PT FREEPORT INDONESIA: BISNIS BERETIKA?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PT FREEPORT INDONESIA: BISNIS BERETIKA?"

Transkripsi

1 PT FREEPORT INDONESIA: BISNIS BERETIKA? Oleh : Augustina Kurniasih 1) ersaingan bisnis pada beberapa waktu terakhir ini dapat dikategorikan sebagai pert arungan pembent ukkan dan penj agaan image di mat a konsumen at au masyarakat umum. Perusahaan dapat menj adi unggul dengan pembent ukan corporate image yang ramah lingkungan dan memiliki kepekaan sosial. Keuntungan lain, dengan situasi dan kondisi usaha yang aman dan harmonis dengan warga sekitar, membuat perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan aman dan nyaman. Indonesi a adal ah negeri yang kaya. Sumber daya alam Indonesia melimpah, dari minyak bumi hingga emas, bat ubara, perak, dan t embaga. Kekayaan alam tersebut tersebar di berbagai wi l ayah, dari Sabang hingga Merauke. Kekayaan ini menj adi salah sat u hal yang bisa dibanggakan kepada dunia. Namun kebanggaan it u dapat berlangsung dalam wakt u yang rel at if singkat karena sumberdaya alam merupakan kekayaan yang t idak dapat diperbaharui, sehingga lambat laun akan habis. Kekayaan alam Indonesia yang begi t u besar, t el ah mengundang banyak perusahaan asing ingin mel akukan kerj asama pert ambangan dengan pemerint ah Indonesia. Salah sat u perusahaan asing yang melakukan ker j asama penambangan di Indonesi a adal ah PT Fr eepor t Indonesia (PTFI). Pelaksanaan suatu usaha, termasuk pert ambangan, akan berdampak t erhadap masyarakat. Dampak yang dit erima masyarakat akan dit ent u- kan dari kecakapan perusahaan dalam mengelola usahanya (corporate gover nance). Sebel um masa krisi s, i st i l ah corporat e governance hampir t idak dikenal di Indonesia. Isu mengenai penerapan cor por at e gover nance mulai diperhit ungkan dan dianggap pent ing guna mendukung pemulihan ekonomi akibat krisis. Banyak pihak menilai bahwa penerapan corporate governance masih bel um memadai t erut ama unt uk memberikan informasi kepada dunia luar. Padahal diyakini bahwa corpor at e gover nance berperan dalam mencipt akan pasar yang st abil. Kor men ( 2007) menul i skan bahwa hasil penelit ian IICD (The Indonesian Inst it ut e f or Corporat e Direct orship) menunj ukkan bahwa penerapan cor por at e gover nance yang baik di perusahaan akan memacu pertumbuhan perusahaan. Penerapan good cor por at e gover nance (GCG) secara int ernal akan membawa perusahaan menj adi perusahaan yang berkinerj a lebih baik di masa yang akan dat ang. Banyak perusahaan swast a kini mengembangkan apa yang disebut dengan corporat e social responsibility (CSR) dan corporat e cit izenship (CC). CSR adalah pengambilan keput usan yang dikait kan dengan nilainilai et ika, memenuhi kaidah-kaidah dan keput usan hukum, sert a menghargai manusi a, masyarakat, dan l i ngkungan. Sedangkan CC adal ah 1) Dosen FE Universitas Mercu Buana - Jakarta ina@mercubuana.ac.id

2 2 cara perusahaan bersikap atau memperlihatkan perilaku ketika berhadapan dengan pihak lain sebagai salah sat u cara unt uk memperbaiki reput asi dan meningkat kan keunggulan kompet it if (Dj ogo, 2005). Pentingnya penerapan GCG lebih mudah dit unj ukkan melalui perusahaan publik. Bukti empiris menunjukkan para invest or berani membayar t i nggi har ga saham per usahaanperusahaan yang wel l -gover nance (Soebekt i, 2007). Beberapa wakt u t erakhir semaki n banyak muncul ket idakpuasan bahkan kemarahan rakyat sebuah negara karena kekayaan al amnya di kuasai per usahaan asi ng at au perusahaan mul t inasional. Mel ihat tekanan yang semakin besar dari perusahaan multinasional pada negara, muncul pertanyaan apa yang bisa dan sudah di perbuat ol eh perusahaan mult inasional? Apa t anggung j awab laporan pada t ahun Laporan PTFI dengan j udul Unsur-unsur Pembangunan Berkel anj ut an memuat uraian mengenai manf aat ekonomi, perubahan dan pengembangan sosial, sert a pengelolaan lingkungan yang t el ah di l akukan perusahaan. Dat a yang dikemukakan dalam laporan tersebut, adalah berbagai manfaat ekonomi sert a perubahan dan pengembangan sosial yang t elah dilakukan perusahaan pada t ahun 2005 at au akumul asi sel ama per i ode Beberapa kont ribusi PTFI sesuai hasil kaj ian LPEM-UI yang diungkapkan dalam laporan t ersebut, disaj i- kan pada Tabel 1. Disebut kan pula bahwa sej ak 1996 PTFI t elah mengalokasikan sebagian pendapat annya unt uk di manf aat kan masyar akat set empat mel al ui Dana Kemit raan Fr eepor t bagi Pengembangan Masyarakat. Tabel 1. Kontribusi PTFI Tahun 2005 Unsur konstribusi (terhadap) Nilai PDB Indonesia % (Rp 65 trilyun) PDB PDRB Papua % PDRB Kabupaten Mimika % Pembayaran pajak 1.6% APBN Pendapatan seluruh rumah tangga 1,3% Pendapatan seluruh propinsi Papua 42% Sumber : Laporan PTFI, 2006 a mereka at as lingkungan dan masyarakat sekit ar? Permasalahan PT Fr eepor t Indonesi a (PTFI) merupakan sal ah perusahaan pert ambangan di Indonesia. Perusahaan yang mulai beroperasi di Indonesia sej ak t ahun 1967 ini membuat suat u Perubahan dan pengembangan sosial yang t elah dilaksanakan PTFI adalah: (1) Komit men unt uk menyediakan peluang di bidang pengembangan sosial, pendidikan dan ekonomi, t ermasuk melat ih dan mempekerjakan warga setempat di wilayah perusahaan.

3 3 (2) Mendukung memel ihara t radisi budaya Asmat dan Kamoro. (3) Mensponsori berbagai kaj ian sosial, seni, budaya, bahasa, dan ekonomi t erhadap masyarakat Amungme dan Komoro. Berdasarkan laporan t ersebut, apa komplemen at au koment ar yang dapat diberikan dikait kan dengan : (1) Falsafah Sains, (2) Et ika Bisnis, dan (3) Good Corporat e Governance? Tujuan Penulisan Tul i san i ni ber t uj uan unt uk memberi komplemen atau kritik atas Laporan CSR dari PTFI. Komplemen dikait kan dengan f al saf ah sains, et ika bisnis, dan good cor por at e governance. Sektor Pertambangan dan Pendapatan Nasional Sekt or pert ambangan dan penggalian merupakan salah sat u sekt or riil penyumbang pendapatan nasional Indonesia (GDP). Secara keseluruhan t erdapat 9 sekt or penyumbang GDP Indonesia, yaitu 1) pertanian, 2) pertambangan dan penggalian, 3) indust ri pengolahan, 4) lit srik, gas, dan air bersih, 5) bangunan, 6) perdagangan, hot el, dan rest oran, 7) pengangkut an dan komunikasi, 8) keuangan, persewaan, dan j asa perusahaan, serta 9) jasa-jasa. Pendapatan nasional dari sektor riil menunjukkan hasil yang dapat diperoleh Negara dari suatu sektor usaha atau dari sisi supply. Perhitungan pendapatan nasional suatu Negara dapat dilakukan dengan pendekatan gross domest ic product (GDP) at au gross nat ional product (GNP). Perbedaan kedua pendekatan tersebut adalah pada GDP pendapatan nasi onal di hi t ung at as dasar produksi yang di hasi l kan di suat u wilayah Negara, t anpa memperhat i- kan siapa yang menghasilkan nilai t ersebut. Sement ara pendapat an nasional yang dihit ung berdasarkan GNP perhitungan didasarkan produksi yang dihasilkan warga suat u Negara, baik yang berada di dalam wilayah Negara tersebut maupun yang berada di luar negeri. Falsafah Sains Menurut Suariasumant ri (2005), f al saf ah sains at au f ilsaf at ilmu merupakan bagian dari epistemology (f ilsaf at penget ahuan) yang secara spesi f i k mengkaj i haki kat i l mu (penget ahuan ilmiah). Sehubungan dengan permasalahan-permasalahan t eknis yang bersif at khas, maka f ilsaf at ilmu sering dibagi menj adi filsafat ilmu alam dan filsafat ilmuilmu sosial. Selanj ut nya dij elaskan bahwa manusi a mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan demi kel angsungan hi dupnya. Manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidup. Manusia mampu mengembangkan pengetahuan kar ena kemampuan ber pi ki r menurut suatu alur kerangka berpikir t ert ent u. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran. Penalaran merupakan proses berpikir yang mempunyai karakt erist ik t ertentu dalam menemukan kebenaran.

4 4 Sebagai suat u kegiat an berpikir, penalaran mempunyai ciri-ciri t ertentu. Ciri pertama kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Ciri kedua, penalaran bersifat analitik. Untuk melakukan kegiataan analisis dalam menarik suat u kesimpulan. Penget ahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran, mengembangkan paham yang disebut sebagai rasional isme, sedangkan yang menyat akan f akt a yang t ert angkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran, mengembangkan paham empirisme. Sukarman (2007) menj el askan bahwa nama semula ilmu ekonomi adalah f ilsaf at moral. Dalam masa perubahan dari filsafat menjadi ilmu, penyelidikan filsaf at t idak lagi menyeluruh tetapi menjadi lebih sempit dan bersifat sekt oral saj a. Etika Bisnis Menur ut Si manj unt ak (2005), et ika bisnis menyangkut kepat ut an perilaku semua pihak yang t erkait l angsung dengan kegi at an suat u perusahaan. Sel anj ut nya menurut Sukarman (2007), perilaku etis bukan hanya t indakan sesaaat saj a, t et api harus menj adi kebi asaan (habi t ). Oleh karenanya menumbuhkan budaya et ika dalam perusahaan merupakan upaya yang berkesinambungan. Semenet ara Reksodiput ro (2004) menyat akan bahwa et i ka bi sni s di dasarkan pada nil ai-ni l ai yang mel ampaui ket ent uan at au norma at uran (perat uran). Keraf (1998) menj el askan ada lima prinsip et ika bisnis. Pert ama, prinsip otonomi, yaitu sikap dan kemampuan manusia unt uk mengambil keput usan dan bert indak berdasarkan kesadarannya sendiri t ent ang apa yang dianggapnya baik unt uk dilakukan. Kedua, prinsip kej uj uran. Kej uj uran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilan, t ermasuk unt uk bertahan dalam j angka panj ang, dalam suasana bisnis pernuh persaingan ket at. Ket i ga, pr i nsi p keadi l an. Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dal am kegiat an bisnis, baik dalam relasi ekst ernal perusahaan maupun relasi int ernal perusahaan perl u di perl akukan sesuai dengan haknya masi ng-masi ng. Keadi l an menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Prinsip keempat, saling mengunt ungkan. Prinsip ini menunt ut agar bisnis di j al ankan sedemikian rupa sehingga mengunt ungkan semua pihak. Prinsip kelima, integritas moral. Prinsip ini t erut ama dihayat i sebagai t unt ut an int ernal dalam diri perlaku bisnis at au perusahaan agar menj alankan bisnis dengan t et ap menj aga nama baiknya at au nama baik perusahaan. Good Corporat e Governance Cor por at e gover nance adalah t at a kelola perusahaan. Sement ara good corporat e governance (GCG) ber ar t i pengel ol aan per usahaan dengan bai k. Menur ut Sukar man (2005), good governance dimaksudkan sebagai alat unt uk mengawasi performa pada pengelola sesuai dengan mandatnya. Ada beberapa unsur good gover nance, dar i ber bagai unsur t ersebut yang paling relevan unt uk dibicarakan adalah unsur ket erbukaan dan t ranparansi.

5 5 Selanjutnya Reksodiputro (2004), menj elaskan bahwa GCG mengacu pada st andar dasar yang bert uj uan pada ket aat an (compliance) t erhadap peraturan negara maupun aturan internal perusahaan. Sesuai Cadburry report Sukarman (2005), GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendal i kan per usahaan agar mencapai keseimbangan kekuat an (power) dari pengelola dan kewenangan (r i ght ) dari pemi l ik dal am memberi kan pert anggungj awaban kepada pemilik dan publik. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan at au Corporat e Social Responsibil it y (CSR) adalah pengambilan keput usan yang di kai t kan dengan nilai-nilai et ika, memenuhi kaidahkaidah dan keput usan hukum, sert a menghargai manusia, masyarakat, dan l i ngkungan ( Dj ogo, 2005). Dengan meningkat nya peran swast a ant ara lain melalui pasar bebas, privat isasi, dan globalisasi maka semakin luas int eraksi dan t anggungj awab perusahaan, t ermasuk dalam hal CSRnya. Manurut Reksodi put ro (2004), konsep CSR agak t umpang t indih dengan konsep good corporate governance (GCG) dan konsep etika bisnis. Menurut Wienerberg Reksodiput ro (2004), CSR lebih berdasarkan nilaini l ai (val ue- based) dan f okusnya keluar (ekst ernal) perusahaan. CSR di t uj ukan pada st akehol der yang lebih luas, termasuk, customer, LSM, supplier, dan komuniti. Dengan demikian, perhat ian manaj emen t idak saj a harus dit uj ukan pada st andar dasar ekonomi, t et api j uga pada dampak kegiat an perusahaan t erhadap l ingkungan hidup, komunit i seki t arnya, dan masyarakat pada umumnya. Tanggung jawab sosial perusahaan menurut Utama (2007) didasarkan pada semua hubungan, t idak hanya dengan masyar akat t et api j uga dengan pelanggan, pegawai, komunitas, pemilik, pemerintah, supplier, bahkan competitor. Salah satu bentuk t anggung j awab sosial perusahaan adal ah communi t y devel opment. Per usahaan yang mengedepankan konsep community development lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat. Pendapat serupa di sampai kan Dj ogo ( 2005) yang menyat akan bahwa CC menyangkut masalah pembangunan sosial (social development) dan dilakukan pada konteks partnership dan t at a kelola (governance). Prinsip ini memperhat ikan pembangunan masyarakat, perl i ndungan dan pelest arian lingkungan unt uk keberl anj ut an l i ngkungan, sert a membant u memperbaiki kual it as hidup manusia. CC dilakukan melalui manajemen internal yang lebih baik, membant u member i kan bant uan sumber daya unt uk pembangunan sosial dan kemitraaan dengan masyarakat bukan bisnis dan masyarakat luas. Menur ut Bank Duni a Dj ogo (2005), t anggung j awab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama. Komponen tersebut adalah: perlindungan lingkungan, j aminan kerj a, hak azasi manusia, int e- raksi dan ket erlibat an perusahaan dengan masyarakat, st andar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, per l i ndungan

6 6 kesehat an, kepemimpinan dan pendi di kan, ser t a bant uan bencana kemanusiaan. Har ahap ( 2007), menyat akan bahwa hi ngga saat i ni bel um ada pengert ian t unggal mengenai CSR. Jika dit arik benang merahnya, CSR merupakan bagi an st rat egi bi sni s korporasi yang berkait an dengan kelangsungan usaha dalam j angka panjang. Filosofi bisnis yang dikembangkan sej ak awal seharusnya adal ah pihak korporasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat sekit ar. Sebaliknya, masyarakat merupakan bagian yang t idak t erpisahkan dari pihak korporasi. Unt uk itu perlu keharmonisan dan keselarasan ant ara pihak korporasi dan masyarakat sekit ar, agar saling mengunt ungkan (simbiosis mut ualist is). Kear i f an kuno, The Anci ent Wisdom, yang berasal dari Timur diberi label/stigma sebagai mistisisme, tidak rasional, menggunakan intuitif, t i dak di al ogi s, dan sebagai nya. Namun Frit j of Capra menunj ukkan adanya paralelisme antara fisika subat omik dengan kearifan kuno. Menurut Capra Danardono (2004), Barat selama ini hanya mengukur kemajuan dengan rasionalitas atau intelektualit as. Banyak kenikmat an hidup yang telah dicapai, namun kemajuan yang melulu rasional dan intelektual t ernyat a menghasilkan kerusakan lingkungan, penurunan kualit as kesehat an, dan sebagainya. Kini disadari bahwa t erj adi ket impangan dalam hidup, sehingga memunculkan gerakan ekologi, f eminisme, dan small is beaut if ul dalam perekonomian. Menurut Capra, dalam Taoisme diyakini ada aspek Yin dan Yang secara bersamaan. Bila aspek Yang t elah mencapai kl i maksnya, maka Yang akan mundur untuk memberi kesempatan pada Yin. Siklus Yin-Yang inilah yang senantiasa membuat kehidupan berj alan harmonis. Menurut Keraf (1998) t anggung j awab sosial perusahaan menunj ukkan kepedulian perusahaan terhadap kepent ingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar terhadap kepent ingan perusahaaan saj a. Ada empat bidang yang t ermasuk dalam lingkup CSR. Pert ama, ket erlibat an perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Kedua, keuntungan ekonomis. Set iap pelaku bisnis, t ermasuk perusahaan secara moral dibenarkan unt uk mengej ar keuntungan karena dengan demikian ia dapat mempertahankan kelangsungan bisnis dan perusahaan tersebut. Keterlibatan sosial sebagai wuj ud t anggung j awab dan kepedul ian perusahaan at as kemaj uan masyarakat, akan memunculkan cit ra posit if mengenai perusahaan dan membuat masyarakat lebih menerima kehadiran dan produk perusahaan tersebut. Ketiga, memenuhi at uran hukum yang berlaku di suat u masyarakat. Perusahaan waj ib menj aga ket ert iban dan keteraturan sosial. Keempat, hormat pada hak dan kepent i ngan st akehol der yang punya kepent i ngan langsung atau tidak langsung dengan kegiat an bisnis perusahaan. Fauzia (2006) menj elaskan bahwa CSR adalah bentuk filantropi yang menj adi komit men kepedulian perusahaan t erhadap masyarakat. Filantropi yang bisa disepadankan dengan keder mawanan sosi al mer upakan ist ilah Yunani yang bisa mencakup semua jenis dan bentuk kegiatan kedermawanan sosial di berbagai peradaban, wilayah, kult ur, dan zaman.

7 7 Filant ropi adalah segala bent uk kegiat an non pemerint ah yang bersifat sukarela dan dilakukan untuk kepent ingan publik. Peran CSR Survey The Millenium Poll on CSR (1999) dilakukan oleh Environics Int ernat ional (Toront o), Conference Board (New York), dan Prince of Wal es Busi ness Leader For um (London) terhadap responden di 23 negara yang ada di 6 benua. Hasil survey menunj ukkan bahwa 1) separuh responden peduli mengenai perilaku sosial perusahaan, 2) dua per t iga responden menyat akan bahwa keberhasilan perusahaan 60 % dit ent ukan dari penerapan et ika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak t erhadap lingkungan, dan t anggung j awab sosi al per usahaan ( CSR), hanya 40% dit ent ukan ol eh cit ra perusahaan dan br and i mage, dan 3) Hanya sepert iga yang mendasari opininya at as f akt or-f akt or bisnis fundamental seperti finansial, ukuran perusahaan, st rat egi perusahaan, at au manaj emen ( Hasi buan dan Sedyono, 2002). Survey lain yang dilakukan pada t ahun 2000 oleh Burson Marst eller menunj ukkan bahwa 42% responden percaya bahwa track record dari CSR akan meni ngkat kan har ga saham dan 89% mengat akan bahwa keput usan mereka sebagai l egisl at or, regulat or, wart awan, dan LSM pada masa yang akan dat ang akan dipengaruhi oleh isu-isu CSR. Pelanggan, invest or, kelompok-kelompok komunit as, akt ivis-akt ivis l ingkungan, maupun t rading part ner akan menanyakan pada perusahaan detail-detail i nf ormasi t ent ang ki nerj a sosial mereka. Pada saat ini konsep corporate social responsibil it y (CSR) merupakan bagian pedoman melaksanakan good corporat e governance (GCG). Masalah etika bisnis dan akuntabilitas bisnis semakin mendapat perhat ian masyarakat, t erut ama di negara maj u, yang biasanya sangat liberal dal am mengat ur per usahaanperusahaan (Reksodiput ro, 2004). Pembahasan Pembangunan sekt or riil, t ermasuk pertambangan dan penggalian diharapkan berdampak posit if yait u dapat menyerap t enaga kerj a, meningkat kan produkt if it as ekonomi, dan dapat menj adi asset pembangunan nasional maupun daerah. Kenyataan yang dapat dilihat selama puluhan tahun praktek bisnis dan industri korporasi di Indonesia menunj ukkan dampak yang muncul seringkali justru memarj inalkan masyarakat sekit ar. Pemikiran yang mendasari CSR adal ah bahwa per usahaan t i dak hanya mempunyai kewaj i bankewaj iban ekonomi dan legal, t api j uga t erdapat kewaj iban-kewaj iban t erhadap pihak-pihak lain yang berkepent i ngan (st akehol der ) yang jangkauannya lebih luas dan melebihi kewaj i ban-kewaj i ban yang sudah disebutkan sebelumnya. CSR merupakan konsep dimana perusahaan secara sukarela menyumbangkan sesuat u ke arah masyarakat yang lebih baik dan lingkungan hidup yang lebih bersih. Kehadiran perusahaan mult inasioanal sepert i PTFI diakui bermanfaat karena Indonesia membut uhkan t enaga ahli di bidang teknologi pert ambangan dan penggal i an agar

8 8 kekayaan alam bisa dieksploit asi. Tujuan eksploitasi ini tentunya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun kehadiran perusahaan mult inasional sering memunculkan kontroversi. Kontroversi tersebut beragam, mulai dari persoalan lingkungan hidup, hingga persoalan pembagian hasil yang dianggap merugikan negara. Sektor Pertambangan di Indonesia Okt avi ani (2006) menyat akan bahwa sekt or per t ambangan dan penggalian mengalami pert umbuhan pal ing buruk sel ama l i ma t ahun t erakhir ( ). Nilai produk sektor pertambangan dan penggalian pada t ahun 2002 hi ngga 2004 menurun, sehingga di tahun 2003 dan 2004 pert umbuhannya negat if. Rendahnya t ingkat pert umbuhan sekt or ini lebih disebabkan t idak st abilnya Winzenreid, penasehat ahli ari Price Wat erhouse Coopers bahwa t ingkat pengeluaran eksplorasi Indonesia baru sekit ar 2 persen dari pengel uaran eksplorasi global pada t ahun Sebagai perbandingan dit unj ukkan pengeluaran eksplorasi negara lain, yait u Amerika Lat in mencapai 23 persen, Kanada 19 persen, Afrika 17 persen, Amerika Serikat 8 persen, Pasifik dan Asia Tenggara 4 persen, sedangkan bagian dunia lainnya 16 persen. Selanj ut nya disebut kan bahwa dalam hal potensi sumberdaya mineral, Indonesia mendapat nilai 97 (dari maksimum 100) dan menduduki peri ngkat ke t uj uh dari 64 wil ayah. Enam Negar a t er at as dal am hal pot ensi sumberdaya mineral adalah Rusia, Peru, Mali, Ghana, Republik Demokratik Kongo, dan Papua Nugini seperti disaj ikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Sektor Pertambangan dan Penggalian Indonesia, Tahun Tahun Nilai (milyar rupiah) Pangsa (%) Pertumbuhan (%) ,3 11, ,0 11,28 1, ,8 10,63-1, ,4 9,66-4, ,0 9,30 1,59 Sumber : Oktaviani, 2006 harga duni a unt uk produk-produk pert ambangan, sepert i pert ambangan minyak dan gas bumi, dan t erbat asnya sumber-sumber t ambang baru, dan pr oduksi yang r el at i f menurun. Meski pun sumbangan sekt or pert ambangan bagi GDP Indonesia t idak t erlalu besar, namun Indonesia masih memil iki pot ensi unt uk mengembangkan sekt or pert ambangan. Sebagai mana di sebut kan Sacha Menurut Wahyuni (2007) meski sekt or pert ambangan Indonesia dinilai sangat prospekt if secara geologis, namun kebij akan yang diambil pemerintah belum mendukung indust ri pert ambangan. Berdasarkan survey dari Frase Institute selama tahun , kebij akan pert ambangan pemerintah Indonesia mendapat nilai 22 dari nil ai maksimum 100. Nil ai tersebut sudah meningkat dibandingkan survey Frase sebelumnya dimana

9 9 Indonesia hanya mencapai nilai 12. Dalam hal kebij akan pemerint ah di sekt or indust ri pert ambangan, Indonesia menduduki peringkat ke enam t erakhir dari 64 wilayah. Kebij akan pertambangan Indonesia hanya lebih baik dibanding Zimbabwe, Papua New Guinea, Republik Demokrat ik Kongo, Venezuela, dan Philipina. Sudah hampir 40 tahun industri pert ambangan mineral di Indonesia gagal membukt ikan perannya sebagai penopang perekonomian Indonesia, apalagi mensejahterakan penduduk lokal dimana bahan mineral tersebut dit ambang. Kont ribusi sekt or ini sekit ar 1.6 t rilyun rupiah at au sekit ar 9-10% t erhadap APBN dalam 5 tahun terakhir (lihat Tabel 2). Nilai t ersebut lebih kecil daripada sekt or kehut anan. Ni l ai t ambahnya j uga r endah, kar ena bahan t ambang umumnya di ekspor dal am bent uk bahan mentah, bukan dalam bentuk bahan j adi at au set engah j adi. Padahal apabila ekspor dilakukan dalam bentuk barang j adi atau barang set engah j adi, berarti sudah dilakukan pengubahan bentuk dan dilakukan di dal am negeri. Pengubahan bent uk t ersebut t ent unya memberi nilai t ambah dan mencipt akan lapangan kerj a. Dengan kat a lain, ekspor dalam bent uk bahan ment ah mengakibat kan penyerapan t enaga kerj a lokal menj adi rendah. Sekt or pert ambangan j uga gagal menunj ukkan t anggung j awabnya t erhadap kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, dan penyel esai an konf l i k dengan penduduk l okal di l okasi - l okasi penambangan. PTFI PTFI merupakan salah satu perusahaan per t ambangan penghasi l t erbesar t embaga dari bij i mineral yang j uga mengandung emas dalam j umlah cukup besar. Kont rak Karya (KK) pert ama dengan Pemeri nt ah Indonesia dilakukan pada April 1967 dan kegiatan eksplorasi di Etsberg dimulai pada Desember Konstruksi dalam skala besar dimulai pada Mei 1970, sedangkan ekspor perdana konsent rat t embaga dilakukan pada Desember Akhir 1991, KK kedua dit andat angani dan PTFI di beri hak ol eh Pemerintah Indonesia untuk meneruskan operasinya selama sedikit nya 30 tahun ke depan. Artinya hingga tahun 2021 PTFI masi h memi l i ki hak konsesi di Papua. Produk t embaga yang berasal dar i kompl eks per t ambangan di Papua dan juga produk tembaga dari pabrik peleburan di Gresik yang 25% sahamnya mi l i k PTFI, mer upakan bahan yang sangat pent ing bagi industri komunikasi, transportasi, elekt ronika, dan industri lain yang menj adi andalan dunia. CSR PTFI PTFI adal ah sebuah badan hukum. Artinya perusahaan dibentuk berdasarkan hukum t ert ent u dan disahkan dengan hukum atau aturan legal. Oleh karena itu keberadaannya di j ami n dan sah menurut hukum. Sebagai badan hukum perusahaan mempunyai hak-hak legal t ert ent u. Sej alan dengan itu, perusahaan j uga mempunyai kewaj iban legal. Dal am pandangan l egal - recognition, perusahaan merupakan usaha bebas dan produkt if yang dibentuk unt uk mencapai kepent ingan para pendirinya. Dengan demikian akt ivit as perusahaan memang melayani masyarakat, namun bukan it u

10 10 t uj uan ut amanya. Tuj uan ut ama perusahaan adalah kemakmuran bagi pemegang saham (shareholder). Sesuai dengan konsep t anggung j awab sosial perusahaan, PTFI harus bert anggung j awab at as t indakan dan kegiat an bisnisnya yang mempunyai pengaruh at as orang-orang t ert ent u, masyarakat, sert a lingkungan di mana PTFI beroperasi. Art inya PTFI diharapkan ikut menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sej aht era, bahkan diharapkan ikut melaksanakan kegiatan tertentu yang t idak semat a-mat a didasarkan pada perhitungan keuntungan kontan langsung, melainkan demi kemaj uan dan kesej aht reraan masyarakat. Tanggung j awab sosi al menunj ukkan kepedul ian perusahaan t erhadap kepent ingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar kepent ingan perusahaan belaka. Dengan konsep tanggung jawab sosial per usahaan, t i dak di benar kan perusahaan mengej ar keunt ungan dengan mengorbankan kepent ingan pihak l ain, t ermasuk masyarakat luas. Laporan PTFI menunj ukkan berbagai kebaikan perusahaan t ersebut bagi pemer i nt ah dan masyar akat Papua. Tent unya perlu disampaikan t erima kasih bahwa berkat adanya PTFI, bumi Papua yang mengandung bahan t ambang yang begit u berlimpah dan bernilai tinggi dapat digali dan dit ambang. Disadari bahwa kemampuan teknologi bangsa Indonesia pada saat PTFI memulai penambangan di Papua memang relatif belum maj u. Adanya Kont rak Karya (KK) menyebabkan kegi at an ekspl orasi dapat segera direalisasikan. Kont rak Karya (KK) kedua yang di t andat angani t ahun 1991 pada beber apa wakt u t er akhi r t el ah memunculkan berbagai kont roversi. Kalangan DPR RI menilai KK dengan PTFI harus direvisi karena pemerintah belum mendapat kan manf aat yang maksimal dari proyek pert ambangan t embaga dan emas di Papua. Pembagian royalt y ant ara PTFI dengan pemerint ah Indonesia harus dinegosiasi kembali. Usulan t ersebut mengemuka menyusul t emaun Badan Pemer i ksa Keuangan (BPK) yang menyebut kan bahwa penyusunan KK PTFI berpot ensi merugikan negara. Rapat Maj elis Pimpinan Paripurna Ikat an Cendekiawan Musl im se-indonesia (ICMI) pun merekomendasi kan pemeri nt ah agar mencari r umusan ker j asama bar u secar a bij ak dan memenuhi rasa keadilan bagi semua pi hak ( ICMI, 2006). Dasar per t i mbangannya kar ena kondisi saat ini sudah berubah j auh di bandi ngkan masa l al u. Masal ah t anggung j awab sosial perusahaan dan neraca sumber daya alam perlu dibahas oleh pemerint ah agar lebih mendorong sebanyak mungkin hasil sumberdaya alam tersebut dialokasikan bagi kemakmuran bangsa dan Negara. a. CSR PTFI Ditinjau dari Falsafah Sains Pembenaran suat u kaj ian dalam pengert ian f alsaf ah sains bisa didasarkan pada prinsip rasionalisme dan/ at au empi ri sme. Pendekat an rasionalisme at au deduksi menekankan bahwa j ika suat u pernyat aan benar dan di dukung ol eh asumsiasumsi yang benar, maka kesimpulan yang di per ol eh j uga akan benar. Dengan pendekat an deduksi angkaangka yang dit uliskan dalam laporan PTFI dapat mengant ar kan pada

11 11 kesimpulan bahwa banyak hal sudah diperbuat ol eh PTFI, yang art inya keber adaan PTFI di Papua t el ah member i kan keunt ungan at au manf aat baik bagi penduduk l ocal (Papua) maupun bangsa Indonesia secara umum. Pendekat an empi r i sme at au induksi menekankan pada bukti-bukti empiris di lapangan t erhadap suat u kej adi an at au keadaan. Ber bagai angka yang disaj ikan dalam laporan PTFI yang menyat akan hal-hal yang sudah diberikan PTFI kepada masyarakat Indonesia perlu dikaji kembali. Banyak hal masih perlu dipert anyakan, karena secara empiris dapat dit arik kesimpulan yang berbeda. Eksploitasi bumi Papua khususnya unt uk tembaga dan emas selama 40 t ahun menunj ukkan ket i daksei m- bangan antara Yang dan Yin. Manusia dan alam sepert i dua ent it as yang t erpisah. Ekpl oit asi besar-besaran yang dilakukan t elah mendat angkan keunt ungan besar bagi perusahaan penambang, namun di sisi lain telah menimbulkan kerusakan alam yang t idak kecil dan merugikan masyarakat sekit ar. Dalam laporan yang disaj ikan PTFI t i dak di sebut kan ber apa keunt ungan yang t elah diperoleh per usahaaan bai k pada t ahun dilaporkannya kegiat an perusahaan (t ahun 2005), akumul asi kegi at an pada periode t ert ent u ( at au ), apal agi sej ak perusahaan beroperasi di Indonesia pada tahun Disebut kan dalam laporan PTFI bahwa pada t ahun 2005 paj ak, royalt i, biaya, dan pembayaran lain yang di bayar kan ke pemer i nt ah Indonesia adalah sebesar 1,2 miliar dolar AS, dan selama t ahun nilai tersebut telah sebanyak 3,9 miliar dolar AS. Art inya selama 13 t ahun ( ) j uml ah yang di ber i kan kepada pemer i nt ah Indonesia adalah sebesar 2,7 miliar dolar AS. Mengapa j umlah kont ribusi pada t ahun 2005 (1 t ahun) begit u jauh berbeda dengan kontribusi pada periode (13 t ahun)? Apakah hal t ersebut didorong oleh adanya prot es dari berbagai kalangan? Sel ain it u disebut kan bahwa j umlah manfaat langsung dan t idak langsung pada t ahun 2005 mencapai 7 miliar dolar dan selama periode t elah mencapai 40 miliar dolar AS. Tidak ada informasi, angka -angka t ersebut merupakan berapa bagian dari t ot al penerimaan at au keunt ungan yang sudah ber hasi l diperoleh PTFI baik pada tahun 2005, pada per i ode , at au bahkan selama PTFI telah melakukan penambangan di Indonesia. Angka absolute seperti itu kurang bermakna karena t i dak dapat menunj ukkan ber apa persen bagi an yang t el ah di serahkan pada Negara Republ i k Indonesia, bagi masyarakat Papua, dan apakah sudah cukup adi l? Menurut Adam Smit h Keraf (1998), di antara prinsip umum et ika bisnis, prinsip keadilan merupakan prinsip paling pokok. Selain itu, penyajian data secara akumulasi unt uk periode yang dikemukakan dalam angka total menj adi kurang bermakna, karena t i dak dapat menunj ukkan kecenderungan yang sebenarnya t erj adi. Apakah t er j adi t ren meni ngkat, konst an (tanpa pert umbuhan), atau malah t erj adi penurunan? Dalam laporan PTFI t idak dit emukan pernyataan at au informasi mengenai besar peneri maan at au

12 12 keuntungan usaha penambangan PTFI di Indonesia. Pembaca laporan harus cukup puas dengan angka-angka yang disaj ikan unt uk sat u t ahun (2005) at au ni l ai akumul asi yang relat if besar (selama periode ), dalam bent uk nilai mutlak. Bi l a di sebut kan bahwa pada t ahun 2005 PTFI telah menyumbang 2, 4 persen PDB Indonesia, 58% PDRB Papua, dan 90% PDRB Kabupat en Mimika, maka pert anyaannya, seberapa besar nilai hasil t ambang PTFI dibandingkan nilai t ambang Indonesia, Papua, dan Kabupat en Mimika? Selain itu, penghitungan pendapatan nasional didasarkan pada PDB (Produk Domest ik Brut o), art inya dihit ung berdasarkan wilayah dimana hasil suat u sekt or perekonomian diperoleh. Jika perhit ungan pendapat an nasional tersebut didasarkan pada produk nasional bruto (PNB), maka sebenarnya masyarakat mana (bangsa siapa) yang meni kmat i hasi l t ambang Papua? Kemana perginya penerimaan yang diperol eh dari hasil t ambang PTFI? Apakah di ni kmat i di dal am wilayah Negara Republik Indonesia? Disebut kan dalam laporan PTFI bahwa PTFI t el ah menyedi akan lapangan kerja sebanyak orang pada tahun 2005 dan 25% nya adalah put ra Papua. Tidak dij elaskan j enis pekerj aan apa yang diberikan kepada putra Papua dan seberapa besar penerimaan yang dapat di perol eh pekerja putra Papua? Apakah kesempat an kerj a yang diberikan bagi put ra Papua sudah cukup memadai dibandingkan dengan t ot al kesempatan kerja yang tersedia dari usaha penambangan t ersebut? Sel anj ut nya disebut kan pul a beberapa kont ribusi t idak langsung PTFI, yait u : (1) Investasi untuk membangun prasarana perusahaan di Papua yang nant inya akan diserahkan kepemi l i kannya pada pemer i nt ah Indonesia bila kontrak karya telah berakhir. Sel ama ini prasarana t ersebut dinikmat i ol eh siapa? Sudahkah dinikmat i oleh masyar akat seki t ar per usahaan dan bangsa Indonesia pada umumnya? Berapa besar manfaat it u? Konsep yang menyatakan bahwa nilai pada hari ini lebih besar daripada nilai yang akan diperoleh pada masa yang akan dat ang (t i me value of money) j uga menunj ukkan bahwa apa yang dapat dinikmat i PTFI pada hari ini t entunya j auh l ebih besar daripada apa yang bisa diperoleh bangsa Indonesia di masa yang akan dat ang ket ika KK t elah berakhir. (2) Investasi dalam bentuk prasarana sosi al yang member i manf aat langsung bagi masyarakat seperti gedung sekolah, klinik kesehatan, perkant oran, sarana ibadah dan rekreasi, sert a perngembangan usaha kecil dan menengah. Invest asi prasarana sosial inipun perlu dikaj i, t elah dapat menj angkau berapa banyak anggot a masyarakat? (3) Penyediaan lapangan kerj a bagi orang di tahun Belum diket ahui berapa persen penyerapan tenaga kerja tersebut bagi masyar akat Papua at au bagi pengangguran di Papua. Jika pada tahun 2005 jumlah pengangguran di Indonesia adalah 10,85 j ut a or ang, maka PTFI menyer ap 0, 07% dari j umlah pengangguran yang ada di Indonesia. Apakah angka penyerapan t enaga kerj a t ersebut sudah memadai dengan

13 13 banyaknya hasil t ambang yang dapat diperoleh PTFI dari bumi Indonesia? (4) Pembayaran upah bagi karyawan PTFI mencapai lebih dari 1 miliar dolar AS sejak tahun Sekali lagi, karyawan dari bangsa mana yang t erut ama menerimanya? Di mana mer eka menggunakan penerimaan upah t ersebut? Apakah digunakan di dalam wilayah Indonesia, atau j ust ru digunakan untuk konsumsi di luar Indonesia? Berikut nya, dalam rangka membangun dan memelihara hubungan konst rukt if dan posit if dengan masyarakat Papua, PTFI memberikan dana per wal i an bagi masyar akat Amungme dan Komoro dengan memberi kontribusi sebesar 7.5 juta dolar AS. Selain itu PTFI melibatkan masyarakat Amungme dan Komoro sebagai persert a ekuit as. Per 31 Desember 2005 dana t ersebut sudah mencapai l embar saham bi asa pada Freeport -McMoran Copper & Gol d Inc. Sekali lagi, belum ada informasi yang menj el askan l embar saham t ersebut merupakan berapa persen dari out st anding shares yang dimiliki PTFI. Padahal dalam suat u Perseroan Terbatas, hak suara pemegang saham sangat t ergant ung oleh besar saham yang dikuasai. Art inya j ika lembar saham t ersebut set ara dengan X % maka hak suara masyarakat Amungme dan Komoro pun sebesar X %. Apa yang dapat diperoleh masyarakat Amungme dan Komoro dengan hak suara sebesar itu? Program CSR PTFI dilaksanakan melalui kemit raan dengan masyarakat adat Amungme (LEMASA) dan Kamoro (LEMASKO) dengan memberikan kontribusi berupa dana kemit raan. Dana kemit raan t ersebut dikelola dan disalurkan oleh lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamor o ( LPMAK) ber upa program pendidikan dana t raining, kesehat an, pembangunan desa, dan pengembangan wirausaha. Namun hasil audit The Int ernat ional Cent er f or Corporat e Account abilit y (ICCA) menunj ukkan masih banyak hal yang perlu diperbaiki, seperti pengelolaan dan distribusi dana oleh LPMAK serta pemberian bant uan yang tidak pada tempatnya. b. CSR PTF Ditinjau dari Etika Bisnis Mengacu pada pri nsi p-pri nsi p et ika bisnis menurut Keraf (1998), maka prinsip kej uj uran, prinsip keadilan, dan prinsip saling mengunt ungkan (mut ual benef it principle) dari bisnis PTFI masih dipert anyakan penerapannya. Hal ini didasari kenyat aan adanya koment ar dari berbagai pihak t erhadap pel aksanaan kegiat an penambangan PTFI. Dalam tulisan yang dapat dibaca sebagai laporan PTFI, tidak diikutkan laporan mengenai pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Dari sisi lain, sel ama ini l ebih banyak t erdengar koment ar mengenai dampak kerusakan lingkungan yang t erj adi di bumi Papua akibat kegiat an penambangan yang dilaksanakan. Widiant o (2006) menyat akan bahwa bahwa PTFI gagal menunj ukkan t anggung j awabnya t erhadap pengelolaan lingkungan dan resolusi konf l i k dengan penduduk l okal. Sekit ar 1.3 milyar t on limbah tailing dan 3,6 t on limbah baru dibuang begit u saj a ke lingkungan. Limbah t ersebut telah mencemari Sungai Ajkwa dan menyebabkan j ebol nya Danau

14 14 Wanagon hingga t erkont aminasinya rat usan ribu hekt ar darat an dan laut an Arafura. Dampak yang diakibat kan PTFI t erhadap wi l ayah seki t ar penambangan cukup mempr i hat i nkan. Menur ut Reza (2006), ker usakan lingkungan secara fisik yang t erj adi di Papua ant ara lain berupa sungaisungai yang menj adi al i ran pembuangan l imbah perusahaan t el ah t er cemar zat -zat beracun, t anah sekit ar 230 kilomet er persegi rusak, dan pengundul an hut an di daerah sekit ar penambangan semakin meluas. Hal-hal t ersebut t ent unya menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2002 tent ang pencemaran lingkungan hidup. Jika memang PTFI berlaku secara lebih adil dan legawa, sebenarnya perlu diperhit ungkan imbangan ant ara t ot al penerimaan (bagi perusahaan) yang sel ama i ni sudah di ambi l dar i bumi Papua dengan biaya-biaya yang harus dit anggung. Biaya-biaya di sini t ermasuk kerusakan lingkungan yang telah terj adi, dan dampaknya t erhadap masyarakat. Tent unya diperlukan audit dari pihak l ain yang i ndependent, sehingga dapat diperoleh masukan yang obyekt if unt uk menil ai. Jika kerusakan yang t erj adi merupakan biaya (cost), maka secara jujur harus diakui lebih besar penerimaan daripada biaya, at au lebih besar biaya daripada penerimaan yang diperoleh? Jika berbagai kerusakan lingkungan dan derit a masyarakat yang t erj adi j auh lebih besar daripada penerimaan, maka sebenarnya keberadaan PTFI t i dak mengunt ungkan bagi masyarakat Indonesia. Sebuah survey mengat akan bahwa 68% consumen tidak mempercayai per usahaan-perusahaan. Ket i dakpercayaan ini merupakan anggapan bahwa perusahaan-perusahaan it u hanya mengeruk keunt ungan t anpa memberikan faedah pada lingkungan dan masyarakat sekit ar. Sement ara Widiant o (2006) menyatakan bahwa meskipun PDB Papua berada di ranking ketiga, tetapi nilai indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua berada di urut an ke 29 dari 30 propinsi di Indonesia. Bahkan akumulasi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di atas 35% berada di kawasan konsesi PTFI. Dampak sosial lain, disebut kan bahwa bisnis prost it usi di kot a t ambang Timika meningkat seiring kenaikan produksi PTFI. Sebelumnya, Suryana (2003) menyampaikan bahwa kasus penambangan PTFI merupakan salah sat u kasus yang terkenal dan sering disodorkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat unt uk menyadarkan masyarakat tentang bahaya operasi penambangan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Tidak hanya dari kalangan LSM, penelitian empiris menunjukkan bahwa perhat ian perusahaan mult i- nasional t erhadap persoalan lingkungan cukup minim. Survei yang dilakukan Pusat Ant ar Universit as-st udi Ekonomi Universitas Gajah Mada terhadap 90 perusahaan mult inasional yang beroperasi di Indonesia dan bergerak di berbagai bidang dari pert ambangan hingga elekt ronik menemukan bahwa mayorit as perusahaan mult inasional yang beroperasi di Indonesia hanya memikirkan keunt ungan binsis dan cenderung mengabaikan persoalan lingkungan hidup. Menurut para LSM dalam Suryana (2005), operasi pert ambangan t idak hanya merusak lingkungan, tapi juga

15 15 sering menj adi faktor penyebab pelanggaran hak azasi manusia, t erutama terhadap suku-suku asli setempat. Pada kasus penambangan PTFI, penduduk Amungme diungsikan keluar dari tanah leluhur mereka begitu di t anah mereka dit emukan cadangan mineral. Fauzia (2006) menj elaskan bahwa aksi demonst rasi t erhadap PTFI yang akhirnya ricuh dan menimbulkan korban t ewas merupakan luapan emosi masyarakat. Kerusuhan dan demonstrasi tidak muncul begitu saja t anpa ada f akt or pemicu di belakangnya, yait u kesenj angan sosial dan perasaan ket idakadilan. Usman (2006) mengemukakan bahwa Walhi melakukan siaran pers unt uk menyampai kan per mi nt aan agar PTFI ditutup, selanj ut nya dilakukan audit dan penyelidikan menyeluruh at as seluruh rangkaian pelanggaran HAM kerusakan ekologi, dan kerusakan sosial budaya yang diderit a masyarakat Papua sehubungan adanya kegiatan pertambangan PTFI. Melalui audit yang t ransparan dapat diket ahui manfaat keberadaan PTFI bagi masyarakat Papua. Jika dinilai masih terlalu kecil maka harus dimint a revisi bagi hasil, selain ganti rugi atas kerusakan lingkungan dan sosial budaya yang di aki bat kan PTFI (Kompas, 2006). PTFI merasa bahwa pengelolaan limbahnya sudah baik. Perusahaan berkeras bahwa pembuangan tailing si sa penambangan ke sungai Aghwagon-Otonoma-Ajkwa merupakan pilihan terbaik, dengan mempert i mbangkan keadaan geot ekni k, t opografi, iklim, seismolog, dan mutu air yang ada. Dikemukakan bahwa tailing yang dibuang t idak beracun karena dalam memproses biji mineral tidak menggunakan sianida dan merkuri. Di si si yang berbeda, Badan Pengendal i an Dampak Li ngkungan (Bapedal) pada t ahun 2001 menilai cara pembuangan t ail ing t ersebut melanggar Perat uran Pemerint ah Nomor 35 tahun 1991 tentang Sungai yang melarang pembuangan limbah padat atau cair ke dalam at au di sekitar sungai. Tailing PTFI juga dinyat akan t idak memenuhi baku mut u limbah cair yang mensyaratkan total suspended solution (TSS) atau limbah t idak t erlarut sebesar 400 ppm sement ara TSS tailing PTFI mencapai ppm (Wiguna, 2006). c. CSR PTFI Ditinjau dari GCG Laporan PTFI pada t ahun 2006 menunj ukkan bahwa per usahaan t el ah menyebarkan inf ormasi mengenai pelaksanaan kegiat an sehubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Namun kualit as inf ormasi yang di beri kan bel um dapat dikat egorikan sebagai t ransparan. Padahal penyebaran informasi secara t ransparan hanyalah suat u pra kondisi, belum merupakan kondisi yang cukup (suf f icient condit ion) unt uk mencapai t uj uan dil aksanakannya good governance. Tujuan good governance adalah agar perusahaan berperf orma baik sehi ngga dapat meni ngkat kan kemakmuran pemegang saham dan memberi manf aaat bagi pemangku kepent ingan. Sal ah sat u pet unj uk meningkat nya kemakmuran pemegang saham dapat dilihat dari tingkat penerimaan perusahaan. Laporan The El ement of Sharehol der Val ue dari PTFI ( 2006) menunj ukkan bahwa kemakmuran pemegang saham memang terus meningkat. Hal t ersebut diketahui dari penerimaan PTFI yang

16 16 t erus meningkat pada periode t ahun , sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. informasi yang t idak t erbuka t ersebut, t i mbul ket i dakper cayaan. Ket i dakpercayaan t ersebut dapat Tabel 3. Penerimaan PTFI pada Tahun Tahun Penerimaan (US$) Pertumbuhan (%) , , , ,20 Rata-rata ,4 20,62 Sumber : Laporan PTFI, 2006 b Dari sisi pemangku kepentingan, bagaimana tata kelola perusahaan sebagai cerminan tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat seki t ar? Lapor an PTFI mengenai Unsur-Unsur Pembangunan Berkelanj ut an menunj ukkan bahwa program CSR PTFI telah dilakukan. Memperhatikan komentar pihak eksternal perusahaan, diperoleh masukkan bahwa sejauh ini tanggung jawab sosial PTFI belum memadai, karena belum berhasil mempersempit kesenjangan dan ket idakadilan sosial. Dampak sosial dan lingkungan yang dit imbulkan selama kegiat an penambangan yang sudah berlangsung selama 40 t ahun begitu besar, sehingga muncul permintaan dari beberapa pihak agar usaha penambangan ini dit ut up. Artinya pengelolaan PTFI belum baik (good), karena banyaknya koment ar yang menunj ukkan ket idakpuasan masyarakat. Akar permasalahan ket idakpuasan masyarakat tersebut nampaknya disebabkan karena PTFI kurang melaksanakan keterbukaan informasi t erhadap masyarakat. Dikarenakan mengakibatkan gangguan bagi kegiat an bisnis perusahaan di masa yang akan dat ang. Padahal PTFI t el ah diberi hak konsesi hingga tahun Suat u periode wakt u yang relat if masih panj ang. Sebagaimana t elah disebut - kan di bagian terdahulu, dalam laporan PTFI mengenai Unsur-unsur Pembangunan Berkelanjutan (2006), data yang disaj ikan t idak mengungkapkan secara j elas dan t ransparan mengenai kegiat an bisnis yang sesungguhnya dari PTFI. Juga belum terungkap secara jelas manfaat PTFI bagi bangsa Indonesia secara umum, dan bagi masyarakat Papua pada khususnya. CSR memang mer upakan j awaban at as inisiat if bahwa bisnis t idak hanya berj alan demi kepent i- ngan pemegang saham (shar ehol - ders) saj a, namun j uga untuk stakeholders yait u pekerj a, masyarakat, dan lingkungan. Meskipun tujuan bisnis adalah mencari laba, namun perusahaan j uga harus bisa menyej aht erakan orang (people) dan menj a- min kelestarian lingkungan. Jika PTFI t er us mel aksanakan CSR secar a

17 17 konsi st en dan berkesi nambungan, maka hal t ersebut menunj ukkan perusahaan telah mengaplikasikan good cor por at e gover nance, memat uhi r egul asi dan et i ka, menj unj ung transparansi, dan memenuhi harapan st akeholders. Harapan st akehol der nampaknya belum terpenuhi, sebagaimana masih t erj adi berbagai ket idakpuasan masyarakat dan unj uk rasa kar yawan t er hadap per usahaan. Ket idapuasan masyarakat masih t erjadi hingga tahun 2006 lalu dan unjuk rasa karyawan masih t erj adi hingga April Peran Pemerintah Dilema keberadaan perusahaan PTFI di Indonesia perlu dicarikan penyelesaian, yang sudah dibayangkan t idak mudah. Pemerint ah mest i mengef ekt if kan kebij akan lingkungan. Masyarakat sekit ar dan LSM diaj ak mengawasi dampak beroperasinya PTFI t erhadap lingkungan. Pemerint ah j uga perlu memint a PTFI agar lebih t ransparan dalam mengelola lingkungan. Memberikan inf ormasi secara t erbuka at au t ransparan belum merupakan kondisi yang cukup unt uk mencapai t uj uan dil aksanakannya good cor por at e gover nance. Pemberian informasi secara terbuka baru merupakan pra kondisi. Tuj uan good corporat e governance adalah agar perusahaan berf ungsi dan berperforma baik, sehingga dapat meningkat kan kemakmuran masyarakat. Pemerintah perlu melakukan titik t emu dalam pengat uran lingkungan. Regulasi yang t erlalu ket at akan membuat perusahaan mult inasional t i dak nyaman, sehi ngga mer eka meninggalkan at au t idak mau berinvestasi di Indonesia. Di sisi lain, perat uran yang t erlalu longgar akan menyediakan kesempat an bagi perusahaan mult inasional unt uk melakukan kerusakan l ingkungan l ebih parah. Salah sat u cara yang dapat ditempuh, Pemerintah perlu mengefekt ifkan instrumen paj ak baru untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan. Instrumen ini dimaksudkan untuk mendor ong agar vol ume sampah yang dihasilkan dan dibuang ke lingkungan sekitar dapat ditekan, karena semakin besar volume sampah yang dihasilkan maka akan semakin t inggi paj ak yang harus dibayarkan. Pada wakt u yang akan dat ang, bukan t idak mungkin CSR menj adi kewaj iban baru st andar bisnis yang harus dipenuhi, sepert i halnya st andar ISO. Paradigma CSR perlu diubah, bukan sebagai konsekuensi (uni n- t ended consequence) t api menj adi t uj uan. Jika hanya sebagai konsekuensi, CSR akan dikalahkan t uj uan ut ama perusahaan unt uk memaksimalkan laba. Sedangkan jika menjadi t uj uan, CSR akan menj adi priorit as perusahaan dalam menj alankan kegiat annya, t anpa melalaikan laba. CSR akan membuat per usahaan dicint ai masyarakat karena perusahaan berbuat banyak bagi mereka. Perusahaan yang dicintai masyarakat mempunyai pr ospek masa depan yang baik, karena akan mendapat dukungan keberlanj ut annya. Kesimpulan Penerapan CSR di perusahaan sudah menj adi kebut uhan. Apalagi bagi perusahaan dengan skala besar,

18 18 karena umumnya perhat ian masyarakat terhadap pelaksanaan usahanya akan semakin besar pula. Perusahaan akan kesulit an j ika masi h menggunakan par adi gma l ama, yait u mengej ar keunt ungan setinggi-tingginya tanpa mempedulikan kondisi masyarakat sekit ar. Jika paradigma t ersebut dipert ahankan, maka akan memicu ket idakpuasan (kecemburuan sosial) dari masyarakat sekit ar. Jika hubungan dengan masyarakat sekit ar t idak baik, perusahaan tidak dapat menggali potensi masyarakat lokal yang seyogyanya dij adikan modal sosial perusahaan unt uk maju dan berkembang. Akibatnya hal it u akan merugikan perusahaan. Per l u per at ur an per undangundangan yang mengatur konsep dan j enis t anggung j awab sosial perusahaan dalam rangka law enforcement dan peningkat an ekonomi lokal dan nasional. Di sisi lain, direksi dan dewan komisaris sebagai manajemen puncak harus memiliki komitmen penuh dalam menerapkan CSR, sehingga menj adi budaya perusahaan. Berbagai penelit ian menunj ukkan korelasi posit if ant ara CSR dan kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan yang menerapkan CSR j ust ru memiliki kondisi keuangan yang baik. Dengan kat a l ain sudah wakt unya perusahaan tidak lagi menggolongkan penerapan CSR sebagai biaya, melainkan sebagai investasi perusahaan, untuk mendapatkan return lebih baik di masa yang akan datang. Jika perusahaan t elah melakukan CSR dengan baik, maka perusahaan tersebut tergolong t elah melakukan GCG. Ji ka per usahaanperusahaan di Indonesia t elah mel aksanakan GCG maka masyarakat akan menerima keberadaan perusahaan t erebut. Pada t ahap selanj ut - nya, hal t ersebut akan dapat memperbaiki iklim invest asi di Indonesia. Saran Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap sebagai inti dari et ika bisnis adalah bahwa perusahaan t idak hanya memiliki kewaj iban ekonomis dan legal, t api j uga kewajiban terhadap pihak lain. CSR merupakan j awaban at as inisiat if bahwa bisnis t idak hanya berj alan demi kepent ingan pemegang saham (shareholders) saj a, t api j uga untuk stakehol ders, yait u pekerj a, konsumen, pemer i nt ah, masyar akat, dan lingkungan. Penerapan CSR memang bersifat sukarela. Menj adi waj ar, j ika penerapannya bebas t af sir berdasarkan kepent i ngan masi ng-masi ng. Ol eh karena it u diperl ukan pengat uran penerapan CSR di Indonesia, agar memiliki daya at ur, daya ikat, dan daya paksa. Tanggung j awab perusahaan yang semul a adal ah r esponsibility (tanggung jawab non hukum) akan ber ubah menj adi l i abi l i t y (t anggung j awab hukum). Perusahaan yang t idak memenuhi perat uran per unang- undangan dapat di ber i sanksi. Kebij akan yang pro masyarakat dan lingkungan seperti ini sangat dibut uhkan di t engah arus zaman neoliberalisme. CSR perlu disikapi secara st rategis, dan merupakan langkah manaj emen yang t erencana. Dari sisi perencanaan (planning), agar pelaksanaan CSR dapat berkesinambungan dan mudah dievaluasi, perlu dibentuk sat u bagian khusus di perusahaan yang mengelola kegiatan ini. Dengan demi ki an pr ogr am CSR dapat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa pembangunan di daerah dilaksanakan unt uk meningkat kan pert

Lebih terperinci

Konsep E-Electronics

Konsep E-Electronics Konsep E-Electronics Latar Belakang Pembuatan E-Electronics Pada umumnya masyar akat dalam mencar i bar ang-bar ang elekt r onik yang diinginkan seper t i TV, Kulkas,Ac,VCD maupun DVD player dan bar angbar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 2 DAFTAR TABEL 3 1. Per ke mbangan Dat a Pel apor 4 2. Per ke mbangan Dat a Debi tur 5 3. Per ke mbangan Dat a Fasilitas 6 4.

DAFTAR ISI 2 DAFTAR TABEL 3 1. Per ke mbangan Dat a Pel apor 4 2. Per ke mbangan Dat a Debi tur 5 3. Per ke mbangan Dat a Fasilitas 6 4. DAFTAR ISI 2 DAFTAR TABEL 3 1. Per ke mbangan Dat a Pel apor 4 2. Per ke mbangan Dat a Debi tur 5 3. Per ke mbangan Dat a Fasilitas 6 4. Per ke mbangan Dat a Per mi nt aan I nf or masi Debi t ur I ndi

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI DALAM PRODUKSI DAN PENANGANAN PANGAN SEGAR DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PERILAKU PETANI DALAM PRODUKSI DAN PENANGANAN PANGAN SEGAR DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PERILAKU PETANI DALAM PRODUKSI DAN PENANGANAN PANGAN SEGAR DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Farmer s Behavior in Fresh Food Product ion and Management in West Lampung Dist rict ) Lingga Kusuma 1, Ahmad Sulaeman

Lebih terperinci

SEKSI MANAJEMEN DAN INFORMASI SUBDIN PERENCANAAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH JL. PIERRE TENDEAN NO. 24 SEMARANG

SEKSI MANAJEMEN DAN INFORMASI SUBDIN PERENCANAAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH JL. PIERRE TENDEAN NO. 24 SEMARANG SEKSI MANAJEMEN DAN INFORMASI SUBDIN PERENCANAAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH JL. PIERRE TENDEAN NO. 24 SEMARANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LAT AR BELAKANG Penyusunan Data Khusus merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI DAN PENGELOLAAN PERIKANAN DALAM PERSPEKTIF KETAHANAN PANGAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ANALISIS POTENSI DAN PENGELOLAAN PERIKANAN DALAM PERSPEKTIF KETAHANAN PANGAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANALISIS POTENSI DAN PENGELOLAAN PERIKANAN DALAM PERSPEKTIF KETAHANAN PANGAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Analysis of Fisheries Pot ent ial and Management in Food Securit y Perspect ive

Lebih terperinci

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-02.AH.11.01 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAFTARAN PARTAI

Lebih terperinci

Dokumentasi Hukum Pemkab Agam 1

Dokumentasi Hukum Pemkab Agam 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN NAMA SERTA WI LAYAH KECAMATAN BANUHAMPU SUNGAI PUAR DAN KECAMATAN I V ANGKAT CANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA KETENTUAN UMUM

BAGIAN PERTAMA KETENTUAN UMUM BAGIAN PERTAMA KETENTUAN UMUM Bab 1I Pengert ian, Hakikat, dan Asas 1 2 PEDOMAN PENDIDIKAN UM 2016/ 2017 BAB I PENGERTIAN, HAKIKAT, DAN ASAS Pasal 1 Pengertian (1) Universit as Negeri Malang, yang selanj

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

BAGIAN KEDUA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN BAGIAN KEDUA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN 29 Bab IV Program Pendidikan 2 9 3 0 PEDOMAN PENDIDIKAN UM 2016/ 2017 BAB IV PROGRAM PENDIDIKAN Pasal 13 Landasan Program Pendidikan ( 1) Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN BERBASIS PANGAN LOKAL : PERSPEKTIF PEJABAT DAERAH DAN STRATEGI PENCAPAIANNYA

PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN BERBASIS PANGAN LOKAL : PERSPEKTIF PEJABAT DAERAH DAN STRATEGI PENCAPAIANNYA PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN BERBASIS PANGAN LOKAL : PERSPEKTIF PEJABAT DAERAH DAN STRATEGI PENCAPAIANNYA (Food Consumpt ion Diversif icat ion Accelerat ion based on Local Food : Local St akeholders

Lebih terperinci

Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua

Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua RORO HETTY ROHMANINGRUM ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO KHAERUL ALIF PRATOMO Landasan Teori Etika Suatu pedoman yang mengatur

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI UNGGULAN DAN DAYA SAING SUB SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MINAHASA

ANALISIS POTENSI UNGGULAN DAN DAYA SAING SUB SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MINAHASA ANALISIS POTENSI UNGGULAN DAN DAYA SAING SUB SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MINAHASA Srikandi Pantow, Sutomo Palar, dan Patrick Wauran Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN

BAGIAN KELIMA PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BAGIAN KELIMA PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN Bab XV Pengel ol aan Penyel 165 enggaraan Pr ogram Pendidikan 165 166 PEDOMAN PENDIDIKAN UM 2016/ 2017 BAB XV PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal Tahun 2016 telah berlaku ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

Lebih terperinci

STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN SUKU BADUY

STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN SUKU BADUY STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN SUKU BADUY (Nut rit ion and Healt h St at us of Baduy Tribe) Faisal Anwar 1* dan Hadi Riyadi 2 1* Alamat Korespondensi: Depart emen Gizi Masyarakat, Fakult as Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebuah perusahaan yang baik harus mampu mengontrol potensi finansial maupun potensi non finansial di dalam meningkatkan nilai perusahaan untuk eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja, serta kerusakan hutan dan lingkungan (Sembiring, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kerja, serta kerusakan hutan dan lingkungan (Sembiring, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya perusahaan memberikan keuntungan bagi masyarakat. Dengan adanya perusahaan membuka lapangan pekerjaan dan menyediakan barang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility (selanjutnya disingkat CSR) sesungguhnya bukanlah topik baru dalam dunia bisnis, termasuk didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin masih kurang populer di kalangan pelaku bisnis di Indonesia. Namun, tidak berlaku

Lebih terperinci

ANALISIS PEMEKARAN WILAYAH DAN BEBANNYA PADA APBN

ANALISIS PEMEKARAN WILAYAH DAN BEBANNYA PADA APBN ANALISIS PEMEKARAN WILAYAH DAN BEBANNYA PADA APBN Oleh Tim Analisa APBN Bagian Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR.RI 2007 Bab I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Peningkatan j umlah daerah, baik itu provinsi

Lebih terperinci

ABSTRAK SKRIPSI. dalam. Masalah perbankan di Indonesia diatur. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

ABSTRAK SKRIPSI. dalam. Masalah perbankan di Indonesia diatur. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ABSTRAK SKRIPSI Masalah perbankan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disingkat UU No' 7 Tahun 1992) ' Dalam pel aksanaannya bank umum dalam memberi

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM DALAM PRAKTIK AKUISISI TERHADAP PERUSAHAAN YANG GO - PUBLIC

TINJAUAN HUKUM DALAM PRAKTIK AKUISISI TERHADAP PERUSAHAAN YANG GO - PUBLIC TINJAUAN HUKUM DALAM PRAKTIK AKUISISI TERHADAP PERUSAHAAN YANG GO - PUBLIC ABSTRAK SKRIPSI OLEH BERNADETHY PALEN! BOGART NRP 2890850 NIR~ 89. 7. 004. 12021. 47979 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURABAYA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah sebuah entitas ekonomi yang konsep utamanya adalah menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham. Manajemen perusahaan berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini juga untuk menarik pihak konsumen untuk membeli produk mereka dan

BAB I PENDAHULUAN. ini juga untuk menarik pihak konsumen untuk membeli produk mereka dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan pasti berorientasi pada laba, untuk itu perusahaan berusaha untuk membangun citra yang baik di mata masyarakat dengan berbagai cara. Hal ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang di sekeliling yang menggunakannya. Akan tetapi sekarang hutan. emas dan batubara (Akuntan Indonesia, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang di sekeliling yang menggunakannya. Akan tetapi sekarang hutan. emas dan batubara (Akuntan Indonesia, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dahulu Negara Indonesia masih memiliki hutan-hutan yang masih rindang, bahkan persediaan air bersihnya pun masih cukup banyak, sehingga banyak orang di sekeliling yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah terdapat perbedaan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT SISTEM ADMINISTRASI AKADEMIK

BAGIAN KEEMPAT SISTEM ADMINISTRASI AKADEMIK BAGIAN KEEMPAT SISTEM ADMINISTRASI AKADEMIK Bab XI Sist em Penerimaan Mahasiswa 123 124 PEDOMAN PENDIDIKAN UM 2016/ 2017 BAB XI SISTEM PENERIMAAN MAHASISWA Pasal 81 Penerimaan Mahasiswa (1) Penerimaan

Lebih terperinci

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 09Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari hasil tambang batubara. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih perlu merealisasikan pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang lainnya sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia ini dikuasai oleh Negara dan diusahakan untuk kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia ini dikuasai oleh Negara dan diusahakan untuk kemakmuran rakyat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya dengan hasil bumi, baik itu perkebunan, pertanian, pertambangan, dan lain sebagainya. Kekayaan yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan dalam mewujudkan peran aktif perusahaan dalam pembangunan

Lebih terperinci

makin meningkat, sehingga terjadi peningkatan sadar gizi. Kambing di Indonesia selain merupakan salah satu

makin meningkat, sehingga terjadi peningkatan sadar gizi. Kambing di Indonesia selain merupakan salah satu I PENDAHULUAN Oewasa i ni permi nt aan konsumen akan bahan-bahan yang berasal dari ternak makin besar. Hal ini disebabkan oleh pendapat an per kapi t a per t ahun dan pendi di kan masyarakat makin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan lingkungan. Perusahaan tidak harus mengembangkan diri dengan tidak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan lingkungan. Perusahaan tidak harus mengembangkan diri dengan tidak memperhatikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan lingkungan. Perusahaan tidak harus mengembangkan diri dengan tidak memperhatikan masyarakat dan lingkungan, dampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat banyaknya perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini pesatnya perkembangan dunia bisnis menyebabkan perusahaan harus

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini pesatnya perkembangan dunia bisnis menyebabkan perusahaan harus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya perkembangan dunia bisnis menyebabkan perusahaan harus mampu bersaing dengan para pesaing-pesaing bisnisnya dan harus mampu bertahan hidup dari ketatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik adalah bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan Sebuah perusahaan yang baik harus mampu mengontrol potensi finansial maupun nonfinansial didalam meningkatkan nilai perusahaan untuk eksistensi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergeraknya kegiatan bisnis yang dilakukan. Penunjang tersebut berguna

BAB I PENDAHULUAN. bergeraknya kegiatan bisnis yang dilakukan. Penunjang tersebut berguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berjalannya kegiatan usaha dari perusahaan di suatu negara akan melibatkan pihak-pihak atau lingkungan sekitarnya sebagai penunjang bergeraknya kegiatan bisnis

Lebih terperinci

BAGIAN KETIGA KURIKULUM DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR

BAGIAN KETIGA KURIKULUM DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR BAGIAN KETIGA KURIKULUM DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR Bab V 67Kurikul um Program Pendidi kan 6 7 6 8 PEDOMAN PENDIDIKAN UM 2016/ 2017 BAB V KURIKULUM PROGRAM PENDIDIKAN Pasal 29 Kompetensi Lulusan ( 1) Kompet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi iklim yang tidak menentu saat ini yang ditandai dengan global

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi iklim yang tidak menentu saat ini yang ditandai dengan global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi iklim yang tidak menentu saat ini yang ditandai dengan global warming telah menggerakkan pemerintah negara-negara maju dan berkembang untuk ambil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat dan kompetitif. Perusahaan terus-menerus mengembangkan usahanya agar semakin maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 melandasi perekonomian Indonesia sekaligus pelaksanaan pembangunan sektor pertambangan, yaitu : (a) Perekonomian disusun sebagai usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan isu yang sangat penting bagi perusahaan baik perusahaan nasional maupun perusahaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) masih menjadi fokus utama dalam pengembangan usaha di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate governance saat ini merupakan kebutuhan vital bagi seluruh pelaku bisnis dan menjadi tuntutan bagi masyarakat dengan adanya corporate governance ini diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu aktor ekonomi dalam satu wilayah, baik itu wilayah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dalam suatu periode tertentu dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Profitabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate

BAB I PENDAHULUAN. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disaat perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi, karena itu muncul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar perusahaan semakin kompetitif karena harus dapat mengelola fungsi fungsi perusahaan secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat dewasa ini menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin banyak dan semakin sulit. Pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dampak globalisasi, kemajuan informasi teknologi dan keterbukaan pasar membuat perusahaan harus secara serius dan terbuka memperhatikan pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan suatu alat yang digunakan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan suatu alat yang digunakan oleh manajemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan suatu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan pertanggungjawaban kinerja ekonomi perusahaan kepada para investor, kreditur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang semakin berkembang memberikan dampak pada semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang semakin berkembang memberikan dampak pada semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang semakin berkembang memberikan dampak pada semakin ketatnya persaingan di dunia industri. Semakin maraknya perusahaan-perusahaan yang saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility sejak beberapa tahun belakangan seperti

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tanggung Jawab Sosial perusahaan (CSR) oleh PT. KCMU ditinjau dari UUPM, UUPT dan UUPLH

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tanggung Jawab Sosial perusahaan (CSR) oleh PT. KCMU ditinjau dari UUPM, UUPT dan UUPLH IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tanggung Jawab Sosial perusahaan (CSR) oleh PT. KCMU ditinjau dari UUPM, UUPT dan UUPLH Kebijakan pemerintah mengenai CSR sebenarnya masih secara sukarela. Pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan perihal mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perusahaan jasa ini cukup signifikan di banding tahun lalu, pada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perusahaan jasa ini cukup signifikan di banding tahun lalu, pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin stabilnya perekonomian Indonesia di bidang bisnis perusahaan jasa membuat Indonesia semakin terhindar dari krisis global yang melanda dunia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan meningkat dalam hampir dua dekade belakangan ini, terlebih setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan meningkat dalam hampir dua dekade belakangan ini, terlebih setelah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perhatian terhadap praktek Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan meningkat dalam hampir dua dekade belakangan ini, terlebih setelah pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1. Pengertian CSR Definisi Corporate Social Responsibility yang biasanya disingkat CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KETERTI BAN, KEBERSI HAN, DAN KEI NDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KETERTI BAN, KEBERSI HAN, DAN KEI NDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KETERTI BAN, KEBERSI HAN, DAN KEI NDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : Mengingat : a. b. c. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan H. R. Bowen (1953), muncul sebagai akibat karakter perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin ketatnya persaingan dalam bisnis usaha di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk lebih berpikir ke depan guna menjalankan strategi yang terbaik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama beberapa tahun terakhir ini. Banyak orang berbicara tentang CSR dan

BAB I PENDAHULUAN. selama beberapa tahun terakhir ini. Banyak orang berbicara tentang CSR dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang selanjutnya disebut CSR menjadi topik hangat yang sering dibicarakan selama beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak DPR dan pemerintah sepakat memasukan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai suatu kewajiban dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lingkungan menjadi semakin menarik seiring dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lingkungan menjadi semakin menarik seiring dengan adanya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Isu mengenai lingkungan bukan lagi merupakan suatu isu yang baru. Persoalan lingkungan menjadi semakin menarik seiring dengan adanya perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi lingkungan sekitar perusahaan yang sehat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi lingkungan sekitar perusahaan yang sehat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi setiap orang dapat berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN 2.1. Gambaran Umum Sektor Pertambangan Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam dan mineral sehingga cukup layak apabila sebagaian pengamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam film yang berjudul Inconvience Truth digambarkan dengan jelas

I. PENDAHULUAN. Dalam film yang berjudul Inconvience Truth digambarkan dengan jelas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam film yang berjudul Inconvience Truth digambarkan dengan jelas dan logik oleh Al Gore, seorang peneliti lingkungan dan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, perubahan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum, perusahaan atau business merupakan suatu organisasi atau lembaga dimana sumber daya (input) dasar seperti bahan baku dan tenaga kerja dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan industri keuangan salah satu industri yang berkembang secara pesat dan memiliki kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam akuntansi konvensional, pusat perhatian perusahaan hanya terbatas kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan kontribusinya bagi perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,23 persen

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,23 persen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi yang pesat di Indonesia dapat dilihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,23 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia usaha maka akan semakin berkembang juga pengelolaan suatu perusahaan, agar dapat tetap bertahan dalam persaingan bisnis dan usaha.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. environmental responsibility (Bakdi Soemanto dkk, 2007). Dari penjelasan diatas

BAB I PENDAHULUAN UKDW. environmental responsibility (Bakdi Soemanto dkk, 2007). Dari penjelasan diatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Of course, the development of the corporation is not only be followed by rising expectations, but also various matters concerning the social and environmental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan bisnis tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk aktivitas tangggung jawab sosial perusahaan dengan cepat. 1

BAB I PENDAHULUAN. termasuk aktivitas tangggung jawab sosial perusahaan dengan cepat. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat dan informasi menjadi semakin mudah diakses. Dunia ekonomi semakin transparan. Era keterbukaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

: Analisa Pendapatan dan Belanja Negara

: Analisa Pendapatan dan Belanja Negara Tim Kerja Analisa Pendapatan dan Belanja Negara Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia No. Analisa : 17 / 11-12 / 2006 Jenis Thema : Analisa Pendapatan dan Belanja Negara : Analisa Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah menjadi isu hangat yang semakin berkembang di Indonesia. Konsep ini menjadi sering dibicarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) kini semakin diterima secara luas. Namun, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) hanya akan terjamin

Lebih terperinci