ANALISIS INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA: PENDEKATAN ORGANISASI INDUSTRI. Oleh ENENG DAHLIA SRI LESTARI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA: PENDEKATAN ORGANISASI INDUSTRI. Oleh ENENG DAHLIA SRI LESTARI H"

Transkripsi

1 ANALISIS INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA: PENDEKATAN ORGANISASI INDUSTRI Oleh ENENG DAHLIA SRI LESTARI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN ENENG DAHLIA SRI LESTARI. Analisis Industri Farmasi di Indonesia: Pendekatan Organisasi Industri. Di bawah bimbingan BAMBANG JUANDA. Farmasi sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Tujuan utama industri farmasi adalah untuk menghasilkan obat yang aman dan efektif dan untuk kepentingan ekonomi suatu negara. Industri farmasi juga bertujuan untuk daya tahan setiap negara. Ada berbagai masalah yang dihadapi industri farmasi di Indonesia mulai dari strukturnya, perilaku, kinerja sampai kebijakan yang menjadi pondasi dasarnya. Industri farmasi di Indonesia selama tiga puluh tahun terakhir tidak mengalami perubahan. Sekarang ini, industri farmasi dituntut untuk mampu melihat dan memperkirakan aspek mana yang sedang atau akan mengalami hambatan serta alternatif-alternatif terbaik yang diperlukan untuk mengatasinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis industri farmasi di Indonesia dengan menggunakan pendekatan organisasi industri. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimana struktur, perilaku, kinerja dan hubungan ketiganya dalam industri farmasi Indonesia. Selain itu penelitian ini juga mengkaji kinerja undang-undang farmasi, dan peraturan pemerintah yang mendukungnya serta dampaknya bagi industri farmasi di Indonesia. Analisis ini menggunakan pendekatan analisis Structure-Conduct- Performance (SCP) dan analisis kebijakan. Data yang digunakan untuk analisis deskriptif adalah data dari tahun 1993 sampai Data statistiknya berjumlah 20 observasi dari tahun 1984 sampai Data diolah menggunakan software Excel, dan Microfit. Data ini diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dan studi kepustakaan serta literatur dari media masa dan pemberitaan resmi perusahaan. Untuk mengetahui struktur industri farmasi, dilakukan perhitungan konsentrasi empat perusahaan besar (CR 4 ). Konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar dari tahun adalah 47,33 persen. Ini menunjukkan bahwa industri farmasi di Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli. Ukuran pangsa pasar paling besar diduduki oleh Sanbe Farma dengan HHI sebesar Dari tahun 2002 sampai 2004, pangsa pasar dikuasai oleh Sanbe Farma dan Kalbe Farma. Sementara itu posisi ketiga dan keempat perebutkan Dexa Medica, Tempo Scan dan Bintang 7. Hambatan untuk masuk ke industri farmasi adalah modal yang besar, sumber daya, dan undang-undang. Untuk menganalisis perilaku industri digunakan pendekatan strategi harga, strategi produksi, strategi distribusi dan strategi promosi. Secara resmi struktur harga di Indonesia diatur dalam beberapa faktor harga yaitu harga paten 100 persen, Original Off Patent 100 persen, Branded Generik Branded Generik 40 persen-80 persen, Branded Generik Berharga Murah 30 persen, Obat Generik Berlogo 10 persen-30 persen dan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) 10 persen-25 persen. Strategi produksi diatur dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sebagai standar atau persyaratan pembuatan obat yang menyangkut

3 seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Strategi distribusi diatur oleh PP No.72/98 maupun Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.918/93 dan Permenkes No.1191/02. Terakhir adalah strategi promosi. Kecuali obat bebas yang boleh dipromosikan lewat iklan dan media massa, produk farmasi dipromosikan oleh Medical Refresentatif. Analisis kinerja dilakukan dengan menggunakan analisis Price-Cost Margin (PCM) sebagai proksi keuntungan. Selain itu ada Variabel lain yang dianggap mempengaruhi kinerja yaitu pertumbuhan dan x-efisiensi. Rata-rata marjin keuntungan industri farmasi selama 20 tahun sebesar 17,28 persen, efisiensi industri farmasi dari tahun ke tahun besar yaitu sekitar 76,82 persen yang menggambarkan bahwa industri farmasi sudah dikelola dengan baik. Tahun 2004 pertumbuhan total sebesar 19,56 persen, pertumbuhan tertinggi dipegang oleh Dexa Medica sebesar 40,87 persen. Keragaman model yang menggunakan PCM sebesar 62,92 persen dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam model yang digunakan. Dari analisa hubungan dilihat bahwa konstanta, pertumbuhan, impor dan dummy hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap variabel endogen PCM. Variabel struktur yang secara nyata mempengaruhi kinerja industri farmasi adalah CR 4 dan effisiensi-x. CR 4 berubungan negatif dengan PCM yang berarti jika konsentrasi empat perusahaan naik satu persen maka margin keuntungan akan berkurang sebesar 0,39 persen. Hal ini disebabkan karena makin bertambahnya perusahaan farmasi namun dalam skala kecil. Sedangkan arti positif pada XEFF adalah jika tingkat efisiensi perusahaan dalam industri meningkat satu persen maka margin keuntungan akan meningkat sebesar 0,41 persen. Ini terjadi karena adanya Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sebagai standar pembuatan obat. Berdasarkan analisis SCP, kebijakan yang harus dianalisis berkaitan dengan industri farmasi adalah Kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kebijakan ini dianggap solusi yang baik dalam memecahkan permasalahan industri farmasi. Diprediksi, melalui sistem kesehatan nasional pasar farmasi akan berkembang. Kenyataannya, walaupun tujuan undang-undang ini sangat berani dan bagus tapi belum membawa dampak yang berarti bagi industri farmasi terbukti dengan masih belum bertambahnya peserta asuransi di Indonesia pasca UU SJSN diterapkan.

4 ANALISIS INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA: PENDEKATAN ORGANISASI INDUSTRI Oleh ENENG DAHLIA SRI LESTARI H Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama Mahasiswa : Eneng Dahlia Sri Lestari NRP : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Industri Farmasi di Indonesia : Pendekatan Organisasi Industri Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Bambang Juanda, MS. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP Tanggal lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2006 Eneng Dahlia Sri Lestari H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 November 1981 di Cianjur-Jawa Barat sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara dari ayahanda H. Julisyam Sulyana dan ibunda Hj. Djubaedah Hayati. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Sukaresmi tahun Pada tahun yang sama, lulus masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa kuliah, penulis aktif dalam kegiatan ekstra maupun intra kampus. Penulis menjadi sekretaris dan anggota bidang eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa periode Pada periode yang sama, penulis juga menjadi ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FEM IPB. Periode , penulis menjadi ketua bidang pelatihan Lembaga Pers Mahasiswa Islam. Penulis juga aktif dalam kegiatan olah raga dan seni Bela Diri Tangan Kosong Merpati Putih dan pernah menjabat sebagai bendaharanya selama beberapa waktu. Selain organisasi, penulis mencoba mencari pengalaman di dunia kerja seperti menjadi Staff General Affair di PT. Saranapapan Ekasejati (Kota Bunga Nusantara) pada tahun 2002, menjadi pengajar private pada tahun 2003, menjadi Financial Advisor AIG Lippo pada tahun 2004 dan terakhir menjadi Enumerator Jasa Riset Pemasaran Q-Mark Consultant pada tahun Penulis juga pernah bekerja untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai Short Term Employer di World Agroforestry Centre (ICRAF) CIFOR.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...vii DAFTAR GAMBAR...viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan dan Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi di Indonesia Teori Structure-Conduct-Performance (SCP) Struktur (Structure) Pangsa Pasar (Market Share) Konsentrasi Hambatan Masuk Pasar (Barrier to Entry) Perilaku (Conduct) Kinerja (Performance) Hubungan antara Structure-Conduct-Performance (SCP) Kebijakan Industri Farmasi di Indonesia Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Hipotesis IV. METODE PENELITIAN 4.1. Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Tahap Analisis Structure-Conduct-Performance (SCP) Analisis Struktur (Structure)... 25

9 Analisis Perilaku (Conduct) Analisis Kinerja (Performance) Hubungan antara Struktur dan Kinerja Tahap Analisis Kebijakan V. GAMBARAN INDUSTRI FARMASI INDONESIA VI. PEMBAHASAN 6.1. Analisis Structure-Conduct-Performance Struktur Industri Farmasi Perilaku Industri Farmasi Strategi Harga Strategi Produksi Strategi Distribusi Strategi Promosi Kinerja Industri Farmasi Hubungan Struktur dan Kinerja Analisis Kebijakan Industri Farmasi Garis Besar Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) Analisis Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial (UU SJSN) VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 79

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 2.1. Kondisi Industri Farmasi Indonesia Tingkat Konsentrasi Industri Farmasi Tahun Posisi Sepuluh Perusahaan Farmasi Terbesar Tahun Indeks Hischman-Herfindahl (HHI) dan Growth tahun Price Cost Margin (PCM) Industri Farmasi Indonesia Effisiensi-x Industri Farmasi di Indonesia Hasil Dugaan Persamaan PCM pada Industri Farmasi Uji Asumsi Model Statistik... 61

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 3.1. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian Industri Farmasi Sama Dengan Dasar Pengetahuan Industri Struktur Harga Obat Industri Farmasi Indonesia Masyarakat yang di Lindungi Asuransi Tahun Struktur Konsumsi Masyarakat di Indonesia tahun

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jenis-jenis Alur SCP Data Industri Farmasi yang Digunakan PCM, CR 4, XEFF, GROWTH dan Impor Hasil Output Komputer Diagnostic Tests... 86

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Farmasi sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Farmasi awalnya berupa pelayanan yang berfungsi melindungi manusia dari penderitaan, namun sekarang telah berkembang menjadi profesi yang menjanjikan. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, kebutuhan akan farmasi berkembang. Pasar farmasi perlu diorganisir dan pengorganisasiannya mulai mempengaruhi pasar industri. Tujuan utama industri farmasi adalah untuk menghasilkan obat yang aman dan efektif untuk digunakan dalam terapi (efficary, safety, toxicity) dan untuk kepentingan ekonomi suatu negara. Industri farmasi juga bertujuan untuk daya tahan setiap negara (Agoes, 1999). Industri farmasi di negara maju biasanya berbasis riset dengan cara mencari dan menemukan bioaktif baru, menghasilkan obat atau bahan baku hasil penelitian sendiri kemudian mempatenkannya selama periode waktu tertentu. Di negara maju, berkembang industri sintetis atau fermentasi farmasi, industri manufaktur yang merakit obat jadi dari bahan baku yang dihasilkan oleh industri farmasi lainnya, industri farmasi bahan alam yang menghasilkan produksi berasal dari alam dalam berbagai bentuk dan dibakukan menurut ketentuan yang berlaku. Selain itu berkembang pula industri jasa farmasi yang memberikan jasa berupa penelitian, sintesis, formulasi, studi tentang pasar dan kecenderungan permintaan atau penggunaan obat, membuat perkiraan perkembangan masa datang yang

14 diperlukan untuk mengambil keputusan. Ada juga industri farmasi produk biologi yang produknya berupa vaksin, serum dan sebagainya (Agoes, 1999). Di lihat dari sudut pandang dunia, industri farmasi di Indonesia selama tiga puluh tahun terakhir tidak mengalami perubahan. Selama ini pemberlakuan kebijakan pemerintah yang sarat dengan muatan proteksi telah membuat industri farmasi nasional terninabobokan. Padahal sekarang ini, industri farmasi dituntut untuk mampu melihat dan memperkirakan aspek mana yang sedang atau akan mengalami hambatan serta alternatif-alternatif terbaik yang diperlukan untuk mengatasinya. Ada berbagai masalah yang dihadapi industri farmasi di Indonesia mulai dari strukturnya, perilaku, kinerja sampai kebijakan yang menjadi pondasi dasarnya. Kebijakan pemerintah lebih banyak mendorong berkembangnya sektor perdagangan farmasi daripada produksinya (Biantoro, 2002). Industri farmasi Indonesia masih relatif sederhana berupa industri manufaktur sehingga pasar kurang berkembang. Padahal, industri farmasi manapun di dunia harus sudah berbasis riset dengan berorientasi pada mutu (Agoes,1999). Secara struktural, industri farmasi nasional mempunyai kelemahan mendasar. Sembilan puluh persen kebutuhan bahan baku obat masih harus di impor. Situasi ini mencerminkan ketergantungan industri farmasi nasional terhadap impor. Padahal, jumlah obat yang beredar di masyarakat yang mencapai lebih dari 12 ribu jenis. Menurut Sampurno dan Ahaditomo dalam GP Farmasi (2003), di negara maju asuransi kesehatan berperan sebagai kontrol harga obat. Obat-obat yang

15 mahal tidak akan masuk dalam daftar plafon harga obat yang mereka susun karena 70 persen belanja obat ditanggung oleh asuransi. Di Indonesia, ada regulasi yang mengatur harga obat sehingga produsen wajib mencantumkan harga tertinggi. Jadi, pengaturan harga obat yang seharusnya dikontrol oleh pemerintah dengan mekanisme pasar, kini dikontrol dengan regulasi harga. Dilihat dari sisi lain, sektor farmasi di Indonesia menarik untuk dikaji karena jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa, iklim tropis, penyebaran penduduk yang tidak merata dan keadaan geografis mengakibatkan banyaknya virus dan bakteri berkembang. Ini merupakan pasar yang potensial bagi industri farmasi nasional dan dunia. Jadi tidak berlebihan jika dikatakan bahwa industri farmasi Indonesia merupakan peluang bisnis yang menjanjikan (Biantoro, 2003) Perumusan dan Idenifikasi Masalah Pengkajian terhadap lingkungan industri meliputi struktur industri. Struktur industri mencerminkan bagaimana kondisi yang terjadi dalam industri tersebut, yang berimplikasi pada perilaku perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri tersebut dan sebaliknya. Apapun bentuk perilaku sebuah perusahaan tetap saja mencerminkan bagaimana perusahaan tersebut akan mencapai kinerjanya. Walaupun sangat sulit untuk menentukan bagaimana sebuah simpul dimulai, apakah berawal dari perilaku, kinerja atau struktur sebuah industri, yang jelas dimulai dari simpul manapun selalu ada keterkaitan diantaranya.

16 Pengkajian ini dikenal dengan pendekatan structure-conduct-performance. Pengkajian semacam ini akan memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan tentang kebijakan publik yang cocok untuk industri yang sedang dikaji. Menurut Mason (1939) dan Bain (1956) dalam Alistair (2004) Ajaran dasar pendekatan structure-conduct-performance adalah kinerja ekonomi dari suatu industri yaitu suatu fungsi dari perilaku pembeli dan penjual yang selanjutnya menyangkut fungsi struktur industri. Kinerja ekonomi diukur dengan derajat maksimalisasi kesejahteraan. Perilaku mengacu pada aktivitas para penjual dan pembeli industri. Aktivitas penjual meliputi pemanfaatan dan instalasi kapasitas, kebijakan promosi dan harga, riset dan pengembangan, dan berkompetisi atau kerjasama antar perusahaan. Struktur industri (faktor penentu perilaku) meliputi variabel jumlah dan ukuran dari pembeli dan penjual, teknologi, derajat differensiasi, integrasi vertikal dan level hambatan keluar masuk pasar (Scherer 1980 dalam Kartika 2002). Memasuki era globalisasi, industri farmasi Indonesia dikhawatirkan sulit bersaing di pasar domestik sekalipun. Organisasi industri farmasi belum jelas keberadaannya. Industri farmasi yang seharusnya mendukung ketersediaan dan kebutuhan obat nasional ternyata sebagian besar bahan bakunya masih diimpor. Banyak masalah yang timbul dari industri farmasi ini. Diperlukan upaya dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan (stake holder) untuk mengantipasi masalah tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dan perlu segera dicari jalan keluarnya adalah :

17 1. Bagaimana struktur industri farmasi Indonesia? 2. Bagaimana perilaku perusahaan yang ada dalam industri farmasi Indonesia? 3. Bagaimana kinerja perusahaan-perusahaan yang terdapat dalam industri farmasi Indonesia? 4. Bagaimana hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri farmasi di Indonesia? 5. Bagaimana kinerja undang-undang farmasi, dan peraturan pemerintah yang mendukungnya serta dampaknya bagi industri farmasi di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji struktur industri farmasi Indonesia. 2. Mengkaji perilaku perusahaan yang ada dalam industri farmasi Indonesia. 3. Mengkaji kinerja perusahaan-perusahaan yang terdapat dalam industri farmasi Indonesia. 4. Mengkaji hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi : 1. Pelaku industri farmasi sebagai masukan untuk mengetahui struktur, perilaku dan kinerjanya dalam industri. Selain itu memberi masukan tentang bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah terhadap industri farmasi.

18 2. Pemerintah sebagai masukan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan industri farmasi. 3. Masyarakat umum sebagai konsumen. 4. Para peneliti dan akademis sebagai bahan pembanding maupun untuk menstimulir penelitian selanjutnya.

19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi di Indonesia Indonesia dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa, merupakan pasar yang sangat menarik dalam pemasaran produk-produk farmasi, terutama obatobatan. Di Indonesia saat ini terdapat 205 perusahaan farmasi. Di antara sekian banyak perusahaan itu, yang masih aktif hanya sekitar 198 perusahaan termasuk didalamnya 4 perusahaan milik negara, 33 perusahaan penanaman modal asing (PMA), dan sisanya perusahaan swasta lokal. Perusahaan yang masih aktif ini dianggap sebagai kunci penggerak utama kemajuan industri farmasi nasional (Biantoro, 2003). Tabel 2.1. Kondisi Industri Farmasi Indonesia Jenis Usaha Total GP Farmasi Anggota ,250 2,250 7,000 5,250 Industri Farmasi - BUMN - Swasta Nasional - Multi Nasional Distribusi (PBF) Apotik Toko Obat - Toko obat berijin - Toko obat tanpa ijin Sumber : Data IMS ,000 > 10,000 5,520 Dari segi penjualan, industri farmasi Indonesia terus berkembang setiap tahunnya. Hal ini tidak berarti konsumsi obat Indonesia sudah meningkat. Menurut data IMS Health, konsumsi obat Indonesia baru sekitar US$7.2 per kapita. Penyebab utamanya adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap produk-

20 produk kesehatan dan lemahnya daya beli masyarakat (Sunarjo, 2005 dalam GP Farmasi 2006). Menurut Kuncahyo (2004), ada enam fungsi kegiatan utama farmasi. Pertama, menemukan obat dengan riset dan inovasi. Kedua, mengembangkan obat baik yang sudah ada maupun yang baru diteliti. Ketiga, memproduksi bahan baku. Keempat, melakukan penelitian pengiriman obat. Kelima, melakukan quality control dan drug doses manufacturing, dan terakhir melakukan pemasaran yang baik. Kenyataannya, keenam fungsi farmasi itu belum dijalankan dengan baik oleh industri farmasi Indonesia. Contohnya, industri farmasi Indonesia masih berfungsi sebagai industri manufaktur berbasis pasar bukan berbasis riset. Keadaan ini terjadi karena sejarah industri perusahaan farmasi Indonesia yang berangkat dari pedagang obat, bukan murni pendirian perusahaan farmasi. Banyak pula industri farmasi yang menggunakan nama dagang pada obat-obat generik sehingga masyarakat membeli dengan harga yang lebih mahal. Industri bahan baku dan industri bahan alam farmasi pun relatif sederhana dan belum berkembang. Masalah ini semakin parah dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, kompetisi yang cenderung tidak adil, kolusi industri farmasi dengan dokter serta apoteker juga maraknya obat-obat palsu. Menurut Djamaludin (1999) disepakatinya Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2003 dan ditandatanganinya General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang akan dimulai tahun 2010 menjadikan Asia Tenggara dan Asia Pasifik kawasan perdagangan bebas. Dibukanya pasar bebas membuat iklim

21 kompetisi akan berlangsung semakin ketat. Era ini merupakan peluang atau ancaman bagi industri farmasi Indonesia. Agar bertahan hidup dalam pasar bebas, industri farmasi Indonesia harus segera mengubah pola pikir dan segera melakukan restrukturisasi industri. Hal ini perlu dilakukan supaya industri farmasi Indonesia mampu bersaing dengan pesaing regional maupun global. Dilihat dari kondisi industri farmasi dunia, total keseluruhan perusahaan farmasi Indonesia tergolong kecil. Industri farmasi Indonesia hanya memiliki 3 persen dari total jumlah pabrik obat di seluruh dunia. Gambaran ini menunjukkan betapa lemahnya persaingan industri farmasi Indonesia Teori Structure-Conduct-Performance (SCP) Untuk lebih memahami organisasi industri farmasi diperlukan pengetahuan tentang teori dalam ekonomi industri. Ekonomi industri atau dikenal juga sebagai organisasi industri didefinisikan sebagai cabang dari ilmu mikroekonomi, atau lebih tepatnya aplikasi mikroekonomi yang menganalisis perusahaan, pasar, dan industri (Shepherd 1990 dalam Martin 1993). Organisasi industri adalah suatu ilmu yang khusus dalam ekonomi, yang dapat membantu dalam menjelaskan mengapa sebuah pasar tersusun dan terorganisasir, serta apa dampak dari organisasi yang demikian terhadap perilaku perusahaan yang muncul dalam pasar (Clarkson dan Le Roy 1983). Label organisasi industri diberikan pada ilmu-ilmu ekonomi yang mencoba mengkaji beberapa hal yang berhubungan dengan industri terutama mengenai institusi yang

22 merupakan bagian dari kegiatan perusahaan, pertanian, marketing, jasa, organisasi, keuangan dan trust. Dari definisi ekonomi industri dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya teori-teori yang terdapat dalam ekonomi industri menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar (structure), perilaku (conduct), dan kinerja (performance) sehingga tercapai tingkat efisiensi bagi perusahaan, industri serta perekonomian nasional secara keseluruhan (Jaya, 2001). Konsep dan teori yang diuraikan ini di kenal dengan teori structure-conductperformance (SCP). Richard Caves dalam Clarkson dan Le Roy (1983) mengatakan bahwa struktur pasar adalah penting karena struktur tersebut dapat menentukan perilaku dari suatu perusahaan dalam industri dan selanjutnya mempengaruhi kualitas kinerja dari suatu industri. Sebuah framework yang sistematis yang dipakai dalam memahami sebuah organisasi industri dapat ditentukan dengan menjawab beberapa pertanyaan seperti kenapa sebuah organisasi dan struktur pasar terbentuk atau seperti bagaimana perilaku perusahaan mempengaruhi struktur atau organisasi dari suatu pasar dan kinerja dari suatu pasar Struktur (Structure) Struktur pasar didefinisikan sebagai jumlah penjual dan pembeli serta besarnya pangsa pasar (market share) yang ditentukan oleh adanya differensiasi produk, serta dipengaruhi oleh keluar masuknya pendatang atau pesaing (Greer 1992 dalam Kartika 2002). Struktur pasar dapat menunjukkan lingkungan

23 persaingan antara penjual dan pembeli melalui proses terbentuknya harga dan jumlah produk yang ditawarkan dalam pasar. Struktur industri biasanya dijelaskan oleh ukuran distribusi perusahaan dalam pasar. Terdapat tiga ukuran utama yang biasa diperhatikan dalam struktur pasar yaitu pangsa pasar (market share), konsentrasi dan hambatan masuk pasar (barrier to entry) Pangsa Pasar (Market Share) Pangsa pasar adalah ukuran relatif dari sebuah perusahaan melalui perbandingan antara hasil penjualan dengan total penjualan industri keseluruhan. Konsep pangsa pasar adalah presentasi pangsa dari suatu perusahaan terhadap total industri dalam pasar dengan kisaran nilai 0 hingga 100 persen (Jaya, 2001). Konsep ini dapat diukur dengan beberapa cara berdasarkan nilai penjualan, unit penjualan, unit produksi dan kapasitas produksi. Martin (1993) mengatakan bahwa pangsa pasar pada produk yang heterogen merupakan pangsa pasar yang efektif yang dihitung sebagai persentase pangsa dari perusahaan terhadap output yang efektif (bukan total output) sedangkan pada produk yang homogen dihitung berdasarkan total output. Pangsa pasar sering digunakan sebagai indikator proksi untuk melihat adanya kekuatan pasar dan menjadi indikator seberapa pentingnya suatu perusahaan di dalam pasar. Pangsa pasar telah menjadi salah satu aspek yang diperhatikan oleh sebuah perusahaan terutama untuk memotivasi dan mengatur strategi perusahaan. Kesuksesan suatu perusahaan biasanya selain menunjukan keuntungan yang diperoleh dan harga saham yang menguat juga mengenai seberapa besar pangsa

24 pasarnya dalam industri tersebut. Secara umum terdapat korelasi positif antara pangsa pasar dan profitabilitas Konsentrasi Konsentrasi adalah ukuran distribusi dari penjual dan pembeli dalam suatu pasar (Koch 1980 dalam Alistair 2004). Konsentrasi sebagai salah satu elemen penting struktur pasar merupakan penjumlahan pasar dari perusahaan-perusahaan terbesar yang umumnya diukur pada konsentrasi empat perusahaan terbesar (Sheperd 1997 dalam Martin 1993). Nilai konsentrasi pasar dapat menunjukan derajat oligopoli. Studi empiris yang dilakukan oleh Bain (1956) menunjukkan hubungan yang positif antara kondisi entry (entry barrier) dan konsentrasi pasar terhadap kekuatan pasar dimana semakin tinggi konsentrasi pasar, semakin sulit suatu industri baru untuk memasuki pasar. Kondisi itu menyebabkan kekuatan pasar semakin tinggi. Perhitungan tingkat konsentrasi yang sering digunakan dalam analisis SCP adalah rasio konsentrasi. Rasio konsentrasi adalah suatu ukuran dalam angka persentase yang menunjukkan tingkat konsentrasi produksi atau penjualan dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu industri Hambatan Masuk Pasar (Barrier to entry) Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Semakin tinggi hambatan untuk masuk yang diciptakan oleh perusahaan besar, maka makin sulit bagi pesaing baru untuk masuk pasar. Begitu pula kaitannya dengan keuntungan, ketika hambatan masuk rendah, keuntungan yang didapat

25 perusahaan akan kecil. Sebaliknya, bila hambatan masuk tinggi, keuntungan yang didapat perusahaan akan tinggi pula (Greer 1992 dalam Alistair 2004). Konsep hambatan masuk pasar dipopulerkan oleh Bain (1956) dalam Smart dan William (1993). Ada beberapa hal umum mengenai hambatan masuk pasar ini. Pertama, hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk legal atau dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama sekali (bebas masuk), hambatan rendah, hambatan sedang sampai hambatan tinggi yang menutup kemungkinan masuk pasar. Ketiga, hambatan merupakan suatu yang komplek Perilaku (Conduct) Perilaku pasar dimaksudkan sebagai pola tanggapan dan penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Perilaku pasar terkait dengan tindakan apa yang harus dilakukan suatu perusahaan dalam menghadapi pesaingnya terhadap harga, tingkat produksi, kualitas produk, tindakan promosi, dan hal penting lainnya yang berkaitan dengan kegiatan operasional perusahaan (Greer, 1992). Menurut Scherer (1973) dalam Martin (1993) terdapat tiga kriteria untuk melihat perilaku industri yaitu strategi harga, kondisi entry dan tipe produk. Perilaku merupakan pola tanggapan dan penyesuaian suatu industri di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Menurut Martin (1993) perilaku strategis perusahaan hanya ada pada pasar oligopoli. Pada pasar persaingan sempurna

26 sebuah perusahaan akan menjual pada harga pasar yang berlaku (price taker) dan tidak perlu melakukan promosi atau bereaksi terhadap pesaing. Pada pasar oligopoli diperlukan strategi perilaku karena adanya interdependensi antar pelaku dalam perusahaan tersebut. Perilaku industri dapat terlihat pada strategi perusahaan dalam menentukan jumlah dominasi output, advertensi, pemilihan teknologi, research and development, koordinasi dalam pasar, dan kebijakan produk. Dalam struktur pasar oligopoli parsial dimana sebagian besar produk dikuasai oleh sebagian kecil perusahaan dan sebaliknya sebagian kecil produk dikuasai oleh banyak perusahaan maka strategi penentuan harga dari perusahaan kecil biasanya akan menyesuaikan perilaku atau meniru kebijakan harga yang ditentukan oleh perusahaan besar. Namun, tingkat harga yang ditentukan oleh perusahaan berskala kecil belum tentu sama dengan tingkat harga yang ditetapkan Kinerja (Performance) Kinerja pasar dapat diartikan sebagai sebuah usaha yang disesuaikan dengan struktur dan perilaku pasar dengan tujuan akhir memperoleh keuntungan. Selain itu, tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam hal kinerja adalah efisiensi, inovasi atau kualitas produk yang lebih baik karena berkembangnya teknologi, serta distribusi yang merata (Stepherd 1990 dalam Martin 1993). Kinerja biasanya didekati dengan indikator-indikator seperti profitability, progresiveness, efficiency, social welfare. Di negara berkembang, mengukur kinerja laba relatif lebih sulit dilakukan karena minimnya data yang ada.

27 Pengukuran kinerja sering didasarkan pada variabel proksi yaitu selisih antara harga dan biaya atau pertumbuhan pendapatan suatu perusahaan. Pendekatan operasional yang sering dilakukan oleh para peneliti untuk menilai kinerja adalah menggunakan tingkat keuntungan. Pada dasarnya tidak memungkinkan untuk mengukur besarnya pendapatan atau keuntungan perusahaan secara akurat karena banyaknya kendala yang dihadapi seperti data perusahaan yang tidak semuanya dipublikasikan. Bedasarkan hal itu, digunakanlah Price Cost Margin (PCM) sebagai proksi dari tingkat keuntungan. PCM didefinisikan sebagai suatu indikator kinerja yang merupakan perkiraan kasar dari keuntungan perusahaan. PCM dapat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah yang dibayarkan terhadap nilai barang yang dihasilkan (Jaya, 2001). Nilai tambah adalah nilai total output dikurangi dengan nilai total input. Upah yang dibayarkan merupakan total pengeluaran perusahaan untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan nilai barang yang dihasilkan adalah bagian dari nilai output perusahaan yang menunjukkan jumlah total dari hasil produksi Hubungan antara Structure-Conduct-Performance (SCP) Ada saling keterkaitan antara struktur, perilaku dan kinerja yang saling berinteraksi mempengaruhi proses alokasi hasil produksi kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja ini tidak hanya bersifat satu arah, tetapi dapat berhubungan timbal balik (Caves 1982 dalam Clarkson dan Le Roy 1983).

28 Struktur pasar digambarkan sebagai kontek keterhubungan antara kondisi dasar yang melandasi aktivitas ekonomi, perilaku pasar, dan kinerja perekonomian (Scherer 1990 dalam Kartika 2002). Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep SCP dalam ekonomi industri (Jaya, 2001). Selanjutnya, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pelaku pasar terutama dalam hal sikapnya terhadap kebijakan harga, strategi pengembangan usaha, serta strategi dalam produk (Scherer 1990 dalam Kartika 2002). Terakhir, struktur dan perilaku yang dilakukan oleh perusahaan akan mempengaruhi kinerja pasar dalam industri. Kinerja perusahaan dapat terlihat dari efisiensi alokatif maupun teknis, kemajuan teknologi yang digunakan, dan keseimbangan dalam distribusi (Jaya, 2001). Metode alur pikir SCP mendominasi ekonomi industri setelah perang dunia kedua. Penelitian di bidang ini menjelaskan derajat kompetisi yang ideal dalam suatu industri sebagai bagian dari karakteristik pasar dan keragaan perusahaan. Karakteristik pasar mencakup mudah atau sulitnya sebuah perusahaan masuk ke dalam industri. Menurut pendekatan Bain (1956) dalam Smart dan Mc.William (1993) kondisi entry merupakan pusat dari penjelasan paradigma SCP. Barrier to entry adalah syarat penting dalam menjelaskan kekuatan pasar. Bain (1956) juga menjelaskan bahwa kondisi entry dalam hubungan dengan teknologi dan faktor permintaan, minimal efficient scale, absolut capital reguirement serta perbedaan produk. Hubungan antara SCP dapat dijelaskan dalam beberapa alur yaitu yang bersifat linear, non linear dan interaktif (lihat Lampiran 1).

29 2.3. Kebijakan Industri Farmasi di Indonesia Menurut Djamaludin (1999) pemerintah sebagai fungsi regulator dan kontrol harus bisa melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang tidak bermutu, tidak memenuhi ketentuan standar dan persyaratan kesehatan lainnya. Kemudian sebagai fungsi fasilitator dan technical assistance, pemerintah harus sungguh-sungguh melakukan pembinaan terhadap penerapan cara produksi obat bermutu dan cara produksi makanan yang higienis. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan industri farmasi banyak dibuat oleh pemerintah. Contoh perundang-undangan yang dibuat adalah undang-undang tentang farmasi, cara pembuatan obat yang baik, ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, kebijakan obat nasional dan lain-lain. Kebijakan yang selama ini dibuat oleh pemerintah cenderung membuat industri farmasi manja dan stagnan. Undang-undang tentang farmasi bertujuan untuk menetapkan ketentuanketentuan dasar dibidang farmasi dalam rangka pelaksanaan undang-undang tentang pokok-pokok kesehatan. Undang-undang ini meliputi perbekalan kesehatan dibidang farmasi, obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan pekerjaan kefarmasian Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai SCP banyak dilakukan oleh pengamat ekonomi industri di berbagai negara, terutama mengenai tingkat konsentrasi dengan

30 kemampuan perusahaaan memperoleh keuntungan. Alasan kajian ini menarik karena hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan kebijakan yang bertujuan mengoptimumkan kesejahteraan masyarakat. Sejumlah peneliti yang mengkaji hubungan antara tingkat konsentrasi dan keuntungan menemukan adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Penelitian Bain (1965) memperoleh kesimpulan positif, yaitu tingkat keuntungan meningkat secara signifikan apabila tingkat konsentrasi industri di atas 70 persen (Shepherd 1990 dalam Martin 1993). Penelitian selanjutnya Bain dan Michael Mann memasukkan hambatan masuk sebagai faktor utama penentu struktur pasar selain tingkat konsentrasi (Stepherd 1990 dalam Martin 1993). Hasilnya menunjukkan bahwa keuntungan lebih besar pada industri yang tingkat konsentrasi dan juga hambatan masuknya tinggi. Proksi yang digunakan sebagai tingkat keuntungan dalam kajian Rozani (1997) dalam Alistair (2004) adalah PCM. Kajian serupa pernah dilakukan oleh Alistair (2004) dalam menganalisis SCP pada tepung terigu di Indonesia pasca penghapusan monopoli Bulog, Juwita (2004) dalam menganalisis Industri semen di Indonesia, dan Kartika (2002) dalam menganalisis industri telekomunikasi selular di Indonesia dengan menggunakan pendekatan organisasi industri. Hasil penelitian tersebut rata-rata menunjukkan hubungan antara PCM sebagai proksi dari kinerja dengan variabel-varabel bebas yang digunakan untuk mengukur struktur maupun perilaku. Variabel-variabel yang digunakan antara lain konsentrasi rasio, Herfindahl-Hirschman Indek, effisiensi-x, pertumbuhan, utilitas, minimum efficiency scale dan produktivitas.

31 Kajian mengenai industri farmasi pernah dilakukan sebelumnya oleh Effendi (2000) dalam identifikasi faktor-faktor produksi yang secara signifikan berpengaruh pada output sektor industri farmasi di Indonesia periode tahun Penelitian ini menunjukkan estimasi model pertumbuhan output terhadap return to scale, baik untuk industri farmasi formulasi maupun sektor tradisional yang menunjukkan increasing return to scale.

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian mengenai organisasi industri (industrial organization) dengan paradigma SCP pada industri farmasi di Indonesia akan dijelaskan mengenai struktur pasar, perilaku perusahaan, kinerja perusahaan, dan kaitan ketiganya dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Analisis mengenai industri farmasi ini dilakukan secara sistematis dan struktural. Faktor pertama dalam paradigma SCP adalah struktur. Komponen struktur pasar yang paling utama adalah tingkat konsentrasi. Tingkat konsentrasi digunakan pada berbagai penelitian untuk mengkaji hubungan struktur pasar dan kinerja. Tingkat konsentrasi ditunjukan dengan menggunakan variabel rasio konsentrasi atau Concentration Ratio (CR). Ukuran yang biasa digunakan untuk CR adalah menggunakan dua perusahaan terbesar (CR 2 ), empat perusahaan terbesar (CR 4 ), atau delapan perusahaan terbesar (CR 8 ). Kajian hubungan struktur pasar dan kinerja umumnya menggunakan tingkat konsentrasi pasar untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Namun, kenyataannya tingkat konsentrasi bukan satusatunya faktor yang menentukan kemampuan meraih keuntungan. Ada faktorfaktor lain yang mempengaruhi seperti hambatan untuk masuk ke dalam industri (barrier to entry). Bertolak dari tingkat konsentrasi dan hambatan masuk, ada model umum yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan. Model umum tersebut dapat mengalami modifikasi tergantung pada

33 situasi dan kondisi perekonomian, khususnya sektor industri dari negara yang diteliti dan masalah ketersediaan data. Untuk memudahkan proses penelitian disusun suatu kerangka pemikiran yang relevan. Kerangka ini dapat mengungkapkan perumusan masalah secara lebih jelas, serta menunjukan keterkaitan dalam mengkaji tujuan penelitian. Pada Gambar 3.1 diperlihatkan bagan alur pemikiran yang menjelaskan kaitan antara struktur pasar, perilaku, kinerja, dan kebijakan yang terkait. Kerangka alur pemikiran ini pada dasarnya masih mengacu pada kerangka SCP, terdapat hubungan timbal balik antara masing-masing unsur. Dalam kerangka ini ditunjukkan variabel-variabel yang digunakan dalam proses analisis. Analisis pertama yang dilakukan adalah mengkaji hubungan struktur pasar yang mempengaruhi perilaku dan kinerja industri farmasi di Indonesia. Pada struktur pasar digunakan variabel utama yaitu CR 4. Variabel lain yang diduga dapat berpengaruh terhadap keuntungan yaitu XEFF, GROWTH, Impor, dan kondisi sosial ekonomi Indonesia yang diwakili oleh dummy. Perilaku dikaji secara deskriptif melalui pendekatan strategi harga, produksi, distribusi dan promosi. Sedangkan untuk kinerja digunakan PCM sebagai proksi dari tingkat keuntungan. Analisis kedua yaitu analisis kebijakan publik yang mengkaji kebijakan yang berkaitan dengan industri farmasi. Hasil analisis ini untuk menjelaskan hubungan antara SCP dan kebijakan yang akan atau sedang berlaku. Analisis ini akan memberikan implikasi kebijakan terhadap industri farmasi secara

34 menyeluruh. Implikasi kebijakan menjadi bagian penting dalam rangkaian penelitian. Trend Industri Farmasi Dunia dan Indonesia Kebijakan yang berhubungan dengan Industri Farmasi Kondisi Industri Farmasi di Indonesia Analisis Analisis Perilaku Industri Analisis Struktur Industri PCM= f (CR 4,XEFF,GROWTH,Impor,Dummy) Analisis Kinerja Perusahaan Analisis Kausalitas SCP dengan Ekonometrika Analisis Deskriptif Analisis Kebijakan Publik Kesimpulan dan Saran Analisis Industri Farmasi di Indonesia; Pendekatan Organisasi Industri Gambar 3.1. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian 3.2. Hipotesis Dalam paradigma SCP dikatakan bahwa struktur pasar suatu industri akan mempengaruhi bagaimana perilaku pasar industri tersebut yang kemudian akan

35 mempengaruhi kinerja industri. Disebutkan pula bahwa struktur suatu industri akan berhubungan searah dengan profitabilitas atau kinerja industri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan struktur pasar dengan kinerja, terdapat kesimpulan yang berbeda untuk beberapa kasus. Sebagian besar kesimpulan menunjukkan terdapat hubungan positif antara tingkat konsentrasi dengan tingkat keuntungan. Perbedaan ini karena adanya penggunaan proksi yang berbeda-beda dalam kajian yang dilakukan. Berdasarkan keadaan industri farmasi kini dan teori-teori yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis yang berkaitan dengan tujuan penelitian adalah : 1. Struktur industri farmasi di Indonesia saat ini cenderung pada bentuk oligopoli bukan monopoli atau pasar persaingan sempurna. 2. Struktur pasar yang ada menyebabkan adanya perilaku tertentu pada industri farmasi seperti penetapan strategi harga, produksi, distribusi dan promosi. 3. Industri farmasi telah memperoleh keuntungan sepanjang tahun. 4. Terdapat hubungan positif antara struktur pasar dan kinerja industri farmasi yang ditunjukkan oleh hubungan searah antara PCM dengan variabel-varabel bebas seperti CR 4, XEFF, GROWTH dan Dummy yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku industri.

36 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Teknik Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan data-data yang akurat untuk membahas hasil penelitian. Data-data yang digunakan adalah data sekunder yang telah diolah oleh instansi-instansi terkait yaitu Biro Pusat Statistik, Departemen Perindustrian, Departemen Kesehatan dan Gabungan Perusahaan Farmasi. Data dan informasi juga diperoleh dari studi kepustakaan serta literatur yang relevan dengan penelitian ini, di perpustakaan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, media masa dan pemberitaan resmi perusahaan. Data yang digunakan untuk analisis kualitatif adalah data dari tahun 1993 sampai Data statistik yang diestimasi merupakan data time series dengan jumlah observasi 20, yaitu dari tahun 1984 sampai Data ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Data diolah menggunakan software Excel, dan Microfit Metode Analisis Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap analisis structureconduct-performance (SCP) dan tahap analisis kebijakan. Masing-masing tahap mempergunakan metode sendiri dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dimodifikasi sesuai kebutuhan.

37 Tahap Analisis Structure-Conduct-Performance (SCP) Analisis Struktur (Structure) Ukuran utama struktur pasar (market structure) adalah : 1. Pangsa Pasar Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur neo-klasik, landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. si msi = x100% (4.1) s Dimana : tot ms i s i s tot : Pangsa pasar perusahaan i (persen) : Penjualan perusahaan i (juta rupiah) : Penjualan total seluruh perusahaan (juta rupiah) 2. Konsentrasi Industri Konsentrasi industri adalah suatu variabel sehingga dapat diukur. Dengan mengetahui tingkat konsentrasi, dapat diketahui tipe pasar yang dihadapi oleh suatu industri. Konsentrasi industri dapat diketahui dengan menggunakan dua ukuran yaitu Rasio Konsentrasi (CR) dan Indeks Hirschman-Herfindahl (HHI) (Jaya, 2001). Penggunaan CR dalam menjelaskan struktur pasar dilakukan agar konsisten dengan penjelasan hubungan struktur dan profitabilitas, dimana CR menggambarkan struktur pasar pada hubungan tersebut. Sedangkan penggunaan HHI untuk memutuskan industri farmasi berada pada pasar yang bagaimana berdasarkan interval indeksnya. Penggunaan kedua ukuran ini saling melengkapi.

38 Rasio Konsentrasi (CR) CR merupakan persentase dari total output industri atau pendapatan penjualan. CR sejumlah perusahaan besar mengukur pangsa relatif dari total output industri yang dipertanggungjawabkan oleh perusahaanperusahaan tersebut. CR m = ms i x i= 1 (4.2) Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) berarti semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Indeks Hirschman-Herfindahl (HHI) Ukuran ini didasarkan pada jumlah total dan distribusi ukuran dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Dihitung dengan penjumlahan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam industri. HHI = n i= 1 ms i 2 (4.3) HHI akan mempunyai nilai 1 jika suatu perusahaan menguasai penjualan industri 100 persen. HHI mempunyai nilai 1/n jika masing-masing perusahaan dalam industri mempunyai jumlah penjualan yang sama. Dimana pada persamaan (4.2) dan (4.3) : CR m HHI x n : Rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (persen) : Indeks Hirschman-Herfindahl : Jumlah perusahaan terbesar : Jumlah total seluruh perusahaan yang berada pada industri

39 3. Hambatan Masuk Pasar (Barrier to Entry) Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaingpesaing potensial untuk masuk ke pasar. Jika pesaing-pesaing yang baru dapat dengan leluasa masuk dan mengurangi kekuatan pasar perusahaan-perusahaan lama, maka dapat dikatakan rintangan tersebut tidak ada. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan ini tidak hanya dalam bentuk perangkat-perangkat yang legal, tapi juga dapat terjadi secara alami. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari 50 persen. Hambatan masuk pasar dibagi menjadi dua yaitu hambatan teknis yang terjadi karena ketidakmampuan teknis dan hambatan legal berupa undang-undang khusus atau hak khusus seperti hak paten Analisis Perilaku (Conduct) Tahap analisis SCP yang kedua adalah analisis perilaku. Elemen perilaku dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu strategi harga, strategi produksi, strategi distribusi dan terakhir strategi promosi. Perilaku perusahaan-perusahaan farmasi ini akan dijelaskan secara deskriptif karena keterbatasan data sehingga tidak memungkinkan dilakukan analisis secara kuantitatif.

40 Analisis Kinerja (Performance) Tahap analisis SCP yang terakhir adalah kinerja pasar (market performance). Analisis kinerja dilakukan dengan menggunakan analisis Price- Cost Margin (PCM), dan X-efisiensi. PCM dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga di atas biaya produksi. PCM juga didefinisikan indikator kinerja yang merupakan perkiraan kasar dari keuntungan perusahaan. PCM dapat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah terhadap barang yang dihasilkan (Jaya, 2001) PCM Nilai Tambah Upah Total = (4.4) Nilai Barang yang dihasilkan Nilai tambah digunakan sebagai proksi dari keuntungan yang didapat oleh perusahaan, namun harus dikurangi dengan biaya lain yaitu pengeluaran upah bagi pekerja. Nilai PCM yang di atas 30 persen dapat menggambarkan keuntungan yang tinggi pada suatu industri (Shepherd 1972 dalam Halida 1998). Tingkat PCM yang tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi pasar yang tinggi. Efisiensi yang dihitung adalah efisiensi internal (efisiensi-x). Ini menggambarkan suatu industri dan perusahaan dikelola dengan baik. Pengukuran efisiensi dapat dilakukan dengan menghitung rasio nilai tambah dengan nilai input ataupun dengan cara mengukur atau melihat tingkat utilisasi kapasitas produksi perusahaan-perusahaan di industri tersebut. Nilai Tambah XEFF = (4.5) Nilai Input

41 Variabel pertumbuhan (GROWTH) diduga dapat mempengaruhi kinerja industri karena variabel ini dapat menunjukkan permintaan pasar (market demand). Jika permintaan pasar terhadap barang meningkat, maka perusahaan akan meningkatkan produksinya untuk memenuhi permintaan yang ada. GROWTH Qt Qt = 1 x100% (4.6) Q t 1 Dimana : Q t Q t-1 : Nilai barang yang dihasilkan tahun t (juta rupiah) : Nilai barang yang dihasilkan tahun t-1 (juta rupiah) Ketergantungan industri terhadap kestabilan kondisi sosial dan ekonomi selama periode 1984 sampai 2003 diduga dapat mempengaruhi kinerja industri. Untuk mengetahui pengaruh reformasi terhadap industri farmasi, digunakan variabel dummy yang membagi data dari tahun 1984 sampai 1996 sebagai periode sebelum reformasi dan tahun 1997 sampai 2003 sebagai periode setelah reformasi Hubungan antara Struktur dan Kinerja Setelah diketahui hubungan struktur dan kinerja, maka dapat dijelaskan bagaimana struktur suatu industri mempengaruhi kinerja industri tersebut. Cara untuk melihat hubungan ini digunakan model regresi berganda. Variabel endogen adalah proksi dari keuntungan industri yaitu PCM. Penggunaan variabel PCM sebagai proksi keuntungan telah dilakukan oleh Collins dan Preston (1968, 1969), kemudian digunakan oleh Stepherd (1972). Rasio konsentrasi juga banyak digunakan sebagai variabel struktur yang

42 mempengaruhi profitabilitas antara lain digunakan oleh Shepherd (1972, 1975) dan Katrak (1980). Penggunaan variable efisiensi-x didasarkan pada pendapat Shepherd (1979) yang mengatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari pangsa pasar, konsentrasi, hambatan masuk, efisiensi internal, dan kondisi eksternal. Efisiensi-x dan produktivitas juga digunakan oleh Robert (1996) dalam model PCM. Variabel ekspor dan impor digunakan oleh Katrak (1980) dalam Shepherd (1979) dan Halida (1998) sebagai faktor yang juga menentukan profitabilitas. Penggunaan variabel-variabel ini ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh membanjirnya produk impor terhadap profitabilitas industri farmasi. Berdasarkan model-model hubungan struktur dan profitabilitas yang telah dijelaskan, maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah : PCM Dummy + u t = a0 + a1crmt + a2 XEFFt + a3growth t + a4m t + a5 t Dimana : (4.7) PCM t : Rasio keuntungan industri yang mencerminkan kelebihan atas biaya langsung pada tahun ke-t ( persen) CRm t : Konsentrasi pasar dari m perusahaan dalam suatu industri pada tahun ke-t ( persen) GROWTH t : Pertumbuhan nilai produksi yang menunjukkan permintaan pasar pada tahun ke-t ( persen) XEFF t : Rasio effisiensi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara nilai tambah dan nilai input industri pada tahun ke-t untuk mengukur efisiensi internal industri ( persen) M t : Jumlah komoditi yang diimpor (juta rupiah) Dummy : Kondisi sebelum dan sesudah krisis (1983 sampai 1997 = 0 ; 1998 Sampai 2003 =1) a 0 : Intercept a 1,a 2,a 3, a 4 : koefisien kemiringan parsial : unsur gangguan (stochastic disturbance) u t

43 Dari hasil regresi yang didapatkan, hubungan PCM dengan variabelvariabel endogennya tidak selalu bernilai positif. Dari hasil itu pula dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model dapat dikatakan baik. Pengujian-pengujian tersebut adalah uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas dapat dijelaskan oleh variabel-variabel terikatnya melalui koefisien determinasi (adj-r 2 ). Uji ekonometrika yang dilakukan antara lain uji autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. 1. Uji F Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. H 0 : b 1 = b 2 =...= b i = 0 H 1 : minimal ada salah satu b 1 0 Kriteria uji : Probability F-statistic < taraf nyata (α ), maka tolak H 0 Probability F-statistic > taraf nyata (α ), maka terima H 0 Jika H 0 ditolak, berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat dan model layak digunakan. Sebaliknya jika H 0 diterima berarti tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh nyata. 2. Uji t Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas. H 0 : b 1 = b 2 =...= b i = 0 H 1 : b 1 0

44 Kriteria uji : Probability t-statistic < α, maka tolak H 0 Probability t-statistic > α, maka terima H 0 Jika H 0 ditolak maka variabel bebas berpengaruh nyata pada α terhadap variabel tak bebasnya. Jika H 0 diterima berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 3. Uji Autokorelasi Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*R-squared pada uji Breusch-Godfrey Serial Corelation LM. H 0 : ρ = 0 H 1 : ρ 0 Kriteria uji : probability Obs*R-squared < α, maka tolak H 0 probability Obs*R-squared > α, maka terima H 0 Jika H 0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model. Sebaliknya jika H 0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model 4. Uji Heterokedastisitas Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama.

45 Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukan oleh probabilitas Obs*Rsquared pada uji white heteroskedasticity H 0 : γ = 0 H 1 : γ 0 Kriteria uji : Probabilitas Obs*R-squared <α, maka tolak H 0 Probabilitas Obs*R-squared >α, maka terima H 0 Jika H 0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika H 0 diterima, maka pada model tidak terdapat heteroskedastisitas. 5. Uji Multikolinearitas Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya kolerasi yang kuat pada sesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0. 8, maka terdapat gejala multikolinearitas Tahap Analisis Kebijakan Tahapan ini menggunakan metode analisis kebijakan publik yang dilakukan secara deskriptif dalam perspektif undang-undang yang berkaitan dengan industri farmasi. Metode analisis kebijakan publik diambil dengan

46 memadukan elemen-elemen dari berbagai disiplin ilmu politik, sosial, psikologi, ekonomi dan filsafat. Analisis kebijakan publik bersifat normatif. Tujuan analisis kebijakan ini adalah untuk menciptakan dan melakukan kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan publik untuk generasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Analisis ini bersifat normatif. Metode analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia. Lima prosedur itu terdiri dari definisi, prediksi, preskrepsi, deskripsi dan evaluasi. Perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. Peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai konsekuensi dimasa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu. Rekomendasi (preskrepsi) menyediakan suatu informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi dimasa depan dari suatu pemecahan masalah. Pemantauan (deskripsi) menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari ditetapkannya alternatif kebijakan. Evaluasi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.

47 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan, hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya Paracelsus ( SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya. Hippocrates ( SM) yang dikenal sebagai bapak kedokteran, dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. Claudius Galen ( SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. Selanjutnya Ibnu Sina ( ) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik. Johann Jakob Wepfer ( ) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat diuji coba secara klinik pada manusia. Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila

48 dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderitaan. Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan. Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber, selanjutnya calon obat tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh badan pemberi izin. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, memiliki lebih kurang spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu. Menurut World Health Organization (WHO) hingga 65 persen dari penduduk negara maju dan 80 persen dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal. Pada tahun 2000 diperkirakan penjualan obat herbal di dunia mencapai US$ 60 milyar. Menurut the Food, Drug and cosmetic Act (FD&C Act) penggunaan kosmetik sebagai salah satu produk farmasi lebih ditujukan untuk membersihkan, meningkatkan kecantikan atau meningkatkan daya tarik dan mengubah penampilan bukan untuk menangani penyakit kulit. Sediaan kosmetik harus memenuhi persyaratan keamanan yaitu tidak menyebabkan iritasi dan alergi. Pada th 1994 FDA menerima lebih kurang 200 laporan tentang efek samping kosmetik yang umumnya berupa alergi dan iritasi. Pemakaian kosmetik dan kosmeseutikal diperkirakan akan meningkat tajam akibat pergeseran budaya rural menuju urban

49 dan peningkatan taraf hidup masyarakat, hal ini merupakan tantangan bagi dunia farmasi untuk meningkatkan perannya dalam menghasilkan produk dengan formula yang lebih baik, lebih aman dan mudah digunakan. Produk nutrisi yang juga merupakan produk farmasi dapat digunakan sebagai obat pada kondisi kekurangan gizi (malnutrisi, malgizi). Produk nutrisi dapat berupa nutrisi parenteral untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dan nutrisi enteral yang dikenal pula sebagai food suplemen. Masyarakat sering menggunakan produk nutrisi untuk mengobati penyakit, kombinasi nutrisi dan efek pengobatan sehingga melahirkan istilah baru yang dikenal dengan nutraceutical. Nutraseutikal, phytochemicals, medical foods, functional food, pharmafoods atau nutritional supplement, diartikan sebagai bahan alam dalam keadaan murni atau pekat, atau senyawa kimia bioaktif yang mempunyai efek meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit atau mengobati penyakit. Kecenderungan masyarakat yang lebih memilih nutrisi untuk mencegah dan mengobati penyakit daripada memilih obat merupakan peluang bagi farmasi untuk berkontribusi dalam produksi berbagai sediaan nutrisi, suplemen makanan dan nutraceutical dengan komposisi sesuai dengan kebutuhan dan aman. Kemajuan di bidang teknologi instrumen dan reagensia mendukung sains laboratorium klinik farmasi. Interaksi sinergis antara bidang ilmu biomedik, farmasi dan bioteknologi telah melahirkan peluang-peluang dalam menciptakan metode baru bidang sains laboratorium klinik. Pengetahuan penggunaan peralatan medis dan diagnostik laboratorium merupakan modal untuk kemajuan laboratorium kesehatan dan memerlukan sumberdaya manusia yang kompeten.

50 Karakteristik dan penampilan peralatan medis dan reagensia laboratorium diagnostik didesain dan diproduksi menurut persyaratan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Perlindungan masyarakat terhadap hal yang dapat merugikan kesehatan dan kehidupan manusia akibat penggunaan alat-alat kesehatan (medical devices) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (medical households) merupakan kewenangan, tugas dan fungsi Departemen Kesehatan. Untuk keperluan tersebut diselenggarakan pendaftaran, penilaian dan pemberian izin sebelum alat kesehatan diperdagangkan di wilayah negara atau diekspor ke negara lain. Industri farmasi pada beberapa tahun terakhir ini dilihat sebagai suatu industri yang berkembang dengan baik. Selama itu industri farmasi dapat menikmati keadaan yang menguntungkan. Seiring dengan perubahan yang terjadi, baik karena dampak globalisasi maupun internal perusahaan menjadi tantangan yang harus dijalani oleh industri seiring dengan pergerakan persaingan pada siklus kehidupan industri farmasi. Jika dilihat dari divisi kegiatan, industri farmasi Indonesia dikelompokkan dalam empat golongan, yaitu industri penelitian dan pengembangan farmasi, industri kimia farmasi, industri manufaktur farmasi dan jasa farmasi. Biasanya industri farmasi di negara-negara yang sudah maju memiliki keempat divisi tersebut (Biantoro, 2002). Mempelajari industri farmasi sama dengan mempelajari dasar pengetahuan mengenai industri. Sumber daya yang mendasar industri farmasi terdiri dari

51 pengetahuan manajemen, daya saing dan aset baik yang berwujud maupun tidak sama persis seperti pengetahuan dasar industri (lihat Gambar 5.2). Pengetahuan Manajemen Industri Farmasi Gambaran Kualitas Gambaran Perusahaan Kualitas HRD R & D Hak Paten Reputasi Perusahaan Pengetahuan Dasar Industri Sumber : GP Farmasi Indonesia Aset Tak Berwujud 70 persen Sumber daya yang mendasar Daya Saing Aset Berwujud 30 persen Gambar 5.2. Industri Farmasi Sama Dengan Dasar Pengetahuan Industri Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia) didirikan melalui SKEP. Menteri Kesehatan RI Prof dr G.A Siwabessy, No. 222/Kab/B.VII/69 tanggal 3 Oktober GP Farmasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah induk organisasi perusahaan farmasi di Indonesia. GP Farmasi Indonesia berfungsi sebagai wadah komunikasi dan konsultasi antar pengusaha farmasi, pemerintah, dan pihak lain yang terkait mengenai masalah yang berkaitan dengan produksi obat, distribusi obat dan pelayanan obat. GP Farmasi bekerjasama dengan pemerintah bertujuan secara aktif melakukan usaha bagi pembangunan nasional khususnya dalam bidang farmasi dalam meningkatkan derajat kesehatan rakyat serta membina, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan, kegiatan dan kepentingan anggota.

ANALISIS INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA: PENDEKATAN ORGANISASI INDUSTRI. Oleh ENENG DAHLIA SRI LESTARI H

ANALISIS INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA: PENDEKATAN ORGANISASI INDUSTRI. Oleh ENENG DAHLIA SRI LESTARI H ANALISIS INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA: PENDEKATAN ORGANISASI INDUSTRI Oleh ENENG DAHLIA SRI LESTARI H01400090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada periode 2011-2013,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

pada persepsi konsumen.

pada persepsi konsumen. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada industri otomotif di Indonesia tahun 1983-2013, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Struktur

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H01400104 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menjelaskan teori-teori yang digunakan untuk melakukan studi tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan menjadi panduan untuk memahami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur-Perilaku-Kinerja

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur-Perilaku-Kinerja 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur-Perilaku-Kinerja Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang menjelaskan tentang perlunya pengorganisasian pasar dan bagaimana pengorganisasian

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan industri rokok khususnya rokok kretek di Indonesia semakin menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang peranan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri adalah hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance (SCP). Hubungan

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: ANALISIS STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2015 Leni Evangalista Marliani E-Mail: 1 lenievangalista02@gmail.com Abstak Industri perbankan merupakan industri yang memiliki peranan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H14052889 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN SUNENGCIH.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Industri Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang menghasilkan produk sejenis dimana terdapat kesamaan dalam bahan baku yang digunakan, proses,

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA i ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA OLEH DESI PUSPO RINI H14102080 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gula dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu gula putih (white plantation), gula

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gula dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu gula putih (white plantation), gula BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Keputusan Presiden tahun 2004 tentang pergulaan, dalam pasal 1, menetapkan bahwa gula dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu gula putih (white plantation), gula

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia Struktur pasar dapat dianalisis dengan tiga pokok elemen, yaitu nilai pangsa pasar, konsentrasi rasio empat perusahaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Ekonomi pertanian merupakan suatu aplikasi ilmu ekonomi dengan bidang pertanian, dimana ilmu ini digunakan untuk memecahkan permasalahanpermasalahan pertanian.

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh ANDI ARDIANSYAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh ANDI ARDIANSYAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh ANDI ARDIANSYAH H14102053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H14102044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SARI SAFITRI.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, selain dua sektor lainnya, yaitu sektor pertanian dan sektor jasa. Seiring dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE 1983 2005 (PendekatanTotal Factor Productivity) OLEH ATERIS BILADA H14104021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan perekonomian suatu negara dibutuhkan biaya atau dana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan perekonomian suatu negara dibutuhkan biaya atau dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan perekonomian suatu negara dibutuhkan biaya atau dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari pinjaman maupun modal sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal dan sisanya merupakan perusahaan penanaman modal asing.

BAB I PENDAHULUAN. lokal dan sisanya merupakan perusahaan penanaman modal asing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan kondisi perekonomian dunia yang semakin cepat dan fluktuatif menuntut dunia usaha untuk terus selalu mengikuti perubahanperubahan yang ada. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar, dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Bain (1951). Paradigma SCP mengatakan ada hubungan yang bersifat kausal antara

BAB I PENDAHULUAN. pasar, dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Bain (1951). Paradigma SCP mengatakan ada hubungan yang bersifat kausal antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma structure-conduct-performance (SCP) pertama kali dikemukakan oleh Mason (1939) dari konsep ekonomi mengenai struktur pasar, dan kemudian dikembangkan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam memasuki era globalisasi perkembangan dunia usaha sangat pesat, khususnya dibidang ekonomi. Perkembangan dunia usaha ini dapat memberikan peluang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Ekonomi Industri Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

ANALISIS STRUCTURE CONDUCT PERFORMANCE (SCP) JIKA TERJADI MERGER BANK PEMBANGUNAN DAERAH DAN BANK BUMN PERSERO BERDASARKAN NILAI ASET DAN NILAI DANA

ANALISIS STRUCTURE CONDUCT PERFORMANCE (SCP) JIKA TERJADI MERGER BANK PEMBANGUNAN DAERAH DAN BANK BUMN PERSERO BERDASARKAN NILAI ASET DAN NILAI DANA ANALISIS STRUCTURE CONDUCT PERFORMANCE (SCP) JIKA TERJADI MERGER BANK PEMBANGUNAN DAERAH DAN BANK BUMN PERSERO BERDASARKAN NILAI ASET DAN NILAI DANA Oleh: Endi Rekarti & Mafizatun Nurhayati 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Index Sejak tahun 2005, daya saing Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Index Sejak tahun 2005, daya saing Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia menduduki peringkat ke 44 dari 139 negara pada Global Competitiveness Index 2011. Sejak tahun 2005, daya saing Indonesia telah berkembang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan farmasi secara berkelanjutan terus melakukan inovasi menawarkan produk-produk baru, membantu

Lebih terperinci

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama)

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama) EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama) Dosen Pengasuh: Khairul Amri, SE. M.Si Bacaan Dianjurkan: Wihana Kirana Jaya, 2008. Ekonomi Industri, BPFE-UGM Yogyakarta. Mudrajat Kuncoro, 2012. Ekonomika Aglomerasi,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh ANDI ARDIANSYAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh ANDI ARDIANSYAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh ANDI ARDIANSYAH H14102053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PULP DAN KERTAS DI INDONESIA OLEH ELBY JULIAN PUTRA H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PULP DAN KERTAS DI INDONESIA OLEH ELBY JULIAN PUTRA H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PULP DAN KERTAS DI INDONESIA OLEH ELBY JULIAN PUTRA H14051824 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H14052889 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN SUNENGCIH.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa sekarang ini semakin ketat. Hal tersebut akan berdampak pada pelanggan, persaingan usaha dan perubahan.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H14104051 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Industri farmasi merupakan industri yang menyediakan ataupun memproduksi obat-obatan ataupun bahan baku pembuatan obat. Industri ini memiliki andil

Lebih terperinci

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian 8 informal kelompok yang mempengaruhi daya tawar dan ketersedian informasi harga serta dampaknya pada harga yang berlaku. Analisis berikutnya yaitu mekanisme penentuan harga, faktor yang mempengaruhi penetapan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis di industri farmasi masih terus berkembang dan menggiurkan bagi para pelaku bisnis farmasi. Hal ini dipicu oleh peningkatan pertumbuhan pengeluaran pada obat-obatan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN DAGING DI INDONESIA OLEH STEFHANY DHARMA PANNAADHY H

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN DAGING DI INDONESIA OLEH STEFHANY DHARMA PANNAADHY H ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN DAGING DI INDONESIA OLEH STEFHANY DHARMA PANNAADHY H14051912 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Efektivitas promosi..., Grace Tania, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Efektivitas promosi..., Grace Tania, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap perusahaan atau bentuk usaha memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dengan berbagai cara dan strategi untuk mencapainya. Promosi merupakan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada akhir tahun 2015 ini, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, akan memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H14053975 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan-i 2015

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan-i 2015 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang dilihat dari pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan-i 2015 terhadap triwulan-i 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari semakin tumbuh dan berkembangnya pembangunan industri properti seperti

I. PENDAHULUAN. dari semakin tumbuh dan berkembangnya pembangunan industri properti seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan pembangunan di Indonesia berkembang cukup pesat yang menyebabkan kondisi perekonomian semakin membaik pada saat ini. Kondisi tersebut terlihat dari semakin tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri Farmasi merupakan salah satu industri besar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri Farmasi merupakan salah satu industri besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri Farmasi merupakan salah satu industri besar dan berpengaruh di Indonesia. Saat ini, nilai pasar obat di Indonesia lebih dari US$ 500 juta atau sekitar Rp.

Lebih terperinci

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA P E R T E M U A N 6 N I N A N U R H A S A N A H, S E, M M MONOPOLI Bahasa Yunani monos polein artinya menjual sendiri Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengembangkan penelitian yang berkaitan. telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. mengembangkan penelitian yang berkaitan. telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP Bagian ini berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang diterangkan dari hasil penelitian dan pembahasan untuk membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH ETIKA LAYUNG PRASTIWI H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH ETIKA LAYUNG PRASTIWI H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH ETIKA LAYUNG PRASTIWI H14080034 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang menjadi masalah serius. Amerika Serikat merupakan negara adidaya dimana ketika perekonomiannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini membahas beberapa teori yang akan menjadi karangka acuan atau dasar analisis skripsi ini. Pembahasan teori dilakukan agar dapat memahami secara mendalam pengusaan teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

I.' PENDAHULUAN lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi

I.' PENDAHULUAN lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi I.' PENDAHULUAN 1. Latar Belakang lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi sangat tinggi, ha1 ini dapat dimengerti karena produk obat-obatan yang dihasilkannya sudah merupakan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, DAN PERFORMANCE (SCP) INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DI INDONESIA

ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, DAN PERFORMANCE (SCP) INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DI INDONESIA ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, DAN PERFORMANCE (SCP) INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DI INDONESIA Rezeki Angriani Siregar Irsyad Lubis SE, M.Soc.Sc, Ph.D ABSTRACT The purpose of this study is to analyze

Lebih terperinci

Struktur Pasar dan Conduct

Struktur Pasar dan Conduct Struktur Pasar dan Conduct sayifullah Pasar? Konteks di mana para penjual dan pembeli melakukan pertukaran secara sukarela. Pasar = penawaran + permintaan. Dalam ekonomi industri, pasar = industri. 1 Permintaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan

Lebih terperinci

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT OLEH ANDROS M P HASUGIAN H14101079 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Struktur Pasar Struktur Pasar menurut Undang-Undang No 5 tahun 1995 adalah keadaan pasar yang memberi petunjuk tentang aspek yang memiliki pengaruh penting

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA OLEH WINSIH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA OLEH WINSIH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA OLEH WINSIH H14103043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN WINSIH. Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN) DI INDONESIA (Pendekatan Structure-Conduct-Performance) OLEH RYAN FEBRIYANTI H

ANALISIS INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN) DI INDONESIA (Pendekatan Structure-Conduct-Performance) OLEH RYAN FEBRIYANTI H ANALISIS INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN) DI INDONESIA (Pendekatan Structure-Conduct-Performance) OLEH RYAN FEBRIYANTI H14102071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan IX. IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA 9.1. Industri Sawit Indonesia Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan memberlakukan pajak ekspor dengan ketentuan

Lebih terperinci

Sub Sektor Bank BAB I PENDAHULUAN

Sub Sektor Bank BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam mendukung perekonomian di Indonesia, bank merupakan salah satu lembaga yang menjadi fondasi

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 65 VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 Komoditi teh dengan kode HS 090210 merupakan teh hijau yang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

ANALISA POSISI PERUSAHAAN SAAT INI

ANALISA POSISI PERUSAHAAN SAAT INI ANALISA POSISI PERUSAHAAN SAAT INI Analisis Daya Tarik dan Daya Saing Perusahaan Konsep Daya saing Dalam ekonomi, daya saing pada tingkat mikro (perusahaan firm level) sering diartikan sebagai : Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan industri ini kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia

Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia Volume 9 Number 1 2010 1. Pendahuluan Abstrak Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia Erlinda Muslim Rahmat Nurcahyo Aziz Priyanto Nanda Prasetya Niftahuljanah Departemen Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci