain simulasi adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat kompetitif, atau kedua-duanya. Permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya. f. Teknik penciptaan suasana kekeluargaan Teknik penciptaan suasana kekeluargaan adalah dimana siswa dan guru menciptakan suasana yang nyaman seperti ketika mereka berada dirumah sehingga siswa tidak akan malu dalam berbicara dihadapan teman dan guru. 16
10 g. Karyawisata Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk mengunjungi obyek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus. Dari beberapa teknik diatas tidak semua teknik akan digunakan dalam layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku asertif, teknik yang digunakan adalah yang sesuai atau membantu dalam meningkatkan perilaku asertif Asas - Asas Layanan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995), asas-asas layanan bimbingan kelompok adalah asas kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan. a. Asas kerahasiaan, para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain b. Asas keterbukaan, para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu. c. Asas kesukarelaan, semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok. d. Asas kenormatifan, semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku Tahap- Tahap Layanan Bimbingan Kelompok Bimbingan kelompok berlangsung melalui empat tahap. Menurut Prayitno ( 1995), tahap-tahap bimbingan kelompok adalah sebagai berikut tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran. a. Tahap Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkakan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan masing-masing anggota. Pemimpin kelompok menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan bimbingan kelompok. Dalam tahap pembentukan biasanya diberikan ice breaking untuk lebih mengakrabkan masing-masing anggota dan menciptakan suasana yang nyaman. 17
11 b. Tahap Peralihan Langkah selanjutnya ke tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam kegiatan kelompok. Pemimpin kelompok menjelaskan peranan anggota kelompok dalam kegiatan, kemudian menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin kelompok mampu menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. Tahap kedua merupakan jembatan antara tahap pertama dan ketiga. Dalam hal ini pemimpin kelompok membawa para anggota meniti jembatan tersebut dengan selamat. Bila perlu, beberapa hal pokok yang telah diuraikan pada tahap pertama seperti tujuan dan asas-asas kegiatan kelompok ditegaskan dan dimantapkan kembali, sehingga anggota kelompok telah siap melaksankan tahap bimbingan kelompok selanjutnya. c. Tahap kegiatan Tahap ini merupakan inti dari layanan bimbingan kelompok dimana masing - masing anggota kelompok saling berinteraksi memberikan tanggapan. Namun, kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika dua tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ketiga itu akan berhasil dengan lancar. d. Tahap Pengakhiran Pada tahap ini merupakan tahap berhentinya kegiatan. Dalam pengakhiran ini terdapat kesepakatan kelompok apakah kelompok akan melanjutkan kegiatan dan bertemu kembali serta berapa kali kelompok itu bertemu. Dengan kata lain kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan melakukan kegiatan. Dapat disebutkan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah: 1.Penyampaian pengakhiran kegiatan oleh pemimpin kelompok 2. Pengungkapan kesan-kesan dari anggota kelompok 3.Penyampaian tanggapan-tanggapan dari masing-masing anggota 4. Pembahasan kegiatan lanjutan 5. Penutup 2.3 Temuan Penelitian yang Relevan Pada penelitian yang dilakukan oleh Ichda Satria Figraha (2012) dengan judul Upaya Peningkatan Sikap Asertif Melalui Sosiodrama pada Siswa Kelas X.1 Administrasi Perkantoran SMK Sudirman 1 Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012, menunjukkan adanya peningkatan perilaku asertif setelah dilakukan layanan bimbingan kelompok yang berupa teknik sosiodrama. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan asertif. Pra tindakan yang dilakukan dengan menyebar angket diperoleh hasil bahwa sikap asertif siswa masih rendah dengan rata-rata 18
12 kelas mencapai 49%. Pada siklus pertama yang terdiri dari tiga tindakan tingkat persentase siswa meningkat menjadi 72,51%. Siklus kedua dilakukan peneliti dikarenakan hasil post test pertama belum mencapai pada kriteria keberhasilan yang peneliti harapkan. Siklus kedua yang juga terdiri dari tindakan mampu meningkat persentase siswa yang semula 72,5% menjadi 77,3% atau sudah masuk pada persentase baik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa adanya perubahan sikap dari siswa yang semula kurang asertif lambat laun sudah menunjukkan asertif. Sedangkan penelitian Tri Astutik (2005) dengan judul efektifitas layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas II SMP Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006 menunjukkan siswa sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 2,28 setelah mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 3,25, sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif. 2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ada peningkatan yang signifikan perilaku asertif siswa kelas X SMA Kartika III-1 Banyubiru melalui layanan bimbingan kelompok atau dengan kata lain layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan perilaku asertif siswa kelas X SMA Kartika III-1 Banyubiru. 19
MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK. Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih
MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih ABSTRAK Penelitian ini berujuan untuk mengetahui signifikasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,
Lebih terperincimendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang
Lebih terperinciMENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKAIIM BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKAIIM BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK Putri Adri Setyowati Alumni Program Studi SI Bimbingan dan Konseling FKIPUniversitas Kristen Satya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai
BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar 1.1.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IX A dan Kelas IX B yang berjumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung,
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif Alberti & Emmons (1990) mendefinisikan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku kompleks yang ditunjukan oleh seseorang dalam hubungan antar pribadi, dalam mengekspresikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian dan Karakteristik Penelitian Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan pada anak yang berjumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang terlibat dalam komunikasi (Effendi, 2003) bersama. Pengertian komunikasi interpersonal menurut Laswell & Laswell
BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Komunikasi Interpersonal 1.1.1. Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi berasal dari bahasa latin communication dan bersumber dari kata communic yang berarti sama, dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Mark dan Tombouch (dalam Bachtiar 2005), mengumpamakan motivasi sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline. Tidaklah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).
Lebih terperinciPENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, adanya kecenderungan perilaku asertif sangat membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu lain yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Sosial. tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku asertif sangat penting bagi setiap orang guna memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, terutama pada mahasiswa, dimana harus menyelesaikan tugas perkembangan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perilaku Asertif dalam Bimbingan Sosial. untuk mencapai perkembangan optimal. Jamal Ma mur (dalam Ratnawati,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Perilaku Asertif dalam Bimbingan Sosial Bimbingan dan konseling memiliki tujuh jenis layanan yang semuanya merupakan layanan untuk membantu peserta didik yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, tetapi juga mendidik aspek-aspek lainnya, salah satunya aspek sosial perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku hubungan antar pribadi yang menyertakan kejujuran dan berterus terang secara sosial dalam mengekspresikan pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi
Lebih terperinciMENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA
MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA Ertik Indrawati, Setyorini dan Sumardjono Padmomartono Program Studi S1
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas
12 II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas XII SMA Negeri 1 Labuhan Maringgai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TOERI
BAB II LANDASAN TOERI 2.2 Kepercayaan Diri 2.2.3 Pengertian Kepercayaan Diri Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keterbukaan Diri 2.1.1 Pengertian Keterbukaan Diri Menurut Altman dan Taylor (dalam Morrisan, 2010) keterbukaan diri merupakan cara untuk meningkatkan kualitas hubungan ke arah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas VII G dan VII C SMP Negeri 9 Salatiga yang memiliki keterampilan sosial rendah yang masing-masing berjumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi selalu terjadi dalam setiap kehidupan manusia. Setiap kegiatan yang dilakukan manusia merupakan refleksi dari kegiatan komunikasi, baik secara verbal maupun
Lebih terperinciUPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORETIS
BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. akan diteliti. Uraian teori dalam bab II ini mengenai teori tentang Motivasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan dengan ruang lingkup permasalahan yang di teliti dalam penelitian ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan
Lebih terperinciTINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA ABSTRACT
1 TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA Erni Walini 1, Alfaiz 2, Hafiz Hidayat 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian disiplin belajar Disiplin merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mendididk dan membentuk perilaku siswa menjadi orang yang berguna
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat bagi setiap individu untuk menimba ilmu dan tempat untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya
Lebih terperinciMelin Pratikasari. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi ABSTRAK
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT MELALUI PENERAPAN TEKHNIK BRAINSTORMING DALAM PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 8 KOTA JAMBI Melin Pratikasari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok Pelaksanaan penelitian penggunaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dilaksanakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayat senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa memiliki tugas yang beragam meliputi tugas-tugas kehidupannya yaitu sebagai seorang remaja ataupun seseorang yang sedang beranjak dewasa. Selain tugas-tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciKETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN
KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian pada tanggal 3 Maret 2012 penulis terlebih dahulu meminta surat ijin penelitian dari Fakultas Keguruan dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu
Lebih terperinciKomunikasi Interpersonal. Dwi Kurnia Basuki
Komunikasi Interpersonal Dwi Kurnia Basuki Definisi Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa awal remaja adalah masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Agus (2003) komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna
Lebih terperinciSIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta
SIMPOSIUM GURU JUDUL : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Siswa Kelas X TS A SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons
Lebih terperinciBAB II BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PSIKODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
15 BAB II BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PSIKODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Keterampilan Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Interpersonal Sebelum mendefinisikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan kepribadian individu, dimana kepribadian seseorang berhubungan dengan apa yang ditangkap/direspon
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan dan Konseling memiliki layanan untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan guru
BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Manajemen Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhannya. Alasannya tanpa manajemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan
Lebih terperinciUpaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama
Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama Rumlah (09220274) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Latar belakang
Lebih terperinciASSALAMU ALAIKUM WR.WB.
ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam proses kehidupannya guna melangsungkan aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU ASERTIF 1. Pengertian Perilaku Asertif Kata asertif berasal dari bahasa Inggris assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, pasti dalam mengekspresikan dirinya atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan masalah
Lebih terperinciHasil observasi peneliti terhadap subjek penelitian sebelum diadakan treatment. bimbingan kelompok. Ruang multimedia SMA 1 Mejobo.
147 Hasil observasi peneliti terhadap subjek penelitian sebelum diadakan treatment bimbingan Kelas XI IPS 4 Tempat Waktu Observer Aspek yang diobservasi Ruang multimedia SMA 1 Mejobo 35 Menit Hendri Setiawan
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:
Lebih terperinciASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI
ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Keterbukaan Diri 2.1.1. Pengertian Self Disclasure Keterbukaan diri cenderung bersifat timbal balik dan menjadi semakin mendalam selama hubungan komunikasi berlangsung. Hubungan
Lebih terperinciPROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING
PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING Proses-proses konseling meliputi tahap awal, tahap pertengahan (tahap kerja), tahap akhir. Teknik-teknik konseling meliputi ragam teknik konseling, penguasaan teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menghadapi lingkungan yang memiliki perbedaan pola pikir, kepribadian serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat menimbulkan berbagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal
2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan
Lebih terperinciFungsi Dinamika Kelompok
Fungsi Dinamika Kelompok Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain :. Individu satu dengan yang lain akan
Lebih terperinciBimbingan Kelompok Bagi Siswa Disekolah. Nartoyo ( ) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang
Bimbingan Kelompok Bagi Siswa Disekolah Nartoyo (09220221) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Latar belakang masalah yang di teliti adalah (1) Masih banyak siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Peningkatan Kemampuan Perencanaan Karier 2.1.1. Definisi Perencanaan Karier Perencanaan Karier (career planning) menurut Super (dalam Sukardi, 1997) adalah sebagai suatu rangkaian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Di dalam tinjauan pustaka akan di jelaskan lebih lanjut tentang : a) konformitas,
17 II. TINJAUAN PUSTAKA Di dalam tinjauan pustaka akan di jelaskan lebih lanjut tentang : a) konformitas, yang meliputi: pengertian konformitas, konformitas dalam bidang bimbingan pribadi, faktor-faktor
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah yang dihadapi tanpa bergantung pada orang lain (Monk, 1989). Dengan kata
Lebih terperinciTine A. Wulandari, S.I.Kom.
Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Komunikasi verbal atau lisan yang efektif tergantung pada sejumlah faktor dan tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari kecakapan antarpribadi yang penting lainnya seperti komunikasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar dapat ditimbulkan oleh dua faktor yaitu faktor
Lebih terperinciBULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017
BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah
Lebih terperinciPERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK
PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Diajukan Oleh : UMIYATI F 100 050 239 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk
5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang
Lebih terperinci