II. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR"

Transkripsi

1 II. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR ABSTRAK Salah satu faktor pembatas dalam melakukan transplantasi adalah bahwa tipe sel spermatogonia yang memiliki kemampuan terkolonisasi tidak terkarakterisasi dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk 1) melakukan karakterisasi tipe sel spermatogonia dari jaringan testis ikan gurami dan 2) menentukan sumber donor ikan gurami. Untuk keperluan karakterisasi, dilakukan kajian histologis testis dari 3 ekor ikan gurami (bobot g/ekor) dengan karakter morfologi yang diamati adalah diameter sel dan inti, volume sel dan inti, volume sitoplasma dan jumlah sel dalam satu sista. Penentuan sumber donor dilakukan dengan kajian histologis testis ikan gurami dari bobot tubuh <500 g, g dan >1000 g, masing-masing 3 ekor. Parameter yang diamati adalah kelimpahan sel spermatogonia yang diformulasikan sebagai frekuensi relatif sel spermatogonia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa karakter diameter sel, volume sel, dan volume sitoplasma dapat dijadikan karakter pembeda tipe sel spermatogonia ikan gurami. Tipe spermatogonia yang memiliki peluang terkolonisasi adalah sel yang berdiameter 14,43 20,53µm. Bobot ikan gurami yang terbaik dijadikan sebagai sumber donor adalah yang berada pada kisaran 500 g hingga 1000 g per ekor. Kata kunci : karakterisasi, morfologi, sel spermatogonia, ikan gurami, donor *) Bab ini sebagian telah dipublikasi dengan judul : Morphological characteristic of spermatogonia and testis dissociation: a preliminary study for the germ cell transplantation in giant gourami (Osphronemus goramy), pada Indonesian Aquaculture Journal 5(2):

2 10 II. THE MORPHOLOGICAL CHARACTERIZATION OF GIANT GOURAMI SPERMATOGONIA AND THE DETERMINATION OF DONOR ABSTRACT One of the major limitation to the transplant procedure is that the type of spermatogenic that are able to colonize is not well characterized. The aim of this research were 1) to identify type and characteristic of spermatogonia in testis of giant gourami, and 2) to detemine the donor for the application of germ cell transplantation in giant gourami. All research were based on histological approach. We defined histomorphological characteristic of four types of spermatogonia from three giant gourami (weight g) including diameter and volume of cell and nuclear, volume of cytoplasm and the amount of spermatogonia per cyst. Meanwhile, to determine donor based on the abundant of spermatogonia in each testis formulated as relative frequency, the testis were isolated from three different body weight group, those were <500 g, g and >1000 g (n=3,each). The result showed that diameter of cell, volume of cell and volume of cytoplasm could be used for characterization of type of spermatogonia. The type of spermatogonia with cell diameter ranged between to µm were identified having high probability of colonization. The best source of donor was testis of giant gourami weighed ranged from 500 g to 1000 g Key words : characterization, morphology, spermatogonia, giant gourami, donor PENDAHULUAN Spermatogonia merupakan sel germinal yang merupakan cikal bakal terbentuknya spermatozoa yang selanjutnya setelah proses fertilisasi akan berkembang menjadi satu organisme baru yang membawa material genetik dari gamet asalnya. Selama proses spermatogenesis berlangsung, spermatogonia akan mengalami tahapan perkembangan selanjutnya menjadi spermatosit, spermatid dan spermatozoa dalam satu sista (Vilela et al. 2003). Perkembangan sel germinal yang sama dalam satu sista ini yang membedakan tahapan perkembangan sel germinal ikan dengan tahapan perkembangan sel germinal pada vertebrata lainnya. Seperti vertebrata pada umumnya spermatogenesis pada ikan melalui tiga tahap perkembangan sel yaitu 1) tahap proliferasi sel atau tahap mitosis (tahap

3 11 spermatogonia), 2) tahap meiosis (tahap spermatosit) dan 3) tahap diferensiasi sel (tahap spermiogenik) (Hess & Franca 2007). Tahap spermatogonia merupakan tahapan perkembangan sel yang paling diminati untuk diteliti karena sel spermatogonia mengawali proses spermatogenesis dan peningkatan jumlah sel germinal bergantung pada proliferasi aktif spermatogonia (derooij & Russel 2000). Spermatogonia memiliki beberapa keistimewaan karena terdapat sekolompok sel yang memiliki karakteristik menyerupai PGC (primordial germ cell) atau sel punca dengan tingkat development plasticity yang tinggi yakni spermatogonia yang dapat berkembang tidak hanya menjadi sel spermatozoa tetapi juga dapat berkembang menjadi oosit (Okutsu et al. 2006a). Sifat-sifat spermatogonia tersebut menjadikan lebih banyak peneliti yang menggunakan sel spermatogonia sebagai sel donor dibandingkan PGC yang jumlahnya sangat terbatas dalam satu individu. Secara umum spermatogonia terbagi menjadi dua tipe, yaitu spermatogonia yang tidak terdiferensiasi (spermatogonia A) dan spermatogonia yang terdiferensiasi (spermatogonia B). Spermatogonia yang tidak terdiferensiasi ini memiliki sifat seperti sel punca dan pada aplikasi teknologi transplantasi, hanya spermatogonia yang memiliki karakteristik menyerupai sel punca saja yang mampu terkolonisasi pada gonad resipien (Okutsu et al. 2006a, Yano et al. 2008). Beberapa peneliti cenderung membagi spermatogonia atas beberapa tipe, yaitu diawali dengan sel punca spermatogonia (primary spermatogonia), spermatogonia A, spermatogonia transisi (intermediate spermatogonia) dan spermatogonia B yang dibedakan berdasarkan karakter morfologisnya, yaitu diameter sel, morfologi inti dan jumlah sel dalam satu sista (Miura 1999, Schulz et al. 2005, Fishelson et al. 2006, Almeida et al. 2008, Zapata 2009). Selama ini karakterisasi terhadap spermatogonia dapat menjadi faktor pembatas dalam tahapan transplantasi. Identifikasi spermatogonia dengan tepat akan membantu perolehan suspensi sel donor yang kaya akan spermatogonia. Pada hewan mamalia seperti tikus, terdapat dua pendekatan yang dilakukan oleh para peneliti untuk mendapatkan suspensi sel yang kaya dengan spermatogonia, yaitu pendekatan biokimia seperti

4 12 penggunaan penanda spesifik untuk sel spermatogonia dan pendekatan biologi dengan memanfaatkan sifat-sifat biologi reproduksi hewan tersebut, seperti penggunaan hewan mutan yang pada testisnya hanya ada kelompok sel spermatogonia (Grisswold et al. 2001). Pada ikan, penggunaan penanda sel spesifik untuk isolasi spermatogonia dalam kegiatan transplantasi telah dilakukan pada ikan rainbow trout oleh Yano et al. (2008). Pendekatan lain adalah berdasarkan sifat biofisik sel. Salah satu metode yang umum digunakan adalah pemisahan sel spermatogonia dari sel testikular lainnya dengan metode percoll gradient densitas seperti yang dilakukan pada ikan nila (Lacerda et al. 2008). Dengan metode tersebut suspensi sel testikular yang kaya akan spermatogonia dapat diperoleh. Baik pendekatan penanda sel spesifik maupun dengan pendekatan sifat biofisik sel membutuhkan aplikasi teknik yang tidak sederhana sehingga pada penelitian ini upaya untuk mendapatkan suspensi sel testikular yang kaya akan spermatogonia ditempuh melalui pendekatan lain, yaitu dengan cara mencari tahap perkembangan gonad ikan gurami berdasarkan bobot tubuh yang memiliki kelimpahan spermatogonia yang maksimum. Pendekatan ini juga dilakukan oleh Takeuchi et al. (2009) dalam kegiatan transplantasi sel testikular pada ikan nibe dengan mencari tahap perkembangan ikan nibe berdasarkan ukuran panjang ikan donor yang memiliki spermatogonia terbanyak. Semakin besar persentase sel spermatogonia khususnya sel punca spermatogonia dan spermatogonia A dalam suspensi sel testikular yang ditransplantasikan, maka semakin besar peluang sel spermatogonia terkolonisasi pada resipien. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan kajian histologis jaringan testis berdasarkan bobot tubuh untuk mendapatkan gambaran karakteristik sel-sel testikular ikan gurami khususnya spermatogonia. Informasi karakteristik sel-sel testikular tersebut selanjutnya menjadi acuan dalam mengevaluasi kelimpahan sel spermatogonia jaringan testis yang diisolasi dari beberapa kelompok bobot tubuh ikan gurami. Evaluasi ini dilakukan untuk mendapatkan sumber donor bagi kegiatan transplantasi sel testikular ikan gurami ke larva ikan nila sebagai resipien.

5 13 BAHAN DAN METODE Karakterisasi Morfologi Sel Spermatogonia Gonad ikan jantan (testis) dari 3 ekor ikan gurami dengan bobot tubuh sekitar g/ekor diisolasi dan difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam untuk selanjutnya diproses secara histologis menurut metode Kiernan (1990) hingga diperoleh preparat potongan melintang dan berseri dengan ketebalan potongan 5 µm. Preparat diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan diamati di bawah mikroskop. Identifikasi morfologi sel-sel testikular merujuk pada Takashima & Hibiya (1995). Parameter yang diamati adalah diameter sel dan inti sel, volume sel dan inti sel, volume sitoplasma serta jumlah sel dalam satu sista. Pengamatan morfologi sel serta diameter sel dan inti sel dilakukan pada 30 sel/tipe sel yang dipilih secara acak dari tiga lapang pandang pada setiap potongan melintang testis. Untuk menghindari perhitungan berulang, pengamatan dilakukan pada setiap potongan dengan kelipatan 6 dari setiap preparat testis bagian tengah. Volume sitoplasma adalah selisih antara volume inti dan volume sel. Pengamatan jumlah sel per sista dilakukan pada enam sista utuh per tipe sel spermatogonia pada setiap testis. Estimasi Kelimpahan Sel Spermatogonia pada Testis Ikan Gurami Penelitian ini menggunakan sumber donor dari tiga kelompok bobot tubuh ikan gurami, yaitu 1) kelompok bobot tubuh <500 g/ekor, 2) kelompok bobot tubuh g/ekor, 3) kelompok bobot tubuh >1000 g/ekor. Sebanyak 3 pasang testis ikan gurami per kelompok bobot tubuh diisolasi dan difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam serta diproses secara histologis menurut metode Kiernan (1990). Preparat histologis diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin- Eosin. Pengamatan preparat menggunakan mikroskop Olympus IX70 yang disambungkan dengan kamera dan program TUCSEN. Pengamatan dilakukan pada tiga lapang pandang per preparat yang dipilih secara acak merujuk pada metode Carrasco et al. (1998). Parameter yang diamati adalah kelimpahan sel punca spermatogonia atau spermatogonia stem cell (SSC), spermatogonia A (SpA), spermatogonia transisi (SpT), spermatogonia B (SpB) dan sel-sel germinal serta sel somatik lainnya yang diistilahkan sebagai sel selain spermatogonia (SL).

6 14 Data kelimpahan diformulasikan sebagai frekuensi relatif (FR), yaitu persentase rasio jumlah grid yang di dalamnya terdapat tipe sel yang diamati dan total grid (Carasso et al. 1998). Analisis Data Data kuantitatif karakteristik morfologi yang disajikan dalam bentuk nilai tengah diuji secara statistik menggunakan ANOVA (analysis of variance), dan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test untuk menentukan beda nyata antar perlakuan. Analisis menggunakan program SPSS 17.0 for windows dan MS Office Excell HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel Spermatogonia Ikan Gurami Testis ikan gurami terdiri atas sepasang organ yang tidak simetris (Gambar 1A). Hasil pengamatan preparat histologis jaringan testis ikan gurami (indeks gonad somatik/igs= [11,78±2,93]x10-5 ) memperlihatkan bahwa terdapat tiga tahap spermatogenesis pada jaringan yang diamati, yaitu tahap spermatogonia, tahap spermatosit dan tahap spermiogenik. Testis ikan gurami memiliki tipe unrestricted spermatogonia yang berarti spermatogonia tersebar di sepanjang tubulus (Gambar 1B dan 1C). Spermatogonia berukuran lebih besar dibandingkan sel-sel testikular lainnya, dan umumnya terletak di bagian tepi serta dikelilingi oleh satu atau beberapa sel sertoli (Gambar 1C, ditunjukkan dengan tanda panah). Distribusi sel spermatogonia pada ikan gurami ini juga terlihat pada ikan rainbow trout, gilthead seabream, ikan nila dan beberapa ikan lainnya (Takashima & Hibiya 1995). Determinasi tipe sel spermatogonia yang ada di jaringan testikular khususnya pada awal terjadinya spermatogenesis hingga saat ini masih belum jelas dan masih sering diperdebatkan (derooij & Russel 2000). Beberapa peneliti menyatakan bahwa PGC pada mamalia ketika mencapai jaringan bakal gonad dan berasosiasi dengan sel-sel somatik akan berubah menjadi gonosit yang biasa disebut prespermatogonia. Gonosit pada mamalia dewasa ini mungkin sama dengan spermatogonia tak terdiferensiasi atau mungkin juga merupakan tipe sel

7 15 sebelum spermatogonia tak terdiferensiasi (derooij & van Dissel-Emiliani 1997). Untuk karakterisasi morfologis tipe-tipe spermatogonia, umumnya para peneliti melakukannya berdasarkan diameter sel dan inti sel, morfologi inti sel dan jumlah sel dalam satu sista seperti pada ikan rainbow trout (Takashima & Hibiya 1995), catfish (Santos et al. 2001), ikan nila (Schulz et al. 2005, Nobrega et al. 2009), dan ikan zebra (Leal et al. 2009). Berdasarkan studi histomorfometrik jaringan testikular beberapa jenis ikan tersebut diketahui deskripsi morfologi beberapa tipe spermatogonia. Gambar 1 Testis dan penampang melintang histologis testis ikan gurami. A. Sepasang organ testis tidak simetris (bobot tubuh= 740 g, IGS=1,35x10-4 ), skala: 1 mm; B. Penampang melintang testis (insersi: kotak), skala: 200 µm; C. Insersi: spermatogonia (Sp) tersebar di daerah tepi tubulus (Tb) dengan sel sertoli (SS) di sekitarnya, skala: 20 µm. Pewarnaan: Hematoksilin-Eosin. Pada ikan zebra, spermatogonia yang paling awal disebut oleh Leal et al. (2009) sebagai SpA tidak terdiferensiasi dengan ciri-ciri merupakan sel tunggal dengan diameter inti sel terbesar (ø = 8,6±0,1 µm) dan volume sel terbesar (V = 677 ± 34 µm 3 ), sedikit heterokromatin pada intinya serta terdapat 1 atau 2 nukleoli pada intinya jika diamati di bawah mikroskop elektron. Pada ikan zebra SpA tidak terdiferensiasi ini ditandai dengan membran inti sel tidak beraturan yang diprediksi sebagai SSC. Takashima & Hibiya (1995) juga menggambarkan morfologi yang sama untuk SSC ikan rainbow trout. SpA tidak terdiferensiasi ini akan melakukan proses memperbaharui diri (self renewal) dan juga sebagai penghasil SpA terdiferensiasi dengan cara pembelahan secara mitosis.

8 16 Leal et al. (2009) menggambarkan SpA terdiferensiasi dengan ciri-ciri benang-benang kromatin pada inti sudah mulai memadat menyerupai flek-flek yang tidak beraturan pada bagian membran inti sel. Jumlah SpA dalam satu sista pada ikan zebra adalah 2, 4, atau 8 sel. Namun, pada ikan nila jika jumlah sel dalam sista sudah mencapai lebih dari dua sel dikategorikan sebagai SpB (Schulz et al. 2005). Hingga saat ini belum ada terminologi yang jelas mengenai spermatogonia tidak terdiferensiasi dan terdiferensiasi. Menurut derooij & Russel (2000) istilah terdiferensiasi dan tidak terdiferensiasi erat kaitannya dengan perubahan fungsi sel sebagai sel punca. Meskipun demikian dinyatakan pula bahwa spermatogonia telah mengalami diferensiasi jika terjadi perubahan penampakan morfologis pada sitoplasma dan intinya. Sel SpA akan berproliferasi menghasilkan SpB dengan ciri-ciri sudah terjadi kondensasi heterokromatin dan terdistribusi secara merata pada bagian tepi membran inti sehingga membran inti semakin terlihat jelas, berbentuk bulat dengan diameter menjadi lebih kecil dari diameter SpA. Umumnya para peneliti menyebut SpB sebagai spermatogonia terdiferensiasi. Menurut Chaves-Poso et al. (2005) selama proses spermatogenesis berlangsung diameter inti sel berkurang sekitar 1 2 µm. Deskripsi tipe SpA tidak terdiferensiasi seperti yang digambarkan Leal et al. (2009) atau SSC seperti yang digambarkan Takashima & Hibiya (1995) ini juga ditemukan pada preparat histologis testis ikan gurami dan umumnya terdapat pada bagian tepi tubulus atau dekat tunika albuginea dengan ciri-ciri merupakan sel tunggal, diameter terbesar, membran inti sel sering tidak terlihat, inti berbentuk lonjong dan pucat karena belum terbentuk banyak kondensasi benangbenang kromatin. Pada penelitian ini jumlah nukleoli pada inti tidak dapat terlihat dengan jelas karena pengamatan hanya dilakukan menggunakan mikroskop cahaya. Dengan morfologi inti sel yang menyerupai dengan yang digambarkan oleh Takashima & Hibiya (1995), maka tipe sel ini diidentifikasi sebagai SSC ikan gurami.

9 17 Gambar 2 Tipe spermatogonia yang ditemukan pada preparat histologis ikan gurami. SSC: sel punca spermatogonia, SpA:spermatogonia tipe A, SpT: spermatogonia transisi, SpB: spermatogonia tipe B. Panah merah menunjukkan sel sertoli. Skala : 20 µm. Pewarnaan : Hematoksilin-Eosin. Pada bagian tepi tubulus jaringan testikular ikan gurami (Gambar 2) juga ditemukan tipe spermatogonia dengan membran inti yang sudah mulai terlihat jelas bentuknya, tapi masih terlihat pucat karena belum banyak terjadi kondensasi benang-benang kromatin. Jumlah sel ini dalam satu sista mencapai 2 4 sel sehingga tipe sel ini diduga merupakan turunan dari SSC yang membelah menjadi SpA. Pada lokasi yang sama terdapat tipe sel yang memiliki ukuran diameter inti yang tidak berbeda nyata dengan SpA, namun secara morfologi intinya menyerupai SpB. Inti sel sudah terlihat lebih pekat karena kondensasi heterokromatin semakin banyak dan jumlah sel dalam satu sista juga lebih banyak (Gambar 2). Karena tipe sel ini memiliki sebagian kriteria SpA dan SpB, maka tipe sel tersebut dikategorikan sebagai SpT. Yang membedakan SpB dari tipe spermatogonia lainnya adalah diameter sel dan inti paling kecil, inti berwarna

10 18 lebih pekat dengan benang-benang kromatin di tepi sel yang menurut derooij & Russel (2000) morfologi tersebut mengindikasikan kemungkinan telah terjadi proses diferensiasi yang ditandai dengan semakin banyaknya benang-benang heterokromatin pada inti sel. Deskripsi morfologi tipe-tipe spermatogonia yang ada pada ikan gurami menunjukkan bahwa karakter diameter sel, volume sel dan volume sitoplasma berbeda nyata pada keempat tipe spermatogonia yang teridentifikasi (Tabel 1 dan Lampiran 1). Dengan demikian untuk kebutuhan identifikasi dapat digunakan ukuran diameter sel, volume sel dan volume sitoplasma sebagai karakter pembeda. Tabel 1 Deskripsi morfologi tipe spermatogonia pada ikan gurami Tipe Sel Diameter sel (µm) Diameter inti (µm) Volume sel (µm 3 ) Volume inti (µm 3 ) Volume sitoplasma (µm 3 ) Jumlah sel/sista SSC 18,63±1,90 a 8,79±1,15 a 3.490±1.087 a 374±136 a 3.115±1.017 a 1 SpA 15,96±1,53 b 8,38±1,32 b 2.186±617 b 330±147 b 1.854±524 b 2-4 SpT 12,33±1,17 c 8,33±1,06 b 1.008±276 c 317±122 b 691±208 c 6-22 SpB 8,88±1,41 d 5,92±1,13 c 394±207 d 121±78 c 273±141 d Keterangan: SSC: sel punca spermatogonia, SpA: Spermatogonia tipe A, SpT: spermatogonia transisi, SpB: spermatogonia tipe B. Huruf superskrip yang berbeda setelah angka pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05). Angka adalah rata-rata±sd, n=3. Berdasarkan penelitian Yano et al. (2008), hanya spermatogonia tidak terdiferensiasi yang terkolonisasi pada resipien ikan rainbow trout. Spermatogonia ikan rainbow trout tidak terdiferensiasi ini dikategorikan sebagai SpA dengan ukuran diameter sel sekitar 15 µm. Spermatogonia terdiferensiasi atau SpB yang berukuran sekitar 10 µm tidak terkolonisasi. Namun demikian pada hewan mencit telah dibuktikan bahwa SpA terdiferensiasi (SpA 1-4 ) juga dapat terkolonisasi, meskipun dengan efisiensi kolonisasi yang rendah (Barocca et al. 2009). Pada ikan nila dewasa, Schulz et al. (2005) melaporkan terdapat 7 tipe spermatogonia yang terdiri atas 1 tipe SpA dan 6 tipe SpB. Dilaporkan pula bahwa volume sel dan inti sel SpA pada ikan nila masing-masing 2.261±82 µm dan 548±20 µm, sedangkan volume sel dan inti sel SpB ikan nila masing-masing

11 19 berukuran 992±35 µm dan 251±9 µm atau ukuran diameter sel SpA dan SpB pada ikan nila masing-masing 16,28 µm dan 12,38 µm. diameter Dengan demikian sel SpA ikan nila dan ikan gurami ini tidak berbeda jauh dengan spermatogonia ikan gurami, meskipun secara taksonomi kedua ikan ini telah terpisah pada tingkat ordo. Berdasarkan hasil identifikasi tipe sel spermatogonia pada Tabel 1 dan beberapa rujukan diameter sel donor spermatogonia yang berhasil terkolonisasi pada beberapa jenis ikan air tawar (Okutsu et al. 2006b, Lacerda et al. 2010), diduga spermatogonia yang memiliki peluang terkolonisasi pada ikan gurami adalah yang dikategorikan sebagai SSC dan SpA dengan diameter sel masing-masing 18,63±1,90 µm dan 15,96±1,53 µm, atau dapat dikatakan bahwa sel spermatogonia yang memiliki peluang untuk terkolonisasi adalah sel yang berdiameter antara 14,43 hingga 20,53 µm. Evaluasi Testis Ikan Gurami sebagai Sumber Donor pada Beberapa Tahap Perkembangan Berdasarkan Bobot Tubuh Berbeda dengan ikan air tawar pada umumnya, ikan gurami belum dapat diidentifikasi jenis kelaminnya berdasarkan ciri-ciri seks sekunder pada umur muda. Dari 10 ekor ikan gurami berbobot tubuh <500 g yang diduga jantan, hanya 3 ekor yang gonadnya teridentifikasi jantan setelah dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan bobot tubuh rata-rata 301±88 g. Pada kelompok ikan dengan bobot tubuh g dan >1000 g, jenis kelamin jantan sudah dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri sekundernya, yaitu memiliki benjolan atau nonong pada dahinya dan pangkal sirip dadanya yang putih bersih tanpa pigmen. Bobot tubuh rata-rata ikan gurami dari kelompok g adalah 733±104 g sedangkan dari kelompok > 1000 g bobot tubuh rata-rata ikan gurami yang digunakan adalah 1393±261 g. Pengelompokan berdasarkan bobot tubuh dilakukan karena hingga saat ini belum ada informasi yang jelas tentang tahap perkembangan gonad pada ikan gurami. Berbagai macam cara dilakukan para peneliti untuk mendeskripsikan kepadatan atau kelimpahan sel. Beberapa peneliti menggunakan nilai frekuensi relatif (FR) untuk menggambarkan profil perkembangan sel germinal atau untuk menggambarkan kepadatan sel dalam satu satuan luas (Carrasco et al. 1998,

12 20 Bendsen et al. 2001, Segatelli et al. 2004). Pada penelitian ini digunakan grid 10x10 dengan luas grid 220x170 µm 2. Hasil kuantifikasi sel testikular preparat histologis testis ikan gurami pada berbagai bobot tubuh dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2. Frekuensi relatif rata-rata SSC pada testis dari kelompok ikan gurami <500 g tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan testis dari kelompok ikan gurami g dan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan gurami berbobot tubuh >1000 g. Nilai FR rata-rata SpA, SpT dan SpB tertinggi (P<0,05) terdapat pada testis dari kelompok ikan gurami berbobot tubuh g. Jenis sel selain spermatogonia tampak mendominasi pada semua kelompok dengan perbedaan tidak nyata (P>0,05). Tabel 2 Frekuensi relatif rata-rata (%) spermatogonia dari jaringan testis ikan gurami pada berbagai bobot tubuh (g) Tipe sel <500 g (IGS rata-rata=1,49x10-4 ) g (IGS rata-rata= 1,62x10-4 ) >1000 g (IGS rata-rata= 1,14x10-4 ) SSC 3,94 ± 1,18 a 2,96 ± 1,20 a 0,34 ± 0,50 b SpA 14,71 ± 4,60 b 23,23 ± 3,75 a 7,13 ± 2,34 c SpT 11,80 ± 2,90 b 18,99 ± 4,76 a 15,26 ± 3,97 b SpB 6,98 ± 6,01 b 17,17 ± 6,68 a 15,22 ± 2,67 a SL 49,03 ± 5,93 a 41,39 ± 6,75 a 46,20 ± 14,10 a Keterangan: SSC: sel punca spermatogonia, SpA: Spermatogonia tipe A, SpT: spermatogonia transisi, SpB: spermatogonia tipe B, SL: sel germinal derivat sel spermatogonia dan sel-sel somatik, BT: bobot tubuh, IGS: indeks gonada somatik. Huruf superskrip yang berbeda setelah angka pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05). Angka adalah rata-rata±sd, n=3. Menurut Zapata (2009), untuk menjadi sumber donor, syarat yang harus dimiliki adalah jumlah spermatogonia tidak terdiferensiasi melimpah dan jumlah relatif sel testikular lainnya khususnya yang mengalami tahap meiosis dan sel-sel somatik sedikit. Semakin banyak jumlah spermatogonia tidak terdiferensiasi maka peluang terkolonisasinya sel donor pada gonad resipien semakin besar (Meachem et al. 2001). Sel testikular lainnya terutama spermatozoa dan sel-sel somatis lain sebaiknya dalam jumlah sedikit karena kedua tipe sel ini menjadikan larutan disosiasi memiliki viskositas tinggi sehingga proses injeksi akan terganggu (Zapata 2009).

13 21 Berdasarkan studi karakteristik morfologi spermatogonia ikan gurami sebelumnya diketahui bahwa jenis sel yang memiliki peluang terkolonisasi adalah SSC dan SpA. Dengan demikian berdasarkan hasil perhitungan kelimpahan spermatogonia pada Tabel 2 maka ikan gurami yang terbaik dijadikan sebagai sumber donor adalah yang berasal dari kelompok dengan kisaran bobot tubuh g karena memiliki populasi SSC yang relatif besar, jumlah SpA tertinggi serta jumlah SL (sel derivat spermatogonia dan sel somatik) yang terendah dibandingkan testis ikan yang berasal dari kedua kelompok bobot tubuh ikan gurami lainnya. Kelayakan testis dari kelompok ikan berbobot tubuh g sebagai sumber donor juga tampak pada profil penampang melintang jaringan histologis testis (Gambar 3). Penampang melintang jaringan histologis testis pada Gambar 3 menggambarkan bahwa pada ikan dengan bobot <500 g, tubulus yang berisi selsel germinal hanya mengisi sebagian dari rongga gonad dan sebagian lagi terisi oleh jaringan-jaringan somatik sehingga besarnya nilai FR dari komponen SL pada ikan berbobot tubuh <500 g didominasi oleh sel-sel somatik. Beda halnya dengan kelompok ikan dengan bobot tubuh >1000 g yang hampir seluruh bagian testis tersusun atas tubulus yang berisi sel germinal sehingga tingginya jenis sel selain spermatogonia disebabkan oleh melimpahnya jumlah sel testikular tahap spermatosit dan spermiogenik. Berdasarkan hasil evaluasi profil penampang melintang jaringan histologis testis, sumber sel donor terbaik dari penelitian ini adalah testis dari kelompok ikan gurami dengan bobot tubuh berada dalam kisaran 500 g hingga 1000 g dengan bobot rata-rata 733±104 g karena memiliki frekuensi relatif SSC dan SpA yang tinggi dan SL yang lebih rendah. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa ikan gurami dengan bobot tubuh >500 g lebih mudah diidentifikasi jenis kelaminnya melalui ciri-ciri sekundernya dibandingkan ikan gurami dengan bobot tubuh <500 g.

14 22 Gambar 3 Penampang melintang histologis testis ikan gurami. A. Kelompok ikan bobot tubuh <500 g (344 g,igs=1,75x10-4 ), B. Kelompok ikan bobot tubuh g (700 g, IGS=1,97x10-4 ), C. Kelompok ikan bobot tubuh > 1000 g (1,6kg,IGS=1,19x10-4 ). Sp;spermatogonia,Tb:tubulus,Js:jaringan somatik,ta:tunika albuginea. Skala: 100 µm. Pewarnaan : Hematoksilin-Eosin. Mengidentifikasi sumber donor yang mengandung banyak spermatogonia untuk mendapatkan suspensi sel donor yang kaya akan spermatogonia dibutuhkan untuk meningkatkan keberhasilan transplantasi (Hill & Dobrinsky 2006). Okutsu et al. (2006b) menyuntikkan sekitar sel testikular ikan rainbow trout (di

15 23 dalamnya termasuk spermatogonia) ke resipien dan jumlah sel yang terkolonisasi pada resipien hanya berkisar 1 9 sel per resipien. Demikian halnya pada hewan mamalia seperti tikus memiliki peluang kolonisasi sel donor spermatogonia pada gonad resipien hanya sekitar 7 20% dari 100 SSC yang ditransplantasikan (Nagano et al. 1999). Semakin sedikit jumlah spermatogonia yang terkandung dalam suspensi sel yang disuntikkan tentunya akan semakin sedikit peluang sel yang dapat terkolonisasi. Berbagai macam teknik digunakan para peneliti untuk mengisolasi sel spermatogonia dari populasi sel testikular namun untuk teknik-teknik tersebut membutuhkan teknologi tinggi dan biaya yang cukup besar. Mencari sumber donor berdasarkan ukuran, umur atau bobot tubuh merupakan teknik yang paling sederhana untuk mendapatkan sumber donor yang kaya akan spermatogonia. KESIMPULAN 1. Karakter diameter sel, volume sel dan volume sitoplasma dapat dijadikan karakter pembeda ke empat tipe spermatogonia ikan gurami, yaitu SSC, SpA, ST, dan SpB. 2. Sel spermatogonia ikan gurami yang memiliki peluang terkolonisasi adalah yang memiliki ukuran diameter sel 14,43 µm hingga 20,53 µm. 3. Sumber donor yang terbaik dari penelitian ini adalah yang berada pada kisaran bobot tubuh 500 g hingga 1000 g dengan kelimpahan rata-rata SSC dan SpA masing-masing adalah 2,96±1,20% dan 23,23±3,75%.

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

XENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAMI KEPADA LARVA IKAN NILA IRMA ANDRIANI

XENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAMI KEPADA LARVA IKAN NILA IRMA ANDRIANI XENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAMI KEPADA LARVA IKAN NILA IRMA ANDRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA

V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan proliferasi sel spermatogonia ikan gurami yang terkolonisasi pada

Lebih terperinci

VI. VIABILITAS DAN EFISIENSI KOLONISASI SPERMATOGONIA DARI TESTIS IKAN GURAMI PASCAPRESERVASI DINGIN PADA LARVA IKAN NILA

VI. VIABILITAS DAN EFISIENSI KOLONISASI SPERMATOGONIA DARI TESTIS IKAN GURAMI PASCAPRESERVASI DINGIN PADA LARVA IKAN NILA VI. VIABILITAS DAN EFISIENSI KOLONISASI SPERMATOGONIA DARI TESTIS IKAN GURAMI PASCAPRESERVASI DINGIN PADA LARVA IKAN NILA ABSTRAK Pada aplikasi transplantasi, ketersediaan sel donor sering tidak sinkron

Lebih terperinci

III. DISOSIASI JARINGAN TESTIKULAR IKAN GURAMI

III. DISOSIASI JARINGAN TESTIKULAR IKAN GURAMI III. DISOSIASI JARINGAN TESTIKULAR IKAN GURAMI ABSTRAK Disosiasi jaringan testikular untuk mendapatkan suspensi sel donor yang mengandung populasi sel spermatogonia banyak dan viabilitas tinggi merupakan

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Pengambilan sampel dilakukan sebulan sekali selama 3 bulan berturutturut, yakni pada tanggal 10-11 Februari 2012, 7 Maret 2012 dan 7 April 2012. Pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 18 HSI DN MBHSN Hasil 1. Histologi testis Gambaran histologi testis musang luak tersusun atas tubuli seminiferi yang dipisahkan oleh jaringan interstitial. Terdapat tiga komponen penyusun tubuli seminiferi

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan 05 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 1 13 (2013)

Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 1 13 (2013) Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 1 13 (2013) Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi (Characidae) pada larva ikan mas Cyprinus carpio (Cyprinidae): morfologi, proporsi, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

OPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN

OPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2010, hlm. 186-191 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.3 OPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN (OPTIMIZATION

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 Pebruari 2005 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta sebagai tempat

Lebih terperinci

DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR

DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR BALB/c YANG DIINDUKSI CISPLATIN Irene, 2008. Pembimbing

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

Deskripsi lokasi penelitian. Myrtaceae. Myrtaceae. Pohon sagu, kerikil 30%, tumbuhan rawa. batu besar 40%. Nephentes

Deskripsi lokasi penelitian. Myrtaceae. Myrtaceae. Pohon sagu, kerikil 30%, tumbuhan rawa. batu besar 40%. Nephentes LAMPIRAN 107 108 109 Lampiran 1 Deskripsi lokasi penelitian Lokasi penelitian Kedalaman Tutupan substrat dasar Zona 1 1. Sungai Lawa 0,30 6,00 m pasir 30%, - kerikil 20%, batu bulat 50%. 2. Desa Matano

Lebih terperinci

Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada larva ikan mas Cyprinus carpio

Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada larva ikan mas Cyprinus carpio Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 1 12 (2013) Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada larva ikan mas Cyprinus carpio Testicular cells transplantation of neon tetra Paracheirodon

Lebih terperinci

Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas

Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 113 120 (2013) Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas Testicular cell transplantation of neon tetra Paracheirodon innesi

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 187 192 (2013) Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila Electroporation and green fluorescent protein-labelled

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ginogenesis Ginogenesis pada penelitian dilakukan sebanyak delapan kali (Lampiran 3). Pengaplikasian proses ginogenesis ikan nilem pada penelitian belum berhasil dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

Tabel 5. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis golden marble

Tabel 5. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis golden marble HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari hasil pengamatan dan pengukuran kromosom didapatkan hasil bahwa ada beberapa persamaan dan perbedaan untuk masing-masing varietas ikan manvis yang diamati. Data hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel Fibroblas dalam Kultur In Vitro Hasil pengamatan kultur sel otot fetus tikus menunjukkan secara morfologi adanya dua bentuk sel, yakni sel fibrosit, berbentuk spindel

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Anatomi. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT MEMBERIKAN TEKANAN THDP SDA & LH PERTUMBUHAN PENDUDUK YG SEMAKIN CEPAT KBUTUHAN AKAN PROTEIN HWNI MENINGKAT PENDAHULUAN - LAHAN SEMAKIN SEMPIT - PENCEMARAN PERAIRAN SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT UTK

Lebih terperinci

ABSTRACT. SUBCHRONIC EFFECT OF BORAX ( Sodium tetraborate ) INTOXICATION TO POPULATION NUMBER OF PRIMARY SPERMATOCITE IN MALE MICE S TESTIS

ABSTRACT. SUBCHRONIC EFFECT OF BORAX ( Sodium tetraborate ) INTOXICATION TO POPULATION NUMBER OF PRIMARY SPERMATOCITE IN MALE MICE S TESTIS ABSTRACT SUBCHRONIC EFFECT OF BORAX ( Sodium tetraborate ) INTOXICATION TO POPULATION NUMBER OF PRIMARY SPERMATOCITE IN MALE MICE S TESTIS Refial Mizan, 2007 1 st Tutor : Endang Evacuasiany, dra, Apt,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan.

BAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan post-test only control group design. Pemilihan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN PERLAKUAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian patologi anatomi. Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang anatomi dan 4.2. Desain penelitian Penelitian ini menggunakan true experimental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH SAOS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS TESTIS MENCIT GALUR DDY YANG TELAH DIINDUKSI DENGAN CISPLATIN

ABSTRAK. PENGARUH SAOS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS TESTIS MENCIT GALUR DDY YANG TELAH DIINDUKSI DENGAN CISPLATIN ABSTRAK PENGARUH SAOS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS TESTIS MENCIT GALUR DDY YANG TELAH DIINDUKSI DENGAN CISPLATIN Alvin, 2010. Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA

KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy) Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (1) : 55 60 ISSN 0216 0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERUM DAN ATAU DNase DALAM MEDIUM DISOSIASI TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMATOGONIA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.

PENGARUH PENAMBAHAN SERUM DAN ATAU DNase DALAM MEDIUM DISOSIASI TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMATOGONIA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac. 1 PENGARUH PENAMBAHAN SERUM DAN ATAU DNase DALAM MEDIUM DISOSIASI TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMATOGONIA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.) NURIDA DESSALMA SYAHRANIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian Materi yang diteliti adalah ikan nilem ( Osteochilus hasselti C. V.), pada tahap perkembangan juvenil berumur 13 minggu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT

PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) TERHADAP STRUKTUR TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN BALB C SETELAH PAPARAN METHOXYCHLOR SKRIPSI Oleh: Firda Lutfiatul Fitria NIM 061810401043

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan gurame Osphronemus gouramy (Anonim 2011c).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan gurame Osphronemus gouramy (Anonim 2011c). 4 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Klasifikasi dan sistematika ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si ABSTRAK PEMBERIAN VITAMIN C, E, SERTA KOMBINASINYA MENINGKATKAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus) GALUR Swiss Webster YANG DIBERI PAJANAN Allethrin Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP JUMLAH SEL SERTOLI DAN LEYDIG TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR Penyusun NRP Pembimbing I Pembimbing II : Alvian Andriyanto

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA i LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KARAKTERISASI DAN OPTIMASI JUMLAH SEL TESTIKULAR DALAM RANGKA REKAYASA PRODUKSI IKAN CARDINAL (Paracheirodon axelrodi) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TRANSPLANTASI

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

Electronic noises can spoil the enjoyment of this lecture Please TURN OFF all mobile phones, WAPs and PADs

Electronic noises can spoil the enjoyment of this lecture Please TURN OFF all mobile phones, WAPs and PADs Electronic noises can spoil the enjoyment of this lecture Please TURN OFF all mobile phones, WAPs and PADs 1 2 SOMATIC AND ASOMATIC CELLS 1 Sel Berdasarkan Jumlah Kromosom 1. Sel somatis (2n) Sel tubuh

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, histologi, dan patologi anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merusak alat pendengaran (Marpaung, 2006). Diketahui bahwa. fisik, psikis dan tingkah laku manusia (Chusna, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. merusak alat pendengaran (Marpaung, 2006). Diketahui bahwa. fisik, psikis dan tingkah laku manusia (Chusna, 2008). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah suatu bunyi intensitas tinggi, merupakan pencemaran yang mengganggu dan tidak disukai, dan mengganggu percakapan dan merusak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)

Lebih terperinci

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP SIKLUS & PEMBELAHAN SEL Suhardi S.Pt.,MP Proses reproduksi aseksual dimulai setelah sperma membuahi telur. PEMBELAHAN SEL Amitosis (Pembelahan biner) Pada umumnya bakteri berkembang biak dengan pembelahan

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA Kadek Devi Aninditha Intaran, 2016 Pembimbing I : Hartini Tiono, dr.,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan pada hewan uji secara in vivo. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Uji dan

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan pada hewan uji secara in vivo. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Uji dan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni yang dilakukan pada hewan uji secara in vivo. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN KONTRAK KULIAH BIOLOGI. Jadwal Kuliah. Dosen Pengajar Klas G. di Fapet UB Gedung I Lt. 2 R.5. Setiap Senin jam

PENDAHULUAN KONTRAK KULIAH BIOLOGI. Jadwal Kuliah. Dosen Pengajar Klas G. di Fapet UB Gedung I Lt. 2 R.5. Setiap Senin jam PENDAHULUAN Achadiah Rachmawati KONTRAK KULIAH BIOLOGI Dosen Pengajar Klas G 3 September 21 Desember 2012 Setiap Senin jam 14.00 15.40 WIB 1. Achadiah Rachmawati, S.Pt, M.Si 2. Prof. Dr. Ir. Ifar Subagiyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah sebesar 210.241. 999 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 % (BPS, 2001) dan menurut infomasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci